Analisis musytarak (homonim) terhadap al-qur’an terjemahan h
Transcript of Analisis musytarak (homonim) terhadap al-qur’an terjemahan h
ANALISIS MUSYTARAK (HOMONIM) DALAM AL-QUR’AN
TERJEMAHAN H.B JASSIN
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi persyaratan mendapatkan Gelar Sarjana
Sastra (S.sI)
Disusun oleh :
Yatmi
(106024000953)
JURUSAN TARJAMAH FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2010
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata satu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. jika dikemudian hati terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 22 September 2010
ii
Analisis Musytarak (Homonim) dalam Al-Quran Terjemahan H.B. Jassin
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S.)
Oleh
Yatmi
NIM:106024000953
Pembimbing
Drs. H. D. Sirojuddin AR, M.Ag
NIP : 19570715 198803 1001
JURUSAN TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UIN SYARIF HIDAYATUALLAH
JAKARTA
1431H/2010
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul ANALISIS MUSYTARAK (HOMONIM) DALAM AL-QUR’AN
TERJEMAHAN H. B. JASSIN BACAAN MULIA telah diujikan dalam sidang munaqasyah
Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Rabu, 01 Desember
2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S.)
pada program studi Tarjamah.
Jakarta,o1 Desember 2010
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,
Drs. Ikhwan Azizi, MA. Akhmad Saekhuddin, M.Ag.
NIP: 150 268 589 NIP: 150 303 001
Anggota
Penguji Pembimbing
Dr. Abdullah, M. Ag Drs. H. D. Sirojuddin, AR. M. Ag
NIP:19961082 519930 31002 NIP: 19570715 198803 1001
iv
Pedoman Transliterasi
Padanan Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak dilambangkan ا
B be ب
T te ت
Ts te dan es ث
J je ج
H ح h dengan garis bawah
Kh ka dan ha خ
D de د
Dz de da zet ذ
R er ر
Z zet ز
S es س
Sy es dan ye ش
S ص es dengan garis di bawah
D ض de dengan garis di bawah
T ط te dengan garis di bawah
Z ظ zet dengan garis di bawah
koma terbalik di atas hadap kanan ، ع
Gh ge dan ha غ
F ef ف
v
Q ki ق
K ka ك
L el ل
M em م
N en ن
W we و
H ha هـ
apostrof ` ء
Y ye ي
Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal dalam bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
_______َ_____ A fathah
----------------ِ---- I kasrah
_______ُ_____ U dammah
Adapun vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ي__َ__ Ai a dan i
و__َ___ Au a dan u
vi
Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ا___ Â a dengan topi di atas
ي__ Î i dengan topi di atas
و_ Û u dengan topi di atas
Kata Sandang
Kata sandang dalam yang dalam system aksara Arab dilambangkan dengan huruf yaitu ال dialih aksarakan menjadi /I/, baik diikuti huruf syamsiyyah maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl.
Syaddah (Tasydid)
Syaddah atau tasydidi yang dalam tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda ( _ّ ) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan mengadakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh hururf-huruf syamsyiah. Misalnya, kata ُالضَّرُوْرَة tidak ditulis ad-darûrah melainkan al-darûrah.
Ta Marbûtah
Jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata siifat (na’t) (lihat contoh 2 ). Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti kata benda(ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ ( lihat contoh 3).
Contoh:
No Kata Arab Alih Aksara
tarîqah طريقة 1
al-jâmi’ah al-islamîyyah الجامعة الإسلاميّة 2
wahdat al-wujûd وحدة الوجود 3
vii
Huruf Kapital
Mengikuti EYD bahasa Indonesia, untuk proper name ( nama diri, nama tempat dan sebagainya), seperti al-kindi bukan Al-kindi ( untuk huruf “al” a tidak boleh kapital).
viii
ABSTRAK
YATMI
“Analiisis Musytarak (Homonim) dalam Al-Quran Terjemahan H.B. Jassin Bacaan Mulia (studi kasus pada surah Al-Baqarah)”
Dibimbing oleh : Drs. H. D. Sirojuddin AR, MAg.
Di jaman sekarang ini banyak sekali buku-buku hasil terjemahan,yang diterjemahkan dengan metode yang berbeda-beda sesuai dengan penerjemahnya. Menerjemahkan merupakan pengalihan pesan dari bahasa sumber ke bahasa sasaran, baik dilihat dari segi arti maupun konteks. Al-Qur’an terjemahan H.B. Jassin Bacaan Mulia, yang penulis gunakan untuk penelitian ini merupakan al-Qur’an hasil terjemahan yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan terjemahannya yang menggunakan sentuhan puitis.
Penelitian ini juga, ingin mengetahui bagaimana penerjemahan ayat-ayat yang bermakna musytarak (homonimi) yaitu kata yang mempunyai makna lebih dari satu. Yang digunakan oleh penulis dalam menerjemahkan al-Qur’an H.B. Jassin Bacaan Mulia. Apakah terjemahan tersebut pesan yang diinginkan oleh penulis tersampaikan kepada pembaca lewat hasil terjemahan tersebut.
Secara umum H.B. Jassin ini lebih cenderung pada metode terjemahan harfiyah maknawiyah, meskipun ada juga sebagian ayat yang diterjemahkan secara harfiyah, dengan demikian secara keseluruhan jenisterjemahan yang dianjurkan oleh H.B. Jassin cenderung kepada penerjemahan maknawiyah dan sebagian yang lain diterjemahkan secara harfiyah.
ix
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil’alamin Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa
memberikan begitu banyak nikmat serta pertolongan kepada Penulis, sehingga karya ini bisa
selesai.salawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada teladan alam semesta, kanjeng
Nabi Muhammad saw beserta Keluarganya, para Sahabatnya dan kita sebagai umatnya semoga
mendapatkan curaham syafaatnya di hari akhir nanti.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Civitas academica UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, terutama kepada Prof.Dr. Komaridin Hidayat, MA. Rektor UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Dr. H. Abdul Wahid Hasyim, MA.Dekan fakultas Adab dan
Humaniora, Drs. Ikhwan Azizi, MA. Ketua jurusan Tarjamah dan sekertaris jurusan Tarjamah
Akhmad Saekhuddin M,Ag.
Terima kasih yang tak terhingga pula kepada Bapak Drs. H. D. Sirajuddin, AR. M.Ag yang
telah meluangkan waktunya untuk membaca, mengoreksi, memberikan serta memotivasi Penulis
dalam proses penyusunan skripsi ini. Semoga Allah SWT senantiasa membalas segala kebaikan
Bapak.
Kepada jajaran jurusan tarjamah: bapak Drs. Ismakun Ilyas, M.A, bapak Syarif Hidayatullah,
M.Hum, bapak Dr.Syukron Kamil, M.A, bapak Irfan Abubakar, M.A, bapak Drs. A. Syatibi,
M,Ag, dan lainnya.terima kasih yang tak terhingga. Semoga ilmu yang penulis dapatkan menjadi
manfaat dan berkah dikemudian hari. Amin.
Penghormatan serta ucapan terima kasih Penulis haturkan kepada kedua orang tua Penulis.
Ayahanda terhebat Saman Kiin dan ibunda terkasih Arsiah, yang senantiasa berkerja keras untuk
membiayai Penulis hingga selesai, serta senantiasa memberikan do’anya yang tiada hentinya
x
sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancer. Kakak Penulis, Hasanuddin,
Ulfa, Basit, dan adik-adik Penulis, Chikal dan Tami tersayang, serta keponakan Penulis, Rizal
and Aa Adit yang selalu memberikan senyumnya dan selalu mengganggu Penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa juga kepada mas Susardjanadi, ST dan Mr. Suhaemi, Lc.
yang senantiasa mendoakan dan menemani serta membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini. Mereka semua yang menjadi motivasi Penulis dalam menggapai semua mimpi.
Terima kasih kepada sepupu tersayang t’Ida, Ela, Ri2, and Rozinah yang selalu cerewet
nanya kapan wisuda, begitu juga kepada teman-teman home yaitu Devi, Naya, Alvi, Sari, Mulhe,
Evi, Walis and Do2l yang senantiasa memotivasi dan menemani Penulis dalam suka dan duka
Terima kasih kepda bapak Supardi M.A yang telah berbaik hati meminjamkan buku-bukunya
kepada Penulis. Kepada kepala dan karyawan Perpustakaan fakultas Adab dan Humaniora,
Perpustakaan umum Universita Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan
UI dan Perpustakaan Atmajaya yang telah memberikan kesempatan Penulis untuk mengakses
berbagai referensi kepada Penulis.
Kepada sahabat terbaik dan tersayang Penulis, Ade, Silvy dan Musyarofah terima kasih
untuk semua kebaikannya dan kebersamaannya hingga detik ini masih ada.
Penulis mengucapkan kepada kawan seperjuangan di Tarjamah Angkatan 2006, kepada
Nur’aini yang telah bersedia menemani Penulis baik suka dan duka dalam menyelesaikan skripsi
ini dan mengisi kebersamaan dengan Penulis selama di kampus ini semoga kebersamaan ini tetap
ada dan membawa kesan yang baik. Kemudian kepada Rina, melly Amalia, Yuli Handayani,
Yuyun, Iyum, Leni, Fuad, Komeri, Nubzah, Suti, Anis, Novita, Mida, Elida, Ruston, Kholis dan
Daus yang senantiasa menjadi teman yang menyenangkan dan memberikan kontribusi berarti
xi
xii
bagi Penulis yang berguna untuk masa depan Penulis. Serta teman-teman BEM-J Tarjamah dan
juga kepada seluruh kakak kelas dan adik kelas sehingga Penulis bangga menjadi salah satu
mahasiswi Tarjamah.
Semoga skripsi yang masih jauh dari kesempurnaan ini dapat bermanfaat bagi semuanya.
Saran serta kritik konstruktif sangat Penulis butuhkan untuk interpretasi yang lebih baik lagi.
Jakarta, 22 September 2010
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................... ...... i
PERNYATAAN...................................................................................... ...... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................................... ...... iii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... ...... iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................. ...... v
ABSTRAK .............................................................................................. ...... ix
KATA PENGANTAR ............................................................................ ...... x
DAFTAR ISI........................................................................................... ...... xiii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah........................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah....................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 6
D. Tinjauan Pustaka..................................................................... . 6
E. Metodologi Penelitian .............................................................. 7
F. Sistematika Penulisan .............................................................. 9
BAB II : KERANGKA TEORI
A. Teori Musytarak....................................................................... 11
1. Pengertian Musytarak......................................................... 11
2. Macam-macam Musytarak................................................. 13
a. Musytarak Lafdzi............................................................ 13
b. Musytarak Makna............................................................14
B. Teori Penerjemahan................................................................. 14
1. Pengertian Penerjemahan ................................................... 14
xiii
xiv
2. Metode Penerjemahan........................................................ 18
a. Penerjemahan Kata Demi Kata........................................19
b. Penerjemahan Harfiah................................................... . 19
c. Penerjemahan Setia ........................................................ 20
d. Penerjemahan Semantik ................................................. 20
e. Penerjemahan Adaptasi/Saduran.................................... 21
f. Penerjemahan Bebas ....................................................... 21
g. Penerjemahan Idiomatik................................................. 21
h. Penerjemahan Komunikatif............................................ 21
BAB III : BIOGRAFI H.B. JASSIN
A. Riwayat hidup H.B. Jassin. ...................................................... 22
B. Hasil Karya H.B. Jassin ........................................................... 27
1. Karangan Asli H.B. Jassin ................................................... 27
2. Buku-Buku yang Dieditori H.B.Jassin................................. 30
3. Terjemahan H.B.Jassin......................................................... 31
4. Kontroversi Penyusunan Terjemahan Al-Quran H.B.Jassin..33
C. Contoh kata-kata yang mengandung makna Homonim
Musytarak................................................................................. 35
BAB IV : ANALISIS MUSYTARAK DALAM AL-QURAN
TERJEMAHAN H.B. JASSIN
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 50
B. Saran dan Rekomendasi ........................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 52
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Musytarak dalam bahasa Arab sama dengan definisi polisemi dalam
bahasa Indonesia, yaitu kata atau frase yang memiliki makna lebih dari satu, atau
memiliki makna yang berbeda-beda. Permasalahan dalam musytarak di sini
adalah karena banyak buku yang memaknai musytarak itu berbeda-beda, maka di
sinilah letak permasalahannya. Adapun beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya musytarak adalah perbedaan dialek-dialek Arab klasik, bergesernya
beberapa kata dari makna yang asli pada makna kiasan, dan adanya dua kata yang
hampir sama dan sighatnya juga sama, dari situlah muncul beraneka ragam
makna.
Relasi makna dalam bahasa Indonesia di antaranya adalah homonim dan
polisemi. Polisemi dan homonim sangat berkaitan dengan kata atau frasa. Kata
atau frasa banyak ditemukan di dalam teks-teks berbahasa Arab ataupun teks-teks
klasik.
Dalam menerjemahkan kata-kata yang bermakna homonim dan polisemi,
seorang penerjemah harus pandai dalam memilih makna suatu kata atau frasa,
karena penerjemahan merupakan pengalihan pesan dari bahasa sumber (Bsu) ke
bahasa sasaran (Bsa) dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh
pembaca dengan cara memahami karakteristik setiap bahasa. Namun dapat
dikatakan pula bahwa penerjemahan adalah tindakan komunikasi yang mana
kegiatan tersebut tidak lepas dari bahasa. Karena penerjemahan merupakan
1
2
kegiatan yang menyertakan bahasa, maka dalam pembahasannya tidak akan lepas
dari pemahaman tentang konsep-konsep kebahasaan itu sendiri.
Sesuai dengan pemaparan di atas, penerjemahan juga merupakan kegiatan
yang menjelaskan tentang adanya peranan yang kuat antara bahasa dengan
kehidupan sosial. Melalui penerjemahan, seorang penerjemah menyampaikan
kembali isi sebuah teks dalam bahasa lain. Kegiatan ini bukanlah hal yang mudah
karena dalam menerjemahkan sebuah teks bukan hanya sekedar proses
penggantian tapi lebih dari itu, saat melakukannya seorang penerjemah secara
tidak langsung dia melakukan komunikasi baru dengan sebuah teks yang juga
melibatkan aspek-aspek sosial ketika teks akan dipahami dan diterjemahkan.
Bahasa merupakan sarana komunikasi yang sangat penting, maka tidak
salah apabila ada beberapa ulama yang berkomentar dalam memandang
ketidakmampuan manusia dalam menyaingi al-Quran dari segi aspek bahasa atau
balaghah. Pendapat pertama (Al-Suyuthi dan Baqillani) mengatakan bahwa
ketidakmampuan manusia disebabkan oleh ketinggian dan keindahan susunan
bahasa atau balaghah al-Quran. Pendapat kedua mengatakan bahwa
ketidakmampuan manusia menandingi al-Quran karena sharfiah, yakni Allah
memalingkan manusia untuk tidak dapat menandingi al-Quran atau untuk
menghilangkan kemampuan yang dimiliki manusia, sehingga pada saat muncul
ide dalam pikiran untuk membuat semacam al-Quran, ide itu menjadi hilang
ketika akan diwujudkannya1. Oleh karena itu, Penulis ingin mengangkat kata
1 Abuddin Nata, Al-Qur’an dan Hadits,( Jakarta : Raja Grasindo Persada, 1998), cet.ke-6
3
musytarak lewat skripsi ini dengan menganalisis makna musytarak itu sendiri
dalam al-Quran.
Musytarak itu sendiri dalam bahasa Arab mempunyai arti satu kata yang
memiliki banyak makna. Sedangkan menurut Suyuthi musytarak adalah bagian
dari ’ijazul Quran (satu kata yang memiliki dua makna atau lebih yang sebanding
dengan makna lainnya). Lafazh musytarak juga terkadang berupa isim, fi’il seperti
sighat perintah untuk pewajiban dan untuk menganjurkan ijab dan nadb atau
berupa huruf, misalnya wawu untuk ‘athaf (kata sambung) dan untuk (menyatakan
keadaan).
Apabila dalam nash lafazh musytarak, maka jika ia adalah musytarak
antara makna kebahasaan dan makna terminologis secara syar’i, maka lafazh itu
wajib dibawa kepada makna syar’inya, Dan jika ia adalah musytarak antara dua
makna atau lebih dari makna kebahasaan, maka ia wajib dibawakan kepada salah
satu maknanya dengan suatu dalil yang menentukannya, Dan tidaklah sah lafazh
musytarak itu sendiri dimaksudkan terhadap dua maknanya atau lebih secara
sekaligus.2 Misalnya, pada lafazh Wa dalam firman Allah SWT :
☺
⌧
Artinya : ”Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak
disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang
semacam itu adalah suatu kefasikan.”(Qs. Al-An’am : 121)
2 Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh (Semarang : Toha Putra Group, 1994), cet.1
4
Kata Wa di atas mengandung makna musytarak. Kata Wa itu sendiri sering
dipergunakan untuk ’athaf (kata sambung) dan dipergunakan untuk menunjukkan
keadaan. Jika yang dikehendaki di sini adalah keadaan (Hal), maka larangan itu
berlaku pada suatu yang tidak disebut nama selain Allah ketika menyembelihnya,
padahal semacam itu adalah suatu kefasikan. Artinya menyebut nama selain Allah
ketika menyembelih binatang tersebut dan apabila yang dimaksudkan sebagai
’athaf, maka larangan itu berlaku pada semua binatang yang tidak disebut nama
selain Allah ataupun tidak.
Sedangkan pada kata Yad (tangan) dalam firman Allah SWT :
☺
………..
Artinya : ”Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,
potonglah tangan keduanya………” (Qs. Al-Maidah : 38)
Kata tersebut adalah musytarak antara dzira’ (dari ujung jari hingga bahu),
antara telapak tangan dan lengan (dari ujung jari sampai dengan siku), dan telapak
tangan (dari ujung jari sampai pergelangan tangan) dan antara tangan kiri dengan
kanan. Jumhur ulama beristidlal dengan sunah amaliyah untuk menentukan yang
dimaksud dengan tangan pada ayat di atas, yaitu sepakat dengan makna yang
terakhir, yakni dari ujung jari sampai dengan dua pergelangan tangan kanan.
Para ulama dalam menentukan maksudnya dalam ayat di atas terbagi
kepada dua pendapat, dan masing-masing mempunyai orientasi. Oleh karena kata
musytarak di atas mempunyai banyak perbedaan dalam menentukan makna yang
5
sebenarnya, maka Penulis ingin sekali mengangkat judul tersebut, untuk
membedakan makna homonim dalam bahasa Indonesia dan makna homonim
dalam bahasa Arab berbeda, dalam memahami suatu kata, homonim dalam bahasa
Indonesia dalam memahami kata dapat dilihat dari lafal, dan tulisannya yang
berbeda-beda, sedangkan homonim dalam bahasa Arab (Musytarak) dapat dilihat
dari makna kata, sebab terjadinya, sebab suara, dan sebab keluarnya.
Adapun sebagai data Penulis akan memilih kata yang bermakna musytarak
karena menurut Penulis musytarak cukup unik untuk dikaji. Sebab bila kita
merujuk pada buku Ilmu Dilalah, musytarak itu sendiri bisa bermakna homonim
dan polisemi, tetapi dalam al-Quran penggunaan maknanya bisa melebar dan sulit
dimengerti bagi orang awam yang membacanya. Oleh karena itu, Penulis akan
menganalisis makna musytarak yang terdapat dalam al-Quran dengan melakukan
penelitian skripsi dengan judul “ ANALISIS MUSYTARAK (HOMONIMI) DALAM
AL-QURAN TERJEMAHAN H.B. JASSIN BACAAN MULIA” dengan asumsi
teoritis bahwa kajian musytarak ini untuk memberikan inspirasi atau acuan kepada
Penulis dalam memahami dan menerjemahkan kata-kata al-Quran yang memiliki
banyak makna.
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah :
1. Bagaimana cara menerjemahkan kata yang bermakna musytarak dalam al-
Quran terjemahan H.B. Jassin ?
6
2. Bagaimana cara menganalisis kata yang bermakna musytarak dalam
terjemahan H.B. Jassin ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Memberikan gambaran mengenai cara menerjemahkan kata yang
bermakna musytarak dengan benar dan tepat.
2. Mengetahui cara menganalisis yang tepat pada kata yang bermakna
musytarak dalam al-Quran.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian yang akan Penulis lakukan saat ini, sebenarnya sudah
ada yang meneliti, akan tetapi Penulis akan mencoba mengangkat penelitian ini
kembali dengan cara yang berbeda baik dari segi contoh maupun cara
menganalisisnya. Memang kalau kita lihat dari segi judul penelitian menggunakan
judul yang sama, yaitu dengan judul :
’’Analisis Musytarak (homonim) dalam Al-Qur’an Terjemahan H.B.
Jassin (studi kasus al-Qur’an surah Al-Baqarah)”
Adapun sumber-sumber data yang Penulis peroleh untuk melakukan
penelitian ini yaitu mencari buku-buku yang berhubungan dengan relasi makna
(dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Arab) yaitu yang didalamnya berisi
tentang homonim dan polisemi, kemudian mencocokkannya dengan makna
kamus-kamus seperti Arab-Indonesia, kamus linguistik, kamus Arab-Arab, kamus
Arab-Inggris, buku-buku yang membahas musytarak, dan Disertasi, setelah
7
mengumpulkan data-data tersebut Penulis mencatat teori-teori tentang relasi
makna seperti homonim dan polisemi, kemudian mencari ayat-ayat yang
mengandung makna musytarak (homonim), kemudian menganalisis ayat-ayat
tersebut dengan cara mencari kata-kata yang ada di dalam ayat yang mengandung
makna musytarak (homonim), yang terdapat dalam al-Quran terjemahan H.B.
Jassin, dan melihat bagaimana al-Quran Bacaan Mulia terjemahan H.B. Jassin
dalam memilih dan menerjemahkan makna suatu kata, sehingga Penulis mudah
menemukan kata atau frase, yang memiliki makna musytarak (homonim).
E. Metodologi Penelitian
Penelitian ini memusatkan perhatian pada penelitian kepustakaan (library
research). Studi kepustakaan adalah identifikasi hal-hal yang terkait dengan judul
dan masalah yang diajukan, hal-hal tersebut dapat berupa teori-teori atau
pengembangan teori dari masalah yang sedang dibahas.3 Bagian studi
kepustakaan ini dilakukan secara tertulis setelah merumuskan masalah,
identifikasi masalah, dan kegunaan penelitian.
Studi pustaka memuat esensi-esensi hasil penelitian literatur berupa teori-
teori. Uraian teori yang disusun dapat berupa rumusan dari Penulis atau peneliti
itu sendiri secara bebas tanpa mengurangi makna dari teori tersebut. Dalam
metodelogi penelitian ini ada dua bentuk kutipan antara lain:
3 Hamka Hasan, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 73
8
1. Kutipan langsung (direct quotation) yaitu salinan teori tanpa mengubah
baik perubahan berupa tambahan atau pengurangan dari teori aslinya,
bahkan titik komanya pun harus sesuai dengan kutipan aslinnya.
2. Kutipan tidak langsung (indirect quotation) yaitu salinan teori dengan
mengubah baik perubahan berupa tambahan atau pengurangan dari teori
aslinya, bahkan titik komanya pun tidak harus sesuai dengan kutipan
aslinya.
Tata cara penulisan kutipan langsung dan kutipan tidak langsung berikut
bagaimana memberikan penghargaan kepada penulis yang tulisannya dikutip
berupa footnote dapat ditelaah dalam buku-buku yang menjelaskan tentang
metodologi penulisan karya ilmiah.
Pada dasarnya studi kepustakaan memiliki dua tujuan,4 yaitu:
1. Peneliti atau penulis dapat memposisikan penelitian atau tulisannya
diantara sekian penelitian atau tulisan yang telah ada sebelumnya.
Maksudnya sebuah hasil penelitian ataupun tulisan memiliki beberapa
kemungkinan-kemungkinan bila dibandingkan dengan penelitian-
penelitian atau tulisan-tulisan sebelumnya. Kemungkinan yang lain adalah
penelitian atau tulisan tersebut berupa kelanjutan dan pengembangan dari
penelitian atau tulisan sebelumnya. Oleh karena itu, pemaparan kajian
kepustakaan perlu dilakukan untuk menerangkan kepada pembaca urgensi
sebuah penelitian yang dilakukan.
4 Hamka Hasan, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 73
9
2. Sebuah penelitian tidak mungkin dilakukan secara independent tanpa
keterlibatan teori-teori sebelumnya. Meskipun sebuah teori mengalami
perkembangan secara dinamis namun tidak berarti bahwa teori-teori
tersebut tidak penting dan diabaikan. Maksudnya, sebuah teori pada
awalnya dianggap benar namun pada beberapa tahun kemudian setelah
dilakukan pengujian-pengujian ulang ternyata teori tersebut dianggap
keliru dan penelitian selanjutnya menghasilkan teori baru.
Penulisan skripsi ini mengacu pada buku-buku yang ada dalam
Perpustakaan, al-Quran terjemahan H.B. Jassin, buku Pedoman Penulisan Skripsi,
Tesis, dan Disertasi yang disusun oleh tim penulis Hamid Nasution,dkk, atas kerja
sama dengan CeQDA UIN Jakarta, 2007.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
Bab satu, berisi pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian, dan
diteruskan dengan sistematika penulisan yang merujuk pada buku-buku
perpustakaan dan pedoman penulisan karya ilmiah yang disusun oleh tim penulis
Hamid Nasution, dkk, atas kerja sama dengan CeQDA UIN Jakarta, 2007.
Bab dua membahas tentang musytarak yang mencakup pengertian
musytarak, macam-macam musytarak, dan ragam-ragam penerjemahan.
10
Bab tiga memuat tentang bibiografi penulis al-Quran terjemahan yang
Penulis gunakan untuk menganalisis, karya-karyanya, dan musytarak dalam
terjemahan H.B. Jassin.
Bab empat yang merupakan inti dari penelitian ini, yaitu menganalisis kata
yang bermakna musytarak dengan mencari faktor penyebabnya sehingga tampak
perbedaan pada kata-kata yang bermusytarak.
Setelah melakukan penelitian pada bab sebelumnya, agar di dapat
kesimpulan akhir dari penelitian, maka bab lima ini memuat kesimpulan dan
rekomendasi dari penelitian ini. Serta diakhiri dengan memberikan daftar pustaka.
11
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Teori Musytarak 1. Pengertian Musytarak Pengertian musytarak (homonim) dalam bahasa Arab sama dengan definisi
polisemi dalam bahasa Indonesia, yaitu kata atau frasa yang memiliki makna lebih
dari satu, atau memiliki makna yang bebeda-beda.1
Pengertian homonim (musytarak) di dalam buku ‘Inda al-Arab di bagi
menjadi dua bagian yaitu polisemi dan homonim, sedangkan dalam buku Ilmu Ad-
Dilalah, musytarak banyak dipelajari dalam ilmu al-Quran, hadits nabi, dan teks-
teks bahasa Arab yang pernah kita pelajari. Menurut salah satu ahli bahasa ushul,
musytarak adalah satu kata yang memiliki makna lebih dari satu, pengertian ini
sama dengan definisi polisemi dalam bahasa Indonesia.2
Berbeda pengertian musytarak di dalam kitab Mudjakar al-Lughah al-
Arabiyah bahwa homonim adalah lawan kata dari sinonim, homonim adalah
setiap kata yang memiliki beberapa makna, homonim juga dapat dikatakan setiap
kata yang memiliki beberapa makna, baik makna yang sebenarnya atau makna
kiasan. Para ahli bahasa, bebeda pendapat tentang definisi homonim (musytarak)
tersebut ada yang menolaknya dan ada juga yang mengakui keberadaannya,
dengan menunjukkan berbagai fakta yang ada dan tidak dapat diragukan lagi.
Pada dasarnya bahasa dunia, dan yang pasti juga terjadi pada bahasa Arab.
1. Abdul Karim Mujahid, Ad-Dilalah al-Lughawiyah ‘Inda al-Arab. h. 113
2. Ahmad Mukhtar ‘Umar, Ilmu Dilalah (Kuwait: Jamiatul Kuwait, 1982) cet. 1. h. 147
11
12
Berikut ini beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya homonim
(musyatarak) di antaranya :
1. Perbedaan dialek-dialek Arab klasik, maka adanya homonim menampakkan
implikasi dari perbedaan penggunaan kata oleh berbagai suku.
2. Bergesernya beberapa kata dari makna yang asli pada makna kiasan, dengan
adanya hubungan tertentu, seringnya kata-kata itu digunakan, sehingga kata
kiasan menjadi sekuat kata yang sebenarnya.
3. Adanya dua kata yang hampir sama dan sighatnya juga sama. Dari situ
muncullah aneka ragam makna.
4. Perbedaan kabilah dalam mempergunakan lafazh untuk menunjukkan
kepada beberapa makna.
Adapun di dalam penentuan bentuk yang homonimi atau polisemi
memang terdapat dua sikap ekstrim: pertama, yang terlalu jauh mencari-cari
hubungan makna ini, sehingga kata ‘pohon’ yang berarti tumbuhan dan ‘pohon’
(memohon) yang berarti ‘meminta’, ‘mengharap’, dianggap sebagai sebuah
bentuk yang polisemi karena katanya dulu orang memohon (kepada dewa) di
bawah pohon. Contoh lain ‘pacar’ yang berarti kekasih dan ‘pacar’ yang berarti
inai juga dianggap polisemi, bukan homonimi karena pacar itu biasa memakai
pacar (kekasih itu tentunya wanita, biasa memakai inai). Kedua, sebaliknya ada
pihak yang terlalu sederhana dalam menentukan homonimi, sehingga kata
”cangkul” misalnya disebut sebagai bentuk yang homonimi, sebab ada ”cangkul”
yang berupa kata benda, dan ada cangkul yang lain yang berupa kata kerja, hanya
berdasarkan pada bahwa kata cangkul bisa digunakan dalam kalimat perintah
13
(sebagai kata kerja) dan kalimat berita (sebagai kata benda). Di antara kedua sikap
ekstrim itu, mana yang patut kita ikuti, tentunya tergantung pada persepsi kita
terhadap konsep homonimi dan polisemi.
Apabila dalam nas terdapat lafaz musytarak, maka jika ia adalah
musytarak antara makna kebahasaan dan makna terminologi secara syar’i, maka
lafazh itu wajib dibawa kepada makna syar’inya. Jika ia adalah musytarak antara
dua makna atau lebih dari makna kebahasaan, maka ia wajib dibawakan kepada
salah satu maknanya dengan suatu dalil yang menentukannya.
Jadi lafaz musyatarak adalah lafaz yang diletakkan untuk dua makna atau
lebih dengan peletakkan yang bermacam-macam, dimana lafaz itu menunjukkan
makna yang ditetapkan secara bergantian, artinya lafaz itu menunjukkan makna
ini atau makna itu. Apa pun yang menjadi sebab-sebab persekutuan makna dalam
lafazh menurut bahasa, maka sesungguhnya lafaz yang musytarak antara dua
makna atau lebih tidaklah sedikit di dalam bahasa, dan terdapat dalam nash-nash
al-Quran maupun hadits nabi.3
2. Macam-macam Musytarak
Berikut ini adalah macam-macam musytarak (homonim) dalam bahasa
Arab :
a. Musytarak lafdzi
Musytarak lafdzi adalah tulisan dan pengucapannya sama, akan tetapi
maknanya berbeda. Sedangkan musytarak lafdzi dalam bahasa Indonesia sama
dengan makna homonimi.
3. Abdul Wahhab Khallaf, 3 Ilmu Ushul Fiqih, (Semarang: Toha Putra Group, 1994),
cet. 1
14
Contoh : Apel dan Apel
Maksud dari contoh di atas adalah bahwa kata Apel termasuk dalam
musytarak dalam bahasa Indonesia dan Apel di atas mempunyai dua makna yaitu
bahwa Apel yang pertama bermakna nama buah, sedangkan Apel yang kedua
mempunyai makna upacara.
b. Musytarak makna
Musytarak makna adalah kata atau frasa yang tulisan dan pengucapannya
berbeda, akan tetapi maknanya sama. Sedangkan dalam bahasa Indonesia sama
dengan makna polisemi.
Contoh : Wanita dan Perempuan
Maksud dari contoh di atas adalah kalau di lihat dari makna biologis
bahwa kata Wanita dan Perempuan memiliki kesamaan yaitu memiliki cirri-ciri
yang sama, akan tetapi di lihat secara bentuk sosial Wanita itu mempunyai makna
negative dan Perempuan mempunyai makna positif.
B. Teori Penerjemahan
1. Pengertian Penerjemahan
Dalam bahasa Indonesia, istilah terjemah diambil dari bahasa Arab,
tarjamah. Bahasa Arab itu sendiri mengambil istilah tersebut dari bahasa
Armenia, turjuman (Didawi, 1992: 37). Kata turjuman sebentuk dengan tarjaman
dan tarjuman yang berarti orang yang mengalihkan tuturan dari satu bahasa ke
bahasa lain (Manzhur, t.t: 66). Definisi terjemah secara luas adalah semua
15
kegiatan manusia dalam mengalihkan makna atau pesan baik verbal maupun
nonverbal, dari suatu bentuk ke bentuk yang lainnya.4
Bagi orang-orang awam, hal yang paling penting dan yang paling
diperdebatkan dalam soal penerjemahan ialah kesamaan yang setepat-tepatnya
antara kedua bahasa. Secara lebih sederhana, menerjemahkan dapat didefinisikan
sebagai memindahkan suatu pesan dari bahasa sumber ke dalam penerima
(sasaran) dengan mengungkapkan makna dan gaya bahasanya.
Rabin, seorang professor bahasa Ibrani di Yerussalem, berpendapat bahwa
“penerjemahan merupakan suatu proses pengungkapan baik lisan maupun tulisan
yang terjadi dalam bahasa penerima dengan maksud dan diperkirakan
menyampaikan pesan yang sama seperti yang terdapat bahasa aslinya”.
Secara harfiah, terjemahan al-Quran berarti menyalin atau memindahkan
sesuatu pembicaraan dari suatu bahasa ke bahasa yang lain, sedangkan
penerjemahan adalah suatu proses, perbuatan; cara menerjemahkan; menyalin
bahasakan.5
Az-Zarqani (t.t II:107-111) mengemukakan bahwa secara etimologis
istilah terjemah memiliki empat makna: (a) menyampaikan tuturan kepada orang
yang tidak menerima tuturan itu. (b) menjelaskan tuturan dengan bahasa yang
sama, misalnya bahasa Arab dijelaskan dengan bahasa Arab atau bahasa
Indonesia dijelaskan dengan bahasa Indonesia pula. Sekaitan dengan terjemah
yang berarti menjelaskan, Ibnu Abbas diberi gelar “ Tarjamah al-Quran” yang
4. Suhendra Yusuf,Teori Penerjemah: Pengantar ke arah Pendekatan Linguistik dan Sosiolinguistik,(Bandung: tpa, 1994), cet. 1, h. 8. 5. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h. 938.
16
berarti penerjemahan al-Quran. (c) menafsirkan tuturan dengan bahasa yang
berbeda, misalnya bahasa Arab dijelaskan dengan bahasa Indonesia atau
sebaliknya. (d) memindahkan tuturan dari suatu bahasa ke bahasa lain seperti
mengalihkan bahasa Arab ke bahasa Indonesia, karena itu penerjemahan disebut
pula pengalihan pesan.6
Penerjemahan selama ini didefinisikan melalui berbagai cara dengan latar
belakang teori dan pendekatan yang berbeda.
Penerjemahan adalah upaya mengalihkan pesan dari satu bahasa ke
bahasa yang lain. Oleh karena itu, kita dapat melihat penerjemahan sebagai
sekedar upaya menggantikan teks dalam satu bahasa ke dalam teks bahasa lain.
Nida dan Taber (1974: 12) dalam buku mereka The Theory and Practice of
Translation, mereka menyatakan secara jelas proses penerjemahannya, seperti
yang dikutif oleh Suryawinata tentang definisi penerjemahan yaitu “ Translating
consists in reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of
the source language message, first in terms of meaning and secondly in terms of
style”. Jadi, intinya penerjemahan adalah suatu upaya untuk mengungkapkan
kembali pesan dan suatu bahasa ke dalam bahasa yang lain.7
Selain pengertian di atas, juga terdapat beberapa pengertian yang
dikemukakan oleh beberapa ahli bahasa, antara lain:
Menurut J.C. Cartford, sebagaimana dikutip oleh Frans Sayogie dalam
bukunya “ A Linguistic Theory of Translation” mendefinisikan terjemahan
6. Shihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia: Teori dan Praktek, (Bandung: Humaniora, 2005), cet. 1. h. 8. 7 7. Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia, (Bogor: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 7.
17
sebagai berikut: “ the replacement of textual material on one language by
equivalent textual material another language (penggantian naskah berbahasa
sumber dengan naskah berbahasa sasaran secara sepadan).”8
Di sini terlihat jelas betapa Cartford menekankan bahwa naskah
penggantinya hendaknya sepadan, karena kesepadanan (equivalency) merupakan
hal yang amat penting dalam penerjemahan, maka pesan yang terkandung dalam
naskah pengganti akan seragam dengan pesan yang terkandung pada naskah
aslinya. Sebaliknya bila tak sepadan, berarti pengganti naskah itu bukanlah
merupakan suatu penerjemahan.
Newmark:
Newmark juga memberikan definisi penerjemahan yang serupa dengan
Cartford walaupun diungkapkan dengan kalimat yang berbeda, sebagai berikut; “
Translating in on exercise which consist in another language (terjemahan
merupakan latihan dalam upaya menggantikan pesan tertulis dari bahasa satu
dengan pesan yang sama pada bahasa lainnya).”
Dari definisi Newmark ini terdapat dua hal yang bisa dikaji oleh seorang
penerjemah, yaitu latihan dan pesan tertulis, karena menerjemahkan merupakan
ajang latihan, seorang penerjemah dituntut untuk aktif melatih diri, sehingga
pekerjaan itu nanti bisa diandalkan sebagai suatu profesi. Latihan secara continyu
sangat diperlukan agar bisa menyelami peliknya penerjemahan itu.
Adapun pesan tertulis merupakan ciri khas dari suatu terjemahan, artinya
terjemahan itu berbentuk bahasa tulisan bukan lisan, dan apakah tulisan itu akan
8 Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia, (Bogor:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 7.
18
sama persis dengan naskah aslinya atau merupakan singkatan yang
disederhanakan, itu tergantung dari kehendak penerjemah sesuai dengan isi
naskah tersebut setelah mempertimbangkan pembacanya.
Menurut J. Levy, sebagaimana dikutip oleh Frans Sayogie yaitu : “
Translating is an creative process which always leaves is the translator of
freedom of choice between several approximately equivalent possibilities of
realizing situasional meaning, (terjemahan merupakan proses kreatif yang
memberikan kebebasan bagi penerjemahan untuk memilih kemungkinan padanan
yang dekat dalam mengungkapkan makna yang sesuai dengan situasinya).”
Juliana House memberikan definisi lain juga mengenai penerjemahan,
yaitu sebagai berikut: “ Translation is the replacement of the text in the target
language (terjemahan merupakan penggantian kembali naskah berbahasa sumber
dengan yang berbahasa sasaran secara semantik dan pragmatik sepadan).”
Pada hakikatnya sesuai terjemahan itu terletak pada makna dari bahasa
yang berbeda. Oleh karena itu, House pun menjelaskan makna beraspek semantik
erat kaitannya dengan makna denotatif, yaitu makna yang terdapat dalam kamus
(makna leksikal) dan makna beraspek pragmatik bertautan dengan makna
denoattif, yaitu makna yang berarti kiasan.
2. Metode Penerjemahan
Newmark mengajukan dua kelompok metode penerjemahan. Pertama,
metode penerjemahan yang memberi penekanan pada bahasa sumber dan kedua,
metode yang memberi penekanan pada bahasa sasaran. Dalam metode yang
19
pertama penerjemahan berupaya mewujudkan kembali dengan setepat-tepatnya
makna kontekstual teks bahasa sunber, walaupun terdapat hambatan semantis dan
sintaksis pada teks bahasa sasaran. Dalam metode penerjemahan kedua,
penerjemah berupaya menghasilkan dampak yang relative sama dengan yang
diharapkan oleh penulis teks bahasa sumber terhadap pembaca teks bahasa
sasaran. Perbedaan dasar pada kedua kelompok metode hanya terletak pada
penekanannya saja.
Menurut Newmark ada dua bentuk orientasi dalam metode penerjemahan.
Pertama, metode penerjemahan yang diberi penekanan pada bahasa sumber dan
kedua, metode yang memberi penekanan pada bahasa sasaran. Berkut ini adalah
metode penerjemahan yang diberi penekanan pada bahasa sumber:
a. Penerjemahan kata demi kata (word for-word translation) penerjemahan ini
dianggap sebagai penerjemahan yang paling dekat dengan bahasa sumber.
أقلام ثلاثة عندى و
Artinya : dan di sisiku tiga pulpen-pulpen
b. Penerjemahan harfiah (literal translation) dalam penerjemahan harfiah
kontruksi gramatikal bahwa sumber dikonversikan ke dalam padanannya
dalam bahasa sasaran, sedangkan kata-kata diterjemahkan di luar konteks.
Sama seperti terjemahan kata demi kata, terjemahan harfiah sebagai proses
penerjemahan awal dapat membantu melihat masalah yang perlu diatasi.
الزلزال ضحايا لمساعدة يوغياآرتا الى والانسان البر رجال من رجل جاء
20
Artinya : datang laki-laki dari para pemuda dan manusia yang baik ke
Yogyakarta untuk menolong.
c. Penerjemahan setia (faithful translation). Penerjemahan setia mencoba
menghasilkan kembali makna kontekstual walaupun masih terikat oleh
struktur gramatikal bahasa sumber. Kata-kata yang bermuatan budaya
diterjemahkan tetapi menyimpang dari struktur gramatikal bahasa sasaran.
Penerjemahan jenis ini berpegang teguh pada tujuan dan maksud bahasa
sumber, sehingga terlihat sebagai terjemahan yang kaku. Terjemahan jenis ini
bermanfaat sebagai proses awal tahap pengalihan.
الرماد آثير هو
Artinya : dia banyak debu atau pasir
d. Penerjemahan semantik (semantic translation). Penerjemahan semantis
berbeda dengan penerjemahan setia, karena harus lebih memperhitungkan
unsur estetika (antara lain kehidupan bunyi) teks bahasa sumber dengan
mengkompromikan makna selama masih dalam batas kewajaran. Perbedaan
antara penerjemahan setia dengan penerjemahan semantis adalah bahwa
penerjemahan semantis lebih fleksibel.
الوجهين ذا رأيت الفصل أمام
Artinya : saya lihat si muka dua di depan kelas
Kedua, metode penerjemahan yang diberi penekanan pada bahasa sasaran
adalah :
e. Adaptasi/saduran (adaptation). Penerjemahan adaptasi adalah bentuk
penerjemahan yang paling bebas dan paling dekat ke bahasa sasaran.
21
Penerjemahan jenis ini terutama untuk drama dan puisi. Tema, karakter, dan
alurnya biasanya bisa dipertahankan.
النهر بأعلى بيع الينا عند قدم تخطو لا حيث يعيدا عاشت
Artinya : dia hidup jauh dari jangkauan di atas gemercik air
sungai yang terdengar jernih.
f. Penerjemahan bebas (free translation). Penerjemahan bebas adalah penulisan
kembali tanpa melihat bentuk aslinya. Biasanya merupakan parafrase yang
dapat lebih pendek atau lebih panjang dari aslinya.
أصل المال أن قى الفساد أجمعين الناس لحياة أصول من عظيم
Artinya : harta sumber malapetaka
g. Penerjemahan idiomatik (idiomatic translation) dalam penerjemahan jenis ini
pesan bahasa sumber disampaikan kembali tetapi ada penyimpangan nuansa
makna karena mengutamakan kosakata sehari-hari dan idiom yang tidak ada
dalam bahasa sumber tetapi bisa dipakai dalam bahasa sasaran.
مضت التى الايام ترجع لن
Artinya : nasi sudah menjadi bubur
h. Penerjemahan komunikatif (communicative translation).penerjemahan
komunikatif berusaha menyampaikan makna kontekstual dari bahasa sumber
sedemikian rupa, sehingga isi dan bahasanya berterima dan dapat dipahami
oleh dunia pembaca sasaran.
مضغة من ثم علقة من ثم نطفة من نتطور
22
Artinya : kita tumbuh dari mani, lalu segumpal darah, dan
kemudian segumpal daging (awam).
22
BAB III
BIBIOGRAFI H.B JASSIN
A. Riwayat Hidup
Hans Bague Jassin atau sering disingkat H.B. Jassin dilahirkan tanggal 3
Juli 1917 di Gorontalo, Sulawesi Utara, berasal dari keluarga Islam yang taat.1
Anak kedua dari enam bersaudara ini berayahkan Bague Mantu Jassin, seorang
pegawai Bataafsche Petroulem Maatschappij (BPM), dan pernah bertugas di
Balikpapan sehingga kota itu memiliki kenangan yang manis baginya, ibunya
bernama Habiba Jau. Jassin mulai gemar membaca tidak lama setelah duduk di
bangku Gouverments HIS Gorontalo pada tahun 1932, Jassin melanjutkan
pelajaran ke HBS-B 5 tahun di Medan, dan tamat akhir 1938.
Bulan Januari 1939, Jassin kembali ke Gorontalo antara bulan Agustus dan
Desember 1939, Jassin bekerja sebagai Volontair di kantor Asisten Residen
Gorontalo. Akhir Januari 1940, Jassin menuju Jakarta, untuk melanjutkan
sekolahnya ke tingkat yang lebih tinggi yaitu kuliah di Universitas Indonesia
Fakultas Sastra, pada tahun 1957 dengan mendapatkan gelar Sarjana (S1),
kemudian melanjutkan S2 di Universitas Yale, yaitu salah satu Universitas di
Amerika Serikat. Selain bahasa Indonesia, Jassin juga menguasai bahasa Asing
lainnya seperti bahasa Inggris, Belanda, Prancis, dan Jerman. Mulai Februari 1940
hingga 21 Juli 1947 bekerja di Balai Pustaka. Mula-mula dalam sidang pengarang
1 Pamusuk Enesta, H.B. Jassin; Paus Sastra Indonesia,(Jakarta: Djambatan, 1987), h.76
22
23
redaksi buku (1940-1942), kemudian menjadi redaktur Panji Pustaka (1942-
1945), dan wakil pemimpin redaksi Panca Raya (1945-21 Juli 1947).
Setelah Panca Raya tidak terbit lagi, secara berturut-turut Jassin menjadi
redaktur majalah berikut : Mimbar Indonesia (1947-1966), Zenith (1951-1954),
Bahasa dan Budayan (1952-1963), Kisah (1953-1956), Seni (1955), Sastra (1961-
1964 dan 1967-1969), Horison (1966), dan Bahasa dan Sastra (1975).
Mulai Agustus 1953, Jassin menjadi dosen luar biasa untuk mata kuliah
kesusastraan Indonesia Modern pada Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Di
samping mengajar, Jassin juga mengikuti kuliah di fakultas yang sama. Ada kisah
unik pada saat beliau menempuh pendidikan di UI. Saat itu, Jassin merangkap
sebagai mahasiswa dan maha guru sekaligus. Ketika kuliah Sastra-lama
khususnya mata kuliah Jawa-Kuno, Sanskerta, H.B. Jassin menjadi mahasiswa
yang tekun, duduk bersama mahasiswa lainnya dan penuh perhatian pada mata
kuliahnya. Tetapi setelah berganti mata kuliah Sastra Modern, masa kekinian,
H.B. Jassin berdiri maju kedepan, berdiri di podium lalu memberikan kuliah,
karena memang beliau menjabat sebagai dosen yang mempunyai gelar Doktor
Sastra Modern. Jadi, dalam satu hari pada dua mata kuliah, ia sekaligus bisa
menjadi mahasiswa dan bisa menjadi dosen. Tanggal 15 Agustus 1957, Jassin
meraih gelar kesarjanaannya di fakultas Sastra UI, dan kemudian memperdalam
pengetahuan mengenai ilmu perbandingan sastra di Universitas Yale, Amerika
Serikat (1958-1959).
24
Sebelum berangkat ke Amerika Serikat, Jassin pernah berencana untuk
menulis disertasi mengenai Pujangga Baru timbulnya, pertumbuhannya, bubarnya,
lengkap dan latar belakangnya. Promotornya pun sudah ada, yakni Prof. Dr.
Priyono.2 Akan tetapi sepulang dari Amerika Serikat, Jassin tidak pernah lagi
berbicara mengenai rencana itu. Bukan hanya itu, bahkan Jassin tidak mau lagi
mengajar karena ia lebih tertarik dalam dunia penulisan daripada berdiri di depan
kelas.3
Sejak Januari 1961, Jassin kembali menjadi dosen luar biasa pada Fakultas
Sastra UI. Akan tetapi, tidak lagi berdiri di depan kelas melainkan hanya
membimbing para mahasiswa yang membuat skripsi. Antara lain, Jassin
membimbing penulisan skripsi Boen S. Oemarjati, M. Saleh Saad, M.S.
Hutagalung, J.U. Nasution, Bahrum Rangkuti, dan lain-lain.
Jassin adalah salah seorang tokoh Manifes Kebudayaan, sebuah manifes
yang dibuat tanggal 17 Agustus 1963 guna menentang pihak Lembaga
Kebudayaan Rakyat (Lekra). Akibatnya sejak dilarangnya Manifes Kebudayaan
oleh Bung Karno (8 Mei 1964), Jassin pun dipecat dari Fakultas Sastra UI, dan
pemecatan ini berlangsung hingga G-30-S/PKI meletus, setelah itu, Jassin
kembali lagi ke Fakultas Sastra UI, dan sejak April 1973 menjadi Lektor tetap di
fakultas tersebut untuk mata kuliah Sejarah Kesusastraan Indonesia Modern dan
Ilmu Perbandingan Kesusastraan.
2 H.B Jassin, Surat-surat 1943-1983, (Jakarta: Gramedia, 1984), h. 136-138 dan 140 3 H.B. Jassin, Surat-surat 1943-1983,(Jakarta: Gramedia, 1984), h. 155
25
Di samping mengajar dan mengikuti kuliah, sejak Juli 1954 hingga Maret
1973, Jassin adalah pegawai Lembaga Bahasa dan Budaya, yang sekarang kita
kenal dengan nama Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Untuk jasa-jasanya di bidang kebudayaan pada umumnya, Jassin
menerima Satyalencana Kebudayaan dari Pemerintahan Republik Indonesia pada
tanggal 20 Mei 1969. Tanggal 24 Agustus 1970, Gubernur DKI (saat itu : Ali
Sadikin) mengangkat Jassin sebagai anggota Akademi Jakarta (yang diketuai S.
Takdir Alisjahbana), keanggotaan ini berlaku untuk seumur hidup.
Karena pemuatan cerpen Kipanjikusmin “Langit Makin Mendung” di
majalah Sastra (Agustus 1968) yang dipimpinnya, Jassin diajukan ke pengadilan.
Tanggal 28 Oktober 1970, ia dijatuhi hukuman bersyarat satu tahun penjara
dengan masa percobaan dua tahun. Dan hingga sekarang hanya Jassin-lah yang
tahu, siapa yang bersembunyi di belakang nama Kipanjikusmin itu.
Bulan April-Juni 1972, Jassin mendapat Cultural Visit Award dari
pemerintah Australia. Selama delapan minggu, Jassin mengunjungi pusat-pusat
pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia/Malaysia di Australia, tanggal 26 Januari
1973, Jassin menerima Hadiah Martinus Nijhoff dari Prins Benhard Fonds di Den
Haag, Belanda. Hadiah ini diberikan untuk jasa Jassin menerjemahkan karya
Multatuli, Max Havelaar (Jakarta: Djambatan, 1972).
Untuk menghormati jasanya di bidang Sastra Indonesia, tanggal 4 Juni
1975 Universitas Indonesia memberikan gelar Doctor Honoris Causa kepada
26
Jassin “dalam kenyataan,” kata Prof.Dr. Harsja W. Bachtiar, dekan Fakultas
Sastra UI pada tahun 1975, “Pengetahuan orang tentang Sastra Indonesia
didasarkan pada pengetahuan yang dikembangkan oleh H.B. Jassin”.4
Sejak 28 Juni 1976, Jassin menjadi ketua Yayasan Dokumentasi Sastra
H.B. Jassin, yayasan ini mengelola Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin yang
terletak Taman Ismail Marzuki, Jalan Cikini Raya 73, Jakarta Pusat. Dokumentasi
Sastra itu adalah yang paling lengkap terdapat di Indonesia maupun di luar negeri.
Kemudian ia juga pernah menjadi anggota pengurus Himpunan Penerjemah
Indonesia pada bulan November 1973 dan lalu menjadi penasehat Yayasan Mas
Agung pada tahun 1988 sampai akhir hayatnya, dan masih banyak lagi
pengabdiannya pada masyrakat dan Negara yang belum disebutkan.5
Jasa-jasanya di bidang Kesenian dan Kesusasteraan, Jassin menerima
Hadiah Seni dari Pemerintahan Republik Indonesia pada tahun 1983. Pada bulan
Agustus-September 1984, Jassin menunaikan ibadah haji.
Selain kegiatan yang disebutkan di atas, masih ada kegiatan Jassin yang
lain. Sejak tahun 1949, Jassin adalah penasihat berbagai penerbit di Indonesia, di
antaranya adalah : Balai Pustaka (1949-1952), Gapura (1949-1951), Gunung
Agung (1953-1970), Nusantara (1963-1967), Pembangunan (1964-1967),
Pustaka Jaya (1971-1972), dan lain-lain.
4 Alfons Taryadi, Seandainya Tak Ada H.B. Jassin…,(Kompas, 10 Juni 1975), h. 4 5 H.B. Jassin, Majalah Harmoni,(Jakarta, 1994)
27
Jassin juga pernah diangkat menjadi pemeriksa luar beberapa universitas
di luar negeri, diantaranya : Universitas Malaya (Malaysia), Universitas Monash
(Australia), Universitas Sidney (Australia), dan lain-lain.
B. Karya-karya H.B. Jassin
Berikut ini disajikan daftar karya H.B. Jassin hingga saat ini. Akan tetapi,
hanya terbatas pada karya yang sudah berbentuk buku, yang tebagi atas tiga
kelompok : (1) Karangan asli Jassin, (2) Buku-buku yang dieditori Jassin, dan (3)
Terjemahan Jassin.
1. Karangan Asli Jassin
Karya Tulis :Tifa Penyair dan Daerahnya (1952),
Kesusastraan Indonesia Modern Dalam Kritik dan Esei I-IV (1954),
Heboh Sastra 1968 (1970),
Sastra Indonesia Sebagai Warga Sastra Dunia (1983),
Pengarang Indonesia dan Dunianya (1983),
Surat-Surat 1943-1983 (1984),
Sastra Indonesia dan Perjuangan Bangsa (1993),
Koran dan Sastra Indonesia (1994),
Darah Laut : Kumpulan Cerpen dan Puisi (1997),
Omong-Omong HB. Jassin (1997)6
6 http://bataviase.wordpress.com/2008/03/19/pusat-Dokumentasi-Sastra-hb-Jassin/
28
a. Angkatan 45, Jakarta : Yayasan Dharma, 1951. Seperti tercermin pada
judulnya, buku ini berisi pembicaraan mengenai “Angkatan 45” dalam Sastra
Indonesia. Buku ini hanya dicetak satu kali karena selanjutnya isi buku
dimasukkan ke dalam Kesusastraan Indonesia dalam Kritik dan Esei (Jakarta
: Gunung Agung, 1954, hal. 189-202) dan Kesusastraan Indonesia Modern
dalam Kritik dan Esei II (Jakarta : Gunung Agung, 1967, hal. 9-23).
b. Tifa Penyair dan Daerahnya, (Jakarta: Gunung Agung, 1952), berisi teori
kesusastraan. Tahun 1985 buku ini mengalami cetakan ke-7.
c. Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esei, (Jakarta : Gunung
Agung, 1954). Mula-mula terbit satu jilid (1954), kemudian terpecah menjadi
dua jilid (1962), dan terakhir membengkak menjadi empat jilid (1967). Sejak
tahun 1985, keempat jilid buku ini diterbitkan oleh PT. Gramedia, Jakarta.
Serial buku ini berisi esei dan kritik mengenai karya Sastrawan Indonesia tahun
20-an hingga tahun 60-an, serta sejumlah karangan berkenaan dengan Sastra.
d. Kesusastraan Dunia dalam Terjemahan Indonesia, (Jakarta : Yayasan
Kerjasama Kebudayaan, 1966). Seperti nampak pada judulnya, buku ini berisi
paparan mengenai terjemahan Sastra dunia dalam bahasa Indonesia. Buku ini
hanya dicetak satu kali karena selanjutnya isi buku dimasukkan ke dalam
Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esei IV (Jakarta : Gunung
Agung, 1967, hal. 162-170).
e. Heboh Sastra, Suatu Pertanggungjawaban, (Jakarta : Gunung Agung, 1970).
Seperti terlihat pada judulnya, buku ini berisi pertanggungjawaban pengarang
29
atas cerpen Kipanjikusmin “Langit Makin Mendung”, yang menimbulkan heboh
pada tahun 1968 dan menyebabkan Jassin diajukan ke pengadilan dengan kata
lain, buku ini adalah pembelaan terhadap cerpen tadi di pengadilan. Secara
lengkap, pembelaan Jassin kemudian dimuat dalam Sastra Indonesia sebagai
Warga Sastra Dunia (lihat nomor 7 di bawah).
f. Sastra Indonesia sebagai Warga Sastra Dunia, (Jakarta : Yayasan Idayu, 1981).
Buku ini, berisi pidato Jassin pada penerimaan gelar Doktor Honoris Causa dari
Universitas Indonesia, 14 Juni 1975. Karangan ini juga dimuat kembali dalam
buku nomor 7 di bawah ini.
g. Sastra Indonesia sebagai Warga Sastra Dunia, (Jakarta : Gramedia, 1983).
Berisi karangan-karangan Jassin antara tahun 1966 dan 1977, termasuk
didalamnya isi buku nomor 5 dan 6 di atas.
h. Pengarang Indonesia dan Dunianya, (Jakarta : Gramedia, 1983). Berisi tulisan-
tulisan Jassin mengenai karya sejumlah pengarang Indonesia yang belum
dibicarakan dalam buku nomor 3 di atas oleh Jassin, mulanya tulisan-tulisan ini
direncanakan untuk menjadi “Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan
Esei V dan VI”.
i. Surat-surat 1943-1983, (Jakarta : Gramedia, 1984). Seperti bunyi judulnya,
buku ini berisi surat-surat yang di tulis Jassin pada tahun 1943-1983, yang
ditujukan kepada berbagai pihak, baik di dalam maupun di luar negeri.
30
2. Buku-buku yang Dieditori Jassin
a. Pancaran Cita; Kumpulan Cerita Pendek dan Lukisan, (Jakarta : Balai
Pustaka, 1946). Berisi cerpen Asmara Bangun, Usmar Ismail, Rosihan Anwar,
Karim Halim, H.B. Jassin, dan lain-lain.
b. Kesusastraan Indonesia di Masa Jepang, (Jakarta : Balai Pustaka, 1948).
Bunga rampai ini memuat hasil karya para pengarang Indonesia pada zaman
pendudukan Jepang. Tahun 1985, buku ini mengalami cetakan ke-5.
c. Gema Tanah Air; Prosa dan Puisi, (Jakarta : Balai Pustaka, 1948). Mula-mula
terbit satu jilid (1948), tetapi sejak cetakan ke-5 (1969) pecah menjadi dua
jilid. Tahun 1982, buku ini mengalami cetakan ke-7. Bunga rampai ini
memuat hasil karya para pengarang Indonesia antara tahun 1942 dan 1948.
d. Kisah 13 Cerita Pendek, (Jakarta : Kolff, 1955) seperti terlihat pada judulnya,
bunga rampai ini berisi tiga belas buah cerita pendek yang pernah dimuat di
majalah Kisah.
e. Chairil Anwar Pelopor Angkatan 45, (Jakarta : Gunung Agung, 1956). Berisi
sejumlah prosa dan puisi Chairil Anwar Deru Campur Debu dan Kerikil
Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus, didahului dengan sebuah studi
Jassin berkenaan dengan jiplakan Chairil Anwar. Tahun 1985, buku ini
mengalami cetakan ke-7.
31
f. Analisa; Sorotan atas Cerita Pendek, (Jakarta : Gunung Agung, 1961). Berisi
sejumlah cer[pen pengarang Indonesia, disertai sorotan Jassin terhadap setiap
cerpen.
g. Amir Hamzah Raja Penyair Pujangga Baru, (Jakarta : Gunung Agung, 1962).
Berisi prosa dan puisi Amir Hamzah yang belum masuk ke dalam Buah Rindu
dan Nyanyi Sunyi.
h. Pujangga Baru; Prosa dan Puisi, (Jakarta : Gunung Agung, 1963). Memuat
hasil karya para pengarang Indonesia yang tergolong pada Angkatan Pujangga
Baru.
i. Tenggelamnya Kapal Van der Wijck dalam Polemik, (editor bersama Junus
Amir Hamzah), (Jakarta : Mega Bookstore, 1963). Memuat sejumlah karangan
seputar novel Hamka, Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, yang pernah
dihebohkan sebagai jiplakan.
j. Angkatan 66; Prosa dan Puisi, (Jakarta : Gunung Agung, 1968). Mula-mula
terbit satu jilid, kemudian pecah menjadi dua jilid. Tahun 1985, buku ini
mengalami cetakan ke-6. Bunga rampai ini memuat hasil karya para
pengarang Indonesia yang tergolong pada Angkatan 66.
3. Terjemahan Jassin
a. Sepoeloeh Tahoen Koperasi, oleh R.M. Margono Djojohadikoesoemo, Bp
1941, judul asli : Tien Jaren Cooperatie.
32
b. Chushingura, oleh Sakae Shioya, Bp 1945, diterjemahkan bersama Karim
Halim dari bahasa Inggris.
c. Renungan Indonesia, oleh Sjahrazad, Pustaka Rakyat, 1947, judul asli;
Indonesische Over Peinzingen.
d. Terbang Malam, oleh A. De St. Exupery, Bp 1949, judul asli: Vol De Nuit.
e. Kisah-kisah dari Rumania, bersama Taslim Ali dan Carla Rampen, Bp 1964,
judul asli: Nouvelles Roumaines.
f. Api Islam,oleh Syed Amir Ali, pembangunan, 1966, 2 jilid, judul asli: The
Spirit of Islam.
g. Tjerita Pandji dalam Perbandingan, oleh Prof.Dr.R.M.Ng. Poerbatjaraka,
diterjemahkan bersama Zuber Usman, judul asli: Pandji Verhalen Onderling
Vergelakan.
h. Max Harvelaar, oleh Multatuli, djambatan, 1972.
i. Kian Kemari Indonesia dan Belanda dalam Sastra, Djambatan, 1973.
j. The Complete Poems of Chairil Anwar, University Education Press Singapore,
1974, terjemahan bersama Liaw Yock Fang.
k. Al-Qur’anul Karim Bacaan Mulia, mulai diterjemahkan 7 Oktober 1972,
selesai 8 Desember 1974.
33
l. Sejarah dan Adinda Max Havelaar, cerita Multatuli scenario film PT. Mondial
Motion Picture & Fons Rademakers Productie, di tulis oleh G. Soetaman dan
Hiswara Darmaputra, 1975.
Demikianlah karya-karya H.B. Jassin yang dapat penulis ketahui, mungkin
masih banyak karya-karyanya yang belum tertulis seperti tulisan H.B. Jassin
dalam artikel-artikel, dan bahan makalah-makalah seminar atau diskusi yang
dihadirinya, dan lain sebagainya yang belim penulis ketahui.
4. Kontroversi Penyusunan Terjemahan Al-Quran H.B. Jassin
Pada saat H.B. Jassin mengumumkan penerbitan al-Quran Karim Bacaan
Mulia, umat islam Indonesia geger, terutama dari kalangan ulama dan para ahli
terjemahan. Konon pada tahun 1987, ada yang membakar karya puitisasi dari
terjemahan al-Qur’an H.B. Jassin ini, pasalnya bagaimana orang yang tidak bisa
bahasa Arab menerjemahkan al-Quran.
H.B. Jassin sendiri memang mengakui sepenuhnya bahwa beliau tidak
pernah mendapatkan pelajaran khusus membaca al-Quran, baru sesaat menjadi
mahasiswa di Fakultas Sastra Universitas Indonesia, ia sempat mempelajari
bahasa Arab, di sana Jassin juga mempelajari terjemahan-terjemahan al-Quran,
naskah-naskah lama dari Ar-Ranari dan Hamzah Fansuri, yang berupa tulisan
Arab melayu beserta kutipan-kutipan bahasa Arabnya dan mempelajari cara
menerjemahkan lewat kamus.
Persoalan yang dihadapi Jassin, harus diakui bahwa umat Islam
sepenuhnya belum mempercayai kredibilitas dan komitmen keislamannya. Umat
34
masih sangsi bagaimana orang tidak bisa bahasa Arab, tidak dikenal dan
mengenal dunia pesantren, dan mengakui pernah merasa tidak senang mendengar
khutbah-khutbah (istilah Jassin pada waktu itu “teriak-teriak”) di masjid bisa
menerjemahkan al-Quran, sedangkan tradisi Islam (hadits) mengajarkan “jika
suatu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, kehancuranlah akibatnya”.
H. Oemar Bakry yang dikenal sebagai sahabat karib H.B. Jassin dengan
gencar menyampaikan kritikannya dengan mengemukakan apa yang disebutnya
sebagai “syarat-syarat mutlak” dalam menerjemahkan al-Quran, seperti
penerjemahan harus menguasai bahasa Arab sedalam-dalamnya dengan
memahami Nahwu, Shorof, Balaghah, Ma’ani, dan sebagainya. Ia juga harus
berpengetahuan luas dalam masalah keislaman, bahkan disebutnya pula seolah-
olah seseorang yang ingin menerjemahkan al-Quran harus berprestasi dalam
buku-buku keagamaan, artinya seseorang harus memiliki latar belakang
kedudukan sebagai ulama bila ia mau memasuki dunia penerjemahan al-Quran.
Islam tidak pernah melimpahkan hak monopoli kepada golongan ulama sebagai
satu-satunya kata dalam mengupas isi kitab suci al-Quran atau sumber-sumber
ilmu keislaman lainnya. Tardisi pelimpahan hak-hak istmewa (privilage) kepada
golongan ulama itu bila ditelusuri tidak akan tersua jejaknya pada sumber-sumber
tradisi Islam, maka dari itu mesti harus seorang ulama untuk sekedar
menerjemahkan al-Quran.
Lemparan kritikan yang lebih berat disampaikan oleh Dewan Da’wah
Islamiyah Indonesia (DDII) dan Ikatan Masjid Indonesia (IKMI) mengusulkan
penyetopan terjemah al-Quran ini, dengan alasan seorang penerjemah harus
35
menguasai bahasa Arab (tabahhur) yang menjadi bahasa resmi al-Quran dan
haruslah mendalami ilmu-ilmu agama (ta’ammuq) supaya dalam menerjemahkan
itu terhindar dari hal-hal yang bertentengan dengan salah satu hukum Islam.
C. Contoh Kata-kata yang Mengandung Makna Homonim
(Musytarak)
Setelah Penulis telaah dalam al-Quran terjemahan H.B. Jassin, penulis
menemukan 8 kata yang termasuk dalam makna musytarak, oleh karena itu
penulis ingin memperlihatkan beberapa kata saja. Berikut ini adalah kata-kata
yang mempunyai makna musytarak.
Pada kata shalat mengandung makna “Do’a dan Ibadah”, Quru’
mengandung makna “haid atau suci”, sedangkan pada kata Talaq “ikatan atau
diletakkan untuk melepas ikatan perkawinan”. Kata Yadun berarti mengandung
makna “dzira (dari ujung jari hingga bahu), antara telapak tangan dan lengan (dari
ujung jari sampai dengan siku), dan telapak tangan (dari ujung jari sampai
pergelangan tangan), dan antara tangan kiri dan kanan. Kata ‘Ainun berarti “mata
penglihatan, mata air, uang logam dari emas atau perak, awal mula sesuatu, dan
mata hati” (ini disebut juga dengan homonym). Kata Sanksi dengan sangsi
mengandung makna kalau sanksi berarti “akibat, konsekuensi”, sedangkan pada
kata sangsi berarti “ragu” (ini disebut dengan homograf) karena sama lafal, beda
tulisan dan maknanya.
36
BAB IV
ANALISIS MUSYTARAK DALAM TERJEMAHAN H.B. JASSIN
Seperti yang telah Penulis kemukakan pada bab sebelumnya bahwa objek
penelitian ini adalah Penulis akan menganalisis al-Quran terjemahan H.B. Jassin
yang mengandung makna musytarak (homonim), yang di tulis serta diterjemahkan
oleh H.B. Jassin. Penelitian ini juga menggunakan analisis semantik yang
mengacu kepada makna setiap kata. Penulis juga membatasi analisis ini hanya
pada surah al-Baqarah, yaitu dengan menganalisis ayat-ayat yang mengandung
makna musytarak yang terdapat dalam al-Quran terjemahan H.B. Jassin dengan
cara melihat kata-kata yang mengandung makna lebih dari satu serta berbeda-beda
namun satu tujuan makna, kemudian melihat makna tersebut dalam kamus Arab-
Arab, kamus Arab-Indonesia, kamus Hans Wehr, yaitu sebagai bahan untuk
menganalisis.
Penulis merujuk kepada tujuan awal penelitian yaitu al-Quran terjemahan
H.B. Jassin untuk melihat apakah terjemahan ini sudah tepat atau belum. Sekali
lagi Penulis tekankan bahwa yang menjadi pusat penelitian yaitu untuk
menganalisis hasil terjemahan dari makna kata yang terkandung di dalamnya,
melainkan bukan untuk mengkritik terjemahan al-Quran tersebut. Berikut ini
Penulis akan menganalisis kata-kata yang mengandung makna musytarak
(homonim).
36
37
1. Musytarak pada kata Thalaq
⌧
Artinya : ”Dan jika mereka ber'azam (bertetap hati untuk) talak, Maka
Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (Qs. Al-Baqarah
: 227).
☺
Artinya :”Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri
(menunggu) tiga kali quru'.” (Qs.Al-Baqarah : 228).
.)229: Baqarah -Al. QS(” .ilitu dua kaTalak “: Artinya
⌧
⌧
⌧
Artinya : ”Apabila (seorang suami) menceraikan (istrinya) sesudah (talak
dua kalinya), tiadalah halal (istrinya) baginya, sebelum kawin dengan (laki-laki)
lain daripadanya.” (QS. Al-Baqarah : 230).
38
Artinya : ”Dan apabila kamu menceraikan (istri-istrimu) dan mereka
sampai iddahnya.1” (QS. Al-Baqarah : 231).
☺
Artinya :”Tiadalah dosanya bagimu, jika menceraikan istri-istrimu yang
belum kamu sentuh.” (QS. Al-Baqarah : 236).
☺
☺
☺
Artinya :”Bagi perempuan-perempuan yang kena talak, (hendaklah
diberi) mut’ah (pemberi selain nafkah) menurut pantasnya. Suatu kewajiban atas
orang yang takwa.” (QS. Al-Baqarah : 241).
Dalam kamus al-munawwir kata ظلق memiliki makna memberikan, lepas dari
ikatan, dan berpisah (bercerai). Sedangkan dalam kamus munjid yaitu
1 Iddah yaitu masa menanti selama tiga kali haid
39
بانت عن : ة من زوجها طلاقات المرأ_ طلق . 2, اعطاه: طلقا السئ فلانا : طلق
زوجهاوترآته
Kata thalaq di atas mengandung makna musytarak, karena pada kata
tersebut memiliki makna lebih dari satu. Maksudnya yaitu kata thalaq di atas
apabila diartikan secara bahasa berarti melepaskan suatu ikatan apa saja. Kata
thalaq di atas juga dalam al-quran terjemahan H.B. Jassin bahwa beliau
menerjemahkan kata thalaq dengan menceraikan, yang berarti lebih kepada
makna syar’inya, sedangkan thalaq menurut jumhur ulama yaitu diletakkan untuk
melepaskan suatu ikatan dalam sebuah perkawinan yang shahih (sah).
2. Musytarak pada kata Quru’
☺
Artinya : ’’Dan wanita-wanita yang ditalak (hendaklah) menahan diri
(menunggu) tiga kali quru.” (QS. Al-Baqarah : 228).
Apabila Penulis perhatikan kata quru’ dalam kamus al-Munawwir
mempunyai makna haid, datang bulan; suci dari haid; akhir kata dalam bait.
Sedangkan dalam kamus Munjid bahwa kata قروء memiliki makna الوقت
Penulis melihat bahwa H.B. Jassin dalam menerjemahkan kata quru’ di
atas diterjemahkan dengan makna aslinya yaitu “quru’” atau dengan makna
bahasanya. Selanjutnya kata quru’ di atas juga mengandung makna musytarak
40
yaitu antara makna suci dan haid, dan dalam pembicaraan tentang lafaz yang
musykil, jumhur ulama telah menerangkan bahwa dalil yang digunakan oleh
sebagian mujtahid bahwa yang dimaksud pada lafaz quru’ di atas bermakna suci,
sedangkan sebagian dalil yang dikemukakan oleh sebagian mujtahid yang lainnya,
menyatakan bahwa yang dimaksud pada lafaz quru’ di atas mempunyai makna
haidh.
3. Musytarak pada kata Kalalah
⌧
Artinya : “Jika seseorang meninggal, baik laki-laki maupun perempuan
yang tidak meninggalkan ayah dan meninggalkan anak..........” (QS. An-Nisa :
12).
Kata آللة dalam kamus al-Munawwir memiliki makna keletihan,
kelelahan, kelesuan; orang yang tidak punya anak dan ayah; selain anak dan
ayah. Sedangkan dalam kamus Munjid yaitu :
صار آلاّ اي لا ولد له ولاوالد: ة و آللالا و آلولا وآلالة و آلولة آلاّ و آلّ- يكلّ-آلّ
Apabila kita lihat dari kalalah di atas H.B. Jassin menerjemahkan kata
tersebut dengan” laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan
meninggalkan anak”. Sedangkan kata kalalah di atas menurut bahasa ialah
dimaksudkan pada orang yang tidak meninggalkan anak dan tidak meninggalkan
orang tua, dan bukan orang-orang, dan orang-orang yang bukan anak dan bukan
orang tua dari orang yang ditinggalkan, serta pada kerabat bukan dari sisi anak
41
dan orang tua. Sedangkan jumhur ulama beristidlal dengan meneliti ayat-ayat
warisan untuk menentukan makna yang dikehendaki dalam ayat tersebut adalah
pada makna yang pertama.
4. Musytarak pada kata Shalat
yang mendirikan ,orang yang beriman dengan yang gaib-rangO”:Artinya
”.ikandan menafkahkan sebagian dari rizki yang kepadanya kami ber, salat
(QS. Al-Baqarah : 3).
☺
Artinya : “Dirikanlah shalat.” (QS. Al-Baqarah : 43).
42
Artinya :”Mohonlah pertolongan dengan kepada (Allah) dengan
kesabaran2 dan dengan salat.” (QS. Al-Baqarah : 45).
☺
Artinya : “Dirikanlah salat dan tunikan zakat.” (QS. Al-Baqarah : 83) .
☺
☺
dan , oleh tuhannyapujian dan rahmat Merekalah yang dilimpahi ”:Artinya
mereka itulah yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah : 157).
Maksud dari salat di atas adalah bahwa orang-orang yang melakukan salat
yang diiringi dengan do’a, maka akan mendapat pujian dan rahmat dari Allah
SWT. Oleh sebab itu, kata shalat termasuk dalam kata yang mengandung makna
musytarak, yang mempunyai dua makna yaitu do’a dan pujian.
2 Maksud dari kesabaran pada ayat tersebut adalah dengan berpuasa
43
Artinya : “Mendirikan salat dan membayar zakat.” (QS. Al-Baqarah :
177).
Artinya :” Peliharahlah salat dan salat wustha3 (salat pertengahan), dan
berdirilah karena Allah sekhusyuk hati.” (QS. Al-Baqarah : 238).
Kata shalat di atas mengandung makna musytarak, kata salat sendiri
mempunyai arti (1. see below: lihat kebawah; 2. pray: do’a, sembahyang,
memohon; 3. worship: sembahyang, ibadah). Sedangkan dalam kamus lain kata
salat mempunyai arti do’a, memohon, dan suatu perbuatan yang diawali dengan
takbir dan diakhiri dengan salam. Adapun kata الصلاة dalam kamus Munjid
memiliki makna:
الصلاة جمن صلوات . بارك عليه واحسن عليه اثناء: عليه االله-و, دعاواقام الصلاة: صلاة
, الدعاء, ادتفاع العقل الى االله لكى نسجد له ونسكره نطلب معوونته: او الصلواة بالواو
الرحمة والثناء على عباد: االله من-و. التسبليح
Pada kata shalat di atas juga, menurut H.B. Jassin diterjemahkan dengan
shalat yang berarti suatu ibadah yang dilakukan oleh orang mu’min untuk
meminta pertolongan. Kemudian kata shalat di atas juga dimaksudkan kepada
3 Yang dimaksud dengan salat wustha adalah salat asar
44
makna syar’inya yaitu ibadah tertentu, bukan pada makna kebahasaannya yang
berarti do’a. Akan tetapi, para ulama sudah menetapkan makna shalat secara
syar’i dan bahasa, yaitu ibadah dan do’a.
5. Musytarak pada kata Duriba
⌧ ☺
Artinya : “Dan ditimpahkan kepada mereka kenistaan dan kemiskinan
mereka mendapat kemurkaan dari Allah.” (QS. Al-Baqarah : 61).
Kata duriba di atas mengandung makna musytarak. Apabila dilihat dari
segi makna kamus atau makna kebahasaan kata duriba ini dalam kamus Hans
wehr mempunyai makna 1. beating: kekalahan, hukuman dera; 2. strike: cantik,
elok; and 3. hitting rapping: memukul; 4. shooting: mengetuk, melempar,
melepaskan. sedangkan dalam kamus lain diartikan memukul, meninju, dan
tamparan. Penulis juga melihat makna kata برض dalam kamus mu’jam al-wasith
yaitu:
Akan tetapi, dalam al-Quran terjemahan H.B. Jassin itu sendiri kata
duriba diartikan dengan ditimpahkan. Kata duriba diterjemahkan dengan
memberikan imbuhan di+kata kerja, karena menggunakan fiil majhul dan
diterjemahkan dengan cara difasifkan, jadi ayat yang diterjemahkan oleh H.B.
45
Jassin dalam memaknai kata duriba itu sudah benar, sehingga pembaca dapat
memahami makna yang dimaksud.
Ayat di atas juga menceritakan tentang kisah nabi Musa AS yang bosan
terhadap nikmat yang telah ada padanya, dan mereka telah menghina Allah,
mereka tidak sabar karena hanya diberi satu jenis makanan, walaupun sebenarnya
mereka diberi banyak nikmat, hal ini menunjukkan bahwa mereka akan
ditimpahkan nista yang terlihat pada tubuh mereka dan kehinaan pada hati
mereka, sehingga diri mereka tidaklah mulia.
6. Musytarak pada kata ‘Adlun
Artinya :”Dan tiada diterima daripadanya syafaat maupun tebusan, dan
tiada mereka diberi pertolongan.” (QS. Al-Baqarah : 48).
⌧
Artinya : “Dan takutlah kamu pada hari, (ketika) tidak seorang pun dapat
mengganti (membela) orang lain sedikit pun, tiada diterima daripadanya
tebusan.” (QS. Al-Baqarah : 123).
46
Kata ‘adlun di atas mengandung makna musytarak, apabila dilihat dari
segi makna kebahasan bahwa kata ‘adlun bermakna keadilan; kejujuran,
ketulusan hati; pembalasan; kewajiban; tebusan; dan yang adil. adapun dalam
kamus Hans Wehr bahwa kata ‘adlun mempunyai makna straightness,
straightforwardness; justice, impartiality; fairness, equitableness, honesty,
uprightness; equitable composition, just compromise. Sedangkan dalam kamus
Munjid kata لدع itu sendiri dimaknai :
وامرأة عدل وعدلة ورجال رجل عدل"يقال : العادل , والجورضد الظلم) مصدر(عدل
"عدل
Para ulama sudah menentukan makna ‘adlun di atas dan dalam al-Qur’an
sendiri kata ‘adlun bermakna “tebusan”, begitu juga dengan H.B. Jassin dalam
memaknai kata عدل itu sama dengan yang telah ditentukan oleh jumhur ulama
yaitu tebusan. Oleh sebab itu, makna yang digunakan untuk menentukan makna
kata ‘adlun para ulama telah sepakat yaitu dengan mengartikan “tebusan” atau
disesuaikan dengan konteks termaksud.
7. Musytarak pada kata Libas
47
Artinya : “Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan
para istrimu, mereka adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi
mereka.” (QS. Al-Baqarah : 187).
Kata libas di atas mengandung makna musytarak yang diartikan pakaian,
apabila dilihat secara bahasa atau makna kamus bahwa kata libas memiliki makna
pakaian, perkumpulan, suami/istri, percampuran, kelopak bunga, dan iman/malu,
sedangkan menurut kamus Hans Wehr yaitu clothes, clothing; apparel; garment,
robe, and dress, sedangkan kata libas pada ayat di atas adalah bahwa seorang
menggunakan pakaian itu sendiri yaitu digunakan untuk menutupi tubuh manusia
dari sesuatu yang dilarang. Oleh sebab itu, para ulama sangat berhati-hati sekali
dalam menentukan makna tersebut agar mudah dipahami oleh pembaca.
8. Musytarak pada kata Kufr
a. kufr nikmat
⌧⌧
⌧
Artinya :” (Tuhan menjawab dan) berfirman, “ya, (bahkan) yang ingkar,
akan Kubiarkan menikmati kesenangan buat sementara.” (QS. Al-Baqarah :
126).
48
Artinya :”Maka ingatlah akan Daku, Aku ‘akan ingat kepadamu.
Bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku.” (QS. Al-
Baqarah : 152).
⌧⌧
Orang . Tidak ada persahabatan dan tidak ada perantaraan”:Artinya
).254: Baqarah -Al. QS (” .ang zalimmerekalah orang y, ingkaryang
⌧
☺
Artinya :”Mereka tiada menguasai sesuatu pun dari apa yang telah mereka
-Al. QS (”.aringkDan Allah tiada membimbing orang yang . dapatkan
Baqarah : 264).
☺
49
⌧
Artinya :” Allah memusnahkan (keuntungan) riba, tapi sedekah ditambah-
Nya (dengan keuntungan). Allah tiada suka orang yang ingkar, yang banyak
dosa.” (QS. Al-Baqarah : 276).
Kata kufr di atas mengandung makna musytarak, akan tetapi maksud dari
kata kufr di atas adalah orang yang tidak bersyukur atas nikmat Allah, karena
syukur adalah lawan kata dari kufr, maksudnya bahwa kata kufr di atas adalah
penyalahgunaan nikmat yang diperoleh yaitu penempatannya bukan pada
tempatnya, dari penggunaannya bukan pada hal-hal yang dikehendakinya dan
bukan yang diridhoi oleh Sang Pemberi nikmat (Allah SWT).
b. kufr syirik
☺
☺
⌧
⌧
Artinya :” Percayalah kepada apa yang Kuturunkan, yang membenarkan
apa yang ada padamu. Dan janganlah kamu jadi orang yang pertama
50
mengingkarinya. Janganlah kamu jual ayat-ayat-Ku dengan harga yang murah.
Bertakwalah kepada-Ku, kepada-Ku semata.” (QS. Al-Baqarah : 41).
⌧
Artinya :” Yang demikian itu, karena mereka mengingkari ayat-ayat
Allah, dan membunuh para Nabi dengan tiada semena-mena.” (QS. Al-Baqarah :
61).
⌧
Artinya :” Mereka berkata, “Hati kami tertutup.” Tidak, bahkan mereka
dilaknati Allah karena keingkarannya. Sedikit saja mereka yang beriman.” (QS.
Al-Baqarah : 88).
☺
⌧
51
Artinya :” Setelah datang kepada mereka apa yang (seharusnya) mereka
ketahui, mereka mengingkarinya. Maka laknat Allah atas orang yang ingkar.”
(QS. Al-Baqarah : 89).
☺
☺
Artinya :” Dan diresapkan ke hati mereka (kecintaan menyembah) anak
sapi karena keingkarannya. Katakanlah, “Amatlah buruk apa yang diperintahkan
keimananmu kepadamu.” (QS. Al-Baqarah : 93).
⌧ ⌧
⌧
Artinya :” Barang siapa memusuhi Allah, Malaikat-malaikat, dan Rasul-
rasul-Nya, Jibril dan Mikail. Sungguh, Allah memusuhi orang yang ingkar.” (QS.
Al-Baqarah : 98).
52
⌧
Artinya :” Sungguh, telah kami turunkan kepadamu ayat-ayat yang
terang, dan tiada yang mengingkarinya kecuali orang durjana.” (QS. Al-
Baqarah : 99).
⌧⌧
⌧
Artinya :”Sungguh, orang yang ingkar, sama saja baginya apakah kau beri
peringatan. Mereka tiada akan beriman.” (QS. Al-Baqarah : 6)
Artinya :”Padahal kamu dilarang mengusirnya. Apakah kamu percaya
sebagian Al-Kitab, dan mengingkari sebagian (yang lain).” (QS. Al-Baqarah :
85).
☺
53
☺
⌧
⌧
Artinya :”Amatlah buruk perbuatan mereka menjual dirinya, bahwa
mereka ingkari apa yang Allah turunkan. Mereka membangkang karena Allah
menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang Ia berkenan dari hamba-hamba-
Nya. Demikianlah mereka menarik kemurkaan demi kemurkaan atas dirinya, dan
bagi orang yang ingkar azab yang menghinakan.” (QS. Al-Baqarah : 90).
H.B. Jassin menerjemahkan kata kufr di atas yaitu mayoritas
diterjemahkan dengan “ingkar” atau diterjemahkan dengan makna bahasanya..
Kata kufr di atas juga, mengandung makna musytarak. Apabila kita lihat dari segi
makna bahwa kata kufr di sini berasal dari kata kafara atau kafir yang berarti
ingkar atau keluar dari agama Islam, sedangkan dalam pandangan ulama bahwa
kata kufr itu mempunyai banyak bagian atau posisi yaitu terbagi dalam lima
kategori di antaranya kufr nikmat, kufr syirik, kufr zina, dan lain-lain.
Adapun maksud dari kufr di atas diartikan sebagai kufr syirik, karena kufr
di atas dimaksudkan kepada bahwa syirik itu sendiri berarti menduakan atau
menyekutukan Allah atau sama juga dengan tidak akan pernah mempercayai
54
semua yang Allah ciptakan di dunia ini. Mereka juga wajib diperangi dan
dibunuh, dan mereka akan mendapat balasan yang setimpal kelak.
9. Musytarak pada kata Yadun
☺
Artinya : “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,
potonglah tangan keduanya............” (QS. Al-Maidah : 38).
☺
Artinya : “Berilah nafkah di jalan Allah, dan janganlah terjun dalam
kehancuran oleh tangan-tanganmu sendiri4 .” (QS. Al-Baqarah : 195).
H.B. Jassin dalam menerjemahkan kata Yadun di atas dengan
menggunakan makna bahasanya yaitu tangan. Kata yadun di atas juga,
mengandung makna musytarak. Yadun itu sendiri berasal dari bahasa Arab yang
mempunyai arti tangan. Kata yadun di atas juga merupakan musytarak antara
dzira’ (dari ujung jari hingga bahu), antara telapak tangan dan lengan (dari ujung
4 Terjun dalam kehancuran oleh tangan-tangan sendiri yaitu mencelakakan diri sendiri karena enggan memberikan pengorbanan untuk perjuangan
55
jari sampai dengan siku), dan telapak tangan (dari ujung jari sampai pergelangan
tangan) dan antara tangan kiri dan kanan. Akan tetapi, secara syar’i yang
dimaksud tangan (yadun) pada ayat di atas, yaitu dari ujung jari sampai dengan
dua pergelangan pada tangan kanan.
54
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada bab terakhir ini, Penulis dapat menggambarkan secara ringkas
penelitian yang dilakukan terhadap terjemahan H.B. Jassin yang dikarang oleh
beliau sendiri.
Berdasarkan analisis yang Penulis lakukan pada BAB IV, Ppenulis
menemukan ayat-ayat yang mengandung makna musytarak (homonim), yang
terdapat dalam surat al-Baqarah pada al-Quran terjemahan H.B. Jassin yang
diterjemahkan secara maknawiyah dan harfiyah. Apabila kita lihat dari gaya
terjemahannya bahwa H.B. Jassin lebih banyak menerjemahkan dengan sentuhan
puitis dan kadang disesuaikan dengan makna konteks agar para pembaca tidak
merasa kebingungan.
Bedasarkan analisis yang telah Penulis lakukan bahwa kualitas terjemahan
ayat-ayat yang mengandung makna musytarak (homonim) yang terdapat dalam
terjemahan H.B. Jassin itu belum sempurna, karena masih banyak yang
menggunakan makna secara bahasa atau harfiyah. Akan tetapi, ada juga kata-kata
atau terjemahan yang tidak sesuai dengan apa yang ingin disampaikan oleh
penerjemah. Meskipun beliau mendapat penentangan keras dalam membuat
terjemahan baru bagi kalangan penerjemah, namun beliau tetap dapat melanjutkan
karyanya sampai selesai.
54
55
B. Saran dan Rekomendasi
Penelitian yang Penulis saat ini lakukan, mungkin masih banyak
kekurangan baik dari segi metode maupun dari segi bahasa yang Penulis gunakan.
Penelitian ini juga masih perlu dilanjutkan kembali oleh para peminat atau peneliti
lain, terutama yang berkaitan dengan musytarak (homonim) atau kata yang
mempunyai makna lebih dari satu. Oleh karena itu, menurut peneliti, judul ini
sangat unik dan bagus untuk dikaji ulang.
Penelitian yang saat ini Penulis lakukan yaitu pada al-Quran terjemahan
H.B. Jassin, Bacaan Mulia jilid I. Penulis juga membatasi penelitian ini hanya
pada surah al-Baqarah saja, karena sebenarnya kalau Penulis kaji lebih dalam lagi
pembahasannya akan meluas ke surah lain. Hal ini semata hanya untuk
memudahkan teman-teman dalam melanjutkan penelitian tentang musytarak
(homonim) ini.
57
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta, 1995.
Enesta, Pamususk. H.B. Jassin; Paus Sastra Indonesia. Jakarta : Djambatan, 1987.
Khallaf, Wahhab Abdul. Ilmu Ushul Fiqh. Semarang : Toha Putra Group, 1994.
Kushartanti, dkk. Pesona Bahasa; Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2007.
Hidayatullah, Syarif Muhammad. Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemahan. Jakarta:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007
Jassin, H.B. Kontroversi al-Quran Berwajah Puisi. Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 1995.
Jassin, H.B. Majalah Harmoni. Jakarta : tpa, 1994.
Jassin, H.B. Surat-surat 1943-1983. Jakarta : Gramedia, 1984.
Mukhtar ‘Umar, Ahmad. Ilmu Dilalah. Kuwait : Jamiatul Kuwait, 1982.
Nata, Abuddin. Al-Quran dan Hadits. Jakarta : Raja Grasindo Persada, 1998.
Parera, J.D. Teori Semantik. Jakarta : Erlangga, 2004.
Sayogie, Frans. Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia. Bogor : Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.
Shihabuddin. Penerjemahan Arab-Indonesia; Teori dan Praktik. Bandung : Humaniora,
2005.
56
57
Tim Penyusunan Kamus Pusat Pembinaan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka, 1989.
Taryadi, Alfons. Seandainya Tak Ada H.B. Jassin. Kompas, 10 Juni 1975.
Yusuf, Suhendra. Teori Semantik; Pendekatan ke Arah Pendekatan Linguistik dan
Sosiolinguistik. Bandung : tpa, 1994.
http://moestainmultiply.com/reviews/item/1
http://www.tamanismailmarzuki.com/tokoh/hbyassin.html
http://sepanjangbraga.blogspot.com/2008/05/pusat-dokumentasi-sastra-hb-Jassin.html
http://bataviase.wordpress.com/2008/03/19/pusat-dokumentasi-sastra-hb-Jassin/