BAB I PENDAHULUAN -...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN -...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara
topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan
kemudian mengalirkan ke laut melalui sungai utama (Asdak, 2014). Dalam
ekosistem Daerah Aliran Sungai, dapat diklasifikasikan menjadi daerah hulu,
tengah dan hilir. DAS bagian hulu dicirikan sebagai daerah konservasi, DAS
bagian hilir merupakan daerah pemanfaatan. DAS bagian hulu mempunyai peran
penting terutama dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya
kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk
perubahan debit dan transport sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran
airnya.
Pemanfaatan lahan di DAS Bengawan Solo, khususnya Sub DAS
Dengkeng sebagian besar sudah merupakan kawasan terbuka, yakni untuk lahan
pertanian (47,3%), pekarangan dan pemukiman (32,4%), sementara hanya
sebagian kecil saja masih berwujud tutupan hutan (19,5%) selebihnya
dimanfaatkan untuk hal-hal lain. Kondisi tutupan lahan ini dipengaruhi oleh
jumlah penduduk di DAS Bengawan Solo yang diperkirakan mencapai 14,63 juta
jiwa (Kusmiyarso, 2004).
Keberadaan dan kondisi ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS) atau
sering disebut cekungan sungai merupakan salah satu isu nasional dalam beberapa
tahun terakhir. Hal ini dikarenakan salah satu variabel terjadinya banjir adalah
2
kondisi DAS yang kritis, seperti terjadinya penyimpangan tata guna lahan.
Fenomena tersebut merupakan indikasi rusaknya keseimbangan tata air (water
balance) akibat berkurangnya kemampuan beberapa proses daur hidrologi
(infiltrasi dan daya tampung) sehingga nilai limpasan permukaan pada daerah
aliran sungai (DAS) menjadi lebih besar melewati kapasitas tampung sungai.
Kondisi ini menyebabkan berkurang atau malah hilangnya daerah resapan sebagai
penyangga terhadap beban banjir yang terlalu besar akibat tingginya curah hujan
yang terjadi. Pada sisi lain, kondisi sungai juga sangat mempengaruhi kapasitas
angkut akibat limpasan langsung (run off) dari DAS (Yusuf dkk, 2015).
Pengelolaan DAS bagian hulu seringkali menjadi fokus perhatian,
mengingat dalam suatu kawasan DAS, bagian hulu dan hilir mempunyai
keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi. Kerusakan yang terjadi di DAS bagian
hulu menimbulkan dampak pula di DAS bagian hilir. Seperti eksploitasi hutan di
daerah tangkapan hujan mengakibatkan air hujan yang tadinya dapat ditahan oleh
tutupan hutan, akan langsung mencapai permukaan tanah, yang kemudian
mengalir memenuhi sungai dalam jumlah yang lebih besar, sehingga terjadi
banjir. Berdasarkan penelitian Gunawan (2009) kejadian banjir Desember 2007 di
daerah Surakarta dan Wonogiri sebagian besar berasal dari sungai Dengkeng dan
sungai Samin. Penelitian lainnya tentang banjir di Sub DAS Dengkeng yaitu
menurut Yusuf Adi, dkk (2015) bahwa pada tanggal 22 Februari 2014 intensitas
hujan yang tinggi di daerah Klaten menyebabkan tanggul Sungai Dengkeng di
Kecamatan Gantiwarno jebol. Hal tersebut mengakibatkan puluhan rumah pada
lima kecamatan di Klaten terendam air. Konservasi tanah dan air merupakan salah
3
satu solusi yang dapat dilakukan untuk mengurangi kerusakan lahan yang ada.
Peristiwa adanya banjir merupakan salah satu akibat dari kekritisan lahan.
Peristiwa banjir yang dibiarkan tanpa adanya tindakan konservasi maupun
pencegahan yang tepat dapat terulang kembali dikemudian hari. Pemberian
tindakan konservasi tanah dan air juga perlu disesuaikan dengan karakteristik fisik
pada daerah tersebut. Dari pernyataan-pernyataan di atas penelitian tentang
tingkat kekritisan lahan berdasarkan parameter persentase penutupan vegetasi,
erosi, kelerengan, dan manajemen kawasan (SK.167/V-SET/2004) dan penentuan
alternatif penanganan lahan kritis perlu dilakukan di Sub DAS Dengkeng DAS
Bengawan Solo.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tingkat kekritisan DAS di Sub DAS Dengkeng DAS
Bengawan Solo?
2. Bagaimana faktor-faktor kekritisan lahan di Sub DAS Dengkeng
DAS Bengawan Solo?
3. Bagaimana alternatif penanganan lahan kritis di Sub DAS Dengkeng
DAS Bengawan Solo?
1.3. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui tingkat kekritisan DAS di Sub DAS Dengkeng DAS
Bengawan Solo.
2. Menganalisis faktor-faktor kekritisan lahan di Sub DAS Dengkeng
DAS Bengawan Solo.
4
3. Menentukan alternatif penanganan lahan kritis di Sub DAS
Dengkeng DAS Bengawan Solo.
1.4. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran riil
tentang tingkat kekritisan lahan dan memberikan arahan penggunaan lahan yang
disesuaikan dengan fungsi kawasan (kemampuannya) bagi pemerintah daerah
Kabupaten Klaten dalam mengembangkan dan melaksanakan pembangunan
secara terpadu pada masa mendatang serta masukan dalam penyusunan Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Klaten dalam bentuk peta. Selanjutnya,
diperoleh arahan/acuan bagi Kementerian Kehutanan serta Instansi terkait untuk
menilai dan menyusun klasifikasi Daerah Aliran Sungai.
1.5. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai tingkat kekritisan lahan sudah banyak dilakukan,
antara lain yaitu “Kajian Erosi dan Kekritisan Lahan Untuk Arahan
Konservasi Tanah Di Sub DAS Jebol ” yang dilakukan oleh Ahmad Imam
Riyad Yulinar pada tahun 2007. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut
yaitu overlay peta, perhitungan erosi, prakiraan tingkat bahaya erosi, erosi yang
diperbolehkan, penentuan arahan fungsi kawasan, penentuan tingkat kekritisan
lahan, serta penentuan arahan konservasi tanah.
Keaslian penelitian dapat dibandingkan dengan penelitian - penelitian
yang pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian mengenai tingkat kekritisan lahan
di Sub DAS Dengkeng DAS bengawan Solo belum pernah dilakukan. Adapun
penelitian yang menggunakan analisis yang sama dengan yang digunakan dalam
5
penelitian ini sudah banyak dilakukan. Pada penelitian yang saya lakukan, sumber
dalam parameter dan pemberian skor adalah Peraturan Direktur Jenderal
Rehabilitasi Lahan Dan Perhutanan Sosial Tanggal : 22 September 2004
SK.167/V-SET/2004. Selain itu, dalam penelitian saya menambahkan alternatif
penanganan lahan kritis dengan menggunakan analisis klaster. Penelitian –
penelitian sebelumnya mengenai kekritisan lahan antara lain yaitu :
6
Tabel 1. Penelitian Sebelumnya Mengenai Kekritisan Lahan
Peneliti Judul Tujuan Variabel Hasil
Joko
Nugroho
(2007)
Analisis Neraca
Air di Sub DAS
Gede DAS Serang
Kabupaten Kulon
Progo DIY
1. Mengetahui erosi
potensial.
2. Mengetahui tingkat
bahaya erosi.
3. Mengetahui tingkat
kekritisan lahan.
Erosivitas, erodibilitas, kemiringan
lereng, kedalaman solum tanah,
produktivitas lahan, penutupan tajuk
dan batu-batuan, serta manajemen
kawasan.
1. Erosi dan tingkat
bahaya erosi.
2. Erosi potensial.
3. Tingkat kekritisan
lahan.
Agus
Wuryanto
(2014)
Klasifikasi Daerah
Aliran Sungai
Berdasarkan
Kekritisan Lahan
dan Indeks
Penggunaan Lahan
(Studi Kasus DAS
Brantas).
Melakukan klasifikasi
DAS Brantas berdasarkan
kondisi lahan (aspek lahan
kritis dan penutupan
vegetasi permanen).
Luas lahan kritis, curah hujan, indeks
penggunaan lahan, kemiringan dan
panjang larang.
1. Luas lahan kritis.
2. Luas lahan kritis di
dalam kawasan hutan
lindung.
3. Presentase luas lahan
kritis.
4. Total luas lahan yang
bervegetasi permanen.
Aidy
Huzaini dan
Sri Rahayu
(2013)
Tingkat kekritisan
lahan di
Kecamatan
Gunung Pati Kota
Semarang.
Mengetahui tingkat
kekritisan lahan di
Kecamatan Gunungpati
Kota Semarang.
Tutupan vegetasi, kemiringan lereng,
tingkat abhaya erosi, kondisi
pengelolaan lahan, dan produktivitas
lahan.
1. Klasifikasi fungsi
kawasan.
2. Lahan kritis pada
tahun 2013.
3. Lahan kritis pada
tahun sebelumnya.
4. Perubahan tingkat
kekritisan lahan.