BAB I PENDAHULUAN -...

19
1 BAB I PENDAHULUAN Komitmen organisasi selalu menjadi isu penting dalam dunia kerja, baik dalam organisasi profit maupun organisasi non profit. Hal ini penting sebab suatu organisasi akan menunjukan eksistensi dalam menjalankan roda organisasi secara efektif dan efisien sangat ditentukan oleh komitmen individu terhadap organisasi tersebut. Dengan demikian, komitmen organisasi menjadi fenomena yang menarik untuk dikaji guna mengetahui sejauh mana individu menyatakan komitmennya bagi organisasi. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, maka pada bab ini penulis akan menguraikan pentingnya komitmen organisasi yang difokuskan pada komitmen pendeta bagi Gereja Protestan Maluku. 1.1 Latar Belakang Pesatnya arus globalisasi memberikan dampak bagi peningkatan kompleksitas tantangan serta munculnya persaingan yang lebih kompetitif dalam berbagai bidang kehidupan manusia, salah satunya adalah dalam bidang organisasi. Menurut Suwatno dan Priansa (2011), salah satu dampak yang paling nyata adalah dunia kerja di Indonesia berkembang dengan sangat pesat, baik dalam organisasi sektor formal maupun informal. Kondisi ini menuntut setiap organisasi kerja di dalam negeri untuk membenahi diri. Salah satu upaya yang dapat di lakukan untuk memenangkan persaingan adalah dengan mengelola dan mengembangkan sumber daya manusia secara tepat dan optimal.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN -...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9292/1/T2_832013013_BAB I.pdf · disiplin dan lamban dalam menyelesaikan tugas. Selain itu, rasa memiliki

1

BAB I

PENDAHULUAN

Komitmen organisasi selalu menjadi isu penting dalam dunia

kerja, baik dalam organisasi profit maupun organisasi non profit. Hal ini

penting sebab suatu organisasi akan menunjukan eksistensi dalam

menjalankan roda organisasi secara efektif dan efisien sangat ditentukan

oleh komitmen individu terhadap organisasi tersebut. Dengan demikian,

komitmen organisasi menjadi fenomena yang menarik untuk dikaji guna

mengetahui sejauh mana individu menyatakan komitmennya bagi

organisasi. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, maka pada bab ini

penulis akan menguraikan pentingnya komitmen organisasi yang

difokuskan pada komitmen pendeta bagi Gereja Protestan Maluku.

1.1 Latar Belakang

Pesatnya arus globalisasi memberikan dampak bagi peningkatan

kompleksitas tantangan serta munculnya persaingan yang lebih

kompetitif dalam berbagai bidang kehidupan manusia, salah satunya

adalah dalam bidang organisasi. Menurut Suwatno dan Priansa (2011),

salah satu dampak yang paling nyata adalah dunia kerja di Indonesia

berkembang dengan sangat pesat, baik dalam organisasi sektor formal

maupun informal. Kondisi ini menuntut setiap organisasi kerja di dalam

negeri untuk membenahi diri. Salah satu upaya yang dapat di lakukan

untuk memenangkan persaingan adalah dengan mengelola dan

mengembangkan sumber daya manusia secara tepat dan optimal.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9292/1/T2_832013013_BAB I.pdf · disiplin dan lamban dalam menyelesaikan tugas. Selain itu, rasa memiliki

2

Pada suatu kesempatan, Darwito (2008) menjelaskan bahwa

sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat penting dan utama

sebagai penggerak dalam sebuah organisasi, baik organisasi dalam skala

besar maupun organisasi dalam skala kecil. Dengan kata lain, sumber

daya manusia dipandang sebagai unsur yang sangat menentukan

keberhasilan suatu organisasi untuk mencapai tujuannya. Hal ini

semakin dipertegas oleh Noermijati dan Risti (2010), bahwa

keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan yang telah

ditetapkan tidak dapat dilepaskan dari peran sumber daya manusia

karena sumber daya manusia bukan hanya semata-mata menjadi objek

pencapaian tujuan, tetapi sekaligus menjadi pelaku untuk mewujudkan

tujuan organisasi. Dengan demikian, setiap organisasi termasuk

organisasi gereja harus mampu mengembangkan sumber daya manusia

sehingga dapat menghasilkan tenaga kerja yang berkualitas. Adapun

kualitas sumber daya manusia pekerja yang memiliki pengaruh yang

kuat terhadap kinerja organisasi adalah komitmen (Robbins, 2001).

Ada beberapa fenomena yang menarik terkait dengan komitmen

pegawai bagi organisasi gereja. Salah satunya adalah komitmen pendeta

bagi Gereja Protestan Maluku. Berdasarkan data Laporan Umum

Pelayanan dan Keuangan Persidangan Majelis Pekerja Lengkap (MPL)

Sinode GPM tahun 2013, menunjukan ada beberapa fenomena yang

nampak terkait dengan komitmen pendeta bagi GPM. Secara positif,

pada tahun 2013 semua pendeta yang telah diangkat sebagai pegawai

organik menyatakan kesedianya untuk melayani jemaat-jemaat di

berbagai tempat yang selama ini mengalami kekosongan karena terisolir.

Dengan kata lain, semua jemaat yang berada di berbagai pelosok daerah

telah dapat terlayani dengan baik. Lebih lanjut dikatakan bahwa secara

umum, para pendeta tidak menunjukan sikap penolakan terhadap SK

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9292/1/T2_832013013_BAB I.pdf · disiplin dan lamban dalam menyelesaikan tugas. Selain itu, rasa memiliki

3

penempatan sekalipun wilayah pelayanannya berada jauh di daerah-

daerah pedalaman. Adanya kesediaan pendeta untuk melakukan

tanggung jawab pelayanan mengindikasikan bahwa pendeta memiliki

sikap komitmen bagi organisasi gereja. Hal ini berdampak positif bagi

kinerja organisasi yang dapat dilihat pada table 1.1 sebagai berikut:

Tabel 1.1

Data Pelaksanaan Program Pelayanan GPM Tahun 2013

NO DEP / NON DEP

JUMLAH REALISASI BELUM REALISASI

PROG KEG PROG % KEG % PROG % KEG %

1 Keesaan dan Hubungan Agama-Agama

16 53 14 87.5 41 77.36 2 12.5 12 22.64

2 PELPPEM 8 17 8 100 13 76.47 0 0 4 23.53

3 PIKOM 6 26 4 67 18 69.23 2 33 8 30.77

4 FINEK 7 15 4 57.14 12 80 3 42.86 3 20

5 RUMGA 1 15 1 100 10 66.67 0 0 5 33.33

6 LPJ 6 20 5 83.33 15 75 1 16.67 5 25

7 Balitbang 3 25 3 100 21 84 0 0 4 16

8 Ina Ama 1 7 1 100 4 57.14 0 0 3 42.86

9 LKAK Inahaha 1 9 1 100 9 100 0 0 0 0

10 Parpem 1 3 1 100 3 100 0 0 0 0

11 YPPK Dr. J. B. Sitanala

16 17 16 100 16 94.12 0 0 1 5.88

12 Yaperti 5 39 5 100 14 35.9 0 0 25 64.1

13 Tim Nyanyian Gerejawi

1 3 1 100 3 100 0 0 0 0

14 Percetakan 1 2 1 100 1 50 0 0 1 50

15 Rekomendasi MPL

66 51 77.28 15 22.72

16 Rekomendasi Sid. Sinode

38 35 92.11 3 7.89

Sumber: Laporan Umum Pelayanan dan Keuangan Persidangan MPL Sinode GPM tahun 2013

Data di atas menunjukan bahwa pada tahun 2013, berbagai

pogram pelayanan gereja yang ditetapkan berdasarkan visi dan misi

serta tujuan organisasi dapat terealisasi dengan baik, dengan persentase

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9292/1/T2_832013013_BAB I.pdf · disiplin dan lamban dalam menyelesaikan tugas. Selain itu, rasa memiliki

4

untuk semua program pelayanan pada masing-masing departemen/non

departemen sebesar 57,14 % - 100 %. Kondisi ini tidak terlepas dari

peran dan tanggungjawab pendeta untuk terlibat dalam pelaksanaan

program-program pelayanan GPM sebagai manifestasi dari sikap

komitmen terhadap organisasi tersebut.

Fenomena lain yang berkaitan dengan komitmen pendeta bagi

GPM adalah para pendeta masih diwarnai oleh hal-hal yang bersifat

negatif. Data Laporan Umum Pelayanan dan Keuangan MPL Sinode

GPM tahun 2013 tentang problematika pelayan di jemaat menunjukan

bahwa, sebagian pendeta memiliki perilaku yang tidak sesuai dengan

peraturan organik GPM antara lain: sering meninggalkan jemaat dalam

waktu yang cukup lama (lebih dari 2 minggu sesuai dengan peraturan

organik GMP) bahkan tanpa melalui prosedur perijinan surat perintah

jalan (SPJ) dari pimpinan klasis setempat; ketidakmampuan untuk

bekerjasama dengan sesama rekan pendeta dan juga dengan para

pemimpin dalam masyarakat; perilaku yang tidak etis seperti kekerasan

dan umpatan; rendahnya komitmen untuk melayani dan belajar

melengkapi diri dengan berbagai pengetahuan dan peraturan-peraturan

gereja yang berlaku. Adanya penyimpangan perilaku menyebabkan

beberapa pendeta harus mendapatkan sanksi organisasi. Data

menunjukan bahwa pada tiga tahun terakhir terjadi peningkatan

pemberian sanksi bagi para pendeta. Berikut ini adalah data pendeta

GPM yang mendapatkan sanksi organisasi dari tahun 2010 s/d tahun

2013.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9292/1/T2_832013013_BAB I.pdf · disiplin dan lamban dalam menyelesaikan tugas. Selain itu, rasa memiliki

5

Tabel 1.2

Data sanksi organisasi GPM Tahun 2010 – 2013

Sanksi

Organisasi

2011 2012 2013

Nop. 2010 s/d Okt.

2011

Nop. 2011 s/d Sep.

2012

Jan s/d Sep.

2013

Skorsing

Pecat

5 orang

-

10 orang

1 orang

13 orang

-

Total 5 11 13

Sumber: Laporan Umum Pelayanan dan Keuangan Persidangan MPL Sinode GPM

tahun 2012 & 2013

Atas dasar data empirik yang menunjukan adanya komitmen

yang positif dan negatif, dapat dikatakan bahwa ada masalah yang

terkait dengan komitmen organisasi beberapa pendeta GPM yang

berkaitan dengan sikap dan perilaku yang menyimpang dari nilai-nilai

organisasi. Oleh sebab itu, komitmen organisasi merupakan isu penting

yang perlu dikaji lebih lanjut. Seorang pegawai yang memiliki

komitmen yang tinggi terhadap organisasinya ditunjukan dengan

memberikan usaha yang besar secara sukarela bagi kemajuan organisasi,

dan menunjukan komitmennya pada tujuan-tujuan dan nilai-nilai

organisasi, serta mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk

berpartisipasi demi kemajuan organisasi. Komitmen organisasi yang

dimiliki oleh seorang pegawai membuatnya merasa mempunyai

tanggung jawab besar dengan bersedia memberikan segala

kemampuannya sehingga timbulnya rasa memiliki organisasi. Rasa

memiliki yang kuat ini akan membuat pegawai bekerja lebih giat dan

menghindari perilaku yang kurang produktif, seperti perilaku tidak

disiplin dan lamban dalam menyelesaikan tugas. Selain itu, rasa

memiliki yang kuat ini akan membuat pegawai merasa berguna dan

nyaman berada dalam organisasi (Yuwono, 2005).

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9292/1/T2_832013013_BAB I.pdf · disiplin dan lamban dalam menyelesaikan tugas. Selain itu, rasa memiliki

6

Pernyataan di atas didukung oleh penelitian dari Lee dan

Olshfski (Khan.,et al, 2010), bahwa komitmen organisasi menawarkan

janji yang patut dipertimbangkan dalam menggambarkan perilaku

positif. Selain itu, individu mengambil pekerjaan dengan

mengidentifikasi peran yang melekat pada pekerjaan yang ada pada

organisasi, sehingga mereka menjadi berkomitmen untuk melakukan

pekerjaan, dan berperilaku sesuai dengan harapan yang melekat pada

pekerjaan itu. Dengan demikian, komitmen merupakan suatu bentuk

loyalitas yang lebih konkrit yang dapat dilihat dari sejauh mana individu

mencurahkan perhatian, gagasan, dan tanggungjawab dalam upaya

mencapai tujuan organisasi (Alwi, 2001).

Adanya komitmen yang tinggi menunjukan kepatuhan bersedia

melakukan kebijakan organisasi, memiliki motivasi kerja yang tinggi,

dan kinerja yang positif (Meyer.,et al & Newstrom, dalam Olesia.,et al,

2013). Dengan demikian, komitmen pendeta bagi organisasi gereja

memberikan kontribusi yang produktif terhadap kinerja dan

produktifitas organisasi yang berkaitan dengan pelaksanaan program-

program pelayanan sesuai dengan visi, misi, dan tujuan gereja.

Pernyataan ini didukung oleh penelitian McIntos (Rimes, 2011), bahwa

komitmen pendeta bagi gereja berhubungan dengan tanggung jawab

pelayanan untuk tujuan, visi, dan nilai-nilai gereja dimana mereka

melayani. Komitmen menjadi penting bagi seorang pendeta dalam

membangun hubungan dengan staf gereja dan menghindari konflik yang

berpotensi menggangu keseluruhan visi dan pelayanan gereja.

Hal tersebut di atas mendorong penulis untuk melakukan

penelitian tentang komitmen pendeta bagi GPM dengan berbagai

pertimbangan antara lain; 1). Sebagai pegawai organik GPM, pendeta

bertanggungjawab penuh dalam pelaksanaan program-program

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9292/1/T2_832013013_BAB I.pdf · disiplin dan lamban dalam menyelesaikan tugas. Selain itu, rasa memiliki

7

pelayanan sesuai dengan visi, misi dan tujuan GPM. 2). Tanggungjawab

tersebut ditunjukan lewat perilaku yang sesuai dengan ketentuan dan

nilai-nilai organisasi, memiliki keyakinan untuk tetap mengabdikan diri

secara utuh terhadap organisasi, serta kepatuhan bersedia melakukan

kebijakan organisasi sebagai wujud dari sikap komitmennya terhadap

gereja. 3). GPM akan menunjukan eksistensi dalam menjalankan roda

organisasi secara efektif dan efisien sangat ditentukan oleh komitmen

organisasi pendeta.

Ada berbagai dampak dari komitmen organisasi. Secara positif,

pegawai yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi, yaitu pegawai

yang produktif sehingga pada akhirnya akan lebih menguntungkan bagi

organisasi (Greenberg & Baron, dalam Dewi, 2011). Ketika pegawai

memiliki komitmen organisasi yang tinggi, maka efektivitas organisasi

akan lebih tinggi (Arthur; Wood & De Menezes; Whitener, dalam

Nambudiri, 2012). Sementara itu, menurut Olesia.,et al (2013), orang-

orang yang berkomitmen biasanya akan memiliki catatan kehadiran

yang baik, menunjukkan kepatuhan bersedia untuk melakukan kebijakan

organisasi dan memiliki turnover yang lebih rendah. Demikian juga,

komitmen organisasi telah ditemukan memiliki dampak positif bagi

peningkatan motivasi dalam pekerjaan, kewarganegaraan organisasi,

serta kinerja yang lebih tinggi (Meyer.,et al; Newstrom; dan Wasti,

dalam Olesia, 2012). Pernyataan ini didukung oleh penelitian dari

Khan.,et al (2010); Fu dan Despane (2014), bahwa komitmen organisasi

memiliki dampak yang positif terhadap kinerja pegawai. Temuan ini

memberikan perhatian khusus bagi organisasi untuk lebih mendorong

peningkatan komitmen organisasi pegawai dalam menghadapi masalah

produktivitas dan peningkatan kinerja.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9292/1/T2_832013013_BAB I.pdf · disiplin dan lamban dalam menyelesaikan tugas. Selain itu, rasa memiliki

8

Sebaliknya, rendahnya komitmen pegawai bagi organisasi

menyebabkan sikap dan perilaku pegawai menjadi tidak baik dalam

pekerjaan sehingga berdampak pada kinerja yang buruk, dan rendahnya

motivasi kerja. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Boal dan Blau;

Martin dan Shore (Kumar & Eng, 2012), bahwa komitmen organisasi

pegawai yang rendah akan menyebabkan pekerjaan yang berhubungan

dengan sikap dan perilaku pegawai menjadi tidak baik atau buruk. Hal

ini akan menyebabkan kinerja yang buruk dan rendahnya motivasi

pegawai untuk melanjutkan pekerjaan mereka.

Komitmen organisasi yang rendah juga ditunjukan lewat sikap

beberapa pendeta untuk tidak lagi memiliki kelekatan dan melibatkan

diri dengan GPM. Beberapa pendeta memilih untuk menjadi PNS,

tenaga dosen, serta menjadi pendeta non organik (pelayan umum). Hal

ini mengindikasikan bahwa ada keinginan untuk berpindah (turnover

intention). Keinginan berpindah (turnover intention) digambarkan oleh

Abelson (Yessica, 2004) sebagai tindakan penarikan diri (withdrawal

cognition) yang meliputi adanya pikiran untuk keluar, keinginan untuk

mencari lowongan pekerjaan, mengevaluasi kemungkinan menemukan

pekerjaan di tempat lain, dan adanya keinginan untuk berpindah yang

belum diwujudkan dalam perilaku nyata. Pernyataan ini didukung oleh

penelitian dari Yessica (2004); Kumar dan Eng (2012), bahwa pegawai

yang memiliki tingkat komitmen organisasi rendah akan berdampak

pada keinginan untuk berpindah (turnover intention), sebaliknya ketika

komitmen organisasi tinggi, maka niat untuk berpindah menjadi rendah.

Sementara itu, penulis menduga ada beberapa faktor yang

memengaruhi komitmen organisasi, diantaranya dijelaskan oleh: Hodge

dan Anthony (Ristaniar, 2010), mengemukakan beberapa faktor yang

memengaruhi komitmen organisasi antara lain: kepuasan kerja,

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9292/1/T2_832013013_BAB I.pdf · disiplin dan lamban dalam menyelesaikan tugas. Selain itu, rasa memiliki

9

identifikasi dan keterlibatan kerja. Selain itu, Adeoye dan Torubelli

(2011); Akomolafe dan Olatomide (2013); serta Johar dan Shah (2014)

menyatakan, kecerdasan emosional juga menjadi faktor yang

memengaruhi komitmen organisasi. Sementara Mowday, Poters, dan

Steers (Prasetyo.,et al, 2005) menyatakan, faktor karakteristik personal

yang meliputi: usia, masa kerja, tingkat pendidikan, jenis kelamin, ras

serta kepribadian juga menjadi faktor penentu komitmen organisasi.

Dalam dunia kerja, kepuasan kerja pegawai merupakan salah

satu faktor yang turut memberikan kontribusi besar kepada organisasi.

Dengan demikian, tanggungjawab organisasi adalah berupaya

semaksimal mungkin untuk mengakomodir kebutuhan pegawai. Salah

satu cara untuk mengetahui apa yang dibutuhkan dan diharapkan oleh

pegawai adalah dengan mengetahui tingkat kepuasan kerja pegawai.

Selanjutnya, Mangkunegara (2002) menyatakan bahwa sebagian

pegawai akan merasa puas apabila ia mendapatkan apa yang

dibutuhkannya. Jadi, semakin besar kebutuhan pegawai terpenuhi,

makin puas pula pegawai tersebut. Begitu pula sebaliknya, makin sedikit

kebutuhan pegawai yang terpenuhi, pegawai tersebut akan merasa tidak

puas. Dengan demikian, dalam kaitannya dengan kepuasan kerja

pendeta, maka gereja perlu mengetahui kondisi bagaimana yang dapat

memberikan kepuasan kerja kepada pendeta. Hal ini bertujuan agar

gereja tersebut dapat melakukan prioritas dalam melakukan perbaikan

dan peningkatan kepuasan kerja bagi para pendeta.

Pada suatu kesempatan, Mowday.,et al (Ansel, 2013)

menyatakan bahwa semakin individu merasa puas akan pekerjaannya

sebagai refleksi dari tempat kerjanya, maka individu tersebut akan

semakin berkomitmen dengan pekerjaannya, akan lebih termotivasi

untuk hadir dalam organisasi, dan berusaha bekerja sebaik mungkin,

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9292/1/T2_832013013_BAB I.pdf · disiplin dan lamban dalam menyelesaikan tugas. Selain itu, rasa memiliki

10

loyal, lebih stabil, dan produktif sehingga lebih menguntungkan

organisasi. Hal yang sama juga dijelaskan oleh Mathis dan Jackson

(Sadeli & Prawira, 2001), bahwa orang-orang yang relatif puas dengan

pekerjaannya akan lebih berkomitmen terhadap organisasi dan lebih

mungkin untuk mendapatkan kepuasan yang lebih besar.

Ada berbagai hasil temuan dari para peneliti sebelumnya yang

menyatakan bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan yang positif

signifikan dengan komitmen organisasi diantaranya; penelitian Eftekhri

dan Sadegh (2013) terhadap 183 orang ahli penyuluhan pertanian di

propinsi Guilan, menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan

antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi pada tingkat 1% dengan

(sig = 0.000 ≤ 0.01). Hasil penelitian ini didukung oleh Suma dan Lesha

(2013), Al-Aameri (2000), Ravindranath.,et al (2014); Tella.,et al

(2007); dan Azeem (2010). Adanya hubungan antara kepuasan kerja dan

komitmen organisasi mengindikasikan bahwa pegawai akan

berkomitmen bagi organisasi apabila organisasi tersebut dapat

mengakomodir apa yang menjadi kebutuhan mereka. Jika kebutuhannya

dapat terpenuhi, maka pegawai akan memperoleh kepuasan dalam

bekerja sehingga mendorong mereka untuk tetap berkomitmen bagi

organisasi tersebut. Semakin pegawai merasa puas dalam pekerjaannya,

maka tingkat komitmen organisasi akan semakin tinggi. Demikian juga

sebaliknya, apabila pegawai mengalami ketidakpuasan dalam

pekerjaannya, maka komitmen organisasi akan semakin rendah,

sehingga berdampak pada kinerja dan produktifitas suatu organisasi.

Sebaliknya, ada beberapa hasil penelitian yang ditemukan

berbeda oleh para peneliti sebelumnya, seperti: Suki dan Suki (2011)

yang melakukan penelitian terhadap 112 pegawai sektor industri di

Labuana. Hasilnya, kepuasan kerja dan komitmen organisasi memiliki

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9292/1/T2_832013013_BAB I.pdf · disiplin dan lamban dalam menyelesaikan tugas. Selain itu, rasa memiliki

11

korelasi yang lemah (tidak kuat) dengan r = 0.575 pada tingkat

kepercayaan 90%. Demikian juga penelitian Curry.,et al (Malik.,et al,

2010), menemukan tidak ada hubungan yang signifikan antara kepuasan

kerja dengan komitmen organisasi. Temuan ini mengindikasikan bahwa

pada karakteristik organisasi tertentu, komitmen organisasi tidak selalu

berhubungan dengan seberapa puas atau tidak puas pegawai tersebut

dalam pekerjaanya. Orientasi pegawai terhadap pekerjaan yang

dilakukan dalam suatu organisasi tidak menempatkan aspek-aspek

kepuasan kerja sebagai hal yang utama. Artinya, kepuasan kerja bukan

menjadi syarat mutlak bagi pegawai untuk berkomitmen bagi organisasi

tersebut.

Selain kepuasan kerja, kecerdasan emosional juga turut

memengaruhi komitmen organisasi. Keberhasilan suatu organisasi tidak

terlepas dari kontribusi pegawainya dalam pekerjaan. Menurut Sani dan

Ghorbani (2012), keberhasilan pegawai dalam suatu situasi pekerjaan

apabila ia memiliki kecerdasan emosional yang baik. Jika pegawai

memiliki kecerdasan emosional yang baik, maka setiap masalah yang

dihadapi dalam pekerjaan dapat terselesaikan. Pegawai yang memiliki

kecerdasan emosional dapat melatih dirinya dan orang lain untuk

berkomitmen. Sementara itu, Goleman (Bakumawa, 2012) menyatakan

bahwa kemampuan untuk memahami, membedakan dan mengelola

perasaan atau emosi diri sendiri dan orang lain sebagai panduan untuk

meningkatkan pemikiran dan tindakannya dapat memengaruhi

komitmen pegawai terhadap organisasi.

Ada berbagai hasil temuan dari para peneliti sebelumnya yang

menyatakan bahwa kecerdasan emosional memiliki hubungan yang

positif signifikan dengan komitmen organisasi diantaranya; penelitian

dari Saedi dan Deghan (2013) terhadap 285 staf di kementerian

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9292/1/T2_832013013_BAB I.pdf · disiplin dan lamban dalam menyelesaikan tugas. Selain itu, rasa memiliki

12

pendidikan propinsi Golestan-Iran. Hasil penelitian menunjukan bahwa

kecerdasan emosional memiliki hubungan yang signifikan dengan

komitmen organisasi pelayanan publik dengan koefisien korelasi sebesar

0.027 (p < 0.05). Hasil penelitian ini juga didukung oleh Antony (2013);

Sarboland (2012); Sani dan Ghorbani (2012); Amoozadeh.,et al (2013);

dan Salami (2008). Hasil temuan ini mengindikasikan bahwa pegawai

yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, memiliki kemampuan

untuk memotivasi diri dan orang lain untuk bertanggungjawab terhadap

setiap kebijakan organisasi, serta mampu menempatkan dirinya sesuai

dengan nilai-nilai organisasi akan meningkatkan komitmennya bagi

organisasi tersebut. Dengan demikian, semakin tinggi kecerdasan

emosional seorang pegawai, maka semakin tinggi pula komitmennya

terhadap organisasi tersebut.

Sebaliknya, beberapa hasil penelitian ditemukan berbeda oleh

para peneliti sebelumnya seperti; Beri dan Beri (2014), dalam

penelitiannya terhadap 300 guru pemerintah dan swasta di 30 Sekolah

Menengah Atas di kabupaten Jammu. Hasilnya, bahwa kecerdasan

emosional tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan komitmen

organisasi (r = -0.01; p < 0.05). Hasil penelitian ini didukung oleh

Aghdasi.,et al (2011); Efendi dan Sutanto (2013); Wong dan Law; dan

Guleryus.,et al (Aghdasi, 2011). Hasil temuan ini mengindikasikan

bahwa komitmen organisasi tidak selalu memiliki hubungan dengan

kemampuan pegawai mengelola emosinya dalam lingkungan pekerjaan.

Artinya, pegawai yang cerdas emosi belum tentu memiliki komitmen

orgaisasi yang tinggi. Demikian juga, pegawai yang kecerdasan emosi

rendah belum tentu komitmen organisasinya juga rendah. Komitmen

organisasi bukan disebabkan oleh seberapa cerdasnya pegawai

mengelola emosinya.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9292/1/T2_832013013_BAB I.pdf · disiplin dan lamban dalam menyelesaikan tugas. Selain itu, rasa memiliki

13

Secara simultan, penelitian terdahulu juga telah membuktikan

adanya hubungan kepuasan kerja dan kecerdasan emosional dengan

komitmen organisasi. Penelitian Akomolafe dan Olatomide (2013)

terhadap 220 guru Sekolah Menengah di Ekiti State–Nigeria

menemukan hasil bahwa, adanya hubungan yang kuat kepuasan kerja

dan kecerdasan emosional dengan komitmen organisasi guru. Analisis

statistik menunjukan nilai koefisien (R²) sebesar 0.55. Hal ini berarti,

55% variabel kepuasan kerja dan kecerdasan emosional dapat

menjelaskan perubahan variabel komitmen organisasi guru, dan sisanya

45% dijelaskan oleh variabel lain. Hasil temuan ini mengindikasikan

bahwa kombinasi dari variabel independen (kepuasan kerja dan

kecerdasan emosional) cukup efektif dalam memprediksi komitmen

organisasi, dan itu tidak bisa terjadi secara kebetulan. Pegawai yang

memiliki komitmen organisasi yang baik adalah mereka yang

mengalami kepuasan dalam lingkungan pekerjaan, dan juga memiliki

kecerdasan emosional yang baik.

Dalam kaitan dengan pengaruh interaksi kepuasan kerja dan

jenis kelamin terhadap komitmen organisasi, beberapa peneliti

menemukan hasil yang berbeda. Penelitian Nifadkar dan Dongre (2014),

menemukan hasil bahwa kepuasan kerja memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap komitmen organisasi (β= 0.371, t= 2.615, p<0.013),

namun tidak ada perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin dengan

komitmen organisasi (β= -0.088, t= -0.592, p<0.558). Hasil penelitian

ini didukung oleh Eftekhri dan Sadegh (2014); dan Salami (2008).

Temuan ini mengindikasikan bahwa tidak ada perbedaan kepuasan kerja

laki-laki dan perempuan terhadap komitmen organisasi. Artinya,

komitmen organisasi pegawai laki-laki dan perempuan akan semakin

tinggi apabila mereka memiliki kepuasan dalam pekerjaan. Organisasi

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9292/1/T2_832013013_BAB I.pdf · disiplin dan lamban dalam menyelesaikan tugas. Selain itu, rasa memiliki

14

perlu mengakomodir apa yang menjadi kebutuhan setiap pegawai untuk

meningkatkan komitmen organisasi tanpa harus ada diskriminasi.

Sebaliknya hasil penelitian yang berbeda ditemukan oleh Pala.,

et al (2008) terhadap 473 petugas kesehatan di Bursa-Turky. Hasil

menunjukan bahwa ada hubungan yang positif signifikan antara

kepuasan kerja dengan komitmen organisasi staf perawat kesehatan

0.485 (p<0.01). Disamping itu, ditemukan juga bahwa jenis kelamin

memiliki hubungan dengan komitmen organisasi. Temuan ini

mengindikasikan bahwa ada perbedaan tingkat kepuasan kerja laki-laki

dan perempuan terhadap komitmen mereka bagi organisasi. Artinya,

baik laki-laki maupun perempuan akan lebih berkomitmen bagi

organisasi apabila keinginan mereka dapat diakomodir sesuai dengan

kebutuhan masing-masing.

Demikian juga, ada berbagai hasil temuan dari para penelitian

sebelumnya yang menyatakan adanya pengaruh interaksi kecerdasan

emosional dan jenis kelamin terhadap komitmen organisasi, diantaranya;

Franzway; Singh dan Vinnicombe (Fisher.,et al, 2004), menyatakan

bahwa ada hubungan antara jenis kelamin, emosi dan komitmen

organisasi. Hasil penelitian didukung oleh Singh dan Vinnicombe

(Fisher.,et al, 2004), menyatakan bahwa dalam konteks organisasi,

perempuan cenderung mengalami emosi yang berbeda dengan laki-laki

dalam kaitan dengan komitmen organisasi. Dalam perbedaan ini,

perempuan cenderung menampilkan perubahan emosi dalam

tindakannya sehingga sering diartikan sebagai kurangnya komitmen.

Lebih lanjut Singh dan Vinnicombe (Fisher.,et al, 2004) mengatakan

bahwa dalam kerja, wanita dianggap memiliki tingkat komitmen

organisasi lebih rendah dari daripada laki-laki. Penelitian mereka

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9292/1/T2_832013013_BAB I.pdf · disiplin dan lamban dalam menyelesaikan tugas. Selain itu, rasa memiliki

15

menunjukkan bahwa komitmen perempuan terlibat pertimbangan

emosional yang berbeda dengan laki-laki.

Sebaliknya, hasil penelitian berbeda ditemukan oleh Beri dan

Beri (2014). Penelitiannya terhadap 300 guru pemerintah dan swasta di

30 Sekolah Menengah Atas di kabupaten Jammu menemukah hasil

bahwa kecerdasan emosional tidak memiliki hubungan yang signifikan

dengan komitmen organisasi (r= -0.01; p<0.05), dan tidak ada perbedaan

yang signifikan dalam kecerdasan emosional antara guru laki-laki dan

perempuan, dengan t-nilai adalah 0,141 yang tidak signifikan pada 0,05

dan 0,01. Temuan ini mengindikasikan bahwa kecerdasan emosional

dan jenis kelamin tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

komitmen organisasi. Artinya, pegawai laki-laki dan perempuan

memiliki kecerdasan emosional yang sama, sehingga dalam melakukan

pekerjaan dapat memberikan yang terbaik dengan ditunjukan melalui

adanya komitmen bagi organisasi.

Selanjutnya, ada berbagai hasil temuan dari para peneliti

sebelumnya yang menyatakan bahwa jenis kelamin memiliki hubungan

yang positif signifikan dengan komitmen organisasi, diantaranya;

Penelitian Shoaib.,et al (2013) terhadap karyawan perbankan di

Pakistan. Hasil penelitian menemukan ada perbedaan antara laki-laki

dan perempuan mengenai persepsi komitmen bagi organisasi. Pegawai

perempuan memiliki komitmen afektif yang lebih tinggi dari pada

pegawai laki-laki. Sementara untuk komitmen normatif, pegawai laki-

laki cenderung memiliki komitmen normatif yang lebih dari pegawai

perempuan, sedangkan untuk komitmen berkelanjutan, pegawai

perempuan dan laki-laki memiliki komitmen berkelanjutan yang kurang

lebih sama. Hasil penelitian didukung oleh Leow (2011); Celik (2008);

dan Pedro (Gehlawat, 2012). Adanya hubungan antara jenis kelamin

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9292/1/T2_832013013_BAB I.pdf · disiplin dan lamban dalam menyelesaikan tugas. Selain itu, rasa memiliki

16

dengan komitmen organisasi mengindikasikan bahwa komitmen

organisasi antara pegawai laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan.

Mowday (Dewi, 2011) menyatakan, perempuan dalam dunia kerja

cenderung memiliki komitmen terhadap organisasi yang lebih tinggi

dibandingkan dengan laki-laki, karena perempuan pada umumnya harus

mengatasi lebih banyak rintangan dalam mencapai posisi mereka dalam

organisasi sehingga keanggotaan dalam organisasi menjadi lebih penting

bagi mereka.

Sebaliknya, hasil penelitian berbeda ditemukan oleh Suki dan

Suki (2011) pada pegawai sektor industri, bahwa tidak terdapat

hubungan signifikan jenis kelamin dengan komitmen organisasi pada

tingkat signifikan sebesar 0.273 (p>0.05). Hasil temuan ini didukung

oleh Alshitri (2013); Sani dan Ghorbani (2012); dan Salami (2008).

Temuan ini mengindikasikan bahwa dalam dunia kerja, tingkat

komitmen terhadap organisasi antara laki-laki dan perempuan tidak

menunjukan adanya perbedaan. Perempuan dan laki-laki memiliki sikap

yang sama untuk berkomitmen bagi organisasi dimana mereka

dipekerjakan.

Bertolak dari hasil-hasil penelitian sebelumnya, secara parsial

penelitian tentang hubungan kepuasan kerja, kecerdasan emosional dan

jenis kelamin dengan komitmen organisasi pegawai telah dilakukan.

Demikian juga penggunaan ketiga variabel secara simultan yang

diterapkan pada kasus dan konteks yang berbeda. Perbedaan tersebut

antara lain didasarkan pada adanya variasi tempat, situasi dan subjek

penelitian. Dalam kaitan dengan subjek penelitian dalam penulisan ini

yaitu pendeta, penulis berasumsi bahwa apabila pendeta memiliki

kepuasan kerja yang tinggi, dengan tanpa adanya perbedaan jenis

kelamin serta kecerdasan emosional yang tinggi pula, maka pendeta

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9292/1/T2_832013013_BAB I.pdf · disiplin dan lamban dalam menyelesaikan tugas. Selain itu, rasa memiliki

17

akan memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi gereja.

Sebaliknya, apabila pendeta tidak memperoleh kepuasan dalam

pekerjaan dan memiliki kecerdasan emosional yang rendah tanpa adanya

perbedaan jenis kelamin, maka komitmen organisasi pendeta akan

rendah yang ditunjukan dengan perilaku yang tidak sesuai dengan

ketentuan dan aturan organisasi gereja dalam pelaksanaan program-

program pelayanan gereja.

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka peneliti akan

melakukan penelitian lebih lanjut tentang hubungan kepuasan kerja dan

kecerdasan emosional dengan komitmen organisasi pendeta GPM

ditinjau dari jenis kelamin, dengan alasan: (1) Adanya inkonsistensi

antara hasil - hasil penelitian sebelumnya sehingga mendorong peneliti

untuk melakukan suatu kajian untuk membuktikan adakah hubungan

kepuasan kerja, kecerdasan emosional, dan jenis kelamin dengan

komitmen organisasi pendeta GPM. (2) Dalam konteks Indonesia,

kepuasan kerja, kecerdasan emosional, dan jenis kelamin merupakan

variabel yang masih jarang diteliti dalam kaitan dengan komitmen

organisasi pendeta GPM. (3) Meskipun variabel yang akan diteliti dalam

penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian-penelitian

sebelumnya, tetapi yang membedakannya adalah subjek dalam

penelitian ini adalah pendeta. Disamping itu, subjek dalam penelitian ini

menjalankan seluruh aktifitas pekerjaannya pada organisasi non profit

yaitu gereja. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk melakukan

suatu penelitian terhadap pendeta GPM mengenai “Hubungan antara

kepuasan kerja dan kecerdasan emosional dengan komitmen organisasi

ditinjau dari jenis kelamin pendeta GPM”

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9292/1/T2_832013013_BAB I.pdf · disiplin dan lamban dalam menyelesaikan tugas. Selain itu, rasa memiliki

18

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana yang telah

dikemukakan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

1. Adakah hubungan signifikan antara kepuasan kerja dan

kecerdasan emosional dengan komitmen pendeta bagi GPM ?

2. Adakah pengaruh interaksi kepuasan kerja dan jenis kelamin

terhadap komitmen pendeta bagi GPM ?

3. Adakah pengaruh interaksi kecerdasan emosional dan jenis

kelamin terhadap komitmen pendeta bagi GPM ?

4. Adakah perbedaan signifikan komitmen pendeta bagi GPM

ditinjau dari jenis kelamin ?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan

dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui hubungan antara kepuasan kerja dan

kecerdasan emosional dengan komitmen pendeta bagi GPM

2. Untuk mengetahui pengaruh interaksi kepuasan kerja dan

jenis kelamin terhadap komitmen pendeta bagi GPM

3. Untuk mengetahui pengaruh interaksi kecerdasan emosional

dan jenis kelamin terhadap komitmen pendeta bagi GPM

4. Untuk mengetahui perbedaan signifikan komitmen pendeta

bagi GPM ditinjau dari jenis kelamin.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9292/1/T2_832013013_BAB I.pdf · disiplin dan lamban dalam menyelesaikan tugas. Selain itu, rasa memiliki

19

1.4 Manfaat Penelitian

Merujuk pada tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini

diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Teoritis

Dapat memperkaya konsep serta pola pikir tentang bagaimana

kepuasan kerja, kecerdasan emosional, dan jenis kelamin saling

berinteraksi dalam memberikan pengaruh bagi komitmen organisasi.

Selain itu, penelitian ini dapat memberikan kontribusi pikir khususnya

dalam bidang psikologi industri organisasi, serta menjadi acuan bagi

penelitian-penelitian selanjutnya.

1.3.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis

antara lain:

1. Memberikan informasi dan masukan positif bagi gereja untuk

dapat mengembangkan sumber daya manusia dalam hal ini

adalah pendeta agar dapat meningkatkan komitmennya bagi

organisasi.

2. Memberikan kontribusi pikir kepada GPM mengenai

pentingnya kepuasan kerja dan kecerdasan emosional

pendeta dalam upaya meningkatkan komitmen organisasi

3. Agar GPM tetap menunjukan eksistensinya dalam

menjalankan roda organisasi secara efekif dan efisien, maka

pendeta sebagai salah satu komponen penting bagi gereja

harus terus diberdayakan agar memiliki komitmen yang

tinggi bagi organisasi.