BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdf · Gorontalo terhadap sampel yang dicurigai sebagai...
Click here to load reader
Transcript of BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdf · Gorontalo terhadap sampel yang dicurigai sebagai...
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan esensial bagi setiap manusia untuk
pertumbuhan maupun mempertahankan hidupnya. Namun dapat pula timbul
penyakit yang disebabkan oleh pangan. Penyakit yang disebabkan oleh pangan
masih merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kesakitan di Indonesia.
Pangan merupakan jalur utama penyebaran patogen dan toksin yang diproduksi
mikroba patogen. Pangan juga dapat menimbulkan masalah serius jika
mengandung racun akibat cemaran kimia bahan berbahaya maupun racun alami
yang terkandung dalam pangan, yang sebagian diantaranya menimbulkan KLB
keracunan pangan.
Potensi risiko keamanan pangan dapat dijumpai setiap saat pada semua
mata rantai pangan, tidak terkecuali di Desa. Pada tahun 2013, data kejadian luar
biasa (KLB) keracunan pangan yang dihimpun Badan POM RI menunjukkan ada
48 kejadian keracunan pangan di masyarakat. Adapun urutan jenis pangan yang
diduga menyebabkan keracunan pangan adalah 48% masakan rumah tangga. 17%
pangan jasaboga, 17% pangan jajanan, 15% pangan olahan dan 4% tidak
diketahui penyebanya (Laptah BPOM RI, 2013).
Badan kesehatan dunia (WHO, 1998) memperkirakan bahwa rasio antara
kejadian keracunan pangan yang dilaporkan dengan kejadian yang sesungguhnya
di masyarakat adalah 1:10 untuk negara maju dan 1:25 untuk negara berkembang.
Jika merujuk pada asumsi WHO di atas dan jika didukung sistem pelaporan yang
2
tepat, maka kejadian keracunan pangan di Indonesia per tahunnya mencapai
ribuan kejadian. Kemungkinan yang terjadi sesungguhnya di Indonesia pada tahun
2012 adalah sekitar lima puluh ribuan orang mengalami keracunan pangan dan
orang yang meninggal dunia diantaranya mencapai kurang lebih 500 orang.
(BPOM RI.2013).
Pemerintah pusat maupun daerah melakukan pengawasan pangan secara
rutin, termasuk seperti menjelang hari raya. Hasil intensifikasi pengawasan
pangan tahun 2013 sampai dengan minggu ke-III ramadhan, Badan POM RI
menemukan 3.037 item (171.887 kemasan) pangan tidak memenuhi ketentuan
(TMK), yang terdiri dari pangan rusak 964 item (3.907 kemasan), pangan
kedaluwarsa 1.844 item (26.505 kemasan), pangan Tanpa Izin Edar 706 item
(130.374 kemasan) dan pangan TMK label 429 item (11.068 kemasan), dengan
nilai ekonominya diperkirakan mencapai Rp 6,9 M (enam koma sembilan miliar
rupiah). (Laptah BPOM RI, 2013).
Balai POM di Gorontalo juga melakukan pengawasan, seperti pengawasan
mutu, keamanan dan kemanfaatan produk pangan, pengawasan sarana produksi
IRTP, pengawasan pangan jajanan anak sekolah (PJAS) serta pengawasan pangan
rutin. Hasil pengawasan pangan tahun 2014 oleh Balai POM Gorontalo
menemukan pangan yang tidak memenuhi ketentuan (TMK) diantaranya TMK
Hygine/Sanitasi yang kurang, TMK cara produksi pangan yang baik (CPPB),
perijinan serta masih ditemukan pangan yang tidak memenuhi syarat (TMS) kimia
seperti penggunaan bahan tambahan pangan melebihi batas maksimum,
penggunaan bahan tambahan pangan berbahaya seperti Rhodamin B, Formalin,
Boraks, serta tidak memenuhi syarat mikrobiologi seperti TMS angka Lempeng
3
total (ALT), angka kapang khamir (AKK), dan S.aureus. Pada tahun 2014 terjadi
2 kasus keracunan makanan, yaitu di kabupaten Gorontalo 1 kasus dan kabupaten
Gorontalo utara 1 kasus dengan total jumlah penderita keracunan sebanyak 54
orang. Dari hasil investigasi dan pengujian yang dilakukan oleh Balai POM di
Gorontalo terhadap sampel yang dicurigai sebagai penyebab KLB keracunan
pangan, dari hasil uji ditemukan 3 sampel tidak memenuhi syarat (TMS) yaitu 2
TMS Salmonela dan 1 TMS S. auereus. (Laptah Balai POM Gorontalo. 2014).
Permasalahan keamanan pangan atau potensi risiko dapat terjadi di setiap
mata rantai pangan, sehingga upaya agar pangan tetap aman dan bermutu
hendaknya dilakukan secara komprehensif dan terus menerus. Pembangunan
keamanan pangan dapat dimulai dari individu, keluarga, hingga masyarakat. Salah
satu upaya untuk mengatasi permasalahan diatas, BPOM telah melaksanakan
program Food Safety Masuk Desa, sebagai salah satu prasyarat peningkatan
kesehatan keluarga secara mandiri melalui intervensi pengawasan keamanan
pangan yang telah dilakukan mulai tahun 2014. Program ini merupakan sarat
dengan keterpaduan dan koordinasi karena melibatkan semua pihak terkait baik
jajaran pemerintahan, tatanan masyarakat termasuk pelaku usaha sebagai pilar
ekonomi di pedesaan. Pentingnya edukasi/penyuluhan keamanan pangan sampai
tingkat keluarga sehingga ibu rumah tangga dapat menyiapkan dan mengolah
pangan sesuai dengan prinsip keamanan pangan, sedangkan bagi anaknya mampu
memilih dan membeli pangan jajanan yang aman dan bermutu. Latar belakang
masyarakat yang berbeda-beda sangat mempengaruhi pemanfaatan program
Keamanan Pangan yang di sampaikan.
4
Pentingnya program ini untuk diketahui dan diterapkan masyarkat serta
belum ada penelitian tentang Evaluasi Program Food Safety Masuk Desa (FSMD)
di Gorontalo, sehingga perlu dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui
kecepatan adopsi inovasi masyarakat terhadap program Food Safety Masuk Desa
di Gorontalo.
1.2 Rumusan Masalah
Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan tahun 2014 di Gorontalo
yaitu sebanyak 2 (dua) kasus dengan total jumlah penderita keracunan sebanyak
54 orang, hal ini masih tergolong lebih tinggi jika dibandingkan pada tahun 2013
yaitu terdapat 1 kasus KLB, membuat dilakukan upaya Food Safety Masuk Desa
(FSMD), untuk mencegah kejadian serupa, Food Safety Masuk Desa (FSMD)
yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan keluarga secara mandiri melalui
intervensi Pengawasan keamanan pangan telah dilakukan di beberapa desa di
Gorontalo, namun belum ada penelitian mengenai evaluasi program Food Safety
Masuk Desa (FSMD) untuk mengetahui kecepatan adopsi inovasi masyarakat
terhadap program FSMD, sehingga diperlukan adanya penelitian kualitatif untuk
menggali informasi secara mendalam terkait Food Safety Masuk Desa (FSMD).
1.3 Pertanyaan Penelitian
Bagaimanakah kecepatan adopsi inovasi masyarakat desa terhadap
program Food Safety Masuk Desa (FSMD) di Gorontalo?
5
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Mengevaluasi proses adopsi inovasi dari Program Food Safety Masuk
Desa di Gorontalo.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui Pengetahuan Masyarakat terhadap Food safety Masuk Desa di
Gorontalo.
2. Mengetahui Kecepatan Adopsi Inovasi dari Program Food Safety Masuk
Desa di Gorontalo.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Ilmu Pengetahuan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap khasanah
keilmuan khususnya penelitian terkait dengan kecepatan adopsi inovasi
masyarakat terhadap program Food Safety Masuk Desa (FSMD).
1.5.2 Bagi Program
Memberikan informasi kepada pemegang program Food Safety Masuk
Desa di Balai POM Gorontalo mengenai sejauh mana pemanfaatan program Food
Safety Masuk Desa oleh masyarakat khususnya komunitas desa dan pelaku usaha
pangan untuk perbaikan dalam program keamanan pangan khususnya dalam
meningkatkan perlindungan bagi masyarakat terhadap pangan yang berisiko
menimbulkan permasalahan kesehatan.
6
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang dilaksanakan oleh mahasiswa
program martikulasi S1 program Ilmu Kesehatan Masyarakat untuk mengevaluasi
program Food Safety Masuk Desa (FSMD) di Gorontalo dengan ruang lingkup
penelitian ini adalah ilmu promosi kesehatan. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan April sampai dengan Mei 2015. Pengumpulan informasi dalam penelitian
ini dilakukan dengan teknik Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara
mendalam kepada masyarakat yang sebelumnya telah mengikuti Program Food
Safety Masuk Desa di Gorontalo.