BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdfketamakan dan kesewenang-wenangan yang di caci dan dikutuk...

24
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semangat dalam upaya pemberantasan korupsi di era reformasi ini di tandai dengan dibuatnya sejumlah aturan perundang-undangan, dengan dimulai diadakannya aturan: a. Tap.MPR No. XI/MPR/1998 tentang “Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN”; kemudian dikeluarkan juga b. Undang-Undang No. 28 tahun 1999 tentang “Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN” yang di dalamnya memuat ketentuan kriminalisasi delik “Kolusi” (Pasal 21) dan delik “Nepotisme” (Pasal 22); dan c. Undang-Undang No 31 tahun 1999 tentang”Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”, yang mengubah dan mengganti Undang-Undang lama (Undang- Undang tahun 1971) dan saat ini sudah menjadi Undang-Undang No 20 tahun 2001. 1 Segala peraturan dalam pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah dibuat oleh pemerintah seolah-olah tidak menjadi solusi dari permasalahan korupsi yang tidak pernah habis walaupun telah diadakan pemberantasan serta regulasi yang mengatur sanksi cukup berat. Korupsi merupakan suatu permasalahan yang terkait dari berbagai kompleksitas masalah antara lain, masalah moral/sikap mental, masalah pola hidup kebutuhan serta kebudayaan dan lingkungan sosial, masalah kebutuhan/tuntutan ekonomi dan kesejahteraan sosial ekonomi, masalah struktur/sistem ekonomi, 1 Barda Nawawi Arief, 2013, Kapita Selekta Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disingkat Barda Nawawi Arief I), Hal.53.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdfketamakan dan kesewenang-wenangan yang di caci dan dikutuk...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdfketamakan dan kesewenang-wenangan yang di caci dan dikutuk oleh semua orang ... melakukan pembangunan ... memperkaya diri seseorang yang dapat

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Semangat dalam upaya pemberantasan korupsi di era reformasi ini di tandai

dengan dibuatnya sejumlah aturan perundang-undangan, dengan dimulai diadakannya

aturan:

a. Tap.MPR No. XI/MPR/1998 tentang “Penyelenggara Negara yang Bersih

dan Bebas KKN”; kemudian dikeluarkan juga

b. Undang-Undang No. 28 tahun 1999 tentang “Penyelenggara Negara yang

Bersih dan Bebas dari KKN” yang di dalamnya memuat ketentuan

kriminalisasi delik “Kolusi” (Pasal 21) dan delik “Nepotisme” (Pasal 22);

dan

c. Undang-Undang No 31 tahun 1999 tentang”Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi”, yang mengubah dan mengganti Undang-Undang lama (Undang-

Undang tahun 1971) dan saat ini sudah menjadi Undang-Undang No 20

tahun 2001.1

Segala peraturan dalam pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah

dibuat oleh pemerintah seolah-olah tidak menjadi solusi dari permasalahan korupsi

yang tidak pernah habis walaupun telah diadakan pemberantasan serta regulasi yang

mengatur sanksi cukup berat.

Korupsi merupakan suatu permasalahan yang terkait dari berbagai

kompleksitas masalah antara lain, masalah moral/sikap mental, masalah pola hidup

kebutuhan serta kebudayaan dan lingkungan sosial, masalah kebutuhan/tuntutan

ekonomi dan kesejahteraan sosial ekonomi, masalah struktur/sistem ekonomi,

1 Barda Nawawi Arief, 2013, Kapita Selekta Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung,

(selanjutnya disingkat Barda Nawawi Arief I), Hal.53.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdfketamakan dan kesewenang-wenangan yang di caci dan dikutuk oleh semua orang ... melakukan pembangunan ... memperkaya diri seseorang yang dapat

2

masalah sistem/budaya politik, masalah mekanisme pembangunan dan lemahnya

birokrasi/prosedur administrasi di bidang keuangan dan pelayanan publik.2

Korupsi sebagai gejala sosial, keberadaan korupsi hampir seumur dengan

keberadaan masyarakat di dunia ini. Korupsi diidentikan dengan keserakahan,

ketamakan dan kesewenang-wenangan yang di caci dan dikutuk oleh semua orang

karena membawa suatu dampak negatif pada kesengsaraan rakyat, maka dari itu

Korupsi dikategorikan sebagai suatu kejahatan luar biasa (extra ordinary crime).

Dikatakan sebagai extra ordinary crime karena melibatkan penyalahgunaan

kekuasaan dan menimbulkan kerugian keuangan negara, maka dalam

menanggulanginya diperlukan cara-cara yang luar biasa pula. Bagi indonesia, korupsi

merupakan ancaman bagi kelangsungan hidup bangsa dan negara, karena kerugian

yang dialami sangat besar diakibatkan dari perbuatan para koruptor yang nyaris

membuat bangkrut perekonomian negara, terutama ketika terjadi krisis moneter yang

diikuti pula dengan krisis ekonomi pada tahun 1997.3

Akibat lainnya dari dampak kejahatan Korupsi menurut Gunnar Myrdal yaitu:

a. Korupsi memantapkan dan memperbesar masalah-masalah yang

menyangkut kurangnya hasrat untuk terjun di bidang usaha dan mengenai

kurang tumbuhnya pasaran nasional;

b. Korupsi mempertajam permasalahan masyarakat plural sedang bersamaan

dengan itu kesatuan negara bertambah lemah, juga karena turunnya

martabat pemerintah, tendesi-tendesi itu membahayakan stabilitas politik;

c. Korupsi mengakibatkan turunnya disiplin sosial.4

2 Barda Nawawi Arief, 2001, Kapita Selekta Hukum Pidana, Penerbit Alumni, Bandung,

(selanjutnya disingkat Barda Nawawi Arief II), Hal. 85-86. 3 Teguh Sulista, 2011, Hukum Pidana, Horizon Baru Pasca Reformasi, Raja Grafindo

Persada, Jakarta, Hal.206-207. 4 Andi Hamzah, 2007, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan

Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hal. 22.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdfketamakan dan kesewenang-wenangan yang di caci dan dikutuk oleh semua orang ... melakukan pembangunan ... memperkaya diri seseorang yang dapat

3

Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang diakibatkan dari Tindak

Pidana Korupsi mutlak diperlukan dikarenakan menghambat negara dalam

melakukan pembangunan nasional, berdasarkan hal tersebut dibentuklah Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ( Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi) yang mengatur tentang sanksi pembayaran uang pengganti

kerugian keuangan negara hasil dari tindak pidana korupsi oleh orang pribadi maupun

badan hukum.

Ancaman sanksi pidana dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun

1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi terhadap koruptor dapat berupa pidana pokok penjara dan denda serta

pidana tambahan berupa uang pengganti.

Upaya dalam memaksimalkan Pengembalian Kerugian Keuangan Negara,

maka diatur suatu konsep upaya Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yakni

penambahan dalam pidana tambahan yang secara khusus diatur di dalam ketentuan

Pasal 18 ayat (1) huruf (b) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Jo. Undang-

Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

dinyatakan bahwa pembayaran uang pengganti jumlahnya harus sama dengan harta

benda yang diperoleh dalam Tindak Pidana Korupsi.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdfketamakan dan kesewenang-wenangan yang di caci dan dikutuk oleh semua orang ... melakukan pembangunan ... memperkaya diri seseorang yang dapat

4

Tindak Pidana Korupsi merupakan suatu perbuatan curang yaitu dengan

menyelewengkan atau menggelapkan keuangan negara yang dimaksudkan untuk

memperkaya diri seseorang yang dapat merugikan negara. Secara umum, Tindak

Pidana Korupsi dilakukan secara rahasia, melibatkan elemen kewajiban dan

keuntungan secara timbal balik. Kewajiban dan keuntungan tersebut tidak selalu

berupa uang.5

Secara umum, Tindak Pidana Korupsi dikategorikan dalam salah satu

kejahatan white collar crime yang pada umumnya dilakukan oleh seorang yang

terhormat, serta mempunyai status sosial tinggi dan dilakukan dalam rangka

pekerjaannya. Pengertian lain dari white collar crime antara lain sebagai berikut:

a. Kejahatan yang dilakukan oleh orang yang duduk dibelakang meja;

b. Kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang yang berpangkat;

c. Kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang yang berilmu pengetahuan;

d. Ditafsirkan sebagai lawan kata “crime using force” atau “ street crime”

(kejahatan biasa);

e. Kejahatan yang dilakukan dengan teknologi canggih;

f. Kejahatan yang non konvensional; dilakukan oleh orang yang mempunyai

keahlian atau mempunyai pengetahuan teknologi canggih;

g. Kejahatan terselubung.6

Tindak Pidana Korupsi secara umum cenderung dilakukan oleh oknum

intelektual atau oknum yang memiliki kekuasaan dan kekuatan dalam pemerintahan

sehingga Korupsi dapat dilakukan secara tertutup dan terorganisir. Dengan

kemampuan yang dimilikinya pelaku Tindak Pidana Korupsi dapat memperhitungkan

5 Aziz Syamsuddin, 2001, Tindak Pidana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta, Hal.15.

6 Romli Atmasasmita, 2007, Analisis dan evaluasi hukum tentang penyelidikan dan

penyidikan tindak pidana korupsi, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, Hal. 31.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdfketamakan dan kesewenang-wenangan yang di caci dan dikutuk oleh semua orang ... melakukan pembangunan ... memperkaya diri seseorang yang dapat

5

segala sesuatu terkait kejahatan yang dilakukan dengan tujuan mengaburkan segala

tindakan agar tidak terbongkar oleh aparat penegak hukum.

Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan secara tertutup dan terorganisir yang

menjadi suatu permasalahan bagi aparat penegak hukum, dimana akibatnya aparat

penegak hukum harus bekerja lebih giat di banding dalam melakukan penegakan

hukum di bidang kejahatan konvensional. Kejaksaan sebagai lembaga pemerintah

yang melaksanakan kekuasaan negara memiliki kewenangan dalam penyidikan,

penuntutan dan eksekusi dalam penanganan pengembalian kerugian keuangan negara

dalam tindak pidana korupsi.

Terkait kewenangan Kejaksaan di bidang Penyidikan diatur dalam Pasal 30

ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik

Indonesia dan dalam Penuntutan di dalam Tindak Pidana Korupsi berdasarkan Pasal

30 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan

Republik Indonesia. Kejaksaan juga memiliki wewenang menjalankan Putusan

Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap untuk di eksekusi dalam upaya

Pengembalian Kerugian Keuangan Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat

(2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia

dan tegas diatur juga dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999

Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi.

Bali dikenal sebagai primadona daerah wisata yang terkenal dengan

keindahan alamnya terutama pantainya. Salah satu contoh keindahan pantai yang

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdfketamakan dan kesewenang-wenangan yang di caci dan dikutuk oleh semua orang ... melakukan pembangunan ... memperkaya diri seseorang yang dapat

6

terkenal di Bali yakni Pantai Lovina yang terletak di Kabupaten Buleleng, Singaraja.

Hal yang paling menarik dan membedakan dari Pantai lainnya yakni pengunjung

dapat melihat lumba-lumba dari habitat aslinya.

Dibalik gemerlap sektor pariwisata dengan pendapatan pajak hotel dan

restoran mencapai ratusan miliar rupiah, Provinsi Bali masih berjuang keras

membangun kesejahteraan masyarakat pada 82 Desa yang memiliki keluarga miskin

di atas 35 persen. Berdasarkan data Bapedda Provinsi Bali, 82 Desa dengan jumlah

keluarga miskin di atas 35 persen itu tersebar pada 20 kecamatan di empat kabupaten

dan yang terbanyak di Buleleng mencapai 33 Desa di tujuh Kecamatan dengan

jumlah 13.464 rumah tangga miskin.7

Bali sebagai daerah tujuan utama destinasi pariwisata sedang gencarnya

melakukan pembangunan di berbagai bidang yang tentunya didukung dengan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN). Kekuasaan yang dimiliki dalam mengelola APBD dan

APBN tersebut tidak menutup kemungkinan terjadinya suatu tindak pidana korupsi

yang dilakukan oleh oknum penguasa.

Banyaknya kasus korupsi yang terjadi di Bali khususnya di Kabupaten

Buleleng secara umum disebabkan lemahnya pengawasan dalam pengelolaan bantuan

APBD maupun APBN dan hal tersebut memerlukan perhatian lebih karena

menyebabkan tidak meratanya kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Buleleng,

7 http://balicaringcommunity.org/bali-simpan-82-desa-miskin.html diakses pada tanggal 7

Maret 2015.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdfketamakan dan kesewenang-wenangan yang di caci dan dikutuk oleh semua orang ... melakukan pembangunan ... memperkaya diri seseorang yang dapat

7

mengingat Kabupaten Buleleng merupakan Daerah yang memiliki Desa dengan

jumlah keluarga miskin terbanyak di Bali.

Salah satu contoh dari sekian banyak kasus korupsi yang terjadi di Bali dan

menjadi perhatian masyarakat Bali adalah kasus Korupsi APBD yang terjadi di

Kabupaten Buleleng dan dilakukan oleh Mantan Ketua DPRD Nyoman Sudarmaja

Duniaji bersama-sama dengan tiga Wakil Ketua DPRD Kabupaten Buleleng yakni

Gede Widjana Dangin, Made Sudana, Nyoman Gede Astawa. Korupsi yang

dilakukan tersebut diduga mengakibatkan Kerugian Keuangan Negara atau

Perekonomian Negara atau Keuangan Daerah sebesar Rp. 15.828.294.094,00 (lima

belas milyar delapan ratus dua puluh delapan juta dua ratus sembilan puluh empat

ribu sembilan puluh empat rupiah).8 Berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung

RI No. 357 K/Pid.Sus/2007 tanggal 30 April 2008 keempat Terdakwa hanya di Putus

membayar Uang Pengganti yang apabila keempatnya di jumlahkan Rp.

2.503.385.194,00 (dua milyar lima ratus tiga juta tiga ratus delapan puluh lima ribu

seratus sembilan puluh empat rupiah).9 Eksekusi harta benda terpidana khususnya

Nyoman Sudarmaja Duniaji dan Gede Widjana Dangin masih mengalami

permasalahan sehingga terkendalanya penerapan Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

8http://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/7f557866ae75d54065ca855831b114a3

diakses pada tanggal 30 Maret 2014, Hal. 38. 9 Ibid, Hal. 50.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdfketamakan dan kesewenang-wenangan yang di caci dan dikutuk oleh semua orang ... melakukan pembangunan ... memperkaya diri seseorang yang dapat

8

Upaya dalam pemberantasan serta penanggulangan Tindak Pidana Korupsi

yang banyak terjadi di Kabupaten Buleleng tidak terlepas dari Peranan Kejaksaan

Negeri Singaraja dalam melakukan Pengembalian Kerugian Keuangan Negara.

Pengembalian Kerugian Keuangan Negara dalam Tindak Pidana Korupsi yang

terjadi di Kabupaten Buleleng yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Singaraja

bertujuan agar APBD maupun APBN yang seharusnya ditujukan untuk lebih

memajukan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan fasilitas publik di

Kabupaten Buleleng agar tidak diselewengkan oleh oknum penguasa di Kabupaten

Buleleng.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik menulis judul skripsi

yang akan membahas mengenai :

“PERANAN KEJAKSAAN DALAM UPAYA PENGEMBALIAN

KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

(STUDI KASUS DI KEJAKSAAN NEGERI SINGARAJA)”

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan dari latar belakang diatas, maka terdapat dua

permasalahan pokok yang akan dibahas, yakni :

a. Bagaimana peranan Kejaksaan Negeri Singaraja dalam pengembalian

kerugian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi ?

b. Apa hambatan dan upaya yang dilakukan Kejaksaan Negeri Singaraja

dalam pengembalian kerugian keuangan negara dalam tindak pidana

korupsi ?

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdfketamakan dan kesewenang-wenangan yang di caci dan dikutuk oleh semua orang ... melakukan pembangunan ... memperkaya diri seseorang yang dapat

9

1.3. Ruang Lingkup Masalah

Dilihat dari latar belakang masalah, ruang lingkup dari penelitian ini hanya

dibatasi dalam hal Peranan, hambatan dan Upaya yang dilakukan Kejaksaan Negeri

Singaraja dalam Pengembalian Kerugian Keuangan Negara dalam Tindak Pidana

Korupsi. Dalam hal Peranan dibatasi dalam bagaimana Peranan Kejaksaan Negeri

Singaraja dalam Penyidikan, Penuntutan dan Eksekusi terkait Pengembalian

Kerugian Keuangan Negara dalam Tindak Pidana Korupsi di Kabupaten Buleleng.

Terkait dalam hal upaya dibatasi dalam hambatan yang ditemui dan upaya

yang dilakukan Kejaksaan Negeri Singaraja dalam mengatasi hambatan-hambatan

yang terdapat di dalam Pengembalian Kerugian Keuangan Negara dalam Tindak

Pidana Korupsi di Kabupaten Buleleng.

1.4. Orisinalitas Penelitian

Terkait orisinalitas dari penelitian ini, penulis akan memperlihatkan skripsi

terdahulu sebagai perbandingan yang pembahasannya berkaitan dengan “Peranan

Kejaksaan dalam Upaya Pengembalian Kerugian Keuangan Negara dalam Tindak

Pidana Korupsi (studi kasus di Kejaksaan Negeri Singaraja)”, yakni :

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdfketamakan dan kesewenang-wenangan yang di caci dan dikutuk oleh semua orang ... melakukan pembangunan ... memperkaya diri seseorang yang dapat

10

No. Judul Penulis Rumusan Masalah

1

Tinjauan Yuridis

Terhadap Uang Pengganti

Untuk Pengembalian

Kerugian Negara dalam

Perkara Tindak Pidana

Korupsi

Fuad Akbar

Yamin, Fakultas

Hukum

Universitas

Hassanudin,

Makassar, Tahun

2013.

1. Bagaimana mekanisme

pembayaran uang

pengganti untuk

pengembalian kerugian

negara dalam kasus tindak

pidana korupsi?

2. Kendala apakah yang

dihadapi dalam proses

pembayaran uang

pengganti untuk

pengembalian kerugian

negara dalam kasus tindak

pidana korupsi?

2

Pelaksanaan Penyidikan

Tindak Pidana Korupsi

oleh Kejaksaan (Studi di

Kejaksaan Negeri

Sawahlunto)

Rheysa Qadri,

Fakultas Hukum

Universitas

Andalas, Padang,

Tahun 2012.

1. Bagaimanakah

pelaksanaan penyidikan

tindak pidana korupsi di

kejaksaan negeri

sawahlunto?

2. Apakah kendala yang

ditemui dalam melakukan

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdfketamakan dan kesewenang-wenangan yang di caci dan dikutuk oleh semua orang ... melakukan pembangunan ... memperkaya diri seseorang yang dapat

11

penyidikan tindak pidana

korupsi di kejaksaan negeri

sawahlunto?

3. Bagaimanakah koordinasi

jaksa dengan perangkat

hukum lainnya yaitu

kepolisian dan badan

inspektorat yaitu BPKP

dalam melakukan

penyidikan tindak pidana

korupsi di sawahlunto?

3 Pengembalian Aset Hasil

Tindak Pidana Korupsi

Sebagai Salah Satu

Bentuk Penerapan

Keadilan Restoratif

(Restorative Justice)

Riani Atika

Nanda Lubis,

Fakultas Hukum

Universitas

Indonesia, Depok,

Tahun 2011.

1. Bagaimanakah

perbandingan pengaturan

dan pelaksanaan

perampasan asset hasil

tindak pidana korupsi di

Indonesia, Britania raya,

dan Thailand?

2. Apakah bentuk

perampasan aset hasil

tindak pidana korupsi

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdfketamakan dan kesewenang-wenangan yang di caci dan dikutuk oleh semua orang ... melakukan pembangunan ... memperkaya diri seseorang yang dapat

12

sejalan dengan program

keadilan restoratif yang

sedang berkembang saat

ini?

3. Hal-hal apa sajakah yang

harus di siapkan oleh

pemerintah dan aparat

penegak hukum agar

pengembalian aset hasil

tindak pidana korupsi

dapat berjalan ?

Bila dilakukan perbandingan pada penelitian skripsi pertama membahas

tentang Tinjauan Yuridis Terhadap Uang Pengganti Untuk Pengembalian

Kerugian Negara dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi, Skripsi kedua membahas

tentang Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi oleh Kejaksaan (Studi di

Kejaksaan Negeri Sawahlunto) dan Skripsi ketiga membahas tentang

Pengembalian Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi Sebagai Salah Satu Bentuk

Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice).

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdfketamakan dan kesewenang-wenangan yang di caci dan dikutuk oleh semua orang ... melakukan pembangunan ... memperkaya diri seseorang yang dapat

13

Penelitian ini membahas mengenai Peranan Kejaksaan dalam Upaya

Pengembalian Kerugian Keuangan Negara dalam Tindak Pidana Korupsi (studi

kasus di Kejaksaan Negeri Singaraja).

1.5. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yakni sesuai dengan rumusan

masalah diatas yang dituangkan dalam tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun

mengenai tujuan tersebut adalah sebagai berikut :

a. Tujuan Umum

Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk

memberikan pemahaman mengenai peranan Kejaksaan Negeri Singaraja

dalam upaya Pengembalian Kerugian Keuangan Negara dalam Tindak Pidana

Korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.

b. Tujuan Khusus

Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

- Untuk mengetahui peranan Kejaksaan Negeri Singaraja dalam

Pengembalian Kerugian Keuangan Negara dalam Tindak Pidana Korupsi.

- Untuk mengetahui hambatan dan upaya yang dilakukan Kejaksaan Negeri

Singaraja dalam Pengembalian Kerugian Keuangan Negara dalam Tindak

Pidana Korupsi .

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdfketamakan dan kesewenang-wenangan yang di caci dan dikutuk oleh semua orang ... melakukan pembangunan ... memperkaya diri seseorang yang dapat

14

1.6. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis yang ingin dicapai dalam penelitian ini diharapkan dapat

memberi masukan yang bermanfaat dalam pengembangan studi ilmu hukum

terkait dengan peranan Kejaksaan Negeri Singaraja dalam Pengembalian

Kerugian Keuangan Negara dalam Tindak Pidana Korupsi, serta hambatan

dan upaya apa yang dilakukan Kejaksaan Negeri Singaraja dalam

Pengembalian Kerugian Keuangan Negara dalam Tindak Pidana Korupsi

berdasarkan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Jo.

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi.

b. Manfaat Praktis

Manfaat praktis penelitian ini selain bagi penulis sendiri, tetapi juga

diharapkan bermanfaat bagi institusi penegak hukum, khususnya Jaksa dan

diharapkan juga bermanfaat khususnya bagi Mahasiswa Fakultas Hukum

dalam mendalami Hukum Pidana terkait hal peranan Kejaksaan Negeri

Singaraja dalam Pengembalian Kerugian Keuangan Negara dalam Tindak

Pidana Korupsi, serta hambatan dan upaya yang dilakukan Kejaksaan Negeri

Singaraja dalam Pengembalian Kerugian Keuangan Negara dalam Tindak

Pidana Korupsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Jo.

Undang-Undang 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdfketamakan dan kesewenang-wenangan yang di caci dan dikutuk oleh semua orang ... melakukan pembangunan ... memperkaya diri seseorang yang dapat

15

1.7. Landasan Teoritis

Penelitian terhadap Peranan Kejaksaan dalam upaya Pengembalian Kerugian

Keuangan Negara dalam Tindak Pidana Korupsi, ditunjang dari beberapa Asas

dan Teori Hukum yang digunakan sebagai landasan teoritis dalam menganalisis

permasalahan dalam penelitian ini.

Asas yang berkaitan dengan penelitian ini yakni Asas legalitas dan Asas Lex

Specialist Derogat Lex Generalis. Ketentuan Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana merumuskan bahwa tiada suatu perbuatan boleh dihukum,

melainkan atas kekuatan ketentuan pidana dalam undang-undang, yang ada

terlebih dahulu dari perbuatan itu. Dalam penelitian ini, Asas legalitas dikaitkan

dengan segala kewenangan yang dimiliki oleh aparat penegak hukum khususnya

Kejaksaan Negeri Singaraja dalam melakukan Pengembalian Kerugian Keuangan

Negara dalam Tindak Pidana Korupsi di Kabupaten Buleleng harus didasari

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengembalian Kerugian Keuangan Negara dalam Tindak Pidana Korupsi

harus didasari dari ketentuan Pasal 4 serta Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi.

Terkait Asas Lex Specialist Derogat Lex Generalis memiliki makna bahwa

hukum yang bersifat khusus mengkesampingkan hukum yang bersifat umum.

Asas tersebut terkait penelitian ini dapat dilihat dalam proses penanganan perkara

Tindak Pidana Korupsi khususnya dalam Pengembalian Kerugian Keuangan

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdfketamakan dan kesewenang-wenangan yang di caci dan dikutuk oleh semua orang ... melakukan pembangunan ... memperkaya diri seseorang yang dapat

16

Negara. Ketentuan yang digunakan tidak hanya ketentuan umum sebagaimana

yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tetapi

ketentuan khusus yang ada di luar dari KUHAP sebagaimana dalam Pasal 26

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 ditentukan bahwa :

“Penyidikan, Penuntutan dan Pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap

Tindak Pidana Korupsi, dilakukan berdasarkan Hukum Acara Pidana yang

berlaku kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini”.

Ketentuan tersebut mengartikan bahwa pembentuk Undang-Undang

memberikan peluang untuk melakukan penyimpangan di dalam proses peradilan

pidana yang ditentukan oleh KUHAP sepanjang hal tersebut diatur secara tegas di

dalam suatu peraturan perundang-undangan, sehingga berlakunya Asas Lex

Specialist Derogat Lex Generalis dalam proses Pengembalian Kerugian

Keuangan Negara dalam Tindak Pidana Korupsi.

Adapun Teori yang digunakan dalam penelitian ini :

1. Teori Kepastian Hukum

Teori Kepastian hukum dikemukakan oleh Van Kan mengatakan bahwa

hukum bertujuan menjaga kepentingan-kepentingan tiap-tiap manusia supaya

kepentingan - kepentingan itu tidak dapat diganggu. Jelas disini dikemukakan

bahwa hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum di

dalam masyarakat. Sehingga setiap perkara harus diselesaikan melalui proses

berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Teori Kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama adanya

aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdfketamakan dan kesewenang-wenangan yang di caci dan dikutuk oleh semua orang ... melakukan pembangunan ... memperkaya diri seseorang yang dapat

17

boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi

individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum

yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh

dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum

bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya

konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan

hakim lainnya untuk kasus yang serupa yang telah di putuskan.10

2. Teori Keadilan

Teori Keadilan dikemukakan oleh John Rawls apabila dikaitkan dengan

penelitian ini menyebutkan bahwa salah satu bentuk keadilan sebagai fairness,

yaitu memandang netral kepada semua pihak yang melanggar hukum.11

Dapat

dipahami bahwa aparat penegak hukum dalam hal ini Kejaksaan Negeri Singaraja

dalam melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi di Kabupaten Buleleng

harus bersikap netral kepada semuanya tanpa memandang atribut sosial yang

melekat dalam diri individu baik jabatan, nama baik ataupun yang lainnya.

3. Teori Penegakan Hukum

Terkait pemberantasan dan penanganan tindak pidana korupsi digunakan

Teori penegakan hukum (law enforcement). Teori Penegakan hukum adalah

proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma

10

Peter Mahmud, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,

(selanjutnya disingkat Peter Mahmud I), Hal. 158. 11

Sukarno Aburaera, 2013, Filsafat Hukum Teori dan Praktik, Kencana Prenada Media

Group, Jakarta, Hal. 196.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdfketamakan dan kesewenang-wenangan yang di caci dan dikutuk oleh semua orang ... melakukan pembangunan ... memperkaya diri seseorang yang dapat

18

hukum secara nyata sebagai pedoman prilaku dalam hubungan-hubungan hukum

di kehidupan masyarakat. Dalam arti luas, penegakan hukum mencakup seluruh

subyek hukum dalam setiap hubungan hukum. Dalam arti sempit, penegakan

hukum berarti sebagai upaya aparat penegak hukum tertentu dalam menjamin

suatu aturan hukum berjalan sebagaimana mestinya.

Aparat penegak hukum sebagaimana dijelaskan dalam penegakan hukum

dalam arti sempit yakni aparat penegak hukum yang terlibat dalam proses

tegaknya hukum itu, dimulai dari Saksi, Polisi, Penasehat Hukum, Jaksa, Hakim,

dan Petugas Sipir Pemasyarakatan.

Kejaksaan sebagai aparat penegak hukum berwenang dalam melakukan upaya

pengembalian kerugian keuangan negara terkait pemberantasan dan

penanggulangan tindak pidana korupsi, hal tersebut ditegaskan dalam salah satu

poin dalam Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan

Pemberantasan Korupsi yang menginstruksikan kepada Kejaksaan Republik

Indonesia Untuk :

a. Mengoptimalkan upaya-upaya Penyidikan terhadap Tindak Pidana

Korupsi untuk menghukum pelaku dan menyelamatkan uang negara;

b. Mencegah dan memberikan sanksi yang tegas terhadap penyalahgunaan

wewenang yang dilakukan oleh jaksa/penuntut umum dalam rangka

penegakan hukum;

c. Meningkatkan kerja sama dengan Kepolisian Republik Indonesia, Badan

Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Pusat Pelaporan dan Analisis

Transaksi Keuangan dan Institusi Negara yang terkait dengan upaya

penegakan hukum dan Pengembalian Kerugian Negara akibat Tindak

Pidana Korupsi.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdfketamakan dan kesewenang-wenangan yang di caci dan dikutuk oleh semua orang ... melakukan pembangunan ... memperkaya diri seseorang yang dapat

19

Penegakan hukum dalam Tindak Pidana Korupsi dapat ditempuh dengan

berbagai jalur yakni :

a. Jalur Hukum Pidana

Jalur ini pun luas ruang lingkupnya karena seperti diketahui korupsi itu tidak

berupa korupsi materiil dan keuangan saja, tetapi juga meliputi korupsi

politik, korupsi ilmu, sastra dan seni. Pidana yang diberikan yaitu mulai dari

hukuman mati, penjara dan kurungan serta ditambah dengan pidana denda;

b. Jalur Hukum Perdata

Kemungkinan gugatan perdata terhadap para koruptor berupa ganti kerugian

keuangan kepada negara sesuai Pasal 1365 Buku ke III Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata (KUHPer), dan terutama terhadap para koruptor yang telah

meninggal dunia. Hal ini telah diatur dalam Pasal 32, 33, dan 34 Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1999;

c. Jalur Hukum Administrasi

Dengan pemberian administratif kepada Pegawai Negeri Sipil yang

melakukan Tindak Pidana Korupsi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah

No.53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri.12

Penelitian ini difokuskan terhadap penegakan hukum yang dilakukan

Kejaksaan Negeri Singaraja di jalur pidana khususnya dalam Penyidikan, Penuntutan

dan Eksekusi terkait pengembalian kerugian keuangan negara dalam tindak pidana

korupsi yang dilakukan di Kabupaten Buleleng.

4. Teori Pencegahan

Terkait pembahasan rumusan masalah mengenai upaya yang dilakukan dalam

mengatasi hambatan dalam pengembalian kerugian keuangan negara digunakan Teori

Pencegahan Umum sebagaimana dikemukakan oleh Anselm Von Feurbach mengenai

psychologische zwang.

12

Andi Hamzah, Op.cit, Hal.24.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdfketamakan dan kesewenang-wenangan yang di caci dan dikutuk oleh semua orang ... melakukan pembangunan ... memperkaya diri seseorang yang dapat

20

Teori dari Anselm Von Feurbach mengenai psychologische zwang yang

berbunyi :

“Apabila setiap orang mengerti dan tahu, bahwa melanggar peraturan hukum

itu diancam dengan pidana, maka orang itu mengerti dan tahu juga akan

dijatuhi pidana atas kejahatan yang dilakukannya dapat digolongkan ke dalam

teori pencegahan umum. Jadi menurut teori ini tercegahlah bagi setiap orang

untuk berniat jahat sehingga di dalam jiwa orang masing-masing telah

mendapatkan tekanan atas ancaman pidana.”13

1.8.Metode Penelitian

a. Jenis penelitian

Penelitian yang digunakan didalam penelitian ini yakni penelitian

hukum empiris yang bertujuan untuk mengetahui secara langsung peranan

Kejaksaan Negeri Singaraja dalam melakukan pengembalian kerugian

keuangan negara serta hambatan yang ditemui dan upaya yang dilakukan

dalam mengatasi hambatan pengembalian kerugian keuangan negara dalam

tindak pidana korupsi di Kabupaten Buleleng dan untuk mendapatkan

informasi berupa data yang berkaitan dalam pembahasan rumusan masalah.

b. Jenis Pendekatan

Adapun mengenai jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini :

1. Pendekatan Fakta ( The Fact Approach )

Pendekatan fakta digunakan bertujuan untuk mendapatkan informasi

dari Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus), Kepala Seksi

Inteligen (Kasi Intel) dan Jaksa yang ditunjuk untuk menangani perkara

13

Marlina, 2011, Hukum Penitensier, PT Refika Aditama, Bandung, Hal. 57.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdfketamakan dan kesewenang-wenangan yang di caci dan dikutuk oleh semua orang ... melakukan pembangunan ... memperkaya diri seseorang yang dapat

21

Tindak Pidana Korupsi terkait dalam Pengembalian Kerugian Keuangan

Negara dalam Tindak Pidana Korupsi di Kabupaten Buleleng dalam lingkup

Kejaksaan Negeri Singaraja guna menjawab permasalahan yang dirumuskan

dalam rumusan masalah.

2. Pendekatan Perundang-Undangan ( The Statute Approach )

Pendekatan Perundang-undangan digunakan bertujuan untuk

menyimpulkan mengenai ada atau tidaknya benturan antara Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan penerapannya terkait

Pengembalian Kerugian Kerugian Keuangan Negara dalam Tindak Pidana

Korupsi.

c. Sumber Data

Adapun mengenai bahan hukum/data yang diteliti dalam penelitian ini yakni :

1. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari informan yakni

Kasi Pidsus, Kasi Intel dan Jaksa yang ditunjuk untuk menangani perkara

Tindak Pidana Korupsi terkait Pengembalian Kerugian Keuangan Negara

dalam Tindak Pidana Korupsi di Kabupaten Buleleng dalam lingkup

Kejaksaan Negeri Singaraja terkait permasalahan yang di bahas dengan

melakukan penelitian lapangan (Field Research).

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdfketamakan dan kesewenang-wenangan yang di caci dan dikutuk oleh semua orang ... melakukan pembangunan ... memperkaya diri seseorang yang dapat

22

2. Data Sekunder

Data-data yang bersumber dari penelitian kepustakaan (Library

Research) yaitu data yang bersumber dari data-data yang sudah

terdokumenkan dalam bentuk bahan-bahan hukum. Bahan-bahan hukum

tersebut terdiri dari :

1) Bahan Hukum Primer:

Berupa kaedah dasar (Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia 1945), peraturan perundang-undangan, hukum yang

tidak tertulis dan yurisprudensi.14

Dalam penelitian ini

menggunakan bahan hukum primer berupa kaedah dasar dan

peraturan perundang-undangan.

2) Bahan Hukum Sekunder:

Bahan hukum yang menunjang bahan hukum primer yang antara

lain berupa rancangan undang-undang, hasil penelitian, pendapat

pakar hukum, karya tulis hukum yang termuat dalam media massa,

buku-buku hukum (text book), jurnal-jurnal hukum.15

Dalam

penelitian ini menggunakan bahan hukum sekunder berupa hasil

penelitian, buku-buku hukum dan pendapat pakar hukum.

14

Peter Mahmud, 2005, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,

(selanjutnya disingkat Peter Mahmud II), Hal. 181. 15

Ibid, Hal. 182.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdfketamakan dan kesewenang-wenangan yang di caci dan dikutuk oleh semua orang ... melakukan pembangunan ... memperkaya diri seseorang yang dapat

23

3) Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,16

seperti Kamus Hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Dalam

penelitian ini menggunakan bahan hukum tersier berupa Kamus

Besar Bahasa Indonesia.

d. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang dipakai dalam penelitian ini terkait pengumpulan data yakni :

1. Teknik Studi Dokumen

Teknik Studi Dokumen digunakan agar data yang diperoleh dari data yang

bersumber dari data kepustakaan yang relevan dengan permasalahan

penelitian dikumpulkan dengan cara membaca dan mencatat kembali data

yang dikumpulkan kemudian dikelompokkan secara sistematis.

2. Teknik Wawancara/Interview

Kegiatan wawancara ini dilakukan untuk mendapatkan keterangan-

keterangan secara lisan melalui bercakap-cakap yang bermuatan tanya

jawab antara peneliti dan orang yang diteliti.17

Teknik Wawancara

digunakan agar data diperoleh melalui proses wawancara atau interview

kepada pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan penelitian di

16

Amiruddin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta,

Hal. 32. 17

Ade Saptomo, 2009, Pokok-Pokok Penelitian Hukum Empiris Murni Sebuah Alternatif,

Universitas Trisakti, Jakarta, Hal. 85.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdfketamakan dan kesewenang-wenangan yang di caci dan dikutuk oleh semua orang ... melakukan pembangunan ... memperkaya diri seseorang yang dapat

24

lapangan yaitu Kasi Pidsus, Kasi Intel dan Jaksa yang ditunjuk untuk

menangani perkara Tindak Pidana Korupsi terkait Pengembalian Kerugian

Keuangan Negara dalam Tindak Pidana Korupsi yang terjadi di

Kabupaten Buleleng dalam lingkup Kejaksaan Negeri Singaraja untuk

memperoleh kebenaran informasi dan data yang pasti.

e. Teknik Analisis

Terkait penelitian ini apabila keseluruhan data telah didapat akan di

analisis secara kualitatif atau lebih dikenal dengan analisis deskriptif

kualitatif. Dimana keseluruhan data yang terkumpul baik data primer maupun

data sekunder akan diolah dan dianalisis secara sistematis, dihubungkan

antara satu data dengan data lainnya sehingga memperoleh suatu kesimpulan

dan gambaran yang jelas dalam pembahasan masalah.