Bab 10 - UKSW

22
125 Bab 10 PENELITIAN EKSPERIMEN Saat ini tidak sedikit guru yang mampu menciptakan temuan model atau metode inovatif dalam upaya mengatasi persoalan- persoalan konkret pembelajaran yang dialami siswanya. Temuan model atau metode inovatif ciptaan guru tersebut perlu diuji kelayakannya terlebih dahulu. Kelayakan atau efektivitas temuan model atau metode inovatif ciptaan guru tersebut pada umumnya diuji melalui penelitian eksperimen. Pada awalnya, penelitian eksperimen banyak dikembangkan oleh para psikolog. Namun saat ini cukup banyak peneliti dalam bidang pendidikan yang menggunakan penelitian eksperimen, dalam menguji suatu model atau metode pembelajarannya. Terdapat beragam jenis penelitian eksperimen, tetapi tidak kesemua jenis penelitian eksperimen tersebut diperuntukkan untuk penelitian di bidang pendidikan, seperti yang dijelaskan di bawah ini. A. Jenis Penelitian Eksperimen Penelitian eksperimen terdiri dari 3 macam, yaitu pra- eksperimen, eksperimen murni, dan eksperimen semu. Ketiga macam eksperimen tersebut memiliki ciri-ciri yang berbeda, sehingga calon peneliti eksperimen harus hati-hati dalam memilih

Transcript of Bab 10 - UKSW

Page 1: Bab 10 - UKSW

125

Bab 10

PENELITIAN EKSPERIMEN

Saat ini tidak sedikit guru yang mampu menciptakan temuan

model atau metode inovatif dalam upaya mengatasi persoalan-

persoalan konkret pembelajaran yang dialami siswanya. Temuan

model atau metode inovatif ciptaan guru tersebut perlu diuji

kelayakannya terlebih dahulu. Kelayakan atau efektivitas temuan

model atau metode inovatif ciptaan guru tersebut pada umumnya

diuji melalui penelitian eksperimen.

Pada awalnya, penelitian eksperimen banyak dikembangkan

oleh para psikolog. Namun saat ini cukup banyak peneliti dalam

bidang pendidikan yang menggunakan penelitian eksperimen,

dalam menguji suatu model atau metode pembelajarannya.

Terdapat beragam jenis penelitian eksperimen, tetapi tidak

kesemua jenis penelitian eksperimen tersebut diperuntukkan untuk

penelitian di bidang pendidikan, seperti yang dijelaskan di bawah

ini.

A. Jenis Penelitian Eksperimen

Penelitian eksperimen terdiri dari 3 macam, yaitu pra-

eksperimen, eksperimen murni, dan eksperimen semu. Ketiga

macam eksperimen tersebut memiliki ciri-ciri yang berbeda,

sehingga calon peneliti eksperimen harus hati-hati dalam memilih

Page 2: Bab 10 - UKSW

126

dan melakukan eksperimennya. Di bawah ini dijelaskan tentang ciri-

ciri masing-masing macam eksperimen.

1. Pra-Eksperimen

Pra-eksperimen dilakukan hanya untuk 1 kelompok yakni

yang biasa disebut sebagai kelompok eksperimen. Pra-eksperimen

sangat dimungkinkan dilakukan jika jumlah subjek memang hanya

sedikit. Oleh karena itu, treatment eksperimen hanya dilakukan

pada kelompok eksperimen itu saja.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa pemilihan

subjek penelitian dalam pra-eksperimen dengan cara purposive,

yakni dipilih dengan ciri-ciri tertentu sesuai ketentuan si peneliti.

Ciri-ciri subjek dalam pra-eksperimen tersebut merupakan

gambaran dari variabel terikatnya yang akan diukur kembali

(perubahannya) setelah ada treatment.

Misalnya, penelitian pra-eksperimen untuk menguji

efektivitas metode penugasan dalam upaya meningkatkan

kemandirian belajar siswa. Berdasar penelitian tersebut, peneliti

memilih subjeknya yang memiliki ciri tertentu yakni siswa yang

berkemandirian belajar rendah. Setelah diberi treatment berupa

pembelajarana dengan metode penugasan, maka peneliti

mengukur kembali kemandirian belajar siswanya.

Analisa untuk penelitian pra-eksperimen hanya

membandingkan hasil pre-test dan post-test setelah treatment

penelitian berlangsung. Pengukuran pre-test dilakukan sebelum

penelitian berlangsung. Sebaliknya pengukuran post-test dilakukan

setelah treatment penelitian. Pengukuran pre-test maupun post-

test menggunakan instrumen yang sama. Hasil kedua test tersebut

Page 3: Bab 10 - UKSW

127

dibandingkan dengan menggunakan teknik analisis statistik, antara

lain berupa uji-t.

Dalam pengukuran pre-test maupun post-test, sebaiknya

peneliti menyediakan dua instrumen yang isinya sama namun

berbeda urutan dan kalimatnya. Keduanya berasal dari kisi-kisi yang

sama. Hal ini diupayakan agar perubahan yang terjadi pada diri

subjek penelitian bukan sebagai akibat dari sudah diketahuinya isi

instrumen saat mengisi pre-test.

Seperti yang dijelaskan di atas, bahwa dalam pra-

eksperimen tanpa menggunakan kelompok kontrol atau kelompok

pembanding, tetapi hanya satu kelompok yakni berupa kelompok

eksperimen. Akibat kondisi inilah menimbulkan kelemahan pada

penelitian pra-eksperimen, yakni lemahnya validitas internal akibat

tanpa adanya kelompok pembanding, sehingga hasil penelitian pra-

eksperimen belum dapat meyakinkan bahwa perubahan yang

terjadi memang benar-benar sebagai akibat treatment.

2. Eksperimen Murni

Penelitian eksperimen murni pada umumnya dilakukan

pada bidang sains, misalnya bidang fisika, atau bidang kimia.

Pelaksanaan eksperimen murni pada umumnya untuk meneliti

kemungkinan adanya hubungan sebab-akibat diantara variabel-

variabel dengan cara menghadapkan kelompok eksperimental pada

beberapa macam kondisi perlakuan dan membandingkan akibat

(hasil)nya dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak

dikenai perlakuan.

Selain menggunakan kelompok kontrol, dalam eksperimen

murni sangat menekankan adanya variabel kontrol (selain variabel

bebas dan terikat). Variabel kontrol yang dimaksud adalah kondisi

Page 4: Bab 10 - UKSW

128

subjek penelitian yang harus sama melalui pengendalian oleh

peneliti. Sebagai contoh dalam penelitian tentang penerapan

metode discovery untuk meningkatkan prestasi belajar siswa, maka

variabel kontrolnya antara lain berupa kecerdasan subjek pada

kategori yang sama, siswa sama-sama belum pernah mendapatkan

pembelajaran metode discovery, ketersediaan sarana dan

prasarana belajar subjek dalam kondisi relatif sama, siswa juga

memiliki motivasi belajar sama. Kondisi (karakteristik) lainnya pada

diri subjek penelitian juga sama. Namun, pemilihan subjek

penelitian ekperimen murni untuk bidang pendidikan jauh lebih

sulit, karena tidak ada seorangpun di dunia yang memiliki sifat atau

karakter, ciri-ciri yang sama persis.

Pengendalian terhadap kondisi (variabel kontrol) dalam

penelitian eksperimen murni merupakan satu persyaratan yang

harus dilakukan. Dalam bidang sains, pengendalian terhadap

kondisi ruangan misalnya, lebih mudah dilakukan. Sebagai contoh

eksperimen untuk menghancurkan batu dengan pemanasan yang

berbeda-beda, maka pemilihan benda padat (batu) dengan tekstur,

berat, warna, kandungan zat di dalamnya, akan mudah diatur.

Penelitian eksperimen murni memerlukan pengelolaan

variabel-variabel dan kondisi eksperimental yang rumit baik lewat

prosedur kontrol dan manipulasi langsung atau lewat prosedur

randomisasi. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa penelitian

ekperimen murni lebih memusatkan perhatiannya pada cara

pengendalian variasi guna (a) memaksimalkan varians dari variabel-

variabel yang terlibat dalam hipotesis, (b) meminimalkan varians

variabel luar yang tidak dikehendaki yang dikhawatirkan akan dapat

mengganggu hasil eksperimen, dan (c) meminimalkan varians eror

atau varians random, termasuk pula eror dalam pengukuran. Oleh

karena itu, setelah subjek ditentukan, dalam penelitian ekperimen

Page 5: Bab 10 - UKSW

129

murni khususnya di bidang pendidikan sangat dianjurkan untuk

menempatkan subjek ke dalam kelompok secara random, dan

menentukan perlakuan pada kelompok secara random pula.

Validitas internal merupakan kondisi esensial (sine qua non)

dalam desain penelitian eksperimen murni. Dalam hal ini validitas

internal sebagai tujuan utama eksperimen murni. Penentuan

validitas internal dalam penelitian eksperimen murni mengacu

pada apakah perbedaan yang terjadi di antara kelompok subjek

dalam eksperimen memang benar-benar disebabkan oleh

perbedaan perlakuan.

Hal yang masih perlu dibahas adalah validitas eksternal,

yang mengacu pada seberapa representatifnya temuan penelitian,

dan apakah temuan tersebut dapat digeneralisasikan pada

kelompok subjek serupa yang lebih luas. Namun, perlu disadari

bahwa pada penelitian eksperimental murni untuk bidang

pendidikan validitas eksternal sulit dicapai, dikarenakan adanya

keterbatasan penelitian eksperimen misalnya pemilihan subjek,

dan belum lengkapnya variabel kontrol.

3. Eksperimen Semu

Penelitian eksperimen semu memiliki kemiripan dengan

kondisi penelitian eksperimental murni, yakni kedua jenis

eksperimen tersebut memiliki kelompok eksperimen maupun

kelompok kontrol. Bahkan, kedua jenis eksperimen ini memilki

prosedur (tahap-tahap yang dilalui) sama. Namun kedua jenis

eksperimen tersebut tetap memiliki perbedaan terutama pada

keberadaan variabel kontrol. Pada eksperimen semu, tidak semua

variabel yang relevan dapat dikendalikan dan dimanipulasi. Dalam

ekperimen semu lebih menekankan adanya kelompok kontrol dan

kelompok eksperimen, tanpa mementingkan variabel kontrol.

Page 6: Bab 10 - UKSW

130

Kondisi (variabel) lain di luar variabel yang diteli dari subjek

penelitian dikesampingkan, atau tanpa dikontrol, karena subjek

dianggap memiliki kondisi yang relatif sama. Padahal setiap subjek

penelitian dalam eksperimen semu selalu memiliki kondisi yang

beragam, tidak ada yang sama persis. Oleh karena itu, sebaiknya

peneliti menyadari betul keterbatasan penelitian ini dan seberapa

jauh validitas internal dan eksternalnya.

Penelitian eksperimen dalam dunia pendidikan lebih tepat

jika menggunakan eksperimen semu. Dalam bidang pendidikan,

cara penentuan subjek dalam eksperimen semu sama persis

dengan eksperimen murni. Subjek penelitian dipilih sesuai ciri-ciri

khusus yang telah ditentukan oleh peneliti, dan dikelompokkan

secara random pada dua kelompok, yakni kelompok eksperimen

dan kelompok kontrol. Pemilihan variabel dan manipulasi kondisi

eksperimental dalam eksperimen semu dilakukan melalui prosedur

kontrol dan lewat prosedur randomisasi.

Dalam eksperimen semu, pemberian treatment hanya

diberikan pada kelompok eksperimen. Sedangkan kelompok

kontrol diberi perlakuan yang berbeda, atau bahkan tanpa ada

perlakuan. Setelah pemberian treatment berlangsung, selanjutnya

subjek pada kedua kelompok diukur kembali kondisi dan perubahan

yang terjadi. Dalam penelitian eksperimen semu, peneliti

mengharapkan adanya perbedaan perubahan kondisi subjek

sebagai akibat treatment.

B. Prosedur Penelitian Eksperimen dalam Bidang Pendidikan

Dalam penelitian eksperimen, peneliti harus memahami

metodologi penelitian eksperimen dan mengikuti prosedur

Page 7: Bab 10 - UKSW

131

langkah-langkah penelitiannya secara tepat. Dibanding jenis

penelitian inferensial lainnya, prosedur penelitian eksperimen

dapat dikatakan cukup rumit. Peneliti harus memiliki desain

penelitian yang jelas, dan mengikuti langkah-langkah berdasar

desain tersebut. Pada umumnya penelitian eksperimen dimulai dari

tahap temuan masalah yang jelas dan konkrit, dikuti oleh kajian

teoritis untuk menentukan treatment (variabel bebas), penentuan

dan pengelompokan subjek penelitian secara random, dilanjutkan

dengan implementasi (pemberian perlakuan) dan pengukuran hasil

treatment, serta diakhiri dengan analisis uji beda. Masing-masing

tahap dari prosedur penelitian eksperimen dijelaskan di bawah ini.

1. Mengidentifikasi Masalah Konkrit

Pada setiap penelitian, pihak peneliti harus dapat

mengemukakan masalah penelitiannya secara jelas. Beberapa jenis

penelitian inferensial hanya mengemukakan masalah berdasar

perbandingan beberapa penelitian yang relevan tetapi hasil

penelitiannya yang berbeda. Seperti pada penelitian tindakan,

dalam penelitian eksperimen perlu diawali dengan adanya temuan

masalah oleh peneliti. Permasalahan yang dikemukakan peneliti

dalam penelitian eksperimen harus konkrit atau benar-benar

terjadi atau memang dialami oleh diri calon subjek.

Temuan gejala masalah penelitian tersebut harus diuraikan

dalam latar belakang penelitian. Uraian tentang masalah penelitian

tersebut disertai indikator-indikator yang jelas tentang masalah

tersebut. Namun demikian, gejala masalah tersebut perlu disertai

bukti sebagai adanya fakta-fakta. Hal ini terkait dengan ciri

keilmiahan suatu laporan penelitian bahwa penelitian harus

bersifat objektif atau berdasar fakta-fakta. Bukti adanya masalah

Page 8: Bab 10 - UKSW

132

tersebut diwujudkan dengan adanya data, yakni dalam hal ini dapat

berupa tabel.

Dalam mengumpulkan data tentang masalah atau gejala-

gejala masalah penelitian, peneliti dapat melakukannya dengan

berwawancara, menyebarkan skala sikap atau melakukan observasi

kepada pihak-pihak yang relevan. Pengumpulan data awal untuk

menemukan masalah konkret tersebut sering kali disebut sebagai

pra-penelitian. Tentu saja instrumen untuk pengumpulan data

tersebut harus berlandaskan teori yang terkait, seperti yang sudah

dijelaskan pada bab IV.

2. Menyusun Treatment yang Jelas

Setelah ada masalah konkrit yang diketemukan peneliti –

yang juga berarti telah ada calon subjek penelitian – maka

selanjutnya peneliti perlu mempersiapkan treatment (perlakuan).

Treatment (perlakuan) disusun terkait dengan temuan masalah

konkrit yang dialami subjek. Di antara perlakuan dengan temuan

masalah konkrit yang dialami subjek penelitian harus memiliki

’benang merah’ atau keterkaitan yang jelas, yang dilandaskan suatu

teori. Oleh karena itu, peneliti perlu mengkaji, mendalami dan

menentukan perlakuan yang tepat untuk menangani masalah

subjek, beserta teknik analisis pengujiannya.

Perlu dipahami bahwa, ada kalanya pada penelitian

eksperimen tertentu, justru rancangan treatment telah disiapkan

lebih dahulu oleh peneliti. Biasanya hal ini terjadi karena peneliti

hanya menguji temuan suatu model atau metode temuannya.

Dalam hal ini peneliti tidak perlu mencari masalah konkrit,

meskipun pada akhirnya peneliti tetap harus mencari subjek yang

memiliki ciri-ciri sesuai yang ditentukannya untuk diberi treatment.

Page 9: Bab 10 - UKSW

133

Treatment atau perlakuan tersebut harus memiliki definisi

operasional yang jelas. Selain itu, treatment atau perlakuan harus

memiliki langkah-langkah atau tahap-tahap implementasi selama

eksperimen berlangsung. Dalam pengujian suatu model atau

metode pembelajaran, langkah-langkah treatment juga harus

terwujud dalam tahap pembelajaran yang digunakan.

3. Mengelompokan Subjek Penelitian Secara Random

Khusus pada penelitian eksperimen semu, subjek dalam

penelitiannya ditentukan secara purposive, yakni berdasar atas ciri-

ciri (karakter) khusus sesuai ketentuan peneliti. Hal ini disebabkan

penelitian eksperimen semu termasuk penelitian inferensial tetapi

hasil penelitiannya tidak dapat digeneralisasikan. Penentuan subjek

penelitian secara purposive merupakan bagian pemilihan sampel

dalam kelompok Non-Probabilitas. Dengan pemilihan subjek

penelitian seperti hal tersebut, maka hasilnya tidak dapat

digeneralisasikan. Hasil penelitian eksperimen semu hanya

diperuntukkan untuk menggambarkan kondisi subjek pada

penelitian itu sendiri dan hanya berlangsung pada saat tersebut;

jadi bukan untuk menggambarkan keberlangsungannya seperti

penelitian-penelitian yang lain.

Setelah subjek dipilih atau ditentukan oleh peneliti, maka

selanjutnya peneliti menempatkan subjek ke dalam kelompok

kontrol maupun kelompok eksperimen. Penentuan masing-masing

subjek penelitian ke dalam salah satu kelompok tersebut dilakukan

secara random. Peneliti tidak diperbolehkan semaunya sendiri

dalam menentukan kedudukan subjek dalam kelompoknya. Hal ini

terkait dengan kaidah objektivitas suatu penelitian.

Jika penempatan subjek penelitian sudah dilakukan oleh

peneliti secara random, maka seanjutnya peneliti perlu menguji

Page 10: Bab 10 - UKSW

134

homogenitas kedua kelompok. Uji homogenitas diperlukan untuk

membuktikan bahwa kedua kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol memang pada awalnya dalam kondisi yang sama, atau

memiliki kondisi variabel terikat yang berkedudukan sama.

Pelaksanaan treatment baru dapat diimplementasikan jika kedua

kelompok tersebut terbukti telah homogen.

Sebagai contoh di bawah ini hasil uji homogenitas penelitian

Wulandari (dalam Soesilo, 2015) yang berjudul Efektivitas Layanan

Bimbingan Kelompok dengan Teknik Kegiatan Kelompok dalam

Meningkatkan Harga Diri Siswa Kelas VII G SMP N 1 Bringin

Kabupaten Semarang.

Tabel 3. Mean dan Standar Deviasi Harga Diri Siswa kelas VIII G SMP Negeri 1

Bringin Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2010/2011

Kelompok N Mean Standar Deviasi

Harga diri kelompok

eksperimen

15 27,3333 8,21729

Harga diri kelompok control 15 27,6000 7,54794

Berdasar tabel di atas terlihat bahwa mean nilai rata-rata

harga diri pada kelompok eksperimen 27,3333 dengan standar

deviasi 8,21729. Sedangkan mean nilai rata-rata harga diri pada

kelompok kontrol sebesar 27,6000 dengan standar deviasi 7,54794.

Homogenitas harga diri kedua kelompok yakni kelompok

eksperimen dengan kelompok control maka dilakukan perhitungan

dengan menggunakan Mann- Whitney Test. Hasil perhitungannya

dapat dilihat pada tabel berikut:

Page 11: Bab 10 - UKSW

135

Tabel 4. Mann-Whitney Pre Test Harga Diri Siswa Kelas VII G SMP Negeri 1

Bringin Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2010/2011

Test Statisticsb

Nskor

Mann-Whitney U 112.500

Wilcoxon W 232.500

Z .000

Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000

Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)] 1.000a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: kelompok

Berdasar tabel di atas diperoleh hasil penelitian yaitu p =

1,000 (p > 0,050) artinya tidak ada perbedaan yang signifikan harga

diri siswa pada kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen

kelas VII G SMP Negeri 1 Bringin Kabupaten Semarang, sehingga

kedua kelompok ini dapat digunakan sebagai kegiatan untuk

penelitian eksperimen.

4. Menyusun Desain Rancangan Eksperimen

Sebelum melakukan penelitian, peneliti harus menyusun

rancangan eksperimennya. Dalam bidang pendidikan, terdapat dua

macam penelitian eksperimen yakni pra-eksperimen, dan

eksperimen semu. Rancangan eksperimen pada kedua macam

penelitian tersebut perlu dipahami oleh para ahli pendidikan.

Page 12: Bab 10 - UKSW

136

a. Rancangan pra-eksperimen

Rancangan penelitian pra-eksperimen lebih sederhana

dibanding penelitian eksperimen yang lain. Kesederhanaan

terebut terlihat dari jumlah kelompok yang diteliti. Jumlah

kelompok yang diteliti pada penelitian eksperimen hanya

satu kelompok. Sedangkan penelitian eksperimen yang lain

berjumlah minimal dua kelompok.

Selain itu, teknik analisis statistik yang digunakan juga cukup

sederhana, yakni membandingkan antara kondisi kelompok

saat sebelum dengan sesudah diberi perlakuan. Pada

umumnya analisis yang digunakan adalah uji-t atau disebut

juga uji ulangan, jika data yang didapatkan bersifat normal

dan berskala data interval.

Gambar 5. Rancangan Pra-Eksperimen

Grup Pretes Perlakuan Postes

Eksperimen : T1----------------------x----------------------- T2

Keterangan:

Eksperimen: kelompok eksperimen, sebagai satu-satunya

kelompok yang diteiti dalam pra-eksperimen

T1 : pretes sebagai pengukuran awal sebelum ada pemberian

perlakuan terhadap subjek penelitian

T2 : postes sebagai pengukuran setelah pemberian perlakuan

terhadap subjek penelitian

x : treatment atau perlakuan yang akan dikenakan pada

subjek penelitian.

Page 13: Bab 10 - UKSW

137

Adapun prosedur rancangan pra-eksperimen setelah subjek

ditentukan (dipilih) melalui pre-test (T1) adalah sebagai

berikut:

1. Peneliti merancang suatu perlakuan (treatment) melalui

kajian teori yang mendalam. Isi perlakuan berupa

metode dan strategi apa yang tepat, berapa kali atau

berapa lama dan kapan saja akan diimplementasikan

pada subjek penelitian.

2. Peneliti mempersiapkan instrumen untuk mengukur

perubahan-perubahan yang terjadi pada subjek

penelitian, dan panduan observasi untuk mengamati

keberlangsungan selama proses eksperimen.

3. Peneliti memberi perlakuan (treatment) ‘x’ pada subjek

penelitian sesuai rancangan yang telah disusun.

4. Setelah pemberian perlakuan, selanjutnya peneliti

melakukan pengumpulan data berupa postes (T2) untuk

mengukur perubahan-perubahan diri subjek yang

diduga akibat adanya treatment, dengan menggunakan

alat ukur (instrumen) yang sudah disiapkan (sesuai

tahap no 2)

5. Peneliti melakukan analisis hasil penelitian dengan

membandingkan hasil selama pre-test (T1) dengan post-

test (T2).

b. Rancangan Ekperimen Semu

Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa dalam penelitian

eksperimen semu terdapat dua kelompok. Kelompok

pertama disebut “kelompok eksperimen”, yaitu kelompok

yang akan diberi treatment (perlakuan). Kelompok kedua

Page 14: Bab 10 - UKSW

138

disebut “kelompok kontrol”, yaitu kelompok yang tidak

diberi atau dikenakan treatment (perlakuan). Kelompok

kontrol berfungsi sebagai pembanding untuk mengetahui

perbedaan yang mungkin tampak antara kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol.

Dalam eksperimen semu kedua kelompok harus bersifat

homogen. Oleh karena itu hasil tes awal (Pre - Test) yang

dilakukan sebelum eksperimen diimplementasikan dapat

digunakan untuk menentukan subjek penelitian, sesuai ciri-

ciri yang diharapkan oleh peneliti. Pembuktian kedua

kelompok dalam kondisi homogen dapat dilakukan melalui

uji homogentas melalui Mann Whitney.

Setelah dalam kondisi homogen, selanjutnya peneliti dapat

melangsungkan kegiatan eksperimennya dengan member

treatment (perlakuan) pada kelompok eksperimen sesuai

rancangan eksperimen yang dibuat. Sedangkan kelompok

kontrol dikenai treatment (perlakuan) yang berbeda, atau

tanpa ada perlakuan.

Pelaksanaan tes akhir (Post - Test) dilakukan sesudah

treatment (perlakuan) eksperimen berakhir. Post-test

dilakukan kepada kedua kelompok, dan hasil post-test

kedua kelompok diperbandingkan untuk melihat efektivitas,

atau pengaruh treatment (perlakuan) eksperimen terhadap

kondisi subjek penelitian.

Gambar 6. Rancangan Eksperimen Semu

Grup Pretes Perlakuan Postes

Eksperimen : (R) T1-------------------x------------------ T2

Kontrol : (R) T1--------------------------------------- T2

Page 15: Bab 10 - UKSW

139

Keterangan:

Eksperimen: kelompok eksperimen, sebagai kelompok yang akan

diberi treatment (perlakuan) selama kegiatan eksperimen.

Kontrol: kelompok kontrol, sebagai kelompok pembanding yakni

kelompok yang diberi treatment (perlakuan) berbeda atau

tanpa diberi perlakuan selama eksperimen berlangsung.

R : prosedur random untuk menempatkan subjek pada

kelompok eksperimen atau kelompok kontrol.

T1 : pretes sebagai pengukuran awal sebelum ada pemberian

perlakuan terhadap subjek penelitian

T2 : postes sebagai pengukuran setelah pemberian perlakuan

terhadap subjek penelitian

x : treatment atau perlakuan yang akan dikenakan pada

subjek penelitian.

Adapun prosedur rancangan eksperimen semu setelah

subjek ditentukan (dipilih) melalui pre-test (T1) adalah

sebagai berikut:

1. Peneliti menentukan (menempatkan) setiap subjek

penelitian pada kelompok eksperimen atau kelompok

kontrol secara random.

2. Peneliti merancang suatu perlakuan (treatment) melalui

kajian teori yang mendalam. Isi perlakuan berupa

metode dan strategi apa yang tepat, berapa kali atau

berapa lama dan kapan saja akan diimplementasikan

pada subjek penelitian.

3. Peneliti mempersiapkan instrumen untuk mengukur

perubahan-perubahan yang terjadi pada subjek

Page 16: Bab 10 - UKSW

140

penelitian, dan panduan observasi untuk mengamati

keberlangsungan selama proses eksperimen.

4. Peneliti memberi perlakuan (treatment) ‘x’ pada subjek

penelitian kelompok eksperimen sesuai rancangan yang

telah disusun. Sedangkan kelompok kontrol dikenakan

dengan treatment (perlakuan) yang berbeda.

5. Setelah pemberian perlakuan, selanjutnya peneliti

melakukan pengumpulan data berupa postes (T2) pada

kedua kelompok untuk mengukur perubahan-

perubahan diri subjek yang diduga akibat adanya

treatment, dengan menggunakan alat ukur (instrumen)

yang sudah disiapkan (sesuai tahap no 2)

6. Peneliti melakukan analisis hasil penelitian dengan

membandingkan hasil post-test (T2) di antara kedua

kelompok.

5. Melakukan Uji Hipotesis

Dalam penelitian inferensial apapun, peneliti harus mampu

memahami makna dari taraf signifikansi. Hal ini sangat

penting dalam menganalisis statistika guna menguji suatu

hipotesis. Perlu dipahami oleh peneliti bahwa dalam

penggunaan analisis statistik pada umumnya menggunakan

teori tentang kemungkinan-kemungkinan (probabilitas).

Kesimpulan yang disandarkan pada keputusan statistik,

tidak dapat ditopang oleh taraf kepercayaan mutlak seratus

persen. Oleh karena itu, peneliti memberi sedikit peluang

untuk salah dalam menolak hipotesis.

Dalam penelitian pendidikan taraf signifikansi pada

umumnya diukur dari p sebesar 1%, atau 5%. Taraf

Page 17: Bab 10 - UKSW

141

signifikansi diberi simbol p atau simbol alpha () atau sig,

yang dinyatakan dalam proporsi atau persentase, berarti

besarnya peluang kesalahan. Misal, jika skore sig sebesar

0,015 atau 1,5% berarti dalam penelitian tersebut terdapat

peluang kesalahan sebesar 15 dari 1000 kejadian penelitian

sesuai topik, atau di antara 1000 kejadian penelitian yang

sama, terdapat 15 yang hasilnya berbeda (salah).

Sebaliknya, jika taraf signifikansinya sebesar 5% hal tersebut

juga berarti bahwa taraf kepercayaan yang dipakai adalah

sebesar 100-5 = 95% atau 0,95.

a. Interprestasi Hasil

Dalam analisa statistik, khususnya penelitian inferensial,

maka peneliti perlu membaca (menginterpretasi) terutama

hasil tentang: Sig (nilai skorenya), setelah itu baru

membaca skor t (hasil uji-t), atau skor F (hasil Anova).

Seperti yang dijelaskan di atas bahwa peluang kesalahan

dirujuk dari taraf signifikansi yang diketemukan.

Jika sudah ada perbedaan, maka peneliti baru

membandingkan hasil rerata (jika data berskala interval

atau rasio), atau mean rank (jika data berskala ordinal) pada

kelompok-kelompok yang dibandingkan. Di antara rerata

tersebut manakah yang lebih tinggi atau lebih besar?

Dengan demikian, jika peneliti menguji tentang efektivitas

suatu metode yang diimplementasikan melalui

ekesperimen, maka hasil efekivitasnya dapat dilihat dari

adanya perbedaan (lihat signikansinya) dan lebih tingginya

hasil kelompok eksperimen dibanding kelompok kontrol.

Sebaliknya, jika hasil pada kelompok eksperimen lebih

rendah hasilnya dibanding kelompok kontrol maka metode

Page 18: Bab 10 - UKSW

142

yang diterapkan dalam eksperimen tersebut dianggap tidak

efektif.

b. Hipotesis Diterima atau Ditolak

Uji hipotesis dalam penelitian inferensial, termasuk

penelitian eksperimen, selalu berlandaskan pada hasil

signifikansi. Adapun hasil signifikansi (peluang kesalahan)

dibagi dalam tiga kelompok yaitu:

1) p < 0,01,

Jika hasil signifikansi (sig atau p) < 0,01 maka penelitian

tersebut tergolong sangat signifikan, yang berarti dalam

penelitian tersebut terdapat efektivitas, pengaruh atau

perbedaannya sangat signifikan. Oleh karena itu,

hipotesis yang terkait tentang ”efektivitas, pengaruh

atau perbedaan” diterima!

2) p < 0,050 (antara 0,011 – 0,05)

Jika hasil signifikansi penelitian sebesar 0,011 – 0,05,

maka penelitian tersebut tergolong signifikan, yang

berarti dalam penelitian tersebut efektivitas, pengaruh

atau perbedaannya terbukti signifikan. Oleh karena itu,

hipotesis yang terkait tentang ”efektivitas, pengaruh

atau perbedaan” juga diterima!

3) P > 0,05,

Jika hasil signifikansi penelitian sebesar > 0,05, maka

penelitian tersebut tidak signifikan, yang berarti dalam

penelitian tersebut terbukti tidak efektif, tidak ada

pengaruh atau tidak ada perbedaannyakarena hasil

signifikansi tidak signifikan (nirsignifikan). Oleh karena

Page 19: Bab 10 - UKSW

143

itu, hipotesis yang terkait tentang ”efektivitas, pengaruh

atau perbedaan” juga ditolak!

Sebagai contoh.

Contoh 1.

Terdapat suatu penelitian tentang ”Pengaruh Penggunaan Metode

Discovery terhadap Kemampuan Bekerjasama Siswa”, peneliti

melakukan eksperimen semu dengan dua kelompok, dan

menggunakan teknik analisis regresi. Setelah diuji homogenitasnya

ternyata homogen, dan hasil analisisnya menghasilkan sig = 0,013,

dan besarnya r square (r kuadrat) 0,361. Hal tersebut berarti hasil

penelitian tersebut menemukan bahwa ada pengaruh yang

signifikan penggunaan metode discovery terhadap kemampuan

bekerjasama siswa - peneliti perlu mengkaji hasil mean rank pada

kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol -. Sumbangan

metode discovery terhadap kemampuan bekerjasama sebesar

36,1%. Dengan demikian, hipotesis yang berbunyi ”ada pengaruh

yang signifikan metode discovery terhadap kemampuan

bekerjasama siswa” diterima.

Contoh 2.

Di bawah ini adalah hasi analisis penelitian Wulandari (dalam

Soesilo, 2015) yang berjudul Efektivitas Layanan Bimbingan

Kelompok dengan Teknik Kegiatan Kelompok dalam Meningkatkan

Harga Diri Siswa Kelas VII G SMP N 1 Bringin Kabupaten Semarang.

Hasil dari analisis pre test dan post test setelah pemberian layanan

bimbingan kelompok dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini:

Page 20: Bab 10 - UKSW

144

Tabel 5. Sebaran Post Test Harga Diri Siswa Berdasar Kelompok Eksperimen

dan Kelompok Kontrol

Kategori Frekuensi Persen

Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol

Tinggi 11 8 73,3 % 53,3 %

Sedang 4 5 26,7 % 33,3 %

Rendah - 2 - 13,3 %

Jumlah 15 15 100 100

Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat hasil post test kelompok

eksperimen setelah menerima layanan bimbingan kelompok

dengan teknik kegiatan kelompok. Pada kelompok eksperimen,

tingkat kategori harga diri siswa kelas VII G SMP N 1 Bringin yang

tertinggi sebanyak 73,3%, berkategori sedang sebanyak 26,7%.

Sedangkan siswa yang tidak mendapatkan layanan bimbingan

kelompok tingkat harga diri yang berkategori tinggi sebanyak

53,3%, berkategori sedang sebanyak 33,3%, dan berkategori

rendah sebanyak 13,3%.

Adapun hasil perbandingan rata-rata antara kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol sesudah diberi layanan

bimbingan kelompok melalui teknik analisis Mann-Whitney, dapat

dilihat pada tabel 6 berikut:

Page 21: Bab 10 - UKSW

145

Tabel 6. Hasil Uji Man Whitney Post Test Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol

Ranks

Klmpk N Mean Rank Sum of Ranks

Jmlh Control 15 11.73 176.00

Eksperimen 15 19.27 289.00

Total 30

Test Statisticsb

Jmlh

Mann-Whitney U 56.000

Wilcoxon W 176.000

Z -2.349

Asymp. Sig. (2-tailed) .019

Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)] .019a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: klmpk

Pada pengolahan uji statistik terhadap hasil post test

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan teknik Mann

Whitney nampak bahwa p = 0,019 < 0,050 dengan mean rank

kontrol 11,73 sedangkan mean rank kelompok eksperimen adalah

Page 22: Bab 10 - UKSW

146

19,27 maka ada kenaikan mean rank sebesar 7,54, Artinya ada

perbedaan Self Esteem yang signifikan antara kelompok yang

mendapatkan layanan dan yang tidak mendapatkan layanan.

Dengan demikian, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini

diterima yaitu “Layanan bimbingan kelompok dengan teknik

kegiatan kelompok efektif dalam meningkatkan harga diri siswa

kelas VII G SMP N 1 Bringin Kabupaten Semarang”.

Tugas 10.

1. Terdapat 2 macam hipotesis penelitian korelasi yakni

hipotesis searah, dan hipotesis tanpa arah. Carilah dua

contoh penelitian yang merumuskan hipotesisnya searah,

dan berhipotesis tanpa arah, serta kajilah hasilnya?

2. Menurut anda, apa makna koefisien korelasi (misalnya r =

0,685)? Carilah tiga contoh penelitian yang menghasilkan r

yang sangat kontras berbeda!

3. Penelitian causal comparative termasuk penelitian ext post

facto. Jelaskan, apa maksud dari ex post facto tersebut?

4. Menurut anda, benarkah bahwa dalam penelitian

pendidikan kurang tepat jika menggunakan eksperimen

murni? (Jelaskan alasan anda!)

5. Syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi oleh peneliti jika

menggunakan eksperimen semu?