1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8772/3/T1_672012719_Full... · maupun...

13
1 1. Latar Belakang Indonesia mempunyai kompleksitas dalam fenomena cuaca dan iklim. Atmosfer diatas Indonesia sangat kompleks dan pembentukan awannya sangat unik. Secara latitudinal dan longitudinal, Indonesia dibawah pengaruh kekuasaan sirkulasi ekuatorial dan monsunal yang sangat berbeda karakteristiknya. Beberapa kenyataan ini menunjukkan curah hujan di Indonesia sangat labil, kompleks, dan memiliki variabilitas yang sangat besar, sehingga meskipun ketepatan prediksi sangat penting, namun hingga saat ini sangat sulit diprediksi secara akurat dengan metode peramalan tradisional. Bahkan dalam bidang klimatologi, curah hujan di Indonesia menjadi salah satu faktor yang paling sulit diramalkan secara akurat[1]. Pengetahuan tentang sifat dan karakteristik hujan dapat menjadi salah satu informasi penting dalam menyikapi kondisi iklim pada berbagai aktivitas ekonomi masyarakat diberbagai sektor, khususnya pertanian. Dalam tataran operasional, kebutuhan untuk mengetahui curah hujan di masa mendatang mendorong pentingnya dilakukan prediksi iklim khususnya prediksi curah hujan. Curah hujan yang tidak menentu pada musim kemarau sangat berisiko buruk terhadap berbagai sektor yang bergantung pada kondisi iklim dan cuaca[2]. Para petani memprediksikan curah hujan dengan hanya melihat kondisi iklim dan curah hujan pada periode satu tahun sebelumnya sebagai acuan (cross sectional). Besarnya curah hujan, kondisi iklim dan masa tanam sama dengan tahun lalu. Menanggapi ketidaktepatan atau ketidakpastian prediksi pola curah hujan saat ini, maka dilakukan prediksi untuk meningkatkan keakurasian pola hujan dengan metode Time Series. Time Series menggunakan data masa lalu untuk mengestimasi keadaan yang akan datang[3]. Dalam hal ini, seluruh kekuatan yang membentuk pola data masa lalu diasumsikan tidak berubah sehingga perilaku data dimasa yang akan datang diharapkan tidak banyak berbeda dari periode waktu yang digunakan sebagai dasar estimasi. Secara teoritits dalam analisa Time Series yang paling menentukan adalah kualitas data atau keakuratan dari data yang diperoleh serta periode dari data tersebut dikumpulkan[4]. Prediksi curah hujan menggunakan pendekatan metode Time Series (Exponential Smoothing) serta menentukan kriteria iklim dan penjabaran kegiatan pertanian menurut Oldeman. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan bulanan dari Stasiun Geofisika Banjarnegara dari bulan Januari tahun 2000 sampai dengan bulan November tahun 2013. Hasil prediksi curah hujan digunakan sebagai prediksi acuan dalam menentukan curah hujan bulanan dan kriteria sifat hujan untuk kegiatan pertanian di Banjarnegara. Pemodelan dari klasifikasi iklim di wilayah Banjarnegara berdasarkan klasifikasi iklim menurut Oldeman. 2. Tinjauan Pustaka Time Series merupakan model yang digunakan untuk memprediksi masa depan dengan menggunakan data historis. Dengan kata lain, model Time Series mencoba melihat apa yang terjadi pada suatu kurun waktu tertentu dan

Transcript of 1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8772/3/T1_672012719_Full... · maupun...

Page 1: 1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8772/3/T1_672012719_Full... · maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian

1

1. Latar Belakang

Indonesia mempunyai kompleksitas dalam fenomena cuaca dan iklim.

Atmosfer diatas Indonesia sangat kompleks dan pembentukan awannya sangat

unik. Secara latitudinal dan longitudinal, Indonesia dibawah pengaruh kekuasaan

sirkulasi ekuatorial dan monsunal yang sangat berbeda karakteristiknya. Beberapa

kenyataan ini menunjukkan curah hujan di Indonesia sangat labil, kompleks, dan

memiliki variabilitas yang sangat besar, sehingga meskipun ketepatan prediksi

sangat penting, namun hingga saat ini sangat sulit diprediksi secara akurat dengan

metode peramalan tradisional. Bahkan dalam bidang klimatologi, curah hujan di

Indonesia menjadi salah satu faktor yang paling sulit diramalkan secara akurat[1].

Pengetahuan tentang sifat dan karakteristik hujan dapat menjadi salah satu

informasi penting dalam menyikapi kondisi iklim pada berbagai aktivitas ekonomi

masyarakat diberbagai sektor, khususnya pertanian. Dalam tataran operasional,

kebutuhan untuk mengetahui curah hujan di masa mendatang mendorong

pentingnya dilakukan prediksi iklim khususnya prediksi curah hujan. Curah hujan

yang tidak menentu pada musim kemarau sangat berisiko buruk terhadap berbagai

sektor yang bergantung pada kondisi iklim dan cuaca[2].

Para petani memprediksikan curah hujan dengan hanya melihat kondisi

iklim dan curah hujan pada periode satu tahun sebelumnya sebagai acuan (cross

sectional). Besarnya curah hujan, kondisi iklim dan masa tanam sama dengan

tahun lalu. Menanggapi ketidaktepatan atau ketidakpastian prediksi pola curah

hujan saat ini, maka dilakukan prediksi untuk meningkatkan keakurasian pola

hujan dengan metode Time Series.

Time Series menggunakan data masa lalu untuk mengestimasi keadaan

yang akan datang[3]. Dalam hal ini, seluruh kekuatan yang membentuk pola data

masa lalu diasumsikan tidak berubah sehingga perilaku data dimasa yang akan

datang diharapkan tidak banyak berbeda dari periode waktu yang digunakan

sebagai dasar estimasi. Secara teoritits dalam analisa Time Series yang paling

menentukan adalah kualitas data atau keakuratan dari data yang diperoleh serta

periode dari data tersebut dikumpulkan[4]. Prediksi curah hujan menggunakan

pendekatan metode Time Series (Exponential Smoothing) serta menentukan

kriteria iklim dan penjabaran kegiatan pertanian menurut Oldeman. Data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan bulanan dari Stasiun

Geofisika Banjarnegara dari bulan Januari tahun 2000 sampai dengan bulan

November tahun 2013.

Hasil prediksi curah hujan digunakan sebagai prediksi acuan dalam

menentukan curah hujan bulanan dan kriteria sifat hujan untuk kegiatan pertanian

di Banjarnegara. Pemodelan dari klasifikasi iklim di wilayah Banjarnegara

berdasarkan klasifikasi iklim menurut Oldeman.

2. Tinjauan Pustaka

Time Series merupakan model yang digunakan untuk memprediksi masa

depan dengan menggunakan data historis. Dengan kata lain, model Time Series

mencoba melihat apa yang terjadi pada suatu kurun waktu tertentu dan

Page 2: 1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8772/3/T1_672012719_Full... · maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian

2

menggunakan data masa lalu untuk memprediksi. Contoh dari model Time Series

ini antara lain Moving average, Exponential Smoothing dan proyeksi trend.

Metode Exponential Smoothing digunakan ketika data menunjukan adanya

trend dan perilaku musiman. Untuk menangani musiman, telah dikembangkan

parameter persamaan ketiga yang disebut metode “Holt-Winters” sesuai dengan

nama penemunya. Metode ini dijadikan cara untuk meramalkan data yang

mengandung faktor musiman dan metode ini dapat menangani faktor musiman

secara langsung[5].

Metode ini digunakan untuk pola data musiman (seasonal). Metode ini

merupakan lanjutan dari metode Holt dua parameter. Perbedaannya hanya pada

penambahan satu parameter untuk nilai musiman (seasonality). Nilai musiman ini

diperoleh dari perkalian antara seasonal indeks (Yt/At) dengan konstanta musiman

γ kemudian ditambahkan dengan perkalian nilai musiman sebelumnya (St-L)

dengan (1-γ). Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Pemulusan eksponential

2. Perkiraan kecenderungan

3. Perkiraan nilai musiman

4. Peramalan pada perioda 5 adalah sebagai berikut:

Keterangan :

At= Nilai Pemulusan baru

α= Konstanta pemulusan (0<α<1)

Yt= Nilai Peramalan Aktual pada periode t

β= Konstanta pemulusan trend (0<β<1)

T1= Nilai perkiraan trend

γ= Konstanta pemulusan seasonal

St= Nilai seasonal perkiraan

p= periode peramalan

L = Panjang Musiman

Yt+p= Nilai peramalan pada periode berikutnya

Pengujian asumsi dilakukan melalui plot sisaan standar, plot ACF dan uji

Ljung-Box. Jika semua nilai ACF dari sisaan berada pada batas kritisnya dapat

disimpulkan bahwa galat at dan galat sebelumnya tidak berkorelasi. Pengujian

asumsi dilakukan melalui “uji Ljung-Box” dengan hipotesis :

H0: galat at dan galat sebelumnya tidak berkorelasi, atau E[at at-k] = 0, k = 1, 2, …,

H1: terdapat korelasi antara galat at dan galat sebelumnya.

Page 3: 1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8772/3/T1_672012719_Full... · maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian

3

dan statistik ujinya adalah

Dengan n menyatakan ukuran data time series, nilai acf sampel pada lag

ke-i, untuk i = 1,2,...,K dan K adalah maksimum lag yang digunakan, K dapat

dipilih bebas tetapi cukup besar, misal K 5. Untuk n , statistik dapat

diaproksimasi oleh distribusi chi-square dengan derajat kebebasan K – p – q.

Jika p-value lebih besar dari taraf tertentu maka H0 tidak dapat ditolak,

artinya galat at dan galat sebelumnya tidak berkorelasi.

H0 ditolak jika p-value < α

H0 ditolak jika LB > atau p-value <α [6].

Studi ini memprediksikan curah hujan yang akan datang, mengingat hujan

merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik menurut waktu

maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas

bagi kegiatan pertanian secara umum, oleh karena itu klasifikasi iklim untuk

wilayah Indonesia (Asia Tenggara umumnya) seluruhnya dikembangkan dengan

menggunakan curah hujan sebagai kriteria utama. Beberapa sistem klasifikasi

iklim yang sampai sekarang masih digunakan dan pernah digunakan di Indonesia

antara lain adalah Sistem Klasifikasi Koppen, Sistem Klasifikasi Mohr, Sistem

Klasifikasi Schmidt-Ferguson, Sistem Klasifikasi Bakosurtanal, dan Sistem

Klasifikasi Oldeman [7].

Klasifikasi Iklim Oldeman didasarkan kepada jumlah kebutuhan air oleh

tanaman, terutama pada tanaman padi dan palawija. Penyusunan tipe iklimnya

berdasarkan jumlah bulan basah yang berlangsung secara berturut-turut. Oldeman,

L.R (1980) mengungkapkan bahwa kebutuhan air untuk tanaman padi adalah 150

mm per bulan sedangkan untuk tanaman palawija adalah 70 mm/bulan, dengan

asumsi bahwa peluang terjadinya hujan yang sama adalah 75% maka untuk

mencukupi kebutuhan air tanaman padi 150 mm/bulan diperlukan curah hujan

sebesar 220 mm/bulan, sedangkan untuk mencukupi kebutuhan air untuk tanaman

palawija diperlukan curah hujan sebesar 120 mm/bulan, sehingga menurut

Oldeman suatu bulan dikatakan bulan basah apabila mempunyai curah hujan

bulanan lebih besar dari 200 mm dan dikatakan bulan kering apabila curah hujan

bulanan lebih kecil dari 100 mm. Lamanya periode pertumbuhan padi terutama

ditentukan oleh jenis/varietas yang digunakan, sehingga periode 5 bulan basah

berurutan dalan satu tahun dipandang optimal untuk satu kali tanam, jika lebih

dari 9 bulan basah maka petani dapat melakukan 2 kali masa tanam. Jika kurang

dari 3 bulan basah secara berurutan, tidak dapat membudidayakan padi tanpa

irigasi tambahan. Penjabaran tipe utama klasifikasi iklim (Tabel 1) dan sub divisi

klasifikasi iklim (Tabel 2) serta penjabaran kegiatan pertanian menurut Oldeman

disajikan pada Tabel 3 [8].

Tabel 1 Tipe Utama Klasifikasi Iklim Oldeman

Tipe Utama Bulan Basah Berturut-turut

A

B

C

D

E

> 9

7 – 9

5 – 6

3 – 4

< 3

Page 4: 1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8772/3/T1_672012719_Full... · maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian

4

Keterangan :

Iklim A. Iklim yang memiliki bulan basah lebih dari 9 kali berturut-turut

Iklim B. Iklim yang memiliki bulan basah 7-9 kali berturut-turut

Iklim C. Iklim yang memiliki bulan basah 5-6 kali berturut-turut

Iklim D. Iklim yang memiliki bulan basah 3-4 kali berturut-turut

Iklim E. Iklim yang memiliki bulan basah kurang dari 3 kali berturut-turut

Tabel 2 Sub Divisi Klasifikasi Iklim Oldeman

Sub divisi Bulan Kering Berturut-turut

1

2

3

4

< 2

2 – 3

4 – 6

> 6

Keterangan :

Sub divisi 1. Jika terdapat bulan kering kurang dari 2 kali berturut-turut

Sub divisi 2. Jika terdapat bulan kering 2-3 kali berturut-turut

Sub divisi 3. Jika terdapat bulan kering 4-6 kali berturut-turut

Sub divisi 4. Jika terdapat bulan kering lebih dari 6 kali berturut-turut

Tabel 3 Penjabaran Kegiatan Pertanian Berdasarkan Klasifikasi Oldeman

Tipe Iklim Penjabaran

A1, A2 Sesuai untuk Padi terus menerus tetapi produksi kurang karena pada

umumnya kerapatan fluks radiasi surya rendah sepanjang tahun. B1 Sesuai untuk Padi terus menerus dengan perencanaan awal musim

tanam yang baik. Produksi tinggi bila panen musim kemarau.

B2, B3 Dapat tanam Padi dua kali setahun dengan varitas umur pendek dan

musim kering yang pendek cukup untuk tanaman palawija.

C1 Tanam Padi dapat sekali dan palawija dua kali setahun.

C2, C3, C4 Tanam Padi dapat sekali dan palawija dua kali setahun. Tetapi

penanaman palawija yang kedua harus hati-hati jangan jatuh pada

bulan kering.

D1 Tanam Padi umur pendek satu kali dan biasanya produksi bisa tinggi

karena kerapatan fluks radiasi tinggi. Waktu tanam palawija.

D2, D3, D4 Hanya mungkin satu kali Padi atau satu kali palawija setahun tergantung pada adanya persediaan air irigasi.

E Daerah ini umumnya terlalu kering, mungkin hanya dapat satu kali

palawija, itupun tergantung adanya hujan.

Zona A dapat ditanami padi terus menerus sepanjang tahun. Zona B hanya dapat

ditanami padi 2 periode dalam setahun. Zona C, dapat ditanami padi 2 kali panen

dalam setahun, dimana penanaman padi yang jatuh saat curah hujan di bawah 200

mm per bulan dilakukan dengan sistem gogo rancah. Zona D, hanya dapat

ditanami padi satu kali masa tanam. Zona E, penanaman padi tidak dianjurkan

tanpa adanya irigasi yang baik.

3. Metode Penelitian

Tahapan alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 1 :

Page 5: 1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8772/3/T1_672012719_Full... · maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian

5

Gambar 1 Alur Penelitian

Tahap pertama yang dilakukan pada penelitian ini adalah pengambilan

data, dimana data diperoleh dari pencatatan alat di Stasiun Geofisika Banjarnegara

dari bulan Januari tahun 2000 sampai dengan bulan November tahun 2013 yang

disajikan pada Tabel 4.

Gambar 2 Wilayah Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah

Tabel 4 Data Curah Hujan Bulanan Kab. Banjarnegara Tahun 2000 s/d 2013 (14Tahun) Terakhir

Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

2000 343 203 811 383 231 81 2 21 41 408 583 551

2001 342 337 547 621 188 52 180 0 93 814 393 249

2002 343 203 811 383 231 81 2 21 41 408 563 551

2003 687 462 588 314 196 48 0 12 72 379 599 559

2004 799 292 458 414 343 46 66 0 81 145 534 892

2005 414 367 441 365 267 222 101 197 267 477 418 784

2006 673 595 205 534 369 36 49 4 0 29 203 591

2007 178 313 465 393 214 137 38 17 13 156 547 653

2008 392 242 481 553 279 64 2 73 55 695 582 278

2009 671 514 408 305 363 185 28 0 46 271 502 331

2010 654 625 664 479 515 233 457 247 597 487 665 328

2011 212 268 717 518 304 105 77 0 41 250 912 462

2012 819 559 149 296 213 147 6 0 4 213 673 802

2013 618 283 292 610 221 182 262 50 16 214 218

Mulai

Pengambilan data

Perancangan sistem untuk prediksi dan validasi dengan menggunakan tool R

Prediksi curah hujan dengan metode Time Series (Exponential Smoothing)

Menampilkan hasil prediksi dalam bentuk tabel dan grafik

Selesai

Page 6: 1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8772/3/T1_672012719_Full... · maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian

6

Perancangan sistem untuk prediksi dan validasi dilakukan setelah

didapatkan data-data yang diperlukan. Pada penelitian ini aplikasi menggunakan

tool R dari http://cran-r.project. Metode yang digunakan adalah Time Series

(exponential smoothing) untuk menerapkan model peramalan dan pemrosesan

data. Hasil prediksi yang akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik yang

nantinya akan digunakan untuk mengklasifikasikan iklim dan penjabaran kegiatan

pertanian.

Gambar 3 Desain Arsitektur Model

Gambar 3 menunjukkan desain arsitektural model, secara umum model

dapat dilihat pada tiga bagian ini, yaitu:

1. Data dalam .csv, yaitu adalah data aktual curah hujan di Kabupaten

Banjarnegara, Jawa Tengah periode tahun 2000-2013.

2. Proses analisis curah hujan menggunakan Time Series, dengan metode

prediksi untuk peramalan menggunakan Holt-Winters Exponential Smoothing

dan pengujian hipotesis menggunakan Uji Ljung-Box.

3. Visualisasi digunakan untuk memvisualisasikan hasil penelitian seperti tabel

dan grafik.

Untuk pemrosesan data prediksi curah hujan menggunakan tool R. Data hasil

peramalan curah hujan divisualisasikan dalam bentuk tabel dan grafik untuk

mengklasifikasikan iklim dan penjabaran kegiatan pertanian di Kabupaten

Banjarnegara.

4. Hasil dan Pembahasan

Pada penelitian ini data awal yang akan diolah adalah data curah hujan

bulanan Kabupaten Banjarnegara dari bulan Januari tahun 2000 sampai dengan

bulan November tahun 2013, sebagaimana visualisasi dalam bentuk grafik atau

plot disajikan pada Gambar 4.

Page 7: 1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8772/3/T1_672012719_Full... · maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian

7

Gambar 4 Grafik Data Curah Hujan Bulanan Kab. Banjarnegara 2000-2013

Gambar 5 Output dari HoltWinters ( )

Gambar 5 menunjukkan nilai estimasi parameter alpha pada data awal.

Output dari HoltWinters ( ) mengatakan bahwa nilai estimasi parameter alpha

pada data curah hujan adalah 0.076. Dari keterangan diatas, telah disimpan output

dari HoltWinters ( ) fungsi dalam daftar variable "Curah Hujan Banjarnegara

forecasts". Secara default, HoltWinters ( ) membuat perkiraan untuk periode

waktu yang sama yang dicakup oleh time series asli. Sehingga prakiraan juga

untuk tahun yang sama yang disajikan pada Gambar 6. dan Plot Time Series asli

terhadap perkiraan Gambar 7.

Gambar 6 Perkiraan Untuk Periode Waktu yang Sama

Gambar 7 Plot Time Series Asli Terhadap Perkiraan

Page 8: 1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8772/3/T1_672012719_Full... · maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian

8

Selanjutnya menentukan nilai awal untuk prediksi di HoltWinters ( )

dengan menggunakan fungsi "l.start" parameter. Untuk membuat perkiraan

dengan nilai awal diatur ke 337 (nilai time series diatas). Ditunjukkan pada

Gambar 8.

. Gambar 8 Nilai Awal Prediksi HoltWinters ( )

Berikut adalah "perkiraan" paket R untuk periode waktu yang akan datang.

Fungsi forecast.HoltWinters ( ) memberikan perkiraan, interval prediksi 80% dan

interval prediksi 95% untuk ramalan. Curah hujan diperkirakan untuk bulan

Desember 2013 adalah sekitar 512 mm, dengan interval prediksi 95% dari (170,

854) dan untuk bulan berikutnya. Ditunjukkan pada Gambar 9.

Gambar 9 Perkiraan Untuk Periode Waktu yang Akan Datang

Pada Gambar 10 untuk prakiraan 2014-2015 diplot sebagai garis biru,

interval prediksi 80 % area abu-abu tua, dan interval prediksi 95 % area abu-abu

yang lebih cerah.

Gambar 10 Plot Prakiraan Curah Hujan Tahun 2014-2015

Program R untuk pengujian prediksi meliputi plot sisaan standar

(standardized residual) Jika fluktuasi sisaan terjadi disekitar 0 dan bergerak

disuatu kisaran nilai tertentu maka dapat dikatakan bahwa asumsi rataan nol dan

variansi konstan sudah terpenuhi (Gambar 11). Dengan plot ACF dan PACF

(hanya sedikit yang berada diluar batas signifikansi (standart error)), dan plot p-

Page 9: 1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8772/3/T1_672012719_Full... · maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian

9

value uji Ljung-Box (Jika p-value lebih besar dari taraf alpha (nilai p-value adalah

0,1602 dan nilai alpha 0,076). Ditunjukkan pada Gambar 12 dan Gambar 13.

Gambar 11 Plot Sisaan Standar

Gambar 12 uji Ljung-Box

Gambar 13 Plot ACF

Gambar 14 adalah gambar grafik yang menyajikan grafik aktual, yang

menunjukkan grafik fit (nilai data periode lalu garis warna hitam), grafik interval

prediksi 95% (ditunjukkan pada garis warna biru) dan grafik forecast (nilai

peramalan periode sebelumnya dan periode yang akan datang, ditunjukkan garis

warna merah).

Gambar 14 Grafik Aktual

Dari data prediksi curah hujan di Kabupaten Banjarnegara, maka dapat

diketahui kapan terjadinya BB, BL dan BK dengan estimasi dan prediksi (Point

Forecast) curah hujan perbulan pada periode tahun 2014-2015 pada Tabel 5.

Page 10: 1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8772/3/T1_672012719_Full... · maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian

10

Tabel 5 Curah Hujan Perbulan Pada Periode Tahun 2014-2015

Time

Point

Forecast Lo 80 Hi 80 Lo 95 Hi 95

Dec-13 512.319889 288.597316 736.0425 170.16574 854.474

Jan-14 489.893018 265.484926 714.3011 146.69046 833.0956

Feb-14 359.44187 134.325008 584.5587 15.15534 703.7284

Mar-14 422.342601 196.493474 648.1917 76.93617 767.749

Apr-14 445.821988 219.216871 672.4271 99.25937 792.3846

May-14 245.476734 18.091682 472.8618 -102.27869 593.2322

Jun-14 94.578763 -133.610381 322.7679 -254.40642 443.5639

Jul-14 72.98774 -156.029851 302.0053 -277.26444 423.2399

Aug-14 12.580007 -217.290576 242.4506 -338.97671 364.1367

Sep-14 59.400534 -171.347763 290.1488 -293.49853 412.2996

Oct-14 292.945666 61.294762 524.5966 -61.33382 647.2252

Nov-14 514.479833 281.901275 747.0584 158.78162 870.178

Dec-14 506.691711 268.43293 744.9505 142.30635 871.0771

Jan-15 484.26484 245.047208 723.4825 118.41304 850.1166

Feb-15 353.813693 113.612092 594.0153 -13.54295 721.1703

Mar-15 416.714423 175.503615 657.9252 47.81433 785.6145

Apr-15 440.19381 197.94844 682.4392 69.71149 810.6761

May-15 239.848557 -3.456833 483.1539 -132.25493 611.952

Jun-15 88.950585 -155.440378 333.3415 -284.81314 462.7143

Jul-15 67.359562 -178.142609 312.8617 -308.10361 442.8227

Aug-15 6.951829 -239.687263 253.5909 -370.25011 384.1538

Sep-15 53.772356 -194.029435 301.5741 -325.20778 432.7525

Oct-15 287.317488 38.327163 536.3078 -93.48035 668.1153

Nov-15 508.851655 258.646915 759.0564 126.19653 891.5068

Tahun 2014 : Jumlah Bulan Basah (BB) Berturut-turut adalah 8 bulan, Bulan

Lembab (BL) Berturut-turut adalah 0 bulan, Bulan Kering (BK) Berturut-turut

adalah 4 bulan.

Klasifikasi Tipe Utama Iklim menurut Oldeman seperti yang disajikan

pada Tabel 1 berdasarkan pada jumlah bulan basah secara berturut-turut

dan jumlah bulan kering secara berturut-turut dalam satu tahun, Klasifikasi

Tipe Utama Iklim di wilayah Banjarnegara tahun 2014 adalah tipe B.

Klasifikasi Sub Divisi Iklim menurut Oldeman seperti yang disajikan pada

Tabel 2 berdasarkan pada jumlah bulan basah secara berturut-turut dan

jumlah bulan kering secara berturut-turut dalam satu tahun, di wilayah

Banjarnegara tahun 2014 adalah Sub Divisi 3.

Tipe iklim menurut Oldeman untuk prediksi di wilayah Banjarnegara pada

periode tahun 2014 adalah B3 dengan periode masa tanam 7-8 bulan, yang artinya

Page 11: 1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8772/3/T1_672012719_Full... · maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian

11

dapat tanam padi dua kali setahun dengan varietas umur pendek dan musim kering

yang pendek cukup untuk palawija (disajikan pada Tabel 3).

Tabel 6 Kriteria sifat hujan (Criteria of rainfall characteristic)

No. Sifat

Hujan

Kriteria Keterangan

1 Tahun

Basah

> 115% Jika nilai perbandingan curah hujan tahunan

terhadap rata-ratanya lebih besar dari 115%.

2 Tahun

Normal

85 – 115% Jika nilai perbandingan curah hujan tahunan

terhadap rata-ratanya antara 85-115%.

3 Tahun

Kering

>85% Jika nilai perbandingan curah hujan tahunan

terhadap rata-ratanya kurang dari 85%.

Perhitungan berdasarkan kriteria sifat hujan (Criteria of rainfall characteristic)

seperti yang disajikan pada Tabel 6, nilai perbandingan curah hujan tahunan

terhadap rata-rata pada 14 tahun periode sebelumnya adalah

Kriteria sifat hujan untuk tahun 2014 di wilayah Banjarnegara seperti yang

disajikan pada Tabel 6, sifat hujan diwilayah Banjarnegara merupakan kriteria

Tahun Normal. Prediksi curah hujan sangat penting bagi sektor pertanian

diwilayah Banjarnegara yang sebagian besar wilayahnya adalah lahan tegalan

(disajikan pada Gambar 15), yaitu lahan kering yang bergantung pada pengairan

air hujan yang ditanami tanaman musiman atau tahunan. Jika musim kemarau

lahan tegalan akan kering dan sulit untuk ditumbuhi tanaman pertanian. Curah

hujan lokal yang beragam yang sering terjadi di Banjarnegara disebabkan adanya

perbedaan kondisi topografi (Gambar 16), karena adanya pegunungan dan

perbukitan yang menyebabkan penyebaran hujan tidak merata. Diketinggian lebih

dari 600m diatas permukaan laut, umumnya curah hujan paling banyak turun.

Sumber : Badan Pertanahan Nasional Kab. Banjarnegara

Gambar 15 Peta Lahan Kabupaten Banjarnegara

Page 12: 1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8772/3/T1_672012719_Full... · maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian

12

Gambar 16 Peta Topografi Kabupaten Banjarnegara

5. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan

bahwa dengan menggunakan metode peramalan Time Series (exponential

smoothing) dapat menghasilkan peramalan hampir mendekati fluktuasi rata-rata

nilai dari curah hujan periode pada tahun-tahun sebelumnya dengan menggunakan

data yang dikumpulkan dalam satu series waktu. Peramalan metode exponential

smoothing untuk menghitung curah hujan merupakan salah satu cara untuk

memperkirakan curah hujan pada periode yang akan datang.

Sektor pertanian di Kabupaten Banjarnegara sangat bergantung pada curah

hujan yang terjadi, mengingat sebagian besar lahan pertaniannya berupa lahan

tegalan karena wilayah Banjarnegara berada di daerah pegunungan dan

perbukitan.

6. Daftar Pustaka

[1] Indrabayu . (2001). Prediksi Curah Hujan Di Wilayah Makassar Menggunakan

Metode Wavelet – Neural Network. http://journal.unhas.ac.id/. Diakses tanggal

8 Januari 2014.

[2] Adhani, Gita. (2013). Pendugaan Curah Hujan Musim Kemarau Menggunakan

Data Southern Oscillation Index Dan Suhu Permukaan Laut NINO3.4 Dengan

Metode Support Vector Regression. http://repository.ipb.ac.id/. Diakses tanggal

8 Januari 2014.

[3] Maghfiroh, Niswatul. (2012). Peramalan Jumlah Wisatawan Di Agrowisata

Kusuma BAatu Menggunakan Metode Analisis Spektral. http://digilib.its.ac.id/.

Diakses tanggal 8 Januari 2014.

[4] Martisunu, Dwi . (2012). Pengolahan data statistika Analisa Time Series.

http://stti.i-tech.ac.id/. Diakses tanggal 8 Januari 2014.

[5] Raharja, Alda. (2013). Penerapan Metode Exponential Smoothing Untuk

Peramalan Penggunaan Waktu Telepon Di PT.TELKOMSEL DIVRE3

Surabaya. http://blog.ub.ac.id/. Diakses tanggal 10 Januari 2014.

[6] Nurhayati, Nunung.(2011). Uji Diagnostik. http://nunung.blog.unsoed.ac.id/.

Diakses 12 Januari 2014.

Page 13: 1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8772/3/T1_672012719_Full... · maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian

13

[7] Sudrajat, Ayi. (2009). Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-

Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumberdaya Iklim Dalam Pengelolaan

Sumberdaya Alam Di Sumatera Utara. http://repository.usu.ac.id/. Diakses 12

Januari 2014.

[8] Kusuma Dewi, Nur. (2005). Kesesuaian Iklim Terhadap Pertumbuhan

Tanaman. http://publikasiilmiah.unwahas.ac.id/. Diakses 12 Januari 2014.

[9] Versani, J. (2002). simpleR - Using R for Introductory Statistics.

http://www.math.csi.cuny.edu/Statistics/R/simpleR/Simple. Diakses tanggal

12 Januari 2014.

[10] Kuhnert, P. and B. Venables. (2005). An Introduction to R: Software for

Statistical Modelling & Computing. CSIRO Australia. http://cran.r-project.org/.

Diakses tanggal 14 Januari 2014.

[11] Runtunuwu, E. dan H. Syahbuddin. (2007). Perubahan Pola Curah Hujan dan

Dampaknya Terhadap Periode Masa Tanam. Jurnal Tanah dan Iklim No.

26/2007.