BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar...

20
1 BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Peran gerakan sosial terhadap transformasi sosial di masyarakat menjadi sesuatu yang tidak terelakkan. Gelombang gerakan sosial tersebut terus menerus diproduksi dan mengalami dinamikanya sendiri. Salah satu diantara banyak faktor yang menjadikan gelombang gerakan sosial tidak pernah surut adalah protes-protes berkaitan dengan kontestasi merebutkan Sumber Daya Alam (SDA). Salah satu aktor gerakan sosial tersebut adalah Organisasi Front Nahdliyin Untuk Kedulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA). Organisasi tersebut sebagian besar anggotanya adalah pemuda dan memiliki basis dengan warga Nahdliyin. Penelitian ini mencoba mendiskripsikan dan menganalisis secara sosiologis gerakan sosial yang dilakukan oleh FNKSDA. Beberapa peneliti Indonesia telah mengkaji isu gerakan sosial yang berkaitan dengan kontestasi SDA. Situmorang (2013) salah satunya, dalam disertasinya dia mengatakan ketidakberdaulatnya pemerintah terhadap swasta mengakibatkan berbagai Sumber Daya Alam (SDA) di Indonesia hanya dikuasai oleh segelintir orang. Korporasi multinasional raksasa menggunakan kekuatan politik pemerintah negara asalnya untuk menekan pemerintah Indonesia agar dapat melakukan ekspansi modal dan pengerukan keuntungan semaksimal mungkin dari kekayaan SDA dan tenaga rakyat Indonesia. Privatisasi dan pengambil alihan penguasaan perusahaan negara yang menguasai hajat hidup orang banyak oleh korporasi multinasional semakin menjauhkan rakyat dari akses terhadap layanan sosial dasar sebagai tanggung jawab negara. Lemahnya kontrol pemerintah terhadap aktivitas ekploitasi SDA di Indonesia mengakibatkan kerugian yang besar. Hal ini dikarenakan hasil keuntungan ekploitasi SDA yang diserap negara sangat kecil. Hasil kekayaan pengerukan mineral dan tambang di Indonesia dibawa keluar negeri oleh perusahaan transnasional. Negara yang seharusnya menjadi tuan tanah di tanahnya sendiri justru kerdil terhadap kuasa kapitalisme swasta. Berbagai kebijakan pengelolaan SDA justru menguntungkan pihak swasta. Indonesia hanya menjadi tempat eksploitasi, pembuangan limbah dan polusi sedangkan kekayaan alamnya secara besar-besaran dibawa keluar negeri (Ibid).

Transcript of BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94246/potongan/S1-2016... · senantiasa menempati posisi yang spesial dalam Republik ini. Peristiwa Sumpah

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.A. Latar Belakang

Peran gerakan sosial terhadap transformasi sosial di masyarakat menjadi sesuatu yang

tidak terelakkan. Gelombang gerakan sosial tersebut terus menerus diproduksi dan

mengalami dinamikanya sendiri. Salah satu diantara banyak faktor yang menjadikan

gelombang gerakan sosial tidak pernah surut adalah protes-protes berkaitan dengan kontestasi

merebutkan Sumber Daya Alam (SDA). Salah satu aktor gerakan sosial tersebut adalah

Organisasi Front Nahdliyin Untuk Kedulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA). Organisasi

tersebut sebagian besar anggotanya adalah pemuda dan memiliki basis dengan warga

Nahdliyin. Penelitian ini mencoba mendiskripsikan dan menganalisis secara sosiologis

gerakan sosial yang dilakukan oleh FNKSDA.

Beberapa peneliti Indonesia telah mengkaji isu gerakan sosial yang berkaitan dengan

kontestasi SDA. Situmorang (2013) salah satunya, dalam disertasinya dia mengatakan

ketidakberdaulatnya pemerintah terhadap swasta mengakibatkan berbagai Sumber Daya

Alam (SDA) di Indonesia hanya dikuasai oleh segelintir orang. Korporasi multinasional

raksasa menggunakan kekuatan politik pemerintah negara asalnya untuk menekan pemerintah

Indonesia agar dapat melakukan ekspansi modal dan pengerukan keuntungan semaksimal

mungkin dari kekayaan SDA dan tenaga rakyat Indonesia. Privatisasi dan pengambil alihan

penguasaan perusahaan negara yang menguasai hajat hidup orang banyak oleh korporasi

multinasional semakin menjauhkan rakyat dari akses terhadap layanan sosial dasar sebagai

tanggung jawab negara.

Lemahnya kontrol pemerintah terhadap aktivitas ekploitasi SDA di Indonesia

mengakibatkan kerugian yang besar. Hal ini dikarenakan hasil keuntungan ekploitasi SDA

yang diserap negara sangat kecil. Hasil kekayaan pengerukan mineral dan tambang di

Indonesia dibawa keluar negeri oleh perusahaan transnasional. Negara yang seharusnya

menjadi tuan tanah di tanahnya sendiri justru kerdil terhadap kuasa kapitalisme swasta.

Berbagai kebijakan pengelolaan SDA justru menguntungkan pihak swasta. Indonesia hanya

menjadi tempat eksploitasi, pembuangan limbah dan polusi sedangkan kekayaan alamnya

secara besar-besaran dibawa keluar negeri (Ibid).

Page 2: BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94246/potongan/S1-2016... · senantiasa menempati posisi yang spesial dalam Republik ini. Peristiwa Sumpah

2

Menurut Manalu (2009), berbagai masalah sosial maupun ekologis muncul akibat

industrialisasi di Indonesia. Menyempitnya ruang hidup rakyat, yang diiringi menurunnya

kemandirian rakyat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, utamanya adalah pangan. Selain

itu, rakyat mengartikulasikan protes sebab hilang atau berkurangnya akses rakyat atas tanah

dan sumber daya alam daerahnya. Oleh karenanya, rakyat yang merasa hak atas sumber daya

alamnya tercerabut mencoba melawan dengan berkoloni membentuk apa yang disebut

sebagai “gerakan sosial-lingkungan”. Lebih lanjut, protes-protes rakyat disikapi dengan

tindakan seperti kekerasan, kriminalisasi, dan intimidasi.

Beberapa studi tentang gerakan sosial berupa protes-protes SDA sudah pernah

dilakukan oleh Situmorang (2002) dalam thesis masternya. Berbeda dengan disertasinya

Situmorang (2013) penelitian tersebut fokus pada dinamika protes-protes kolektif yang

dilakukan oleh masyarakat Toba, Porsea menentang PT. Inti Indorayon Utama sangat

dipengaruhi oleh keluhan kolektif yang dirasakan oleh masyarakat Porsea menentang

aktivitas ekstraktif PT. Inti Indorayon Utama. Dalam kasus ini, masyarakat terus menerus

menjadi pihak yang dirugikan akibat aktivitas eksploitasi alam PT Inti Indorayon Utama.

Keadaan tersebut menstimulasi perlawanan massal oleh masyarakat yang terkena dampak

penambangan. Keluhan masyarakat berakumulasi terus-menerus yang berlanjut dengan aksi

protes, demostrasi di jalan-jalan Tapanuli Utara (Situmorang, 2007 :171-174).

Berdasarkan penelitian Situmorang (2007) memunculkan tesis yang berbunyi

“ketidakberdaulatnya rakyat terhadap kekayaan sumber daya alam yang ada di daerahnya

berimplikasi munculnya gerakan sosial perlawanan”. Memiliki konsentrasi keilmuan yang

sama, Manalu (2009) mencatat, Salah satu aktor yang dominan yang terlibat

memperjuangkan gerakan mereka salah satunya adalah “pemuda”. pentingnya keterlibatan

pemuda dalam gerakan sosial-lingkungan di Tapanuli dan Toba Samosir. Manalu (2009)

menjelaskan dinamika protes-protes kolektif yang dilakukan oleh masyarakat Toba yang

diantara sebagian besar adalah pemuda. Kaum pemuda dalam kasus ini diwakili oleh

sekelompok intelektual dan pendeta muda yang tergabung dalam Kelompok Studi

Penyadaran Hukum (KSPH). Kelompok ini mencoba menyebarkan kesadaran tentang

bahayanya dampak sosial dan lingkungan keberadaan dan aktivitas PT Inti Indorayon Utama.

Lebih jauh lagi, menelisik gerakan kaum muda dalam konstelasi gerakan sosial

senantiasa menempati posisi yang spesial dalam Republik ini. Peristiwa Sumpah Pemuda,

Revolusi Indonesia, Transisi politik 1966 hingga yang paling kontemporer adalah gerakan

Page 3: BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94246/potongan/S1-2016... · senantiasa menempati posisi yang spesial dalam Republik ini. Peristiwa Sumpah

3

reformasi 1998, menjadi beberapa bukti sahih bahwa kaum muda merupakan aktor penting

dalam sejarah bangsa. Tidak salah jika Benedict Anderson menyebut revolusi Indonesia

sebagai ‘Youth Revolution’, revolusi pemuda (Anderson, 1972). Pemuda dan politik

nampaknya tidak dapat dipisahkan dalam sejarah republik. Salah satu kekuatan utama dalam

gerakan pemuda di Indoenesia adalah gerakan kaum muda dalam perlawanan terhadap

kejahatan sumber daya alam di Indonesia.

Gerakan sosial-lingkungan oleh kelompok pemuda muncul dalam tubuh ormas Islam

Nahdlatul Ulama (NU)1. Kondisi tidak berdaulatnya sumber daya alam di Indonesia

mendorong sekelompok pemuda NU membangun organisasi gerakan sosial-lingkungan yang

yang berbasis jaringan dengan komunitas Nahdlatul Ulama. Organisasi tersebut yaitu Front

Nahdliyin Untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA) yang resmi berdiri pada akhir

2013. Awalnya FNKSDA muncul akibat dari kekecewaan sebagian pemuda NU terhadap

kelompok NU struktural. Sebab, kelompok elit NU yang duduk struktural dianggap kurang

peduli terhadap isu kedaulatan sumber daya alam dan kelestarian lingkungan-sosial hidup

rakyat Indonesia, khususnya warga NU. Pemerintah dan kelompok NU struktural menurut

FNKSDA kurang bertanggung jawab terhadap kedaulatan SDA serta dampak sosial-

lingkungan yang ditimbulkan2.

FNKSDA sendiri merupakan gerakan non struktural NU yang latar belakang aktornya

adalah sekumpulan pemuda NU yang peduli dengan ketidak berdaulatnya posisi Indonesia

terhadap keberadaan industri ektraktif diberbagai daerah. Tujuan berdirinya FNKSDA adalah

mewujudkan tata kelola SDA yang berkedaulatan dan sebesar-besarnya bermanfaat bagi

rakyat Indonesia3. Menurut Ridwan (2008), struktur NU dapat dibedakan menjadi dua.

Pertama, Kiai4 NU yang terlibat struktur pemerintah. Kedua Kiai NU yang murni berjuang

secara agama dan kultural tanpa terlibat hubungan formal dengan pemerintah. Keberadaan

1 Nahdlatul Ulama adalah organisasi keagamaan yang didirikan sejak 1926 oleh para Kiai pesantren yang

dipimpin secara nasional yang diprakasai oleh KH. Hasyim As’ari. Tujuannya adalah mengembangkan dan

memelihara ortodoksi Islam yang dipegang oleh kebanyakan Ulama di Indonesia yakni, Ahlussunnah Wal

Jamaah (Endang, 2003)

2 Salah satu isi diskusi dalam halaqoh (perkumpulan) gerakan FNKSDA sebagai persiapan deklarasi berdirinya

organisasi FNKSDA di Pondok Pesantren Tebuireng-Jombang 7 Desember 2013. 3 Rumusan tujuan organisasi tersebut dikutip dari hasil rancangan AD-ART FNKSDA 2014. 4 Di berbagai daerah di Indonesia penggunaan istilah Kiai berbeda dengan Istilah Ulama. Horikoshi (1976) dan

Mansurnoor (1990) membedakan Kiai dan Ulama dalam peran dan pengaruhnya di masyarakat. Ulama merujuk

kepada seorang muslim yang berpengetahuan.Sedangkan Istilah Kiai adalah merujuk kepada tingkat keulamaan

yang lebih tinggi.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94246/potongan/S1-2016... · senantiasa menempati posisi yang spesial dalam Republik ini. Peristiwa Sumpah

4

sebagian Kiai NU yang duduk di struktur maupun tidak, kurang memiliki rasa keberpihakan

terhadap warga NU yang menjadi korban ekpolitasi sumber daya alam. Salah satu kasus yang

melibatkan warga NU adalah kasus sengketa lahan antara masyarakat Urut Sewu dengan TNI

di Kebumen sejak 2004 hingga sekarang belum selesai (Ubaidillah, 2014 dalam

www.daulathijau.org)

Kedaaan tersebut menjadikan beberapa aktivis pemuda NU non struktual di

Yogyakarta membangun jaringan dengan beberapa LSM lingkungan hidup dan membentuk

organisasi bernama FNKSDA. Keberadaan FNKSDA yang terhitung baru dalam konstelasi

gerakan sosial-lingkungan mencoba mencari bentuk gerakan dan arah perjuangan. Gerakan

ini mencoba menyuarakan suara warga NU di pelosok daerah yang sedang menghadapi

konflik SDA, rusaknya lingkungan hidup yang rusak serta ketidakadilan ekonomi yang

dialami oleh warga NU. Menarik untuk dikaji, bagaimana aktor pemuda non struktural NU

mencoba mendorong diskursus dan keberpihakan kedulatan SDA dikalangan NU struktural

dan pemerintah untuk lebih perduli terhadap kemiskinan dan hilangnya sumber daya hidup

warga NU melalui strategi gerakan sosial-lingkungan FNKSDA.

I.B. Rumusan Masalah.

Sesuai dengan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah yang ingin dijawab

dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana proses gerakan pemuda NU di dalam Front Nahdliyin Untuk Kedaulatan

Sumber Daya Alam (FNKSDA) dalam menjalankan agenda-agenda gerakan sosial-

lingkungan?

I.C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

pembentukan gerakan yang dilakukan oleh FNKSDA. Selain itu, bagaimana organisasi yang

utamanya dimotori oleh pemuda NU ini dalam melakukan kritik dan perlawanan praksis

terhadap pemerintah yang lemah terhadap Industri ekstraktif multinasional. Studi ini akan

menghasilkan pemahaman baru terkait konfigurasi protes-protes kolektif salah satu gerakan

sosial-lingkungan yang membawa ideologi serta simbol-simbol agama sebagai alat

perjuangan. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu menjadi konsep kerangka

Page 5: BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94246/potongan/S1-2016... · senantiasa menempati posisi yang spesial dalam Republik ini. Peristiwa Sumpah

5

pemahaman pentingnya peran organisasi masyarakat dalam wacana pembangunan dan

pengelolaan sumber daya alam di Indonesia.

I.D. Kerangka Teori dan Konseptual.

Sub-bagian ini menjelaskan literatur dan konsep terkait dengan gerakan dan isu

lingkungan. Pembahasan tentang ini akan dimulai dengan kajian paradigma pembangunan

yang dipakai di Indonesia sejak kolonialisme hingga reformasi sekarang ini. Design

pembangunan yang memunculkan gelombang industrialisasi yang luar biasa berimplikasi

terhadap rusaknya ekosistem lingkungan. Hancurnya ekosistem lingkungan memunculkan

berbagai gerakan sosial dimasyarakat sebagai bentuk protes terhadap rusaknya ruang hidup

mereka.

I.D.1. Pembangunanime di Indonesia.

Revolusi industri abad 17 semakin mendorong eksploitasi manusia terhadap sumber

daya alam. Penemuan teknologi dan industri alat berat lainnya mendorong manusia untuk

mengesploitasi bahan baku semakin besar sebagai akibat dari logika kapitalisme. Logika

kapitalisme mengharuskan para pelaku ekonomi untuk menghasilkan produk dengan jumlah

massal serta harga yang murah. Industrialisasi sebagai wujud dari kapitalisme membutuhkan

bahan baku yang murah, terjangkau, teknologi terbarukan dan buruh dengan upah murah.

Dengan demikian proses akumulasi modal dapat berlangsung terus menerus. Proses dominasi

terhadap alam semesta semakin meluas ketika para ahli di negara-negara maju mengalami

revolusi teknologi. Teknologi navigasi misalnya, teknologi ini memungkinkan aktor ekonomi

untuk melakukan ekspedisi dan eksplorasi sumber daya alam yang belum diketahui

sebelumnya. Penemuan tersebut menstimulus munculnya pabrik-pabrik raksasa di dalam

ekosistem alam.

Berakhirnya era kolonialisme, dunia memasuki era “neo kolonialime” dimana modus

dominasi dan penjajahan tidak lagi bersifat fisik dan secara langsung melainkan penjajahan

secara politik dan ideologi. Periode ini ditandai dengan masa kemerdekaan negara-negara

dunia ketiga khususnya, Asia dan Afrika. Namun, era ini tidak terlepas dari dominasi negara-

negara penjajah terhadap bekas koloni mereka. Mereka tetap melanggengkan dominasi

mereka melalui kontrol terhadap teori dan proses politik yang terjadi (Fakih, 2002 : 184-186).

Di era ini pula kapitalisme lahir dengan berbagai paham dan teori terkait model

pembangunan ekonomi baru. Negara-negara pusat kapitalis seperti Amerika dan Uni Eropa

Page 6: BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94246/potongan/S1-2016... · senantiasa menempati posisi yang spesial dalam Republik ini. Peristiwa Sumpah

6

mencoba membangun sistem ekonomi kapitalis di negara Dunia Ketiga. Untuk itu,

kapitalisme melakukan grand designs strategi ekonomi-politik global untuk mempercepat

akumulasi capital. Stretegi tersebut diantaranya menyingkirkan rintangan investasi dengan

pasar bebas, perlindungan hak milik intelektual, good governance, deregulasi serta penguatan

civil society (Mansour Fakih, 2002 hal : 186-187) Kondisi tersebut yang mendorong adanya

liberalisasi serta globalisasi di negara dunia ketiga.

Menurut kelompok penganut neoliberalisme, pertumbuhan ekonomi akan dicapai

maksimal jika terjadi “kompetisi bebas” antar pelaku ekonomi. Kompetisi yang agresif

adalah akibat kepercayaan bahwa “pasar bebas” itu efisien untuk mengalokasikan sumber

daya alam rakyat yang langka untuk memenuhi kebutuhan manusia. Harga barang dan jasa

selanjutnya menjadi indikator apakah SDA sudah habis atau masih tersedia banyak. Ketika

harga barang murah maka barang tersebut langka dipasaran dan sebaliknya. Oleh sebab itu,

orang akan menanamkan modalnya ketika harga barang tersebut tinggi. Kesimpulannya,

harga jadi tanda apa yang harus di produksi.

Posisi negara harusnya lebih superior dari pada pasar. Negara berhak mengatur serta

menetapkan regulasi terkait pengelolaan SDA-nya sendiri. Selain itu, melakukan setiap

kontrol terhadap perusahaan nasional maupun transnasional yang berproduksi di wilayah

negara. Di Indonesia misalnya, kondisi itu sudah tercantum dalam amanat Pasal 33 ayat 3

Undang-Undang Dasar 1945 “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya

dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Aturan

dasar negara tersebut seharusnya menjadi acuan prinsip model pembangunan di Indonesia.

Penguasaan swasta terhadap sumber daya alam Indonesia harus dibatasi.

Namun, yang terjadi adalah Indonesia sebagai dunia ketiga juga memiliki sejarah

yang erat dengan model ekonomi kapitalisme. Puncaknya, ketika keran liberalisasi ekonomi

di buka lebar pada masa Orde Baru. Karena pada masa kepemimpinan Soeharto Indonesia

mulai mengikuti sistem demokrasi liberal. Izin pertambangan yang sebelumnya susah

diperoleh kapitalis pada masa Orde Lama justru dipermudah pada masa Orde Baru. Hal ini

berimplikasi pada munculnya banyak perusahaan tambang raksasa yang tumbuh pesat pada

masa itu. Sumber hukum yang menjadi landasan gagasan arah pembangunan tersebut dipublis

pada tahun 1966 melalui TAP MPRS No. XXIII/MPRS/1996 (Rahardjo, 2011 :23-26).

Page 7: BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94246/potongan/S1-2016... · senantiasa menempati posisi yang spesial dalam Republik ini. Peristiwa Sumpah

7

Implikasinya, sektor swasta mendapat keluaasaan untuk mengeksploitasi sumber daya

alam Indonesia. Sektor-sektor strategis seperti migas, pertambangan, bank, manufaktur

dikuasai sepenuhnya oleh korporasi multinasional asing. Akibatnya, perusahaan Indonesia

bangkrut, karena tidak memiliki daya saing yang kuat. Terjadi ketimpangan sosial-ekonomi

yang luar biasa akibat konglomerasi, kepemilikan tunggal. Terlebih sektor industri kecil-

menengah dan pertanian nantinya akan semakin terpuruk. Jurang ketimpangan semakin

menganga, yang kaya akan semakin melanjutkan dominasi kekayaanya dan masyarakat

miskin akan semakin terpuruk.

Persoalan jalan paradigma ekonomi yang dipilih oleh pemerintahan Orba memiliki

dampak resiko yang berkelanjutan hingga era sekarang. Era revormasi masih dibayang-

bayangi oleh utang luar negeri serta ketidakberdayaan iklim dunia usaha di Indonesia. Para

Konglomerat produk pembangunan Orde Baru justru di era sekarang justru menguasai

panggung politik, ekonomi dan media di Indonesia. (Rahardjo, 2011 hal : 32-36).

Hebert Marcuse5 dalam (Situmorang, 2007) mengatakan bahwa semakin tinggi

tingkat produksi sebuah pabrik maka semakin bertambah beban kerusakan yang harus

ditanggung oleh alam, termasuk manusia di dalamnya. Produksi yang sangat besar hanya

akan menguntungkan kaum pemodal yang apatis terhadap rusaknya ekosistem. Selain itu,

kondisi tersebut menjadikan watak masyarakat semakin konsumtif terhadap alam. Kebijakan

ini ditindaklanjuti dengan menerapkan politik membuka kran sebesar-besarnya untuk investor

asing. Negara sengaja mengakomodasi kepentingan investor asing dalam aspek keamanan

asset investasi melalui penerapan sistem predatoris yang ditopang oleh birokrasi politik.

Kapitalisme baru ini yang berimplikasi pada kesenjangan sosial dan rusaknya ekosistem

lingkungan hidup di Indonesia (Endaryanta, 2007 : 42).

I.D.2. Industrialisasi Memunculkan Gerakan Sosial-Lingkungan.

Studi ini mengadopsi pendekatan gerakan sosial sebagai basis analisisnya dengan

pemuda sebagai aktor utamanya. Dalam teori klasik, gerakan sosial (social movement) selalu

dilihat sebagai sebuah penyimpangan (defiance) terhadap mainstream. Namun dalam periode

selnjutnya, gerakan sosial sudah mendapat tempat tersendiri dalam teori sosial. Dalam

perdebatan mutakhir, gerakan sosial selalu dihadapkan dengan teori gerakan sosial baru (new

5 Seorang sosiolog Jerman, pengarang buku berjudul “One Dimensional Man” tahun 1964, tentang analisis

terhadap fenomena masyarakat Industri maju.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94246/potongan/S1-2016... · senantiasa menempati posisi yang spesial dalam Republik ini. Peristiwa Sumpah

8

social movement). Gerakan Sosial dapat difinisikan sebagai upaya kolektif dalam melakukan

usaha perubahan melalui Interaksi dan Sosialisasi. Gerakan sosial muncul dengan kesadaran

kelas dan ideologi tertentu, namun kelompok ini muncul dengan Identitas dan kesadaran serta

perhatian terhadap persoalan yang dihadapi oleh suatu kelompok masyarakat. Gerakan sosial

berusaha mengampu komponen-komponen kepentingan dan tujuan yang sama (Meliana dkk,

2013).

Pendapat lain juga disampaikan oleh Turner and Kilian dalam ( Morris and

Herring, 2011) Gerakan sosial adalah tindakan secara bersama dengan berkelanjutan untuk

mengsosialisasikan atau menolak perubahan dalam masyarakat atau kelompok dengan

keanggotaan terbatas. Pergeseran dengan kepemimpinan yang posisinya lebih banyak

ditentukan oleh respon informal para anggota dibandingkan dengan prosedur formal

untuk pengesahan. Kemudian Tarrow dalam (Situmorang, 2013) mendefisikan gerakan sosial

sebagai tantangan kolektif yang dilakukan sekelompok orang yang memiliki tujuan dan

solidaritas bersama, dalam konteks interaksi yang berkelanjutan dengan kelompok elit, lawan

dan penguasa. Disini terdapat empat kata kunci penting, yakni tantangan kolektif, tujuan

bersama, solidaritas sosial, dan interaksi berkelanjutan.

Sedangkan Gerakan lingkungan hidup merupakan gerakan sosial baru yang

merupakan pergeseran dari gerakan sosial lama. Gerakan Sosial Baru (GSB) merupakan

gerakan transnasional. GSB juga berkembang sebagai wujud ketidakpuasan pada institusi-

insititusi sosialdan politik kapitalis maju, yakni transformasi dari masyarakat industri ke

masyarakat pasca industrial yang semakin menisbikan batas-batas kelas (Singh, 2001 :98-

105). Perspektif ini menempatkan kontruksi dan politisasi identitas sebagai perekat

keterlibatan para partisipan gerakan.

Di dalam jurnal yang ditulis Meliana dkk. (2013), gerakan ini menyuarakan,

mengarahkan dan berjuang dengan kondisi mendasar keberadaan manusia serta mungkin

keberadaan dimasa depan. Gerakan sosial baru mencari jawaban atas pertanyaan yang

terkait dengan perdamaian, pelucutan senjata, polusi nuklir, perang nuklir, yang

berhubungan dengan ketahanan plenet (bumi), ekologi, lingkungan dan hak-hak asasi

manusia. Gerakan sosial baru ini memang berorintasi kepada keselamatan bumi,

mendukung pelestarian alam dimana manusia merupakan bagian darinya, gerakan ini

dilakukan secara kolektif atau secara bersama dan merupakan gerakan sosial. Sehingga

Page 9: BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94246/potongan/S1-2016... · senantiasa menempati posisi yang spesial dalam Republik ini. Peristiwa Sumpah

9

komponen-komponen dalam masyarakat berjalan secara bersamaan untuk kelestarian dan

keselamatan bumi.

Sentralisasi pengeloalaan sumber daya alam oleh negara dan swasta berdampak pada

gerakan sosial-lingkungan masyarakat sipil yang menentang dominasi mereka. Dominasi

negara dan pasar memunculkan beberapa konflik sosial. Konflik terjadi antara masyarakat

dengan swasta maupun negara dengan masyarakat. Konflik ini muncul akibat ketidakpuasan

masyarakat terhadap distribusi kesejahteraan yang hanya dikuasai oleh segelintir orang.

Disamping itu, konflik muncul akibat perbedaan kepentingan pengelolaan dan ekspolitasi

sumber daya alam antara masyarakat dan swasta. Pemanfaatan sumber daya alam yang

dulunya collective goods akibat intervensi negara menjadi private goods. Selain itu, rusaknya

ekosistem alam tempat tinggal masyarakat lokal akibat model pembangunan yang merusak

alam.

Dalam konteks inilah membahas organisasi masyarakat sipil terutama lembaga

swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak dalam isu kedaulatan sumber daya alam dan

lingkungan hidup. Organisasi tersebut memiliki relevansi yang kuat karena melaui mereka

perdebatan pembangunan berkelanjutan dan ramah dengan alam diperdebatkan. Mereka

mencoba berafiliasi dengan barisan LSM lain yang bergerak dengan permasalahan dan

kepentingan yang sama. Hal ini memungkinkan mereka untuk agen produksi dan reproduksi

wacana lingkungan dan pembangunan.

Konteks sekarang ini di Indonesia sebagian besar elit politik dan pengambilan

kebijakan kurang mempertimbangkan dampak sosial-ekologis. Kalaupun itu disadari,

rekayasa penanggulangan dan usaha pencegahan sebagai wujud pengalihan isu. Kondisi

tersebut yang menjadikan masyarakat lokal menjadi bergejolak untuk melakukan serangan

fisik terhadap perusahaan pengelola SDA di wilayah mereka. (Baca Jurnal: Nanang Indra

Kurniawan, 2012)

Konflik sumberdaya alam dan agraria sepanjang tiga tahun terakhir menyita perhatian

publik mengingat intensitas ledakannya yang cukup sering. Ada tren yang cukup kuat,

konflik yang dulu bersifat laten berubah menjadi manifest. Perbedaan sistem penguasaan

lahan antar pihak dalam konflik agraria tak kunjung ada kepastian. Masyarakat gigih

mempertahankan hak penguasaannya secara turun-temurun dan bersifat informal, sementara

Page 10: BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94246/potongan/S1-2016... · senantiasa menempati posisi yang spesial dalam Republik ini. Peristiwa Sumpah

10

perusahaan dan para pihak lain datang dengan sistem aturan formal yang tidak dikenal dalam

aturan yang berlaku di masyarakat.

Sejak kemunculannya di era 1970-an, sebagai respon atas kebijakan pembangunan

Orde Baru, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Indonesia telah menjadi pelopor dalam

melahirkan wacana-wacana alternatif hubungan antara manusia dan lingkungan. Selain

mencoba mengekploitasi alam wacana ini mendorong agar negara, swasta maupun

masyarakat sipil peduli terhadap masa depan kehidupan ekologis manusia. Data empirik

menunjukkan bahwa LSM lingkungan hidup bergerak tidak dalam alur wacana tunggal.

Fragmentasi wacana lingkungan terjadi sangat kuat dan dipengaruhi relasi organisasi-

organisasi tersebut dengan kekuatan global melaui skema kerjasama program dan

pembiayaan maupun jejaring pengetahuan (Kurniawan, 2012 hal: 7-9).

I.D.3. Pemuda dan Gerakan Sosial-Lingkungan.

Setelah sebelumnya berkelana lebih jauh ke dalam rimba gerakan sosial-lingkungan di

Nusantara. Tulisan ini, mencoba secara ringkas melakukan diskusi teoretis ihwal konsep

pemuda (youth) yang digunakan dalam tulisan ini. Pemuda atau kaum muda (youth)6 adalah

sebuah konsep penting dalam ilmu sosial tapi sekaligus problematik. Pendekar sosiologi

terkemuka Piere Bourdieu (1978) pernah menulis sebuah esai menarik berjudul “youth is just

a word”; namun ia kemudian secara mendalam membentangkan yang terjadi justru

sebaliknya: youth merupakan sebuah konsep yang terus mengalami pertumbuhan secara

berlapis, yang merefleksikan nilai-nilai sosial, politik dan moral pada zamannya,” seperti

disarikan oleh Gill Jones (2009) dalam sebuah risalah bertajuk “What is ‘Youth’?” Dengan

kata lain, pemuda atau kaum muda merupakan sebuah konstruksi sosial dengan aneka

pemaknaan yang berbeda dalam setting yang berlainan dan acap berubah dan bersalin seiring

dinamika kurun dan sejarah (Azca dalam Jurnal Ma’arif Institute, 2013).

Sementara dalam tulisan Maesy Angelina (2011), usia adalah cara paling umum untuk

mendefinisikan siapa anak muda. Menurut Undang-Undang Kepemudaan Republik

Indonesia, anak muda adalah mereka yang berusia antara 18 sampai 35 tahun, namun banyak

pihak yang berpendapat bahwa batas akhir usianya terlalu tua dan lebih memilih menganut

definisi youth oleh PBB, yaitu rentang usia 15 hingga 24 tahun. Meski demikian, melalui

6 Istilah pemuda, kaum muda, kawula muda dan remaja digunakan secara bergantian dalam naskah untuk merujuk pada pengertian yang sama sebagai

padanan dari youth.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94246/potongan/S1-2016... · senantiasa menempati posisi yang spesial dalam Republik ini. Peristiwa Sumpah

11

Konvensi Hak Anak PBB juga mendefinisikan anak-anak sebagai mereka yang berusia

dibawah 18 tahun, sehingga ada usia yang tumpang tindih dengan anak muda. Kerancuan

identitas menurut PBB juga terjadi saat melihat tumpang tindih dengan definisi-definisi

lainnya: adolescents antara 10-19 tahun, teenagers antara 13-19 tahun, young adults antara

20-24 tahun, dan young people antara 10-24 tahun.

Tumpang tindih diatas menunjukkan bahwa batasan usia tidak cukup untuk

mendefinisikan anak muda, seperti yang juga telah diakui oleh banyak pembuat kebijakan.

Selama beberapa dekade terakhir ilmuwan sosial telah berargumen bahwa anak muda bukan

sekedar usia, namun merupakan sebuah kategori sosial yang pemaknaannya dibentuk

berdasarkan konteks tertentu. Artinya, anak muda bukanlah sebuah definisi universal, namun

sesuatu yang berbeda menurut ruang dan waktu. Definisi anak muda dipengaruhi oleh

konteks sosial, politik, budaya, dan ekonomi sebuah masyarakat dan juga ditentukan oleh

gender, kelas, kasta, ras, tingkat pendidikan, atau etnisitas seseorang (White, 1997).

Berbeda dengan pendekatan psikologis, menurut Abdullah dalam (Azka, 2013), sudut

pandang sosiologi dan ilmu sejarah lebih menekankan pada nilai subyektif, yakni perumusan

istilah pemuda yang didasarkan pada tanggapan masyarakat berikut kesamaan pengalaman

historis. Dalam refleksi sosiologis dan historis yang dilakukannya, Taufik Abdullah

berpendapat bahwa istilah pemuda atau generasi muda kerap “diboncengi” nilai-nilai tertentu,

sebagai misal berbagai untaian kalimat seperti: “pemuda harapan bangsa”, “pemuda pemilik

masa depan” dan lain sebagainya. Menurutnya, hal tersebut disebabkan oleh istilah pemuda

yang lebih menemui bentuknya sebagai terminus ideologis atau kultural ketimbang ilmiah.

Dari sudut lain, bias cara berfikir Barat acap tak terhindarkan dalam konstruksi

pemuda dalam studi kepemudaan yang berkembang selama ini. Misalnya, kecenderungan

untuk melihat periode transisi dari masa kanak-kanak (childhood) menuju kedewasaan

(adulthood) sebagai fase yang niscaya penuh badai dan gelombang (sturm und drang)—yang

pada kenyataannya kadang tidak ditemukan dalam masyarakat non-Barat pada kurun tertentu,

seperti ditemukan oleh Margareth Mead (1928) dalam risetnya mengenai kaum muda di

Samoa. Dalam ikhtiar untuk membebaskan diri dari jerat bias Barat tersebut, sejumlah

ilmuwan mencoba untuk melihat pemuda sebagai sebuah konsep relational (a relational

concept) dengan memperhitungkan proses-proses sosial di mana “usia dikontruksikan secara

sosial, dilembagakan dan dikontrol dengan cara-cara spesifik baik secara kultural maupun

historis” (Azka dalam Jurnal Ma’arif Institute, 2013).

Page 12: BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94246/potongan/S1-2016... · senantiasa menempati posisi yang spesial dalam Republik ini. Peristiwa Sumpah

12

Melihat youth sebagai konsep sosiologis, Kiem (1993) melihat pemuda sebagai

produk dan sekaligus agen perubahan sosial. Dalam konteks perubahan sosial yang

berlangsung pesat, Kiem (1993: 18) lebih jauh melihat pemuda menempati posisi krusial

sebagai mediator dalam reproduksi societal dan transformasi sosial. Di satu sisi mereka

adalah produk dari proses sosialisasi dan hanya dapat dipahami dalam konteks muatan

kultural yang ditawarkan kepada mereka, namun di sisi lain, mereka memiliki ruang

kebebasan tertentu dalam memilih nilai-nilai yang tersedia dalam pluralisme kultural dan

kontradiksi-kontradiksi yang terdapat dalam masyarakat. Meski peran agensi pemuda dalam

dinamika perubahan sosial dan kesejarahan terbukti penting, namun menarik untuk melihat

bahwa studi akademik mengenai kepemudaan (youth studies) menjadi ranah yang terlantar

sedangkan pemuda sebagai ‘subjek-akademik’ tampaknya merupakan mahluk yang tersisih

dan terpinggirkan (Azca & Rahadianto, 2011)

Menengok selintas ke belakang, dalam ranah akademis, pemuda sesungguhnya acap

hadir dalam berbagai studi dan kajian, namun galibnya hanya ditempelkan, atau dititipkan,

sebagai semacam aksesoris dalam kajian dengan fokus mengenai sesuatu yang lain, entah

kependudukan, kriminalitas, seksualitas, pembangunan, atau lainnya. Hal ini, bias jadi,

terpaut dengan arah kebijakan “Orde Baru” yang secara sistematis “melemahkan pemuda

sebagai subjek aktif di ranah sosial-politik dan lebih mengarahkan mereka sebagai obyek

pembangunan, bilangan dalam perayaan konsumsi serta resipien dalam dinamika

kebudayaan,(Ibid).

Di masa “Orde Baru” muncul sejumlah kajian yang secara khusus dan sistematis

menjadikan pemuda sebagai subyek kajian, seperti yang dilakukan oleh Taufik Abdullah dkk.

dalam Pemuda dan Perubahan Sosial yang diterbitkan oleh Penerbit LP3ES pada tahun

1974. Salah satu wacana dominan yang berkembang waktu itu adalah bagaimana pemuda

menjadi agen penting perubahan sosial di dalam kerangka pembangunan di bawah sistem

“Orde Baru”. Sementara itu, studi mengenai gerakan kaum muda di era tersebut biasanya bias

pada studi mengenai gerakan mahasiswa yang muncul sebagai gerakan kritis dan gerakan

alternative perlawanan terhadap rezim otoriter pada waktu itu. Dalam sebuah refleksi kritis

mengenai studi kepemudaan (youth studies) di Indonesia yang diletakkan dalam perspektif

komparatif, (Ibid).

Konsepsi tentang pemuda yang dianggap sebagian sosiolog sebagai aktor

transformasi sosial atau agen gerakan sosial alternatif juga berlaku dikalangan pemuda NU.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94246/potongan/S1-2016... · senantiasa menempati posisi yang spesial dalam Republik ini. Peristiwa Sumpah

13

Pernyataan menarik dari seorang antropolog asal Belanda, Martin van Bruinessen (2013)

terkait aktivitas mereka adalah sebagai berikut: “….dalam diskusi-diskusi informal

dikalangan santri tua dan mahasiswa berlatar belakang NU, perdebatan dan pencarian wacana

baru benar-benar hidup. Banyak diantara orang muda ini sudah berpengalaman dalam

berbagai kegiatan pengembangan masyarakat, dan memiliki kepedulian kepada masalah-

masalah keadilan social dan ekonomi. Organisasi mahasiswa yang berafiliasi ke NU, PMII,

selama beberapa tahun ini telah menjadi salah satu organisasi mahasiswa paling dinamis

dalam hal perdebatan intelektual.

Manalu (2009) mencatat, beberapa gerakan sosial-lingkungan yang sebagian besar

dimotori pemuda. Pentingnya keterlibatan pemuda dalam gerakan sosial-lingkungan di

Tapanuli dan Toba Samosir. Dimpos menjelaskan dinamika protes-protes kolektif yang

dilakukan oleh masyarakat Toba yang diantara sebagian besar adalah pemuda.Kaum pemuda

dalam kasus ini diwakili oleh sekelompok intelektual dan pendeta muda yang tergabung

dalam Kelompok Studi Penyadaran Hukum (KSPH). Kelompok ini mencoba menyebarkan

kesadaran tentang bahayanya dampak sosial dan lingkungan keberadaan dan aktivitas PT Inti

Indorayon Utama.

Gerakan sosial-lingkungan oleh kelompok pemuda muncul dalam tubuh ormas Islam

Nahdlatul Ulama. Kondisi defisit kedaulatan sumber daya alam di Indonesia mendorong

sekelompok pemuda NU membangun organisasi gerakan sosial-lingkungan yang yang

berbasis jaringan dengan komunitas Nahdlatul Ulama. Organisasi tersebut yaitu Front

Nahdliyin Untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA) yang resmi berdiri pada akhir

2013. Awalnya FNKSDA muncul akibat dari kekecewaan sebagian pemuda NU terhadap

kelompok NU struktural. Sebab, kelompok elit NU yang duduk struktural dianggap kurang

peduli terhadap isu kedaulatan sumber daya alam dan kelestarian lingkungan-sosial hidup

rakyat Indonesia, khususnya warga NU. Pemerintah dan kelompok NU struktural menurut

FNKSDA kurang bertanggung jawab terhadap kedaulatan SDA serta dampak sosial-

lingkungan yang ditimbulkan (Sobirin dalam Daulathijau.org, 2013)

Untuk memberikan analisis kritis terhadap fenomena gerakan sosial pemuda diatas,

dari teori-teori gerakan sosial, penelitian ini akan menggunakan konsep perilaku kolektif

(colletive behavior). Teori ini berhubungan dengan konsep-konsep semacam ketegangan

(strain), stress, massa (mass society), irrasonality, penulaan perasaan (contagion),

keterasingan (alienation), frustasi, dan deprevasi relative (Klandermans, 2005:366). Secara

Page 14: BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94246/potongan/S1-2016... · senantiasa menempati posisi yang spesial dalam Republik ini. Peristiwa Sumpah

14

keseluruan mengacu pada factor-faktor psikologi sosial untuk menjelaskan keterlibatan

individu-individu di dalam gerakan sosial-lingkungan.

Prespektif perilaku kolektif menyatakan gerakan sosial terjadi akibat efek samping

(side-effects) dari transformasi sosial yang berlangsung cepat. Dalam kondisi perubahan

sosial, berkembangnya perilaku kolektif dalam bentuk sekte keagamaan, komunitas rahasia,

kelompok politik, dan ekonomi utopis. Keadaaan tersebut merefleksikan dua hal pertama,

sebagai ketidakmampuan institusi sosial untuk menumbuhkan kohesi sosial. Kedua, sebagai

upaya masyarakat bereaksi terhadap krisis situasi, dengan membangun sistem keyakinan

bersama (shared belive) sebagai modal landasan baru bagi solidaritas bersama (Porta dan

Diani,1999 ; 4) di dalam (Manalu, 2009 hal : 25).

Prespektif kedua yang menjadi anjutan dari teori perilaku kolektif adalah perspektif

gerakan sosial, mobilisasi sumber daya (recource mobilizations). Pandangan ini merupakan

koreksi terhadap teori sebelumnya yang mengasumsikan ketegangan dan masalah sosial

sebagai penyebab aksi-aksi kolektif. Sebaliknya, perspektif ini melihat masalah dan

ketegangan sosial itu sebagai sesuatu yang nyaris melekat dalam masyarakat. Oleh karena itu,

gerakan sosial tergantung dengan kemampuan dengan mobilisasi sumber daya yang akan

merespon masalah tersebut. Kenyataan bahwa ketidakapuasan an sich sering kali tidak

menimbulkan gerakan sosial dan bukan menjadi dugaaan yang tepat bahwa ‘’ ketidakpuasan

selalu menghasilakan protes. Oleh karena itu, perspektif mobilisasi sumber daya (resource

mobilization) mendapatkan tesis baru, yaitu organisasi pergerakan memberikan struktur

mobilisasi yang sangat krusial bagi aksi kolektif dalam bentuk apapun (Mc Carthy dan Zald,

1977).

Singkatnya, pendekatan ini menyatakan gerakan sosial muncul sebagai konsekuensi

dari bersatunya para aktor dalam cara yang rasional, mengikuti segala kepentingan mereka

dan adanya peran sentral organisasi dan kader dan pemeimpin professional untuk

memobilisasi sumber daya yang ada pada mereka. Kekuatan sumber daya tergantung

terhadap modal material (uang, benefit dan jasa) maupun yang non material (persahabatan,

struktur sosial, pertalian kepercayaan dll). ( Porta dan Diani, 1999)

Terakhir, penelitian ini dibingkai berdasarkan perspektif Snows. dimaknai sebagai

upaya-upaya strategis secara sadar oleh kelompok-kelompok orang untuk membentuk

pemahaman bersama tentang dunia dan diri mereka sendiri yang mengabsahkan dan

Page 15: BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94246/potongan/S1-2016... · senantiasa menempati posisi yang spesial dalam Republik ini. Peristiwa Sumpah

15

mendorong aksi kolektif mereka(Fadhillah Puta Ed, 2007). Sedangkan konsep repertoire

disini mengacu pada konsep Charles Tilly, yaitu serangkaian rutinitas terbatas yang

dipelajari, dibagi dan diejawantahkan dalam proses pilihan yang membebaskan, Tilly

menekankan repertoire sebagai alat interaksi di antara sekelompok masyarakat (Situmorang,

2007 hal : 46-48). Repertoire gerakan sosial-lingkungan disini dapat berupa demonstrasi-

demonstrasi, selebaran, propaganda politik, mimbar bebas, diskusi, hingga media sosial.

I.E. Metode Penelitian.

I.E.1. Metodologi.

Lokasi penelitian ini mengambil tempat di Yogyakarta dan Kebumen. Yogyakarta

merupakan tempat dimana banyak peneliti dan anggota FNKSDA bermukim. Selain itu, di

Yogyakarta merupakan lokasi dimana sekertariat nasional FNKSDA berada. Sekertariat

Yayasan Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKIS) Jl. Pura 203 Serowajan, Yogyakarta

merangkap menjadi sekertariat FNKSDA. Banyak agenda rapat, diskusi organisasi, aksi

demontrasi yang dilakukan di Kota ini. Beberapa kali aksi protes yang dilakukan FNKSDA

berlokasi di Yogyakarta. Arak-arakan Budaya 16/05/2014, demonstasi Mengruduk UGM

19/03/2015, diskusi Serentak Film “Samin vs Semen” di banyak Universitas di Yogyakarta,

kegiatan yang dilakukan oleh FNKSDA dan Aliansinya tersebut berlangsung di Yogyakarta.

Sedangkan di Kebumen, merupakan salah satu daerah yang menjadi concern gerakan

FNKSDA dalam mengadvokasi kasus konflik sengketa lahan antara Tentara Nasional

Indonesia (TNI) dengan masyarakat Urutsewu-Kebumen. Penyelesaian Kasus di Urutsewu-

Kebumen oleh FNKSDA merupakan agenda utama hasil halaqoh (pertemuan) nasional di

Jombang pada tanggal 8 Desember 20137. Salah satu strategi hasil musyawaroh dalam

diskusi tersebut adalah menunjuk koordinator nasional FNKSDA yang berasal dari Kebumen,

yang notabene daerah yang sedang berkonflik yang menjadi fokus agenda advokasi.

Ubaidillah, aktivis agraria yang juga menjadi Dosen di STAINU Kebumen, sudah lama

bergelut dengan kasus di Urutsewu dan berasal dari Kebumen. Pencarian data dalam

penelitian ini, yang mencoba menfokuskan agenda FNKSDA di Kebumen, butuh banyak

keterangan dari Ubaidillah yang berdomisili di Kebumen.

7 Hasil notulensi dalam halaqoh (pertemuan) nasional FNKSDA yang pertama di pondok Tebuireng-Jombang, 8

desember 2013.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94246/potongan/S1-2016... · senantiasa menempati posisi yang spesial dalam Republik ini. Peristiwa Sumpah

16

Riset ini fokus pada gerakan pemuda NU di dalam organisasi Front Nahdliyin Untuk

Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA) dalam menjalankan agenda-agenda gerakan

lingkungan. FNKSDA sendiri merupakan organisasi baru berdiri pada tanggal 9 desember

2013 yang bergerak pada isu sosial-lingkungan. Organisasi ini memiliki misi salah satunya

adalah berjejaring dengan banyak organisasi gerakan lingkungan lain yang ada dibanyak

daerah untuk bergabung menjadi gerakan berskala nasional (www.daulathijau.org). Proses

pencarian bentuk gerakan serta upaya-upaya gerakan seperti, strategi gerakan dan cara

advokasi FNKSDA merupakan obyek kajian penelitian ini.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, menurut Bogdan dan Taylor seperti

dikutip Moleong, metode kualitatif adalah metode penelitian yang menghasilkan data

deskriptif dan digunakan untuk menjawab pertanyaan “bagaimana, alasan apa, mengapa’

terjadinya suatu fenomena sosial, dan menghasilkan data-data deskriptif (Moleong, 2010).

Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk memahami fenomena tentang

apa yang dialami subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi serta tindakan

secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu

konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

Metode kualitatif digunakan untuk mengungkap dan memahami sesuatu di balik suatu

fenomena sosial dalam masyarakat. Metode ini, lebih mencoba mementingkan proses

penelitian dari pada hasil penelitian. Oleh karena itu, bukan pemahaman mutlak yang dicari,

tetapi pemahaman mendalam tentang kehidupan sosial (Suyanto, 2005: 168-169). Karena itu

penelitian menggunakan pendekatan penelitian deskriptif-kualitatif. Pendekatan ini mencoba

menggambarkan fenomena sosial yang terjadi pada permasalahan yang akan diteliti yang

kemudian dilakukan proses penyusunan-penjelasan-tahap analisa. Penelitian diskriptif tidak

dimaksudkan untuk menguji hipotesa tertentu tetapi menggambarkan tentang apa adanya

tentang suatu variable, gejala atau keadaan sosial (Suharsimi, 2000). Metode ini sesuai untuk

mendeskripsikan proses pembentukan dan agenda-agenda gerakan sosial-lingkungan Front

Nahdliyin Untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA).

Metode lain yang digunakan dalam pengumpulan data adalah dokumentasi.

Dokumentasi berupa tulisan atau artikel, surat surat dan dokumen dokumen resmi, publikasi

media, data statistik dan bahan bahan pustaka yang relevan dengan topik penelitian. Data data

diperoleh dari pengumpulan dokumentasi untuk kemudian dijadikan referensi. Dokumen-

dokumen yang akan di cari seperti Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) berbagai gerakan

Page 17: BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94246/potongan/S1-2016... · senantiasa menempati posisi yang spesial dalam Republik ini. Peristiwa Sumpah

17

Islam, kliping pemberitaan media, selebaran organisasi, buletin, dan Anggaran Dasar-

Anggaran Rumah Tangga (AD-ART) FNKSDA.

I.F. Teknik Pengumpulan Data

I.F.1. Wawancara.

Menurut Vredenberg (1978) dasar dari metode wawancara adalah mengumpulkan

data mengenai sikap dan kelakuan, pengalaman, cita cita dan harapan seperti yang

dikemukakan oleh responden atas pertanyaan peneliti. Kerjasama antara peneliti dan

responden sangat penting untuk mengungkap informasi dari responden sesuai pandangan atau

keadaannya. Wawancara akan dilakukan dengan berbagai pihak yang terlibat langsung dalam

organisasi FNKSDA, seperti aktivis lingkungan dari berbagai pihak yang tergabung dengan

gerakan ini. Salah satu yang menjadi narasumber utama dalam penelitian ini pertama,

koordinator nasional jaringan FNKSDA Ubaidillah. Lulusan Pasca di Center of Religius and

Cross-cultural Studies (CRCS) UGM ini, dipilih menjadi koordinator nasional FNKSDA

karena pengalaman dia sejak mahasiswa sudah aktif mengawal isu konflik agraria di

Urutsewu.

Beberapa peneliti sekaligus inisiator utama gerakan FNKSDA seperti Heru Prasetya,

Bosman Batubara, Ubaidillah, Hairus Salim, dan Mohammad Sobirin. Heru, Batubara dan

Sobirin merupakan aktivis sosial-lingkungan yang pernah beberapakali bergabung dalam satu

proyek di LSM Desantara Foundations. Lembaga sosial yang memiliki minat terhadap

penguatan komunitas (minoritas) terkait multikulturalisme dan lingkungan. Heru Prasetya,

Batubara dan Sobirin merupakan alumni PMII UGM yang memiliki kedekatan kultural

dengan Nahdliyin.

Selain aktor utama yang menjadi inisiator gerakan ini, penelitian ini juga mencari data

melalui aktor lokal yang bergabung didalam agenda FNKSDA khususnya di Urutsewu-

Kebumen yang menjadi fokus isu dalam penelitian ini. Seniman sebagai kordinator Forum

Paguyuban Petani Kebumen Selatan (FPPKS) dan Erik sebagai Ketua PMII Cabang

Kebumen. Kedua aktor tersebut terlibat didalam agenda-agenda yang dilakukan FNKSDA di

Urutsewu. Seniman sendiri merupakan perwakilan FPPKS Kebumen yang datang ke

Jombang untuk bergabung dan bersinergi dengan gerakan FNKSDA.

Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam atau in-depth

interview. Wawancara dilakukan melalui dua bentuk, yaitu wawancara yang bersifat formal

Page 18: BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94246/potongan/S1-2016... · senantiasa menempati posisi yang spesial dalam Republik ini. Peristiwa Sumpah

18

dan wawancara yang bersifat informal. Wawancara yang bersifat formal adalah wawancara

yang dilakukan secara resmi berdasarkan kesepakatan interviewer yaitu penulis sendiri dan

interviewee dan direkam menggunakan alat perekam. Teknik ini dipakai dalam wawancara

dengan berbagai pihak yang berpengaruh dan punya keterlibatan terhadap gerakan FNKSDA.

Sedangkan, wawancara yang bersifat informal adalah wawancara yang dilakukan diluar

waktu yang telah diatur sebelumnya, wawancara ini dilakukan dengan mereka yang hadir dan

terlibat dalam acara diskusi, aksi demontrasi serta halaqoh yang diselenggarakan oleh

FNKSDA.

I.F.2. Observasi

Observasi merupakan metode pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan

langsung untuk mengumpulkan dan mencatat segala informasi dan segala hal yang relevan

dengan masalah penelitian. Observasi yang dilakukan adalah dengan cara partisan, yaitu

peneliti secara langsung dalam kegiatan objek yang diteliti. Observasi akan dilakukan

dengan mengikuti acara-acara yang di selenggarakan oleh objek penelitian. Selain acara yang

dilakukan tersebut, observasi juga dilakukan didalam grup facebook yang dimiliki FNKSDA.

Dalam forum grup facebook tersebut merupakan wadah sirkulasi informasi dimana anggota

jaringan FNKSDA bertukar informasi, melakukan diskusi serta menyusun beberapa agenda

gerakan.

Pertama kali observasi penelitian dilakukan ketika diselenggarakan halaqoh dan

deklarasi nasional gerakan FNKSDA pada tanggal 8-9 Desember 2013 di Ponpes Tebuireng-

Jombang. Pada acara deklarasi tersebut dihadiri puluhan berbagai perwakilan elemen

masyarakat lokal dari berbagai daerah yang sedang menghadapi konflik SDA, Peneliti,

aktivis lingkungan, akademisi sekaligus aktivis pemuda NU. Dalam forum tersebut secara

garis besar, pemuda NU ingin agar Pengurus Besar (PB) NU serta Pemerintah untuk peduli

terhadap kedualatan serta keadilan SDA Indonesia. Selain itu, Observasi juga pernah

dilakukan pada saat audiensi (dialog) antara beberapa perwakilan peneliti FNKSDA dengan

petani Rembang serta Pengurus Wilayah NU Rembang pada tanggal 27 Maret 2014. Selain

forum tersebut, Observasi juga dilakukan ketika FNKSDA mengadakan agenda-agenda

kegiatan diskusi, bedah buku, bedah film termasuk aksi demontrasi yang dilkukan oleh

FNKSDA dan aliansinya yang menggruduk UGM pada tanggal 20 Maret 2015.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94246/potongan/S1-2016... · senantiasa menempati posisi yang spesial dalam Republik ini. Peristiwa Sumpah

19

I.F.3. Dokumentasi dan Studi Pustaka

Dokumentasi untuk membantu menunjang dalam pengumpulan data. Dokumentasi

berupa tulisan atau artikel, surat surat dan dokumen dokumen resmi, publikasi media, data

statistik dan bahan bahan pustaka yang relevan dengan topik penelitian. Data data diperoleh

dari pengumpulan dokumentasi untuk kemudian dijadikan referensi yang semua tertuang

dalam situs resmi FNKSDA www.daulathijau.org. Dokumen-dokumen organisasi gerakan

sosial-lingkungan berupa kliping pemberitaan media, selebaran organisasi, dan Anggaran

Dasar-Anggaran Rumah Tangga (AD-ART) FNKSDA yang selesai dirumuskan awal 2015

kemarin. Dokumen lain adalah literatur yang digunakan oleh aktivis FNKSDA sebagai

referensi, dan kliping berbagai pemberitaan di media masa yang relevan dengan tema

penelitian. Termasuk beberapa kertas kerja, berupa kumpulan tulisan yang rutin ditulis oleh

aktivis FNKSDA dari masing-masing wilayah kerja.

Studi pustaka dilakukan untuk dapat memperkuat data-data primer yang telah didapat.

Studi pustaka diambil dari buku, jurnal, situs online dan berbagai tulisan yang mendukung

dalam proses penggarapan tulisan ini. Selain itu, studi pustaka ini dapat berfungsi sebagai alat

cross-check dari data primer yang telah di dapat.

I.F.4. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisa data kualitatif. Analisa data kualitatif adalah

upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-

milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan

pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat

diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2010).

Hasil wawancara sebagai data primer penulis petakan berdasarkan kebutuhan

penulisan, kemudian digabungkan dengan hasil observasi untuk mendapatkan jawaban dari

rumusan masalah. Sedangkan data sekunder yang didapatkan dari studi pustaka penulis

gunakan sebagai penguat analisis data primer. Setelah semua data terkumpul maka penulis

mensistematisasikan dan menginterpretasikannya. Setelah semua data sudah tertata secara

rapi dan mendetail, yang paling penting adalah memparalelkan data-data yang di dapat

dengan teori yang ada. Dari bagian ini kesimpulan kemudian diambil. Penarikan kesimpulan

dilakukan dengan melihat pola relasi antara data dan realitas yang terjadi. Selain itu juga

Page 20: BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94246/potongan/S1-2016... · senantiasa menempati posisi yang spesial dalam Republik ini. Peristiwa Sumpah

20

dengan memperhatikan substansi pembahasan yang telah dijabarkan pada bab-bab

sebelumnya.

I.G. Sistematika Penulisan

Penulis mencoba mengejawantahkan alur berpikir penulis dalam susunan bab per bab

guna menjawab rumusan masalah dari penelitian ini sebagai berikut:

Bab 1 merupakan bagian latarbelakang penelitian ini yaitu penjelasan secara konseptual

gerakan sosial-lingkungan oleh kelompok pemuda muncul dalam tubuh ormas Islam

Nahdlatul Ulama sebagai gejala sosiologis.

Bab 2 mengelaborasi sejarah singkat perjalanan Nahdlatul Ulama yang melahirkan generasi

post tradisionalisme. Bagian ini menunjukkan bagaimana peran Nahdlatul Ulama melahirkan

generasi Islam yang progresif, termasuk lahirnya FNKSDA oleh pemuda-pemuda Nahdliyin.

Bab 3 mendiskripsikan bagaimana proses-proses berjalanannya jaringan FNKSDA didalam

menjalankan agenda-agenda organisasi. Selain itu, dalam sub babnya menjelaskan tentang

strategi gerakan FNKSDA dalam agenda-agenda tersebut.

Bab 4 mendiskripsikan runtatan peristiwa sengketa lahan anatara TNI AD dengan

masyarakat petani Urutsewu-Kebumen. Selain itu, menjelaskan proses-proses sinergi dan

bentuk advokasi oleh JARINGAN FNKSDA terhadap masyarakat petani Urutsewu-

Kebumen.

Bab 5 menganalis gerakan sosial-lingkungan yang telah dilakukan oleh FNKSDA dengan

menggunakan teori sosiologi, pertama teori perilaku kolekti dan kedua, teori mobilisasi

sumber daya.

Bab 6 Merupakan kesimpulan dari penelitian ini, yaitu: dalam konteks gerakan FNKSDA,

struktur mobilisasi sumber daya yang paling dominan dalam protes kolektif lingkungan hidup

adalah jaringan informal terutama kelompok-kelompok yang sebelumnya sudah ada di

masyarakat.