BAB I PENDAHULUAN -...

15
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Teknologi informasi pada saat ini berkembang sangat pesat hingga banyak dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Salah satu manfaat teknologi informasi yang dirasakan adalah pemanfaatan data dan informasi spasial. Pemanfaatan data tersebut sejalan dengan meningkatnya pengetahuan dan perencanaan dalam pembangunan serta pengelolaan kawasan wilayah, sehingga menciptakan perencanaan dan pengelolaan yang optimal untuk kesejahteraan masyarakat tetapi tetap memperhatikan faktor kelestarian lingkungan hidup. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia membuat kebijakan-kebijakan untuk mendukung pemanfaatan data spasial, salah satunya dengan membuat kebijakan di bidang Infrastruktur Data Spasial Nasional (IDSN). Menurut pedoman yang disusun dan ditulis oleh Badan Infrastruktur Geospasial (2014) dalam buku Pedoman Pembangunan Sistem Penyelenggaraan Informasi Geospasial, Infrastruktur Data Spasial Nasional adalah suatu perangkat sistem manajemen data spasial yang mencakup kelembagaan, kumpulan data dasar spasial, kebijakan-kebijakan perundanganan serta sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk pengumpulan, pengolahan, pendistibusian dan peningkatan dalam pemanfaatan data spasial. Dengan penjelasan tersebut maka Infrastruktur Data Spasial Nasional menjadi peranan penting sebagai acuan ataupun standar dari pemanfaatan data spasial nasional baik yang digunakan oleh pihak pemerintahan sendiri maupun pihak swasta. Infrastruktur Data Spasial Nasional di Indonesia dirintis awalnya pada tahun 2000, namun baru pada tahun 2007 pemerintah memulai langkah serius untuk memulai sharing data spasial dan kegunaannya dalam pembangunan, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden No.85 Tahun 2007 tentang Jaringan Data Spasial Nasional (JDSN), kemudian pada tahun 2014 dikeluarkan lagi amandemen dalam Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2014 tentang Jaringan Informasi Geospasial

Transcript of BAB I PENDAHULUAN -...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/108556/potongan/S1-2017... · Produk dari akhir kartografi adalah peta, peta merupakan penyajian

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Teknologi informasi pada saat ini berkembang sangat pesat hingga banyak

dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Salah satu manfaat teknologi informasi yang

dirasakan adalah pemanfaatan data dan informasi spasial. Pemanfaatan data tersebut

sejalan dengan meningkatnya pengetahuan dan perencanaan dalam pembangunan

serta pengelolaan kawasan wilayah, sehingga menciptakan perencanaan dan

pengelolaan yang optimal untuk kesejahteraan masyarakat tetapi tetap

memperhatikan faktor kelestarian lingkungan hidup. Dalam hal ini, pemerintah

Indonesia membuat kebijakan-kebijakan untuk mendukung pemanfaatan data spasial,

salah satunya dengan membuat kebijakan di bidang Infrastruktur Data Spasial

Nasional (IDSN).

Menurut pedoman yang disusun dan ditulis oleh Badan Infrastruktur

Geospasial (2014) dalam buku Pedoman Pembangunan Sistem Penyelenggaraan

Informasi Geospasial, Infrastruktur Data Spasial Nasional adalah suatu perangkat

sistem manajemen data spasial yang mencakup kelembagaan, kumpulan data dasar

spasial, kebijakan-kebijakan perundanganan serta sumber daya manusia yang

dibutuhkan untuk pengumpulan, pengolahan, pendistibusian dan peningkatan dalam

pemanfaatan data spasial. Dengan penjelasan tersebut maka Infrastruktur Data

Spasial Nasional menjadi peranan penting sebagai acuan ataupun standar dari

pemanfaatan data spasial nasional baik yang digunakan oleh pihak pemerintahan

sendiri maupun pihak swasta.

Infrastruktur Data Spasial Nasional di Indonesia dirintis awalnya pada tahun

2000, namun baru pada tahun 2007 pemerintah memulai langkah serius untuk

memulai sharing data spasial dan kegunaannya dalam pembangunan, yaitu dengan

dikeluarkannya Peraturan Presiden No.85 Tahun 2007 tentang Jaringan Data Spasial

Nasional (JDSN), kemudian pada tahun 2014 dikeluarkan lagi amandemen dalam

Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2014 tentang Jaringan Informasi Geospasial

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/108556/potongan/S1-2017... · Produk dari akhir kartografi adalah peta, peta merupakan penyajian

2

Nasional (JIGSN). Dari peraturan tersebut setiap daerah dituntut untuk memiliki

kelengkapan infrastruktur data spasial dan kemudahan dalam berbagi pakai dan

penyebarluasan informasi geospasial. Dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan

pemerintah tersebut, di setiap daerah melakukan kewajiban mereka untuk memenuhi

kelengkapan infrastruktur data spasial. Hingga saat ini pemerintah daerah melakukan

perkembangan IDS mereka masing-masing, akan tetapi banyaknya kendala yang

terdapat pada setiap daerah membuat kesiapan IDS di Indonesia masih belum merata.

Salah satu dari contoh dari perkembangan teknologi informasi dalam data

spasial adalah Sistem Informasi Geografis (SIG). SIG merupakan perangkat lunak

yang berbasis perangkat keras (komputer) yang kemampuannya dapat menampilkan

dan dapat menganalisis informasi-informasi yang ada dengan kenampakan geografis-

geografis dari informasi tersebut. Teknologi SIG ini juga beriringan dengan

perkembangan internet sehingga membawa dampak yang lebih besar terhadap

kemampuan dari SIG tersebut. Salah satu contoh perangkat lunak SIG yang

menggunakan internet adalah ArcGIS Online, karena bersifat online maka semua

orang bisa menggunakan dan mengakses ArcGIS Online.

Fitur yang diberikan oleh ESRI pada ArcGIS Online kepada penggunanya

salah satunya adalah story map. Story map merupakan sebuah inovasi peta berbasis

online yang memberikan dan menceritakan informasi secara lebih detail karena

menambahkan narasi cerita ke dalam sebuah peta. Fitur peta ini mengkombinasikan

peta yang dibuat pada ArcGIS Online dengan teks narasi, foto dan video ke dalam

peta tersebut sehingga memberikan penjelasan informasi lebih detail untuk orang

yang membaca dan menggunakan peta tersebut. Dengan story map, diharapkan dapat

membantu menggambarkan dan menceritakan perkembangan tentang IDS di

Indonesia dan informasi yang ditampilkan juga akan membantu untuk memahami

apa yang ingin disampaikan, karena narasi dan media yang dicantumkan dapat

menunjang pemahaman bagi pengguna dan pembaca story map tersebut.

I.2. Cakupan Kegiatan

Cakupan Kegiatan pada pembuatan peta ketersediaan Data Geospasial

Indonesia adalah sebagai berikut:

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/108556/potongan/S1-2017... · Produk dari akhir kartografi adalah peta, peta merupakan penyajian

3

1. Data yang dikumpulkan menggunakan cara survei kuisoner yang di kirim ke

instansi Bappeda tingkat provinsi dan tingkat kota/kabupaten se-Indonesia.

2. Data yang dikumpulkan berupa pertanyaan yang dibagi kedalam beberapa

aspek penilaian tentang infrastruktur data spasial di instansi Bappeda seperti,

kebijakan, kelembagaan, sumber daya manusia, teknologi, data geospasial,

produsen dan pengguna serta aliran data geospasial.

3. Data yang dikumpulkan merupakan data yang terbagi ke dalam tiga periode,

yaitu 2013, 2014 dan 2015.

4. Pembuatan peta dengan menggunakan perangkat lunak QGIS sedangkan

untuk pembuatan story map menggunakan ArcGIS Online.

I.3. Tujuan

Tujuan dilakukannya kegiatan aplikatif ini adalah sebagai berikut :

1. Menghasilkan story map perkembangan infrastruktur data spasial di

Indonesia berbasis website yang di akses melalui internet.

2. Menyajikan dan memberikan informasi tentang perkembangan infrastruktur

data spasial di Indonesia sepanjang tahun 2013 hingga tahun 2015 dan

diperuntukkan kepada publik.

I.4. Manfaat

Manfaat dilakukannya kegiatan aplikatif ini adalah sebagai berikut :

1. Publik dapat memahami tentang infrastruktur data spasial di Indonesia lewat

narasi yang dibaca melalu narasi story map yang disajikan.

2. Dengan menyajikan nilai indeks kesiapan infrastruktur data spasial pada

setiap daerah ke dalam muka peta pada story map, pengguna secara umum

maupun pihak-pihak tertentu seperti Badan Informasi Geospasial (BIG) atau

Bappeda dapat mengetahui perkembangan dari kesiapan infrastruktur data

spasial di Indonesia sepanjang tahun 2013 hingga tahun 2015.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/108556/potongan/S1-2017... · Produk dari akhir kartografi adalah peta, peta merupakan penyajian

4

I.5. Landasan Teori

I.5.1. Infrastruktur Data Spasial

Infrastruktur data spasial adalah sebuah istilah yang sering di gunakan untuk

menunjukkan kumpulan data geospasial dasar yang berhubungan dengan teknologi,

penemuan data geopasial, kebijakan, kelembagaan, dan aplikasi akses data untuk

pengguna dan penyedia pada setiap tingkatan pemerintahan, swasta, akademis, dan

masyarakat (GSDI 2014). Sedangkan IDSN (Infrastruktur Data Spasial Nasional)

menurut BIG (2014) adalah suatu perangkat sistem manajemen data spasial yang

mencangkup kelembagaan, kumpulan data dasar spasial berikut standar dan petunjuk

teknis, teknologi, peraturan perundang-undangan, dan kebijakan-kebijakan, serta

sumber daya manusia yang diperlukan untuk mengumpulkan, mengolah,

menyimpan, mendistibusikan, dan meningkatkan pemanfaatan data spasial. IDS

dibangun untuk menghindari adanya duplikasi dalam produksidan biaya dalam

pembuatan data geospasial, memfasilitasi integrasi dan inovasi baru, serta

menghasilkan sumberdaya manusia yang handal dan mampu mengelola sumber

pendapatan (Rajabifard, dkk 2013).

I.5.1.1 Data Geospasial. Bossler (2002) menyatakan bahwa Data Geospasial adalah

fitur-fitur yang ditampilkan pada peta atau basis data digital yang terorganisir yang

terikat di atas permukaan bumi dengan koordinat-koordinat tertentu. Di Indonesia

menurut UU No. 4 Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial Pasal 1 ayat II dan III

dijelaskan Geospasial atau ruang kebumian adalah aspek keruangan yang

menunjukkan lokasi, letak dan posisi suatu objek atau kejadian yang berada di

bawah, pada, atau di atas permukaan bumi yang dinyatakan dalam suatu sistem

koordinat tertentu. Data Geospasial yang disingkat DG adalah data tentang lokasi

geografis, dimensi atau ukuran, dan/atau karakteristik objek alam dan/atau buatan

manusia yang berada di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi.

BIG (2014) menuliskan pada pedoman pembangunan sistem penyelenggaraan

informasi geospasial, Pengumpulan DG dilakukan pada seluruh wilayah Ruang di

Indonesia dan wilayah yuridiksinya. DG yang dikumpulkan meliputi DG dasar dan

DG tematik. Breitman, dkk (2007) menyatakan Fitur DG yang telah dikumpulkan

akan dibagi kedalam kelas-kelas tertentu seperti teluk, sungai dan laut dimasukkan

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/108556/potongan/S1-2017... · Produk dari akhir kartografi adalah peta, peta merupakan penyajian

5

kedalam fitur kelas hidrografi atau kota-kota, lingkungan hayati yang dilindungi dan

kawasan industri termasuk dalam fitur wilayah administratif.

I.5.2. Kartografi

Soendjojo dan Riqqi (2012) menyatakan bahwa kartografi adalah merupakan

suatu disiplin ilmu, teknik, serta seni di dalam pembuatan desain peta dan produksi

peta. Kartografi juga merupakan suatu sistem komunikasi, karena dengan adanya

ilmu kartografi, informasi yang ingin disampaikan di dalam peta dibuat agar dapat

terlihat dengan jelas, mudah dimengerti atau dipahami.

Produk dari akhir kartografi adalah peta, peta merupakan penyajian dari

unsur-unsur yang ada di muka bumi secara grafis dengan skala dan sistem proyeksi

tertentu, unsur – unsur yang dimuat dalam peta itupun harus sesuai dengan maksud

dan tujuan dari pembuatan peta itu sendiri. Prihandito (1989) menyebutkan bahwa

fungi dari peta antara lain adalah:

1. Menunjukkan posisi atau lokasi relatif (letak suatu tempat dalam

hubungannya dengan tempat lain di permukaan bumi)

2. Memperlihatkan ukuran (dari peta dapat diukur luas daerah dan jarak-

jarak di atas permukaan bumi)

3. Memperlihatkan bentuk (misalnya bentuk dari benua-benua, negara,

gunung dan lain-lainnya), sehingga dimensinya, dapat terlihat dalam peta.

4. Mengumpulkan dan menyeleksi data-data dari suatu daerah dan

menyajikannya di atas peta. Dalam hal ini dipakai simbol-simbol sebagai

“wakil” dari data-data tersebut.

I.5.2.1. Peta Tematik. Peta tematik adalah suatu peta yang menyajikan informasi

data-data kualitatif atau kuantitatif dengan maksud dan tujuan sesuai dengan

pembuatan peta tersebut (Prihandito, 1989). Dalam kegiatan aplikatif ini data yang di

gunakan adalah data kuantatif dan peta dasar (base map) yang di gunakan adalah

peta topografi. Peta topografi sendiri adalah peta yang menampilkan unsur-unsur

alam (asli) maupun unsur-unsur buatan manusia di atas permukaan bumi, tetapi

unsur yang di tampilkan akan terbatas karena juga harus memperhitungkan skala dan

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/108556/potongan/S1-2017... · Produk dari akhir kartografi adalah peta, peta merupakan penyajian

6

juga memperhatikan data topografi yang akan dimuat harus sesuai dengan peta

tematik tersebut.

I.5.2.2. Simbolisasi. Simboliasi adalah bagian paling penting dari kartografi karena

simbolisasi ini merupakan sebuah perumpamaan dari informasi yang ingin di

sampaikan kepada pengguna peta, sehingga dibutuhkan komunikasi yang efektif

simbol-simbol yang didesain. Prihandito (1989) menyebutkan ada 3 komponen dari

desain simboliasi kartografi yaitu warna, pola dan tipografi (seni cetak, tata huruf)

kemudian simboliasi diklasifikasikan untuk memudahkan pembuatan dan pemilihan

simboliasi yang tepat dan efektif dari banyak variasi data, antara lain:

1. Simbol Titik. Simbol ini digunakan untuk menyajikan tempat atau data

posisional seperti kota, titik triangulasi, dan sebagainya. Simbol ini juga bisa

berupa dot, segitiga, segiempat, lingkaran dan sebagainya.

2. Simbol Garis. Simbol ini digunakan untuk menyajikan data geografis seperti

sungai, batas wilayah, jalan dan sebagainya.

3. Simbol Luasan. Simbol ini digunakan untuk mewakili suatu area tertentu atau

mencakupi luasan tertentu misalnya daerah rawa, hutan, padang pasir dan

sebagainya.

I.5.2.3. Karakteristik data. Di dalam simbolisasi data, kita harus mengenali dari

karakter data tersebut. Dengan mengetahui karakter dari data tersebut kita dapat

menentukan metode visualiasi apa yang paling cocok dalam mendesain simbol untuk

peta tersebut. Berdasarkan variable skalanya, data dapat dikategorikan menjadi 4

bagian yaitu data nominal, data ordinal, data interval, dan data rasio. Kraak dan

Ormeling (2013) menjelaskan dari katektirstik data sebagai berikut:

1. Data nominal. Data nominal adalah jenis data ukuran data yang paling

sederhana dan data ini tidak menunjukkan adanya tingkatan nilai antar dari

data satu ke data yang lainnya. Prihandito (1989) menyebutkan data nominal

ini dilakukan apabila menyajikan data yang kualitatif saja, misalnya:

a. Identitas

b. Perbedaan

c. Persamaan

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/108556/potongan/S1-2017... · Produk dari akhir kartografi adalah peta, peta merupakan penyajian

7

2. Data ordinal. Data ordinal adalah data yang menunjukkan nilai tingkatan

ataupun menunjukkan urutan. Urutan nya dapat di tentukan mana yang lebih

besar dan mana yang lebih kecil. Misalnya adalah membedakan antara kota

besar, kota sedang atau kota kecil, bisa juga seperti membedakan temperatur

yang dingin dan temperature yang panas.

3. Data interval. Data interval adalah data yang memilik rentang data tertentu.

Pada data interval tidak ada nilai nol mutlak atau nilai nol absolut Misalnya :

perbedaan besar kota dengan standard unit orang/penduduk, atau perbedaan

temperature dengan standard unit derajat yaitu Celcius atau Farenheit. Karena

dapat dilihat nilai nol pada Celcius tidak sama dengan nilai nol pada

Farenheit.

4. Data ratio. Seperti halnya data interval, data ratio memiliki kesamaan tetapi

data ratio memiliki nilai nol absolut atau nilai nol mutlak. Artinya harga

nolnya tidak sembarang. Sebagai contohnya adalah curah hujan di suatu kota.

Curah hujan memiliki rentang nilai tertentu untuk mengklasifikasian tinggi

atau rendahnya curah hujan di suatu kota tersebut, contoh tingkatannya antara

lain seperti, curah hujan tinggi, curah hujan sedang, curah hujan rendah, dan

dengan nilai nol mutlak pada keadaan daerah yang tidak ada hujan.

I.5.2.4. Variabel visual. Dalam kartografi, setelah mengenali karakteristik data

kemudian untuk membuat visualiasi sebuah peta dibutuhkan beberapa aspek-aspek

yang harus di perhatikan, menurut Bertin (1983) menyebutkan bahwa variabel visual

dasar antara lain adalah:

1. Ukuran. Variable ukuran merupakan variabel yang membedakan ukuran

besar dan kecil dari simbol

2. Nilai. Variabel nilai adalah variabel visual yang menampakkan derajad

keabuan dari simbol yang tertera (grey scale), derajad keabuan ini kisaran

antara dari warna putih menuju warna hitam.

3. Warna. Variabel warna merupakan variabel yang sangat kuat dan paling

sering digunakan kartografer untuk merancang simbol, karena dengan ada

nya perbedaan warna pada simbol sangat mudah dibedakan satu sama lain.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/108556/potongan/S1-2017... · Produk dari akhir kartografi adalah peta, peta merupakan penyajian

8

Tabel I.1. Variabel visual dan sifat pemahamannya

4. Tekstur. Variabel tekstur merupakan variasi gambar dari elemen dengan

value yang sama.

5. Orientasi. Variabel orientasi ditunjukkan dengan variasi arah dari simbol-

simbol yang tertera pada peta, arah yang ditunjukkan pada simbol tersebut

berbeda satu sama lainnya.

6. Bentuk. Variable bentuk merupakan simbolisasi yang mudah dibedakan satu

sama lain karena perbedaan bentuk yang berbeda, sehingga pengguna dapat

memahami dari bentuk simbol yang tertera pada peta.

I.5.2.5. Sifat Pemahaman. Dalam perancangan simbol sangat penting di perhatikan

sifat pemahaman dari simbol tersebut. Sifat pemahaman merupakan aspek tertentu

dalam penggunaan variabel visual, yang dimana sifat pemahaman ini adalah

pengertian tertentu terhadap objek yang di simbolkan (Riyadi, 1994). Dalam sumber

yang sama Riyadi menyebutkan setidaknya terdapat empat sifat pemahaman dalam

perancangan simbol, yaitu:

1. Asosiatif. Variabel visual yang memiliki sifat asosiatif memberikan

pemahaman kepada pengguna bahwa simbol-simbol yang tertera pada peta

memiliki tingkat kepentingan yang sama.

2. Selektif. Variabel visual yang termasuk kedalam sifat selektif ini memberikan

pemahaman kepada pengguna secara cepat perbedaan suatu simbol dengan

simbol lainnya.

3. Order. Variabel visual ini ketika disajikan kepada pengguna memberikan

pemahaman bahwa simbol-simbol tersebut memilik tingkatan tertentu.

4. Kuantitatif. Variabel visual ini memberikan pemahaman kepada pengguna

bahwa simbol-simbol dapat dibedakan dengan jumlah yang jelas.

Hubungan antara sifat pemahaman dan variabel visual selengkapnya dapat

dilihat pada tabel berikut ini.

Sifat

Pemahaman Posisi Bentuk Orientasi Warna Tekstur Value Ukuran

Asosiatif ++ ++ ++ ++ + -- --

Selektif -- -- + +++ ++ ++ ++

Order -- -- -- -- + +++ ++

Kuantitatif -- -- -- -- -- -- +++

Keterangan: +++ = Sangat kuat ++ = Kuat + = Cukup -- = Jelek

(sumber : Riyadi 1994)

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/108556/potongan/S1-2017... · Produk dari akhir kartografi adalah peta, peta merupakan penyajian

9

I.5.2.6. Komparasi visual. Kraak dan Ormeling (2013) menyebutkan seseorang

dengan hanya melihat peta yang disajikan dengan data yang ada pada peta tersebut,

seseorang akan dapat memahami kondisi fenomena yang bervariasi dalam kuantitas

atau kualitas di seluruh daerah yang di petakan. Kemudian tidak hanya menggunakan

fenomena tunggal pada peta tersebut melainkan melakukan perbandingan dari

berbagai fenomena lainnya karena dengan membandingkan fenomena tersebut dapat

diungkapkan pola-pola untuk dilakukan studi lebih lanjut. Berdasarkan dari sumber

yang sama juga Kraak dan Ormeling (2013) ada 3 jenis komparasi visual:

1. Perbandingan temporal

Perbandingan temporal adalah komparasi yang membandingkan dua

buah peta atau lebih dengan daerah dan visual variabel yang sama tetapi

mempunyai perbedaan waktu dalam atribut data dan tujuan dari tipe

analisis ini adalah untuk identifikasi pola tertentu dalam dimensi ruang

dan waktu .Pada Gambar I.1 merupakan contoh dari komparasi visual

perkembangan jalur rel kereta api di Polandia.

Gambar I.1. Perbandingan temporal perkembangan jalan kereta api di Polandia (menurut Grote

Bosatlas, atas ijin Walters Noordhooff); (a) Jalur kereta api yang dibangun sebelum1918; (b) Jalur

kereta api yang dibangun setelah 1918; (c) Jaringan jalur kereta api seluruhnya.

(Sumber : Kraak dan Ormelling, 2013)

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/108556/potongan/S1-2017... · Produk dari akhir kartografi adalah peta, peta merupakan penyajian

10

2. Perbandingan tematik.

Perbandingan tematik adalah komparasi yang dilakukan dengan melihat

peta-peta tematik yang berbeda dari daerah yang sama, untuk melihat

distribusi dari informasi geospasial dari tema-tema tersebut apakah sama

atau berbeda.

3. Perbandingan geospasial

Perbandingan geospasial adalah melihat perbedaan berbagai daerah

dalam skala yang sama, untuk melihat kemiripan atau perbedaan pola

tertentu.perbandingan geospasial ini adalah salah satu contohnya dengan

membandingkan dua peta berbeda area namum peta tersebut memiliki

sifat dasar yang sama.

Gambar I.2. Contoh perbandingan tematik ; (a) Sebaran sekolah menengah pertama(SMP) di-

Indonesia Tahun 2015; (b) Daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) Di Indonesia Tahun 2015;

(Sumber : http://egi.data.kemdikbud.go.id/, 2015)

tempat tinggal

terowongan

jembatan

tempat kapal

Pengilangan minyak

Gambar I.3. Contoh perbandingan geospasial pada dua daerah yg berbeda, daerah Solent dan sungai

Thames (menurut Cole dan King, 1968); (a) kedua daerah dalam skala dan orientasi yg benar; (b)

setelah manipulasi orientasi dan skala; (c) kedua daerah telah diskemakan

(Sumber : Kraak dan Ormeling, 2013)

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/108556/potongan/S1-2017... · Produk dari akhir kartografi adalah peta, peta merupakan penyajian

11

I.5.3. Peta berbasis web

Kraak (2001) menyebutkan bahwa peta berbasis web dapat dibagi dalam dua

kategori yaitu peta statis dan peta dinamis. Perbedaan yang mendasar dari dua

kategori peta ini adalah kemampuannya dalam menampilkan peta. Peta berjenis statis

hanya menampilkan data yang telah di atur sedemikian rupa oleh pembuat peta

sehingga pengguna tidak dapat memberikan input dari peta yang disajikan di dalam

web. Kebanyakan dari peta statis ini merupakan hasil dari scan peta yang kemudian

di masukkan kedalam web sehingga peta ini hanya berupa web map view-only.

Berbeda dari peta statis, peta dinamis mempunya kemampuan interaktif

dalam menampilkan peta sehingga peta statis ini dapat memberikan interaksi lebih

kepada pengguna dan peta dibandingkan dengan peta statis. Peta dinamis juga dapat

merepresentasikan perubahan-perubahan. Perubahan yang di maksud adalah

kemampuan interaktif yang dapat membuat peta lebih up to date dalam memberikan

informasi terbaru pada peta tersebut, masukan informasi diberikan dan penyesuaian

oleh pengguna kemudian peta tersebut akan otomatis diperbaharui tanpa harus

melalui server. Secara umum klasifikasi dari peta berbasis web dapat dilihat pada

diagram di bawah ini.

Gambar 1.4 Klasifikasi Peta berbasis web (Sumber: Kraak dan Brown 2000)

Penjelasan dari masing-masing jenis peta pada Gambar I.2. sebagai berikut:

1. Static View Only Map: merupakan tampilan peta dari hasil scan peta aslinya

(hardcopy) dalam format raster (JPG, PNG, dan TIFF) yang dimasukkan

kedalam web. Pengguna hanya dapat melihat tampilan peta tersebut dan tidak

dapat melakukan kontrol peta seperti zooming dan panning.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/108556/potongan/S1-2017... · Produk dari akhir kartografi adalah peta, peta merupakan penyajian

12

2. Static Interactive Map: merupakan peta berbasis web yang peta dasarnya

berasal dari hasil scan peta aslinya. Berbeda dengan peta statis tipe view only,

pengguna dapat melakukan kontrol peta seperti zooming dan panning pada

tampilan peta ini.

3. Dinamic View Only Map: merupakan peta berbasis web yang dibuat

menggunakan script-script pembuat peta. Peta dinamis tipe view only

menyediakan fungsi kontrol peta seperti zooming dan panning namun

pengguna tidak dapat melakukan perintah atau perubahan data pada peta.

4. Dinamic Interactive Map: merupakan peta berbasis web yang dibuat

menggunakan script-script pembuat peta. Pengguna dapat melakukan

perintah dan perubahan data pada peta seperti, zooming, panning, geocoding,

geotagging dan pencarian lokasi.

I.5.4. Metode penuturan cerita (storytelling) dalam geovisualisasi

Visualisasi menurut Kamus besar bahasa Indonesia adalah pengungkapan

suatu gagasan atau perasaan dengan menggunakan bentuk gambar, tulisan (kata dan

angka), peta, grafik, dan sebagainya, dengan pendefinisian tersebut maka tujuan

visualiasi adalah untuk memudahkan dan memberikan pengertian lebih pada suatu

hal. Data keruangan atau yang disebut informasi geospasial yang divisualisasikan

disebut geovisualisasi. Menurut Marzuki (2013), geovisualisasi adalah merupakan

suatu rangkaian informasi yang dimana atribut informasi antara satu dan lainnya

saling berhubungan pada kerangka referensi lokasi permukaan bumi pada peta

sedangka menurut Kraak (2003), geovisualisasi merupakan penggunaan tampilan

data geospasial yang berguna untuk berbagai kepentingan seperti, eksplorasi data

dalam pembuatan hipotesis, pemecahan masalah, dan pengembangan ilmu

pengetahuan.

Metode penuturan cerita (storytelling) merupakan salah satu teknik

geovisualisasi yang sedang dikembangkan. Pada umumnya penuturan cerita memiliki

unsur dalam penulisan yaitu 4W, yaitu What (Apa), Where (Dimana), When (Kapan)

dan Why (Mengapa), Sehingga penulisan suatu informasi geospasial yang ada pada

suatu peta dengan menggunakan tambahan unsur tersebut dapat mempermudah

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/108556/potongan/S1-2017... · Produk dari akhir kartografi adalah peta, peta merupakan penyajian

13

dalam mengkomunikasikan informasi yang ingin disampaikan kepada pengguna peta

tersebut.

Menurut Ho, dkk (2013) menyebutkan geovisualisasi menggunakan metode

penuturan cerita (storytelling) memiliki 3 karakteristik kegiatan utama, yaitu:

1. Eksplorasi data. Kegiatan ini adalah mengumpulkan data-data yang akan

disajikan meliputi data tekstual dan data spasial beserta atributnya.

2. Menceritakan (tell a story). Kegiatan ini integrasi proses geovisualisasi,

analisis yang berbentuk data statistik menjadi sebuah pengetahuan atau

informasi yang diangkat dari data tersebut.

3. Publikasi. Kegiatan ini adalah proses terakhir yaitu publikasi untuk bisa

digunakan oleh pengguna, contoh publikasi yang dilakukan adalah dengan

menggunakan website sebagai media yang mudah diakses semua orang.

Berikut pada Gambar 1.5 menjelaskan hubungan dari konsep geovisualisasi

dengan metode penuturan cerita (storytelling)

Dalam penuturan cerita (storytelling), mengembangkan sebuah cerita

membutuhkan sebuah proses untuk membangun plot atau struktur naratif (Crawford

2005). Riedl dan Young (2006) dalam Aditya (2007) menjelaskan bahwa terdapat 2

model plot dalam pembuatan narasi yaitu model linier dan model bercabang. Model

narasi linier merupakan sebuah narasi yang dimana cerita atau kejadian sudah

tersusun dari awal hingga akhir tanpa adanya kemungkinan pengguna bisa mengubah

cerita tersebut, sedangkan model bercabang adalah model plot narasi yang

Data Analisis dan bercerita Publikasi Halaman Web

Gambar I.5 Hubungan konsep geovisualisasi dengan metode penuturan cerita (storytelling)

Sumber ( Ho, dkk., 2013)

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/108556/potongan/S1-2017... · Produk dari akhir kartografi adalah peta, peta merupakan penyajian

14

memungkin pengguna dapat mengubah alur cerita. Ada 3 model dasar struktur narasi

yang digunakan dalam buku atau atlas (Ormeling 1997), yaitu:

1. Radial. Model radial menceritakan informasi secara bertahap dengan

menggunakan referensi khusus sebagai fokus utama, model radial terbagi

menjadi dua jenis yaitu model sentrifugal dan model sentripetal

2. Linier reguler. Model struktur narasi adalah model yang menganggap

semua aspek topik cerita sama penting dan dan plot cerita diceritakan

secara runtut dan menyeluruh

3. Linier irreguler. Model ini adalah model yang berkebalikan dengan model

linier reguler, model ini menceritakan narasi berdasarkan peristiwa

tertentu mengikuti alur cerita.

Pada Gambar I.6. merupakan gambaran tentang ketiga model dari struktur

narasi.

I.5.5. Pembuatan Story map

Pembuatan story map pada kegiatan aplikatif ini menggunakan salah satu

fitur yang disediakan oleh ESRI pada ArcGIS Online. fitur ini memberikan pengguna

untuk mengkombinasikan peta yang telah dibuat di akun mereka menjadi sebuah peta

narasi yang interaktif. Pengguna juga dapat memasukkan data media seperti foto dan

video sehingga membuat peta ini lebih menjelaskan detail cerita yang ingin

disampaikan untuk pengguna peta atau pembaca peta interaktif itu sendiri.

Gambar I.6 Model struktur narasi pada atlas atau peta: (A) Sentripetal, (B) Sentrifugal,

(C) Linier irregular (Sumber Ormeling, 1997)

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/108556/potongan/S1-2017... · Produk dari akhir kartografi adalah peta, peta merupakan penyajian

15

I.5.5.1 Story map swipe. Story map ini menyajikan template peta yang terbagi dua

dalam satu peta web tunggal, peta tersebut merupakan peta lokasi yang sama tapi

memiliki data atribut yang berbeda. Pengguna dapat menggeser-geser pada swipe

tool yang disediakan untuk membandingkan satu tema peta dan tema lainnya yang

berhubungan sehingga terdapat komparasi visual pada tampilan muka peta

(ArcGIS.com).

Gambar I.7. Story map swipe (Sumber https://storymaps.arcgis.com/en/app-list/ )