BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8358/2/T1_312010042_BAB...

12
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, yang bukan negara kekuasaan (machstaat), ini mengartikan bahwa kedaulatan atau kekuasaan tertinggi dalam negara didasarkan kepada hukum. 1 Maka dari itu semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara termasuk dalam penyelenggaraan pemerintahan harus berdasarkan atas hukum. Jimly Asshiddiqie menyampaikan empat prinsip yang secara bersama-sama merupakan ciri-ciri pokok konsep negara hukum (rechtsstaat) yang dirumuskan secara tegas dalam UUD 1945 yaitu pembatasan kekuasaan diatur seperti dengan dirumuskannya prinsip pembagian kekuasaan yang tercermin dalam struktur kelembagaan negara baik vertikal maupun horizontal, ide perlindungan hak asasi manusia dan hak-hak warga-negara, asas legalitas dan prinsip kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, prinsip peradilan bebas yang tidak memihak, dan bahkan kemudian dirumuskan pula ide peradilan administrasi untuk memungkinkan warganegara menuntut hak-haknya atas kekuasaan publik. 2 Pada salah satu unsur diatas mengatakan prinsip kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, prinsip ini tercerminkan dalam UUD 1945 “setiap warga 1 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1986,. hal. 538. 2 Jimly Asshiddiqie, “Undang-Undang Dasar 1945: Konstitusi Negara Kesejahteraan dan Realitas Masa Depan”, pidato diucapkan pada upacara pengukuhan jabatan Guru Besar Tetap Madya pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok: 13 Juni 1998, hal. 5.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8358/2/T1_312010042_BAB...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8358/2/T1_312010042_BAB I.pdfdirumuskannya prinsip pembagian kekuasaan yang tercermin dalam struktur. kelembagaan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

menentukan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, yang

bukan negara kekuasaan (machstaat), ini mengartikan bahwa kedaulatan atau kekuasaan

tertinggi dalam negara didasarkan kepada hukum.1 Maka dari itu semua aspek kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara termasuk dalam penyelenggaraan pemerintahan

harus berdasarkan atas hukum.

Jimly Asshiddiqie menyampaikan empat prinsip yang secara bersama-sama

merupakan ciri-ciri pokok konsep negara hukum (rechtsstaat) yang dirumuskan secara

tegas dalam UUD 1945 yaitu pembatasan kekuasaan diatur seperti dengan

dirumuskannya prinsip pembagian kekuasaan yang tercermin dalam struktur

kelembagaan negara baik vertikal maupun horizontal, ide perlindungan hak asasi manusia

dan hak-hak warga-negara, asas legalitas dan prinsip kesamaan kedudukan dalam hukum

dan pemerintahan, prinsip peradilan bebas yang tidak memihak, dan bahkan kemudian

dirumuskan pula ide peradilan administrasi untuk memungkinkan warganegara menuntut

hak-haknya atas kekuasaan publik.2

Pada salah satu unsur diatas mengatakan prinsip kesamaan kedudukan dalam

hukum dan pemerintahan, prinsip ini tercerminkan dalam UUD 1945 “setiap warga

1 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1986,. hal. 538.

2Jimly Asshiddiqie, “Undang-Undang Dasar 1945: Konstitusi Negara Kesejahteraan dan Realitas Masa

Depan”, pidato diucapkan pada upacara pengukuhan jabatan Guru Besar Tetap Madya pada Fakultas Hukum

Universitas Indonesia, Depok: 13 Juni 1998, hal. 5.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8358/2/T1_312010042_BAB I.pdfdirumuskannya prinsip pembagian kekuasaan yang tercermin dalam struktur. kelembagaan

negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan” (Pasal 28D (3)

dan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan Pasal 6 ayat (1) Huruf (g) dan (h) “asas keadilan dan asas kesamaan

kedudukan dalam hukum dan pemerintahan”. Dari bunyi 2 pasal sebelumnya bisa

disimpulkan bahwa dalam hal mengenai pemerintahan semua orang memiliki hak dan

kedudukan yang sama.

Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan yang mengatur tentang hierarki peraturan perundang-

undangan, menyebutkan jenis dan hierarki perundang-undangan dimaksud adalah sebagai

berikut3 :

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

3. Peraturan Pemerintah;

4. Peraturan Presiden;

5. Peraturan Daerah

Ini merupakan aturan yang kemudian dijabarkan dalam berbagai bidang di Negara

Indonesia, diantaranya dalam bidang Pemerintahan, Pendidikan, Sosial dan lain-lain.

Bidang pemerintahan merupakan salah satu bidang yang tak terlepas dari regulasi

tersebut berbagai peraturan dalam bidang pemerintahan dari pusat sampai daerah

termasuk pula Peraturan Daerah (Perda) juga merupakan jabaran dari ketentuan tersebut.

Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah Propinsi/Kabupaten/Kota

dan tugas pembantuan serta merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-

3 Jenis hierarki peraturan perundang-undangan ini juga diatur dalam Undang-undang No. 12 tahun 2011

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, namun disini pasal 7 dalam Undang-undang No. 12 tahun

2011 hierarki peraturan perundang-undangan dijabarkan sampai pada peraturan daerah provinsi dan yang paling

bawah dalam hierarki peraturan perundang-undangan adalah peraturan daerah kabupaten/kota, sedangkan pada pasal

7 ayat (1) Undang-undang No. 10 tahun 2004 hanya sampai pada peraturan daerah saja.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8358/2/T1_312010042_BAB I.pdfdirumuskannya prinsip pembagian kekuasaan yang tercermin dalam struktur. kelembagaan

undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah.4

Perda adalah semua peraturan yang dibuat oleh pemerintah setempat untuk melaksanakan

peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi derajatnya.5 Secara umum Perda memuat

antara lain:

1. Hal-hal yang berkaitan dengan rumah tangga daerah dan hal-hal yang berkaitan

dengan organisasi pemerintah daerah;

2. Hal-hal yang berkaitan dengan tugas dan pembantuan (Mendebewindl dengan

demikian Perda merupakan produk hukum dari pemerintah daerah dalam rangka

melaksanakan otonomi daerah, yaitu melaksanakan hak dan kewenangan untuk

mengatur dan mengurus urusan rumah tangga sendiri sekaligus juga Perda merupakan

legalitas untuk mendukung Pemerintah Provinsi sebagai daerah otonom.6

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 mengatur beberapa prinsip mengenai

Perda :

1. Kepala Daerah menetapkan Perda dengan persetujuan DPRD;

2. Perda dibentuk dalam penyelenggaraan otonomi, tugas pembantuan dan

penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi;

3. Perda tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, Perda lain, atau

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi;

4 Pasal 136 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 5 Bagir Manan, Menyongvong Fajar Otonomi Daerah, PSH FH UlI, Yogyakarta, 2002, hal. 136. 6 Rosjidi Ranggawidjaja, Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia, Penerbit Mandar Maju,

Bandung, 1998, hal. 23.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8358/2/T1_312010042_BAB I.pdfdirumuskannya prinsip pembagian kekuasaan yang tercermin dalam struktur. kelembagaan

4. Perda dapat memuat ketentuan beban biaya paksaan penegakan hukum atau

pidana kurungan paling lama enam bulan atau denda sebanyakbanyaknya lima

juta rupiah;

5. Keputusan Kepala Daerah ditetapkan untuk melaksanakan Perda;

6. Perda dan Keputusan Kepala Daerah yang mengatur, dimuat dalam lembaran

daerah.

7. Perda dapat menunjuk pejabat tertentu sebagai pejabat penyidik pelanggaran

Perda (PPNS Perda dan Keputusan Kepala Daerah).

Pembentukan Perda yang baik harus berdasarkan pada asas pembentukan

peraturan perundang-undangan. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang

Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan pada pasal pasal 6 ayat (1) mengatakan

“Materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan asas: (a)

Pengayoman; (b) Kemanusian; (c) Kebangasaan; (d) Kekeluargaan; (e) Kenusantaraan;

(f) Bhinneka tunggal ika; (g) Keadilan; (h) Kesamaan kedudukan dalam hukum dan

pemerintah; (i) Ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau (j) Keseimbangan, keserasian,

dan keselarasan”. Dengan demikian Perda harus memcerminkan seluruh asas-asas diatas.

Kabupaten Maluku Tengah – Provinsi Maluku merupakan bagian Integral dari

Negara Indonesia. Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2006 tentang Negeri merupakan salah

satu regulasi Pemerintahan Kabupaten Maluku Tengah. Peraturan Daerah tersebut

tersusun berdasarkan pada sistim Otonomi Daerah yang berlaku di Indonesia.7 Peraturan

Daerah Kabupaten Maluku Tengah No. 1 Tahun 2006 tentang Negeri mengatur tentang

7 Pipin Syariahfudin dan Dedah Jubaedah, Pemerintahan Daerah diIndonesia di lengkapi Undang-Undang

No. 32 Tahun 2004, Pustaka setia, Bandung, 2006, hal 13, 38.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8358/2/T1_312010042_BAB I.pdfdirumuskannya prinsip pembagian kekuasaan yang tercermin dalam struktur. kelembagaan

Kelurahan, Pemerintahan Negeri dan Negeri Administratif. Yang menjadi fokus

penelitian ini adalah aturan Peraturan Daerah yang memuat tentang Pemerintahan Negeri,

Negeri dan Kepala Pemerintah Negeri. Dalam Peraturan Daerah ini termuat segala bentuk

pemerintahan ditingkat Negeri dengan mengacu pada sistim hukum adat setempat.

Salah satu pasal dalam Perda ini mengatakan Negeri dipimpin oleh seorang yang

bergelar raja atau sebutan lain sesuai dengan adat-istiadat, hukum adat dan budaya

setempat. Kemudian selanjutnya diatur bahwa jabatan Kepala Pemerintah Negeri

merupakan Hak dari Matarumah/keturunan tertentu berdasarkan garis keturunan lurus

dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, kecuali dalam hal-hal khusus yang

ditetapkan berdasarkan hasil musyawarah Matarumah/keturunan yang berhak.8

Melihat aturan yang diatur dalam pasal ini menegaskan bahwa Negeri disini

adalah desa adat. Desa adat adalah sebuah kesatuan masyarakat hukum adat yang secara

historis mempunyai batas wilayah dan identitas budaya yang terbentuk atas dasar

teritorial yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat Desa

berdasarkan hak asal usul.9 Dalam kaitan itu, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang

Dasar pasal 18B ayat (2) yang menjelaskan bahwa negara mengakui dan menghormati

kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan

sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik

Indonesia, yang diatur dengan undang-undang. Dengan demikian, hukum yang berlaku di

Indonesia memberikan sebuah jaminan kepada kesatuan masyarakat hukum adat.

8 Pasal 3 ayat (1) dan (2) Peraturan Daerah Kabupaten Maluku Tengah Nomor 1 Tahun 2006 Tentang

Negeri 9 Desa dan Desa adat, Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang

Desa.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8358/2/T1_312010042_BAB I.pdfdirumuskannya prinsip pembagian kekuasaan yang tercermin dalam struktur. kelembagaan

Sistem Pemerintahan Adat di Maluku Tengah yang dilandaskan pada Peraturan

Daerah No. 1 tahun 2006 tentang Negeri mengatakan pemilihan dan penunjukkan kepala

Negeri biasanya berasal dari tingkat tertinggi bangsawan desa. Kedudukan tersebut

cenderung untuk diwariskan secara turun-temurun. Pada masa lampau, putra sulung

menggantikan ayahnya sebagai raja, kecuali jika ia tidak mampu.10 Jadi, hanya orang-

orang tertentu yang bisa menjadi kepala desa yaitu seseorang yang berasal dari keturunan

bangsawan desa dan seorang laki-laki yang bisa memimpin dan menggantikan kepala

desa sebelumnya dari keturunan yang sama, seperti : Patti, seseorang yang kaya yang

pernah dikenal pada Negeri-Negeri di Maluku Tengah, maka hanya keturunan dari Patti

tersebut yang bisa menjadi Kepala Negeri atau desa.11

Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28D ayat (3) yang

mengatur bahwa “setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam

pemerintahan”. Pasal 28D ayat (3) memiliki makna yaitu hak untuk memilih dan dipilih

dalam Pemilihan Umum, hak turut serta dalam pemerintahan secara langsung atau

melalui wakil yang dipilihnya, hak untuk duduk dalam jabatan pemerintahan, serta hak

untuk mengajukan pendapat, permohonan, pengaduan, dan/atau usulan kepada

pemerintah dalam rangka pelaksanaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan efisien.

Undang-undang No. 10 Tahun 2004 pasal 6 ayat (1) huruf (g) dan (h) mengenai

keadilan dan asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan yang mengatur

bahwa dalam Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan

keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara, kemudian tidak boleh berisi hal-

10 Frank L Cooley, Altar and Throne in central moluccan Society, (ter), Tim Satya Karya, Mimbar dan

Takhta, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1961, hal. 225 11 Pasal 3 ayat (1) Penjelasan Perda No. 1 Tahun 2006 Kabupaten Maluku Tengah Tentang Negeri.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8358/2/T1_312010042_BAB I.pdfdirumuskannya prinsip pembagian kekuasaan yang tercermin dalam struktur. kelembagaan

hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras,

golongan, gender, atau status sosial.

Pasal 43 Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang HAM menjelaskan bahwa :

(1) Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum

berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas,

rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

(2) Setiap warga negara dapat diangkat dalam setiap jabatan pemerintahan.

Berdasarkan pasal diatas maka secara langsung dapat dikatakan bahwa

masyarakat di setiap negeri di Kabupaten Maluku Tengah dapat memilih dan dipilih

untuk memimpin di Negeri atau Desa masing-masing tampa harus terdiskriminasi oleh

garis keturunan raja yang hanya diperbolehkan untuk memimpin.

Namun disisi lain Peraturan Daerah No. 1 tahun 2006 tentang Negeri ini dapat

dilihat dari upaya pengembangan kebudayaan hukum adat dilakukan secara terus

menerus sebagaimana telah diamanatkan dalam pasal 32 Undang-Undang Dasar 1945.

Selain telah diamanatkan dalam UUD 1945 Pasal 32, pengakuan pemerintah terhadap

keberadaan hukum adat diatur juga dalam 12 Undang-Undang No 39 Tahun 1999 Pasal 6

(1), yang berbunyi :

“Dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam

masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat,

dan pemerintah”

Desa adalah kesatuan adat yang kewenangan-kewenangan tradisionalnya menurut

pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, yang menegaskan:

12 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Pasal 6 (1)

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8358/2/T1_312010042_BAB I.pdfdirumuskannya prinsip pembagian kekuasaan yang tercermin dalam struktur. kelembagaan

Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum

adat beserta hak-hak tradisioanl sepanjang masih hidup dan sesuai dengan

perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia

yang diatur dalam undang-undang

Norma pasal 18 ayat (2) UUD 1945 berbunyi :

Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Dari pasal diatas berkatain dengan tugas pembantuan maka Pemerintah Daerah

Kabupaten Maluku Tengah dalam melakukan mengakui dan menghormati kesatuan

masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya dalam hal ini dalam pemilihan

kepala negeri atau raja dalam melaksanakan tugas pembantuan tampa mencedrai adat

istiadat yang ada maka dibentuklah Peraturan Daerah Kabupaten Maluku Tengah No. 1

Tahun 2006 tentang Negeri

Eksistensi desa dan kewenangan aslinya ini juga sebenarya harus dijadikan

sebagai salah satu klasifikasi hak-hak asasi manusia (human rights) yang diakui di

Indonesia, yakni hak untuk mempertahankan identitas tradisional dan hak masyarakat

tradisional. Sebagaimana yang tertuang dalam pasal 28I ayat (2) UUD 1945:

Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan

perkembangan zaman dan peradaban.

Hak-hak masyarakat tradisional atas identitas budayanya harus tetap

dipertahankan sebagai upaya perlakuan sebagai manusia yang bersifat kodrati (lex

naturalis).13

13 Bandingkan: Frans Magnis-Suseno, Hak-Hak Asasi Manusia dalam Konteks Sosio-Kultural dan Religi

di Indonesia, dalam: Komisi Nasioanal Hak Asasi Manusia, Hak Asasi Manusia dalam Prespektif Budaya

Indonesia. Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1997, hal. 61.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8358/2/T1_312010042_BAB I.pdfdirumuskannya prinsip pembagian kekuasaan yang tercermin dalam struktur. kelembagaan

Jadi, berdasarkan penjelasan sebelumnya terlihat problematika dalam pengisian

jabatan kepala Negeri berdasarkan pasal 3 ayat (1) dan (2) Peraturan Daerah Kabupaten

Maluku Tengah No. 1 Tahun 2006 tentang Negeri yang menganut hukum adat, yang

mana perlu di kaji oleh penulis apakah bertentangan atau tidak bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk menulis dalam sebuah

penulisan skirpsi: “PROBLEMATIKA PENGISIAN JABATAN KEPALA NEGERI

( STUDI TERHADAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALUKU

TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG NEGERI)”

B. Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang masalah sebelumnya dimana penulis telah

menguraikan dimuka bahwa untuk menjadi kepala Negeri, seserorang tersebut harus

sesuai dengan pasal 3 ayat (1) dan (2) Perda Kab. Maluku Tengah No. 1 tahun 2006

tentang Negeri bahwa Negeri dipimpin oleh seorang yang bergelar raja atau sebutan lain

sesuai dengan adat-istiadat, hukum adat dan budaya setempat. Kemudian selanjutnya

diatur bahwa jabatan Kepala Pemerintah Negeri merupakan Hak dari

Matarumah/keturunan tertentu berdasarkan garis keturunan lurus dan tidak dapat

dialihkan kepada pihak lain, kecuali dalam hal-hal khusus yang ditetapkan berdasarkan

hasil musyawarah Matarumah/keturunan yang berhak.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8358/2/T1_312010042_BAB I.pdfdirumuskannya prinsip pembagian kekuasaan yang tercermin dalam struktur. kelembagaan

Sehubungan dengan itu maka dalam rumusan masalah skripsi penulis adalah:

Apakah ketentuan mengenai pengisian jabatan kepala Negeri bertentangan atau tidak

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan dari penulisan skripsi adalah

untuk menjelaskan mengenai pengisian jabatan kepala Negeri sesuai dengan ketentuan

pasal 3 ayat (1) dan (2) Peraturan Daerah Kabupaten Maluku Tengah Nomor 1 Tahun

2006 Tentang Negeri dalam hubungannya dengan peraturan perundang-undangan yang

lebih tinggi.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran atau

memberikan solusi dalam bidang hukum tata negara terkait dengan hubungan

antara paraturan dengan peraturan perundang-undangan lain yang lebih tinggi.

Dalam hal ini pasal 3 ayat (1) dan (2) Peraturan Daerah Kabupaten Maluku

Tengah Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Negeri yang menjelaskan mengenai

pengisian kepala Negeri.

Dengan demikian pembaca atau calon peneliti lain akan semakin mengetahui

tentang hubungan antara paraturan yang lebih rendah dengan peraturan

perundang-undangan lain yang lebih tinggi.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8358/2/T1_312010042_BAB I.pdfdirumuskannya prinsip pembagian kekuasaan yang tercermin dalam struktur. kelembagaan

b. Dapat dijadikan pedoman bagi para pihak atau peneliti lain yang ingin mengkaji

secara mendalam berkaitan dengan masalah yang penulis utarakan diatas.

2. Manfaat Praktis

Memberikan pemahaman kepada masyarakat terutama masyarakat Kabupaten

Maluku Tengah mengenai aturan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Kabupaten

Maluku Tengah mengenai pengisian kepala Negeri. Dengan pemahaman-pemahaman

tersebut masyarakat akan lebih mengerti dan memahami aturan-aturan yang akan

mengatur masyarakat-masyarakat di Kabupaten tersebut.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum (legal research). Penelitian

hukum (legal research) adalah menemukan kebenaran koherensi, yaitu adakah aturan

hukum sesuai norma hukum dan adakah norma yang berupa perintah atau larangan itu

sesuai dengan prinsip hukum, serta apakah tindakan (act) seseorang sesuai dengan

norma hukum (bukan hanya sesuai aturan hukum) atau prinsip hukum.14

2. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

perundang-undangan (statute approach).

3. Metode Pengumpulan Bahan Hukum

14 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Kencana, Jakarta, 2005, hal. 47

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8358/2/T1_312010042_BAB I.pdfdirumuskannya prinsip pembagian kekuasaan yang tercermin dalam struktur. kelembagaan

Bahan hukum diperoleh dari:

a. Bahan Hukum Primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya

mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-

undangan yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang

Desa, Peraturan Daerah Kabupaten Maluku Tengah Nomor 1 Tahun 2006

Tentang Negeri dan catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan

perundang-undangan.

b. Bahan Hukum Sekunder yang terutama adalah buku-buku hukum termasuk

skripsi, tesis, dan disertasi hukum dan jurnal-jurnal hukum.15

c. Bahan Hukum Tersier, bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder dengan memberikan pemahaman dan pengertian atas

bahan hukum lainnya. Dapat berupa Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus

Hukum, dan buku-buku mengenai Ilmu Politik, Ekonomi, Sosiologi, Filsafat,

Kebudayaan ataupun laporan-laporan penelitian non-hukum dan jurnal-juranal

non-hukum sepanjang mempunyai relevansi dengan topik penelitian.16

15 Ibid, hlm. 195.

16 Ibid, hlm. 204.