BAB I PENDAHULUAN Sebagaimana tersurat dalam Undang … · Jenis tepung gandum/terigu yang telah di...

36
1 BAB I PENDAHULUAN Sebagaimana tersurat dalam Undang-Undang Dasar 1945, pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang paling utama, sehingga pemenuhannya menjadi hak asasi setiap anggota masyarakat Indonesia. Secara umum, pemenuhan kebutuhan akan pangan merupakan hak asasi yang bersifat universal, dan bukan merupakan monopoli bangsa Indonesia. Secara tradisionil, beras merupakan bahan pangan utama dalam rangka memenuhi kebutuhan pokok akan pangan masyarakat Indonesia, termasuk pemenuhan kebutuhan karbohidrat. Kebutuhan akan beras sebagai bahan pangan pokok terus mengalami peningkatan sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, namun pada saat bersamaan, luas lahan sawah semakin mengalami penurunan akibat terjadinya alih fungsi lahan menjadi perumahan tempat tinggal dan dalam rangka menunjang kegiatan komersial/industri. Dalam rangka mengurangi ketergantungan terhadap beras sebagai bahan pangan pokok dan sumber karbohidrat yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia, dirasakan perlu mencari bahan pangan lain sebagai sumber karbohidrat alternatif. Sehubungan dengan hal tersebut, tepung gandum/terigu merupakan salah satu pilihan utama sebagai subsitusi atau pengganti beras, dan selama ini telah menempati posisi yang cukup strategis dalam menunjang upaya diversifikasi pangan di wilayah NKRI. Komoditas tepung gandum/terigu merupakan komoditas utama yang semakin bersifat strategis dari tahun ke tahun di Indonesia, dan selama ini Industri Dalam Negeri telah berhasil berperan penting dalam rangka penyediaan pasokan dalam jumlah yang aman dan bermutu secara berkelanjutan, pada tingkat harga yang wajar/terjangkau, dan tentunya diharapkan dimasa mendatang Industri Dalam Negeri tetap dapat menjalankan fungsi tersebut. Dalam kenyataannya, Industri Dalam Negeri telah melakukan investasi dalam jumlah yang sangat besar, terutama untuk keperluan mengelola fluktuasi harga domestik tepung gandum dari tahun ke tahun, dan oleh karena itu tidak dapat dipungkiri bahwa Industri Dalam Negeri memiliki fungsi yang sangat penting bagi kesinambungan produksi dan perdagangan tepung gandum/terigu di Indonesia. Sejak tahun 1970, Industri Tepung gandum/terigu Nasional mulai bermunculan yang diawali dengan didirikannya 5 (lima) sentra penggilingan bijih gandum (flour mills) yang

Transcript of BAB I PENDAHULUAN Sebagaimana tersurat dalam Undang … · Jenis tepung gandum/terigu yang telah di...

1

BAB I

PENDAHULUAN

Sebagaimana tersurat dalam Undang-Undang Dasar 1945, pangan merupakan salah

satu kebutuhan dasar manusia yang paling utama, sehingga pemenuhannya menjadi hak asasi

setiap anggota masyarakat Indonesia. Secara umum, pemenuhan kebutuhan akan pangan

merupakan hak asasi yang bersifat universal, dan bukan merupakan monopoli bangsa

Indonesia. Secara tradisionil, beras merupakan bahan pangan utama dalam rangka memenuhi

kebutuhan pokok akan pangan masyarakat Indonesia, termasuk pemenuhan kebutuhan

karbohidrat.

Kebutuhan akan beras sebagai bahan pangan pokok terus mengalami peningkatan

sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, namun pada saat bersamaan, luas lahan

sawah semakin mengalami penurunan akibat terjadinya alih fungsi lahan menjadi perumahan

tempat tinggal dan dalam rangka menunjang kegiatan komersial/industri. Dalam rangka

mengurangi ketergantungan terhadap beras sebagai bahan pangan pokok dan sumber

karbohidrat yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia, dirasakan perlu mencari bahan pangan

lain sebagai sumber karbohidrat alternatif. Sehubungan dengan hal tersebut, tepung

gandum/terigu merupakan salah satu pilihan utama sebagai subsitusi atau pengganti beras,

dan selama ini telah menempati posisi yang cukup strategis dalam menunjang upaya

diversifikasi pangan di wilayah NKRI.

Komoditas tepung gandum/terigu merupakan komoditas utama yang semakin bersifat

strategis dari tahun ke tahun di Indonesia, dan selama ini Industri Dalam Negeri telah berhasil

berperan penting dalam rangka penyediaan pasokan dalam jumlah yang aman dan bermutu

secara berkelanjutan, pada tingkat harga yang wajar/terjangkau, dan tentunya diharapkan

dimasa mendatang Industri Dalam Negeri tetap dapat menjalankan fungsi tersebut. Dalam

kenyataannya, Industri Dalam Negeri telah melakukan investasi dalam jumlah yang sangat

besar, terutama untuk keperluan mengelola fluktuasi harga domestik tepung gandum dari tahun

ke tahun, dan oleh karena itu tidak dapat dipungkiri bahwa Industri Dalam Negeri memiliki

fungsi yang sangat penting bagi kesinambungan produksi dan perdagangan tepung

gandum/terigu di Indonesia.

Sejak tahun 1970, Industri Tepung gandum/terigu Nasional mulai bermunculan yang

diawali dengan didirikannya 5 (lima) sentra penggilingan bijih gandum (flour mills) yang

2

memproduksi tepung gandum/terigu. Sejarah membuktikan bahwa, sedari awal kelahirannya,

industri tepung gandum/terigu nasional tidak hanya merupakan urusan sektor swasta semata,

tetapi juga melibatkan peran serta dan dukungan dari Pemerintah Indonesia. Sektor industri

tepung gandum/terigu pada gilirannya mampu menjangkau kebutuhan konsumsi nasional

secara berkelanjutan, dan sekaligus membuka peluang bisnis bagi para pelaku usaha di

Indonesia untuk berinvestasi di sektor ini, sebagai konsekuensi dari iklim usaha yang baik di

sektor industri tepung gandum/terigu.

Hingga saat ini, Industri tepung gandum/terigu terus menerus mengalami perkembangan

yang ditandai dengan semakin banyaknya produsen tepung gandum/terigu di Indonesia.

Industri tepung gandum/terigu di tahun 2015 berjumlah 29 flour mills, yang terpusat di Pulau

Jawa sebanyak 25 flour mills dan luar Pulau Jawa 4 Flour Mills dengan total kapasitas giling

gandum sebesar ± 10,3 juta MT/thn1. Dengan kapasitas produksi tersebut, pada dasarnya,

industri tepung gandum/terigu di Indonesia mampu menyediakan pasokan tepung

gandum/terigu yang cukup dalam rangka pemenuhan konsumsi nasional yang semakin

meningkat, dengan kualitas tepung gandum/terigu yang bervariasi serta pada tingkat harga

wajar yang terjangkau oleh konsumen dalam negeri. Bahkan dalam tahun-tahun terakhir,

industri tepung gandum/terigu nasional sudah mampu melakukan eksportasi ke beberapa

negara di kawasan Asia.

Industri tepung gandum/terigu nasional berhasil meletakan dasar bagi hubungan yang

saling melengkapi antara produsen tepung gandum/terigu dan konsumen tepung gandum/terigu

dalam negeri, dan pada gilirannya mampu menciptakan hubungan yang harmonis secara

berkelanjutan dan berkesinambungan satu sama lain. Namun demikian, kondisi yang telah

berjalan harmonis antara produsen tepung gandum/terigu dengan konsumen dalam negeri

tersebut seringkali terganggu karena adanya praktek perdagangan curang (unfair trade) dari

negara-negara importir yang mendatangkan produk impor tepung gandum/terigu ke Indonesia,

terutama dalam era pasar bebas dibawah kerangka World Trade Organization / WTO.

Kenyataan tersebut diatas pada hakikatnya justru bertentangan visi, misi dan tujuan

dibentuknya (World Trade Organization), yaitu mengatur perdagangan internasional secara

menguntungkan bagi seluruh anggotanya dan mencegah praktik perdagangan yang tidak adil

(unfair trade) di pasar. Oleh karena itu, Indonesia, sebagai negara anggota WTO wajib

menyikapi dan menindaklanjuti praktik perdagangan yang tidak adil (unfair trade) tersebut,

1 Overview Industri Tepung gandum/terigu Nasional Indonesia, APTINDO, Jakarta 11 Juli 2014

3

karena sangat berpotensi merugikan perdagangan internasional, termasuk kepentingan Industri

Dalam Negeri. Adanya potensi yang ditimbulkan sebagai akibat perdagangan internasional

terhadap kepentingan industry dalam negeri negara-negara anggota WTO, telah mendorong

dirumuskan dan disediakan nya sarana/instrumen pemulihan kerugian (trade remedies) yang

dapat timbul dari kegiatan perdagangan internasional yang semakin terbuka dan global, baik

yang dilakukan berdasarkan praktek curang maupun tidak.

Dalam kerangka pemikiran tersebut diatas, Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia

(APTINDO) telah berinisiatif untuk mengajukan permohonan kepada pemerintah bagi

pemberlakuan Tindakan Antidumping terhadap importasi tepung gandum/terigu yang berasal

dari beberapa negara anggota WTO tertentu, karena hal tersebut diperbolehkan berdasarkan

kerangka hukum multilateral WTO dan mengingat kerugian yang telah dan dapat ditimbulkan

dari praktek perdagangan curang dimaksud.

4

BAB II

INDUSTRI NASIONAL TEPUNG GANDUM/TERIGU

A. Nomenklatur & Klasifikasi

Tepung gandum/terigu adalah tepung atau bubuk halus yang dihasilkan dari proses

penggilingan bijih gandum, dan digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue, mie dan roti

serta bahan makanan lainnya. Kata terigu dalam bahasa Indonesia diserap dari bahasa

Portugis, trigo, yang berarti "gandum".

Tepung gandum/terigu merupakan produk/barang yang tercantum dalam Buku Tarif

Kepabeanan Indonesia (BTKI) dengan Nomor Harmonized System (HS) 1101.00.10

dengan uraian barang “Tepung Gandum” (Wheat Flour), dan saat ini mencakup 2 (dua) pos

tarif sebagai berikut:

1. HS. Code 1101.00.10.10 untuk tepung gandum yang telah difortifikasi (fortified); dan

2. HS. Code 1101.00.10.90, untuk tepung gandum lain-lain (other)

Klasifikasi

Jenis tepung gandum/terigu yang telah di fortifikasi, adalah tepung gandum/terigu yang

telah ditambahkan dengan berbagai mineral dan vitamin tertentu yang dibutuhkan bagi

kesehatan tubuh manusia, dan lazimnya diperuntukkan bagi konsumsi manusia. Jenis

tepung gandum/terigu ini dapat dikelompokkan sebagai berikut:

• Tepung berprotein tinggi (bread flour): tepung gandum/terigu yang mengandung kadar

protein tinggi, antara 11%-13%, untuk digunakan sebagai bahan pembuat roti, mie,

pasta, dan donat.

• Tepung berprotein sedang/serbaguna (all purpose flour): tepung gandum/terigu yang

mengandung kadar protein sedang, sekitar 8%-10%, untuk digunakan sebagai bahan

pembuat kue cake.

• Tepung berprotein rendah (pastry flour): mengandung protein sekitar 6%-8%, untuk

digunakan untuk membuat kue yang renyah, seperti biskuit, roti goreng, atau kulit

gorengan ataupun keripik.

5

Jenis tepung gandum/terigu lainnya, antara lain yang mencakup tepung gandum/terigu

yang tidak di fortifikasi, dan lazimnya diperuntukkan sebagai pakan ternak. Mengingat

kesulitan teknis bagi orang awam dalam membedakan tepung gandum/terigu yang telah di

fortifikasi maupun yang tidak di fortifikasi, sehingga sangat mudah diselundupkan, maka

dalam pembahasan Buku Putih ini selanjutnya, pengertian tepung gandum/terigu

mencakup keduanya.

B. Industri Tepung Gandum/Terigu Nasional

1. Latar Belakang

a. Tahapan Kelahiran dan Rezim Tata Niaga Sebelum industri tepung gandum/terigu nasional terbentuk/dilahirkan, Indonesia

telah melakukan importasi tepung gandum/terigu secara langsung guna memenuhi

kebutuhan domestik bagi pembuatan roti, pasta dan mi. Selama periode 1968/1969

sampai dengan 1972/1973, total importasi tepung gandum/terigu mencapai 3,3 juta ton,

atau mewakili ekuivalen dengan 61% pangsa pasar domestik.

Secara historis, industri tepung gandum/terigu di Indonesia diawali dan ditandai

dengan didirikannya Bogasari Flour Mills pada tahun 1971 dengan peresmian pabrik

yang pertama di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Setahun kemudian, pada tanggal 10 Juli

1972, pabrik yang kedua di Tanjung Perak, Surabaya telah dioperasikan. Dalam

perjalanannya, pembangunan industri tepung gandum/terigu nasional memperoleh

dukungan dan menerima manfaat dari hasil campur tangan Pemerintah Indonesia,

terutama berupa kolaborasi antara Pemerintah Indonesia c.q BULOGdengan pihak

swasta dibidang produksi dan perdagangan tepung gandum/terigu di Indonesia.

Kolaborasi antara pemerintah swasta tersebut diselenggarakan berdasarkan

persamaan visi dan misi serta tujuan bagi terciptanya sebuah industri tepung

gandum/terigu nasional yang bermanfaat secara proporsional bagi berbagai

kepentingan yang ada serta mampu menyediakan pasokan tepung gandum/terigu

secara memadai dan berkelanjutan pada tingkat harga yang wajar-terjangkau, bagi

pemenuhan kebutuhan konsumsi nasional. Visi, misi dan tujuan pembentukan/kelahiran

6

industri dalam negeri tersebut, hingga kini masih menjadi platoform dan koridor dari

industri dalam negeri di Indonesia dan merupakan best practices dalam

penyelenggaraan kegiatan produksi, peredaraan, dan perdagangan tepung

gandum/terigu di Indonesia. Sekalipun terdapat perbedaan fundamental dalam situasi

dan kondisi yang melingkupinya.

Pada periode ini, dapat dikatakan bahwa industri nasional tepung gandum/terigu

diselenggarakan berdasarkan kerangka tata niaga tertentu yang ditetapkan,

diberlakukan, dan diselenggarakan oleh pemerintah, dimana selain terdapat pengaturan

tentang importasi tepung gandum/terigu (siapa dan berapa banyak) yang dilakukan oleh

lembaga pemerintah, maka terdapat pula pengaturan dalam rangka pengendalian harga

jual konsumen, volume pasokan, dan rantai distribusi, serta pelaksanaan operasi pasar

secara kasuistis. Sejak tahun 1972, semua hal tersebut diatas dilaksanakan oleh

BULOG, sekalipun BULOG bukan merupakan produsen tepung gandum/terigu.

Secara umum2, intervensi BULOG melalui tata niaga tepung gandum/terigu selama

era Orde Baru dilakukan dalam rangka :

1. Menjamin ketersedian dan kelancaran mata rantai distribusi tepung

gandum/terigu sehingga tepung gandum/terigu dapat diperoleh dengan mudah

dan harga yang terjangkau, mengingat bijih gandum sebagai bahan baku

pembuatan tepung gandum/terigu tidak dapat diproduksi di Indonesia, karena

perbedaan iklim dan cuaca dengan negara yang dapat memproduksi bijih

gandum; dan

2. Menekan tingginya importasi tepung gandum/terigu yang senantiasa menggerus

devisa yang sudah sangat minim, dimana pada tahun 1970an Indonesia

merupakan negara pengimpor beras terbesar ketiga di dunia, baik melalui

2Sebagian materi yang berkaitan dengan Badan Urusan Logistik (BULOG) diambil, diolah, dan dirumuskan kembali berdasarkan

disertasi Muhammad Findi Alexandi, Negara dan Pengusaha pada Era Reformasi di Indonesia Ekonomi Politik Kebijakan

Persaingan Usaha Pada Industri Tepung gandum/terigu Nasional (periode 1999-2008), Disertasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, Universitas Indonesia, Jakarta, 2008.

7

pencanangan program diversifikasi pangan terhadap masyarakat umum3

maupun mendorong pendirian pabrik-pabrik pengolahan bijih gandum menjadi

tepungdi dalam negeri.

b. Tahapan Paska Rejim Tata Niaga

Perubahan fundamental terjadi pada sektor tata niaga pangan pokok tertentu yang

sebelumnya dilaksanakan oleh BULOG, yang diawali dengan penerbitan Keppres RI No.

45 Tahun 1997, dan memuat pengaturan kembali tentang tugas pokok dan fungsi

BULOG, sehingga hanya mengelola tata niaga komoditi beras dan gula pasir.

Selanjutnya, berdasarkan Keppres RI No. 19 tahun 1998, BULOG hanya melaksanakan

tata niaga bagi komoditi beras saja. Sejak saat itu, industri nasional tepung

gandum/terigu sepenuhnya diselenggarkan oleh sektor swasta, dan dalam keadaan

yang normal dan wajar, kebutuhan konsumsi nasional akan tepung gandum/terigu

sebagian dipenuhi melalui importasi tepung gandum/terigu ke wilayah Indonesia, tanpa

intervensi pemerintah seperti sebelumnya.

Dengan dihapuskannya tata niaga bagi tepung gandum/terigu di Indonesia,

persaingan usaha yang berlangsung antara sesama produsen tepung gandum/terigu

nasional dan antara produsen tepung gandum/terigu nasional dengan produsen tepung

gandum/terigu, termasuk persaingan antara produk domestik vs. produk impor, menjadi

semakin menantang dan ketat. Namun demikian, perlu disyukuri bahwa kolaborasi yang

pernah terjalin antara pemerintah dan sektor swasta selama periode Orde Baru,

setidaknya telah cukup memberikan pembelajaran, pengetahuan dan modalitas yang

diperlukan bagi tumbuhnya dan berkembangnya industri nasional tepung gandum/terigu

yang kompetitif, bermutu dan berkelanjutan sebagaimana yang berlangsung selama ini.

Pada situasi dan kondisi tertentu, dapat saja kolaborasi antara pemerintah dan swasta

yang masih berlangsung hingga saat ini, dilembagakan.

3 Program diversifikasi pangan bertujuan untuk perubahan pola konsumsi beras kepada konsumsi non beras, seperti tepung

gandum/terigu. Beberapa alasan yang menjadi pertimbangan pola perubahan konsumsi dari beras menjadi tepung gandum/terigu adalah:

a. Tepung gandum/terigu harganya relatif lebih murah dibandingkan beras, dan kecenderungan masyarakat kelas menengah di Indonesia sudah lama mengkonsumsi bahan olahan tepung gandum/terigu seperti roti sebagai sumber pangan selain nasi;

b. Meskipun gandum tidak dapat tumbuh di iklim seperti di Indonesia, banyak negara-negara yang akan menjadi sumber pasokan impor Indonesia, seperti Australia, India, Kanada, etc, sehingga kekhawatiran tentang kelangkaan bijih gandum bagi industry nasional tepung gandum/terigu tidak besar.

8

Pertanyaan yang sering dilontarkan: Apakah industri nasional tepung gandum/terigu

mampu bertahan atau justru bahkan berkembang dalam era pasar bebas? Apa

persyaratannya agar industri nasional dapat bertahan dan berkembang dalam era pasar

bebas?

2. Profil Pertumbuhan dan Tantangan Kedepan

Dari yang sebelumnya hanya berjumlah sebanyak 2 (dua) produsen tepung

gandum/terigu untuk memasok kebutuhan tepung gandum/terigu nasional, yaitu

Bogasari Flour Mills yang beroperasi di Jakarta dan Surabaya, dan PT. Berdikari Sari

Utama Mills yang berlokasi di Makasar, maka kebutuhan konsumsi nasional pada tahun

2015 akan dipenuhi oleh 29 Flour Mills, dengan perincian sebanyak 25 Flour Mills

berada di Pulau Jawa, dan sisanya 4 Flour Mills berada diluar Pulau Jawa, Total

kapasitas giling gandum sebesar ke 29 Flour Mills tersebut ± 10,3 juta MT/thn.4

Tabel 1

PERTUMBUHAN INDUSTRI TERIGU NASIONAL (PRE & PASCA DEREGULASI)

Subject

Pre Deregulasi (Era BULOG) Pasca Deregulasi

Total

1970-1998 1998-2008 2008-2013 2014-2015

Total 5 5+6 = 11 11+12 = 23 23+6 = 29

Lokasi

Jakarta (1) Surabaya (1) Makasar (1)

Semarang (1) Cilacap (1)

Gresik (1) Tangerang (1)

Sidoarjo (3) Medan (1)

Cilegon (3) Tangerang (1)

Medan (2) Bekasi (3) Gresik (1)

Sidoarjo (1) Mojokerto (1)

Tangerang (1) Cilegon (2) Gresik (2) Jakarta (2)

Jawa: 25 Luar Jawa: 4 (Terpusat di Pulau Jawa)

Sumber: Overview Terigu Nasional Industri Tepung gandum/terigu Nasional, APTINDO (Asosiasi Produsen Tepung gandum/terigu Indonesia), Jakarta, 11 Juli 2014

Selain untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi nasional, pertumbuhan industri

nasional tepung gandum/terigu tersebut diatas membawa pula dampak positif yang

bersifat ganda bagi penyediaan lapangan kerja, peningkatan kesejahteraan dan kualitas

hidup, dan penghasilan negara. Dalam kenyataannya, kesemuanya itu terselenggarakan

4 Diambil dari Overview Industri Tepung gandum/terigu Nasional, APTINDO (Asosiasi Produsen Tepung gandum/terigu Indonesia), Jakarta, 11 Juli 2014, yang disampaikan oleh Bapak Fransiscus Welirang

9

dalam situasi dan kondisi yang berlangsung secara harmonis, proporsional dan

berkelanjutan diantara berbagai kepentingan yang ada, baik produsen, pedagang dan

konsumen serta pemerintah. Pendek kata, sebenarnya seluruh kebutuhan konsumsi

nasional dapat terpenuhi oleh produksi tepung gandum/terigu nasional, dan oleh

industry nasional tepung gandum/terigu.

Grafik 1

PERTUMBUHAN INDUSTRI TEPUNG TERIGU NASIONAL

Tantangan utama yang dihadapi oleh, dan sekaligus merupakan kesempatan

emas bagi, industri nasional tepung gandum/terigu adalah berlangsungnya era

perdagangan bebas yang dimulai sejak tahun 1995, pada saat pembentukan WTO.

Industri dan produk nasional harus bersaing dengan produk impor pada pasar domestik

Indonesia, dan produksi dalam negeri diperdagangkan di negara tujuan ekspor dan

mendatangkan devisa. Sementara konsumsi nasional terus meningkat dari tahun ke

tahun, yang telah diantisipasi dengan peningkatan kapasitas giling gandum, maka pada

saat ini industri nasional dapat mengekspor produksinya ke pasar tujuan ekspor dengan

memanfaatkan kelebihan kapasitas yang tersedia sehingga tidak ada yang terbuang.

10

3. Sentra-Sentra Produksi

Pada tahun 2015, ke 29 Flour Mills tersebut diatas yang juga merupakan sentra-sentra

produksi, distribusi dan pasokan tepung gandum/terigu di berbagai wilayah dalam

kerangka nusantara, adalah sebagaimana yang tergambar dalam Peta Lokasi 1

dibawah. Sayangnya, masih terpusat di Pulau Jawa.

Dibandingkan dengan situasi dan kondisi selama masih berlangsung tata niaga bagi

tepung gandum/terigu yang diselenggarakan oleh BULOG, sebagaimana digambarkan

dalam Peta Lokasi 2 dibawah, maka pertumbuhan sentra-sentra produksi tepung

gandum/terigu di Indonesia berlangsung cukup menggembirakan terutama selama

periode 1998 – 2015.

Peta Lokasi 1 Per Tahun 2014

11

Peta Lokasi 2 Periode Tahun 1970 - 1998

4. Konsumsi Nasional dan Eksportasi

a. Selama kurun waktu 4 tahun (2010 s/d 2013), volume konsumsi nasional akan

tepung gandum/terigu terus mengalami peningkatan (Grafik 2). Peningkatan

produksi dan konsumsi tepung gandum/terigu, pada gilirannya akan meningkatkan

volume pengadaan bijih gandum sebagai bahan baku utama (Tabel 2). Sekalipun

bijih gandum harus senantiasa di impor, namun industri nasional tepung

gandum/terigu telah mampu beroperasi secara efisien dan menguntungkan, serta

memiliki beberapa akses pada bahan baku sehingga mampu bersaing di pasar

tujuan ekspor secara berkelanjutan.

12

Tabel 2

KONSUMSI NASIONAL

G

r

a

f

i

k

Grafik 2 PERTUMBUHAN KONSUMSI TEPUNG GANDUM NASIONAL

(‘000 Ton)

Kesadaran masyarakat akan gandum sebagai sumber makanan pangan

alternatif pengganti beras pun semakin besar, hal itu dapat kita lihat dengan semakin

meningkatnya volume konsumsi tepung terigu per kapita penduduk Indonesia yang

berusia diantara 5 – 64 tahun, dimana sebagian besar dari konsumsi nasional yang ada

dipenuhi oleh industri nasional dan sebagian sisanya berasal dari importasi (Grafik 2).

Berdasarkan Tabel 3, pada tahun 2013 setiap orang sekurang kurang dapat

000 Ton % 000 Ton % 000 Ton % 000 Ton %

Total Impor 776 19 680 14 480 10 205 4

Produksi Dalam Negeri 3.316 81 4.062 86 4.562 90 5.078 96

Konsumsi Nasional 4.091 100 4.742 100 5.041 100 5.283 100

Ekuivalen Penggunaan Gandum

6.302 5.928 5.114

201220112010 2013

6.604

URAIAN

13

menghabiskan tepung gandum 25,5 kg setiap tahunnya atau sebanyak 69,8 gram setiap

harinya, atau dengan definisi lain bahwa dalam 1 hari setiap orang dapat menghabiskan

setidaknya 87,2 gram bijih gandum. Pada grafik 2 mengindikasikan tren pertumbuhan

konsumsi per kapita yang terus meningkat dari tahun ke tahun.

Tabel 3 KONSUMSI TEPUNG GANDUM

PER KAPITA PENDUDUK INDONESIA

G

r

a

Grafik 3 PERTUMBUHAN KONSUMSI TEPUNG GANDUM PER KAPITA

PENDUDUK INDONESIA (Gram / Hari)

Uraian Satuan 2010 2011 2012 2013

Konsumsi Tepung Terigu ('000 Ton) 4.091 4.742 5.041 5.283

Ekuivalen Bijih Gandum ('000 Ton) 5.114 5.928 6.302 6.604

Jumlah Penduduk (Usia 5 - 64 Thn) ('000) 200.308 202.733 205.131 207.501

Konsumsi Tepung Terigu (Kg/Tahun Per Kapita) 20,4 23,4 24,6 25,5

Ekuivalen Konsumsi Bijih Gandum (Kg/Tahun Per Kapita) 25,5 29,2 30,7 31,8

Konsumsi Tepung Terigu (Gram/Hari Per Kapita) 56,0 64,1 67,3 69,8

Ekuivalen Konsumsi Bijih Gandum (Gram/Hari Per Kapita) 69,9 80,1 84,2 87,2

14

b. Importasi

Sekalipun kapasitas giling gandum industri nasional lebih dari memadai, namun

dalam jumlah tertentu dan dalam situasi-kondisi tertentu, kebutuhan konsumsi nasional

hanya dapat atau akan lebih baik apabila di penuhi melalui importasi tepung

gandum/terigu ke wilayah Indonesia. Pasar dan konsumen dalam negeri cenderung

bersifat sangat elastis, terutama dalam kaitannya dengan harga dan ketersediaan

pasokan, dan selama praktek perdagangan terkait berlangsung secara free, transparan

dan fair, industri nasional siap bersaing secara sehat.

Dengan banyaknya negara – negara produsen tepung gandum/terigu sejenis dari

luar negeri yang masuk ke Indonesia diantaranya antara lain Turki, India, Srilanka,

Ukraina dan lainnya, telah memberikan dimensi tersendiri dalam persaingan produk

domestik dan produk impor. Tiga negara diantaranya, yakni Turki, Srilanka, dan India

merupakan negara dengan pengekspor tepung gandum terbesar dengan total impor

mencapai 86% dari total impor yang terjadi selama tahun 2013, sebagaimana tergambar

dalam tabel berikut.

Tabel 4

IMPORTASI TEPUNG GANDUM INDONESIA

Grafik 4

DOMINASI IMPORTASI TEPUNG GANDUM INDONESIA TAHUN 2013

Ton 000 USD Ton 000 USD Ton 000 USD Ton 000 USD

Turki 454.768 137.312 387.406 139.879 230.998 80.107 59.733 19.478

Sri Lanka 166.919 66.201 207.790 105.720 175.313 80.357 56.848 26.414

India - 0 600 198 8.136 3.219 59.823 23.655

Negara Lain 153.847 57.740 84.330 35.961 65.236 25.151 29.043 12.527

Rata - Rata CIF (USD/Ton)

479.682 188.833 205.447 82.074

336,9 414,3 393,7 399,5

Negara2010 2011 2012 2013

Total Impor 775.534 261.253 680.125 281.758

15

c. Eksportasi

Tingginya tingkat persaingan usaha atas produk – produk berbasis gandum yang

terjadi saat ini di pasar lokal, telah memacu para produsen dan industri lokal untuk lebih

kreatif dalam menciptakan produk – produk yang lebih diminati masyarakat. Besarnya

nilai investasi yang dikeluarkan tersebut dalam menciptakan produk – produk bermutu

telah memberikan hasil yang baik, terbukti dengan semakin meningkatnya nilai ekspor

selama kurun waktu 4 tahun terakhir (2010 s/d 2013), sebagaimana terungkap dalam

Tabel 5 dan Grafik 4.

Tabel 5 NILAI EKSPOR TEPUNG GANDUM, PRODUK TURUNAN BERBASIS TEPUNG GANDUM, &BY PRODUCT TEPUNG GANDUM INDONESIA

Grafik 5 PERTUMBUHAN NILAI EKSPOR TEPUNG GANDUM, PRODUK TURU NAN

BERBASIS TEPUNG GANDUM, & BY PRODUK TEPUNG GANDUM INDONESIA (‘000 USD)

TEPUNG

GANDUM

PRODUK TURUNAN

BERBASIS TEPUNG

GANDUM

BY PRODUCT

2010 18.703 329.159 71.660 419.522 -

2011 18.296 416.077 71.043 505.416 20%

2012 26.297 441.871 88.055 556.223 10%

2013 37.063 564.646 105.762 707.471 27%

TAHUN

NILAI EKSPOR ('000 USD, FOB)

TOTAL

GROWTH

16

d. Profil Konsumen

Berdasarkan umpan balik yang diperoleh dari lapangan, pengguna tepung

gandum di Indonesia terbagi dalam 3 kelompok bentuk usaha, yakni : 60%

penggunanya adalah UKM, 32% adalah Industri Besar Modern, dan 8% sisanya adalah

Industri Rumah Tangga.

Tabel 6

PROFIL PENGGUNA TEPUNG GANDUM NASIONAL

e. Peranan Industri Tepung Terigu Nasional

Tepung gandum/terigu merupakan bahan baku utama industri makanan, dengan

terpenuhinya kebutuhan/pasokan maka akan berbanding lurus dengan berkembangnya

industri-industri makanan berbasis tepung gandum/terigu dalam negeri.

Semakin besarnya permintaan masyarakat akan makanan berbasis tepung

terigu, maka akan memberikan tantangan baru industri dalam negeri untuk menambah

kapasitas produksinya dan berdampak semakin besarnya penyerapan tenaga kerja

yang diperlukan.

17

Hal ini merupakan suatu dampak positif akan pentingnya industri tepung

gandum/terigu nasional terhadap permasalahan dalam negeri, khususnya dalam hal

memperluas lapangan pekerjaan.

5. Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTIN DO)

a. APTINDO dibentuk pada bulan Maret 2000 berdasarkan prakarsa para produsen

tepung gandum/terigu di Indonesia. Tujuan APTINDO adalah memperjuangkan

perumusan dan implementasi kebijakan Pemerintah yang bermanfaat bagi

peningkatan daya saing industri tepung gandum/terigu dalam negeri dan dalam

rangka kelangsungan hidup industri tepung gandum/terigu dimaksud, yang saat ini

telah menyediakan lapangan kerja bagi lebih dari 4.000 anggota masyarakat.

Selain itu, APTINDO berperan dalam memperjuangkan kebijakan pemerintah yang

pro-industri terigu dalam negeri demi kelangsungan industrinya, serta mampu

menampung aspirasi baik dari produsen tepung gandum/terigu Indonesia maupun

konsumen tepung gandum/terigu di Indonesia.

b. Keanggotaan APTINDO

Hingga saat ini, APTINDO beranggotakan:

1. PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk (Bogasari Flour Mills);

2. PT. Sriboga Flour Mill;

3. PT. Eastern Pearl Flour Mills;

4. PT. Panganmas Inti Persada;

5. PT. Pundi Kencana;

6. PT. Berkat Indah Gemilang;

7. PT. Cerestar Flour Mills;

8. PT. Lumbung Nasional Flour Mills;

9. PT. Golden Grand Mills; dan

10. PT. Bungasari Flour Mills Indonesia.

18

c. Keberhasilan tindakan yang pernah dilakukan

Adapun prestasi-prestasi yang telah dicapai oleh APTINDO, antara lain:

1. Memperjuangkan Standard Labeling atas barang impor agar sesuai dengan

peraturan labeling yang berlaku di Indonesia

2. Memperjuangkan Standard Nasional Indonesia / SNI dari voluntary menjadi

wajib demi kepentingan nasional

3. Memperjuangkan Bea Masuk atas terigu impor dari 0% menjadi 5%

4. Memperjuangkan Bea Masuk anti dumping/BMAD atas terigu impor asal Cina,

India (Nov 2005) & Uni Emirat Arab (Juni 2006)

5. Memperjuangkan diberlakukannya kembali SNI Wajib tepung gandum/terigu

(Agustus 2008), yang diback-up oleh UNICEF

6. Dipercaya membantu distribusi tabung gas @ 3 kg dalam konversi gas untuk

UMKM mitra APTINDO

7. Aktif dalam organisasi KADIN Indonesia untuk menyuarakan kepentingan

industri terigu nasional

8. Aktif dalam forum-forum Pemerintah, dalam negeri maupun bilateral

9. Aktif sebagai mitra Pemerintah, legislative, NGO maupun akademisi dalam

diskusi pangan

19

BAB III

PRAKTEK PERDAGANGAN CURANG DAN PERLAWANAN INDUSTRI DALAM NEGERI

A. Perlindungan Perdagangan ( Trade Remedies)

Sebagai bentuk pelaksanaan ketentuan Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1994

tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization dan

Pasal 23D Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 serta dalam rangka

mewujudkan praktek perdagangan yang free dan fair untuk menghindari terjadinya praktek

curang yang merugikan kerangka perdagangan global, Pemerintah dalam hal ini telah

menetapkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011 tentang

Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan.

Terdapat beberapa instrumen perlindungan perdagangan (Trade Remedies) yang dapat

digunakan untuk mencegah terjadinya kerugian bagi Industri Dalam Negeri yang dialami

dalam perdagangan, antara lain :

1. Tindakan Antidumping merupakan tindakan yang diambil pemerintah berupa pengenaan

bea masuk/pungutan terhadap barang impor dumping yakni barang yang diimpor

dengan tingkat harga ekspor yang lebih rendah dari nilai normalnya di negara

pengeskpor sehingga menyebabkan kerugian bagi Industri Dalam Negeri.

2. Tindakan Imbalan merupakan tindakan yang diambil pemerintah berupa pengenaan bea

masuk/pungutan terhadap barang impor yang mengandung subsidi yakni setiap

bantuan keuangan maupun dukungan lainnya yang diberikan oleh pemerintah atau

badan pemerintah baik secara langsung atau tidak langsung untuk meningkatkan

ekspor atau menurunkan impor dari atau ke negara yang bersangkutan sehingga

dengan pemberian subsidi tersebut dapat merugikan Industri Dalam Negeri atau negara

tujuan ekspor.

3. Tindakan Pengamanan Perdagangan merupakan tindakan yang diambil pemerintah

untuk memulihkan atau mencegah ancaman kerugian serius yakni kerugian menyeluruh

yang diderita oleh Industri Dalam Negeri maupun kerugian yang jelas akan terjadi

dalam waktu dekat yang penetapannya didasarkan atas fakta-fakta, bukan didasarkan

pada tuduhan, dugaan, atau perkiraan.

20

B. Perlawanan Industri Dalam Negeri

Sebagai asosiasi di bidang produksi tepung gandum/terigu yang terbesar dan memiliki

tradisi yang solid, APTINDO senantiasa menempatkan diri pada titik terdepan untuk

memperjuangkan terwujudnya praktek perdagangan yang free and fair diantara sesama

produsen tepung gandum/terigu, dan senantiasa menjadi yang terdepan untuk melakukan

perlawanan terhadap berbagai praktek perdagangan curang yang merugikan yang

dilakukan oleh produsen/eksportir tepung gandum impor. APTINDO mungkin merupakan

salah satu dari sedikit asosiasi/perkumpulan dibidang industri-komersial yang paling

proaktif dalam memanfaatkan berbagai instrumen “perlindungan perdagangan” (trade

remedies) yang tersedia dalam kerangka hukum multilateral WTO.

Sebagai perwakilan dari produsen tepung terigu/gandum nasional, berbagai upaya telah

dilakukan APTINDO terhadap tindakan praktek curang perdagangan guna menanggulangi

dan atau memulihkan kerugian dalam negeri, antara lain :

1. Tindakan Anti Dumping atas impor Tepung Terigu ( Gandum) yang berasal dari

Negara Australia, EU, dan UAE (2004)

Pada tanggal 20 Oktober 1999, Industri Dalam Negeri, sebagai Pemohon,

mengajukan petisi antidumping terhadap impor tepung gandum (terigu) yang berasal

dari Australia, EU, dan UAE.Selanjutnya, KADI memulai penyelidikan pada tanggal

22 Maret 2000 sebagai tindaklanjut permohonan Industri Dalam Negeri.

Berdasarkan hasil penyelidikan yang dilakukan oleh KADI, maka tanggal

21 September 2001, KADI merekomendasikan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping

(BMAD) dengan range antara 6%-36%, dan terbukti adanya dumping yang

menyebabkan kerugian material bagi Industri Dalam Negeri. Adapun usulan pengenaan

BMAD untuk Uni Eropa adalah sebesar 17,07%-35,93%, UEA sebesar 13,11%-34,11%,

dan Australia sebesar 5,96%-33,72%.

Selanjutnya, bulan Agustus 2002, Tim Pengkajian BMAD merekomendasikan

tidak mengenakan BMAD untuk negara EU, UEA, dan Australia, serta mengenakan tarif

MFN atas terigu impor sebesar 5%. Tahun 2002, Pemerintah Indonesia tidak menerima

rekomendasi KADI untuk pengenaan BMAD, namun tetap menetapkan bea masuk

21

normal sebesar 5%. Tanggal 9 Januari 2004, Industri Dalam Negeri selaku Pemohon

menutup kasus tersebut.

2. Tindakan Anti Dumping atas impor produk Tepung G andum (Terigu) yang berasal

dari Negara China, UEA, dan India (2006)

APTINDO mengajukan permohonan penyelidikan Antidumping kepada KADI

atas adanya dugaan dumping terhadap produk impor tepung gandum/terigu yang

berasal dari Negara China, UEA, dan India. Berdasarkan permohonan penyelidikan

yang disampaikan oleh APTINDO tersebut, KADI menginisiasi dimulainya penyelidikan

atas produk tepung gandum/terigu yang berasal dari China dan India.

Berdasarkan hasil penyelidikan KADI, maka pada tanggal 11 November 2005

telah diterbitkan PMK Nomor 109/PMK.010/2005 tentang pengenaan Bea Masuk Anti

Dumping untuk produk tepung terigu/gandum yang berasal dari China dan India.

Adapun besaran pengenaan BMAD untuk Negara China adalah sebesar 0- 9,50%, dan

China sebesar 11,4 %.

Selanjutnya, pada tangal 19 Juni 2006, pengenaan BMAD terhadap produk impor

tepung gandum/terigu yang berasal dari Uni Emirat Arab tertuang dalam Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 42/PMK.010/2006 tentang Pengenaan Bea Masuk Anti

Dumping (BMAD) Terhadap Impor Tepung Gandum dari Negara Uni Emirat Arab dengan

Nomor HS 1101.00.10.00. Adapun besaran BMAD yang dikenakan adalah sebesar

14,85%, yang dikenakan kepada Emirates Grain Products Company LLC sebesar

14,85%, dan produsen/eksportir lainnya sebesar 14,85%.

3. Tindakan Anti Dumping atas impor produk Tepung Gand um (Terigu) yang berasal

dari Negara Turki, Sri Lanka, dan Australia (2008)

APTINDO (Asosiasi Produsen Tepung gandum/terigu Indonesia), yang diwakili

tiga anggotanya, yakni PT Sriboga Ratu Raya, PT Eastern Pearl Flour Mills DAN PT

Panganmas Inti Persada (yang mewakili pangsa produksi nasional sebesar 27,03%),

dengan pendukungnya antara lain PT. Fugui Flour and Grain dan PT. Indofood Sukses

Makmur, Tbk (Bogasari Flour Mills), telah mengajukan petisioner kepada KADI pada

tanggal 16 Oktober 2008 untuk melakukan penyelidikan atas Terigu Impor Asal Turki,

Srilanka, danAustralia yang diduga melakukan dumping.

22

Petisi itu ditanggapi oleh KADI dengan melakukan investigasi, namun sebelum

melakukan investigasi tepatnya pada tanggal 17 November 2008 KADI telah

mengumumkan dimulainya penyelidikan terhadap kasus tersebut di harian Koran

Tempo, setelah data pemohon dinyatakan lengkap sesuai peraturan yang ada.

Selanjutnya, pada tanggal 28 Desember 2009, KADI mengeluarkan final disclosure

(Laporan Akhir) terhadap kasus itu dengan masa Investigasi untuk Dumping dan

hubungan klausal adalah 12 (dua belas) bulan terhitung 1 Oktober 2007 s/d 30

September 2008, dan diperpanjang selama 6 (enam) bulan menjadi s/d 17 Mei 2010,

dan Penyelidikan untuk kerugian meliputi periode selama 3 (tiga) tahun terhitung 1

Oktober 2005 s/d 30 September 2007.

Berdasarkan hasil penyelidikan, KADI memberikan rekomendasi kepada Menteri

Perdagangan. Selanjutnya, pada tanggal 31 Desember 2009, Menteri Perdagangan

memberikan surat kepada Menteri Keuangan yang berisikan rekomendasi pengenaan

Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dengan Nomor HS. 1101.00.10.00 terhadap Impor

Tepung Gandum/Terigu asal Turki kepada Perusahaan sebagai berikut:

1. Bafra eris Un Yem Gida San Ve. Tic A.S sebesar 21,99% 2. Erister Gida Sanayi Ve Ticaret A.S sebesar 19,67% 3. Mamara Un Sanayi A.S sebesar 18,69% 4. Ulas Gida Un Textil Nakliye Ticaret sebesar 20,86% 5. Ulusoy Un Sanayi Ve Ticaret sebesar 20,28% 6. Eksportir/Produsen lainnya sebesar 21,99%

Pada tanggal 15 Januari 2010 Menteri Perdagangan kembali mengirimkan surat

kepada Menteri Keuangan berisi tentang masa berlaku pengenaan BMAD atas produk

Tepung gandum/terigu asal Turki. Sayangnya, Menteri Keuangan belum mengeluarkan

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) perihal Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping atas

produk tepung gandum/terigu asal Turki. Namun, pada tanggal 12 April 2012, APTINDO

mencabut petisi anti dumping akibat rekomendasi yang dimaksud telah kadaluarsa.

4. Tindakan Pengamanan Perdagangan ( Safeguards)

APTINDO pada tanggal 13 Agustus 2012 mengajukan permohonan pengenaan

tindakan pengamanan perdagangan (TPP) kepada Komite Pengamanan Perdagangan

23

Indonesia (KPPI). Atas pengajuan permohonan dimaksud, maka KPPI memulai

penyelidikan pada tanggal 24 Agustus 2012 atas adanya lonjakan importasi tepung

gandum/terigu ke Indonesia.

a. Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementar a (BMTPS)

Pada tanggal 1 Oktober 2012, APTINDO mengajukan BMTPS kepada KPPI.

APTINDO menilai bahwa telah terjadi irreparable damage, yaitu suatu kondisi

kerugian serius khususnya pada 4 (empat) industri yang baru dimana hanya dapat

diperbaiki dengan intervensi Pemerintah berupa kebijakan perlindungan.

Berdasarkan PMK Nomor 193/PMK.011/2012 tentang Pengenaan Bea Masuk

Tindakan Pengamanan Sementara Terhadap Impor Tepung Gandum, Pemerintah

Indonesia mulai memberlakukan BMTPS sebesar 20% atas produk tepung

gandum/terigu. BMTPS berlaku selama 200 hari terhitung sejak tanggal 5 Desember

2012 dan berakhir pada bulan Juli 2013.

b. Pengenaan Kuota

Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23/M-DAG/PER/4/2014

tentang Ketentuan Pengenaan Kuota Dalam Rangka Tindakan Pengamanan

Perdagangan Terhadap Impor Tepung Gandum (“Permendag No. 23/2014”) yang

menyatakan bahwa kuota tersebut dikenakan terhadap tepung gandum yang telah

difortifikasi (Nomor HS. 1101.00.10.10) dan tepung gandum lain-lain (Nomor HS.

1101.00.10.90). Adapun jumlah kuota adalah sebesar 441.141 Ton, dengan alokasi

sebagai berikut:

a. Turki dengan kuota sebesar 251. 450 ton;

b. Sri Lanka dengan kuota sebesar 136.754 ton;

c. Ukraina dengan kuota sebesar 22.057 ton; dan

d. Negara Lainnya dengan kuota sebesar 30.880 ton.

Ketentuan pengenaan kuota sebagaimana dimaksud dalam Permendag

No. 23/2014 berlaku sejak 4 Mei 2014 dan berakhir pada tanggal 4 Desember 2014.

24

5. Permohonan Bagi Penyelidikan Praktek Dumping (2 014)

APTINDO menyampaikan permohonan kepada KADI untuk menyelenggarakan

penyelidikan atas dugaan terjadinya praktik dumping yang merugikan kepentingan

Industri Dalam Negeri. APTINDO, melalui petisi, menyampaikan bukti awal yang cukup

(prima facie evidence) berdasarkan hasil pengkajian yang bersifat objektif dan

komprehensif, yang diperlukan bagi KADI untuk menetapkan dimulainya penyelidikan

atas praktik dumping tersebut sesuai dengan Peraturan Anti-Dumping. Dalam hal ini

APTINDO memutuskan untuk mewakili industri dalam negeri sebagai Pemohon dalam

Petisi Anti Dumping yang diajukan kepada KADI. Para Pemohon dalam hal ini

merupakan APTINDO mendalilkan bahwa tepung gandum/terigu yang diimpor dari

Turki, Sri Lanka, dan India serta dipasarkan di Indonesia ternyata dijual pada tingkat

harga dumping, sehingga menimbulkan kerugian material, terhadap industri dalam

negeri yang memproduksi Barang Sejenis. Adapun APTINDO menyampaikan bukti-bukti

tentang:

1. Adanya praktik dumping, dalam kaitannya dengan Barang Dumping;

2. Terjadinya kerugian yang dialami Industri Dalam Negeri yang memproduksi Barang

Sejenis; dan

3. Adanya hubungan kausal antara praktik dumping dengan kerugian yang dialami

Industri Dalam Negeri.

Dengan adanya bukti awal yang cukup, maka APTINDO mengajukan Petisi Anti

Dumping kepada KADI pada tanggal 28 Maret 2014. Selanjutnya, KADI telah memulai

penyelidikan pada tanggal 27 Agustus 2014 dan telah diumumkan di surat kabar Bisnis

Indonesia pada tanggal 27 Agustus 2014. Hingga saat ini, KADI masih dalam tahap

penyelidikan atas produk Tepung Gandum (Wheat Flour) dengan Nomor HS.

1101.00.10 yang berasal dari India, Sri Lanka, dan Turki.

25

C. Praktek Perdagangan Curang: Dumping

Merujuk pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 34 Tahun 2011 pada Pasal 4 ayat

(4) tentang syarat yang harus terpenuhi dalam mengajukan penyelidikan tindakan

antidumping, bahwa telah kami temukan bukti awal (prima facia evidence) akan adanya

praktek perdagangan curang dalam impor barang tepung gandum/terigu yang dilakukan

oleh negara Turki, Srilanka, dan India.

a. Adanya Barang Dumping

Yakni barang yang diimpor dengan tingkat harga ekspor yang lebih rendah dari

nilai normalnya di negara pengeskpor. Dalam penelitian yang kami lakukan dan telah

kami cantumkan dalam dokumen petisi anti dumping versi non rahasia, kami

gambarkan bahwa adanya marjin dumping atau selisih antara nilai normal dengan

harga ekspor dari barang dumping dari negara Turki, Srilangka, dan India diatas 2%

dengan range marjin bervariasi antara 14% sampai dengan 70%.

Grafik 6 PERSENTASE MARJIN DUMPING TEPUNG GANDUM/TERIGU IMPO R

TAHUN 2013

b. Terjadinya Kerugian

Dalam hal ini berupa kerugian materiel yang diberita oleh Industri Dalam Negeri

baik yang telah terjadi, berupa ancaman, maupun yang menyebabkan terhalangnya

pengembangan industri dapat terlihat dari grafik menurunnya marjin pendapatan

26

serta terhambatnya perkembangan harga jual domestik yang tidak sebanding

dengan peningkatan biaya produksi.

Grafik 7 TREN KERUGIAN MATERIAL YANG DIALAMI OLEH INDUSTRI T EPUNG

GANDUM/TERIGU DALAM NEGERI

c. Hubungan Sebab Akibat antara Barang Dumping dan Kerugian

1. Dampak Volume

Analisa dampak volume dilakukan dengan menggunakan metode kumulasi

karena telah memenuhi persyaratan sesuai dengan Article 3.3 Anti Dumping

Agreement, yaitu margin dumping tidak de minimis, impor tidak negligible, dan

terdapat kondisi persaingan yang sama antara barang impor dumping maupun

antara barang impor dumping dengan produk APTINDO.

a) Secara Absolut

Tabel perkembangan impor periode tahun 2010 s/d 2013 memuat data dan

informasi mengenai Volume Impor Barang Dumping selama tahun 2010 – 2013,

yang didalamnya terdapat periode diberlakukannya Bea Masuk Tindakan

Pengamanan Sementara (BMTPS) atas importasi tepung gandum ke

27

Indonesia.Untuk meneliti secara seksama dampak volume yang terjadi,

APTINDO membagi periode tersebut sebagai berikut:

a. Periode sebelum berlakunya BMTPS (tahun 2010 s/d 2012),

b. Periode selama berlakunya BMTPS dimaksud (semester 1 tahun 2013); dan

c. Periode setelah berakhirnya BMTPS tersebut (semester 2 tahun 2013)

Tabel 7

IMPOR TEPUNG GANDUM/TERIGU NASIONAL PERIODE TAHUN 2010 s/d 2013

S

Periode sebelum berlakunya BMTPS ditandai dengan tren penurunan

volume impor, baik secara total maupun yang berasal dari Turki, Srilanka dan

India. Mohon dicatat bahwa selama periode tersebut terjadi serangkaian

peristiwa hukum yang bersifat sementara yang menimbulkan efek distorsi pasar

(trade distortion effect), sebagaimana yang telah diuraikan diuraikan dalam BAB

III Huruf A diatas.

Selanjutnya dalam periode selama pengenaan BMTPS sebesar 20%

(Grafik 8) terlihat dengan jelas dan tegas bahwa terjadi penurunan volume impor

secara total maupun yang berasal dari negara yang dituduh dumping, selama

semester 1 tahun 2013. Hal ini menunjukan sebuah fakta bahwa tepung

gandum/terigu adalah komoditi bahan pangan yang sangat sensitif terhadap

perubahan harga, dan pengenaan bea masuk yang lebih besar daripada bea

masuk MFN yang berlaku (sebesar 5%) sangat efektif untuk menurunkan volume

impor. Mohon dicatat bahwa trade freezing effect yang ditimbulkan oleh

pengenaan BMTPS tadi bersifat sementara, sehingga pada gilirannya volume

impor akan kembali meningkat setelah berakhirnya BMTPS.

Negara 2010 (MT)

2011 (MT)

2012 (MT)

2013 (MT)

Semester 1 Semester 2

1. Negara diduga dumping

a. Turki b. Sri Lanka c. India 2. Negara Lain

621.687

454.768 166.919

- 153.847

595.795

387.406 207.790 600 84.330

414.446

230.998 175.313 8.136 65.236

70.366

5.740 44.439 20.188 12.135

106.037

53.994 12.409 39.635 16.908

Total Impor 775.534 680.125 479.682 82.502 122.945

28

Grafik 8 PERGERAKAN VOLUME (MT) TOTAL IMPOR TEPUNG GANDUM DA RI 3

NEGARA (TURKI, SRILANKA, & INDIA) PADA MASA PENGENA AN BMTPS

Pada periode setelah berakhirnya pengenaan BMTPS (semester 2 tahun

2013), secara bertahap dan pasti terjadi peningkatan volume impor secara total.

Secara kumulatif, impor yang berasal dari negara yang dituduh dumping juga

meningkat lebih besar. Dibandingkan dengan semester 1 tahun 2013, maka

peningkatan volume impor pada semester 2 tahun 2013 dari negara yang

dituduh dumping adalah sebesar 51%. Peningkatan volume impor tersebut

berlangsung secara signifikan, yang akan membuat kerugian Industri Dalam

Negeri menjadi semakin parah. Dengan demikian, dapat disimpulkan terjadi

dampak volume secara absolut.

29

b) Secara Relatif

Tabel 8

PANGSA PASAR KONSUMSI TEPUNG GANDUM/TERIGU NASIONAL

URAIAN 2010 (%)

2011 (%)

2012 (%)

2013 (%)

Semester 1 Semester 2

1. Negara diduga dumping

15 13 8 3 4

• Turki 11 8 5 0,22 2,02

• India - 0,01 0,16 0,77 1,48

• Srilanka

4 4 3 2 0,46

2. Negara Lainnya

4 2 1,29 0,47 0,63

3. Produsen Dalam Negeri

81 86 90,71 96,53 95,37

Total 100 100 100 100

Konsumsi Nasional

4.091.216 4.742.452 5.041.212 2.605.289 2.677.757

Dari tabel diatas dapat dilihat, secara kumulatif pangsa pasar impor dari negara

yang dituduh dumping pada semester 2 mengalami peningkatan dibandingkan

dengan semester 1 pada saat diberlakukannya BMTPS di tahun 2013. Dengan

demikian, terjadi dampak volume secara relatif.

2. Dampak Harga ( Price Effect)

a. Price Undercutting 5

Merupakan tindakan pemotongan harga yang dilakukan oleh importir – produsen

terhadap barang impor atau yang diproduksi guna merebut pangsa pasar domestik

negara tujuan ekspor sehingga menjadikan harga jual barang impor tersebut dapat

berada dibawah harga jual tepung gandum/terigu domestik.

5 Berdasarkan petisi anti dumping tepung gandum yang bersifat non confidential yang telah diajukan kepada KADI

dan hingga saat ini KADI telah memulai penyelidikan pertanggal 27 Agustus 2014

30

Tabel 9 PRICE UNDERCUTTING

NEGARA 2010 2011 2012 2013

SMT 1 SMT 2 Price Undercutting

• Turki • India • Sri Lanka

37,05 % 0,00 % 17,31%

33,60% 39,31% 6,43%

31,49% 21,85% 9,45%

2,81% -1,06% -15,63%

35,28% 21,46% 11,19%

Dari tabel diatas, terlihat bahwa telah terjadi price undercutting terhadap tepung

gandum/terigu impor yang berasal dari negara Turki, India, dan Sri Lanka selama

tahun 2010 s/d 2012 atau sebelum berlakunya BMTPS, namun ketika

diberlakukannya BMTPS pada semester 1 tahun 2013 hanya negara Turki saja

yang masih melakukan price undercutting. Sebaliknya ketika masa pemberlakuan

BMTPS berakhir, ketiga negara tersebut semuanya kembali melakukan price

undercutting.

b. Price Depression

Merupakan tindakan penurunan harga jual yang dilakukan oleh Industri Dalam

Negeri dalam meredam gejolak harga impor tepung gandum/terigu untuk dapat tetap

bersaing di pasar domestik

Grafik 9 PRICE DEPRESSION

(USD / MT)

31

Bahwa selama periode 2010 s/d 2013 harga tepung gandum/terigu Industri

Dalam Negeri terdepresi dengan persaingan harga impor tepung gandum yang

berasal dari Turki, Srilanka, dan India. Terlihat bahwa harga impor barang sejenis

tersebut berada dibawah harga domestik atau dumping, sehingga apabila Industri

Dalam Negeri tidak menekan harga jual akan berdampak pada hilangnya pangsa

pasar.

c. Price Suppresion

Merupakan tindakan penekanan biaya produksi dan marjin laba kotor

perusahaan yang dilakukan oleh Industri Dalam Negeri guna menjaga stabilisasi

kelangsungan proses produksi.

Grafik 10 PRICE SUPPRESSION

Berdasarkan grafik di atas, tampak bahwa terjadinya price suppression selama

tahun 2010 s/d 2013 terus mengalami penurunan. Indikator-indikator tersebut

memberikan gambaran konkret bahwa Industri Dalam Negeri pada satu sisi harus

menyerap biaya produksi yang terkait dengan bahan baku impor yang cenderung

fluktuatif, dan disisi lain tidak dapat secara mudah menaikan/menurunkan harga

jual tepung gandum yang diproduksinya, mengingat harus senantiasa

memperhatikan kemampuan daya beli konsumen, ke-ekonomian-nya bagi

produsen tepung gandum nasional, dan kenyataannya bahwa terdapat tepung

32

gandum impor yang diperdagangkan pada tingkat harga dumping di Indonesia.

Akibatnya marjin keuntungan cenderung mengecil, dan pertumbuhan pendapatan

penjualan juga menurun.

D. Potensi Permasalahan

Berdasarkan Grafik 11, diperkirakan volume impor pada tahun 2014 akan

menjadi lebih besar dibandingkan tahun 2012 dan 2013, yang ditengarai dijual pada

tingkat Harga Dumping, sehingga apabila tidak diterapkan Bea Masuk Anti-Dumping

maka Industri Dalam Negeri akan kehilangan pangsa pasar yang lebih besar dan

kerugian yang akan terus berlanjut, bahkan menjadi lebih parah.

Grafik 11 PERTUMBUHAN IMPOR TEPUNG GANDUM INDONESIA

Industri dan produsen dalam negeri sudah semestinya dilindungi dengan

memberlakukan Bea Masuk Anti-Dumping Sementara dan/atau Bea Masuk Anti-Dumping

terhadap importasi Barang Dumping. Melalui perlindungan dimaksud, maka terdapat

jaminan bagi kestabilan pasar domestik di masa mendatang dan sekaligus melindungi

konsumen terhadap fluktuasi harga tepung gandum/terigu. Dengan menghilangkan

praktik persaingan curang tersebut, Industri Dalam Negeri yang memproduksi Barang

33

Sejenis dapat bersaing di pasar domestik, dan mampu memberikan pelayanan yang lebih

kepada konsumen, sehingga kebutuhan konsumsi nasional dapat sepenuhnya dipasok

oleh Industri Dalam Negeri.

Apabila Bea Masuk Anti-Dumping Sementara dan/atau Bea Masuk Anti-Dumping

tidak diberlakukan terhadap importasi Barang Dumping, maka diperkirakan banyak

produsen tepung gandum/terigu dalam negeri yang akan menderita kerugian. Melihat

situasi pasar dalam negeri saat ini, sudah tepat apabila KADI menyampaikan

rekomendasi kepada Pemerintah Republik Indonesia bagi pengenaan Bea Masuk Anti-

Dumping Sementara dan/atau Bea Masuk Anti-Dumping, dan apabila diperlukan dapat

menemukan indikasi adanya kemungkinan subsidi dari rendahnya harga impor yang

masuk ke Indonesia.

34

BAB IV PENUTUP

Berdasarkan uraian diatas, bersama ini APTINDO menyampaikan beberapa pemikiran,

kesimpulan dan rekomendasi guna menjadi bahan pertimbangan bagi Pemerintah RI dalam

menyikapi dan mengambil langkah-langkah konkret melawan praktek perdagangan curang

yang berlangsung dalam kegiatan importasi tepung gandum/terigu ke dalam wilayah NKRI,

sebagai berikut :

1. Tepung gandum/terigu telah menjadi komoditi strategis dalam rangka upaya diversifikasi

pangan nasional dan guna mengurangi ketergantungan pada komoditi beras, dan dari tahun

ke tahun menunjukkan tren peningkatan dalam konsumsi nasional;

2. Industri nasional tepung gandum/terigu memiliki kapasitas-kapabiltas untuk memenuhi

kebutuhan konsumsi nasional secara keseluruhan, baik dari segi pasokan, mutu, maupun

harga, karena industri nasional tepung gandum/terigu termasuk salah satu diantara

beberapa negara produsen yang mampu beroperasi secara efisien, efektif dan

menguntungkan;

3. Sebagian dari kebutuhan konsumsi nasional akan tepung gandum/terigu, pemenuhannya

masih dilakukan melalui importasi. Mengingat tepung gandum/terigu merupakan komoditi

yang bersifat elastis, maka persoalan importasi tepung gandum/terigu ke dalam wilayah

NKRI, menjadi hal yang sangat strategis;

4. Dalam keadaan normal dan wajar, industri nasional tepung gandum/terigu senantiasa

mampu bersaing dengan produk impor di dalam negeri, karena pasar domestik terbentuk

dan terselenggarakan berdasarkan platform dan tradisi keterhubungan yang harmonis

antara kepentingan konsumen, produsen, distributor, dan pemerintah;

5. Kegiatan importasi tepung gandum/terigu ke dalam wilayah NKRI dapat mengandung atau

dihasilkan dari praktek perdagangan curang yang berlangsung antarnegara, yang secara

langsung - tidak langsung, dapat merugikan kelangsungan pasar domestik dan kepentingan

industri dalam negeri;

6. Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO), telah sejak lama menjadi

penyambung lidah diantara kepentingan konsumen, produsen dan pemerintah di dalam

negeri, dan paling aktif mengambil langkah dan melakukan terobosan untuk mencegah dan

menanggulangi praktek perdagangan curang yang berlangsung dalam kegiatan importasi

tepung gandum/terigu;

35

7. Berdasarkan kerangka hukum World Trade Organzation (WTO), dimana Indonesia adalah

salah satu negara anggota-pendiri, pada dasarnya tersedia berbagai instrumen dan

mekanisme yang dapat digunakan oleh negara anggota untuk mencegah atau

menanggulangi praktek perdagangan curang yang berlangsung antarnegara anggota WTO;

8. Sehubungan dengan hal tersebut, APTINDO yang mewakili mayoritas industri nasional

tepung gandum gandum/terigu, untuk kesekian kalinya mengajukan permohonan kepada

Pemerintah cq. Menteri Perdagangan untuk melakukan penyelidikan atas dugaan terjadinya

praktek perdagangan curang berupa Dumping, dalam importasi tepung gandum/ terigu ke

dalam wilayah NKRI.

9. Sebagaimana situasi dan kondisi pada saat terbentuk/dilahirkan, industri nasional tepung

gandum/terigu pada dasarnya senantiasa mengenai atau merupakan hasil kolaborasi

secara simbiosis antara kepentingan konsumen, produsen dan pemerintah. Sistem Hukum

Multilateral WTO memungkinkan kolaborasi tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur

tertentu, termasuk pengajuan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping Sementara.

APTINDO, baik sebagai sebuah wadah yang terbuka bagi aspirasi dan kepentingan dari

perusahaan-produsen tepung gandum/terigu utama di Indonesia maupun sebagai

penyambung lidah antara kepentingan sektor swasta maupun pemerintah, senantiasa

berpendapat bahwa industri nasional pasti akan dan telah mampu bersaing dengan pihak

manapun juga, baik di pasar dalam negeri maupun dalam pasar negara tujuan ekspor,

sepanjang sistem perdagangan yang melandasinya berlangsung secara tanpa tekanan dan

adil secara proporsional. Sehingga pada dasarnya, salah satu persyaratan mutlak bagi

keberkesinambungan dan keberkelajutan industri nasional tepung gandum/terigu, adalah

terselanggara-nya sistem dan praktek perdagangan yang sehat, wajar dan adil, dan bukan

akibat perbuatan curang, sehingga memberikan dampak positif bagi berbagai kepentingan

yang ada.

Demikian beberapa hal yang perlu disampaikan sebagai bahan pertimbangan pemerintah.

Diharapkan bahwa, sekalipun tidak ada lagi tata niaga dalam produksi dan perdagangan

tepung gandum/terigu sebagaimana sebelumnya diselenggarakan oleh BULOG, tetap terjalin

sinergi dan interaksi simbiosis antara kepentingan konsumen, produsen, distributor dan

pemerintah, sehingga tercipta industri dalam negeri yang efisien, efektif, dan berkelanjutan.

Kondisi tersebut setiap saat dapat berubah apalagi apabila terjadi praktek perdagangan curang;

36

Produk tepung gandum/terigu domestik telah mampu bersaing dengan produk impor di pasar

domestik, maupun bersaing dengan produk lain di pasar tujuan ekspor.

Jakarta, Nopember 2014