BAB I PENDAHULUAN A. Latar...

14
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) memiliki peranan yang sangat penting bagi perkembangan kegiatan perdagangan di dunia, termasuk Indonesia. Dengan adanya HKI, diharapkan akan memberi kepastian hukum kepada para pencipta, ilmuan, ataupun pelaku usaha. Selain itu, HKI juga mempunyai nilai ekonomis dikarenakan hak nya yang dapat “diperdagangkan”, yaitu dengan memberikan izin terhadap pihak lain untuk memanfaatkan HKI yang ia miliki dengan membayar sejumlah uang setiap waktu yang ditentukan. Maka dari itu, HKI akan mendorong para pelaku usaha untuk membuat dan menjual produk-produk yang terbaik untuk diperdagangkan. Dengan adanya persaingan usaha ini, maka secara otomatis akan meningkatkan ekonomi masyarakat karena adanya perputaran uang yang konstan antara pembeli dan penjual. Perlindungan terhadap HKI sudah sangat mendunia. Contohnya saja, terdapat perjanjian yang bernama The Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (Perjanjian TRIPs) yang dikeluarkan oleh World Trade Organization (WTO), yang mengatur standar minimum sebuah perlindungan HKI di negara-negara anggota WTO. Di Indonesia sendiri, terdapat berbagai macam peraturan perundang-undangan yang melindungi berbagai macam HKI. Ini menandakan bahwa seluruh masyarakat di dunia mengetahui arti penting HKI bagi mereka. Perlindungan yang baik terhadap HKI juga akan mendorong para pelaku

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar...

! 1

BAB I

PENDAHULUAN

A.! Latar Belakang

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) memiliki peranan yang sangat penting

bagi perkembangan kegiatan perdagangan di dunia, termasuk Indonesia. Dengan

adanya HKI, diharapkan akan memberi kepastian hukum kepada para pencipta,

ilmuan, ataupun pelaku usaha. Selain itu, HKI juga mempunyai nilai ekonomis

dikarenakan hak nya yang dapat “diperdagangkan”, yaitu dengan memberikan izin

terhadap pihak lain untuk memanfaatkan HKI yang ia miliki dengan membayar

sejumlah uang setiap waktu yang ditentukan. Maka dari itu, HKI akan mendorong

para pelaku usaha untuk membuat dan menjual produk-produk yang terbaik untuk

diperdagangkan. Dengan adanya persaingan usaha ini, maka secara otomatis akan

meningkatkan ekonomi masyarakat karena adanya perputaran uang yang konstan

antara pembeli dan penjual.

Perlindungan terhadap HKI sudah sangat mendunia. Contohnya saja,

terdapat perjanjian yang bernama The Agreement on Trade-Related Aspects of

Intellectual Property Rights (Perjanjian TRIPs) yang dikeluarkan oleh World Trade

Organization (WTO), yang mengatur standar minimum sebuah perlindungan HKI

di negara-negara anggota WTO. Di Indonesia sendiri, terdapat berbagai macam

peraturan perundang-undangan yang melindungi berbagai macam HKI. Ini

menandakan bahwa seluruh masyarakat di dunia mengetahui arti penting HKI bagi

mereka. Perlindungan yang baik terhadap HKI juga akan mendorong para pelaku

! 2

usaha untuk terus meningkatkan mutu produk-produk mereka agar dapat dikenal

masyarakat luas. Perlindungan yang baik terhadap HKI juga akan menjaga keadilan

dari para pelaku usaha, selain itu masyarakat sebagai konsumen pun akan merasa

terjamin dengan produk-produk yang mereka beli.

Merek, sebagai salah satu dari jenis HKI, mempunyai nilai ekonomis yang

tinggi. Merek digunakaan sebagai identitas dari produk yang diperjual-belikan dan

pelaku usaha itu sendiri. Maka dari itu, pelaku usaha berlomba-lomba membuat

produk terbaik agar merek nya dikenal oleh masyarakat. Menurut pendapat Prof. R.

Soekardono, yang diacu oleh Sadikin OK., merek merupakan suatu tanda yang

mempribadikan sebuah barang tertentu, dimana perlu juga dipribadikan asalnya

barang atau menjamin kualitasnya barang dalam perbandingan dengan barang-

barang sejenis yang dibuat atau diperdagangkan oleh orang-orang atau badan-badan

perusahaan lain.1

Pada prakteknya, pemberian merek terhadap suatu produk dari seseorang

atau badan berfungsi sebagai pembeda dari produk barang/jasa yang sejenis. Nilai

pembeda dari suatu merek dapat dilihat dari gambar, tulisan, bentuk, warna,

sususan huruf maupun kata, atau kombinasi dari semuanya. Dari pengertian diatas

dapat dilihat bahwa selain menjadi identitas, merek juga dipakai sebagai jaminan

atas kualitas suatu produk.

Pemberian merek terhadap suatu produk juga dapat memberikan reputasi

yang baik terhadap pelaku usaha. Merek yang sudah memiliki reputasi yang baik di

masyarakat akan menambah nilai jual suatu produk. Tidak jarang kita menemukan

1 R. Soekardono, 1962, Hukum Dagang Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta, hlm. 149

! 3

bahwa untuk barang yang sama dengan kualitas yang sama, terdapat perbedaan

harga untuk merek yang sudah dikenal masyarakat. Hal ini dikarenakan masyarakat

lebih memilih dan rela membayar lebih terhadap suatu produk dengan merek yang

sudah dikenal dibanding membeli produk dengan merek yang belum dikenal

kualitasnya oleh masyarakat. Oleh sebab itu, sebuah merek dapat menjadi suatu

kekayaan yang berharga secara komersial, bahkan merek suatu perusahaan

seringkali lebih bernilai dibandingkan aset riil perusahaan tersebut.

Merek merupakan hal yang sangat penting dalam kegiatan perdagangan.

Merek membantu pelaku usaha untuk memasarkan produk mereka. Akan menjadi

hal yang sangat sulit bagi pelaku usaha yang akan memasarkan produk yang tidak

memiliki merek, karena tidak mempunyai nilai pembeda dengan produk lain yang

sejenis. Selain itu, akan sulit juga bagi konsumen untuk menilai kualitas dari suatu

produk tanpa merek yang mereka belum pernah coba sebelumnya. Dengan adanya

merek, konsumen dapat secara langsung mengetahui kualitas dari suatu produk

tanpa harus memakai produk tersebut sebelumnya. Hal ini dapat terjadi karena

konsumen sudah mengetahui bahwa merek tertentu selalu memproduksi barang-

barang dengan kualitas tinggi.2

Maka dari itu, seringkali produk-produk dari merek yang sudah mendapat

kepercayaan dari masyarakat ditiru dan dipalsukan oleh pelaku usaha yang lain

yang ingin melakukan persaingan yang tidak sehat.3 Pada era globalisasi,

penggunaan dan pemanfaatan merek-merek terkenal sering terjadi di kegiatan

2 Tim Lindsey, 2003, Hak Kekayaan Intelektual: Suatu Pengantar, Alumni, Bandung, hlm. 131 3 Insan Budi Maulana, 1997, Sukses Bisnis Melalui Merek, Paten, dan Hak Cipta, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 60

! 4

perdagangan dunia. Faktor utama yang mendorong para pelaku usaha untuk

menggunakan dan memanfaatkan merek terkenal tidak lain adalah untuk meraup

keuntungan yang lebih besar dan pasti. Selain itu, persaingan usaha yang sangat

sulit sekarang ini membuat para pelaku usaha untuk memanfaatkan merek-merek

terkenal. Alasan ini yang membuat para pelaku usaha untuk mengambil “jalan

pintas” dalam meraih keuntungan, yaitu dengan menggunakan merek terkenal pada

barang/jasa yang ia perdagangkan.

Banyak sekali alasan bagi pelaku usaha untuk menggunakan dan

memanfaatkan merek-merek terkenal untuk barang/jasa yang ia perdagangkan.

Alasan yang utama antara lain adalah agar produknya lebih mudah untuk dijual.

Para pelaku usaha ini tidak harus mengeluarkan modal yang besar untuk

mengembangkan merek nya sendiri, mereka tidak perlu melakukan riset lapangan

untuk mengetahui keluhan dari konsumennya atas produk yang ia perdangkan.

Mereka tidak perlu melakukan quality control untuk menjaga kualitas produknya

dan nama baik mereknya. Mereka juga tidak perlu repot-repot mengeluarkan uang

yang besar untuk melakukan pengembangan atas produk yang ia perdagangkan agar

selalu sesuai dengan perkembangan zaman. Mereka hanya perlu menggunakan

merek yang sudah terkenal untuk produknya dan menjualnya dengan harga yang

lebih murah dari harga merek terkenal tersebut. Pemanfaatan merek terkenal

dengan cara ini memang sangat efektif, hal ini dikarenakan kepercayaan dan

pengetahuan masyarakat terhadap merek terkenal tersebut. Selain itu, hal ini juga

didukung oleh daya beli konsumen dari tingkat ekonomi yang “pas” namun ingin

tampil gaya dengan merek terkenal tersebut.

! 5

Pemalsuan terhadap merek apabila dibiarkan akan membahayakan

perdagangan. Pelaku usaha yang menjadi korban dari pemalsuan merek akan

menderita kerugian yang sangat besar. Kerugian ini bisa muncul akibat konsumen

yang lebih memilih membeli produk dari pemalsu merek dibandingkan merek asli.

Pemalsu merek pasti akan menggunakan bahan baku dengan kualitas rendah untuk

menekan harga produksi, dan akan menjualnya dengan harga yang sangat murah.

Lain halnya dengan produk asli yang diproduksi menggunakan bahan baku yang

bagus demi mempertahankan kualitas dan reputasi merek. Mayoritas konsumen

akan memilih untuk membeli produk dari pemalsu merek yang berharga rendah

untuk lebih ekonomis.

Kerugian ini dapat menurunkan tingkat penjualan serta pendapatan pelaku

usaha yang merupakan pemilik merek asli. Penurunan pendapatan otomatis akan

mempengaruhi modal pelaku usaha itu. Modal yang kecil akan menghambat

perkembangan kualitas produk, sebab, pelaku usaha pasti akan memotong

pengeluaran, salah satunya dengan cara memotong atau meniadakan anggaran

untuk riset peningkatan mutu produk. Hal ini dapat memperlambat kemajuan

kualitas produk.

Kerugian lainnya yang dapat dirasakan adalah hilangnya kepercayaan

konsumen. Konsumen pasti mengharapkan suatu standar kualitas dari merek-merek

tertentu, apabila para pemalsu merek terus memproduksi barang-barang dengan

kualitas rendah, konsumen yang tidak mengetahui adanya pemalsu merek akan

kecewa dengan produk rendah kualitas yang ia beli dan akan menghindari untuk

membeli produk dari merek tersebut. Akan lebih berbahaya lagi apabila konsumen

! 6

tersebut menghimbau calon konsumen lain untuk membeli dari merek yang sudah

dipalsukan.

Hilangnya kepercayaan konsumen tidak hanya berpengaruh kepada

penurunan penjualan produk – produk yang telah beredar di pasaran. Hal ini juga

berpengaruh pada penjualan produk – produk yang akan dijual kedepannya.

Masyarakat yang sudah tidak percaya lagi dengan merek tertentu, akan cenderung

enggan untuk membeli produk – produk dari merek itu, baik yang sudah ada di

pasaran, maupun yang akan dijual kedepannya.

Produk-produk “bajakan” seperti ini mudah sekali ditemukan di kota-kota

besar, mulai dari pedagang yang ada di pasar, maupun di pusat perbelanjaan.

Produk-produk yang sudah dipalsukan merek nya akan lebih mudah ditemukan di

kota-kota besar sebab perkembangan barang dan jasa kota cenderung lebih cepat,

maka para pemalsu merek pun akan berlomba-lomba untuk menjiplak dan meniru

produk-produk terkini yang beredar di kota. Selain itu konsumen di daerah

perkotaan pun cenderung lebih konsumtif dibanding konsumen yang berada di

pedesaan, sehingga lebih menguntungkan bagi para pemalsu merek untuk menjual

produknya di daerah perkotaan.

Produk-produk yang terlihat asli tapi palsu ini sangat beraneka ragam.

Namun, produk yang paling sering “dipalsukan” merek nya adalah produk busana.

Lebih tepatnya, memalsukan merek busana terkenal. Hal ini mudah sekali dilihat di

pasar bahkan di pusat perbelanjaan di perkotaan. Sebagai contoh, kerap kali kita

melihat pedagang menjual busana atau aksesoris bertuliskan Louis Vuitton, namun

kualitas barang-barang tersebut sangat jauh dibawah dari produk asli. Pemalsuan

! 7

ini merek terkenal beraneka ragam, ada yang cuma menuliskan merek terkenal

tersebut di pakaian atau aksesoris sehingga masih dapat dibedakan antara produk

palsu dan asli, ada juga yang bahkan benar-benar menjiplak model pakaian merek

terkenal, sampai tidak dapat dibedakan dengan produk yang asli, kecuali oleh orang

yang paham dengan produk tersebut.

Tingkat pemalsuan merek terkenal pada busana sangat tinggi. Hal ini

dikarenakan karena produk-produknya yang cenderung mudah dijiplak dan

kebutuhan masyarakat yang tinggi akan busana. Biaya produksi dan tingkat

kesulitan untuk menjiplak produk busana juga tidak tinggi. Tidak perlu orang yang

berkemampuan khusus untuk menjiplak produk busana, seseorang dengan

kemampuan menjahit yang standard dan alat sablon pun dapat memalsukan merek-

merek busana terkenal. Lain halnya dengan memalsukan produk elektronik yang

memerlukan orang dengan kemampuan khusus di bidang elektronik untuk dapat

menjiplak produk dari merek elektronik terkenal, sehingga tidak semua orang dapat

memalsukannya. Biaya produksinya pun cenderung lebih mahal dari biaya produksi

busana.

Salah satu contoh pelanggaran terhadap merek terkenal yang akan dibahas

kali ini adalah sengketa merek terkenal “Pierre Cardin” antara Pierre Cardin,

seorang perancang busana asal Perancis yang menggugat Alexander Satryo

Wibowo dan Pemerintah Republik Indonesia c.q. Departemen Kehakiman dan Hak

Asasi Manusia RI c.q. Direktur Jendral Hak Kekayaan Intelektual c.q. Direktorat

Merek. Kasus ini telah diputus oleh Mahkamah Agung pada tahun 2015 dengan

Putusan Nomor 557 K/PDT.SUS-HKI/2015. Dalam kasus ini, Mahkamah Agung

! 8

beranggapan bahwa merek “Pierre Cardin” milik Alexander memiliki perbedaan,

karena di dalam produk milik Alexander selalu tercantum kata-kata Product by PT.

Gudang Rejeki. Selain itu, karena Alexander merupakan orang pertama yang

melakukan pendaftaran atas merek dagang Pierre Cardin, maka permohonan kasasi

Pierre Cardin tidak dapat diterima.

Berdasarkan kasus diatas, dapat dilihat bahwa masih adanya kejanggalan

dalam penentuan merek terkenal. Dasar apa yang sebenarnya harus dipakai untuk

menentukan pengetahuan umum masyarakat Indonesia terhadap suatu merek

tertentu, bagaimana seorang hakim dapat berkesimpulan bahwa suatu merek tidak

dikenal dalam masyarakat. Selain itu, apakah sebenarnya sistem first to file dalam

pendaftaran merek di Indonesia memberikan kepastian hukum bagi pemilik merek

terkenal yang belum mendaftarkan mereknya di Indonesia. Oleh karena

permasalahan tersebut, maka peneliti mengangkat judul Analisis Yuridis Terhadap

Penggunaan Merek Terkenal Oleh Pihak Lain Di Luar Negara Asal Merek Terkenal

(Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 557 K/Pdt.Sus-Hki/2015 Tentang

Pierre Cardin Melawan Alexander Satryo Wibowo Dan Pemerintah Republik

Indonesia.)

B.! Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah yang

akan dibahas adalah sebagai berikut:

1.! Apakah prinsip “first to file” memberikan kepastian hukum bagi pemilik merek

terkenal yang belum mendaftarkan mereknya di Indonesia?

! 9

2.! Bagaimana sifat “terkenal” dari merek terkenal dinilai?

C.! Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1.! Tujuan Objektif:

a.! Untuk mengetahui dan menganalisis apakah sebenarnya sistem “first to file”

dalam pendaftaran merek memberikan kepastian hukum bagi pemilik merek

terkenal yang belum mendaftarkan mereknya di Indonesia.

b.! Untuk mengetahui dan menganalisis dasar-dasar yang seharusnya dilihat

untuk menentukan sifat “terkenal” dalam sebuah merek yang adil bagi

pemilik merek.

2.! Tujuan Subjektif:

Penelitian dalam penulisan ini dilakukan untuk memenuhi salah satu

syarat kelulusan jenjang pendidikan Strata 1 dalam bidang Ilmu Hukum di

Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

D.! Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran yang dilakukan oleh peneliti di Perpustakaan Fakultas

Hukum Universitas Gadjah Mada, penulisan hukum dengan judul “Analisis Yuridis

Terhadap Penggunaan Merek Terkenal Oleh Pihak Lain Di Luar Negara Asal

Merek Terkenal (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 557 K/Pdt.Sus-

Hki/2015 Tentang Pierre Cardin Melawan Alexander Satryo Wibowo Dan

! 10

Pemerintah Republik Indonesia.)” belum pernah dilakukan. Peneliti mengetahui

bahwa penelitian dengan tema yang sama yaitu Merek Dagang dan HKI sudah

pernah dilakukan sebelumnya namun dengan objek penelitian yang berbeda,

sehingga penelitian ini diharapkan dapat melengkapi hasil penelitian yang telah

ada. Berdasarkan penelusuran kepustakaan di Perpustakaan Fakultas Hukum

Universitas Gadjah Mada dan Internet, ditemukan penelitian hukum berjudul:

1.! Penyelesaian Sengketa Merek Dagang Antara Merek Lokal Terdaftar Melawan

Merek Terkenal (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 61/Pdt.Sus-

HKI/2013 Tentang Forever 21 Melawan Forever 21 Inc.) oleh Yohakim A.

Tampubolon, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2015

2.! Perlindungan Hukum Atas Merek Terkenal Yang Mempunyai Persamaan Pada

Pokoknya Dengan Barang Yang Tidak Sejenis (Studi Putusan Mahkamah

Agung Nomor 762 K/PDT.SUS/2012), oleh Indira Anisa Putri, Fakultas

Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2014;

3.! Analisis yuridis terhadap sengketa antara Yahoo melawan kudunyahoo terkait

dengan hak cipta dan merek, oleh Aryani Damayanti, Fakultas Hukum

Universitas Gadjah Mada pada tahun 2014;

Namun dari penelitian di atas, terdapat perbedaan dengan penulisan

hukum yang dibuat oleh peneliti. Penulisan hukum yang dibuat oleh Yohakim A.

Tampubolon mempunyai dua rumusan masalah, pertama yaitu kesesuaian

perlindungan hukum terhadap merek terkenal dalam Undang-Undang No. 15 Tahun

2001 tentang Merek, TRIPs, dan Konvensi Paris; dan yang kedua apakah putusan

Mahkamah Agung tersebut sudah sesuai dengan Pasal 68 Undang-Undang No. 15

! 11

Tahun 2001 tentang Merek. Ada dua kesimpulan yang diraihnya, pertama belum

ada kesesuaian terhadap perlindungan hukum merek terkenal dengan Undang-

Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, TRIPs, dan Konvensi Paris dikarenakan

belum jelasnya parameter untuk menentukan sifat “terkenal” dari merek terkenal.

Kedua, putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung ia nilai sudah sesuai

dengan Pasal 68 Ayat (1) Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.

Berbeda dengan penelitian yang akan Penulis lakukan, disini Penulis akan lebih

menitikberatkan penelitian terhadap prinsip first to file dalam pendaftaran merek di

Indonesia dan penentuan serta parameter sifat “terkenal” dari merek terkenal.

Penulisan hukum yang dibuat oleh Indira Anisa Putri mempunyai dua

rumusan masalah, pertama yaitu meneliti perlindungan hukum Piaget dan Piaget

Polo yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan barang yang tidak sejenis

dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 762 K/PDT.SUS/2012. Kedua yaitu

meneliti upaya Pemerintah dalam rangka melindungi secara hukum merek terkenal

yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan barang yang tidak sejenis. Atas

penelitian yang ia lakukan, terdapat dua kesimpulan. Pertama yaitu perlindungan

hukum Piaget dan Piaget Polo dalam Putusan Mahkamah Agung tersebut ia nilai

sudah tepat, karena putusan tersebut membatalkan merek yang mempunyai

persamaan pada pokoknya dengan merek dagang terkenal Piaget dan Piaget Polo

dengan mandasarkan kepada itikad tidak baik. Kedua, Pemerintah telah melakukan

upaya perlindungan hukum terhadap merek terkenal yang mempunyai persamaan

pada pokoknya dengan barang tidak sejenis. Upaya tersebut antara lain adalah

adanya pemeriksaan administratif dan substantif seperti yang tercantum dalam

! 12

Pasal 13, 13, 18, dan 19 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek;

adanya pengumuman yang memperbolehkan setiap pihak untuk mengajukan

keberatan atas permohonan pendaftaran merek selama jangka waktu pengumuman;

dan Pemerintah pun berupaya untuk mengumpulkan setiap putusan yang inkracht

yang berkaitan dengan merek terkenal sebagai pembanding untuk pembentukan

peraturan Pemerintah. Berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh

Penulis, disini Penulis memfokuskan terhadap perlindungan hukum atas merek

yang mempunyai kesamaan pada pokoknya dengan merek terkenal yang sejenis,

khusunya kepastian hukum dalam prinsip first to file dalam pendaftaran merek di

Indonesia dan penentuan sifat terkenal dalam merek terkenal.

Penulisan hukum yang dilakukan oleh Aryani Damayanti mempunyai dua

rumusan masalah, pertama ia meneliti apakah merek Kudunyahoo dapat

dikategorikan sebagai pelanggaran prinsip “persamaan pada pokoknya” dalam

Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek terhadap merek terkenal

Yahoo. Kedua, ia meneliti masalah-masalah yang dihadapi dalam penegakkan

hukum terkait hak cipta di media internet. Atas penelitian yang ia lakukan, terdapat

dua kesimpulan. Pertama, tidak ada persamaan pada pokoknya antara Kudunyahoo

dan Yahoo karena perbedaan susunan huruf, susunan kata yang terdapat pada kedua

merek tersebut memiliki daya pembeda, dan pelafalan yang berbeda antara dua

merek tersebut.

Sedangkan dalam penelitian ini, peniliti tidak lagi membahas apakah

Pierre Cardin milik Alexander memiliki persamaan pada pokoknya atau sebagian

dengan Pierre Cardin milik Pierre Cardin, sebab, hakim dalam Mahkamah Agung

! 13

pun mengakui bahwa memang ada persamaan pada pokoknya antara Pierre Cardin

milik Alexander dan Pierre Cardin milik Pierre Cardin, yang lebih ditekankan pada

penelitian ini apakah Pierre Cardin milik Pierre Cardin merupakan merek terkenal

menurut Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 maupun Undang-Undang No. 20

Tahun 2016 dan bagaimana seharusnya penentuan sifat “terkenal” dari merek

terkenal.

Dengan demikian, penulisan hukum dengan judul Analisis Yuridis

Terhadap Penggunaan Merek Terkenal Oleh Pihak Lain Di Luar Negara Asal

Merek Terkenal (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 557 K/Pdt.Sus-

Hki/2015 Tentang Pierre Cardin Melawan Alexander Satryo Wibowo Dan

Pemerintah Republik Indonesia.) adalah asli dan untuk pertama kalinya dilakukan

penulisan hukum.

E.! Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi

kepentingan teoritis maupun kepentingan praktis.

1.! Manfaat Teoritis

Dalam penelitian ini peneliti berharap hasilnya mampu memberikan

penjelasan dan pemahaman mendalam mengenai perlindungan hukum terhadap

merek dagang terkenal asing yang ada di Indonesia berdasarkan Undang-

Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, khususnya

mengenai penentuan sifat terkenal dalam merek terkenal dan asas first to file

! 14

dalam pendafataran merek.

2.! Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan juga mampu memberikan sumbangan

secara praktis, yaitu:

a.! Bagi masyarakat, penelitian ini diharapan mampu meberikan pengetahuan

kepada masyarakat agar lebih memahami pentingnya perlindungan hukum

atas merek dagang; dan

b.! Bagi Pemerintah, penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan

pemikiran dan saran bagi pengembangan Ilmu Hukum, khususnya Hukum

Dagang di bidang HKI.