BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · Homonim adalah dua buah kata atau satuan ujaran yang...

27
1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu bahasa, makna kata saling berhubungan, hubungan ini disebut relasi makna. Relasi makna dapat berwujud bermacam-macam. Dalam setiap bahasa termasuk bahasa Jawa, seringkali kita temukan adanya hubungan kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kata atau satuan bahasa yang satu dengan kata satuan bahasa lainnya. Ilmu tentang makna dapat dijumpai dalam semantik yang merupakan salah satu bagian penting dalam kebahasaan. Salah satu kajian semantik adalah masalah homonimi. Homonimi (dari bahasa Latin homo yang berarti sama dan nomos yang berarti nama) adalah dua leksem atau lebih yang wujud lahirnya (pelafalan dan penulisan) sama namun arti leksikalnya berbeda, (Edi Subroto, 2011: 81). Homonim adalah dua buah kata atau satuan ujaran yang bentuknya kebetulan sama, maknanya tentu saja berbeda, karena masing-masing merupakan kata atau bentuk ujaran yang berlainan. Umpamanya, antara kata pacar yang bermakna ‘inai’ dan kata pacar yang bermakna ‘kekasih’ dan antara kata mengurus yang berarti ‘mengatur’ dan kata mengurus yang berarti ‘menjadi kurus’ (Abdul Chaer, 2006:).

Transcript of BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · Homonim adalah dua buah kata atau satuan ujaran yang...

1

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam suatu bahasa, makna kata saling berhubungan, hubungan ini disebut

relasi makna. Relasi makna dapat berwujud bermacam-macam. Dalam setiap bahasa

termasuk bahasa Jawa, seringkali kita temukan adanya hubungan kemaknaan atau

relasi semantik antara sebuah kata atau satuan bahasa yang satu dengan kata satuan

bahasa lainnya.

Ilmu tentang makna dapat dijumpai dalam semantik yang merupakan salah

satu bagian penting dalam kebahasaan. Salah satu kajian semantik adalah masalah

homonimi. Homonimi (dari bahasa Latin homo yang berarti sama dan nomos yang

berarti nama) adalah dua leksem atau lebih yang wujud lahirnya (pelafalan dan

penulisan) sama namun arti leksikalnya berbeda, (Edi Subroto, 2011: 81).

Homonim adalah dua buah kata atau satuan ujaran yang bentuknya kebetulan

sama, maknanya tentu saja berbeda, karena masing-masing merupakan kata atau

bentuk ujaran yang berlainan. Umpamanya, antara kata pacar yang bermakna ‘inai’

dan kata pacar yang bermakna ‘kekasih’ dan antara kata mengurus yang berarti

‘mengatur’ dan kata mengurus yang berarti ‘menjadi kurus’ (Abdul Chaer, 2006:).

2

2

Homonimi merupakan ungkapan (kata atau frasa atau kalimat) yang

bentuknya sama dengan suatu ungkapan lain, tetapi dengan perbedaan makna di

antara kedua ungkapan tersebut (Mansoer Pateda,2001: 211).

Sesuai dengan hasil pengamatan terhadap homonimi dalam bahasa Jawa yang

sekarang ada, dapat ditampilkan contoh-contoh sebagai berikut.

Pak Darto entuk sepeda motor saka kantore ‘Pak Darto mendapat sepeda

motor dari kantornya’ (saka bermakna dari) dan omah joglo duwe saka cacahe papat

‘rumah joglo mempunyai tiang berjumlah empat’ (saka bermakna tiang). Terkait

dengan contoh homonimi saka (dari atau tiang), dari segi bentuk merupakan bentuk

tunggal. Maksudnya homonimi-homonimi tersebut di atas tidak dapat dicari bentuk

yang lebih kecil atau sudah merupakan bentuk dasar. Disisi lain terdapat pula contoh

homonimi sebagai berikut. Sing nyekel watu kuwi jenenge Supri ‘Yang memegang

batu itu bernama Supri’ (nyekel atau memegang berarti membawa). Kawasan terminal

iki sing nyekel bang Jarot ‘Kawasan terminal ini yang memegang bang Jarot’ (nyekel

atau memegang berarti menguasai). Contoh hominimi nyekel atau memegang adalah

contoh homonimi yang berbentuk kompleks sehingga masih dapat dicari bentuk yang

lebih kecil lagi. Maka dalam bahasa Jawa dapat ditemui homonimi cekel atau pegang.

1. Kajian Terdahulu

“Sinomin Nomina dalam Bahasa Jawa” oleh Wahyuni (2011). Hasil

penelitian ini berisi tentang tipe-tipe pembeda sinonim nomina konkret dalam bahasa

Jawa, ciri pembeda semantik sinomin nomina dalam bahasa Jawa.

3

3

“Sistem Kesinoniman dalam Bahasa Jawa” oleh Suwadji, dkk (1992). Hasil

penelitian ini berisi tentang kesinoniman bahasa Jawa melalui pasangan-pasangan

sinonim yang ada pada kelas kata nomina, verba, ajektiva, dan kata tugas.

“Antonimi dalam Bahasa Jawa” oleh Santi Anggraeni (2014). Hasil

penelitian ini berisi tentang keantoniman Bahasa Jawa, yang mengkaji tentang

bagaimanakah bentuk antonimi, tipe antonimi, dan kelas kata antonimi dalam bahasa

Jawa.

“Polisemi dan Homonimi pada Novel Harry Potter and Prisoner of Azkaban

karya J.K.Rrowling” oleh Anah Sofianah (2013). Peneltian ini menganalisis polisemi

dan homonimi yang terdapat pada novel Harry Potter and Prisoner of Azkaban karya

J.K.Rrowling, makna yang terkandung dalam homonimi dan polisemi,

mengidentifikasi penggunaan yang dominan di antara homonimi atau polisemi yang

terdapat pada novel tersebut.

“Homonimi Terjemahan Kata Kufr terhadap Terjemahan Versi H.B Jassin

dan Mahmud Yunus” oleh Deni Wahyudin (2012). Penelitian ini berisi tentang

penerjemahan kata Kufr, analisis perbandingan atau komparatif antara terjemahan

Alqur’an versi H.B. Jassin dan Mahmud Yunus.

“Analisis Homonimi Kata Nafs dalam Al Qur’an Terjemahan Hamka” oleh

Ahmad Fauzi (2011). Penelitian ini berisi tentang ketepatan terjemahan kata Nafs

dalam Alqur’an terjemahan Hamka, serta juga menjelaskan tentang faktor

kehomonimian terhadap kata Nafs karya Hamka dalam penerjemahan Alqur’an.

4

4

Pada kajian terdahulu kajian mengenai homonimi masih terbatas, serta belum

banyak peneliti yang mengakaji homonimi dalam bahasa Jawa, peneliti mengkaji

tentang bentuk, relasi, serta jenis homonimi untuk melengkapi penelitian tentang

homonimi yang terdahulu khususnya homonimi dalam bahasa Jawa.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi perkembangan pendidikan, manfaat

ini dibagi menjadi dua yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis yang akan

dijabarkan sebagai berikut.

1) Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah teori linguistik,

khususnya homonimi bahasa Jawa.

2) Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat dijadikan informasi tentang homonimi dalam

bahasa Jawa sehingga dapat menambah materi pelajaran. Dan menambah

penelitian linguistik, khususnya semantik Jawa.

B. Rumusan masalah

permasalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Bagaimanakah bentuk homonimi dalam bahasa Jawa?

2) Bagaimanakah relasi homonimi dalam bahasa Jawa?

3) Apa saja jenis homonimi dalam bahasa Jawa?

5

5

C. Tujuan penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk:

1) mendeskripsikan bentuk hoomonimi dalam bahasa Jawa.

2) mendeskripsikan relasi homonimi dalam bahasa Jawa; dan

3) mendeskripsikan jenis homonimi dalam bahasa Jawa.

D. Ruang Lingkup

Penelitian ini menganalisis homonimi dalam bahasa Jawa. Adapun masalah

yang akan dikaji mengenai bentuk homonimi, relasi homonimi dan jenis homonimi

dalam bahasa Jawa.

E. Landasan Teori 1. Pengertian semantik

Semantik (berasal dari Bahasa Yunani: semantikos, memberikan tanda,

penting, dari kata sema, tanda) adalah cabang linguistik yang mempelajari arti/makna

yang terkandung pada suatu bahasa, kode, atau jenis representasi lain. Dengan kata

lain, Semantik adalah pembelajaran tentang makna. Semantik biasanya dikaitkan

dengan dua aspek lain: sintaksis, pembentukan simbol kompleks dari simbol yang

lebih sederhana, serta pragmatika, penggunaan praktis simbol oleh komunitas pada

konteks tertentu (Wikipedia.org/wiki/semantik) diakses tanggal 23 april 2015.

6

6

Semantik adalah bagian dari stuktur bahasa yang berhubungan dengan makna

dari ungkapan serta sistem penyelidikan makna dan arti dalam suatu bahasa pada

umumnya (Harimurti K. 1982).

Semantik adalah bagian dari tata bahasa yang meneliti makna dalam bahasa

tertentu, mencari asal mula dan perkembangan dari arti suatu kata (Gorys Keraf,

1982:192).

Kata semantik kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk

bidang linguistik yang mempelajari tentang tanda-tanda linguistik dengan hal-hal

yang ditandainya. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang

makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa: fonologi,

gramatika, dan semantik (Abdul Chaer, 1990: 2).

Dari beberapa definisi di atas peneliti menyimpulkan bahwa semantik adalah

ilmu yang menelaah tentang makna suatu kebahasaan dan tanda baca yang

menyertainya.

2. Pengertian Homonimi

Kata homonimi berasal dari bahasa Yunani kuno onoma yang artinya ‘nama’

dan homo yang artinya ‘sama’. Secara harfiah homonimi dapat diartikan sebagai

‘nama sama untuk benda lain’.

Secara sematik, Verhaar (1983) memberi definisi homonimi sebagai ungkapan

(berupa kata atau kalimat) yang bentuknya sama dengan ungkapan lain (juga berupa

kata, frase, atau kalimat) tetapi maknanya tidak sama.

7

7

Homonimi adalah dua kata atau lebih yang secara kebetulan memiliki pola

bunyi yang sama. Karena merupakan butir leksikal yang berbeda, pasangan

berhomonimi memiliki makna yang berbeda (I Dewa Putu Wijana:2008). Beberapa

kata diucapkan persis sama tapi artinya berbeda (Chaedar Alwasilah 1987:150). Maka

homonim adalah istilah untuk kajian semantik yang yang mengacu pada adanya

kesamaan bentuk ujaran namun memiliki makna yang berbeda.

Dari beberapa uraian mengenai homonimi diatas dapat disimpulkan bahwa

homonimi adalah ungkapan yang mempunyai bentuk dan pelafalan yang sama namun

memiliki makna yang berbeda.

Sedangkan polisemi adalah satuan bahasa (terutama kata) yang memiliki

makna lebih dari satu (Abdul Chaer 1990: 104). Polisemi adalah kata yang

mengandung makna yang lebih dari satu (Mansoer Pateda 2001:214). Polisemi

merupakan sebuah kata yang memiliki beberapa makna namun makna yang dimiliki

masih tercakup dalam satu cakupan arti pokok (Edi Subroto 2011:74).

Perbedaan homonimi dengan polisemi ialah homonimi bukanlah sebuah kata,

melainkan dua buah kata atau lebih yang bentuknya sama. tentu saja karena

homonimi bukan sebuah kata maka maknanya pun berbeda, makna-makna dalam

homonimi tidak ada kaitan atau hubungannya sama sekali antara makna satu dengan

yang lain, sedangkan makna-makna yang berpolisemi masih ada hubugannya karena

memang dikembangkan dari komponen-komponen makna dari kata-kata tersebut.

8

8

Teori tersebut bila terkait dengan homonimi bahasa Jawa dapat ditampilkan

contoh : timbang (daripada atau diukur beratnya) dan wong tua (orang tua atau

paranormal).

3. Pengertian Makna

Makna adalah arti yang tersimpul dari suatu kata, jadi makna dengan

bendanya sangat bertautan dan saling menyatu. Jika suatu kata tidak dapat

dihubungkan dengan bendanya, peristiwa atau keadaan tertentu maka kita tidak bisa

memperoleh makna dari kata itu (Tjiptadi, 1984). Dalam KBBI, arti merupakan

makna, maksud yang terkandung (dalam perkataan, lukisan, atau kalimat). Arti adalah

konsep atau pengertian umum sebagai hasil generalisasi terhadap segala sesuatu

(benda, peristiwa, perbuatan, hal, sifat atau kualitas, keadaan, jumlah) yang memiliki

seperangkat ciri fondamental yang sama (Edi Subroto, 2011).

Makna adalah hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah

disepakati bersama olah para pemakai bahasa sehingga dapat saling dimengerti

(Aminudin, 1988: 53). Terdapat tiga unsur pokok yang terdapat dalam batasan di atas

yakni makna adalah hasil hubungan antara bahasa dengan dunia luar, penentuan

hubungan terjadi karena kesepakatan para pemakai bahasa, dan perwujudan makna

dapat digunakan untuk menyampaikan informasi. Jadi makna adalah suatu maksut

yang terdapat di dalam bahasa itu sendiri, terutama kata-kata.

4. Kelas Kata

9

9

Kelas kata adalah pengelompokan atau penggolongan kata untuk menemukan

suatu sistem dalam bahasa.

Berikut akan di uraikan beberapa jenis kelas kata menurut (Soepomo 1979).

a. Kata benda (nomina) yaitu suatu jenis kata yang menandai atau menamai

suatu benda atau bisa diikuti dengan kata sing ‘yang’ dan kata sifat

(ajektiva).

b. Kata kerja (verba) yaitu jenis kata yang menunjukkan tindakan atau

perbuatan suatu benda, atau bisa diikuti dengan kata kanthi ‘dengan’ dan

kata sifat (ajektiva).

c. Kata sifat(ajektiva) merupakan kata yang menyatakan keadaan atau bisa

dibentuk menjadi prefiks sa ‘se’, reduplikasi, sufiks e ‘nya’.

d. Kata Tugas merupakan kata yang bisa menjelaskan atau member

keterangan pada kata benda, dipihak lain bisa menjelaskan kata kerja, kata

sifat, atau kata tugas itu sendiri.

e. Kelas kata bilangan merupakan suatu jenis kata yang menunjukkan suatu

jumlah, tingkatan, atau urutan.

Sedangkan menurut (Abdul chaer 2008) adalah sebagai berikut:

a. Nomina, ciri kelas kata nomina adalah tidak dapat didahului kata tidak,

agak, sangat, wajib, dan dapat diikuti kata sebuah, seekor, dan selembar.

10

10

b. Verba, ciri kelas kata verba adalah dapat didampingi negasi tidak, semua

adverb frekuensi (sering, jarang, kadang), kala (sudah, sedang,

lagi),keselesaian(baru, belum, sudah), dan tidak dapat didampingi kata

bilangan, adverb derajat (agak, cukup, kurang).

c. Ajektiva, ciri kelas kata ajektiva adalah dapat didampingi adverb derajat

(agak, cukup, lebih, sangat, paling), kepastian (pasti, tentu, mungkin), dan

tidak dapat didampingi adverb frekuensi (kadang, sering, jarang), jumlah

(banyak, sedikit, baru), dan kala (hendak, mau, akan).

d. Numeralia adalah kata yang menyatakan bilangan, jumlah, nomor, urutan,

dan himpunan.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kedua pendapat mengenai

kelas kata tersebut dan mengkombinasikannya dalam menentukan bentuk

kelas kata dalam penelitian mengenai Homonimi dalam Bahasa Jawa.

5. Bentuk Homonimi

Bentuk homonimi dalam bahasa Jawa ada dua , yaitu:

a. Bentuk tunggal (morfem tunggal) yaitu bentuk yang tidak bisa dicari

bentuk yang lebih kecil dan sudah mampu berdiri sendiri

(Poedjosoedarmo, 1979: 6). Berikut adalah homonimi yang berbentuk

tunggal. Tata ‘tata’ (merapikan atau aturan), pethik ‘petik’ (mengambil

buah/ bunga atau mengambil kesimpulan/ intisari).

11

11

b. Bentuk kompleks (morfem kompleks) yaitu bentuk kata yang sudah

mengalami perubahan bentuk yang disebabkan melekatnya imbuhan atau

afiksasi (Poedjosoedarmo, 1979: 6). Berikut adalah homonimi yang

berbentuk kompleks. Mancing ‘memancing’ dengan bentuk dasar pancing

(mengail ikan atau mencari perhatian), nggarap ‘menyelesaikan’ dengan

bentuk dasar garap (menyelesaikan atau menjahili). Masing-masing kata

tersebut menujukkan kegandaan makna.

6. Relasi Homonimi

Seperti halnya sinonimi dan antonimi, maka relasi homonimi berlaku dua

arah. Di samping itu homonimi juga dapat dikelompokkan menjadi empat jenis

(Verhaar. 1983, 135-136) yaitu:

a. Homonimi antarmorfem misal bukune ‘bukunya’ (parafrasanya buku

orang itu) dan bukune ‘bukunya’ (parafrasanya buku tertentu).

b. Homonimi antarkata misal kursi ‘kursi’ yang bermakna tempat duduk dan

kursi ‘kursi’ yang bermakna kedudukan.

c. Homonimi antarfrasa misal wong pinter ‘orang pintar’ yang bermakna

orang pandai dan wong pinter ‘orang pintar’ yang bermakna paranormal.

d. Homonimi yang terjadi antarkalimat misal anake pak Bejo sing nakal iku

| Ayu ‘anaknya pak Bejo yang nakal itu | Ayu’( dengan parafrasa yang

menjelaskan yang nakal itu pak Bejo) dan anake pak Bejo | sing nakal iku

12

12

Ayu ‘anaknya pak Bejo | yang nakal itu Ayu’ (dengan parafrasa yang

menerangkan yang nakal adalah Ayu).

7. Jenis Homonimi

Di samping homonimi ada pula istilah homofoni dan homografi. Ketiga istilah

ini biasanya dibicarakan bersama karena ada kesamaan objek pembicaraan

(Simpson.1979,179).

a. Homofoni adalah dua leksem yang atau lebih yang pelafalan dan

pengucapannya sama, tulisan berbeda, arti leksikalnya berbeda. Contoh:

pang dan punk, yang berbunyi persis sama namun maknanya berbeda.

pang bermakna ranting , sedangkan punk adalah sebutan untuk komunitas

orang yang ingin menunjukkan jati diri dan hidup dengan cara mereka

sendiri .

b. Homografi adalah dua leksem atau lebih yang bentuk tulisannya sama,

pelafalannya berbeda, sehingga arti leksikalnya berbeda. pethel bermakna

rajin dan pethel yang bermakna sejenis kapak mempunyai tulisan persis

sama namun bunyi berbeda dan maknanya berbeda.

F. Sumber Data

1. Data dan Sumber Data

Data merupakan fenomena lingual khusus yang mengandung dan berkaitan

langsung dengan masalah yang dimaksud (Sudaryanto, 1993: 5).

13

13

Data dalam penelitian ini berupa data lisan dan data tulis, data lisan sebagai

data primer sedangkan data tulis sebagai data sekunder. Data lisan berupa tuturan

yang mengandung homonimi, sedangkan data tulis berupa kata, frasa, dan kalimat

yang terdapat di artikel, buku, dsb yang membahas mengenai homonimi.

Sumber data adalah si penghasil atau pencipta bahasa yang sekaligus tentu

saja si penghasil atau pencipta data yang dimaksud biasanya disebut dengan

narasumber (Sudaryanto: 1993: 35).

Dalam penelitian ini, sumber data lisan berasal dari tuturan yang mengandung

homonimi dari informan yang terpilih sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Adapun

kriteria informan adalah:

a. Penutur asli bahasa Jawa.

b. Memiliki alat ucap yang lengkap.

c. Menguasai bahasa Jawa dengan baik.

d. Memiliki kemampuan bahasa Indonesia cukup baik.

e. Berusia 15 – 50 tahun.

Data tulis berupa kata, frasa, dan kalimat yang mengandung homonimi yang

terdapat pada artikel, buku, dsb yang membahas mengenai homonimi.

2. Populasi dan Sampel

Pada penelitian linguistik, populasi pada umumnya ialah keseluruhan individu

dari segi-segi tertentu bahasa (Edi Subroto, 1992).

14

14

Populasi pada penelitian ini adalah semua leksikon bahasa Jawa yang

mengandung homonimi atau pengertian ganda yang terdapat pada data.

Sampel adalah sebagian dari populasi yang dijadikan objek penelitian

langsung yang mewakili atau dianggap mewakili secara keseluruhan (Edi Subroto,

1992).

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu

pengambilan sampel secara selektif, sumber data, data mengarah produktif

disesuaikan dengan permasalahan dan tujuan dalam penelitian ini.

Sampel pada penelitian ini adalah sebagian tuturan yang berupa kata atau

kalimat yang mengandung homonimi yang diperoleh dari informan. serta kata-kata

pada buku-buku refensi yang mengandung kegandaan makna yang mewakili populasi.

G. Metode dan Teknik

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif yang bersifat

deskriptif. Metode penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan tentang sifat-sifat

individu, keadaan, gejala dari kelompok tertentu yang dapat diamati (Moleong, 1996).

Penelitian dengan metode deskriptif semata-mata hanya berdasarkan pada

fakta-fakta yang ada atau fenomena-fenomena yang memang secara empiris hidup

15

15

dalam diri penuturnya sehingga apa yang dihasilkan adalah paparan apa adanya

(Sudaryanto, 1992: 62). Data yang terkumpul berupa kata-kata dalam bentuk

kalimat dan bukan angka-angka. Sedangkan penelitian kualitatif yaitu penelitian

yang data-datanya berwujud konsep-konsep, kategori-kategori dan bersifat

abstrak, serta metode penelitian terhadap suatu masalah yang tidak didesain

menggunakan metode satistik (Edi Subroto, 1992).

Pada penelitian ini taraf (tingkatan) penelitiannya merupakan penelitian

deskripktif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif, yaitu peneliti mencatat dengan

teliti dan cermat data yang berwujud kata-kata, kalimat-kalimat, wacana, gambar/foto,

catatan harian, memorandum, video tape (Edi Subroto, 1992).

Dari beberapa pengertian diatas peneliti menyimpulkan bahwa penelitian

deskriptif kualitatif adalah metode atau prosedur penelitian untuk menjabarkan

fenomena dan fakta-fakta dengan apa adanya dengan data yang berwujud uraian

kalimat bukan angka.

2. Alat Penelitian

Alat penelitian meliputi alat utama dan alat bantu. Alat utama dalam

penelitian ini adalah peneliti sendiri. Peneliti sebagai alat utama riset, kelenturan

sikap peneliti mampu menggapai, menilai makna dari berbagai interaksi (Sutopo,

2002: 35- 36).

Mampu tidaknya si peneliti membagi data secara baik menjadi beberapa unsur

mula-mula bergantung pada ketajaman intuisinya, kemudian penggunaan jeda

16

16

tertentu. Intuisi kebahasaan dapat dimengerti sebagai kesadaran penuh terhadap apa

dan bagaimananya kenyataan lingual (Sudaryanto, 1993: 31-32).

Peneliti dengan intuisi lingual atau kebahasaan, peneliti bisa bekerja secara

sertamerta menghayati bahasa yang diteliti secara utuh (Edi Subroto, 1990).

Alat bantu dalam penelitian ini berupa buku-buku referensi, alat tulis,

komputer, flashdisk, dan alat penunjang lainnya.

3. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode dalam suatu penelitian diperlukan karena faktor metode berfungsi

untuk menentukan seorang peneliti menuju pembenaran atau penolakan hipotesisnya

atau menuntun tujuan penelitian (Sudaryanto, 1992).

Metode penelitian merupakan cara, alat, prosedur, dan teknik yang dipilih

dalam melaksanakan penelitian. Metode adalah cara untuk mengamati atau

menganalisis suatu fenomena, sedangkan metode penelitian mencakup kesatuan dan

keserangkaian atau perumusan masalah, penentuan populasi, penentuan sampel,

teknik pemerolehan data dan analisis data (Edi Subroto, 1992).

Pengumpulan data lisan dilakukan dengan teknik simak libat cakap, yaitu

dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Teknik dasarnya menggunakan

teknik pancing yaitu si peneliti ikut serta dalam pembicaraan dengan cara memancing

lawan tutur untuk memperoleh data. Teknik yang terakhir menggunakan teknik catat

yang dilakukan langsung ketika teknik pertama atau kedua selesai digunakan, dan

17

17

dengan menggunakan alat tulis tertentu. Dengan adanya kemajuan teknologi,

pencatatan itu dapat memanfaatkan flasdisk (Sudaryanto, 1993: 133- 135).

4. Metode dan Teknik Analisis Data

1) Metode distribusional

Metode distribusional (agih) yaitu metode analisis data yang alat penentunya

unsur dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri, (Sudaryanto, 1993: 15). Metode

distribusional (agih) digunakan untuk menganalisis bentuk homonimi dan jenis

homonimi dalam bahasa Jawa.

Teknik dasarnya yaitu teknik bagi unsur langsung (BUL). Teknik ini

digunakan untuk membagi satuan lingual data menjadi beberapa unsur (Sudaryanto,

1993: 31). Teknik lanjutannya adalah teknik perluas. Perluasan itu hanya dua macam:

ke kiri (ke depan) atau ke kanan (ke belakang). Hal itu sesuai dengan sifat bahasa

yang linear (Sudaryanto, 1993:55). Kemudian teknik oposisi dua-dua digunakan

untuk menganalisis makna. Contoh:

1) Contoh bentuk homonimi

a. Bentuk tunggal: kalong

Contoh dalam kalimat: katese entek dipangan kalong ‘pepayanya habis

dimakan kelelawar’ dengan duitku kalong sepuluh ewu kanggo mangan mau ‘uangku

berkurang sepuluh ribu untuk makan tadi’. Pada contoh diatas kalong bermakna

kelelawar pada kalimat pertama dan termasuk kedalam kelas kata benda (nomina)

karena menandai atau menamai suatu benda dan kalong yang bermakna kurang, pada

18

18

kalimat kedua termasuk kedalam kelas kata sifat (ajektiva) karena kata yang

menunjukkan keadaan. Contoh tersebut merupakan contoh bentuk tunggal, karena

tidak dapat dicari bentuk yang lebih kecil, dan mampu berdiri sendiri.

Contoh lain dalam kalimat: Simbah priksa nang puskesmas amarga gerah

waja ‘Simbah pergi ke puskesmas karena sakit gigi’ dengan Bapak ndandake waja

ning pande ‘bapak memperbaiki besi di tukang besi’. Pada contoh kalimat pertama

kata waja bermakna ‘gigi’ sedangkan kata waja pada contoh kalimat kedua bermakna

‘besi’ dan keduanya termasuk kedalam kelas kata benda (nomina) karena menandai

atau menamai suatu benda.

b. Bentuk kompleks: mancing

Contoh dalam kalimat: Andi mancing ning waduk ‘Andi memancing di

waduk’ dengan Deni kuwi gaweane mancing kerusuan ‘Deni itu kesukaannya

memicu kerusuhan’ pada contoh kalimat pertama kata mancing menunjukkan makna

‘mengail ikan’ dan mancing yang bermakna ‘memicu’ pada kalimat kedua. Kata

mancing pada contoh kalimat pertama dan kedua sama-sama merupakan kelas kata

kerja (verba) karena menunjukkan tindakan atau perbuatan. contoh tersebut

merupakan homonimi bentuk kompleks karena masih dapat dicari bentuk yang lebih

kecil. Bentuk homonimi mancing berasal dari kata pancing yang mendapat imbuhan

nasal (m). dengan demikian bentuk homonimi mancing merupakan bentuk kompleks.

19

19

Contoh lain dalam kalimat: Bapak lagi ngukuri sirahe ‘bapak sedang

menggaruk kepalanya’ dan bapak lagi ngukuri dalan ‘bapak sedang mengukur jalan’.

Pada contoh kalimat pertama kata ngukuri menunjukkan makna ‘menggaruk’

sedangkan kata ngukuri pada klimat kedua bermakna ‘mengukur’. Kata ngukuri pada

contoh kalimat pertama dan kedua merupakan kelas kata kerja (verba) karena

menunjukkan tindakan atau perbuatan. contoh tersebut merupakan homonimi bentuk

kompleks karena masih dapat dicari bentuk yang lebih kecil. Homonimi ngukuri

berasal dari dua kata berbeda yaitu kukur dan ukur yang mendapatkan imbuhan prefik

‘ng’ dan infiks ‘I’ sehingga menjadi bentuk yang sama, dengan demikian homonimi

ngukuri merupakan bentuk kompleks.

2) Jenis Homonimi

a. Homofoni:

dewe (sendiri) dan dhewe (paling)

Contoh dalam kalimat: Toni lagi makan dewe ‘Toni sedang makan sendiri

dengan Toni awake gedhe dhewe ‘Toni tubuhnya paling besar’. Pada contoh diatas

terdapat pelafalan yang sama, penulisannya berbeda dan arti leksikalnya berbeda.

Contoh lain dalam kalimat: Bapak lagi ngunjuk kopi ‘bapak sedang minum

kopi’ dan pilme lagi tak copy telu ‘pilmnya baru saya copy tiga’. Pada contoh diatas

20

20

terdapat kata kopi dan copy memiliki pelafalan yang sama, penulisan berbeda dan arti

leksikalnya pun juga berbeda, kata kopi yang bermakna jenis minuman dan copy yang

bermakna memperbanyak.

b. Homografi

Gègèr dan gêgêr

Contoh dalam kalimat: dik Raka karo Nana gègèr amarga rebutan yoyo ‘dik

Raka sama Nana ribut karena rebutan yoyo’ dengan bapak lagi ngukuri gêgêr ‘Bapak

sedang menggaruk punggung’. Pada contoh diatas penulisannya sama, pelafalan

berbeda, dan arti leksikalnya pun berbeda.

Contoh homografi lain: cêmêng dan cêmèng

Kemudian diperluas menjadi Tiyang punika ngagem busana cêmêng ‘orang

itu memakai busana hitam’ dan Aku sowan budhe ajeng nyuwun cêmèng kalih ‘saya

mengunjungi budhe akan meminta anak kucing dua’. Pada contoh diatas penulisannya

sama, pelafalan berbeda, dan arti leksikalnya pun berbeda.

2) Metode Padan

Metode padan yaitu metode yang digunakan untuk menganalisis data yang alat

penentunya diluar, terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan

(Sudaryanto, 1993: 13) metode padan digunakan untuk menganalisis relasi homonimi.

21

21

Teknik dasar yang digunakan adalah teknik referensi yaitu teknik yang

digunakan untuk membagi satuan lingual kata menjadi beberapa jenis teknik

lanjutannya berupa teknik hubung banding memperbedakan (HBB). Alat penentunya

referen berupa hal-hal, keadaan di luar bentuk lingual yang mempunyai makna ganda.

Contoh:

a. Homonimi antarmorfem: tukua

Contoh dalam kalimat: Tukua obat ning apotik ‘belilah obat di apotik’ dengan

Tukua sing anyar sisan ‘seumpama beli yang baru sekalian. Morfem tukua (belilah,

seumpama beli) mempunyai dua pengertian yang berbeda yakni, tukua yang

bermakna belilah menunjukkan perintah, dan tukua yang bermakna seumpama beli

menunjukkan pilihan.

Contoh lain dalam kalimat: Bukune Hendra keri ning kelas ‘bukunya Hendra

ketinggalan di meja’ dan arep sinau nanging bukune urung ana ‘mau belajar tetapi

bukunya belum ada’. Morfem bukune bermakna kepemilikan pada contoh kalimat

pertama dan morfem bukune pada contoh kalimat kedua bermkana buku tertentu.

b. Homonimi antarkata: bledug

Contoh dalam kalimat: Platarane disapu supaya ora bledug ‘terasnya disapu

agar tidak debu’ dengan Bledug sing cilik kuwi lagi turu ‘anak gajah yang kecil itu

sedang tidur’. Pada contoh kalimat pertama kata bledug bermakna debu, sedangkan

pada contoh kalimat kedua bledug bermakna sebutan untuk anak gajah.

22

22

Contoh lain dalam kalimat: Mengko yen ibu duka kepriye, mbak? ‘nanti kalau

ibu marah bagaimana mbak?’ dan Bocah ditakoni kok mung duka wae ‘anak di tanya

kok tidak tahu terus’. Pada contoh kalimat pertama kata duka bermakna marah,

sedangkan pada contoh kalimat kedua duka bermakna tidak tahu.

c. Homonimi antarfrasa: kandhang menjangan

Contoh dalam kalimat: Bapak lagi nggawe kandhang menjangan ‘Bapak

sedang membuat kandang menjangan’ dengan Wingi ana konser ning kandhang

menjangan ‘kemarin ada konser di markas Kopasus Solo. Pada contoh pertama frasa

kandang menjangan bermakna kandang dari hewan menjangan, sedangkan pada

contoh kedua kandang menjangan bermakna sebutan untuk markas Kopasus di Solo.

Contoh lain dalam kalimat: Ibu lagi mbuang buntut urang ‘ibu sedang

membuang buntut urang’ dan Rambute adik ana buntut urange ‘rambutnya adik ada

rambut yang memanjang dibagian belakang kepala’. Pada contoh pertama frasa buntut

urang bermakna ekor udang, sedangkan pada contoh kedua buntut urang bermakna

bagian rambut yang memanjang di belakang kepala.

d. Homonimi antarkalimat

Homonimi antarkalimat dapat ditunjukan pada kalimat berikut: Bojone

tentara | sing nakal kuwi lunga ‘istinya tentara yang nakal itu | pergi’, dengan Bojone

| tentara sing nakal kuwi lunga ‘bojone | tentara yang nakal itu pergi’. Pada contoh

kalimat pertama menjelaskan bahwa yang nakal adalah istri tentara, sedangkan pada

contoh kedua menjelaskan bahwa yang nakal adalah tentaranya.

23

23

Contoh lain, Motor Lurah sing anyar ‘Motor Kepala Desa yang baru’ pada

kalimat ini bermakna motor baru milik Kepala desa, dan Motor Lurah sing anyar

‘Motor Kepala Desa yang baru’ dapat juga bermakna motor milik kepala desa yang

baru saja di angkat.

5. Metode Penyajian Hasil Data

Metode yang digunakan untuk memaparkan hasil analisis data adalah

menggunakan metode informal, yaitu dengan bentuk penyajian data berupa uraian

berwujud kalimat-kalimat yang diikuti pemerian secara terperinci (Sudaryanto, 1993:

145).

Hasil analisis disajikan dalam bentuk rumusan yang disertai contoh-contoh

tentang penggunaan homonimi dalam bahasa Jawa. Kemudian teknik perluasan

digunakan untuk mempermudah memahami makna dari bentuk-bentuk yang

mengandung kegandaan arti dengan memperluas dalam bentuk konteks.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika merupakan cara penyajian suatu hal yang mengacu pada aturan

yang sistematis. Sistematika diperlukan untuk memberikan gambaran mengenai

langkah-langkah penelitian. Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut.

Bab pertama yaitu pendahulan yang mencangkup beberapa sub bab antara

lain: a) latar belakang masalah yang berisi gambaran umum tentang topik bahasan,

telaah pustaka atau kajian pustaka, dan manfaat penelitian karya ilmiah, b) rumusan

24

24

masalah berisi tentang masalah pokok yang akan dibahas c) tujuan pembahasan berisi

tentang upaya yang di kerjakan dalam memecahkan masalah, d) ruang lingkup/

pembatasan masalah berisi tentang batatasan-batasan masalah yang akan dibahas, e)

teori berisi tentang prinsip-prinsip teori yang akan menggambarkan langkah dan arah

analisis, f) sumber data berisi tentang penentuan jumlah dan mutu data, g) metode dan

teknik berisi metode-metode serta teknik yang dipakai, h) serta sistematika penulisan.

Bab kedua Analisis Data, mengenai bentuk homonimi, relasi homonimi, dan

jenis homonimi dalam bahasa Jawa.

Bab ketiga Penutup, berisi simpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah

dilakukan.

Daftar Pustaka, berisi tentang sumber-sumber data dari teori-teori yang

digunakan dalam penelitian.

Lampiran, berisi data yang dijadikan bahan penelitian dan daftar informan.

I. Kerangka Berpikir

Dalam penelitian homonimi bahasa Jawa, kerangka berpikir dalam penelitian

ini di awali dengan menentukan objek-objek penelitian berupa kata-kata bahasa Jawa

yang mengandung kegandaan arti. Sampel adalah kata-kata bahasa Jawa yang

mengandung pengertian yang ganda.

Setelah melakukan pemahaman yang sungguh- sungguh, tahap selanjutnya

adalah menemukan permasalahan- permasalahan yang akan diteliti. Adapun yang

25

25

menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bentuk, relasi homonimi serta jenis

homonimi dalam bahasa Jawa.

Tahap selanjutnya adalah menentukan teknik pengumpulan data dan teknik

analisis data, yang akan digunakan untuk menganalisis permasalahan-permasalahan

tersebut. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode simak,

dengan teknik dasar berupa teknik simak dan teknik catat sebagai teknik lanjutannya.

Tahap akhir adalah simpulan yaitu menyimpulkan hasil dari penelitian dengan

didasarkan pada analisis bentuk homonimi, relasi homonimi, dan jenis homonimmi

dalam bahasa Jawa.

26

26

Dari sumber data tulis yaitu buku yang mengandung homonimidan data lisan dari tuturan informan

Homonimi dalam bahasa Jawa

Jenis homonimidalam bahasa

Jawa

Relasi homonimidalam bahasa

Jawa

Bentuk dan kelaskata homonimidalam bahasa

Metodedistribusional(agih) denganteknik dasar BULdan tekniklanjutannyateknik perluas

Metode padandengan teknikdasar PUP denganteknik lanjutan

Metode analisis data

Data lisan: metodecakap denganteknik cakap

Data tulis:metode simakdengan teknik

Metode pengumpulan data

27

27

Bagan 1 kerangka berpikir

Kesimpulan