BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...Maanyan dan Suku Dayak Lawangan,2 sedangkan Adat Rukun...

13
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara hukum (rechtsstaat), hal ini secara tegas dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 1 ayat (3). Dengan demikian, Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) pasti bukanlah negara atas kekuasaan, kebudayaan, tradisi maupun hukum adat. Oleh karena itu, kedudukan hukum harus ditempatkan diatas segala galanya dan setiap perbuatan seharusnya sesuai dengan aturan hukum tanpa terkecuali. Disisi lain, Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki ragam budaya lokal yang menjadi ciri khas suatu daerah tertentu. Budaya lokal merupakan nilai nilai lokal asli yang tumbuh dari suatu kelompok masyarakat dan terbentuk secara alami dan diperoleh melalui proses belajar dari waktu ke waktu yang berupa tradisi, pola pikir atau hukum adat. Kabupaten Barito Selatan khususnya merupakan salah satu bagian dari daerah Provinsi Kalimantan Tengah dengan mayoritas masyarakat Suku Dayak yang terdiri dari Suku Dayak Taboyan, Suku Dayak Bayan, Suku Dayak Maanyan, Suku Dayak Dusun, Suku Dayak Dusun Bayan, Suku Dayak Ngaju, Suku Dayak Bakumpai, Suku Dayak Lawangan dan Suku Dayak Bawo. 1 Agama dan kepercayaan yang dianut pun beragam seperti Islam, Kristen, Katolik, Budha, 1 Wikipedia Indonesia, Kabupaten Barito Selatan, diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Barito_Selatan (diakses tanggal 3 November 2016)

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...Maanyan dan Suku Dayak Lawangan,2 sedangkan Adat Rukun...

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Negara Indonesia adalah Negara hukum (rechtsstaat), hal ini secara tegas

    dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 1 ayat (3). Dengan

    demikian, Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) pasti bukanlah

    negara atas kekuasaan, kebudayaan, tradisi maupun hukum adat. Oleh karena itu,

    kedudukan hukum harus ditempatkan diatas segala – galanya dan setiap perbuatan

    seharusnya sesuai dengan aturan hukum tanpa terkecuali.

    Disisi lain, Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki ragam budaya

    lokal yang menjadi ciri khas suatu daerah tertentu. Budaya lokal merupakan nilai

    – nilai lokal asli yang tumbuh dari suatu kelompok masyarakat dan terbentuk

    secara alami dan diperoleh melalui proses belajar dari waktu ke waktu yang

    berupa tradisi, pola pikir atau hukum adat.

    Kabupaten Barito Selatan khususnya merupakan salah satu bagian dari

    daerah Provinsi Kalimantan Tengah dengan mayoritas masyarakat Suku Dayak

    yang terdiri dari Suku Dayak Taboyan, Suku Dayak Bayan, Suku Dayak

    Maanyan, Suku Dayak Dusun, Suku Dayak Dusun Bayan, Suku Dayak Ngaju,

    Suku Dayak Bakumpai, Suku Dayak Lawangan dan Suku Dayak Bawo.1 Agama

    dan kepercayaan yang dianut pun beragam seperti Islam, Kristen, Katolik, Budha,

    1 Wikipedia Indonesia, Kabupaten Barito Selatan, diakses dari

    https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Barito_Selatan (diakses tanggal 3 November 2016)

    https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Barito_Selatan

  • dan Hindu/Kaharingan. Selain agama dan kepercayaan yang dianut oleh Suku

    Dayak, adapula adat yang dianut Suku Dayak Kabupaten Barito Selatan ialah

    Adat Wadian dan Adat Rukun Kematian Hindu/Kaharingan. Adat Wadian adalah

    upacara pengobatan pada Suku Dayak Bawo, Suku Dayak Dusun, Suku Dayak

    Maanyan dan Suku Dayak Lawangan,2 sedangkan Adat Rukun Kematian

    Hindu/Kaharingan adalah upacara kematian yang meliputi upacara adat

    Ngalangkang, Nambak, Ngatet Panuk, Wara, Wara Myalimbat, Ijambe, Bontang,

    Kedaton, Manenga Lewu dan Marabia.3 Rangkaian Upacara Adat ini hanya boleh

    dilaksanakan oleh masyarakat Suku Dayak Taboyan, Suku Dayak Dusun Bayan,

    Suku Dayak Maanyan, Suku Dayak Ngaju yang menganut agama

    Hindu/Kaharingan. Salah satu Adat Rukun Kematian Hindu/Kaharingan yang

    masih sering dilaksanakan oleh masyarakat Suku Dayak Taboyan dan Suku

    Dayak Dusun Bayan di Barito Selatan adalah tradisi Upacara Adat Wara yang

    merupakan upacara sakral bagi masyarakat penganut AgamaHindu/Kaharingan

    karena bersumber dari ajaran agama itu sendiri.

    Upacara Adat Wara ini adalah upacara adat kematian yang dilakukan oleh

    masyarakat penganut Agama Hindu/Kaharingan untuk menghantarkan arwah

    leluhur ketempat paling akhir yang disebut Lewu Tatau (surga),4 dalam rangka

    membagikan “harta benda” kepada arwah kakek, nenek atau orang tua atau

    2 Wikipedia Indonesia, Wadian, diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Wadian

    3 Wikipedia Indonesia, Adat Rukun Kematian Kaharingan, diakses dari

    https://id.wikipedia.org/wiki/Adat_rukun_kematian_Kaharingan (diakses tanggal 3 November

    2016)

    4 Dayak Barito, Wara Upacara Sakral DAyak Dusun, diakses dari

    http://dayakbarito.blogspot.co.id/2012/05/wara-upacara-sakral-dayak-dusun.html (diakses 3

    tanggal November 2016)

    https://id.wikipedia.org/wiki/Adat_rukun_kematian_Kaharinganhttp://dayakbarito.blogspot.co.id/2012/05/wara-upacara-sakral-dayak-dusun.html

  • saudara dari keluarga yang menyelenggarakan upacara adat ini. Pembagian harta

    benda tersebut dilambangkan dalam bentuk sesajen (sejenis persembahan) berupa

    makanan dan minuman, sesuai dengan makanan dan minuman kebiasaan arwah

    orang yang diupacarai. Selain makanan dan minuman, ada pula hewan yang

    dikorbankan dalam upacara adat ini sesuai dengan petunjuk Kandong/Wadian

    Wara. Kandong/Wadian Wara merupakan rohaniawan Agama Hindu/Kaharingan

    yang berperan sebagai pemandu upacara adat dan penghantar doa kepada Tuhan

    untuk menghantarkan arwah orang yang diupacarai. Upacara adat dilakukan

    hanya satu kali oleh pihak keluarga yang menyelengarakan dengan rangkaian

    ritual adat yang berlangsung selama 7 (tujuh) hari/malam. Majelis Dewan Agama

    Hindu/Kaharingan menentukan waktu pelaksanaan Upacara Adat Wara ialah

    antara tanggal 1 Juni sampai dengan 30 Agustus pada tahun yang direncanakan,5

    dengan tanggal yang ditentukan oleh pihak keluarga yang melaksanakan upacara

    adat ini. Selama upacara adat berlangsung, berbagai rangkaian ritual adat

    disajikan dalam Upacara Adat Wara ini, salah satunya adalah Ritual Adat Kaleker

    Diau.

    “Kaleker Diau adalah permainan dimana pihak dari

    penyelenggara ritual adat menyediakan 4 (empat) lapak yang

    digunakan untuk permainan dadu, kemudian masyarakat sekitar

    tempat berlangsungnya upacara adat tersebut dapat ikut bermain

    dengan mempertaruhkan sejumlah uang untuk menebak angka

    dadu yang akan keluar”.6

    Problematika yang terjadi didalam ritual adat Kaleker Diau ini ialah adanya

    permainan Dadu Gurak yang mengandung unsur perjudian. Seperti yang diketahui

    5 Hasil Musyawarah Daerag Bidang Upacara Ritual Agama Hindu Kaharingan

    Kabupaten Barito Selatan tahun 2013, hal.2.

    6 Ibid., hal.3.

  • pada umumnya, perjudian merupakan suatu permainan dengan memakai uang

    sebagai taruhan dan menurut Pasal 303 tiap – tiap permainan dimana pada

    umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada peruntungan belaka.

    Cara permainan Dadu Gurak itu sendiri menggukan 2 (dua) mata dadu dan

    diletakan dalam sebuah wadah tertutup kemudian diguncang oleh seseorang yang

    bertindak sebagai Bandar. Sebelum wadah yang berisikan 2 (dua) mata dadu

    dibuka, pemain yang merupakan masyarakat sekitar lokasi upacara adat

    berlangsung dan mengikuti permainan Dadu Gurak dengan ikut serta

    mempertaruhkan uang kemudian meletakkan sejumlah uang dengan jumlah yang

    tidak ada batasnya diatas lapak sesuai dengan gambar mata dadu yang ditebak

    akan keluar. Kemudian Bandar akan membuka wadah mata dadu setelah

    diguncang untuk melihat angka mata dadu yang keluar. Apabila pemain

    mempertaruhkan uang diatas gambar mata dadu yang keluar, maka pemain

    dianggap menang dan uang taruhan dikembalikan 2 (dua) kali lipat kepada

    pemain, sedangkan apabila permain mempertaruhkan uang diatas gambar mata

    dadu yang tidak sesuai dengan mata dadu yang keluar maka uang taruhan

    kemudian diambil oleh Bandar.

    Dilihat dari pemaparan definisi perjudian biasa pada umumnya dan

    kemudian dibandingkan dengan cara permainan Dadu Gurak, maka

    mengakibatkan adanya kesulitan memisahkan antara permainan Dadu Gurak

    dalam ritual Adat Kaleker Diau yang sebenarnya dengan permainan judi biasa

    dikarenakan terkait erat dengan Upacara Adat Wara dan masyarakat pun

    menganggapnya sebagai tradisi.

  • Hal tersebut kemudian akan memunculkan pandangan berbeda antara

    budaya lokal yang sudah menjadi tradisi dengan hukum modern berupa hukum

    positif yang berlaku saat ini. Ketika ditinjau dari kepercayaan, adat istiadat dan

    keagamaan, khususnya penganut Agama Hindu/Kaharingan bahwa rangkaian

    kegiatan ini ialah tidak dapat terpisahkan atau dihapuskan dari ritual adat

    sedangkan dipandang dari hukum positif rangkaian kegiatan ini mengandung

    unsur perjudian.

    Ditinjau dari kepentingan nasional, penyelenggaraan perjudian merupakan

    suatu tindak pidana yang mempunyai ekses yang negatif dan merugikan terhadap

    moral masyarakat. Menurut prespektif hukum sendiri, perjudian merupakan suatu

    tindak pidana, hal tersebut diatur didalam KUHP Pasal 303 KUHP jo. Pasal 2

    Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian :

    (1) Dipidana dengan pidana penjara selama – lamanya sepuluh tahun atau denda sebanyak – banyaknya dua puluh lima juta

    rupiah, barang siapa dengan tidak berhak :

    a. Dengan sengaja mengadakan atau memberi kesempatan berjudi sebagai mata pencahariannya, atau dengan

    sengaja turut campur dalam perusahaan main judi;

    b. Dengan sengaja mengadakan atau memberi kesempatan berjudi kepada umum atau dengan sengaja turut campur

    dalam perusahaan perjudian itu, biarpun diadakan atau

    tidak diadakan suatu syarat atau cara dalam memakai

    kesempatan itu ;

    c. Turut main sebagai mata pencaharian. (2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan itu dalam

    pekerjaannya, maka dapat dicabut haknya melakukan

    pekerjaan itu;

    (3) Main judi berarti tiap – tiap permainan, yang kemungkinannya akan menang pada umumnya tergantung

    pada untung – untungan saja, juga kalau kemungkinan itu

    bertambah besar karena pemain lebih pandai dan atau lebih

    cakap. Main judi mengandung juga segala pertaruhan

    tentang keputusan perlombaan atau permainan lain, yang

    tidak diadakan oleh mereka yang turut berlomba atau main

    itu, dengan juga segala pertaruhan lain.

  • Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7

    Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian:

    (1) Diancam dengan pidana paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sepuluh juta rupiah;

    1. barangsiapa menggunakan kesempatan main judi, yang diadakan dengan melanggar ketentuan Pasal 303;

    2. barangsiapa ikut serta main judi dijalan umum atau dipinggir jalan umum atau ditempat yang dapat

    dikunjungi umum, kecuali kalau ada izin dari penguasa

    yang berwenang yang telah member izin untuk

    mengadakan perjudian itu.

    (2) Jika ketika melakukan pelanggaran belum lewat dua tahun sejak ada pemidanaan yang menjadi tetap karena salah satu

    dari pelanggaran ini dapat dikenakan pidana penjara paling

    lama enam tahun atau pidana denda paling banyak lima

    belas juta rupiah.

    Walaupun perjudian dilarang dan diancam dengan hukuman pidana, masih

    saja dalam Upacara Adat Wara ini diadakannya ritual adat yang mengandung

    unsur perjudian. Hal ini dikarenakan masyarakat adat menganggap bahwa

    permainan dadu dalam Kaleker Diau bukanlah suatu permainan judi melainkan

    salah satu syarat ritual adat yang harus dilaksanakan agar Upacara Adat Wara

    sempurna sesuai dengan tradisi yang sudah ada sejak jaman dahulu kala atau sejak

    munculnya kepercayaan Agama Hindu/Kaharingan.

    Mengacu kepada Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7

    Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2

    Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian maka

    Ritual Kaleker Diau telah memenuhi rumusan delik didalam Pasal 303 KUHP Jo.

    Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan

    Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang

    Penertiban Perjudian sehingga ritual ini dikatakan telah memenuhi unsur melawan

    hukum secara formil. Terkait dengan melawan hukum secara formil, Andi

  • Hamzah mengatakan bahwa melawan hukum secara formil diartikan bertentangan

    dengan Undang – Undang yang mana suatu perbuatan telah mencocoki rumusan

    delik maka dikatakan telah melawan hukum secara formil.7

    Dengan tepenuhinya unsur rumusan delik didalam Pasal 303 KUHP Jo.

    Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan

    Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang

    Penertiban Perjudian, maka pada dasarnya ketentuan pidana dapat diterapkan

    didalam Ritual Kaleker Diau ini. Hal tersebut sesuai dengan diberlakukannya asas

    Teritorial dalam Pasal 2 KUHP yang menyakan bahwa ketentuan pidana dalam

    perundang – undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan

    sesuatu tindak pidana di Indonesia.

    Namun pada kenyataanya dalam penegakan hukumnya terdapat kendala

    yang menjadi dilema didalam penegakan hukum positif terhadap rangkaian

    upacara adat ini. Perbedaan persepsi terhadap suatu pandangan antara budaya

    lokal yang telah menjadi suatu adat sakral dan disertai dengan pemahaman Suku

    Dayak penganut Agama Hindu/Kaharingan yang sangat berpegang teguh kepada

    kepercayaan agama dan adat yang dianut, maka apabila ritual Adat Kaleker Diau

    tidak dilaksanakan atau dihapuskan maka pihak keluarga yang melaksanakan

    upacara Adat Wara menganggap bahwa tidak terpenuhinya syarat ritual adat dari

    upacara adat tersebut. Akibat dari tidak terpenuhinya syarat tersebut akan ada

    musibah yang ditanggung oleh pihak keluarga yang mengadakan upacara adat,

    7Andi Hamzah, Asas – Asas Hukum Pidana di Indonesia & Perkembangannya, PT.

    Sofmedia, Jakarta, 2012, hlm.177.

  • karena ketika ritual adat ini tidak dilaksanakan maka dianggap sebagai utang

    terhadap arwah yang diupacarai.

    Dengan adanya kepercayaan yang diyakini oleh masyarakat adat Suku

    Dayak terkait dengan pelaksanaan adat Agama Hindu/Kaharingan, maka tidak ada

    pihak yang berani untuk bertanggungjawab atas musibah yang diperoleh apabila

    Ritual Adat Kaleker Diau ini ditiadakan atau dihapuskan. Hal tersebut yang

    kemudian menjadi batu sandungan oleh pihak Kepolisian maupun Pemerintah

    Daerah Barito Selatan dalam penegakan hukum postif yang berlaku di Negara

    Indonesia.

    Berdasarkan pertimbangan dan fenomena di atas maka penulis merasa

    tertarik untuk mengangkat judul skripsi tentang “EFEKTIVITAS PASAL 303

    DAN PASAL 303 bis KUHP TERHADAP PERMAINAN DADU GURAK

    DALAM UPACARA ADAT WARA DI BARITO SELATAN”.

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka Penulis menguraikan

    rumusan masalah sebagai berikut:

    1. Apakah perjudian Dadu Gurak dalam Upacara Adat Wara Di Barito

    Selatan merupakan Tindak Pidana ?

    2. Bagaimana sikap Kepolisian terhadap Permainan Dadu Gurak didalam

    Upacara Adat Wara Di Barito Selatan?

  • C. Tujuan Penelitian

    Dalam suatu kegiatan penelitian pada dasarnya memiliki suatu tujuan

    tertentu yang hendak dicapai. Adapun tujuan dari penelitian yang ingin dicapai

    (the goal of the research) oleh Penulis untuk mengetahui sesungguhnya tentang:

    1. Untuk mengetahui Perjudian Dadu Gurak dalam Upacara Adat Wara Di

    Barito Selatan merupakan Tindak Pidana atau bukan.

    2. Untuk mengetahui sikap Kepolisian terhadap permainan Dadu Gurak

    dalam Upacara Adat Wara Di Barito Selatan dikaitkan dengan Pasal

    303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang

    Penertiban Perjudian dan Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang –

    Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian.

    D. Manfaat Penelitian

    1. Manfaat Akademis

    Hasil penulisan penelitian ini diharapkan dapat menambah

    pengembangan wawasan dan memberi konstribusi pemikiran bagi

    pengembangan ilmu Hukum khususnya Hukum Pidana.

    2. Manfaat Praktis

    Hasil penulisan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

    pemikiran yuridis yang berkaitan dengan penegakan hukum positif yang

    berlaku di Negara Indonesia dalam pemberantasan tindak pidana

    perjudian dalam Upacara Adat.

    3. Hasil penulisan penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap

    penelitian – penelitian sejenis untuk tahap berikutnya.

  • E. Metode Penelitian

    Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini yaitu:

    1. Metode Penelitian

    Metode Penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian

    Sosio Legal Study yang mana metode ini menitikberatkan kepada

    perilaku individu atau masyarakat dalam kaitannya dengan hukum.

    Metode penelitian ini mengenai implemenasi ketentuan hukum normatif

    (undang – undang)8 yang dalam penelitian ini berupa KUHP, dalam

    penerapannya pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam

    suatu masyarakat dan berproses dimasyarakat (living law) yang

    kemudian diharmonisasikan dengan efektivitas hukum yang berlaku di

    Indonesia;

    2. Teknik Analisis Data

    Teknik analisi data yang digunakan Penulisdalam penelitian ini ialah

    menggunakan analisi data kualitatif dimana data yang telah peroleh

    kemudian dikaitkan dengan teori sebagai bahan penjelas.9

    3. Jenis Data

    a. Data Primer yaitu data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti

    dilapangan melalui responden dengan cara observasi dan wawancara

    kepada responden secara lansung10 terkait dengan permasalahan

    8 Idtesis, Metode Penelitian Hukum Empiris dan Normatif, diakses dari

    https://idtesis.com/metode-penelitian-hukum-empiris-dan-normatif/. (diakses tanggal 3 November

    2016)

    9 Beni Ahmad Saebaini, Metode Penelitian Hukum, Pustaka

    Setia,Bandung,2008,hlm.101.

    10Ibid., hlm.103.

    https://idtesis.com/metode-penelitian-hukum-empiris-dan-normatif/

  • yang diteliti, agar dapat memperoleh data akurat dan konkret.

    Observasi dilakukan secara langsung dimana penulis langsung terjut

    ke lokasi dilaksanakannya Upacara Adat Wara dan wawancara

    dilakukan secara langsung maupun melalui telepon seluler oleh

    penulis kepada responden;

    b. Data Skunder yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan

    terhadap berbagai macam literatur yang berkaitan dengan masalahan

    yang diteliti11 Penulis, seperti Undang – Undang, buku – buku, hasil

    penelitian, artikel dan sumber lainnya yang berkaitan dengan

    masalah dan tujuan penelitian.

    4. Teknik Pengumpulan Data

    a. Wawancara

    Teknik yang digunakan untuk memperoleh data terkait dengan

    penelitian ini ialah dengan cara berinteraksi dengan responden,

    dalam penelitian ini yang menjadi responden ialah masyarakat

    penganut agama Hindu/Kaharingan di Barito Selatan, Penetua Adat

    Dayak Barito Selatan, Majelis Daerah Agama Hindu Kaharingan

    Barito Selatan, pihak Kepolisian Barito Selatan dan Pemerintah

    Daerah Barito Selatan seperti Anggota DPRD Barito Selatan, Kepala

    Bagian Hukum dan HAM Kantor Pemerintahan Daerah (PEMDA)

    Barito Selatan guna mencari data dan menggali informasi untuk

    menghasilkan jawaban terkait dengan malasalah yang diteliti.

    b. Studi Pustaka

    11Ibid., hlm.104.

  • Teknik yang digunakan untuk memperoleh data terkait dengan

    penelitian ini ialah dengan cara membaca serta mengkaji berbagai

    macam literatur12 yang relevan yang berhubungan langsung dengan

    masalah yang diteliti, dalam penelitian ini Penulis menggunakan

    Undang - Undang dan buku – buku yang dijadikan sebagai landasan

    teroritis dalam pemecahan masalah yang diteliti.

    5. Langkah – Langkah Penelitian :

    a. Pemilihan Kasus

    Dalam penulisan ini, penulis memilih untuk meneliti suatu ritual

    Adat Rukun Kematian Hindu/Kaharingan yang berupa Upacara Adat

    Wara yang salah satu rangkaian upacaranya adalah Ritual Adat

    Kaleker Diau. Didalam Ritual Adat Kaleker Diau tersebut, adanya

    permainan Dadu Gurak yang mengandung unsur perjudian.

    b. Pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis dalam penelitian ini

    ialah observasi dan wawancara. Penulis melakukan observasi pada

    saat upacara adat terjadi dan wawancara kepada masyarakat

    penganut agama Hindu/Kaharingan di Barito Selatan yang

    melaksanakan upacara adat tesebut. Kemudian untuk lebih

    mengetahui secara mendail terkait dengan asal-muasal upacara dat

    dan apasaja ritual adat yang disajikan, penulis mengumpulkan data

    melalui wawancara kepada Penetua Adat Dayak Barito Selatan dan

    Majelis Daerah Agama Hindu Kaharingan Barito Selatan. Terkait

    dengan perizinan dalam pelaksanaan upacara adat, penulis

    12Beni Ahmad Saebaini, op.cit., hlm. 105.

  • memperoleh data melalui pihak Kepolisian Resot Barito Selatan.

    Terkait dengan aturan hukum yang mengatur tentang ketentuan

    pelaksanaan upacara adat ini, penulis memperoleh data dari

    Pemerintah Daerah Barito Selatan seperti Anggota DPRD Barito

    Selatan dan Kepala Bagian Hukum dan HAM Kantor Pemerintah

    Daerah (PEMDA) Barito Selatan.

    c. Analisis Data

    Setelah melalui proses pengumpulan data, penulis menganalisis data

    yang telah diperoleh dengan mengacu kepada teori – teori yang

    digunakan didalam penelitian ini, seperti tujuan hukum positif

    terkhususnya tentang kepastian hukum, sifat melawan hukum formil

    dan sifat melawan hukum materiil dalam Hukum Pidana, Mazab

    Sejarah Hukum oeh Von Savigny, teori penegak hukum dan unsur

    delik – delik dalam Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang

    Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan Pasal 303 bis

    KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang

    Penertiban Perjudian.

    d. Penulisan Hasil Penelitian

    Setelah data dianalisis dengan mengaitkan kepada teori – teori yang

    digunakan, penulis membuat hasil penelitian untuk menjawab

    rumusan masalah dalam penelitian ini. Kemudian penulis membuat

    kesimpulan atas penelitian ini dan memberikan saran dalam

    memecahkan masalah apabila terjadi kasus yang serupa.