BAB I PENDAHULUAN - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/60829/3/BAB I.pdf · adanyakontribusi...

21
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan faktor risiko utama penyebab penyakit jantung, stroke, dan penyakit ginjal. Prevalensi hipertensi pada lansia meningkat sekitar 65% dari populasi selama 7 dekade dengan seiringnya pertambahan usia. Bertambahnya usia menyebabkan berbagai masalah yang diikuti adanya disfungsi beberapa organ seperti penurunan fungsi organ, perubahan status mental, penurunan status gizi yang kesemuanya memiliki potensi mengganggu pasien ketika menerima terapi obat sehingga akan mempengaruhi keselamatan dan kualitas hidup pasien (Baldoni et al., 2010). Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan di RSUD Dr. Soetomo menunjukkan bahwa dari 350 pasien yang menderita hipertensi terjadi pada kisaran usia yang baru memasuki usia geriatri yaitu 66 74 tahun sebesar 50,9%. Adanya masalah terkait obat (Drug Related Problems) pada pasien juga menunjukkan bahwa dalam satu pasien yang diberikan obat antihipertensi dapat mengalami >1 Drug Related Problems (DRPs). Hasil identifikasi dari kasus didapatkan berbagai DRPs yang meliputi tidak tepat pemilihan obat (1,4%), ketidaksesuaian dosis dan frekuensi pemberian (0,3%), efek samping obat yang ditimbulkan (2,1%), potensi interaksi obat (62%), dan >2/3 dari pasien tidak mencapai target tekanan darah sesuai dengan rekomendasi dari JNC VII dan AHA (Supraptia et al., 2014). Terapi obat antihipertensi pada pasien usia lanjut yang tepat dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas. Pada penelitian secara acak pada pasien dengan usia >60 tahun diberikan Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors (ACEI) atau Calcium Channel Blockers (CCB) secara signifikan dapat mengurangi kejadian kardiovaskular dan kematian. Sedangkan, pada pasien usia 80 tahun atau lebih dengan tekanan darah >160 mmHg atau lebih diberikan terapi diuretik dan ACEI secara signifikan dapat dikaitkan menurunkan semua penyebab

Transcript of BAB I PENDAHULUAN - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/60829/3/BAB I.pdf · adanyakontribusi...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/60829/3/BAB I.pdf · adanyakontribusi potensial dalam pengembangan hipertensi esensial, termasuk kerusakan fungsi humoral seperti,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hipertensi merupakan faktor risiko utama penyebab penyakit jantung,

stroke, dan penyakit ginjal. Prevalensi hipertensi pada lansia meningkat sekitar

65% dari populasi selama 7 dekade dengan seiringnya pertambahan usia.

Bertambahnya usia menyebabkan berbagai masalah yang diikuti adanya disfungsi

beberapa organ seperti penurunan fungsi organ, perubahan status mental,

penurunan status gizi yang kesemuanya memiliki potensi mengganggu pasien

ketika menerima terapi obat sehingga akan mempengaruhi keselamatan dan

kualitas hidup pasien (Baldoni et al., 2010).

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan di RSUD Dr. Soetomo

menunjukkan bahwa dari 350 pasien yang menderita hipertensi terjadi pada

kisaran usia yang baru memasuki usia geriatri yaitu 66 – 74 tahun sebesar 50,9%.

Adanya masalah terkait obat (Drug Related Problems) pada pasien juga

menunjukkan bahwa dalam satu pasien yang diberikan obat antihipertensi dapat

mengalami >1 Drug Related Problems (DRPs). Hasil identifikasi dari kasus

didapatkan berbagai DRPs yang meliputi tidak tepat pemilihan obat (1,4%),

ketidaksesuaian dosis dan frekuensi pemberian (0,3%), efek samping obat yang

ditimbulkan (2,1%), potensi interaksi obat (62%), dan >2/3 dari pasien tidak

mencapai target tekanan darah sesuai dengan rekomendasi dari JNC VII dan AHA

(Supraptia et al., 2014).

Terapi obat antihipertensi pada pasien usia lanjut yang tepat dapat

mengurangi morbiditas dan mortalitas. Pada penelitian secara acak pada pasien

dengan usia >60 tahun diberikan Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors

(ACEI) atau Calcium Channel Blockers (CCB) secara signifikan dapat

mengurangi kejadian kardiovaskular dan kematian. Sedangkan, pada pasien usia

80 tahun atau lebih dengan tekanan darah >160 mmHg atau lebih diberikan terapi

diuretik dan ACEI secara signifikan dapat dikaitkan menurunkan semua penyebab

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/60829/3/BAB I.pdf · adanyakontribusi potensial dalam pengembangan hipertensi esensial, termasuk kerusakan fungsi humoral seperti,

2

kematian (21%), stroke tingkat fatal atau nonfatal (30%), dan pengurangan tingkat

gagal jantung (64%) (Simces et al., 2012).

Evaluasi penggunaan obat yang rasional dapat diterapkan untuk

mendapatkan pengobatan yang sesuai bagi pasien usia lanjut usia. Dalam

evaluasinya pengobatan rasional memiliki beberapa kriteria, yaitu tepat indikasi,

tepat pasien, tepat obat, dan tepat dosis dengan didasarkan pada JNC VIII dan

keberhasilan terapinya dilihat pada tercapainya target tekanan darah pasien

(Sumawa et al., 2015).

Berdasarkan latar belakang diatas, mendorong penelitian ini untuk

dilakukan evaluasi terapi penggunaan obat antihipertensi pada pasien geriatri agar

nantinya dapat memberikan manfaat pengobatan yang sebesar-besarnya dengan

efek samping minimal sehingga pasien dapat tercapai target terapi yang optimal.

Alasan memilih RSUD Dr. Moewardi karena rumah sakit ini merupakan salah

satu rumah sakit terbesar di Jawa Tengah sehingga banyak digunakan sebagai

rujukan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian terkait pemberian terapi di

RSUD Dr. Moewardi untuk mengetahui seberapa besar tingkat kerasionalan

dalam memberikan terapi ke pasien.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut :

1. Bagaimana gambaran penggunaan obat antihipertensi pada pasien geriatri di

instalasi rawat inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2016?

2. Bagaimana ketepatan penggunaan obat antihipertensi pada pasien geriatri di

instalasi rawat inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2016 berdasarkan

parameter tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat, dan tepat dosis?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui profil penggunaan obat antihipertensi pada pasien geriatri di

instalasi rawat inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2016.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/60829/3/BAB I.pdf · adanyakontribusi potensial dalam pengembangan hipertensi esensial, termasuk kerusakan fungsi humoral seperti,

3

2. Mengetahui ketepatan penggunaan antihipertensi berdasarkan tepat indikasi,

tepat pasien, tepat obat, dan tepat dosis pada pasien geriatri di instalasi

rawat inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2016.

D. Tinjauan Pustaka

1. Geriatri

Proses penuaan tentu saja merupakan realitas biologis yang memiliki

dinamika tersendiri dan sebagian besar berada di luar kendali manusia. Pada

umumnya, untuk merujuk pada populasi yang lebih tua usia lebih dari 60 tahun

dinyatakan sebagai awal usia tua. Hal ini juga dimaknai secara sosial karena

dalam beberapa kasus ada penurunan fisik yang signifikan dalam menentukan usia

tua yang terkait dengan penurunan fungsi peran sosial. Adanya penurunan

fungsional yang menurun seiring bertambahnya usia juga dapat menyebabkan

meningkatnya kerentanan (WHO, 2002).

2. Hipertensi

a. Definisi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan yang

menunjukkan adanya peningkatan tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan tekanan

darah diastolik ≥90 mmHg pada dua kali pengukuran berturut-turut dengan selang

waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang (Kemenkes RI, 2014).

Hipertensi adalah penyakit umum yang didefinisikan sebagai kejadian

peningkatan tekanan darah arteri secara terus-menerus (Dipiro et al., 2008).

Hipertensi adalah kondisi umum yang terlihat dalam perawatan primer dan dapat

mengarah ke berbagai macam penyakit seperti infark miokard, stroke, gagal

ginjal, dan kematian jika tidak terdeteksi dini dan diobati dengan tepat (James et

al., 2014).

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/60829/3/BAB I.pdf · adanyakontribusi potensial dalam pengembangan hipertensi esensial, termasuk kerusakan fungsi humoral seperti,

4

b. Etiologi dan Patofisiologi

1) Etiologi

Menurut Dipiro et al (2008), pada kebanyakan pasien, penyebab hipertensi

esensial atau primer tidak diketahui. Jenis hipertensi ini tidak dapat

ddisembuhkan, tetapi masih bisa dikendalikan. Pada sebagian kecil pasien

mengalami hipertensi sekunder yang penyebabnya sudah diketahui dari berbagai

penyakit yang menyertai atau obat-obat tertentu, tetapi hipertensi jenis ini

berpotensi dapat disembuhkan.

a) Hipertensi Esensial / Primer

Hipertensi jenis ini diderita oleh lebih dari 90% kasus pasien yang di

diagnosa hipertensi dan hipertensi primer dapat menyebabkan patogenenesis.

Adanya faktor genetik merupakan faktor yang paling mungkin berpengaruh dalam

perkembangan terjadinya hipertensi ini.

b) Hipertensi Sekunder

Kurang dari 10% pasien memiliki hipertensi sekunder karena kemungkinan

hal ini dapat disebabkan oleh salah satu penyakit atau obat-obatan yang berpotensi

dapat meningkatkan tekanan darah. Pada sebagian besar kasus ini, disfungsi ginjal

akibat penyakit ginjal kronis parah atau penyakit renovaskular adalah penyebab

hipertensi sekunder yang paling umum. Obat-obat tertentu, baik secara langsung

atau tidak langsung dapat menyebabkan hipertensi atau memperburuk hipertensi

dengan meningkatkan tekanan darah. Jika penyebab sekunder diidentifikasi

dengan memnghentikan obat atau mengobati penyakit yang menyertai merupakan

langkah awal yang harus digunakan untuk mengatasi hipertensi sekunder.

2) Patofisiologi

Beberapa faktor yang mengendalikan tekanan darah adalah

adanyakontribusi potensial dalam pengembangan hipertensi esensial, termasuk

kerusakan fungsi humoral seperti, sistem renin angiotensin aldosteron (RAAS)

atau mekanisme vasodepresor, abnormalitas neuronal, kerusakan pada

autoregulasi perifer, dan gangguan pada hormon sodium, kalsium, dan natriuretik.

Faktor - faktor ini yang secara kumulatif dipengaruhi oleh RAAS dan akhirnya

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/60829/3/BAB I.pdf · adanyakontribusi potensial dalam pengembangan hipertensi esensial, termasuk kerusakan fungsi humoral seperti,

5

akan berpengaruh pada tekanan darah arteri. Oleh karena itu, pada umumnya obat

antihipertensi secara khusus menargetkan mekanisme dan komponen RAAS ini

(Dipiro et al., 2008).

c. Klasifikasi

Menurut American Society of Hypertension (2010) hipertensi dapat

diklasifikan menjadi 3, yaitu :

1) Prehipertensi

Prehipertensi terjadi pada pasien dengan tekanan darah sistolik antara 120-

139 mmHg atau tekanan diastolik antara 80–89 mmHg. pasien dengan kondisi ini

tidak harus diobati dengan obat antihipertensi, tetapi mereka perlu diberikan

dorongan untuk membuat perubahan gaya hidup dengan harapan dapat menunda

atau mencegah terjadinya hipertensi di masa depan.

2) Hipertensi Stage 1

Hipertensi stage 1 terjadi pada pasien dengan tekanan darah sistolik antara

140-159 mmHg atau tekanan darah diastolik antara 90-99 mmHg.

3) Hipertensi stage 2

Hipertensi stage 2 terjadi pada pasien dengan tekanan darah sistolik ≥160

mmHg atau tekanan darah diastolik ≥100 mmHg.

d. Diagnosis

Hipertensi disebut juga sebagai “silent killer” karena kebanyakan pasien

yang menderita hipertensi tidak menunjukkan adanya gejala hanya ditunjukkan

dengan adanya hasil pemeriksaan primer pada tekanan darah pasien yang

meningkat. Diagnosis hipertensi ini tidak didasarkan hanya pada 1 kali

pengukuran saja, tetapi dilakukan 2 kali atau lebih pengukuran tekanan darah.

Kemudian, rata-rata dari pengukuran tersebut dapat digunakan untuk menegakkan

diagnosis pada hipertensi (Dipiro et al., 2008). Selain itu, tes laboratorium juga

perlu dilakukan misalnya urinalisis seperti pH, protein, bilirubin,

urobilirubinogen, kadar kimia darah seperti kalium, natrium, klirens kreatinin,

blood urea nitrogen, laju filtrasi glomerulus, dan elektrokardiograrafi standar

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/60829/3/BAB I.pdf · adanyakontribusi potensial dalam pengembangan hipertensi esensial, termasuk kerusakan fungsi humoral seperti,

6

untuk menilai hepertrofi ventrikel kiri atau adanya infark miokard (Simces et al.,

2012).

e. Penatalaksanaan

1. Terapi Nonfarmakologi

Perubahan gaya hidup perlu untuk dilakukan agar membantu dalam

menurunkan tekanan darah. Pada beberapa pasien dengan tekanan darah yang

terkontrol dengan baik dan mendapat 1 obat antihipertensi, tetapi juga melakukan

diet garam dan melakukan penurunan berat badan dapat menghentikan pasien dari

konsumsi obat. Program diet yang mudah untuk dilakukan yaitu dengan

melakukan penurunan berat badan secara perlahan pada pasien yang obesitas

sehingga perlu diberikan edukasi pada pasien hipertensi dan motivasi untuk

memulai perubahan gaya hidup (Depkes RI, 2006).

Menurut JNC VII (2008) menyatakan bahwa ada beberapa perubahan gaya

hidup yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengatasi hipertensi, yaitu :

a. Pasien yang mengalami berat badan berlebih harus menurunkan berat

badannya hingga BMI 18.5 – 24.9.

b. Adopsi pola makan DASH dengan melakukan diet kaya dengan buah, sayur,

dan susu rendah lemak.

c. Diet rendah natrium dengan melakukan pengurangan konsumsi diet sodium

tidak >100 meq/L (2,4 g natrium atau 6 g natrium klorida).

d. Melakukan aktivitas fisik rutin seperti jalan kaki 30 menit/hari selama

beberapa hari/minggu (3-4 hari dalam seminggu).

e. Batasi meminum alkohol tidak lebih dari 2 gelas/hari untuk laki-laki dan 1

gelas/hari untuk perempuan serta orang dengan berat badan rendah.

2. Terapi Farmakologi

Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai ketika pasien

sudah menerapkan terapi nonfarmakologi seperti perubahan gaya hidup. Namun,

tetap tidak menunjukkan adanya perubahan penurunan tekanan darah dan terapi

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/60829/3/BAB I.pdf · adanyakontribusi potensial dalam pengembangan hipertensi esensial, termasuk kerusakan fungsi humoral seperti,

7

ini juga ditujukan pada pasien dengan hipertensi stage 2 sehingga target tekanan

darah dapat tercapai secara optimal. Pada penerapan terapi farmakologi ini juga

perlu diperhatikan adanya tingkat kepatuhan pasien dan monitoring efek samping

yang minimal, yaitu :

1) Diberikan dosis tunggal (jika mungkin).

2) Diberikan obat generik agar lebih cost effective.

3) Diberikan obat pada pasien lanjut usia dengan memperhatikan faktor

komorbiditas (adanya gangguan tambahan lain).

4) Tidak mengkombinasikan antara angiotensin converting enzyme inhibitors

(ACEI) dan angiotensin II receptor blockers (ARB).

5) Diperlukan adanya pemantauan terapi dari efek samping obat yang mungkin

dapat ditimbulkan.

(PERKI, 2015).

Agen antihipertensi seperti diuretik, ACEI, ARB, atau CCB merupakan first

line therapy untuk pasien hipertensi yang dapat diberikan. Pilihan obat ini

digunakan karena memiliki outcome dalam menurunkan tekanan darah dan resiko

kardiovaskular. Pada beberapa subkelas memiliki tingkat perbedaan yang sangat

berbeda seperti perbedaan pada mekanisme aksi dan efek sampingnya (Dipiro et

al., 2008).

1) Diuretik

Diuretik merupakan salah satu first line therapy untuk pengobatan hipertensi

dan sangat efektif dalam menurunkan tekanan darah ketika dikombinasi dengan

antihipertensi lain. Golongan diuretik terdapat 4 subkelas yaitu diuretik tiazid,

diuretik kuat, diuretik hemat kalium, dan antagonis aldosteron (Dipiro et al.,

2008).

a) Diuretik Tiazid

Pada studi ALLHAT (Antihypertensive and Lipid-Lowering Treatment to

Prevent Heart Attack Trial) membandingkan berbagai obat antihipertensi bahwa

penggunaan diuretik tiazid lebih menguntungkan daripada ACEI, CCB, dan beta

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/60829/3/BAB I.pdf · adanyakontribusi potensial dalam pengembangan hipertensi esensial, termasuk kerusakan fungsi humoral seperti,

8

blocker dalam menurunkan tekanan darah dan tanda klinis pasien (Muzaffar,

2011). Tiazid merupakan terapi pilihan dalam sebagian besar pasien hipertensi.

Termasuk dalam golongan ini adalah chlorthalidone, hydrochlorothiazide,

indapamide, dan metolazone (Alldredge et al., 2013).

b) Diuretik Kuat

Loop diuretic atau diuretik kuat memiliki efikasi dalam menghasilkan

diuresis yang lebih kuat, tetapi diuretik jenis ini juga dapat menurunkan PVR dan

menurunkan vasodilatasi dibandingkan dengan menggunakan diuretik tiazid.

Biasanya, golongan ini hanya dianggap untuk pasien dengan gagal ginjal kronis

berat, disfungsi ventrikel kiri, dan edema berat. Namun, golongan obat ini juga

dapat digunakan untuk mengobati pasien hipertensi. Termasuk dalam golongan

ini adalah bumetanide, furosemide, dan torsemide (Alldredge et al., 2013).

c) Diuretik Hemat Kalium

Golongan obat ini biasanya dikombinasikan dengan diuretik tiazid untuk

mengatasi terjadinya hipokalemia pada pasien. Meskipun, dikombinasi dengan

tiazid, obat ini tidak akan menurunkan tekanan darah secara signifikan. Termasuk

dalam golongan ini adalah amiloride dan triamterene yang biasanya juga dapat

dikombinasi dengan spironolacton dan hydrochlorthiazide (Alldredge et al.,

2013).

d) Antagonis Aldosteron

Obat golongan ini sangat berguna sebagai tambahan terapi untuk pasien

yang resisten hipertensi dengan obat pilihan utama terapi (Alldredge et al., 2013).

Namun, obat ini sangat selektif dan cenderung akan menyebabkan hiperkalemia

sehingga dikontraindikasikan pada pasien yang mengalami penurunan fungsi

ginjal atau diabetes melitus tipe 2, khususnya eplenerone. Termasuk dalam

golongan ini adalah eplenerone dan spironolacton (Dipiro et al., 2008).

2) Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor

ACE inhibitor akan menghambat ACE sehingga konversi angiotensin I

menjadi angiotensin II juga akan dihambat. Angiotensin II adalah vasokonstriktor

kuat yang juga merangsang sekresi aldosteron sehingga menyebabkan

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/60829/3/BAB I.pdf · adanyakontribusi potensial dalam pengembangan hipertensi esensial, termasuk kerusakan fungsi humoral seperti,

9

peningkatan reabsorbsi natrium dan air serta pengurangan kalium. Oleh karena

ACE ini dihambat maka akan terjadi vasodilatasi dan penurunan aldosteron. ACE

inhibitor juga memblokir degradasi bradikinin dan merangsang sintesis zat

vasodilatasi lainnya (prostaglandin E2 dan prostasiklin). Termasuk dalam

golongan ini adalah benazepril, captopril, enalapril, fosinopril, lisinopril,

moexipril, perindopril, quinapril, ramipril, trandolapril (Dipiro et al., 2008). Pada

pasien usia lanjut dengan hipertensi diberikan pengobatan ACEI lebih efektif

dibandingkan dengan diuretik dan dapat mengurangi semua masalah

kardiovaskular yang menjadi penyebab mortalitas (Davidson, 2003).

3) Angiotensin Receptor Blocker

Pada studi ini menyatakan bahwa regimen ARB memberikan efikasi

pengobatan yang sesuai untuk pasien usia lanjut karena dapat ditoleransi dengan

baik oleh pasien (Midlife and Beyond, 2007). Golongan ARB ini tidak

mempengaruhi bradinikin sehingga tidak akan menyebabkan batuk kering dan

biasanya digunakan untuk alternatif ketika pasien tidak dapat mentoleransi batuk

kering dari ACEI. Termasuk dalam golongan ini adalah candesartan, eprosartan,

irbesartan, losartan, olmesartan, telmisartan, dan valsartan (Dipiro et al., 2008).

4) Calcium Channel Blocker

Golongan CCB mencakup dihydropiridine yaitu nifedipine dan amlodipine

dan nondihydropiridine yaitu verapamil dan diltiazem yang biasanya merupakan

salah satu regimen obat yang sering diresepkan untuk mengatasi hipertensi.

Beberapa percobaan meta analisis yang komprehensif menyatakan bahwa CCB

akan mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler terkait hipertensi yang

tidak terkontrol, termasuk stroke. Agen ini juga dapat digunakan sebagai lini

pertama untuk pasien usia lanjut (Muzaffar, 2011).

5) β-Blocker

Beta blocker tidak digunakan sebagai lini pertama untuk hipertensi sebab

beta blocker tidak dapat menurunkan tekanan darah dengan baik sehingga

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/60829/3/BAB I.pdf · adanyakontribusi potensial dalam pengembangan hipertensi esensial, termasuk kerusakan fungsi humoral seperti,

10

sebaiknya untuk terapi awal pasien hipertensi dianjurkan memilih agen

antihipertensi lini pertama. Golongan ini tidak dapat digunakan untuk pasien yang

juga menderita asma atau penyakit lain yang dapat menimbulkan peningkatan

denyut jantung karena regimen ini merupakan agen bronkodilator. Golongan ini

memiliki 4 subkelas yaitu selektif beta blocker (betaxolol , bisoprolol, atenolol,

metoprolol tartrate, dan metoprolol succinate), nonselektif beta blocker (nadolol,

propranolol, propanolol long acting, dan timolol), aktivitas intrinsik

simpatomimetik (acebutolol, carteolol, penbutolol, dan pindolol), dan kombinasi

αβ-blocker (carvedilol, carvedilol fosfat, dan labetalol) (Dipiro et al., 2008). Di

beberapa negara, untuk terapi awal pasien lanjut usia tidak diberikan dengan beta

blocker karena kurang efektif dalam memberikan terapi primer dalam mencegah

terjadinya resiko kardiovaskular (Tu et al., 2007).

6) Agen Alternatif Antihipertensi Lain

Golongan α-agonis (seperti clonidine, guanabenz, guanfacine, dan

metildopa), golongan vasodilator (seperti minoxidil, diazoxide, hydralazine,

natrium nitroprusid), dan reserpin juga termasuk dalam klasifikasi obat

antihipertensi. Namun, penggunaan obat tersebut dibatasi, khususnya metildopa

yang lebih sesuai digunakan untuk pengobatan hipertensi pada pasien hamil

berdasarkan efektivitas dan keamanannya untuk ibu dan janin. Monoxidil paling

sering digunakan sebagai alternatif pengobatan hipertensi untuk pasien yang

sudah tidak merespon dengan antihipertensi lain (Muzaffar, 2011). Agen alternatif

antihipertensi terbukti dapat mengurangi resiko kardiovaskular dibandingkan

dengan antihipertensi lini pertama. Dan seharusnya agen alternatif ini dikombinasi

dengan obat lini pertama untuk memberikan tambahan dalam mengurangi tekanan

darah (Dipiro et al., 2008).

f. Komplikasi Hipertensi

Hipertensi memungkinkan adanya keterkaitan dengan kondisi lain yang

memiliki indikasi kuat untuk diberikan terapi tertentu berdasarkan data klinis yang

menunjukkan manfaat terapi terhadap indikasi tersebut. Oleh karena itu, beberapa

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/60829/3/BAB I.pdf · adanyakontribusi potensial dalam pengembangan hipertensi esensial, termasuk kerusakan fungsi humoral seperti,

11

kondisi yang beresiko tinggi perlu diberikan terapi lebih spesifik yang umumnya

terkait dengan hipertensi seperti gagal ginjal, penyakit jantung koroner, gagal

ginjal kronis, stroke berulang, dan diabetes. Keputusan terapi yang tepat pada

pasien khusus semacam itu harus terarahkan pada indikasi lain yang menyertai.

1) Penyakit Jantung Koroner

Pasien hipertensi juga akan mengalami peningkatan resiko infark miokard

atau kejadian jantung koroner lainnya yang mungkin mengakibatkan resiko

terjadinya kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan infark miokard akut.

Pasokan oksigen pada penderita hipertensi dapat dibatasi oleh penyakit jantung

koroner. Sedangkan, kebutuhan oksigen sering terjadi lebih besar karena adanya

peningkatan impedansi pada penolakan ventrikel kiri dan sering terjadi hipertrofi

ventrikel kiri. Oleh sebab itu, menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik

dapat mengurangi iskemia karena akan menurunkan kebutuhan oksigen miokard

dan mencegah kejadian kardiovaskular pada pasien dengan jantung koroner

(Dipiro et al., 2008).

2) Gagal Ginjal Kronis

Fungsi dari ekskresi ginjal yang ditunjukkan oleh laju filtrasi glomerulus

akan memburuk seiring bertambahnya usia. Pada gagal ginjal terkait dengan

hipertensi akan mengalami kemunduran laju filtrasi glomerulus yang sangat cepat

hingga 4-8 mL/menit jika tekanan darah tetap tidak terkendali. Adanya penurunan

yang singnifikan ini dapat menyebabkan perkembangan End Stage Renal Disease

atau gagal ginjal stadium akhir. Tekanan darah yang harus dicapai pada pasien

gagal ginjal kronik yaitu <130/80 mmHg (Dipiro et al., 2008).

3) Diabetes Mellitus

Penyebab utama terjadinya morbiditas pada penderita diabetes adalah

penyakit yang terkait dengan kardiovaskular. Tata laksana terapi pada penderita

hipertensi merupakan suatu hal yang penting untuk dilakukan sebagai strategi

untuk mengurangi resiko kematian. Target tekanan darah yang harus dicapai pada

pasien diabetes yaitu <130/80 mmHg (Dipiro et al., 2008).

4) Pencegahan Stroke Berulang

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/60829/3/BAB I.pdf · adanyakontribusi potensial dalam pengembangan hipertensi esensial, termasuk kerusakan fungsi humoral seperti,

12

Stroke iskemik dianggap sebagai target kerusakan organ akibat hipertensi.

Pasien yang pernah mengalami stroke dapat memungkinkan terjadinya stroke

kedua atau berkurang sehingga perlu diatasi dengan terapi agen antihipertensi

untuk mencegah kekambuhan stroke. Tekanan darah yang harus dicapai pada

pasien ini yaitu <130/80 mmHg (Dipiro et al., 2008).

5) Pascainfark Miokard

Pada pasien pascainfark miokard dengan disfungsi ventrikel kiri memiliki

penyakit jantung koroner sehingga target tekanan darah yang harus dicapai

<130/80 mmHg. Untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas terkait

kardiovaskular perlu segera diterapi setelah terjadi infark miokard akut dalam 3

sampai 14 hari (Dipiro et al., 2008).

6) Disfungsi Ventrikel Kiri

Disfungsi ventrikel kiri atau yang juga dikenal sebagai gagal jantung sistolik

adalah kelainan fisiologis primer yang terjadi karena penurunan curah jantung.

Target pasien disfungsi ventrikel kiri memiliki target tekanan darah <120/80

mmHg dan biasanya perlu beberapa terapi obat (Dipiro et al., 2008).

Menurut New York Heart Association (NYHA) gagal jantung dibagi dalam

4 kelas berdasarkan kapasitas fungsional, yaitu :

1. Kelas I adalah tidak adanya batasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik yang

dilakukan seperti biasa tidak menimbulkan gejala seperti palpitasi dan

dispnea (sesak napas).

2. Kelas II adalah adanya sedikit keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik.

Aktivitas fisik biasa dapat menyebabkan timbul gejala seperti kelelahan,

palpitasi, dispnea, tetapi dapat menghilang ketika istirahat.

3. Kelas III adalah adanya keterbatasan fisik yang nyata. Aktivitas fisik biasa

atau ringan dapat menyebakkan kelelahan, palpitasi, atau dispnea.

4. Kelas IV adalah keadaan pasien yang sudah tidak dapat melakukan aktivitas

fisik apapun. Apabila tetap melakukan aktivitas fisik maka akan timbul

gejala yang lebih berat sehingga dapat meningkatkan keluhan.

(American Heart Association, 2015)

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/60829/3/BAB I.pdf · adanyakontribusi potensial dalam pengembangan hipertensi esensial, termasuk kerusakan fungsi humoral seperti,

13

Gambar 1. Algoritma terapi antihipertensi menurut JNC VIII

(JNC VIII, 2014)

Goal therapy tekanan darah

SBP <150 mmHg

DBP <90 mmHg

Goal therapy tekanan darah

SBP <140 mmHg

DBP <90 mmHg

Goal therapy tekanan darah

SBP <140 mmHg

DBP <90 mmHg

Goal therapy tekanan darah

SBP <140 mmHg

DBP <90 mmHg

Mulai dengan diuretik tiazid atau ACEI

atau ARB atau CCB atau kombinasi

Mulai dengan ACEI atau ARB atau kombinasi

dengan obat hipertensi lain

Pasien berusia ≥18 tahun dengan

hipertensi

Lakukan perubahan gaya hidup

Tetapkan goal therapy dan mulai dengan menurunkan tekanan darah berdasarkan

usia, diabetes melitus, dan gagal ginjal kronis

Usia ≥60

tahun

Usia <60

tahun

Pasien umum (tanpa DM atau

gagal ginjal kronis)

Diabetes melitus atau gagal

ginjal kronis

Semua usia

Diabetes

Tidak CKD

Semua usia

CKD dengan atau

tanpa diabetes

Pilih strategi titrasi pengobatan dengan :

A. Maksimalkan pengobatan pertama sebelum menambahkan obat kedua, atau B. Tambahkan kedua sebelum mencapai dosis maksimum pengobatan pertama,

atau C. Mulailah dengan 2 kelas pengobatan secara terpisah atau sebagai kombinasi

dosis tetap.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/60829/3/BAB I.pdf · adanyakontribusi potensial dalam pengembangan hipertensi esensial, termasuk kerusakan fungsi humoral seperti,

14

Gambar 2. Algoritma terapi antihipertensi dengan compelling indication

(Dipiro et al., 2008)

Compelling

Indication(s)

))

Disfungsi

Ventrikel

Kiri

Pascami

okard

Infark

Penyakit

Jantung

Koroner

Diabetes

Mellitus

Gagal

Ginjal

Kronis

Pencega

han

Stroke

Berulang

Diuretic + ACEI

Kemudi

an

tambah

dengan β-

Blocker

Β-Blocker

Kemudi

an

tambah

dengan ACEI

atau

ARB

Β-Blocker

Kemudi

an

tambah

dengan ACEI

atau

ARB

ACE Inhibitor

atau

ARB

ACE Inhibitor

atau

ARB

Diuretik dengan

ACE

Inhibitor

atau

ARB

ARB atau

Antago

nis

aldoste

ron

Antago

nis

aldoste

ron

CCB

Diuretik

Diuretik

β-

Blocker

CCB

Standar

Farmakoterapi

Farmakoterapi

tambahan

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/60829/3/BAB I.pdf · adanyakontribusi potensial dalam pengembangan hipertensi esensial, termasuk kerusakan fungsi humoral seperti,

15

Tabel 1. Agen antihipertensi utama

Kelas Nama obat

Dosis

lazim

(mg/hari)

Frekuensi

Pemberian Komentar

Diuretik

Tiazid

Loop

Hemat

Kalium

Antagonis

aldosteron

Klortalidon

Hidroklorotiazid

Indapamide

Metolazone

Bumetanide

Furosemide

Torsemide

Amiloride

Amiloride/ HCT

Triamteren

Triamteren/ HCT

Eplerenone

Spironolakton

Spironolakton/HCT

12.5-25

12.5-25

1.25-2.5

2.5-5

0.5-4

20-80

5-10

5-10

5-10/ 50-

100

50-100

37.5-75/

25-50

50-100

25-50

25-50/

25-50

1

1

1

1

2

2

1

1 atau 2

1

1 atau 2

1

1 atau 2

1 atau 2

1

Pemberian pagi hari untuk

menghindari diuresis malam hari;

tiazid adalah antihipertensi yang lebih

efektif daripada diuretik kuat;

gunakan dosis lazim untuk

meminimalkan efek metabolik yang

merugikan; idealnya menjaga

konsentrasi kalium antara 4.0-5.0

mEq/L untuk meminimalkan efek

metabolik; hidroklorotiazida dan

chlorthalidone umumnya lebih

disukai, memiliki manfaat tambahan

pada osteoporosis; mungkin

memerlukan pemantauan tambahan

pada pasien dengan riwayat asam urat

atau hiperglikemia.

Pemberian di pagi dan sore hari untuk

menghindari diuresis malam hari;

dosis yang lebih tinggi mungkin

diperlukan untuk pasien yang

mengalami penurunan laju filtrasi

glomerulus berat atau disfungsi

ventrikel kiri (gagal jantung).

Dosis di pagi atau sore hari untuk

menghindari diuresis nokturnal;

diuretik lemah yang umumnya

digunakan dalam kombinasi dengan

diuretik tipe tiazid untuk

meminimalkan hipokalemia; hindari

pada pasien dengan penyakit ginjal

kronis yang parah (perkiraan laju

filtrasi glomerulus <30

mL/min/1.73m2); Dapat

menyebabkan hiperkalemia, terutama

dalam kombinasi dengan ACEI,

ARB, inhibitor renin langsung atau

suplemen kalium.

Dosis di pagi atau sore hari untuk

menghindari diuresis nokturnal;

eplerenone dikontraindikasikan pada

pasien dengan perkiraan pengeluaran

kreatinin <50 mL/menit, peningkatan

serum kreatinin (> 1,8 mg/dL pada

wanita, >2 mg /dL pada laki-laki),

dan diabetes tipe 2 dengan

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/60829/3/BAB I.pdf · adanyakontribusi potensial dalam pengembangan hipertensi esensial, termasuk kerusakan fungsi humoral seperti,

16

Tabel 1. Lanjutan

Kelas Nama Obat

Dosis

lazim

(mg/hari)

Frekuensi

Pemberian Komentar

ACE

Inhibitor

Beta

blocker

Selektif

Non Selektif

Benazepril

Captopril

Enalapril

Fosinopril

Lisinopril

Moexipril

Perindopril

Quinapril

Ramipril

Trandolapril

Atenolol

Betaxolol

Bisoprolol

Metoprolol Tartrate

Metoprolol succinate

Nadolol

Propranolol

Propranolol LA

Timolol

10 – 40

25 – 150

5 – 40

10 – 40

10 – 40

7.5 – 30

4 – 16

10 – 80

2.5 – 10

1 – 4

25 - 100

5 - 20

2.5 - 10

100- 400

50 - 200

40 - 120

160 - 480

80 - 320

10 - 40

1 atau 2

2 atau 3

1 atau 2

1

1

1 atau 2

1

1 atau 2

1 atau 2

1

1

1

1

2

1

1

2

1

1

mikroalbuminuria; menghindari

spironolakton pada pasien dengan

penyakit ginjal kronis (perkiraan

laju filtrasi glomerulus <30

mL/min/1,73m2) dapat

menyebabkan hiperkalemia,

terutama dalam kombinasi dengan

ACEI, ARB, inhibitor renin

langsung atau suplemen kalium.

Dosis awal dapat dikurangi 50%

pada pasien yang mendapat diuretik,

kekurangan volume atau cairan, atau

pasien lansia karena resiko

hipotensi; Dapat menyebabkan

hiperkalemia pada pasien dengan

penyakit ginjal kronis atau pada

orang yang menerima diretik hemat

kalium, antagonis aldosteron, ARB,

atau penghambat langsung renin;

dapat menyebabkan gagal ginjal

akut pada pasien dengan stenosis

arteri renalis bilateral parah atau

stenosis berat di arteri ke ginjal

soliter; jangan gunakan pada pasien

hamil atau pasien dengan riwayat

angioedema.

Penghentian yang tiba-tiba dapat

menyebabkan rebound hipertensi;

menghambat reseptor β1 pada dosis

rendah sampai sedang, dosis lebih

tinggi juga memblokir reseptor β2;

bisa memperparah asma bila

selektivitas hilang; Memiliki

manfaat tambahan pada penderita

atrial taklimitmia atau hipertensi pra

operasi.

Penghentian tiba-tiba dapat

menyebabkan rebound hipertensi;

menghambat reseptor β1 dan β2

pada semua dosis; bisa

memperburuk asma; memiliki

manfaat tambahan pada pasien yang

sangat penting tremor, sakit kepala

migrain, tirotoksikosis.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/60829/3/BAB I.pdf · adanyakontribusi potensial dalam pengembangan hipertensi esensial, termasuk kerusakan fungsi humoral seperti,

17

Tabel 1. Lanjutan

Kelas Nama Obat

Dosis

lazim

(mg/hari)

Frekuensi

Pemberian Komentar

Aktivitas

Intrinsik

Simpatomi

metik

Campuran

α dan β

ARB

CCB

Dihidro-

piridin

Acebutolol

Carteolol

Penbutolol

Pindolol

Carvedilol

Carvedilol

phosphate

Labetalol

Candesartan

Eprosartan

Irbesartan

Losartan

Olmesartan

Telmisartan

Valsartan

Amlodipine

Felodipine

Isradipine

Isradipine SR

Nicardipine SR

Nifedipine LA

Nisoldipine

200 – 800

2.5 – 10

10 – 40

10 – 60

12.5 – 50

20 – 80

200 - 800

8 - 32

600 - 800

150 - 300

50 - 100

20 – 40

20 - 80

80 - 320

2.5 – 10

5 – 20

5 – 10

5 – 20

60 – 120

30 – 90

10 – 40

2

1

1

2

2

1

2

1 atau 2

1 atau 2

1

1 atau 2

1

1

1

1

1

2

1

2

1

1

Penghentian tiba-tiba dapat

menyebabkan rebound hipertensi;

sebagian merangsang β-reseptor

dan sebagian yang lain memblokir

terhadap tambahan stimulasi; tidak

ada keuntungan yang jelas untuk

agen ini; kontraindikasi pada pasien

dengan penyakit jantung koroner

atau pasca-miokard infark.

Penghentian tiba-tiba dapat

menyebabkan rebound hipertensi;

tambahan α blokade menghasilkan

lebih banyak hipotensi ortostatik.

Dosis awal dapat dikurangi 50%

pada pasien yang mendapat

diuretik, kekurangan volume atau

cairan, atau pasien lansia karena

resiko hipotensi; dapat

menyebabkan hiperkalemia pada

pasien dengan penyakit ginjal

kronis atau pada orang yang

menerima diretik hemat kalium,

antagonis aldosteron, ARB, atau

penghambat langsung renin; dapat

menyebabkan gagal ginjal akut

pada pasien dengan stenosis arteri

renalis bilateral parah atau stenosis

berat di arteri ke ginjal soliter; tidak

menyebabkanbatuk kering seperti

ACEI; jangan gunakan pada pasien

hamil atau pasien dengan riwayat

angioedema.

Dihydropiridin short acting harus

dihindari terutama nifedipin dan

nicardipine immediate release;

dihydropiridin adalah vasodilator

perifer yang lebih kuat daripada

nondihidropiridin dan bisa

menyebabkan takikardia, pusing,

sakit kepala, kemerahan, dan edema

perifer; memiliki manfaat tambahan

pada sindrom Raynaud's.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/60829/3/BAB I.pdf · adanyakontribusi potensial dalam pengembangan hipertensi esensial, termasuk kerusakan fungsi humoral seperti,

18

Tabel 1. Lanjutan

Kelas Nama Obat

Dosis

lazim

(mg/hari)

Frekuensi

Pemberian Komentar

Nondihid-

ropiridin

Diltiazem SR

(Cardizem SR)

Diltiazem SR

Diltiazem ER

Verapamil SR

Verapamil ER

Verapamil oral

drug absoption

system ER

180 - 360

120 - 480

120 - 540

180 - 480

180 - 420

180 - 400

2

1

1(pagi/ sore)

1 atau 2

1 (pagi hari)

1 (sore hari)

Extended released dan sustained

released lebih disukai untuk

hipertensi; agen ini memblokir

saluran lambat di jantung dan

mengurangi denyut jantung; Dapat

menghasilkan blok jantung, terutama

dalam kombinasi dengan β-blocker;

saat diobati di malam hari bisa

memberi chronotherapeutic, transfer

obat dimulai sebelum pasien tertidur;

memiliki manfaat tambahan pada

penderita atrial takiaritmia.

(Dipiro et al., 2008)

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/60829/3/BAB I.pdf · adanyakontribusi potensial dalam pengembangan hipertensi esensial, termasuk kerusakan fungsi humoral seperti,

19

Tabel 2. Agen antihipertensi alternatif

Kelas

Nama Obat Dosis

lazim

(mg/hari)

Frekuensi/

hari

Komentar

Penyekat αlfa

1

Agonis

sentral

α-2

Antagonis

Adrenergik

Perifer

Vasodilator

arteri

langsung

Doxazosin

Prazosin

Terazosin

Clonidin

Metildopa

Reserpin

Minoxidil

Hidralazin

1-8

2-20

1-20

01-0.8

250-1000

0.05-0.25

10-40

20-100

1

2 atau 3

1 atau 2

2

2

1 atau 2

2 atau 4

Dosis pertama harus diberikan

malam sebelum tidur; beritahu

pasien untuk berdiri perlahan-

lahan dari posisi duduk atau

berbaring untuk

meminimalkan resiko

hipotensi ortostatik;

keuntungan tambahan untuk

laki-laki dengan BPH (benign

prostatic hyperplasia).

Pemberhentian tiba-tiba dapat

menyebabkan rebound

hypertension; paling efektif

bila diberikan bersama diuretik

untuk mengurangi retensi

cairan.

Gunakan dengan diuretik

untuk mengurangi retensi

cairan.

Gunakan dengan diuretik dan

penyekat beta untuk

mengurangi retensi cairan dan

refleks takikardi.

(Depkes RI, 2006)

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/60829/3/BAB I.pdf · adanyakontribusi potensial dalam pengembangan hipertensi esensial, termasuk kerusakan fungsi humoral seperti,

20

3. Rasionalitas Terapi

Pemberian obat dikatakan rasional apabila memenuhi kriteria sebagai

berikut :

a. Tepat indikasi

Tepat indikasi adalah pemberian obat yang disesuaikan dengan gejala dan

diagnosis pasien karena obat memiliki spektrum terapi yang spesifik dan berbeda.

Setiap obat yang ada pasti memiliki indikasi pengobatan yang berbeda-beda.

Misalnya saja pasien hipertensi maka pemberian obatnya harus sesuai yang

dianjurkan untuk pasien hipertensi (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

b. Tepat pasien

Tepat pasien adalah pemberian obat yang disesuaikan dengan kondisi

patofisiologis dan fisiologis pasien terhadap efek obat dan tidak ada

kontraindikasi. Respon setiap pasien terhadap obat yang diberikan sangat berbeda-

beda. Ada beberapa hal yang sangat perlu dipertimbangkan terkait kondisi pasien

untuk meminimalisasi adanya efek samping yang tidak diinginkan. Setiap obat

yang ada pasti memiliki indikasi pengobatan yang berbeda-beda misalnya saja

pasien hipertensi maka pemberian obatnya harus sesuai yang dianjurkan untuk

pasien hipertensi (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

c. Tepat obat

Tepat obat adalah pemberian obat dengan efek terapi yang sesuai dengan

diagnosa yang sudah ditegakkan oleh dokter dan pemilihan dari drug of choice

yang sesuai dengan kondisi pasien sehingga hubungan keduanya sangat erat

kaitannya untuk memberikan terapi yang sesuai. Oleh karena itu, ketika diagnosis

sudah ditegakkan maka dilakukan upaya dalam pemilihan obat sehingga efek

terapi yang ditimbulkan sesuai dengan penyakitnya (Kementerian Kesehatan RI,

2011).

d. Tepat dosis

Tepat dosis adalah pemberian obat yang berkaitan dengan besaran dosis,

frekuensi dan durasinya kepada pasien sehingga dapat menimbulkan efek yang

diinginkan. Hal ini sangat penting dilakukan khususnya untuk obat dengan indeks

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/60829/3/BAB I.pdf · adanyakontribusi potensial dalam pengembangan hipertensi esensial, termasuk kerusakan fungsi humoral seperti,

21

terapi sempit, kemudian cara pemberian juga perlu diperhatikan (Kementerian

Kesehatan RI, 2011).

E. Landasan Teori

Pada penelitian yang dilakukan di RSUD Dr. Sardjito ditemukan bahwa

interaksi obat terjadi pada pada 59% pasien rawat inap dan 69% pasien rawat

jalan. Banyaknya drug related problems dalam terapi menyebabkan berbagai

macam kasus permasalahan terkait obat ini. Hasil penelitian ini juga menyebutkan

bahwa jenis obat yang sering berinteraksi dengan obat lain pada pasien rawat inap

pasien geriatri adalah furosemid, kaptopril, aspirin, dan seftriakson (Rahmawati et

al., 2006).

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa antihipertensi yang

banyak digunakan untuk pasien geriatri dengan hipertensi tanpa komplikasi

adalah golongan antagonis kalsium atau calcium channel blockers sebesar

13,15%, ACE inhibitors sebesar 17,10%, antagonist receptor blockers sebesar

11,84%, diuretik sebesar 6,57%, dan beta blocker sebesar 2,61% (Priatmojo et al.,

2014).

F. Keterangan Empiris

Penelitian sebelumnya yang dilakukan di RSUD Dr. Soetomo masih banyak

menyisakan banyak permasalahan terkait obat. Ada DRP potensial yakni sebesar

62% pasien terkait interaksi obat yang perlu perhatian lebih dari para farmasis

serta masih banyaknya pasien yang belum mencapai target terapi yang diinginkan

(Supraptia et al., 2014).

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui persentase angka kejadian

dalam memberikan terapi obat yang rasional berdasarkan tepat indikasi, tepat

pasien, tepat obat, dan tepat dosis pada pasien geriatri yang diberikan agen

antihipertensi di instalasi rawat inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2016.