BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR...
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Perkembangan zaman yang semakin pesat mengakibatkan tuntutan
pemenuhan berbagai kebutuhan masyarakat menjadi semakin meningkat,
terutama kepada institusi birokrasi. Keluhan masyarakat terhadap kurangnya
kualitas pelayanan merupakan salah satu indikator yang menunjukkan belum
memadainya pelayanan yang diberikan oleh aparatur birokrasi.
Tuntutan dan kebutuhan masyarakat tersebut merupakan tantangan bagi
birokrasi untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik serta untuk dapat
melaksanakan fungsinya dengan baik.Untuk itu, institusi birokrasi perlu
menerapkan strategi peningkatan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan-
kebutuhan masyarakat yang menghendaki kualitas pelayanan.Penataan dan
pembinaan, dan pendayagunaan aparatur yang “gagap teknologi” sangat
diperlukan untuk menghadapi tantangan perkembangan zaman ini untuk dapat
mencapai pelayanan publik yang berkualitas sesuai dengan yang didambakan
masyarakat.
Pembekalan keterampilan dan pengetahuan akan teknologi menjadi
kebutuhan bagi aparatur birokrasi saat ini. Peningkatan tuntutan dan kebutuhan
masyarakat haruslah diimbangi dengan peningkatan keterampilan dan
kompetensi aparatur birokrasinya juga. Selain itu, dituntut juga kinerja yang
efektif dan efisien. Dengan ini, pelayanan terhadap masyarakat benar-benar
menjadi prioritas utama dan para aparat birokrasi sebagai pelayan masyarakat
akan lebih mampu melayani, mengayomi, dan menumbuhkan partisipasi
2
masyarakat, sehingga birokrasi yang baik dan sesuai dengan harapan serta
aspirasi masyarakat dapat tercipta.
Berbagai inovasi mengenai pelayanan telah banyak dilakukan oleh
sebagian besar instansi publik. Hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk
mewujudkan pelayanan kepada masyarakat yang lebih baik, mudah serta
terjangkau. Dan juga sebagai jawaban kepercayaan yang telah diberikan oleh
masyarakat terhadap kinerja dari birokrasi pelayanan publik yang notabene
selama ini mendapatkan “image” kurang memuaskan dari sebagian besar
kalangan masyarakat yang mengurus pelayanan baik itu pelayanan perizinan
maupun pelayanan non perizinan seperti proses pengurusan yang terlalu
berbelit-belit, memakan waktu yang terlalu panjang serta memakan biaya yang
mahal.
Corak permasalahan yang biasa terjadi pada Kantor Badan Pertanahan
Nasional (BPN) yang cenderung mengitari pengurusan sertifikasi tanah adalah
birokrasi yang rumit dan tidak praktis, serta perilaku sejumlah oknum yang
mengambil keuntungan. Kondisi semacam ini berdampak negatif karena
masyarakat menjadi apatis dalam mengurus sertifikasi tanah di Kantor BPN.
Padahal sertifikasi tanah itu sangat penting, tidak hanya untuk legalitas
kepemilikan tanah.Namun jika dilihat dari perspektif ekonomi, Sertipikat tanah
dapat dimanfaatkan juga oleh masyarakat untuk mendapatkan modal usaha,
sehingga masyarakat dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahterannya.
Adapun upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah
mengenai pelayanan publik adalah dengan cara mencari formula-formula baru
yang dapat membantu masyarakat untuk memenuhi berbagai kebutuhannya.
Salah satu instansi publik yang melakukan inovasi pelayanan publik adalah pada
3
Kantor Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Berdasarkan pada
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 18
Tahun 2009 tentang LARASITA Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
maka secara resmi LARASITA diterapkan di seluruh kantor Badan Pertanahan
Nasional. LARASITA (Layanan Rakyat Sertipikat Tanah) merupakan sebuah
program baru dari Kantor Badan Pertanahan Nasional. Adapun yang menjadi
fokus dari program ini adalah memberikan kepastian hukum dalam proses serta
memudahkan bagi masyarakat yang hendak melakukan sertifikasi tanah,
sekaligus memotong mata rantai pengurusan Sertipikat tanah dan meminimalisir
biaya pengurusan.
LARASITA dibangun dan dikembangkan untuk mewujudnyatakan amanat
pasal 33 ayat (3) UUD 1945, Undang-Undang Pokok Agraria serta seluruh
peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan. Pengembangan
LARASITA berangkat dari kehendak dan motivasi untuk mendekatkan Badan
Pertanahan Nasional dengan masyarakat, sekaligus mengubah paradigma
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi BPN dari menunggu atau pasif menjadi aktif
atau proaktif (Pendahuluan Undang-Undang No.18 Tahun 2009 Tentang
LARASITA BPN-RI).
Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah (LARASITA) merupakan
program yang memadukan teknologi informasi dengan pelayanan petugas BPN
dalam bentuk pelayanan bergerak, diharapkan mampu menghapus praktik
persoalan Sertipikat tanah dan memberikan kemudahan serta akses yang murah
dan cepat dalam mewujudkan kepastian hukum. Tujuannya, adalah untuk
menembus daerah-daerah yang sulit dijangkau, sehingga masyarakat yang
tinggal di daerah terpencil tersebut dengan mudah mendapatkan pelayanan
4
pertanahan tanpa harus menempuh jarak yang jauh dan biaya transportasi yang
besar.
Program Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah (LARASITA) ini bisa
dinikmati warga makassar. Dengan program ini ditargetkan sertifikasi 122.740
persil tahun ini dapat tercapai. Program mutakhir dari Badan Pertanahan
Nasional (BPN) ini bertujuan untuk mempercepat waktu, memperpendek jarak,
dan memudahkan pengurusan sertifikasi tanah. Untuk lebih mengefektifkan
implementasi, menurut Van Meter dan Van Horn salah satu variabel yang
mempengaruhi efektivitas pelaksanaan adalah komunikasi, dan bentuk
komunikasi dalam program LARASITA adalah sosialisasi, diharapkan dengan
adanya sosialisasi yang dilakukan oleh jajaran pegawai BPN, baik itu sosialisasi
internal maupun eksternal LARASITA dapat berjalan lancar. Hal ini dimaksudkan
sebagai sebuah program baru, sosialisasi internal lebih bertujuan untuk
pembinaan dan pelatihan bagi para pegawai yang secara teknis berhubungan
dengan IT (Information Technology) LARASITA.
Sedangkan sosialisasi eksternal bertujuan untuk menyampaikan kepada
masyarakat luas bahwa dalam rangka pembangunan di bidang pertanahan, BPN
mempunyai sebuah program baru yang dikenal dengan sebutan LARASITA,yaitu
sebuah program penerbitan Sertipikat tanah secara cepat, mudah dan
terjangkau.
Dengan LARASITA, kantor pertanahan menjadi mampu
menyelenggarakan tugas-tugas pertanahan dimanapun target kegiatan berada.
Pergerakan tersebut juga akan memberikan ruang interaksi antara aparat Badan
Pertanahan Nasional khususnya aparatur BPN Kota Makassar dengan
masyarakat sampai pada tingkat kecamatan, kelurahan/desa, dan tingkat
5
komunitas masyarakat, di seluruh wilayah kerjanya, terutama pada lokasi yang
jauh dari kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Makassar. Berdasarkan latar
belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Implementasi Program LARASITA (Layanan Rakyat
Untuk Sertipikasi Tanah) di Kota Makassar”.
I.2. Rumusan Masalah
Arikunto (1993:17) menguraikan bahwa agar penelitian dapat
dilaksanakan sebaik-baiknya, maka penulis harus merumuskan masalahnya
sehingga jelas dari mana harus mana memulai, ke mana harus pergi, dan
dengan apa ia melakukan penelitian. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pentingnya perumusan masalah adalah agar diketahui arah jalan suatu
penelitian. Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka permasalahan
yang akan diangkat pada penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah implementasi Layanan Rakyat Sertipikat Tanah
(LARASITA) pada Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota
Makassar?
I.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan Latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan yang
hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana Implementasi Layanan Rakyat Sertipikat
Tanah (LARASITA) pada Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN)
Kota Makassar?
6
I.4 Manfaat Penelitian
Adapun penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut :
1. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu
sumbangan pemikiran kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota
Makassar dan juga sebagai bahan masukan dalam mengevaluasi
kebijakan khususnya dalam hal program penerbitan Sertipikat tanah
lainnya.
2. Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan penulis
mendalami tentang konsep maupun penerapan LARASITA (Layanan
Rakyat Sertipikat Tanah).
3. Sebagai suatu karya ilmiah, hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi salah satu referensi bagi mereka yang hendak melakukan
penelitian mengenai Sertipikat tanah dan juga diharapkan akan lebih
melengkapi ragam penelitian pada kajian Ilmu Administrasi Negara.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. LANDASAN TEORI
II.1.1 Konsep Pelaksanaan (Implementasi)
Dalam setiap perumusan suatu kebijakan apakah menyangkut program
maupun kegiatan-kegiatan selalu diiringi dengan suatu tindakan pelaksanaan
atau implementasi. Karena betapapun baiknya suatu kebijakan tanpa
implementasi, maka tidak akan banyak berarti. Berikut disampaikan beberapa
pengertian implementasi menurut para ahli.
Pengertian pelaksanaan seperti yang dikemukakan oleh Pariata Westra
dan Kawan-kawan (1991: 256) adalah :
“Aktivitas atau usaha-usaha yang dilakukan untuk semua rencana dari kebijaksanaan yang telah dirumuskaan dan ditetapkan, dan dilengkapi segala kebutuhan alat-alat yang diperlukan, siapa yang melaksanakan, dimana pelaksanaannya, kapan waktu mulai dan berakhirnya dan bagaimana cara yang harus dilaksanakan”. Pengertian pelaksanaan kebijakan, dikemukakan oleh Syukur Abdullah
(1987: 10), adalah :
“Suatu rangkaian tindak lanjut, setelah sebuah rencana dan kebijaksanaan ditetapkan yang terdiri atas pengambilan keputusan, langkah-langkah strategi maupun operasional yang ditempuh guna mewujudkan suatu program ataupun kebijaksanaan menjadi kenyataan guna mencapai sasaran dari program yang ditetapkan semula”. Adapun definisi Pelaksanaan (Implementasi) menurut Daniel Mazmanian
dan Paul Sabatier (1983; 61) sebagaimana yang dikutip dalam buku Leo
Agustino (2006;139), yaitu :
8
“Pelaksanaan (implementasi) kebijakan adalah pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk Undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin dibatasi, menyebutkan secara tegas tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya”. Van Meter dan Van Horn (Budi Winarno, 2002; 102) membatasi
pelaksanaan (Implementasi) sebagai :
“Tindakan-tindakan yang dilakukan individu-individu (kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta yang diarhakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan sebelumnya”. Michael Howlet dan M. Ramesh (1995;11) dalam buku Subarsono (2006;
13), bahwa :
“Pelaksanaan (Implementasi) adalah proses untuk melaksanakan kebijakan supaya mencapai hasil”.
Dalam proses implementasi (pelaksanaan) sekurang-kurangnya terdapat
tiga unsur yang penting dan mutlak, seperti yang dikemukakan oleh Syukur
Abdullah (1987;11) , yaitu :
a. Adanya program atau kebijakan yang dilaksanakan
b. Target Groups, yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran,
dan diharapkan dapat menerima manfaat dari program tersebut,
perubahan atau peningkatan:
c. Unsur pelaksana (Implementor), baik organisasi atau perorangan,
yang bertanggungjawab dalam pengelolaan, pelaksanaan dan
pengawasan dari proses implementasi tersebut.
9
Grindle menjelaskan bahwa pelaksanaan (Implementasi) kebijakan akan
dipengaruhi oleh isi kebijakan dan konteks kebijakan. Yang termasuk isi
kebijakan yaitu :
a. Kepentingan
b. Jenis manfaat
c. Derajat perubahan yang diinginkan
d. Kedudukan pembuat kebijakan
e. Pelaksana
f. Sumber daya
Sedangkan konteks kebijakan terdiri dari :
a. Kekuasaan
b. Karakteristik lembaga
c. Kepatuhan
Keberhasilan pelaksanaan (Implementasi) kebijakan akan ditentukan oleh
banyak variabel atau faktor, dan masing-masing variabel tersebut saling
berhubungan satu sama lain. Dalam pandangan Edwards III yang dikutip dalam
buku Subarsono (2006;90), implementasi atau pelaksanaan kebijakan
dipengaruhi oleh empat variabel, yaitu :
a. Komunikasi, yaitu keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan
agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan, dimana
yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan
kepada kelompok sasaran (target Group) sehingga akan mengurangi
distorsi implementasi
b. Sumberdaya (resource), meskipun isi kebijakan telah dikomunikasikan
secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan
10
sumber daya manusia untuk melaksanakan, maka implementasi tidak
akan berjalan efektif. Sumberdaya tersebut dapat berwujud sumber
daya manusia, misalnya kompetensi implementor dan sumber daya
finansial
c. Sikap birokrasi dan pelaksana (disposisi ) adalah watak dan
karakteristik yang dimiliki oleh implementor. Apabila implementor
memiliki disposisi yang baika, maka implementor tersebut dapat
menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh
pembuat kebijakan. Edward III(1980:98) menyatakan bahwa sikap
dari pelaksana kadangkala menyebabkan masalah apabila sikap atau
cara pandangnya berbeda dengan pembuat kebijakan. Oleh karena
itu untuk mengantisipasi hal tersebut, kita dapat
mempertimbangkan/memperhatikan aspek penempatan pegawai
(pelaksana) dan insentif.
d. Faktor Struktur Birokrasi, merupakan susunan komponen (unit-unit)
kerja dalam organisasi yang menunjukkan adanya pembagian kerja
serta adanya kejelasan bagaimana fungsi-fungsi atau kegiatan yang
berbeda-beda diintegrasikan atau dikoordinasikan, selain itu struktur
organisasi juga menunjukkan spesialisasi pekerjaan, saluran perintah
dan penyampaian laporan (Edward III 1980;125). Struktur organisasi
yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan
menimbulkan red-type, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan
kompleks yang menjadikan aktivitas organisasi tidak fleksibel. Aspek
dari struktur organisasi adalah Standard operating Procedure (SOP)
dan fragmentasi.
11
Berdasarkan beberapa teori yang telah dikemukakan oleh para ahli
tersebut diatas, guna pembatasan dalam penelitian ini maka peneliti memilih
pendekatan yang dikemukakan oleh Edward III, yang dianggap relevan dengan
materi pembahasan dari objek atau masalah yang diteliti. Hal ini bukan berarti
bahwa peneliti menjustifikasi teori-teori lain tidak lagi relevan dalam
perkembangan teori pelaksanaan suatu program atau kebijakan, melainkan lebih
kepada mengarahkan peneliti agar lebih fokus terhadap variabel- variabel yang
dikaji melalui penelitian ini, sehinggapenelitian ini lebih terarah dan membantu
dalam menjawab tujuan dari penelitian ini.
Edward III (Subarsono, 2006:90) menyarankan untuk memperhatikan
empat faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan suatu program atau
kebijakan sehingga pelaksanaan atau implementasi dari program atau kebijakan
bisa menjadi efektif, yaitu ;
a. Komunikasi
Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat menentukan keberhasilan
pencapaian tujuan dari pelaksanaan atau implementasi suatu program/kebijakan.
Komunikasi menyangkut proses penyampaian informasi atau transmisi, kejelasan
informasi tersebut serta konsistensi informasi yang disampaikan. Pengetahuan
atas hal-hal yang mereka kerjakan dapat berjalan apabila komunikasi berjalan
dengan baik, sehingga setiap keputusan kebijakan dan peraturan pelaksanaan
harus dikomunikasikan kepada bagian personalia yang tepat.
Komunikasi sangat penting, karena suatu program hanya dapat
dilaksanakan dengan baik apabila jelas bagi para pelaksana, dimana komunikasi
diperlukan agar para pembuat keputusan dan para implementer akan semakin
12
konsisten dalam melaksanakan setiap kebijakan atau program yang akan
diterapkan dalam masyarakat
Ada tiga indikator yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan
aspek komunikasi ini, yaitu :
1. Transmisi, yaitu penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan
suatu hasil implementasi atau pelaksanaan yang baik pula. Seringkali yang
terjadi dalam proses transmisiini yaitu adanya salah pengertian, hal ini terjadi
karena komunikasi pelaksanaan tersebut telah melalui beberapa tingkatan
birokrasi, sehingga hal yang diharapkan terdistorsi di tengah jalan.
2. Kejelasan informasi, dimana komunikasi atau informasi yang diterima oleh
pelaksana kebijakan haruslah jelas dan tidak membingungkan. Kejelasan
informasi kebijakan tidak selalu menghalangi pelaksanaan kebijakan atau
program, dimana pada tataran tertentu para pelaksana membutuhkan
fleksibilitas dalam melaksanakan program, tetapi pada tataran yang lain maka
hal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai oleh
kebijakan yang telah ditetapkan.
3. Konsistensi informasi yang disampaikan, yaitu perintah ataupun informasi
yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi haruslah jelas dan
konsisten untuk dapat diterapkan dan dijalankan. Apabila perintah yang
diberikan seringkali berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungann
bagi pelaksana dilapangan.
b. Sumberdaya
Meskipun isi kebijakan telah dikomunikasikan secara jelas dan
konnsisten, akan tetapi pelaksana atau implementor kekurangan sumber daya
untuk melaksanakan kebijakan, maka implementasi tidak akan berjalan secara
13
efektif. Sumber daya adalah faktor penting untuk pelaksanaan program agar
efektif, dimana tanpa sumberdaya maka program atau kebijakan hanya
sekedar kertas dokumen.
Edward III (1980:53) menyatakan bahwa hal ini meliputi empat
komponen, yaitu :
1. Staf (staff), dimana kuantitas dan kualitas pelaksana yang memadai
merupakan hal yang penting dalam implementasi atau pelaksanaan
program
2. Informasi (Information) yang dibutuhkan guna pengambilan keputusan
3. Kewenangan (outhority) tugas dan tanggungg jawab
4. Fasilitas (Facilities) yang dibutuhkan dalam pelaksanaan, dimana seorang
pelaksana mungkin mempunyai staf yang memadai, mungkin memahami
apa yang harus dilakukan, dan mungkin mempunyai wewenang untuk
melaksanakan tugasnya, tetapi tanpa fasilitas yang memadai untuk
melakukan koordinasi mmaka besar kemungkinan pelaksanaan program
yang direncanakan tidak akan berhasill dengan efektif
c. Dispoisi atau attitudes
Disposisi adalah sikap dan komitmen aparat pelaksana terhadap
program, khususnya dari mereka yang menjadi pelaksana atau implementor
dari program, dalam hal ini teruutama adalah aparatur birokrasi. Apabila
implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan menjalankan
kebijakan dengan baik seperti yang diinginkan oleh pembuat kebijakan atau
program,sedangkan apabila implementor atau pelaksana memiliki sikap yang
berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi atau
pelaksanaan program juga menjadi tidak efektif. Edward III (1980:98)
14
menyatakan bahwa dua aspek yang perlu diperhatikan dalam mengatasi
dampak dan sikap birokrat atau pelaksanan yang sering kali
mengesampingkan pelaksanaan program yang telah dibuat, yaitu :
1. Penempatan pegawai (staffing the bureaucracy), dimana sikap dari para
aparat birokrasi kadangkala menyebabkan masalah apabila sikap
ataupun cara pandangnya berbeda dengan pembuat kebijakan. Apabila
mendapat maslah dalam pelaksanaan program khususnya dari perilaku
aparat birokrasi pelaksana. Hal ini diselesaikan dengan
mempertimbangkan pengangkatan eksekutif, sistem pelayanan publik,
sistem aturan kepegawaian dan metode-metode personel yang sudah
ada.
2. Insentif (incentivies), dimana mengganti susunan pegawai pada birokrasi
pemerintahan adalah hal yang tidak mudah dan hal tersebut tidak
menjamin proses pelaksanaan berjalan lancar. Teknik lain yang dapat
digunakan adalah dengan mengubah insentif. Memanipulasi atau
mengubah insentif pembuat kebijakan pada level atas diharapkan dapat
mempengaruhi kinerja atau tindakannya.
d. Struktur birokrasi
Struktur organisasi adalah susunan komponen (unit-unit) kerja dalam
organisasi yang menunjukkan adanya pembagian kerja serta danya kejelasan
bagaimana fungsi-fungsi atau kegiatan yang berbeda-beda diintegrasikan
atau dikoordinasikan, selain itu struktur organisasi juga menunjukkan
spesialisasi pekerjaan, saluran perintah dan penyampaian laporan.
Struktur organisasi yang yang bertugas mengimplementasikan atau
melaksanakan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
15
implementasi atau pelaksanaan program. Edward III (1980: 125) menyatakan
bahwa aspek-aspek dari struktur birokrasi yaitu :
1. Adanya suatu SOP (Standard Operation Procedure) yang mengatur tata
aliran pekerjaan dan pelaksana program. SOP juga memberikan
keseragaman dalam tindakan para pegawai dalam organisasi yang
kompleks dan luas, dimana dalam pelaksanaannya dapat menghasilkan
fleksibilitas yang sangat baik (Seseorang dapat dipindahkan dari suatu
lokasi ke lokasi yang lain) serta adanya keadilan dalam pelaksanaan aturan
2. Fragmentasi (fragmentation) adanya penyebaran tanggungjawab pada
suatu area kebijakan diantara beberapa unit organisasi. Adapun akibat dari
adanya fragmentasi yaitu menyebabkan penyebaran tanggung jawab
dalam hal ini mengakibatkan koordinasi kebijakan menjadi sulit, dimana
sumber daya dan kebutuhan atas kewenangan untuk menyelesaikan
masalah yang timbul kadangkala tersebar diantara beberapa unit birokrasi.
Oleh sebab itu perlu adanya kekuatan pemusatan koordinasi antara unit-
unit yang terkait dan hal tersebut bukan hal yang mudah.Keempat faktor
tersebut mempengaruhi keberhasilan proses pelaksanaan atau
implementasi dan saling mempengaruhi satu faktor dengan faktor yang
lain.
Menurut Jeffri L.Pressman and Aaron B.Wildavski (dalam Jones 1996 :
295), mengartikan implementasi sebagai sebuah proses interaksi antara suatu
perangkat tujuan dan tindakan yang mampu untuk meraihnya. Implementasi
adalah kemampuan untuk membentuk hubungan-hubungan lebih lanjut dalam
rangkaian sebab akibat yang menghubungkan tindakan dengan tujuan.
16
Perangkat-perangkat yang dimaksud antara lain adalah sebagai berikut :
adanya orang atau pelaksana, uang dan kemampuan organisasi atau yang
sering disebut dengan resources. Dengan demikian berdasar pada pendapat
diatas dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai tujuan dari implementasi
tersebut dibutuhkan: manusia, anggaran, dan juga kemampuan organisasi
ataupun instansi seperti teknologi informasi.
Sementara itu, Van Meter dan Van Horn (dalam Winarno, 2002:101)
membatasi implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan
oleh individu-individu (atau kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta
yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam
keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya.
Implementasi merupakan penerapan sesuatu yang memberikan efek atau
dampak. Dengan kata lain bahwa implementasi merupakan sebuah penempatan
ide , konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga
memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan
maupun nilai dan sikap. Lineberry (dalam Putra, 2003:81) menyatakan bahwa
proses implementasi memiliki elemen-elemen sebagai berikut :
1. Pembentukan unit organisasi baru dan staf pelaksana
2. Penjabaran tujuan kedalam berbagai aturan pelaksana
3. Koordinasi berbagai sumber dan pengeluaran kepada kelompok
sasaran, pembagian tugas di dalam dan di antara dinas-dinas atau
badan pelaksana
4. Pengalokasian sumber-sumber untuk mencapai tujuan
17
II.1.2 Model Implementasi Kebijakan
Menurut Van Meter dan Van Horn (dalam Subarsono, 2005: 99) ada
enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni :
a) Standar dan Sasaran kebijakan
Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga
dapat direalisasikan. Apabila standar dan kebijakan kabur, maka akan
terjadi muti interpretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para
agen implementasi.
b) Sumber Daya
Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber
daya manusia maupun sumber daya non manusia.
c) Komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas Dalam
implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi
lain. Untuk itu diperlukan koordinasi dan kerja sama antar instansi bagi
keberhasilan suatu program.
d) Karakteristik agen pelaksana Agen pelaksana mencakup struktur
birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam
brokrasi, yang semuanya akan mempengaruhi implementasi suatu
program.
e) Kondisi sosial, ekonomi, dan politik Variabel ini mencakup sumber
daya ekonomi, lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan
implementasi kebijakan; sejauh mana kelompokkelompok kepentingan
dapat memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan;
karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak;
18
Komunikasi Antar Organisasi Dan Kegiatan
Pelaksanaan
Ukuran dan tujuan kebijakan
Kinerja Implemen
tasi Karakteristik
badan Pelaksana
Sumber daya
Disposisi Pelaksana
Lingkungan ekonomi dan sosial politik
bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan; dan apakah elit
politik mendukung implemantasi kebijakan.
f) Disposisi implementor
Disposisi implementor ini mencakup tiga hal, yakni: (a) respon
implementor terhadap kebijakan yang akan dipengaruhi kemauannya
untuk melaksanakan kebijakan; (b) kognisi, yakni pemahamannya
terhadap kebijakan, dan (c) intensitas disposisi implementor, yakni
prefensi nilai yang dimiliki oleh implementor.
Gambar 1. Model implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn
Sumber : Subarsono, 2005 : 100
19
II.1.3 Tahap-tahap Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan yang telah ditetapkan haruslah berjalan efektif.
Untuk mencapai hal ini diperlukan tahap-tahap implementasi kebijakan. Brian W.
Hoogwood dan Lewis A. Gunn (Solichin Abdul Wahab, 1991, 36) menguraikan
ada beberapa tahapan implementasi yaitu :
Tahapan I, memuat kegiatan pokok sebagai berikut :
a. Menggambarkan rencana suatu program dengan penetapan tujuan
secara jelas
b. Menentukan standar pelaksanaan
c. Menentukan biaya yang akan digunakan beserta waktu pelaksanaan
Tahapan II,
Merupakan pelaksanaan program dengan mendayagunakan struktur staf,
sumber daya, prosedur, biaya serta metode.
Tahapan III, memuat kegiatan pokok sebagai berikut :
a. Menentukan jadwal
b. Melakukan pemantauan
c. Mengadakan pengawasan untuk menjamin kelancaran pelaksanaan
program. Dengan demikian jika terdapat penyimpangan atau pelanggaran
dapat diambil tindakan yang sesuai dengan segera.
II.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Program
a) Standar dan Sasaran kebijakan
Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat
direalisasikan. Apabila standar dan kebijakan kabur, maka akan terjadi muti
interpretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen implementasi.
20
b) Sumber Daya
Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya
manusia maupun sumber daya non manusia.
c) Komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas Dalam implementasi
program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu
diperlukan koordinasi dan kerja sama antar instansi bagi keberhasilan suatu
program.
d) Karakteristik agen pelaksana Agen pelaksana mensakup struktur
birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam brokrasi,
yang semuanya akan mempengaruhi implementasi suatu program.
e) Kondisi sosial, ekonomi, dan politik Variabel ini mencakup sumber
daya ekonomi, lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi
kebijakan; sejauh mana kelompokkelompok kepentingan
dapat memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan; karakteristik para
partisipan, yakni mendukung atau menolak; bagaimana sifat opini publik yang
ada di lingkungan; dan apakah elit politik mendukung implemantasi kebijakan.
f) Disposisi implementor
Disposisi implementor ini mencakup tiga hal, yakni: (a) respon implementor
terhadap kebijakan yang akan dipengaruhi kemauannya untuk melaksanakan
kebijakan; (b) kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan, dan (c)
intensitas disposisi implementor, yakni prefensi nilai yang dimiliki oleh
implementor.
21
II.3 Pengertian Program
Secara umum pengertian program adalah penjabaran dari suatu
rencana. Dalam hal ini program merupakan bagian dari perencanaan. Sering
pula diartikan bahwa program adalah kerangka dasar dari pelaksanaan
suatu kegiatan. Untuk lebih memahami mengenai pengertian program,
berikut ini akan dikemukakan defenisi oleh beberapa ahli:
Pariata Westra dkk, (1989:236) mengatakan bahwa:
“Program adalah rumusan yang membuat gambaran pekerjaan yang akan dilaksanakan beserta petunjuk cara-cara pelaksanaannya”
Hal yang sama dikemukakan oleh Sutomo Kayatomo (198:162) yang
mengatakan bahwa:
“Program adalah rangkaian aktivitas yang mempunyai saat permulaan yang harus dilaksanakan serta diselesaikan untuk mendapatkan suatu tujuan”
Menurut manullang (1987:1) mengatakan bahwa:
“Sebagai unsur dari suatu perencanaan, program dapat pula dikatakan sebagai gabungan dari poltik, prosedur dan anggaran, yang dimaksudkan untuk menetapkan suatu tindakan untuk waktu yang akan dating”
S.P. Siagian, (2006:117) mengemukakan bahwa:
“Perumusan program kerja merupakan perincian daripada suatu rencana. Dalam hubungannya dengan pembangunan nasional program kerja itu berwujud berbagai macam bentuk dan kegiatan”
Dengan penjabaran yang tepat terlihat dengan jelas paling sedikit
lima hal, yaitu:
1. Berbagai sasaran konkrit yang ingin dicapai.
22
2. Jangka waktu yang yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan
tertentu.
3. Besarnya biaya yang diperlukan beserta identifikasi sumbernya.
4. Jenis-jenis kegiatan operasional yang akan dilaksanakan
5. Tenaga kerja yang dibutuhkan, baik ditinjau dari sudut kualifikasinya
maupun ditinjau dari segi jumlahnya.
Suatu program yang baik menurut Bintoro Tjokroamidjojo (1984:181)
harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Tujuan yang dirumuskan secara jelas.
2. Penentuan peralatan yang terbaik untuk mencapai tujuan tersebut.
3. Suatu kerangka kebijaksanaan yang konsisten atau proyek yang saling
berkaitan untuk mencapai tujuan program seefektif mungkin.
4. Pengukuran dengan ongkos-ongkos yang diperkirakan dan keuntungan-
keuntungan yang duharapkan akan dihasilkan program tersebut.
5. Hubungan dalam kegiatan lain dalam usaha pembangunan dan program
pembangunan lainnya.
6. Berbagai upaya dalam bidang mamajemen, termasuk penyediaan tenaga,
pembiayaan, dan lain-lain untuk melaksanakan program tersebut. Dengan
demikian, dalam menentukan suatu program harus dirumuskan secara
matang sesuai dengan kebutuhan agar dapat mencapai tujuan melalui
partisipasi dari masyarakat.
Dengan beberapa pendapat tersebut di atas maka dapat disimpulkan
bahwa program adalah serangkaian tindakan atau aktivitas untuk dapat
melaksanakan sesuai dengan target rencana yang telah ditetapkan.
23
II.4. Konsep LARASITA (Layanan Rakyat Sertipikasi Tanah)
II.4.1 Pengertian LARASITA
Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Tentang
LARASITA Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, dalam pasal 1
dikatakan bahwa dalam rangka mendekatkan pelaksanaan tugas pokok dan
fungsi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia kepada masyarakat
dikembangkan pola pengelolaan pertanahan yang disebut dengan LARASITA.
LARASITA adalah kebijakan inovatif yang beranjak dari pemenuhan rasa
keadilan yang diperlukan, diharapkan dan dipikirkan oleh masyarakat. LARASITA
merupakan Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah. Program ini memadukan
teknologi informasi dengan pelayanan petugas BPN dalam bentuk pelayanan
bergerak, diharapkan mampu menghapus praktik persoalan Sertipikat tanah dan
memberikan kemudahan serta akses yang murah dan cepat dalam mewujudkan
kepastian hukum. Tujuannya, adalah untuk menembus daerahdaerah yang sulit
dijangkau, sehingga masyarakat yang tinggal di daerah terpencil tersebut dengan
mudah mendapatkan pelayanan pertanahan tanpa harus menempuh jarak yang
jauh dan biaya transportasi yang besar.
LARASITA juga merupakan layanan sistem front office mobile secara
online dengan kantor pertanahan setempat. Sehingga seluruh proses pelayanan
dari mobil/sepeda motor Larasita saat itu juga langsung terdata di kantor
pertanahan.Penerbitan Sertipikat tanah yang dilaksanakan oleh kantor BPN
berdasarkan atas Undang-Undang Pokok Agraria mengenai pendaftaran tanah.
Pendaftaran tanah merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi
pengumpulan, pengolahan, pembukuan, penyajian, pemeliharaan data fisik, data
24
yuridis dalam bentuk peta, daftar mengenai bidang –bidang tanah dan satuan-
satuan rumah susun termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-
bidang tanah yang sudah ada haknya, hak millik atas satuan rumah susun dan
hak-hak tertentu yang membebaninya (Pasal 1 Ayat 1 Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997).
Dalam Pasal 3 PP No.24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, adapun
yang menjadi tujuan pendaftaran tanah adalah sebagai berikut :
a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada
pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-
hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya
sebagai pemegang hak yan bersangkutan.
b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang
berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat
memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan
hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah
susun yang sudah terdaftar.
c. Untuk terselenggarakannya tertib administrasi pertanahan.
Dalam rangka pembangunan di bidang pertanahan maka pemerintah
telah menetapkan suatu kebijaksanaan khusus yang dikenal dengan istilah Catur
Tertib Pertanahan yang meliputi :
a. Tertib Hukum Pertanahan
b. Tertib Administrasi Pertanahan
c. Tertib Penggunaan Tanah
d. Tertib Pemeliharaan Tanah dan Lingkungan Hidup
Berdasarkan Catur Tertib Pertanahan diatas, berarti BPN disini memiliki
25
fungsi melaksanakan pengurusan hak-hak atas tanah dalam rangka memelihara
tertib administrasi pertanahan. Dimana Tertib Administrasi Pertanahan juga
merupakan salah satu dari tujuan pendaftaran tanah. Dalam hubungan
LARASITA dengan pelaksanaan Catur Tertib Pertanahan tersebut maka segala
sesuatu yang menyangkut bidang pertanahan harus diselesaikan melalui
prosedur hukum yang berlaku bukan diselesaikan dengan mempergunakan
kekerasan ataupun mempergunakan kekuasaan.
II.4.2 Tugas Pokok dan Fungsi LARASITA
LARASITA menjalankan tugas pokok dan fungsi yang ada pada kantor
pertanahan. Namun sesuai dengan sifatnya yang bergerak, pelaksanaan tugas
pokok dan fungsi tersebut diperlukan pemberian atau pendelegasian
kewenangan yang diperlukan guna kelancaran pelaksanaan di lapangan.
Dengan demikian LARASITA menjadi mekanisme untuk:
1. Menyiapkan masyarakat dalam pelaksanaan pembaruan agraria
nasional (reforma agraria);
2. Melaksanakan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat di
bidang pertanahan;
3. Melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah terlantar;
4. Melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah yang diindikasi
bermasalah;
5. Memfasilitasi penyelesaian tanah yang bermasalah yang mungkin
diselesaikan di lapangan;
6. Menyambungkan program BPN RI dengan aspirasi yang
berkembang di masyarakat;
26
7. Meningkatkan dan mempercepat legalisasi aset tanah.
II.4.3 Manfaat LARASITA
1. Pelayanan kepada masyarakat lebih dekat
2. Beban biaya masyarakat menjadi lebih ringan
3. Masyarakat langsung dilayani petugas BPN
4. Kepastian pelayanan yang bertanggung jawab
5. Proses lebih cepat
II.4.4 Jenis Pelayanan LARASITA
1. Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali
2. Pengakuan dan Penegasan Hak Sporadik
3. Pemecahan Sertipikat
4. Pemisahan Sertipikat
5. Penggabungan Sertipikat
6. Pengembalian Batas
7. Pengukuran dan Pemetaan Bidang Tanah
8. Pengukuran Ulang dan Pemetaan Bidang Tanah
9. Peralihan Hak – Hibah
10. Peraliahn Hak – Jual Beli
11. Peralihan Hak – Pembagian Hak Bersama
12. Peralihan Hak – Pewarisan
13. Peralihan Hak – Tukar Menukar
14. Peralihan Hak Dari Hak Guna Bangunan Menjadi Hak Milik
15. Salinah Warkah / Peta / Surat Ukur
16. Sertipikat Wakaf Untuk Tanah Terdaftar
27
II.5 Kerangka Pikir
Kerangka berpikir ialah penjelasan terhadap gejala yang menjadi objek
permasalahan kita. Kerangka berpikir disusun berdasarkan tinjauan pustaka dan
hasil penelitian yang relevan.
Agar apa yang diuraikan dalam penelitian ini dapat dipahami dengan jelas
maka penulis membuat kerangka berpikir sebagaimana tertera pada gambar di
bawah ini:
Gambar 2. Kerangka Pikir
Efektifiktas Program LARASITA di Kota
Makassar
Implementasi Program (LARASITA) di Kota
Makassar
Penerima Manfaat Program LARASITA di
Kota Makassar
Enam variabel yang mempengaruhi
implementasi kebijakan
1. Standar dan sasaran kebijakan
2. Sumberdaya 3. Komunikasi antar
organisasi dan penguatan aktivitas
4. Karakteristik agen pelaksana;
5. Disposisi implementor 6. Lingkungan kondisi
sosial, ekonomi dan politik
28
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1. Pendekatan Penelitian
Agar penelitian ini lebih terarah. Pada penelitian ini penulis menggunakan
pendekatan kualitatif deskriptif yaitu terbatas pada usaha mengungkapkan suatu
masalah atau keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya sehingga bersifat
mengungkapkan fakta dan memberikan gambaran secara obyektif tentang
keadaan sebenarnya dari objek yang diteliti, dalam Hadari Nawawi (2007 : 33-
34). Selanjutnya Sugiono (2003 : 11) berpendapat bahwa pada penelitian
kualitatif, teori diartikan sebagai paradigma. Penelitian kualitatif bertujuan untuk
mengungkapkan informasi kualitatif sehingga lebih menekankan pada masalah
proses dan makna dengan cara mendeskripsikan sesuatu masalah.
Dasar teoritis dalam pendekatan kualitatif adalah pendekatan interaksi
simbolik, diasumsikan bahwa objek orang, situasi dan peristiwa tidak memiliki
pengertian sendiri, sebaliknya pengertian itu diberikan kepada mereka.
Pengertian yang diberikan orang pada pengalaman dan proses penafsirannya
bersifat esensial serta menentukan. Penelitian ini juga menginterpretasikan atau
menterjemahkan dengan bahasa peneliti tentang hasil penelitian yang diperoleh
dari informan dilapangan sebagai wacana untuk mendapat penjelasan tentang
kondisi yang ada menghubungkan variabel-variabel dan selanjutnya akan
dihasilkan diskripsi tentang obyek penelitian
29
III.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Makassar dengan melihat bahwa
program LARASITA yang dikeluarkan oleh BPN Kota Makassar di laksanakan di
seluruh kecamatan yang ada di Makassar.
III.3 Tipe dan Dasar Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe studi
kasus. Studi kasus digunakan untuk melacak peristiwa-peristiwa kontemporer,
bila peristiwa yang relevan tak dapat dimanipulasi. Studi kasus yang digunakan
dalam penelitian ini adalah studi kasus deskriptif. Menurut Prof. Dr. Robert K. Yin
(2000 : 5), kasus deskriptif yaitu studi kasus tunggal yang hanya mencakup
sebuah lingkungan sosial (Cornerville) dan satu periode waktu. Sedangkan dasar
penelitian adalah mengecek kembali dengan wawancara kepada
narasumber/informan yang berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan rumusan masalah penelitian.
III.4. Fokus Penelitian
Fokus penelitian digunakan sebagai dasar dalam pengumpulan data
sehingga tidak terjadi bias terhadap data yang diambil. Untuk menyamakan
pemahaman dan cara pandang terhadap karya ilmiah ini, maka penulis akan
memberikan penjelasan mengenai maksud dan focus penelitian terhadap
penulisan karya ilmiah ini.
Fokus penelitian merupakan penjelasan dari kerangka konsep. Adapun
variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
implementasi program layanan rakyat untuk sertipikasi tanah yang telah
dilaksanakan sejak tahun 2009 di Kota Makassar,bagaimana proses impelemtasi
yang dilaksanakan dengan memperhatikan beberapa indikator diantaranya:
30
1. Standar dan sasaran kebijakan
2. Sumberdaya
3. Komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas
4. Karakteristik agen pelaksana;
5. Disposisi implementor
6. Lingkungan kondisi sosial, ekonomi dan politik
Dalam penelitian karya ilmiah ini, penulis mmenggunakan pendekatan
tujuan (goal approach) dalam mengukur keberhasilan implementasi program
LARASITA di Kota Makassar. Penedekatan proses itu sendiri bertujuan untuk
melihat sejauh mana efektifitas pelaksanaan program dari semua kegiatan
proses internal atau mekanisme organisasi.
III.5 Informan
Informan adalah orang yang dapat memberikan informasi tentang situasi
dan kondisi latar penelitian. Informan ini harus banyak pengalaman tentang
penelitian, serta dapat memberikan pandangannya dari dalam tentang nilai-nilai,
sikap, proses dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian setempat. Dalam
penelitian ini informan yang peneliti maksudkan adalah semua provider yang
terkait dengan impelementasi program LARASITA di Kota Makassar, yakni
seluruh staff Kantor BPN Kota Makassar, dan juga masyarakat yang
memanfaatkan program tersebut .
III.6 Jenis Dan Sumber Data
III.6.1. Data primer
Data primer yaitu yang diperoleh secara langsung pada sumber data yaitu
pada kantor BPN Kota Makassar dan beberapa daerah yang memanfaatkan
31
program LARASITA yang bersangkutan dengan cara pengamatan atau observasi
dan wawancara pada informan untuk mendapatkan jawaban yang berkaitan
dengan
III.6.2. Data sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung untuk
mendukung penulisan pada penelitian ini melalui dokumen atau catatan yang
ada serta tulisan-tulisan karya ilmiah dari berbagai media, literatur-literatur,
arsip-arsip resmi yang dapt mendukung kelengkapan data primer yang
senantiasa berkaitan dengan masalah
III.7. Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara Sistematik
Wawancara sistematik adalah wawancara yang dilakukan dengan
terlebih dahulu pewawancara mempersiapkan pedoman (guide) tertulis
tentang apa yang hendak ditanyakan kepada responden. Pedoman
wawancara tersebut digunakan oleh pewawancara sebagai alur yang
harus diikuti, mulai dari awal sampai akhir wawancara, karena biasanya
pedoman tersebut telah tersusun sedemikian rupa sehingga merupakan
sederetan pertanyaan, dimulai dari hal-hal yang mudah dijawab oleh
responden sampai dengan hal-hal yang lebih kompleks.
2. Observasi
Observasi adalah pengumpulan data yang digunakan untuk
menghimpun data penelitian, data penelitian tersebut dapat diamati oleh
peneliti. Dalam arti bahwa data tersebut dihimpun melalui pengamatan
peneliti melalui penggunaan pancaindra.
32
Studi Dokumen (Dokumentasi)
Studi dokumen yaitu cara pengumpulan data dan telaah pustaka,
dimana dokumen-dokumen yang dianggap menunjang dan relevan
dengan permasalahan yang akan diteliti baik berupa literatur, laporan
tahunan, majalah, jurnal, tabel, karya tulis ilmiah dokumen peraturan
pemerintah dan Undang-Undang yang telah tersedia pada lembaga yang
terkait dipelajari, dikaji dan disusun/dikategorikan sedemikian rupa
sehingga dapat diperoleh data guna memberikan informasi berkenaan
dengan penelitian yang akan dilakukan.
III.8. Teknik Analisis Data
Untuk menghasilkan dan memperoleh data yang akurat dan objektif
sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dalam penelitian ini, maka analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif dengan
cara analisis konteks dari telaah pustaka dan analisis pernyataan dari hasil
wawancara dari informan. Dalam melakukan análisis data peneliti mengacu pada
beberapa tahapan yang terdiri dari beberapa tahapan antara lain:
1. Pengumpulan informasi melalui wawancara terhadap key informan
yang compatible terhadap penelitian kemudian observasi langsung ke
lapangan untuk menunjang penelitian yang dilakukan agar
mendapatkan sumber data yang diharapkan.
2. Reduksi data (data reduction) yaitu proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan, tranformasi data kasar yang muncul
dari catatan-catatan di lapangan selama meneliti tujuan diadakan
33
transkrip data (transformasi data) untuk memilih informasi mana yang
dianggap sesuai dengan masalah yang menjadi pusat penelitian
dilapangan.
3. Uji Confirmability, Uji confirmability berarti menguji hasil penelitian.
Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang
dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar
confirmability-nya.
4. Penyajian data (data display) yaitu kegiatan sekumpulan informasi
dalam bentuk teks naratif, grafik jaringan, tabel dan bagan yang
bertujuan mempertajam pemahaman penelitian terhadap informasi
yang dipilih kemudian disajikan dalam tabel ataupun uraian
penjelasan.
Pada tahap akhir adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi (conclution
drawing/ verification), yang mencari arti pola-pola penjelasan, konfigurasi yang
mungkin, alur sebab akibat dan proposisi. penarikan kesimpulan dilakukan
secara cermat dengan melakukan verifikasi berupa tinjauan ulang pada catatan-
catatan di lapangan sehingga data-data di uji validitasnya.
34
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
A. LETAK WILAYAH
Kota Makassar terletak di pesisir pantai Barat bagian Selatan pulau
Sulawesi. Secara geografis, Kota Makassar berada pada garis lintang antara
05°31’30,”81 - 05°14’6,”49 LS dan garis bujur antara 119° 28’19” – 119°32’31”
BT, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Pangkajene
Kepulauan;
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Maros;
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Gowa;
- Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar.
Wilayah Kota Makassar yang berbatasan langsung dengan Selat
Makassar mempunyai garis pantai sepanjang 32 km yang membentang dari arah
Selatan ke Utara, membujur ke arah Timur Laut. Wilayahnya mencakup
beberapa pulau, diantaranya ada 13 pulau yang mempunyai nama, yaitu : Pulau
Kayangan, Pulau Lae-Lae, Pulau Lanjukang, Pulau Langkai, Pulau Lumu-Lumu,
Pulau Bone Batang, Pulau Barang Lompo, Pulau Barangkeke, Pulau
Kodingarenglompo, Pulau Samalona dan Pulau-pulau kecil lainnya.
B. LUAS WILAYAH
Luas Wilayah Kota Makassar adalah 17.577 Ha. Secara umum
konfigurasi bentuk wilayah Kota Makassar termasuk datar dan menurut
morfologi regional merupakan deretan pegunungan Lompobattang yang
35
berelief rendah. Keadaan topogratifinya datar hingga berombak
dengan ketinggian berkisar antara 0-25 meter di atas permukaan laut.
Satuan relief di daerah ini pada umumnya ditutupi aluvium hasil
sedimentasi rawa, pantai dan sungai serta material hasil gunung api,
dengan kemiringan lereng 0-2 %.
Bentuk lahan adalah hasil bentukan asal aluvial di beberapa
tempat mempunyai ketinggian yang sangat rendah dari permukaan laut
sehingga sering tergenang dan merupakan rawa-rawa. Bentuk lahan ini
dijumpai disekitar muara Sungai Tallo dan Sungai Jeneberang yang
secara geomorfologi dikategorikan sebagai dataran banjir sungai.
Selanjutnya daerah yang mempunyai bentuk topografi berombak
sebagai bagian terkecil dari wilayah Kota Makassar hanya dijumpai di
Wilayah Utara dan Timur yang secara administratif termasuk Kecamatan
Biringkanaya.
C. ADMINISTRASI
Secara administratif Kota Makassar sebagai Ibukota Propinsi
Sulawesi Selatan, mempunyai luas wilayah 17.577 Ha atau 0,28 % dari
luas wilayah Sulawesi Selatan, terdiri dari 14 Kecamatan 143 Kelurahan.
Dari 14 Wilayah Kecamatan, Kecamatan Tamalate yang
merupakan wilayah terluas yaitu : 1,997 Ha dan Kecamatan Mariso yang
merupakan wilayah Kecamatan terkecil dengan luas wilayah : 0, 182 Ha.
Gambaran Luas Wilayah perkecamatan dalam Kota Makassar
dapat dilihat pada tabel 1.daftar kecamatan kota makassar :
36
No. NAMA KECAMATAN LUAS WILAYAH (Ha)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
MARISO
MAMAJANG
TAMALATE
MAKASSAR
UJUNG PANDANG
WAJO
BONTOALA
UJUNG TANAH
TALLO
PANAKKUKANG
BIRINGKANAYA
TAMALANREA
MANGGALA
RAPPOCINI
182.000
542.000
1.997.000
251.000
263.000
199.000
209.000
593.000
583.000
1.686.000
4.654.000
3.352.000
2.433.000
947.000
JUMLAH 17.577.000
37
Secara geografis wilayah Kota Makassar berbatasan dengan :
a. Sebelah Utara dengan Kabupaten Pangkep
b. Sebalah Timur berbatasan dengan Kabupaten Maros
c. Sebelah Selatan dengan Kabupaten Gowa dan Takalar
d. Sebelah Barat dengan Selat Makassar
Badan pertanahan nasional terbentuk sesuai dengan keputusan presiden
republik Indonesia dengan nomor 26 tahun 1988, pada tahun 2006 diadakan
perubahan struktur baik di BPN pusat, kanwil, maupun kantor pertanahan
kota/kabupaten. Berdasarkan peraturan kepala badan pertanahan nasional
republic Indonesia untuk melaksanakan fungsi badan pertanahan nasional
didaerah maka berdasarkan keputusan badan pertanahan nasional nomor 1
tahun 1989 dibentuklah kantor pertanahan ditingkat kota dan kabupaten.
Sebelas agenda Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia :
1. Membangun kepercayaan masyarakat pada badan pertanahan nasional
RI.
2. Meningkatkan pelayanan dan pelaksanaan pendaftaran tanah serta
sertipikasi tanah secara menyeluruh di seluruh Indonesia.
38
3. Memastikan penguatan atas hak-hak tanah.
4. Menyelesaikan persoalan-persoalan pertanahan di daerah-daerah korban
bencana alam dan di daerah-daerah konflik diseluruh tanah air.
5. Menangani dan menyelesaikan perkara, masalah, sengketa dan konflik
pertanahan di seluruh Indonesia secara sistematis.
6. Membangun sistem informasi dan manajemen pertanahan (SIMTANAS)
dan sistem pengamanan dokumen pertanahan di seluruh Indonesia.
7. Menangani masalah KKN serta meningkatkan partisipasi dan
pemberdayaan masyarakat.
8. Membangun database penguasaan dan pemilikan tanah
9. Melakasanakan secara konsisten semua peraturan perundang-undangan
pertanahan yang telah ditetapkan.
10. Menata kelembagaan pertanahan nasional.
11. Mengembangkan dan memperbaharui politik, hukum dan kebijakan
pertanahan.
39
IV.I.Badan Pertanahan Kota Makassar
Kantor pertanahan kota Makassar adalah instansi vertical badan
pertanahan nasional kota/kabupaten yang berada dibawah tanggung jawab
kepada kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional provinsi Sulawesi
selatan. Dimana mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas dan fungsi
BPN yang bersangkutan yang dipimpin oleh seorang kepala.
IV.2 Visi, misi dan motto pelayanan Kantor
IV.2.1 Visi Kantor
Bersertipikatnya seluruh Bidang Tanah dalam Wilayah Kota Makassar
Tahun 2020.
IV.2.2 Misi
1. Meningkatnya Penyelesaian Sertipikat Hak Atas Tanah.
2. Meningkatkan Pemanfaatan, Penggunaan, Penguasaan, dan Kepemilikan
Tanah yang Efektif.
40
3. Memberikan Jaminan Kepastian Hukum dan Kepastian Hak serta
Perlindungan Hukum kepada Masyarakat dan Investor.
4. Mendukung Peningkatan Ekonomi Masyarakat dalam Rangka
Mewujudkan Makassar sebagai Kota Maritim, Niaga, Pendidikan, Budaya
dan Jasa yang Berorientasi Global, Berwawasan lingkungan dan Paling
Bersahabat.
IV.2.3 Motto Pelayanan Pegawai
Satukan Tekad Tiada Hari Tanpa Penyerahan Sertipikat. Motto pelayanan
masyarakat “Pelayanan Cepat Tepat Akurat Akuntable dan Berkeadilan”. Janji
layanan “Mudah, Cepat, dan Transparan”
Dalam menyelenggarakan tugas, kantor pertanahan nasional mempunyai
fungsi :
1. Penyusunan rencana, program, dan penganggaran dalam rangka
pelaksanaan tugas pertanahan.
2. Pelayanan, perijinan, dan rekomendasi dibidang pertanahan
3. Pelaksanaan survey, pengukuran, dan pemetaan dasar, pengukuran, dan
pemetaan bidang, pembukuan tanah, pemetaan tematik, dan survey
potensi tanah.
4. Pelaksanaan penatagunaan tanah, landreform, konsolidasi tanah, dan
penataan pertanahan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, perbatasan, dan
wilayah tertentu
41
5. Pengusulan dan pelaksanaan penetapan hak tanah, pendaftaran hak
tanah, pemeliharaan data pertanahan dan administrasi tanah asset
pemerintah.
6. Pelaksanaan pengendalian pertanahan, pengelolaan tanah Negara, tanah
terlantar dan tanah kritis, peningkatan partisipasi dan pemberdayaan
masyarakat..
7. Penanganan konflik, sengketa dan perkara tanah.
8. Pengkordinasian pemangku kepentingan pengguna tanah.
9. Pengelolaan sistem informasi manajemen pertanahan nasional
(SIMTANAS)
10. Pemberian penerangan dan informasi pertanahan kepada masyarakat,
pemerintah dan swasta.
11. Pengkoordinasian, penelitian, dan pengembangan.
12. Pengkoordinasian pengembangan sumberdaya manusia pertanahan.
13. Pelaksanaan urusan tata usaha, kepegawaian, keuangan, sarana dan
prasarana, perundang-undangan serta pelayanan pertanahan
IV.3 Sumber Daya Manusia
a. Berdasarkan golongan :
- Golongan IV : 2 orang
- Golongan III : 59 orang
- Golongan II : 9 orang
- Golongan I : 7 orang
b. Berdasarkan sub bagian dan seksi :
- Tata usaha : 15 orang
42
- Survey, pengukuran dan pemetaan : 13 orang
- Hak tanah dan pendaftaran hak : 28 orang
- Pengaturan dan penataan pertanahan : 4 orang
- Pengendalian dan pemberdayaan : 4 orang
- Sengketa konflik dan perkara : 6 orang
IV.4 Loket Pelayanan Kantor
Dalam Kantor Pertanahan Kota Makassar untuk mengoptimalkan
pelayanan maka dia lakukan dengan sistem loket, adapun loket-loket tersebut
adalah :
Loket 1 : Informasi Pelayanan
Loket 2 : Berkas penerimaan permohonan
2.A Pelayanan :
- Kegiatan Pengukuran
- Pengembalian Batas
- Kutipan SU
2.B Pelayanan :
- Konversi/Pengakuan
- Pemberian Hak
43
- Peningkatan Hak
2.C Pelayanan :
- Pendaftaran SK
- Peningkatan hak RSS
- Pemecahan/Pemisahan/Penggabungan
- Penggantian Sertipikat
2.D Pelayanan :
- Pengecekan Sertipikat
- SKPT
2.E Pelayanan :
- Peralihan Hak
- Roya
- Pemasangan Hak Tanggungan
Loket 3
- Pelayanan Administrasi Pembayaran/Keuangan
Loket 4
- Pelayanan administrasi Penyerahan Hasil Pekerjaan
44
IV.5 Struktur Organisasi
Sesuai dengan peraturan KBPN no : 4 tahun 2006 maka dirancang
struktur organisasi kantor pertanahan kota Makassar. Kantor pertanahan kota
Makassar dipimpin oleh seorang kepala kantor yang bertanggung jawab kepada
Kepala Badan Pertanahan Nasional.
Kepala kantor pertanahan kota Makassar, membawahi :
Kepala sub bagian tata usaha, membawahi :
- Kepala urusan umum dan kepegawaian
- Kepala urusan perencanaan dan keuangan
Kepala seksi survey, pengukuran dan pemetaan, membawahi :
- Kepala sub seksi pengukuran dan pemetaan
- Kepala sub seksi tematik dan potensi tanah
Kepala seksi hak tanah dan pendaftaran tanah, membawahi :
- Kepala sub seksi penetapan hak tanah
- Kepala sub seksi pengaturan tanah pemerintah
- Kepal sub seksi pendaftaran hak
- Kepala sub seksi peralihan, pembebanan hak dan PPAT
Kepala seksi pengaturan dan penetaan pertanahan, membawahi :
- Kepala sub seksi penatagunaan tanah dan kawasan tertentu
- Kepala sub seksi landreform dan konsolidasi tanah
Kepala seksi pengendalian dan pemberdayaan, membawahi :
- Kepala sub seksi pengendalian pertanahan
- Kepala sub seksi pemberdayaan masyarakat
Kepala seksi sengketa, konflik dan perkara, membawahi :
45
- Kepala sub seksi perkara pertanahan
- Kepala sub seksi sengketa dan konflik pertanahan
46
IV.6 Hasil Penelitian dan Pembahasan
IV.6.1 Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan pada Kantor
Badan Pertanahan Nasional Kota Makassar, maka dapat digambarkan hasil
penelitian sebagai berikut:
1. Implementasi Program LARASITA ( Layanan Rakyat Untuk Sertipikasi
Tanah) di Kota Makassar .
Implementasi Program LARASITA di Kota Makassar, dapat dilihat dengan
membandingkan antara sasaran kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah
dengan penerima manfaat kebijakan. Artinya, apabila isi kebijakan yang
dikeluarkan dapat memberikan manfaat yang baik bagi masyarakat penerima
kebijakan maka kebijakan tersebut dianggap berhasil Sebaliknya, apabila
Masyarakat mengangap bahwa program yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak
cukup efektif maka kebijakan tersebut dianggap gagal .
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van
Horn (dalam Subarsono, 2005: 99) ada enam variabel yang mempengaruhi
kinerja implementasi, yakni :
a) Standar dan Sasaran kebijakan
b) Sumber Daya
c) Komunikasi antar organisasi
d) Karakteristik agen pelaksana
e) Kondisi sosial, ekonomi, dan politik.
f) Disposisi implementor
47
.
Jika kita memperhatikan sudah sangat banyak daftar yang melakukan
permohonan mengenai sertipikasi tanah.seperti data yang di dapatkan dari seksi
pengendalian dan pemberdayaan.
Tabel.2 Daftar permohonan sejak 2009-2011 di program LARASITA
No. Jenis Kegiatan Permohonan
Keterangan Masuk Selesai Sisa
1
2
3
4
5
6
Balik Nama
Hak Tanggungan
.
Roya
Tukar Menukar
Ganti Nama
Cassie
800
540
460
14
4
3
660
494
430
14
4
3
140
36
30
-
-
-
J u m l a h 1821 1605 206
Adapun sasaran dari pelaksanaan program LARASITA (Layanan rakyat
untuk sertipikasi tanah) adalah memudahkan masyarakat dalam pengurusan
48
tanah utamanya masyrakat yang berada di daerah terpencil,Hal ini juga terdapat
dalam UU No.18 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa LARASITA bersifat
pendekatan terhadap masyarakat dalam rangka pengurusan tanah. maka
berdasarkan hasil wawancara dan observasi oleh peneliti, maka dapat dijabarkan
sebagai berikut :
Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan yang mengkoordinir kegiatan
LARASITA di Kota Makassar berharap bahwa dengan adanya program yang
dikeluarkan oleh BPN RI tentang LARASITA sebagaimana seperti yang tertuang
dalam pendahuluan Undang-Undang No.18 Tahun 2009 Tentang LARASITA
BPN-RI dimana berangkat dari kehendak dan motivasi untuk mendekatkan
Badan Pertanahan Nasional dengan masyarakat, sekaligus mengubah
paradigma pelaksanaan tugas pokok dan fungsi BPN dari menunggu atau pasif
menjadi aktif atau proaktif.Melalui program ini diharapkan masyarakat mampu
melakukan pengurusan tanah secara terjangkau,mudah,dan cepat.
Seperti hal yang diutarakan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota
Makassar) bahwa :
“Jika Bapak Joyo ingin membuat kantor pertanahan di setiap kelurahan/kecamatan berapa biaya yang akan dikeluarkan,namun jika melalui program LARASITA ini memungkinkan pengurusan tanah dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien”
(Hasil wawancara pada tanggal 17 April 2012)
Hal tersebut juga dikemukan oleh Kasi Pengendalian dan Pemberdayaan
bahwa :
“Kebanyakan Masyarakat menganggap bahwa pengurusan sertipikat tanah dan lain sebagainya itu sangat lama dan mahal,hal ini dikarenakan mereka sendiri yang menggunakan jasa calo sehingga mereka sendiri yang mengalami kesulitan.dimana di Makassar ini biro jasa terdapat sekitar 600 orang,oleh karena itu dengan adanya program LARASITA dianggap dapat memotong hal-hal dan jaringan yang seperti itu” (Hasil wawancara pada tanggal 17 April 2012)
49
Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa dengan adanya
program LARASITA dianggap lebih memudahkan masyarakat dalam proses
pengurusan tanah serta dianggap mampu memutus jaringan penerima jasa
pengurusan tanah atau calo sehingga masyarakat bisa langsung mengurusnya
melalui LARASITA.seperti yang dikemukakan oleh salah satu masyarakat
penerima manfaat program LARASITA, bahwa ;
“Pada awalnya saya malas mengurus sertipikat tanah,karena sangat berbelit-belit dan biaya yang mahal,namun setelah LARASITA ada di kelurahan kalukuang saya menganggap bahwa kepengurusan sertipikat tanah tidak serumit yang saya bayangkan”
(Hasil wawancara pada tanggal 17 April 2012)
Dengan program LARASITA juga diharapkan dapat memberikan
pelayanan prima di seluruh kecamatan yang ada di Kota Makassar sebagaimana
yang dikemukakan oleh Kasi Pengendalian dan Pemberdayaan bahwa :
“Program LARASITA dilaksanakan di 7 Kecamatan prioritas,namun tidak menutup kemungkinan kecamatan lain yang non-prioritas kami akan kunjungi jika terdapat waktu luang dan kecamatan lain telah terselesaikan”
(Hasil Wawancara pada tanggal 17 April 2012)
Pernyataan dari Kasi Pengedalian dan Pemberdayaan diperkuat dengan
data – data dari BPN Kota Makassar mengenai Kecamatan dan Kelurahan yang
dikunjungi oleh LARASITA.
50
Adapun Lokasi Kegiatan LARASITA adalah di 7 Kecamatan meliputi :
Tabel 3. Daerah Prioritas Kunjungan LARASITA
No. Kecamatan Kelurahan
1. Kecamatan Tamalate Kelurahan Barombong dan Jongayya
2. Kecamatan Tamalanrea Kelurahan Tamalanrea,
Tamalanrea Jaya,
Tamalanrea Indah,dan Kapasa
3. Kecamatan Manggala Kelurahan Borong,
Tamangapa,Antang,Batua,Kapasa
4. Kecamatan Tallo Kel.Rappokalling,dan Kalukuang
5. Kecamatan Mariso Kel.Lette,dan Pannambuang
6. Kecamatan Biringkanaya Kel.Bulorokeng,Paccerakkang,Pai,
dan Sudiang raya
7. Kecamatan Bontoala Kel.Wajo Baru,Tompo Balang,dan
Bontoala tua. Sumber BPN Kota Makassar Tahun 2012
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa secara keseluruhan
jumlah kecamatan yang prioritas dikunjungi oleh LARASITA terdapat 7
Kecamatan dan 22 Kelurahan.
51
Secara sederhana jumlah pendaftaran tanah melalui LARASITA yang
telah dilaksanakan 1 Januari – 30 Desember 2011 sebagai berikut :
Tabel 4.Pengurusan Tanah Melalui LARASITA
No.
Jenis Kegiatan /
Pelayanan
Permohonan yang
masuk
Realisasi
Keterangan
1.
2.
3.
4.
Pendaftaran Pertama kali
Roya
Balik Nama
Peningkatan Hak
290
16
35
290
-
16
35
290
Dalam proses
selesai
selesai
selesai
Jumlah 631 341 Sumber BPN Kota Makassar Tahun 2012
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa cukup besar
kontribusi yang diberikan oleh program LARASITA di Kota Makassar guna
meningkatkan proses penyelesaian masalah-masalah yang menyangkut dengan
pertanahan khususnya di daerah-daerah terpencil.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Implementasi
Dalam implementasi atau pelaksanaan suatu kebijakan/program
dipengaruhi oleh berbagai faktor, begitupun dengan pelaksanaan program
LARASITA ( Layanan Rakyat Untuk Sertipikasi Tanah) di Kota Makassar. Sesuai
dengan tujuan penelitian yang hendak melihat implementasi program LARASITA
dengan memperhatikan variabel-variabel yang mempengaruhi. Adapun
berdasarkan hasil wawancara dan observasi peneliti, maka dapat dijabarkan
sebagai berikut :
52
a. Standar dan sasaran kebijakan / ukuran dan tujuan kebijakan
Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya dari
ukuran dan tujuan kebijakan yang bersifat realistis dengan sosio-kultur yang ada
di level pelaksana kebijakan.Sama halnya pada kantor BPN Kota Makassar
dimana dengan dikeluarkannya program LARASITA maka para implementor
harus mengetahui sasaran dan tujuan dari kebijakan tersebut. Pemahaman
tentang maksud umum dari suatu standar dan tujuan kebijakan adalah penting.
Implementasi kebijakan yang berhasil, bisa jadi gagal (frustated) ketika para
pelaksana (officials), tidak sepenuhnya menyadari terhadap standar dan tujuan
kebijakan. Standar dan tujuan kebijakan memiliki hubungan erat dengan disposisi
para pelaksana (implementors). Arah disposisi para pelaksana (implementors)
terhadap standar dan tujuan kebijakan juga merupakan hal yang “crucial”.
Implementors mungkin bisa jadi gagal dalam melaksanakan kebijakan,
dikarenakan mereka menolak atau tidak mengerti apa yang menjadi tujuan suatu
kebijakan
Sasaran dan tujuan yang jelas dan terarah sangatlah penting guna
menyukseskan program yang ingin dilaksanakan.
Seperti hal yang diutarakan oleh Kepala Kantor BPN Kota Makassar bahwa:
“ Program LARASITA ini sebenarnya memiliki tujuan yang sangat membantu bagi masyarakat pedesaan yang memiliki akses sulit dalam pengurusan tanah,Bapak Joyo Winoto juga membuat program ini guna lebih mendekatkan BPN kepada seluruh rakyat agar mereka dapat lebih mudah dalam proses pengurusan tanah” (Hasil wawancara tanggal 17 April 2012)
Hal yang serupa pula dikemukankan oleh Kasi Pengendalian dan
Pemberdayaan,bahwa :
53
“ Sebetulnya filosofi dari dikeluarkannya program LARASITA ini adalah agar masyarakat lebih mudah dalam mengurus sertipikasi tanah,seluruh proses dan syarat-syarat yang dibutuhkan sama halnya dengan yang ada dikantor cuma bedanya kami menjemput berkas dan mendatangi wilayah-wilayah dan pelosok daerah yang sulit untuk mereka jika datang ke kantor BPN Kota Makassar”
Berdasarkan dari hasil wawancara di atas maka dapat disimpulkan bahwa
sasaran dari program LARASITA adalah masyarakat daerah-daerah pelosok
yang memiliki akses yang sulit untuk kepengurusan sertipikasi tanah.dan
tujuannya adalah agar mereka lebih mudah dalam melakukan proses
kepengurusan sertipikasi tanah.
b. Sumber daya
Keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan
memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya
yang terpenting dalam menentukan keberhasilan suatu implementasi kebijakan.
Setiap tahap implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang
berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah
ditetapkan secara apolitik. Selain sumber daya manusia, sumber daya finansial
dan waktu menjadi perhitungan penting dalam keberhasilan implementasi
kebijakan. Sumber daya merupakan salah satu faktor penting dalam proses
implementasi atau pelaksanaan suatu program, dimana tanpa adanya dukungan
dari sumber daya yang memadai, baik itu berupa jumlah maupun kemampuan
ataupun keahlian para pelaksana program, pelaksanaan suatu program tidak
akan mencapai tujuannya.
54
1.Kualitas dan Kuantitas Pelaksana
Dalam pelaksanaan suatu program tentu saja perlukan pelaksana guna
mendukung terlaksananya program dengan baik. Tanpa adanya personil untuk
melaksanakan suatu program, maka kebijakan atau program apapun tidak dapat
berjalan dengan baik dan hanya akan tinggal sebagai dokumen tanpa ada
realisasinya. Oleh karena itu ketersediaan pelaksana yang cukup serta
berkompetensi dalam mendorong keberhasilan suatu program sangat diperlukan
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Kantor BPN Kota
Makassar,bahwa :
“ Pelatihan-pelatihan yang dberikan kepada seluruh staf sering dilaksanakan seperti arahan-arahan mengenai LARASITA sehingga mereka pastinya sudah tau tentang teknis dalam pelaksanaan program ini,malah pada waktu itu eselon 1 yang memberikan arahan di puncak,bogor” (Hasil wawancara pada tanggal 17 April 2012)
Hal tersebut juga dipertegas oleh Kasi Pengendalian dan
Pemberdayaan,bahwa :
“ Kami sudah memberikan kepada para pegawai bagaimana petunjuk teknis dalam LARASITA baik berupa proses multimedia,karena di dalam mobil itu ada komputer yang sudah terhubung langsung dengan kantor.Kalau untuk pelatihan secara teknis permohonan sertipikasi tentunya mereka sudah mengetahui karena pegawai yang di turunkan untuk LARASITA ini adalah pegawai BPN juga,jadi mereka sudah sering berhubungan dengan masalah tersebut,baik itu mengenai persyaratan maupun informasi lain yang terkait dengan pengurusan tanah” (Hasil wawancara pada tanggal 17 April 2012)
Dalam hal ketersediaan sumberdaya pelaksana, didalamnya termasuk
adalah jumlah pelaksana atau kuantitas yang memadai, Hal ini sesuai yang
dikemukakan lebih lanjut oleh Sekretaris Kasi Pengendalian dan Pemberdayaan
yang menyatakan bahwa :
“ Semua yang ikut ambil bagian dari LARASITA ini adalah seluruh pegawai BPN Kota Makassar yang telah di SK kan langsung oleh Bapak
55
Walikota,namun di prioritaskan kepada pegawai bagian pemberdayaan dan pengendalian “ (Hasil wawancara pada tanggal 16 Aril 2012)
Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa informan tersebut diatas,
dapat diketahui bahwa secara kuantitas pelaksana dari program LARASITA ini
sudah sangat memadai dan hal yang paling penting adalah partisipasi aktif oleh
pihak-pihak yang terkait, karena jumlah pelaksana yang mencukupi merupakan
salah satu aspek yang mempengaruhi kinerja dan pelaksanaan program.
Selain jumlah pelaksana yang memadai juga diperlukan adanya
pelaksana yang kompeten dalam menjalankan program tersebut, karena apabila
jumlah pelaksana telah mencukupi, namun tanpa diimbangi dengan kemampuan
atau keahlian dalam menjalankan program, maka dalam proses pelaksanaannya
tidak dapat berjalan dengan maksimal. Ketersediaan sumber daya manusia yang
terampil merupakan hal yang sangat penting agar pelaksanaan program lebih
efisien dan efektif, dimana kadangkala pelaksanaan suatu kegiatan terhambat
bukan karena jumlah pelaksana yang tidak memadai, tetapi lebih pada
kurangnya kualitas sumber daya manusia sebagai pelaksana.
Pada pelaksanaan program LARASITA ini, menurut kepala seksi
pengendalian dan pemberdayaan bahwa :
“Para pelaksana program LARASITA secara umum memiliki kemampuan yang memadai, terlebih lagi telah dilakukan beberapa kali pelatihan sehingga secara langsung dapat menambah keterampilan dan keahlian masing-masing pelaksana dalam melaksanakan tugasnya masing-masing”. (hasil wawancara pada tanggal 12 April 2012)
56
Sebagaimana diketahui bahwa latar belakang dan tingkat pendidikan
seseorang sangat berpengaruh terhadap pengetahuan dan pemahaman dalam
menjalankan tugas dan tanggung jawab. Belau juga menambahkan bahwa :
“Para pelaksana program LARASITA pada umumnya memiliki latar belakang pendidikan yang hampir sama. Rata-rata merupakan lulusan Strata-1 (S-1)”. (Hasil wawancara pada tanggal 12 April 2012)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut diatas , maka dapat diketahui
bahwa secara umum keterampilan dan keahlian para pelaksana sudah sangat
memadai.
2. Sumber Daya Kebijakan
Sumber daya kebijakan (policy resources) tidak kalah pentingnya dengan
komunikasi. Sumber daya kebijakan ini harus juga tersedia dalam rangka untuk
memperlancar administrasi implementasi suatu kebijakan. Sumber daya ini terdiri
atas dana atau insentif lain yang dapat memperlancar pelaksanaan
(implementasi) suatu kebijakan. Kurangnya atau terbatasnya dana atau insentif
lain dalam implementasi kebijakan, adalah merupakan sumbangan besar
terhadap gagalnya implementasi kebijakan.
Seperti yang dikemukakan oleh Sekretaris Kepala Seksi Pengendalian
dan Pemberdayaan,bahwa:
“ Untuk dana yang dibutuhkan oleh LARASITA itu semua dari pusat,untuk perbaikan kendaraan dan kebutuhan keperluan penyelengaraan LARASITA tidak pernah mengalami kesulitan,kami tidak pernah meminta uang makan ataupun tambahan gaji dari pimpinan karena kami tahu bahwa ini adalah tugas kami cuma bedanya kantornya ada di dalam mobil” (hasil wawancara pada tanggal 12 April 2012)
57
Hal yang sama dipertegas oleh kepala seksi pengendalian dan
pemberdayaan,bahwa :
“ Saya rasa untuk pendanaan program LARASITA ini tidak mengalami kendala,walaupun dana yang dikeluarkan dari pusat namun untuk anggaran tersebut telah di anggarkan oleh bendahara BPN Kota Makassar,sehingga untuk segala jenis pendanaan dapat di selesaikan secepat mungkin dalam rangka guna suksesnya program ini” (hasil wawancara pada tanggal 17 April 2012)
Dari hasil wawancara tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa
untuk masalah pembiayaan dalam hal program LARASITA ini sudah
terdistribusikan secara baik,sehingga program dapat terlaksana sebagaimana
mestinya karena sebagaimana yang dikemukan oleh Van Horn dan Varn Meter
bahwa selain sumber daya manusia, sumber daya finansial dan waktu menjadi
perhitungan penting dalam keberhasilan implementasi kebijakan.
c. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan
Agar kebijakan publik bisa dilaksanakan dengan efektif, menurut Van
Horn dan Van Mater (dalam Widodo 1974) apa yang menjadi standar tujuan
harus dipahami oleh para individu (implementors). Yang bertanggung jawab atas
pencapaian standar dan tujuan kebijakan, karena itu standar dan tujuan harus
dikomunikasikan kepada para pelaksana. Komunikasi dalam kerangka
penyampaian informasi kepada para pelaksana kebijakan tentang apa menjadi
standar dan tujuan harus konsisten dan seragam (consistency and uniformity)
dari berbagai sumber informasi.
Jika tidak ada kejelasan dan konsistensi serta keseragaman terhadap
suatu standar dan tujuan kebijakan, maka yang menjadi standar dan tujuan
kebijakan sulit untuk bisa dicapai. Dengan kejelasan itu, para pelaksana
58
kebijakan dapat mengetahui apa yang diharapkan darinya dan tahu apa yang
harus dilakukan. Dalam suatu organisasi publik, pemerintah daerah misalnya,
komunikasi sering merupakan proses yang sulit dan komplek. Proses
pentransferan berita kebawah di dalam organisasi atau dari suatu organisasi ke
organisasi lain, dan ke komunikator lain, sering mengalami ganguan (distortion)
baik yang disengaja maupun tidak. Jika sumber komunikasi berbeda memberikan
interprestasi yang tidak sama (inconsistent) terhadap suatu standar dan tujuan,
atau sumber informasi sama memberikan interprestasi yang penuh dengan
pertentangan (conflicting), maka pada suatu saat pelaksana kebijakan akan
menemukan suatu kejadian yang lebih sulit untuk melaksanakan suatu kebijakan
secara intensif.
Dalam upaya pencapaian keberhasilan pelaksanaan program LARASITA
ini, salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah berupa adanya komunikasi
yang berjalan dengan baik diantara pihak-pihak yang terkait. Apa yang menajadi
tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran
(target group), sehingga akan mengurangi distorsi implementasi atau
pelaksanaan dalam upaya pencapaian tujuan dari suatu program. Komunikasi
dalam hal ini menyangkut tentang cara atau upaya dalam proses penyampaian
informasi, selain pentingnya informasi sebagai pendukung dalam komunikasi,
juga diperlukan proses transmisi atau penyampaian informasi, kejelasan dan
konsistensi atas informasi.
1).Transmisi atau penyampaian informasi
Proses penyampaian informasi mengenai program dari suatu kebijakan,
yaitu terjadi antara pembuat kebijakan dan pelaksanan program, agar apa yang
59
diharapkan oleh pembuat kebijakan dapat tercapai. Selain itu penyampaian
informasi juga harus dilakukan antara pelaksana program kebijakan dengan
target group dalam hal ini adalah masyarakat penerima manfaat LARASITA.
Proses penyampaian informasi antara pembuat kebijakan dengan
pelaksanan menyangkut keterkaitan antara keputusan yang telah dibuat dengan
aturan mengenai pelaksanaannya, termasuk petunjuk teknis pelaksanaan,
sehingga pelaksana tidak mengalami kesalahan dalam melaksanakan program
yang bersangkutan.
Berdasarkan penjelasan dari sekretaris kepala seksi pengendalian dan
pemberdayaan yang menyatakan bahwa :
“Proses penyampaian informasi mengenai program LARASITA telah dijelaskan melalui beberapa peraturan pemerintah yang dikirim langsung ke kantor BPN Kota Makassar. Sedangkan tata cara pelaksanaan program, telah diberikan melalui pelatihan-pelatihan.” (Hasil wawancara pada tanggal 16 April 2012)
Hal yang serupa juga dikemukakan oleh kepala seksi pengendalian dan
pengawasan bahwa :
“Penyaluran informasi mengenai prosedur pelaksanaan program dilakukan melalui pelatihan-pelatihan serta arahan yang dilakukan oleh kepala kantor ataupun saya sendiri, dimana para petugas yang akan melayani LARASITA dibekali dengan beberapa pengetahuan tentang tujuan dan tata cara pelaksanaan program ini.” (hasil wawancara pada tanggal 17 April 2012)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut diketahui bahwa penyampaian
informasi dari pembuat kebijakan kepada pelaksana diberikan melalui pelatihan-
pelatihan serta penyebaran peraturan-peraturan yang terkait dengan program
LARASITA.
Selain penyampaian informasi dari pembuat kebijakan dengan pelaksana
program seperti yang telah dikemukakan tersebut diatas, maka yang tidak kalah
60
pentingnya adalah penyampaian informasi dari pelaksana program kepada target
group atau masyarakat khususnya penerima manfaat LARASITA. Agar penerima
manfaat yang dimaksud mengerti tentang sasaran ataupun manfaat dari
program tersebut. Adapun pada program LARASITA sistem penyampaian isi dan
tujuan dari program ini kepada masyarakat khususnya masyarakat penerima
manfaat LARASITA di pelosok-pelosok daerah, dilakukan melalui proses
sosialisasi dengan sebelumnya memberikan surat sosialiasasi kepada lurah
terkait untuk kemudian di follow up dan disosialisasikan kepada masyarakat
sekitar .
Hal ini sesuai dengan pernyataan dari sekretaris kepala seksi
pengendalian dan pemberdayaan, yang menyatakan bahwa:
“Proses penyampaian informasi kepada masyarakat sudah dilakukan melalui beberapa proses sosialisasi, surat penugasan dari bapak walikota 1 minggu sebelum kami sosialisasi sudah dikirim ke keluruhan sehingga pada saat kami sosialisasi masyarakat sudah berkumpul di kantor lurah terkait.” (Hasil wawancara pada tanggal 16 April 2012)
Hal ini juga dibenarkan oleh salah satu masyarakat yang memanfaatkan
program LARASITA, bahwa:
“Program LARASITA ini saya dengar setelah disosialisasikan oleh pak lurah,sehingga pada saat orang dari BPN datang saya sudah di kantor lurah mendengarkan sosialisasi tersebut. Oleh karena itu saya bisa mengetahui bahwa ada suatu program yang sedang berjalan di kelurahan tamalanrea.” (hasil wawancara pada tanggal 19 April 2012)
Hal serupa juga dibenarkan oleh salah satu masyarakat yang
memanfaatkan program ini, bahwa :
“Program ini saya tahu dari sosialisasi yang dilakukan pegawai BPN di kelurahan dia sampaikan bahwa LARASITA katanya salah satu tempat kami mengurus sertipikasi tanah,balik nama,atau roya jadi tidak usah ke kantor BPN ” (Hasil wawancara pada tanggal 19 april 2012)
61
Namun berbeda dengan apa yang disampaikan oleh salah satu
sekretaris kelurahan kalukuang,bahwa:
“ Kalau untuk surat memang kami sudah terima,tapi saya tidak pernah mendengar kalau ada orang dari BPN yang sosialisasi di kantor lurah,Cuma mereka langsung datang dan mobil LARASITAnya mereka parkir di depan kantor lurah” (hasil wawancara pada tanggal 17 April 2012)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut diatas dapat diketahui bahwa
penyampaian informasi dari pelaksana ke masyarakat khususnya penerima
manfaat LARASITA yaitu melalui sosialisasi di kantor kelurahan,belum berjalan
secara optimal dan menyeluruh sehingga ada beberapa kelurahan yang masih
kurang mendapatkan informasi dari LARASITA itu sendiri.
Dengan demikian, prospek implementasi kebijakan yang efektif, sangat
ditentukan oleh komunikasi kepada para pelaksana kebijakan secara akurat dan
konsisten (accuracy and consistency) (Van Mater dan Varn Horn, dalam Widodo
1974). Disamping itu, koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam
implementasi kebijakan. Semakin baik koordinasi komunikasi di antara pihak-
pihak yang terlibat dalam implementasi kebijakan, maka kesalahan akan semakin
kecil, demikian sebaliknya.
2).Kejelasan informasi
Selain penyampaian informasi mengenai prosedur dan tujuan program,
maka aspek lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu adanya kejelasan atas
informasi yang disampaikan. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari
kebingungan dan perbedaan persepsi antara pembuat kebijakan,, pelaksana dan
masyarakat.
62
Hal ini dikemukakan oleh Kepala seksi pengendalian dan pemberdayaan,
bahwa :
“Petunjuk pelaksana atas hal-hal yang mesti dilakukan oleh pelaksana, sejauh ini sudah jelas dan dipahami oleh semua pihak yang terlibat, semuanya sudah tahu apa yang menjadi kewajiban masing-masing dan prosedur pelaksanaannya. Selain itu para pelaksana sudah dibekali dengan beberapa peraturan pemerintah yang terkait dengan pelaksanaan program tersebut.” (Hasil wawancara pada tanggal 17 Aprilt 2012)
Berdasarkan penjelasan kepala seksi pengendalian dan pemberdayaan
tersebut, dapat disimpulkan bahwa kejelasan informasi bagi pelaksana sejauh ini
sudah baik, selain itu semuanya telah dijelaskan dalam petunjuk pelaksanaan
dan beberapa peraturan-peraturan pemerintah. Dengan adanya kejelasan
informasi mengenai tujuan dan petunjuk pelaksanaan maka dapat mendukung
dalam pelaksanaan guna mencapai tujuan.
Selain kejelasan informasi dari pembuat kebijakan kepada pelaksana,
maka hal yang tidak kalah pentingnya adalah kejelasan informasi bagi
masyarakat khususnya bagi wajib pajak.
Adapun mengenai kejelasan informasi mengenai program kepada
masyarakat penerima manfaat LARASITA, disampaikan oleh salah satu
penerima manfaat bahwa:
“Bagi saya informasi atas program ini, sudah lumayan jelas, inti dari program ini saya sudah tahu, namun secara keseluruhan mengenai syarat-syarat serta hal-hal yang lain saya belum mengetahui dengan jelas”. (Hasil wawancara pada tanggal 12 april 2012)
Kemudian ditambahkan oleh salah satu masyarakat kelurahan sudiang
raya yang juga memanfaatkan program ini, bahwa :
“Kalau tujuannya saya cukup mengerti, tapi yang saya tidak tahu masalah tata cara serta syarat sehingga saya bisa memanfaatkan program ini”. (Hasil wawancara pada tanggal 12 april 2012)
63
Berdasarkan hasil wawancara tersebut diatas, dapat diketahui bahwa
tujuan umum dari program LARASITA ini telah dipahami dengan jelas oleh
masyarakat, meskipun secara detail dan lengkap mengenai syarat, waktu
pelaksanaan serta prosedur-prosedur belum dipahami oleh seluruh masyarakat.
Hal ini dikarenakan karena kurangnya kesadaran dan partisipasi
masyarakat baik dalam mengikuti sosialisasi maupun ikut serta dalam
pelaksanaannya.
Adapun ketidakjelasan informasi menyebabkan kesalahan .persepsi bagi
pelaksana dan masyarakat sehingga menyebabkan pelaksanaan dapat
melenceng dari tujuan awal. Oleh karena itu dalam komunikasi perlu
memperhatikan dan memastikan kejelasan informasi agar dipahami oleh semua
pihak. Hal tersebut dapat berupa pelayanan kontak masyarakat dengan
pelaksana, serta upaya aktif dari semua pihak dalam mencari kejelasan
informasi.
3). Konsistensi informasi
Dalam komunikasi antara pelaksana program, tidak hanya merupakan
suuatu proses penyampaian informasi, tetapi juga merupakan proses interaksi
yang saling mempengaruhiantara pihak-pihak yang terkait. Oleh karena itu
diperlukan adanya konsistensi dan kepastian informasi yang disampaikan harus
diperhatikan, agar tidak berbeda diantara satu pihak dengan pihak lainnya.
Menurut pendapat dari kepala seksi pengendalian dan pemberdayaan
yang menyatakan bahwa :
“Informasi mengenai program LARASITA ini merupakan program yang berkesinambungan dikarenakan program ini telah dilaksanakan sejak
64
tahun 2009 sampai sekarang dan belum ada batas waktu sampai kapan program LARASITA ini selesai dilaksanakan. (Hasil wawancara pada tanggal 17 april 2012)
Selain itu penjelas dari sekretaris kepala pendalian dan pemberdayaan
yang menyatakan bahwa :
”Sejauh ini informasi mengenai pelaksanaannya sudah tetap yakni kami berangkat 2 kali seminggu pada hari selasa dan kamis,panitia dan lokasi yang kami datangi sudah di SK kan langsung dari kepala kantor dan kami juga sudah mensosialisasikannya kepada masyarakat. Informasi ini diharapkan dapat membantu dalam hal pelaksanaan program tersebut.”. (Hasil wawancara pada tanggal 16 april 2012)
Berdasarkan pernyataan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa dalam
pelaksanaan LARASITA ini telah ada konsistensi sesuai dengan informasi yang
diberikan sebelumnya dalam hal pelaksanaan.
d. Karakteristik organisasi pelaksana
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa struktur birokrasi adalah
suatu prosedur atau pola yang mengatur jalannya pekerjaan didalam
pelaksanaan suatu program. Adapun struktur birokrasi yang dimaksud adalah
adanya prosedur yang mengatur tata aliran pekerjaan dan pelaksanaan suatu
program. Selain itu kadangkala dalam pelaksanaan suatu program terdapat
penyebaran tanggung jawab diantara beberapa unit pelaksana, sehingga
dibutuhkan adanya koordinasi.
Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan
organisasi informal yang akan terlibat dalam pengimplementasian kebijakan. Hal
ini penting karena kinerja implementasi kebijakan akan sangat dipengaruhi oleh
ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Hal ini berkaitan
65
dengan konteks kebijakan yang akan dilaksanakan pada beberapa kebijakan
dituntut pelaksana kebijakan yang ketat dan displin. Pada konteks lain diperlukan
agen pelaksana yang demokratis dan persuasif. Selain itu, cakupan atau luas
wilayah menjadi pertimbangan penting dalam menentukan agen pelaksana
kebijakan.
1. SOP (Standar Operational System)
Pelaksanaan suatu program membutuhkan suatu prosedur yang menjadi
standar pelaksanaannya. Adapun menurut kepala seksi pengendalian dan
pemberdayaan yang menyatakan bahwa :
“Dalam pelaksanaan LARASITA , terdapat adanya suatu standar baku yang menjadi petunjuk pelaksanaan. Jadi segala sesuatu dilaksanakan sesuai aturan yang sudah diatur sebelumnya, namun tidak berarti para pelaksana menjadi kaku dalam pelaksanaanya”. (Hasil wawancara pada tanggal 17 April 2012)
Selain itu berdasarkan pernyataan dari salah seorang pegawai
pemberdayaan, yang menyatakan bahwa :
“Pelaksanaan LARASITA sama dengan pendaftaran yang ada dikantor BPN melalui beberapa tahapan,contohnya jika kita ingin melakukan pendaftaran tanah untuk pertama kali pemohon harus melampirkan surat permohonan,identitas para pihak(fotocopy ktp),bukti tertulis antara lain : petuk D atau fotocopy C desa yang telah dilegalisasi,segel atau akta PPAT dan SSB,putusan pengadilan yang berkekuatan hukum telap,dan terakhir bukti lain dengn disertai pernyataan yang bersangkutan”. (Hasil wawancara pada tanggal 16 april 2012)
Dari pernyataan tersebut diatas, diketahui bahwa prosedur yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan LARASIITA diatur dalam bentuk tatacara baku
pelaksanaan, yang lebih dikenal dengan SOP, SOP inilah yang menjadi acuan
untuk seluruh pelaksana di Kantor BPN Kota Makassar. Namun secara umum
prosedur pelaksanaan program ini sangat sederhana dan tidak membutuhkan
66
waktu yang lama. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu masyarakat yang
memanfaatkan LARASITA bahwa :
“Prosedur yang saya lewati tidak terlalu rumit, ketika mobil LARASITA datang ke kantor lurah saya langung menyetor berkas-berkas saya yang sebelumnya sudah saya siapkan,dan setalah membayar biaya PP13 Rp.50.000,berkasnya lalu di terima dan disampaikan untuk menunggu sekitar 2 minggu”.
(Hasil wawancara p`ada tanggal 19 april 2012)
2. Fragmentasi
Dalam pelaksanaan suatu program, kadangkala terdapat penyebaran
tanggungjawab diantara beberapa unit kerja maupun instansi. Sehingga
dibutuhkan adanya koordinasi dan kerjasama antara pihak-pihak yang terkait
tersebut. Adapun dalam pelaksanaan program LARASITA ini, melibatkan
beberapa pihak yang terkait, diantaranya BPN Kota Makassar itu sendiri,Kantor
BPN Provinsi,Kelurahan-kelurahan yang membantu sosialisasi dan masyarakat
yang memanfaatkan program LARASITA
Berdasarkan wawancara dengan sekretaris kepala seksi pengendalian
dan pemberdayaan yang menyatakan bahwa:
“Koordinasi dan kerjasama yang terjalin antar pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan LARASITA ini bisa dikatakan berjalan dengan baik, kami juga setiap 3 bulan melaporkan jumlah pemohon kepada kanwil untuk di laporkan lansung ke pusat,begitu juga dengan kelurahan yang terdapat di daerah masing-masing yang telah mengumpulkan segala jenis permohonan sehingga berkas para pemohon bisa secepatnya diselesaikan ”. (Hasil wawancara pada tanggal 16 April 2012)
Hal yang serupa juga disampaikan oleh kepala seksi pengendalian dan
pemberdayaan yang menyatakan bahwa :
“Koordinasi kami lakukan dalam segala hal, termasuk dalam hal menyelesaikan masalah yang timbul sehingga strategi yang kami sampaikan kepada masing-masing kelurahan jika melakukan permohonan untuk sertipikasi tanah untuk yang pertama kali di kumpulkan hingga 20 pemohon,guna mengefektifkan dan mengefisienkan dala proses pengurusan berkas”. (Hasil wawancara pada tanggal 17 april 2012)
67
Lebih lanjut kepala seksi pengendalian dan pemberdayaan menjelaskan
bahwa:
“Untuk koordinasi dengan kanwil kami melakukan evaluasi per triwulan,dimana berkas-berkas jumlah pemohon dari program LARASITA yang tercatat kami kirim ke kanwil.dan juga kami mengevaluasi segala macam hambatan-hambatan yang kami temukan dalam pelaksanaan program ini” (hasil wawancara pada tanggal 17 april 2012)
Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut diatas dapat diketahui
bahwa bentuk koordinasi dan kerjasama antar pihak-pihak yang terkait dalam
pelaksanaan program LARASITA berjalan dengan baik, ini terlihat dengan
kesigapan para pelaksana dalam menyelesaikan berbagai masalah yang timbul.
adanya penyebaran tanggung jawab dari beberapa pihak dapat menyebabkan
kendala, namun jika koordinasi dan kerjasama dapat dilakukan dengan baik hal
tersebut tidak akan menjadi kendala dalam pelaksanaan suatu program, tetapi
bisa dijadikan kekuatan sehingga pelaksanaan suatu program dapat berjalan
dengan efektif dan efisien.
e. Kondisi sosial, ekonomi, dan politik
Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang dapat
mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; sejauh mana kelompok-
kelompok kepentingan dapat memberikan dukungan bagi implementasi
kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak;
bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan; dan apakah elit politik
mendukung implemantasi kebijakan.
Berdasarkan hasil wawancara yang disampaikan kepala seksi
pengendalian dan pemberdayaan,bahwa :
68
“ Dukungan dari bapak walikota makassar sangat positif,hal ini bisa dilihat dari SK penandatanganan langsung tentang seluruh pegawai yang di utus dalam program ini,SK yang dikeluarkan berupa nama-nama pegawai yang mengurus program LARASITA dan jadwal daerah-daerah yang dikunjungi setiap hari selasa dan kamis oleh program LARASITA,dan SK ini akan berganti setiiap 6 bulan sekali” (hasil wawancara pada tanggal 17 april 2012) Hal yang lain pula ditegaskan oleh kepala seksi pengendalian dan
pemberdayaan yang meyatakan,bahwa:
“ Dengan adanya program ini kita bisa lihat dari pendapatan perkapita masyarakat sekitar yang memanfaatkan program ini,jika pendapatan yang dimiliki masyarakat sekitar bertambah dari tahun ke tahun tentunya program yang kami laksanakan dapat dikatakan berjalan dengan baik dan hal ini sangat mendapat respon positif bagi masyarakat” (hasil wawancara pada tanggal 17 april 2012) Dari hasil wawancara tersebut diatas dapat kita simpulkan bahwa
kelompok-kelompok kepentingan yang terkait sangat mendukung program
LARASITA ini,seperti penindakan langsung terhadap pegawai yang di utus dalam
pelaksanaan program tersebut,aspek lingkungan dan ekonomi juga berpengaruh
dimana para masyarakat sangat merespon program LARASITA ini.
f. Disposisi atau sikap para pelaksana
Disposisi adalah aspek yang berkaitan dengan bagaimana sikap dan
komitmen para pelaksana terhadap program, dimana pelaksanaan program
kadangkala bermasalah apabila pelaksana yang terkait didalamnya tidak dapat
menjalankan program dengan baik. Apabila pelaksana memiliki disposisi yang
baik, maka dia akan melaksanakan kebijakan atau program dengan baik seperti
yang didinginkan oleh pembuat kebijakan, sedangkan apabila palaksana
memiliki sikap yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses
pelaksanaan suatu program juga tidak akan efektif.
69
Menurut pendapat Van Metter dan Van Horn bahwa sikap penerimaan
atau penolakan dari agen pelaksana kebijakan sangat mempengaruhi
keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat
mungkin terjadi karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi
warga setempat yang mengenal betul permasalahan dan persoalan yang mereka
rasakan. Tetapi kebijakan publik biasanya bersifat top down yang sangat
mungkin para pengambil keputusan tidak mengetahui bahkan tak mampu
menyentuh kebutuhan, keinginan atau permasalahan yang harus diselesaikan.
Sikap mereka itu dipengaruhi oleh pendangannya terhadap suatu
kebijakan dan cara melihat pengaruh kebijakan itu terhadap kepentingan-
kepentingan organisasinya dan kepentingan-kepentingan pribadinya. Van Mater
dan Van Horn (1974) menjelaskan disposisi bahwa implementasi kebijakan
diawali penyaringan (befiltered) lebih dahulu melalui persepsi dari pelaksana
(implementors) dalam batas mana kebijakan itu dilaksanakan. Terdapat tiga
macam elemen respon yang dapat mempengaruhi kemampuan dan kemauannya
untuk melaksanakan suatu kebijakan, antara lain terdiri dari pertama,
pengetahuan (cognition), pemahaman dan pendalaman (comprehension and
understanding) terhadap kebijakan, kedua, arah respon mereka apakah
menerima, netral atau menolak (acceptance, neutrality, and rejection), dan
ketiga, intensitas terhadap kebijakan.
Pemahaman tentang maksud umum dari suatu standar dan tujuan
kebijakan adalah penting. Karena, bagaimanapun juga implementasi kebijakan
yang berhasil, bisa jadi gagal (frustated) ketika para pelaksana (officials), tidak
sepenuhnya menyadari terhadap standar dan tujuan kebijakan. Arah disposisi
70
para pelaksana (implementors) terhadap standar dan tujuan kebijakan. Arah
disposisi para pelaksana (implementors) terhadap standar dan tujuan kebijakan
juga merupakan hal yang “crucial”. Implementors mungkin bisa jadi gagal dalam
melaksanakan kebijakan, dikarenakan mereka menolak apa yang menjadi tujuan
suatu kebijakan.
Sebaliknya, penerimaan yang menyebar dan mendalam terhadap standar
dan tujuan kebijakan diantara mereka yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan kebijakan tersebut, adalah merupakan suatu potensi yang besar
terhadap keberhasilan implementasi kebijakan (Kaufman dalam Van Mater dan
Van Horn, 1974). Pada akhirnya, intesitas disposisi para pelaksana
(implementors) dapat mempengaruhi pelaksana (performance) kebijakan.
Kurangnya atau terbatasnya intensitas disposisi ini, akan bisa menyebabkan
gagalnya implementasi kebijakan.
1. Respon dan Kognisi terhadap kebijakan
Pemahaman akan kebijakan sangatlah penting begitu pula dengan
respon dari implementor yang pastinya sangatlah berpengaruh terhadap
pelaksanaan dari kebijakan tersebut. Hal ini dinyatakan oleh Kepala kantor
pengendalian dan pemberdayaan bahwa :
“Untuk pelatihan yang di ikuti oleh para implementor dari program LARASITA ini sudah sering dilaksanakan baik berupa peraturan pemerintah maupun pelatihan yang kami ikuti yang di sampaikan langsung oleh eselon 1,sehingga program ini sudah kami pahami dan mudah-mudahan dapt terlaksana sebagaimana mestinya”. (Hasil wawancara pada tanggal 17 april 2012)
Selain itu ditambahkan pula oleh salah satu pegawai di bidang
pemberdayaan dan pengendalian, bahwa :
71
“Respon dari pimpinan baik itu dari kepala kantor maupun dari kepala seksi pengendalian dan pemberdayaan sangat baik,seperti mereka sudah beberapa kali ikut turun ke lapangan langsung dan bersentuhan langsung kepada masyarakat.” (Hasil wawancara pada tanggal 16 april 2012)
Adapun pendapat yang diutarakan oleh kepala kelurahan sudiang raya
bahwa :
“ Saya lihat respon dari penanggung jawab LARASITA di Kota Makassar ini sangat baik,hal ini dapat dilihat dari penindakan langsung oleh kepala bagiannya ke kelurahan kami dalam bentuk penyuluhan dan penyampaian isi dari program ini”. (Hasil wawancara pada tanggal 12 april 2012)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut diatas diketahui bahwa respon
dan pemahaman akan kebijakan oleh implementor dapat dikatakan sudah sangat
baik.hal ini dilihat dari bagaimana mereka ikut terjun langsung dalam proses
LARASITA dan sering melakukan kontrol terhadap pegawai-pegawainya.
2. Intensitas disposisi implementor
Intensitas terhadap kebijakan yakni sampai sejauh mana para
implementor melakukan kontrol terhadap kebijakan ataupun program yang
dilaksanakan.
Berdasarkan hasil wawancara oleh sekretaris kepala seksi pengendalian
dan pemberdayaan,bahwa :
“ Selama ini kami bapak andi akbar selalu menekankan kepada seluruh pegawai agar selalu menyampaikan informasi terbaru ataupun kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program tersebut,kami juga dalam pelaksanaan selalu mengupayakan agar dalam seluruh
72
permohonan yang di terima dapat terselesaikan secepatnya tanpa mengalami hambatan” (hasil wawancara pada tanggal 16 april 2012)
Hal yang sama juga ditegaskan oleh kepala seksi pengendalian dan
pemberdayaan,bahwa:
“ Selama 6 bulan terakhir kami selalu melakukan upaya-upaya pembenahan dan pengontrolan terhadap program LARASITA ini,karena program ini merupakan program yang sangat membantu masyarakat pelosok dalam permohonan pengurusan tanah mereka” (hasil wawancara pada tanggal 17 april 2012)
Demikian pula yang disampaikan oleh kepala kantor BPN kota
makassar,bahwa:
“ Saya pernah ikut melakukan penyuluhan-penyuluhan terkait LARASITA,namun tidak hanya turun penyuluhan saya juga biasanya ikut mengontrol ke lapangan terkait program LARASITA ini” (hasil wawancara pada tanggal 17 april 2012)
Selain itu menurut pendapat salah satu masyarakat yang memanfaatkan
program LARASITA,bahwa:
“ Para pegawai-pegawai yang bekerja saya rasa sudah cukup baik dan jelas dalam hal intensitas pengontrolan sertipikasi kami,biasanya dijanji kurang lebih sampai 2 minggu,dan katanya jika kelurahan kami belum dikunjungi sertipikasinya bisa di ambil di kelurahan lain yang dikunjungi pada jangka waktu yang telah ditentukan” (hasil wawancara pada tanggal 12 april 2012)
Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa intensitas dari
disposisi oleh implementor dapat dikatakan sudah cukup baik,hal ini dilihat dari
bagaimana para implementor yang selalu melakukan proses pengontrolan
terhadap program LARASITA dan juga para implementor yang biasa ikut
langsung dalam pelaksanaan program tersebut.
73
IV.5.2 Pembahasan
Dari hasil penelitian yang telah kami dapatkan di atas maka secara umum
program LARASITA (Layanan Rakyat Untuk Sertipikasi Tanah) di Kota Makassar
secara umum dapat di bahas sebagai berikut:
Secara keseluruhan jumlah permohonan yang masuk sejak 2009-2011
dalam program LARASITA adalah 1821 dan yang terealisasikan 1605,dan
keseluruhan jumlah permohonan yang masuk januari 2011 – desember 2011
adalah 631 berkas dan yang telah terealiasi 341 berkas.
Seluruh kota makassar dapat memanfaatkan program ini,namun ada 7
kecamatan yang di prioritaskan dalam pemanfaatan program LARASITA
diantaranya adalah: Kecamatan Biringkanaya,kecamatan tallo,kecamatan
tamalanrea,kecamatan manggala,kecamatan mariso,kecamatan tamalate,dan
kecamatan bontoala.
Berdasarkan dari wawancara dan observasi peneliti bahwa sasaran dari
program LARASITA adalah masyarakat daerah-daerah pelosok yang memiliki
akses yang sulit untuk kepengurusan sertipikasi tanah.dan tujuannya adalah agar
mereka lebih mudah dalam melakukan proses kepengurusan sertipikasi tanah
dan juga menghindari para pemberi jasa seperti calo yang biasanya meresahkan
para masyarakat.
Secara kuantitas pelaksana dari program LARASITA ini sudah sangat
memadai dan hal yang paling penting adalah partisipasi aktif oleh pihak-pihak
yang terkait, karena jumlah pelaksana yang mencukupi merupakan salah satu
aspek yang mempengaruhi kinerja dan pelaksanaan program.
74
Selain jumlah pelaksana yang memadai juga diperlukan adanya
pelaksana yang kompeten dalam menjalankan program tersebut, karena apabila
jumlah pelaksana telah mencukupi, namun tanpa diimbangi dengan kemampuan
atau keahlian dalam menjalankan program, maka dalam proses pelaksanaannya
tidak dapat berjalan dengan maksimal. Ketersediaan sumber daya manusia yang
terampil merupakan hal yang sangat penting agar pelaksanaan program lebih
efisien dan efektif, dimana kadangkala pelaksanaan suatu kegiatan terhambat
bukan karena jumlah pelaksana yang tidak memadai, tetapi lebih pada
kurangnya kualitas sumber daya manusia sebagai pelaksana.
Dari hasil wawancara dan observasi dapat diketahui bahwa untuk
masalah pembiayaan dalam hal program LARASITA ini sudah terdistribusikan
secara baik,sehingga program dapat terlaksana sebagaimana mestinya karena
sebagaimana yang dikemukan oleh Van Horn dan Varn Meter bahwa selain
sumber daya manusia, sumber daya finansial dan waktu menjadi perhitungan
penting dalam keberhasilan implementasi kebijakan
Secara umum bahwa penyampaian informasi dari pembuat kebijakan
kepada pelaksana diberikan melalui pelatihan-pelatihan serta penyebaran
peraturan-peraturan yang terkait dengan program LARASITA, namun oleh
beberapa masyarakat bahwa penyampaian informasi dari pelaksana ke
masyarakat khususnya penerima manfaat LARASITA yaitu melalui sosialisasi di
kantor kelurahan,belum berjalan secara optimal dan menyeluruh sehingga ada
beberapa kelurahan yang masih kurang mendapatkan informasi dari LARASITA
itu sendiri
75
Adapun tujuan dari program LARASITA ini telah dipahami dengan jelas
oleh masyarakat, meskipun secara detail dan lengkap mengenai syarat, waktu
pelaksanaan serta prosedur-prosedur belum dipahami oleh seluruh masyarakat.
Hal ini dikarenakan karena kurangnya kesadaran dan partisipasi masyarakat baik
dalam mengikuti sosialisasi maupun ikut serta dalam pelaksanaannya.Adapun
ketidakjelasan informasi menyebabkan kesalahan .persepsi bagi pelaksana dan
masyarakat sehingga menyebabkan pelaksanaan dapat melenceng dari tujuan
awal. Oleh karena itu dalam komunikasi perlu memperhatikan dan memastikan
kejelasan informasi agar dipahami oleh semua pihak. Hal tersebut dapat berupa
pelayanan kontak masyarakat dengan pelaksana, serta upaya aktif dari semua
pihak dalam mencari kejelasan informasi.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dapat disimpulkan bahwa
dalam pelaksanaan LARASITA ini telah ada konsistensi sesuai dengan informasi
yang diberikan sebelumnya dalam hal pelaksanaan.
Secara umum diketahui bahwa prosedur yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan LARASIITA diatur dalam bentuk tatacara baku pelaksanaan, yang
lebih dikenal dengan SOP, SOP inilah yang menjadi acuan untuk seluruh
pelaksana di Kantor BPN Kota Makassar. Namun secara umum prosedur
pelaksanaan program ini sangat sederhana dan tidak membutuhkan waktu yang
lama
Koordinasi dan kerjasama antar pihak-pihak yang terkait dalam
pelaksanaan program LARASITA berjalan dengan baik, ini terlihat dengan
kesigapan para pelaksana dalam menyelesaikan berbagai masalah yang timbul.
adanya penyebaran tanggung jawab dari beberapa pihak dapat menyebabkan
kendala, namun jika koordinasi dan kerjasama dapat dilakukan dengan baik hal
76
tersebut tidak akan menjadi kendala dalam pelaksanaan suatu program, tetapi
bisa dijadikan kekuatan sehingga pelaksanaan suatu program dapat berjalan
dengan efektif dan efisien.
Kelompok-kelompok kepentingan yang terkait sangat mendukung
program LARASITA ini,seperti penindakan langsung terhadap pegawai yang di
utus dalam pelaksanaan program tersebut,aspek lingkungan dan ekonomi juga
berpengaruh dimana para masyarakat sangat merespon program LARASITA ini
Sama halnya dengan respon dan pemahaman akan kebijakan oleh
implementor dapat dikatakan sudah sangat baik.hal ini dilihat dari bagaimana
mereka ikut terjun langsung dalam proses LARASITA dan sering melakukan
kontrol terhadap pegawai-pegawainya.
Intensitas dari disposisi oleh implementor dapat dikatakan sudah cukup
baik,hal ini dilihat dari bagaimana para implementor yang selalu melakukan
proses pengontrolan terhadap program LARASITA dan juga para implementor
yang biasa ikut langsung dalam pelaksanaan program tersebut
Program LARASITA ini disosialisasikan langsung oleh pihak dari BPN
Kota Makassar melalui perantara masing-masing kelurahan,sehingga ketika
pihak BPN telah datang untuk sosialisasi masyarakat juga sudah siap untuk
mendengarkan,dan juga adanya pembagian panflet mengenai larasita.
Dapat disimpulkan bahwa tanggapan masyarakat yang memanfaatkan
LARASITA, ini dapat terlihat dari data-data yang telah ada dan masyarakat yang
ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan program ini
77
Penanggung jawab LARASITA di Kota Makassar juga sudah baik,hal ini
dapat dilihat dari penindakan langsung oleh kepala bagiannya ke beberapa
kelurahan dalam bentuk penyuluhan dan penyampaian isi dari program tersebut.
Manfaat yang dirasakan oleh masyarakat yang memanfaatkan program
LARASITA yakni adanya kejelasan informasi mengenai sertipikasi tanah bagi
daerah pelosok dan juga tentunya lebih memudahkan masyarakat dalam proses
pengurusan sertipikasi tanah,namun yang menjadi kendala bagi masyarakat
yang memanfaatkan program LARASITA yaitu ketidak jelasan informasi yang
diterima, mengenai syarat dan prosedur-prosedur yang lain, Tapi hal ini dapat
teratasi dengan menghubungi contact person yang ada di panflet yang dibagikan
atau datang kekantor BPN untuk mencari informasi
78
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.I Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diikemukakan pada bab
sebelumnya, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa :
1. Pelaksanaan program LARASITA ini cukup efektif dalam memudahkan
masyarakat dalam proses pengurusan tanah , sesuai dengan data yang
ada program LARASITA memberikan kontribusi sebesar 1821 dan yang
telah terselesaikan sekitar 1605 berkas.dan dari tahun ke tahun terjadi
peningkatan permohonan pendaftaran melalui program LARASITA.
Namun ada beberapa factor-faktor yang harus diperhatikan dalam
suksesnya program LARASITA. Faktor-faktor yang dimaksud adalah
faktor standar dan sasaran kebijakan,sumber daya,komunikasi antar
organisasi dan organisasi lain,karakteristik agen pelaksana,kondisi
sosial,ekonomi,dan politik, dan disposisi implementor. Diantara faktor ini,
faktor komunikasi dianggap sebagai faktor yang paling mempengaruhi,
karena salah satu masalah yang menyebabkan pelaksanaan program ini
tidak terlalu efektif adalah komunikasi yang terjalin kepada
masyarakat.Baik itu proses informasi melalui kelurahan maupun informasi
langsung ke masyarakat penerima manfaat LARASITA.
79
V.2 Saran
1. Program LARASITA merupakan program yang sangat bagus. Ada
baiknya jika BPN Kota Makassar lebih memperbaharui lagi proses sarana
pendukung dan fasilitas seperti menambahkan unit mobil pendukung
program LARASITA dan lebih memperbaharui proses pelatihan-pelatihan
yang terkait tentang program ini.Pelaksanaan program LARASITA akan
berjalan dengan baik dan efektif apabila faktor-faktor yang mempengaruhi
seperti, faktor standar dan sasaran kebijakan,sumber daya,komunikasi
antar organisasi dan organisasi lain,karakteristik agen pelaksana,kondisi
sosial,ekonomi,dan politik, dan disposisi implementor. Oleh karena itu
perlu pengelolaan yang baik dengan memperhatikan keenam faktor
tersebut agar dapat membantu mengatasi hambatan dalam proses
pencapaian tujuan pelaksanaan program LARASITA pada Kantor BPN
Kota Makassar.
80
DAFTAR PUSTAKA
Buku Rujukan:
Badan Pertanahan Nasional, (2005), Buletin Pertanahan Nasional, Edisi ke II, Jakarta: Badan Pertanahan Nasional
Boedi Harsono, (2006), Hukum Agraria Indonesia Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, Jakarta Djambatan.
Jeddawi Murtir (2008), Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah , Jakarta :Total Media
Gasperz, Vincent, (1997), Manajemen Kualitas, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.
Handayaningrat, soewarno, (1990), Administrasi Pemerintahan Dalam Pembangunan Nasional, Jakarta: Penerbit Gunung Agung.
Indrawijaya, Adam, (1989), Perilaku Organisasi, Bandung, Sinar Baru.
LANRI, (1997), Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia, Jakarta, Masagung.
Buku Metodologi:
Hadari, Nawawi,2007, Metode Penelitian Bidang Sosial. Gajahmada University
Press : Yogyakarta.
Singarimbun, Masri, (1997), Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta, Rajawali Press.
Yin. Robert K. 2000. Studi Kasus (Desain dan Metode). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Administrasi, Bandung : Alfabeta
81
Peraturan Undang-Undang :
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, Undang-Undang Pokok Agraria
Pendahuluan Undang-Undang No.18 Tahun 2009 Tentang LARASITA BPN-RI
Instruksi Menteri Negara Agraria Nomor 3 Tahun 1998 tentang Peningkatan Efesiensi dan Kualitas Pelayanan Masyarakat.
Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No.62/Kep/M.Pan/7/2003 Tahun 2003 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum.
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.3 Tahun 1997 tentang ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997.
Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah.
Undang-undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok Keagrariaan.
Rujukan Dari Internet :
Diunduh dari internet, www.pdf.com, 22 Januari 2012 Pukul 17.55 WITA,
“Pengurusan sertifikasi tanah”.
Diunduh dari internet, www.google.com, 25 Januari 2010 Pukul 17.00 WITA, “ Kualitas Pelayanan Publik”.
Diunduh dari internet, www.bpn.go.id 3 Februrari 2012 Pukul 19.31 WITA,
“LARASITA untuk rakyat”. Diunduh dari internet, www.pdf.com, 5 Februari 2012 Pukul 12.56 WITA,
“Peraturan pemerintah tentang LARASITA”. Diunduh dari internet, www.google.com, 18 April 2012 Pukul 15.14 WITA,
“Konsep Implementasi Kebijakan Van Horn dan Van Meter”.
82
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Ardiansyah Gusnadi
Tempat, Tanggal Lahir : Ujung Pandang, 22 Januari 1990
Suku : Bugis
Alamat : JL.Maccini Raya No.14 A
Agama : Islam
Nama Oang Tua
Ayah : Drs.Gusnadi
Ibu : Nursia Selastri Dewi, S.Pd
Status Dalam Keluarga : Anak kedua dari empat bersaudara,
Pendidikan Formal :
SD Negeri Bawakaraeng 1,Makassar (1996-2002)
SMP Negeri 4 Makassar (2002-2005)
SMA Negeri 2 Watansoopeng Kab. Soppeng (2005-2008)
Jurusan Ilmu Administrasi FISIP UNHAS (2008-2012)
Pengalaman Organisasi :
Wakil Ketua Osis SMA Negeri 2 Watansoppeng Kab.Soppeng (2007-2008)
Ketua Panitia Latihan Kepemimpinan Administrasi HUMANIS FISIP UNHAS
(2009-2010)
Anggota. Dept. Minat dan Bakat HUMANIS FISIP UNHAS (2010-2011)
Steering Comite “LKA” HUMANIS FISIP UNHAS (2011-2012)
Kood.Dept.Diklat dan Kaderisasi UKM Seni dan Tari UNHAS (2011-2012)
83
L
A
M
P
I
R
A
N
84