BAB I PENDAHULUAN Latar Belakangetheses.iainkediri.ac.id/805/2/903301309-bab1.pdf · 1 BAB I...

18
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber paling utama dalam Islam adalah al-Qur`an, 1 yang merupakan sumber pokok bagi aqidah, ibadah, etika, dan hukum. Dan hadis Nabi menempati otoritas kedua setelahnya. 2 Al-Qur`an berfungsi sebagai petunjuk jalan yang sebaik-baiknya bagi segenap umat manusia demi tercapainya kebahagian dan keselamatan dalam hidup mereka. Hal itu berarti misi yang paling terpenting dari al-Qur`an adalah memberikan tuntunan bagi manusia mengenai apa-apa yang seharusnya ia perbuat dan ia tinggalkan dalam kehidupan kesehariannya. 3 1 Al-Qur`an adalah kalam Allah SWT, yang diturunkan dalam bentuk kata dan makna, dan secara keseluruhan bersifat autentik dalam otoritas Ilahi. Yang keotentikannya dijamin oleh Allah SWT, dan ia adalah kitab yang selalu dipelihara sebagaimana firmannya: Innā nah}nu nazzalnā al-dhikra wa innā lahu lah}āfiz}ūn (sesungguhnya kami menurunkan al-Qur`an dan kamilah pemelihara- pemeliharanya), QS. (15): 9. Muhammad Abdul Halim, Memahami al-Qur`an: Pendekatan Gaya dan Tema, terj. Rofik Suhud (Bandung: Marja`, 2002), 21. Disamping itu, periwayatan ayat-ayat al-Qur'an berlangsung secara mutawātir. Istilah mutawātir secara bahasa berarti tatābu' (berurutan). Sedangkan dalam terminologi 'Ulūm al-Hadīth, istilah mutawātir adalah berita yang diriwayatkan oleh orang banyak pada setiap tingkatan mulai dari tingkat sahabat hingga mukharrij yang menurut ukuran rasio serta kebiasaan, mustahil para periwayat yang jumlahnya banyak tersebut, bersepakat untuk berdusta. Lihat S}ubh}i al-S}ālih}, 'Ulūm al-Hadīth wa Mus}t{alah}uhu (Beirut: Dar al-'Ilm li al-Malayin, 1997), 146. Mah}mūd al-ah}ān, Taisīr Mus}alah} al-Hadīth, (Surabaya: Shirkah Bungkul Indah, 1985), 18. sedangkan hadis Nabi diriwayatkan sebagiannya secara mutawātir dan sebagian lainnya diriwayatkan secara āh}ad. Istilah āh}ad dalam 'Ulūm al-Hadīth memiliki pengertian berita yang disampaikan oleh orang perorang yang tidak sampai pada derajat mutawātir. Oleh karenanya, al-Qur'an memiliki kedudukan qa'ī al-wurūd sedangkan hadis Nabi sebagiannya berkedudukan qaal-wurūd dan sebagian lainnya bahkan yang terbanyak berkedudukan annī al-wurūd. Maksud dari qa'ī al-wurūd atau qa'ī al-thubūt adalah kebenaran beritanya absolut (mutlak), sedangkan annī al- wurūd atau annī al-thubūt adalah tingkatan kebenaran dari beritanya adalah nisbī (relatif). Lihat al-Shāibī, al-Muwāfaqāt fī usūl al-Sharī'ah (Mesir: al-Maktabah al-Tijariyyah al-Kubra, t.t), 3: 15-16. 2 Ibid. 3 Miftahul Huda, al-Qur`an dalam Perspektif Etika dan Hukum (Yogyakarta: TERAS, 2009), 105.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN Latar Belakangetheses.iainkediri.ac.id/805/2/903301309-bab1.pdf · 1 BAB I...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakangetheses.iainkediri.ac.id/805/2/903301309-bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber paling utama dalam Islam adalah al-Qur`an,1 yang

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sumber paling utama dalam Islam adalah al-Qur`an,1 yang merupakan

sumber pokok bagi aqidah, ibadah, etika, dan hukum. Dan hadis Nabi menempati

otoritas kedua setelahnya.2 Al-Qur`an berfungsi sebagai petunjuk jalan yang

sebaik-baiknya bagi segenap umat manusia demi tercapainya kebahagian dan

keselamatan dalam hidup mereka. Hal itu berarti misi yang paling terpenting dari

al-Qur`an adalah memberikan tuntunan bagi manusia mengenai apa-apa yang

seharusnya ia perbuat dan ia tinggalkan dalam kehidupan kesehariannya.3

1 Al-Qur`an adalah kalam Allah SWT, yang diturunkan dalam bentuk kata dan makna, dan secara

keseluruhan bersifat autentik dalam otoritas Ilahi. Yang keotentikannya dijamin oleh Allah SWT, dan

ia adalah kitab yang selalu dipelihara sebagaimana firmannya: Innā nah}nu nazzalnā al-dhikra wa

innā lahu lah}āfiz}ūn (sesungguhnya kami menurunkan al-Qur`an dan kamilah pemelihara-

pemeliharanya), QS. (15): 9. Muhammad Abdul Halim, Memahami al-Qur`an: Pendekatan Gaya dan

Tema, terj. Rofik Suhud (Bandung: Marja`, 2002), 21. Disamping itu, periwayatan ayat-ayat al-Qur'an

berlangsung secara mutawātir. Istilah mutawātir secara bahasa berarti tatābu' (berurutan). Sedangkan

dalam terminologi 'Ulūm al-Hadīth, istilah mutawātir adalah berita yang diriwayatkan oleh orang

banyak pada setiap tingkatan mulai dari tingkat sahabat hingga mukharrij yang menurut ukuran rasio

serta kebiasaan, mustahil para periwayat yang jumlahnya banyak tersebut, bersepakat untuk berdusta.

Lihat S}ubh}i al-S}ālih}, 'Ulūm al-Hadīth wa Mus}t{alah}uhu (Beirut: Dar al-'Ilm li al-Malayin,

1997), 146. Mah}mūd al-Tah}ān, Taisīr Mus}talah} al-Hadīth, (Surabaya: Shirkah Bungkul Indah,

1985), 18. sedangkan hadis Nabi diriwayatkan sebagiannya secara mutawātir dan sebagian lainnya

diriwayatkan secara āh}ad. Istilah āh}ad dalam 'Ulūm al-Hadīth memiliki pengertian berita yang

disampaikan oleh orang perorang yang tidak sampai pada derajat mutawātir. Oleh karenanya,

al-Qur'an memiliki kedudukan qat'ī al-wurūd sedangkan hadis Nabi sebagiannya berkedudukan qat'ī

al-wurūd dan sebagian lainnya bahkan yang terbanyak berkedudukan zannī al-wurūd. Maksud dari

qat'ī al-wurūd atau qat'ī al-thubūt adalah kebenaran beritanya absolut (mutlak), sedangkan zannī al-

wurūd atau zannī al-thubūt adalah tingkatan kebenaran dari beritanya adalah nisbī (relatif). Lihat

al-Shātibī, al-Muwāfaqāt fī usūl al-Sharī'ah (Mesir: al-Maktabah al-Tijariyyah al-Kubra, t.t), 3: 15-16. 2 Ibid. 3 Miftahul Huda, al-Qur`an dalam Perspektif Etika dan Hukum (Yogyakarta: TERAS, 2009), 105.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakangetheses.iainkediri.ac.id/805/2/903301309-bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber paling utama dalam Islam adalah al-Qur`an,1 yang

2

Dalam al-Qur`an, Allah SWT memberikan tuntunan bagaimana

seharusnya seseorang dalam kesehariannya untuk memperhatikan busana atau

pakaiannya menurut Islam. Demi menjaga kehormatan, harkat serta martabatnya,

dan terhindar dari perbuatan-perbuatan yang jauh dari norma-norma agama.

Namun seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, mode4 busana

saat ini berkembang dengan pesat, walaupun kadang kala mode tersebut tidak

sesuai dengan tata cara berbusana yang baik, namun mode tetap bergulir dari

waktu ke waktu yang tidak bisa dihindarkan.

Setiap mode yang muncul selalu saja ada yang pro dan kontra, apalagi

Indonesia yang terdiri dari bermacam macam suku dan keyakinan, yang masing-

masing mempunyai busana yang beraneka ragam. Bagi masyarakat yang terlalu

kaku dan fanatik dengan tata cara aturan berbusana, tentu akan sulit mengikuti

perkembangan mode. Hal ini masih dianggap wajar, karena tanpa disadari mode

tersebut sebagian besar dipengaruhi oleh mode yang datang dari manca negara

yang mungkin akan besar pengaruhnya terhadap kepribadian seseorang.5

Sedangkan dalam Islam, pakaian menempati posisi yang signifikan

terhadap pembentukan kepribadian dan karakter muslim yang taqwa. Urgensi

pakaian nampak, ketika Islam memerintahkan agar setiap laki-laki maupun

perempuan menutupi aurat pada pelaksanaan ibadah, seperti shalat, dan dalam

4 Mode adalah cara, bentuk yang terbaru pada waktu tertentu. Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia

(Jakarta: Balai Pustaka, 1989), 589. 5 http://jakartagrosir.com/perkembangan-mode-pakaian-blog-56.html. diakses tgl 21 April 2012.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakangetheses.iainkediri.ac.id/805/2/903301309-bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber paling utama dalam Islam adalah al-Qur`an,1 yang

3

pergaulan sehari-hari.6 Selain sebagai penutup aurat, pakaian juga menjadi

simbol karakter atau watak yang memakainya.7 Dalam al-Qur`an, Allah SWT

menyebutkan pakaian dengan kata libās8, dan beberapa kata yang menjadi

sinonimnya.9

Kata libās tersebut, tidaklah semuanya mempunyai arti yang sama, yakni

pakaian yang berfungsi sebagai penutup aurat. Namun lebih dari itu Allah SWT

memberikan arti dan maksud yang berbeda-beda. Sebagaimana ayat:

فث إلى نسآئكم هن يام الر لباس لكم وأنتم لباس لهن أحل لكم ليلة الص

“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan

isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah

pakaian bagi mereka”.10

Dari ayat di atas, tentunya tidaklah sesuai bila kata libās diartikan sebagai

pakaian yang biasa dipakai oleh manusia berupa kain atau yang lainnya sebagai

penutup badan. Sehingga bagi kita, membutuhkan beberapa penafsiran ulama`,

guna membantu memahami ayat-ayat al-Qur`an.

6 Abd al-Rahmān al-Jazīrī, al-Fiqh alā al-Madhāhib al-Arba`ah, vol 2, (Istambul: Waqf al Ikhlās,

1990), 191-192. Di kutip dalam A. Halil Thahir, Jilbab dan Hijab (Kediri: Stain Press, 2009), 1. 7 Abdul Halim Syuqqah, Kebebasan Wanita, vol 4, terj. As`ad Yasin (Jakarta: Gema Insani Press,

1997), 27. Dikutip kembali dalam Ibid. 8 Kata libās diulangi sebanyak 10 kali, yaitu di dalam QS. al-Baqarah (2): 187 (2 kali), QS. al-A`raf

(7): 26 (2 kali) dan 27, QS. al-Nah}l (16): 112, QS. al-Furqān (25): 47, QS. al-H}ajj (22): 23, QS.

Fāt}ir (35): 33, serta QS. al-Nabā` (78): 10. 9 Yaitu kata thaub, sarābīl, dalam istilah khusus bagi orang wanita yaitu hijāb, jilbāb, khimār. 10 QS. al-Baqarah (2): 187. Dan beberapa kata libās yang sesuai dengan ayat ini, yaitu: QS. al-A`raf

(7): 26. QS, al-Nah}l (16): 112, QS. al-Furqān ( 25): 47, QS. al-Nabā`(78): 10. Untuk kata libās yang

menunjukkan pakaian penduduk surga terdapat dalam QS. al-H{ajj (22): 23, dan QS.Fāt{ir (35): 33.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakangetheses.iainkediri.ac.id/805/2/903301309-bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber paling utama dalam Islam adalah al-Qur`an,1 yang

4

Dalam al-Qur`an, Allah SWT juga menegaskan tentang beberapa fungsi

dan macam-macam pakaian. Dan sebagian ulama` menjadikannya, sebagai dasar

istimbāt} tentang aturan berpakaian yang ditetapkan dalam Islam. Terutama bagi

kaum wanita, Sebagaimana ayat:

وقل للمؤمنات يغضضن من أبصارهن ويحفظن فروجهن ولا

يبدين زينتهن إلا ما ظهر منها وليضربن بخمرهن على جيوبهن

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan

pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan

perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah

mereka menutupkan kain kerudung kedadanya”.11

Hingga saat ini, para mufassir masih berselisih pendapat mengenai maksud zīnah

(perhiasan) dan pengecualian dalam ayat tersebut.12 Dari sini, kita akan bisa

mengetahui betapa pentingnya memahami al-Qur`an dengan disertai penafsiran-

penafsiran para ulama`, guna membantu kita dalam memahami apa yang tersirat

dan tersurat dalam al-Qur`an.

Sebenarnya kajian terhadap al-Qur`an memang telah lama dilakukan dari

beberapa segi, terutama dalam bidang penafsirannya yang selalu mengalami

perkembangan dari waktu ke waktu. Fenomena tersebut merupakan tanda dari

adanya semangat dan keinginan umat Islam untuk dapat mendialogkan al-Qur`an

11 QS. al-Nūr (24): 31. 12 Quraish Shihab, Wawasan al-Qur`an (Bandung: Mizan, 2003), 172-178. Bagi Imam al-Qurtubī

perhiasan di atas terbagi atas perhiasan yang berupa asal penciptaan (zīnah khilqiyyah). dan perhiasan

yang berupa hasil dari sebuah upaya (zīnah muktasabah). Lihat Abū `Abdillāh Muh{ammad al-

Qurtubī, Tafsir al-Jāmi` li Ah}kāmi al-Qur`ān ( Beirut: dār al-Fikr, t.th), 12: 229.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakangetheses.iainkediri.ac.id/805/2/903301309-bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber paling utama dalam Islam adalah al-Qur`an,1 yang

5

sebagai teks (nas}) yang memiliki keterbatasan dengan perkembangan problem

sosial yang dihadapi sebuah konteks (waqā`i). Hal itu juga merupakan satu

implikasi dari pandangan theologis umat Islam yang meyakini bahwa al-Quran

itu selalu cocok untuk setiap waktu dan tempat.13

Dalam perkembangan tafsir di atas, tafsir diklasifikasikan dalam segi

sumbernya, terbagi menjadi dua, yaitu: tafsir bi al-ma`thūr,14 bi al-ra`y.15 Dalam

segi metodologinya, terdapat empat metode, yaitu: Tah}līlī,16 ijmālī,17 muqārin.18

dan mawd}ū`ī.19 Sedangkan dalam segi corak penafsirannya, muncul corak tafsir

13 Abdul Mustaqim dan Sahiron Syamsuddin, Studi al-Qur`an Kontemporer: wacana baru berbagai

metodologi tafsir (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002), 9. 14 Sebagaimana yang dijelaskan oleh Abd. Hayyi al-farmawi yaitu penafsiran al-Qur`an yang

mendasarkan pada penjelasan al-Qur`an sendiri, penjelasan Nabi, penjelasan para sahabat menurut

ijtihadnya, dan pendapat tabi`in. Lihat Rasihon Anwar, Ilmu Tafsir (Bandung: Pustaka Setia, 2005), 143. 15 Tafsir yang penjelasannya diambil berdasarkan ijtihad dan pemikiran mufassir setelah mengetahui

bahasa arab dan metodenya, dalil hukum yang ditunjukkan, serta problema penafsiran, seperti asbā al-

nuzūl, dan nāsikh mansūkh. Lihat Ibid., 151. 16 Menjelaskan ayat-ayat al-Qur`an dengan meneliti aspeknya dan menyingkap seluruh maksudnya,

mulai dari uraian-uraian makna kosa kata, makna kalimat, maksud setiap ungkapan, kaitan antar

pemisah (munāsabah), dengan bantuan asbāb al-nuzūl, riwayat-riwayat yang berasal dari Nabi SAW,

sahabat dan tabi`in. Lihat Ibid., 159. 17 Penafsiran al-Qur`an secara singkat dan global tanpa uraian panjang lebar, dengan cara mufassir

menjelaskan sebatas artinya tanpa menyinggung hal-hal lain selain arti yang dikehendaki. Hal ini

dilakukan ayat demi ayat, surah demi surah, sesuai urutan mushaf, setelah itu mengemukakan inti

dalam kerangka uraian yang mudah. Lihat Said Agil Husin Al Munawwar, al-Qur`an Membangun

Tradisi Kesalehan Hakiki (Jakarta: Ciputat Press, 2002), 71. 18Menafsirkan dengan cara mufassir mengambil beberapa ayat al-Qur`an, kemudian mengemukakan

penafsiran para ulama` tafsir terhadap ayat-ayat tersebut, dan membandingkan segi-segi dan

kecenderungan masing-masing dalam menafsirkan al-Qur`an. Lihat Ibid., 72. 19 Merupakan penafsiran al-Qur’an dengan menggunakan metode penyusunan ayat-ayat al-Qur’an

dalam sebuah tema atau judul. Atau bisa diartikan dengan menafsirkan al-Qur`an dengan cara

menetapkan satu topik tertentu dengan jalan menghimpun seluruh atau sebagian ayat-ayat dari

beberapa surat yang berbicara tentang topik tersebut, untuk kemudian dikaitkan satu dengan lainnya,

sehingga pada akhirnya diambil kesimpulan menyeluruh tentang masalah tersebut menurut pendapat

al-Quran. Lebih lanjut lihat Anshari, LAL, Tafsir Bi al-Ra`y, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2010),

80-82.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakangetheses.iainkediri.ac.id/805/2/903301309-bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber paling utama dalam Islam adalah al-Qur`an,1 yang

6

sūfī,20 falsafī,21 fiqhī,22 `ilmī,23 lughawī,24 adāb ijtimā`ī25.26 Dengan keberadaan

klasifikasi tersebut, diharapkan bisa memfokuskan bagi pengkaji tafsir untuk

memahami al-Qur`an sesuai dengan kebutuhan.

Dari sekian banyak mufassir ternama, seperti Imam Ibn Jarīr al-Tabarī

dengan tafsir al-Tabarī, Imam Ibn Kathīr dengan tafsir Ibn Kathīr, dan yang lain-

lainnya. dengan tafsir yang bercorak fiqh, Imam al-Qurtubī dalam kitab tafsirnya

al-Jāmi` li Ah}kāmi al-Qur`ān mengambil beberapa pendapat dari fuqaha` untuk

mengantarkan penafsirannya. Dalam mengawali penafsirannya, Imam al-Qurtubī

20 Penafsiran di mana seorang sufi berpegang teguh terhadap apa yang ada di dalam lubuk hatinya

yang paling dalam, dengan latihan jiwa dan menyingkap batin serta hati tanpa berhubungan dengan

dahir ayat. Lihat Ibid., 91. 21 Penafsiran al-Qur`an dengan kecenderungannya terhadap filsafat. penafsiran semacam ini biasanya

digunakan untuk mengjangkau maksud-maksud yang esensial dikandung ayat-ayat al- Qur`an yang

berbicara tentang fenomena wujud alam dan penciptanya. Lihat Ibid., 89-90. 22 Corak tafsir yang mufassirnya memperhatikan istimbāt} hukum shar`ī terhadap ayat-ayat yang

berkaitan dengan hukum shar`ī yang lima. Lihat Ibid., 91. 23 Tafsir yang menempatkan berbagai terminologi ilmiah dalam ajaran-ajaran tertentu al-Qur`an atau

berusaha mendeduksi berbagai ilmu serta pandangan-pandangan filosofisnya dari ayat-ayat al- Qur`an.

Tafsir ini dimunculkan atas asumsi bahwa al-Qur`an mengandung berbagai ilmu. Baik yang sudah ada

atau yang belum. Lihat M. Zaenal Arifin, Pemetaan Kajian Tafsir, (Kediri: Stain Press, 2010), 78. 24 Menafsirkan al-Qur`an dengan kecenderungan pendekatan dan analisa kebahasaan, cenderung untuk

menganalisa asal kata, bentuk lafad, asal usul lafad, lalu menggabungkan mulai dari bahasa, nahwu,

saraf, qirā`at, kemudian menjelaskan ayat menggunakan bait-bait shi`r Arab. Dan dilandasi prinsip-

prinsip perkembangan bahasa arab. Lihat Anshari, Tafsir Bi al Ra`y, 88. 25 Corak penafsiran yang menekankan penjelasan tentang aspek-aspek yang terkait dengan ketinggian

gaya bahasa al-Qur’an (balāghah) yang menjadi dasar kemukjizatannya. Atas dasar itu mufassir

menerangkan makna-makna ayat-ayat al-Qur’an, menampilkan Sunnatullah yang tertuang di alam raya

dan sistem-sistem sosial, sehingga ia dapat memberikan jalan keluar bagi persoalan kaum muslimin

secara khusus, dan persoalan umat manusia secara universal sesuai dengan petunjuk yang diberikan

oleh al-Qur’an. 26 Rasihon, Ilmu Tafsir, 143-173. Namun bagi sebagian peneliti tafsir, pemetaan yang seperti di atas di-

rasa kurang tepat. Sebagaimana yang dilakukan oleh M.F. Zenrif dalam bukunya Sintesis Paradigma

Studi Al-Qur`an . Ia memetakan sebagai berikut: Metode tafsir dilihat dari sumbernya ada tiga yakni,

tafsir bi al-ma`thūr, bi al-ra`y, dan tafsir muqārin. Sedangkan bila dilihat dari pengumpulan datanya

ada dua yakni, tafsir tah{līlī, mawd{ū`ī. dan kalau dilihat dari paradigma penafsirannya ada tafsir shūfī,

fiqhī, falsafī, `ilmī, adābī. Untuk metode analisisnya terbagi atas tafsir ijmālī dan tafsīlī. Lihat M.F.

Zenrif, Sintesis Paradigma Studi Tafsir (Malang: UIN-Malang press, 2008), 50.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakangetheses.iainkediri.ac.id/805/2/903301309-bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber paling utama dalam Islam adalah al-Qur`an,1 yang

7

terlebih dahulu mengkaji dari segi pemahaman lughāwī-nya. Yang kemudian

beliau menuju pada makna teknis (shar`ī). Bagaimana pengamalannya oleh Nabi

dan para sahabatnya27 terhadap ayat-ayat al-Qur`an yang berkaitkan dengan

kasus yang sedang dihadapi. Karena itulah ketika beliau menafsirkan juga

mengikutkan ayat-ayat lain yang berbicara seputar kasus dan peristiwa-peristiwa

yang terjadi sebagai latar belakang turunnya sebuah ayat (asbāb al-nuzūl).28

Sebagai contoh, ketika beliau menafsirkan surat al-A`raf (7): 26:

لباسا يواري سوآتكم وريشا ولباس يا بني آدم قد أنزلنا عليكم

لعلهم يذكرون التقوى ذلك خير ذلك من آيات الل

“Hai anak Adam sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu

pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan

pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah

sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka

selalu ingat”.

Imam al-Qurtubī menyatakan, bahwa sebagian ulama` menjadikannya sebagai

ayat atas perintah kewajiban bagi setiap manusia untuk menutupi auratnya.

Namun sebagian yang lain menolaknya. Begitu juga beliau mengambil beberapa

pendapat fuqaha` atas kadar aurat yang wajib ditutupi.29 Karena inilah tidak

berlebihan bila al-Imām al-Ẓahabī mengatakan “sesuatu yang terbaik dari Imam

al-Qurtubī adalah dia tidak fanatik terhadap madhhab Mālikī yang dianutnya,

27 Sehingga dalam menafsirkan sebuah ayat Imam al-Qurtubī juga menyertakan hadis juga athār

sahabat sebagai pendukung penafsirannya. 28 Ibid. 29 al-Qurtubī, Tafsir al-Jāmi` li Ah}kāmi al-Qur`ān ( Beirut: dār al-Fikr, t.th), VII: 163.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakangetheses.iainkediri.ac.id/805/2/903301309-bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber paling utama dalam Islam adalah al-Qur`an,1 yang

8

tapi ia berjalan bersama dalil. Sehingga ia sampai pada suatu pendapat yang ia

anggap benar, siapapun yang mengatakannya, ia tidak peduli.30

Dengan melihat tafsir yang disuguhkan dalam kitab tafsir al-Qurtubī yang

berupa pemikiran (al-ra`y) dengan menggunakan metode analitis (tah}līlī)31,

nampaknya perlu untuk diadakan analisa secara tafsir mawdū`ī dalam memahami

kata libās dalam al-Qur`an, agar menghasilkan pemahaman yang komprehensif.

Sebab metode mawdū`ī mempunyai beberapa kelebihan yang tidak dimiliki oleh

metode lainnya, diantaranya: Mampu memecahkan problem sosial dengan

bimbingan al-Qur`an, dan kesimpulan yang dihasilkan mudah untuk difahami.

Hal ini disebabkan, karena ia membawa pembaca kepada petunjuk al-Qur`an

tanpa mengemukakan berbagai pembahasan terperinci dalam satu disiplin ilmu.32

Dari sini dirasa sangat penting pendekatan secara tafsir tematik. Karena dewasa

ini, pakaian dianggap sebuah simbol petunjuk aliran-aliran tertentu dalam Islam,

yang terkadang menimbulkan keresahan dalam masyarakat .

Namun bagi seorang muslim, keimanan yang hanya dibalut dengan

simbol-simbol tidaklah cukup. Orang yang telah beriman harus disempurnakan

dengan amal dan ibadah yang baik, serta perilaku terpuji (al-akhlāk al-

30 al-Imām al-Ẓ{ahabī, al-Tafsīr wa al-Mufassirūn (CD-ROM, al-Maktabah al-Shāmilah, Digital), IV:

173-174. 31 Nasruddin, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, 418-419. 32 Anshari, LAL, Tafsir bi al-Ra`y, 85.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakangetheses.iainkediri.ac.id/805/2/903301309-bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber paling utama dalam Islam adalah al-Qur`an,1 yang

9

kari>mah).33 Dengan simbol pakaian, tidaklah berhak bagi seseorang untuk

menjustifikasi lainnya dengan vonis bid`ah, menganggap dirinya lebih menjalani

pesan al-Qur`an atau memvonis lainnya dengan tuduhan tidak bisa menangkap

kandungan pesan al-Qur`an. Sebagaimana di indonesia dengan penduduknya

yang sangat kompleks, alangkah bijaksananya kita saling mengahargai satu sama

lainnya. Paling tidak ini-lah yang diharapkan dalam penelitian ini. Dengan judul

“Libās dalam al-Qur`an (Studi Kitab Tafsir al-Jāmi` li Ah}kāmi al-Qur`ān

Karya Imam al-Qurtubī)”.

B. Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan

beberapa permasalahan pokok yang menjadi obyek kajian dalam penelitian ini,

yakni:

1. Bagaimanakah penafsiran libās dalam al-Qur`an menurut Imam al-Qurtubī

dalam kitab tafsir al-Jāmi` li Ah}kāmi al-Qur`ān ?

2. Bagaimana konsep libās bagi laki-laki dan perempuan menurut Imam al-

Qurtubī ?

3. Sebutkan kontribusi dari pemaknaan Imam al-Qurtubī tentang libās ketika

dihadapkan dengan perkembangan trend mode pakaian masa kini ?

33 Syaikh Idahram, Ulama` Sejagat Menggugat Salafi Wahabi (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2011),

11.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakangetheses.iainkediri.ac.id/805/2/903301309-bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber paling utama dalam Islam adalah al-Qur`an,1 yang

10

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui penafsiran tentang kata libās dalam al-Qur`an menurut

Imam al-Qurtubī yang diaplikasikan dalam kajian tafsir tematik.

2. Untuk mengetahui konsep pakaian bagi laki-laki dan perempuan menurut

Imam al-Qurtubī .

3. Untuk mengetahui kontribusi dari penafsiran Imam al-Qurtubī tentang libās

dalam al-Qur`an ketika dihadapkan pada perkembangan pakaian masa kini.

D. Kegunaan penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat atau

kegunaan sebagai berikut:

1. Dapat memberikan kontribusi pemikiran tentang pemahaman kata libās

dalam al-Qur`an secara komprehensif.

2. Untuk menambahkan wawasan terhadap kajian al-Qur`an dan penafsirannya

dalam menyikapi perkembangan masyarakat dan budayanya terhadap trend

mode pakaian yang semakin jauh dari nilai agama.

3. Secara subtantif untuk memberikan gambaran penafsiran Imam al-Qurtubī

tentang kata libās dalam al-Qur`an dengan kitab tafsirnya yang bercorak

fiqh.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakangetheses.iainkediri.ac.id/805/2/903301309-bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber paling utama dalam Islam adalah al-Qur`an,1 yang

11

E. Telaah Pustaka

Telaah pustaka pada umumnya untuk mendapatkan gambaran tentang

hubungan topik penelitian yang akan diajukan dengan penelitian sejenis yang

pernah dilakukan sebelumnya sehingga tidak terjadi pengulangan yang tidak

diperlukan.34 Telaah pustaka ini dimaksudkan sebagai salah satu kebutuhan

ilmiah yang berguna memberikan kejelasan dan batasan tentang informasi yang

digunakan sebagai khazanah pustaka, terutama yang berkaitan dengan tema yang

sedang dibahas.

Banyak diantara karya-karya penulis saat ini yang sekilas membahas

tentang tema ini, diantaranya:

1. Wawasan al-Qur`an tentang pakaian yang ditulis oleh Quraish Shihab.

Dalam buku ini dipaparkan tentang kata libās dan term-term yang semakna

dengannya. Berikut fungsi pakaian dalam al-Qur`an dan pendapat beberapa

ulama` klasik dan kontemporer mengenai pakaian seorang wanita. Dan

beliau kupas juga dalam kitab tafsir al-misbah. Ketika menafsirkan QS. al-

Nūr (24): ayat 31.

2. Libas Shahrur yang ditulis oleh Udin Safala dan Menggugat Otentitas Jilbab

dan Hijab Konsep Berpakaian ala Syahrur yang ditulis oleh A. Halil Thahir.

Dari dua buku tersebut dijelaskan tentang beberapa konsep serta metodologi

sahrur dalam menafsirkan ayat-ayat yang menjelaskan tentang pakaian

34 Abudin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), 125.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakangetheses.iainkediri.ac.id/805/2/903301309-bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber paling utama dalam Islam adalah al-Qur`an,1 yang

12

wanita. Yang nantinya dari pemikiran Shahrur ini, harapan penulis ada nilai

tersendiri dari penafsiran Imam al-Qurtubī dalam menafsirkan tentang libās.

3. Kitab Tafsir Jāmi` al-Bayān fī ta`wīli al-Qur`ān Karya al-Imām Ibn Jarīr al-

T}abari. Dalam kitab ini, beliau menafsirkan kata libās dengan beberapa

riwayat hadīth dan athār, serta menyebutkan perbedaan di antara ulama`

terutama dalam hal Qirā`ah (bacaan). Sesuai kecenderungan kitab ini, yaitu

pada penafsiran bi al-ma`thūr. Sehingga dalam menafsirkan al-Qur`an

mendahulukan pada pemahaman tekstualnya.

Selain buku-buku tersebut, cukup banyak buku yang menjelaskan masalah

libās (pakaian) namun masih secara umum atau terfokus pada pembahasan hijab,

cadar, jilbab, bagi seorang wanita. Sepanjang yang penulis ketahui dari buku-

buku yang ada, belum ada buku yang membahas tentang libās dalam al-Qur`an

menurut penafsiran Imam al-Qurtubī yang dikaji dengan metode tafsir tematik.

F. Landasan Teori

Dalam sebuah penelitian ilmiah, kerangka teori sangat diperlukan antara

lain untuk membantu memecahkan dan mengidentifikasi masalah yang diteliti.

Selain itu, kerangka teori juga dipakai untuk memperlihatkan ukuran-ukuran atau

kriteria yang dijadikan dasar untuk membuktikan sesuatu.35 Dari sini penulis

merasa penting sebelum mengadakan penelitian untuk menyebutkan beberapa

35 Teuku Ibrahim Alfian, Dari Babad dan Hikayat Sampai Sejarah Kritis (Yogyakarta: Gajah Mada

University Press, 1987), 4. Kutipan ini, dikutip kembali dalam Abdul Mustaqim, Epistimologi Tafsir

Kontemporer (Yogyakarta: LKiS Group, 2012), cet. II, 20.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakangetheses.iainkediri.ac.id/805/2/903301309-bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber paling utama dalam Islam adalah al-Qur`an,1 yang

13

langkah sebagai pisau analisa. Adapun landasan teori yang digunakan penulis

adalah menggunakan teori pemahaman al-Qur`an dengan metode tafsir mawdū`ī.

Adapun dalam penerapan metode mawd}ū’ī, secara bertahap akan dipaparkan

berdasarkan metode tafsir mawd}ū’ī Abd al-Hayy al-Farmawy (1977)

sebagaimana berikut:

1. Menetapkan masalah yang akan dibahas (topik).

2. Menghimpun ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut.

3. Menyusun runtutan ayat sesuai dengan turunnya disertai dengan

pengetahuan tentang asbab al-nuzul.

4. Memahami muna>sabah ayat-ayat tersebut dalam surat masing-masing.

5. Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna (out line).

6. Melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis yang relevan dengan pokok

pembahasan.

7. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan

menghimpun ayat yang mempunyai pengertian yang sama atau

mengompromikan antara ayat yang ’a m dan yang khas, mutlaq dan

muqayyad, atau yang pada lahirnya bertentangan sehingga kesemuannya

bertemu dalam satu muara, tanpa perbedaan dan atau pemaksaan.36

Dengan demikian dalam memahami al-Qur`an bisa konsentrasi dan

mendapatkan pengertian secara komprehensif.

36 Rosihan Anwar, Ilmu Tafsir (Bandung: Pustaka Setia,tt) 161.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakangetheses.iainkediri.ac.id/805/2/903301309-bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber paling utama dalam Islam adalah al-Qur`an,1 yang

14

G. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara bagaimana peneliti mencapai tujuan atau

memecahkan masalah. Metode penelitian merupakan hal yang sangat penting

dalam sebuah penelitian karena berhasil tidaknya suatu penelitian sangat

ditentukan oleh bagaimana peneliti memilih metode yang tepat.37 Adapun

metodologi adalah serangkaian metode yang saling melengkapi yang digunakan

dalam melakukan penelitian.38 Guna mendapatkan hasil penelitian yang

sistematis dan ilmiah maka penelitian ini menggunakan seperangkat metode

sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research),

oleh karena itu, sumber data penelitian diperoleh dari kitab-kitab atau buku-

buku karya tokoh yang diteliti maupun referensi lain yang berupa buku,

artikel, thesis, skripsi, atau lainnya yang berkaitan dengan pokok pembahasan.

2. Data dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua yakni data primer dan

data sekunder. Adapun data primer yang menjadi sumber penelitian ini adalah

37 Suharsini Arikunto, Manajemen Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), 22. 38 Tim Penyusun Pedoman Penulisan Proposal dan Skripsi. Pedoman Penulisan Proposal dan Skripsi

Fak. Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin UIN Suka,

2002), 9.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakangetheses.iainkediri.ac.id/805/2/903301309-bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber paling utama dalam Islam adalah al-Qur`an,1 yang

15

kitab tafsir al-Jāmi` li Ah{kāmi al-Qur`ān Karya Imam al-Qurtubī .

Sedangkan data sekunder meliputi kitab-kitab maupun buku-buku atau

referensi lain yang berkaitan dengan masalah libās ataupun yang berkait

dengan tokoh yang dikaji dalam penelitian ini.

3. Metode Pengumpulan Data

Dalam hal ini penulis menggunakan metode dokumentasi, yaitu

mengumpulkan berbagai karya pustaka, artikel dan bentuk informasi lain yang

bersifat ilmiah dan mempunyai keterkaitan dengan tema karya ini.39

Berdasarkan sumber data di atas maka penulis mengumpulkan beberapa karya

tulis yang membicarakan tentang libās, yang kemudian dari data-data yang

terkumpul baik dari data primer maupun yang sekunder dianalisis dengan

menggunakan metode kualitatif, yaitu jenis penelitian yang menghasilkan

penemuan-penemuan yang tidak bisa dicapai dengan menggunakan prosedur-

prosedur atau cara lain dari kuantitatif (pengukuran).

4. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode content-analisis,

yakni peneliti menggambarkan dan menjelaskan konsepsi tentang penafsiran

Imam al-Qurtubī tentang kata libās dalam kitab tafsir al-Jāmi` li Ah}kāmi al-

Qur`ān yang kemudian penulis mengadakan analisis secara konseptual atas

39 Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Ilmiah: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka cipta,

1993), 202.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakangetheses.iainkediri.ac.id/805/2/903301309-bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber paling utama dalam Islam adalah al-Qur`an,1 yang

16

pandangan Imam al-Qurtubī yang cenderung pada corak penafsiran fiqh.

Sehingga dari hasil analisa tersebut bisa memberikan kesimpulan pokok

tentang pemahaman libās dari penafsiran Imam al-Qurtubī dibanding yang

lainnya.

Dari Penafsiran Imam al-Qurtubī tersebut kemudian ditelaah secara

kajian tafsir tematik. Sehingga bisa menghasilkan penafsiran kata libās

dalam al-Qur`an secara mendalam. Sebagaimana telah disebutkan bahwa

metode tafsir tematik mempunyai kelebihan dibandingkan yang lainnya.

H. Sistematika Pembahasan

Guna memberikan kemudahan bagi pembaca dalam memahami penelitian

ini, penulis berusaha mengklasifikasikan penyusunan pembahasan dengan

memisahkan antara ide pokok dengan substansi pembahasan, hal ini dilakukan

agar di dalam upaya menyusun kerangka pembahasan lebih teratur namun saling

bertautan antara bab yang pertama sampai bab yang terakhir. Adapun sistem

pemabahasan kali ini akan disajikan dalam enam bab dengan susunan

sebagaimana berikut:

Bab pertama, memuat bab pendahuluan, yang pada prinsipnya mencakup

latar belakang masalah, yang merupakan argumentasi di sekitar pentingnya

penelitian ini beserta perangkat-perangkatnya, kemudian diikuti dengan rumusan

masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, telaah pustaka, landasan teori,

Page 17: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakangetheses.iainkediri.ac.id/805/2/903301309-bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber paling utama dalam Islam adalah al-Qur`an,1 yang

17

metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Pada uraian ini merupakan

tonggak untuk dijadikan jembatan dalam menyusun skripsi dan sifatnya hanya

informatif.

Berlanjut kepada bab kedua, berisikan tentang pemahaman secara umum

terhadap libās dalam al-Qur`an . Di dalamnya akan dikupas mengenai pengertian

libās baik secara etimologi atau terminologi begitu juga ragam term yang

semakna dengan libās. Disempurnakan dengan penyebutan ayat-ayat al-Qur`an

tentang libās yang disertai dengan kronologi dan munāsabah ayat-ayat tersebut.

Bab ketiga, akan dibicarakan seputar biografi Imam al-Qurtubī , meliputi:

Nama dan kelahiran, guru-guru, murid-murid serta karya-karyanya, dan seputar

kitab al-Jāmi` li Ah{kām al-Qur`ān, yang meliputi: Metodologi kitab tafsir al-

Jami` li Ah{kām al-Qur`ān, karakteristik, juga sistematikanya.

Bab keempat, akan dibahas mengenai pandangan Imam al-Qurtubī

terhadap kata libās dalam al-Qur`an, yang di dalamnya menyingkap pengertian

aurat dan batasannya bagi laki-laki dan perempuan menurut Imam al-Qurtubī,

juga fungsi pakaian dalam al-Qur`an menurut Imam al-Qurtubī. Dengan

demikian akan diketahui secara detail pandangan Imam al-Qurtubī ketika

menafsirkan libās dan term yang menjadi sinonimnya dalam al-Qur`an.

Bab kelima, sebagai bab analisa dari bab empat. Dalam bab ini akan

diuraikan tentang uraian tentang etika dalam berpakaian bagi laki-laki dan

Page 18: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakangetheses.iainkediri.ac.id/805/2/903301309-bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber paling utama dalam Islam adalah al-Qur`an,1 yang

18

perempuan. Serta posisi dari pandangan Imam al-Qurtubī. Bila dibandingkan

dengan pandangan sebagian ulama`. Kemudian disempurnakan kontribusi

penafsiran libās dalam al-Qur`an menurut Imam al-Qurtubī dalam kitab al-

Jāmi` li Ah{kām al-Qur`ān terhadap perkembangan trend mode pakaian masa

kini.

Selanjutnya, penulis akan memberikan kesimpulan dari pemaparan terkait

dengan berbagai pembahasan yang tersimpul dari bab-bab sebelumnya, ke dalam

pembahasan pada bab keenam sebagai bab penutup dari penelitian ini, dengan

memberikan tulisan yang memuat uraian seputar kesimpulan dan saran.