Upacara Adat Kematian.docx

24
Kematian Suku Minahasa Sesaat setelah seseorang meninggal warga sekitar (jaga,kolom/RT) gotong royong membantu keluarga bangun bangsal , menyiapkan konsumsi bagi para pekerja yang membangun bangsal dan bagi para pelayat. Malamnya ibadah dan " Masamper " / memberikan penghiburan kepada keluarga yang berduka dengan menyanyikan lagu-lagu rohani atau lagu tempo dulu ; menemani keluarga jaga mayat / jenazah. Upacara pemakaman didahului dengan ibadah. Jika hari minggu kita diingatkan dengan Lonceng Gereja bahwa Ibadah akan segera dimulai, Untuk Upacara adat yang satu ini orang Tareran Juga menambahkan " Tetengkoren " ( kentongan ) untuk menandakan Ibadah Pemakaman akan segera di mulai. Susunan Ibadah Pemakaman biasanya meliputi : Sambutan/ kata-kata penghiburan

description

Upacara Adat Kematian

Transcript of Upacara Adat Kematian.docx

Page 1: Upacara Adat Kematian.docx

Kematian

Suku Minahasa

Sesaat setelah seseorang meninggal warga sekitar (jaga,kolom/RT) gotong

royong membantu keluarga bangun bangsal , menyiapkan konsumsi bagi para pekerja

yang membangun bangsal dan bagi para pelayat.

Malamnya ibadah dan " Masamper " / memberikan penghiburan kepada keluarga

yang berduka dengan menyanyikan lagu-lagu rohani atau lagu tempo dulu ; menemani

keluarga jaga mayat / jenazah.

Upacara pemakaman didahului dengan ibadah. Jika hari minggu kita diingatkan

dengan Lonceng Gereja bahwa Ibadah akan segera dimulai, Untuk Upacara adat yang

satu ini orang Tareran Juga menambahkan " Tetengkoren " ( kentongan ) untuk

menandakan Ibadah Pemakaman akan segera di mulai. Susunan Ibadah Pemakaman

biasanya meliputi :

Sambutan/ kata-kata penghiburan

1. Pemerintah desa

2. Dari gereja

3. Sesuai permintaan keluarga

Page 2: Upacara Adat Kematian.docx

4. Kalau keluarga mempunyai hubungan dengan organisasi lain, maka organisasi

itu akan diberikan kesempatan untuk menyampaikan kata-kata penghiburan dan

diakonia

Pembacaan Riwayat hidup (dibacakan oleh anak tertua atau cucu tertua ).

Sebelum Ibadah selesai/ditutup. Bersama-sama dengan masyarakat dan jemaat

mengantar jenazah keliang lahat

Apabila yang meninggal itu adalah  tokoh jemaat (mantan pelsus) jenazah

dibawa kegereja dan jenazah disemayamkan di gereja dilanjutkan dengan

ibadah

Apabila dia tokoh masyarakat (pernah menjadi kuntua, kepala jaga / perangkat

desa) di bawa di kantor hokum tua / balai desa untuk mengenangkan jasa-jasa

dari yang meninggal semasa dia hidup dan dilaksanakan pelepasan. Setelah itu

barulah Jenazah di bawa ke Ladang Pekuburan untuk di Makamkan. Seteh itu

baru Ibadah Pemakaman ditutup.

Sekembalinya dari lahan pekuburan bersama-sama dengan keluarga kemudian

keluarga telah menyiapkan konsumsi ringan untuk sekedar melepas lelah dari

ladang pekuburan.

Page 3: Upacara Adat Kematian.docx

Suku Toraja

Rambu Solo' merupakan acara tradisi yang sangat meriah di Tana Toraja,

karena memakan waktu berhari-hari untuk merayakannya. Upacara ini biasanya

dilaksanakan pada siang hari, saat matahari mulai condong ke barat dan biasanya

membutuhkan waktu 2-3 hari. Bahkan bisa sampai dua minggu untuk kalangan

bangsawan. Kuburannya sendiri dibuat di bagian atas tebing di ketinggian bukit batu.

Karena menurut kepercayaan Aluk To Dolo (kepercayaan masyarakat Tana

Toraja dulu, sebelum masuknya agama Nasrani dan Islam) di kalangan orang Tana

Toraja, semakin tinggi tempat jenazah tersebut diletakkan, maka semakin cepat pula

rohnya sampai ke nirwana.

Upacara ini bagi masing-masing golongan masyarakat tentunya berbeda-beda.

Bila bangsawan yang meninggal dunia, maka jumlah kerbau yang akan dipotong untuk

keperluan acara jauh lebih banyak dibanding untuk mereka yang bukan bangsawan.

Untuk keluarga bangsawan, jumlah kerbau bisa berkisar dari 24 sampai dengan 100

ekor kerbau. Sedangkan warga golongan menengah diharuskan menyembelih 8 ekor

kerbau ditambah dengan 50 ekor babi, dan lama upacara sekitar 3 hari.

Tapi, sebelum jumlah itu mencukupi, jenazah tidak boleh dikuburkan di tebing

atau di tempat tinggi. Makanya, tak jarang jenazah disimpan selama bertahun-tahun di

Tongkonan (rumah adat Toraja) sampai akhirnya keluarga almarhum/ almarhumah

dapat menyiapkan hewankurban.

Bagi masyarakat Tana Toraja, orang yang sudah meninggal tidak dengan

sendirinya mendapat gelar orang mati. Bagi mereka sebelum terjadinya upacara

Page 4: Upacara Adat Kematian.docx

Rambu Solo' maka orang yang meninggal itu dianggap sebagai orang sakit. Karena

statusnya masih 'sakit', maka orang yang sudah meninggal tadi harus dirawat dan

diperlakukan layaknya orang yang masih hidup, seperti menemaninya, menyediakan

makanan, minuman dan rokok atau sirih. Hal-hal yang biasanya dilakukan oleh arwah,

harus terus dijalankan seperti biasanya.

Jenazah dipindahkan dari rumah duka menuju tongkonan pertama (tongkonan

tammuon), yaitu tongkonan dimana ia berasal. Di sana dilakukan penyembelihan 1 ekor

kerbau sebagai kurban atau dalam bahasa Torajanya Ma'tinggoro Tedong, yaitu cara

penyembelihan khas orang Toraja, menebas kerbau dengan parang dengan satu kali

tebasan saja. Kerbau yang akan disembelih ditambatkan pada sebuah batu yang diberi

nama Simbuang Batu. Setelah itu, kerbau tadi dipotong-potong dan dagingnya dibagi-

bagikan kepada mereka yang hadir.

Jenazah berada di tongkonan pertama (tongkonan tammuon) hanya sehari, lalu

keesokan harinya jenazah akan dipindahkan lagi ke tongkonan yang berada agak ke

atas lagi, yaitu tongkonan barebatu, dan di sini pun prosesinya sama dengan di

tongkonan yang pertama, yaitu penyembelihan kerbau dan dagingnya akan dibagi-

bagikan kepada orang-orang yang berada di sekitar tongkonan tersebut.

Seluruh prosesi acara Rambu Solo' selalu dilakukan pada siang hari. Siang itu

sekitar pukul 11.30 Waktu Indonesia Tengah (Wita), kami semua tiba di tongkonan

barebatu, karena hari ini adalah hari pemindahan jenazah dari tongkonan barebatu

menuju rante (lapangan tempat acara berlangsung).

Page 5: Upacara Adat Kematian.docx

Jenazah diusung menggunakan duba-duba (keranda khas Toraja). Di depan duba-duba

terdapat lamba-lamba (kain merah yang panjang, biasanya terletak di depan keranda

jenazah, dan dalam prosesi pengarakan, kain tersebut ditarik oleh para wanita dalam

keluarga itu).

Prosesi pengarakan jenazah dari tongkonan barebatu menuju rante dilakukan

setelah kebaktian dan makan siang. Barulah keluarga dekat arwah ikut mengusung

keranda tersebut. Para laki-laki yang mengangkat keranda tersebut, sedangkan wanita

yang menarik lamba-lamba.

Dalam pengarakan terdapat urut-urutan yang harus dilaksanakan, pada urutan

pertama kita akan lihat orang yang membawa gong yang sangat besar, lalu diikuti

dengan tompi saratu (atau yang biasa kita kenal dengan umbul-umbul), lalu tepat di

belakang tompi saratu ada barisan tedong (kerbau) diikuti dengan lamba-lamba dan

yang terakhir barulah duba-duba.

Jenazah tersebut akan disemayamkan di rante (lapangan khusus tempat prosesi

berlangsung), di sana sudah berdiri lantang (rumah sementara yang terbuat dari bambu

dan kayu) yang sudah diberi nomor. Lantang itu sendiri berfungsi sebagai tempat

tinggal para sanak keluarga yang datang nanti. Karena selama acara berlangsung

mereka semua tidak kembali ke rumah masing-masing tetapi menginap di lantang yang

telah disediakan oleh keluarga yang sedang berduka.

Iring-iringan jenazah akhirnya sampai di rante yang nantinya akan diletakkan di

lakkien (menara tempat disemayamkannya jenazah selama prosesi berlangsung).

Menara itu merupakan bangunan yang paling tinggi di antara lantang-lantang yang ada

Page 6: Upacara Adat Kematian.docx

di rante. Lakkien sendiri terbuat dari pohon bambu dengan bentuk rumah adat Toraja.

Jenazah dibaringkan di atas lakkien sebelum nantinya akan dikubur. Di rante sudah

siap dua ekor kerbau yang akan ditebas.

Setelah jenazah sampai di lakkien, acara selanjutnya adalah penerimaan tamu,

yaitu sanak saudara yang datang dari penjuru tanah air. Pada sore hari setelah prosesi

penerimaan tamu selesai, dilanjutkan dengan hiburan bagi para keluarga dan para

tamu undangan yang datang, dengan mempertontonkan ma'pasilaga tedong (adu

kerbau). Bukan main ramainya para penonton, karena selama upacara Rambu Solo',

adu hewan pemamah biak ini merupakan acara yang ditunggu-tunggu.

Selama beberapa hari ke depan penerimaan tamu dan adu kerbau merupakan

agenda acara berikutnya, penerimaan tamu terus dilaksanakan sampai semua tamu-

tamunya berada di tempat yang telah disediakan yaitu lantang yang berada di rante.

Sore harinya selalu diadakan adu kerbau, hal ini merupakan hiburan yang digemari oleh

orang-orang Tana Toraja hingga sampai pada hari penguburan. Baik itu yang

dikuburkan di tebing maupun yang di patane' (kuburan dari kayu berbentuk rumah adat)

Page 7: Upacara Adat Kematian.docx

Suku Kupang

Maet mone (mati tidak wajar)Maet Mone artinya suatu bentuk kematian yang

tidak wajar atau karna akibat – akibat tertentu. Seperti kematian karna bunuh diri,

pembunuhan, tabrakan, bencana alam, terantuk batu, atau jenis – jenis kecelakaan

lainnya seperti jatuh dari pohon. Kematian ini lebih utama disebabkan oleh dosa dan

kesalahan yang diperbuat oleh korban atau anggota keluarganya sehingga

mengakibatkan kutuk karma pada diri orang tersebut. Kematian semacam ini bagi

masyarakat Desa Oinlasi diyakini sebagai suatu kematian yang tidak wajar. Sehingga

ritual penguburan berbeda dengan kematian yang wajar. Karna dilihat dari kematian

seperti ini menurut masyarakat Desa Oinlasi pada umumnya berbeda karena kematian

lanjut usia atau (Maet Namen) kematian biasa.

Menurut bapak Eklopas Saba kepercayaan di Desa Oinlasi, seseorang yang

meninggal dalam kategori Maet Mone disebabkan karena adanya kesalahan atau dosa

adat yang telah diperbuat oleh korban atau keluarga korban, dimana tidak ada niat dari

mereka untuk menebus dosa atau kesalahan mereka secara ritual adat sebelum adat

korban. Sehingga kematian yang disebabkan karena Maet Mone ini dalam upacara

ritual kematian berbeda dengan kematian karna lanjut usia atau Maet Namen. Sesuai

dengan keyakinan masyarakat Desa Oinlasi bahwa kematian semacam ini walaupun

jasad arwah telah dikuburkan namun rohnya masih berkeliaran atau bergentayangan,

yang karena ini maka proses ritual adat setelah penguburanpun masih berlanjut untuk

mencari penyebab kematian itu guna memohon pertobatan untuk keluarga tersebut

agar roh dan arwah yang masih berkeliaran itu dapat tenang dan tak ada lagi kematian

Page 8: Upacara Adat Kematian.docx

atas dosa adat yang ada karena telah ditebus secara ritual adat. Maet Namen (mati

karena penyaktit)

Maet Namen artinya suatu bentuk kematian yang didasarkan pada suatu

kewajaran yang biasa,bukan karena akibat – akibat tertentu. Kematian ini disebabkan

karena faktor usia, karena sakit.kematian Maet Namen ini juga harus dibedakan

berdasarkan pada faktor usia karena dalam kematian untuk orang yang sudah

dikategorikan sudah dewasa (berkeluarga) atau karena sudah tua saja. Sedangkan

kematian pada orang-orang yang dikategorikan belum dewasa seperti anak-anak dan

remaja (dalam hal ini belum berkeluarga). Tetap Atoin Amaf masih berperan aktif.

Dikatakan demikian karena menurut kepercayaan masyarakat Desa Oinlasi khusunya

bahwa kematian di bawah usia atau di bawah umur berarti kematian yang tidak wajar,

sehingga konsekuensinya adalah pihak keluarga duka harus mengintrospeksi diri akan

apa salah dan dosa yang telah diperbuat sebelumnya baik dari yang meninggal

ataupun dari keluarganya sampaimerengut nyawa anak mereka. Dan bila ditinjau dari

peranan Atoin Amaf itu sendiri selain merelakan kepergian arwah yang meninggal

adapun peran lain yaitu merestui penerus keturunan lanjutan dari keluarga orang yang

meninggal untuk beranak cucu. Dalam hal ini penerus keturunan yang dimaksud adalah

anak-anak dari orang yang meninggal

Seperti yang di utarakan diatas bahwa seseorang yang telah menemui ajalnya

atau kematian dalam bahasa dawan “Amates” sangat memerlukan Atoin Amaf. Ketika

seseorang meninggal maka pihak keluarga harus segera mungkin memberitahukan

kabar kepada pihak pertama yaitu Atoin Amaf. Setelah Atoin Amaf sampai ketempat

duka maka hal yang pertama adalah penyerahan hak dari pihak keluarga yang berduka

Page 9: Upacara Adat Kematian.docx

kepada Atoin Amaf oleh salah satu keluarga yang mengerti tentang adat dan bisa

bertutur dalam bahasa dawan dikenal dengan istilah “Natoni”. Setelah penyerahan hak

dari pihak keluarga, selanjutnya Atoin Amaf menunjukan tempat untuk tempat

pemakaman.dan disitulah Peranan Atoin Amaf mulai peran aktif dalam upacara

kematian melalui tahapan – tahapan sebagai berikut :

1. Ta’pe Nopu (Patok lubang)

Ta’pe Nopu dalam bahasa Indonesia artinya Patok lubang kubur oleh Atoin Amaf

kalau saja Atoin Amaf belum melakukan Ta’pe Nopu maka belum bisa dilakukan

pengalian lubang kubur karena Atoin Amaflah yang berhak menunjukan dan

menentukan tempat dimana jenasah dimakamkan hal ini dilakukan karena sudah turun

temurun sejak zaman nenek moyang dan sudah menjadi tradisi di Desa Oinlasi.kalau

saja Atoin Amaf belum hadir maka akan menunggu sampai Atoin Amaf hadir barulah

lubang kubur akan digali karena Atoin Amaf sudah diberi kewenangan dalam mengatur

semua jalannya upacara kematian sampai selesai.

2. Tut Kusat (memaku peti jenasah)

Tut kusat artinya memaku peti jenasah, hal ini dilakukan oleh Atoin Amaf ketika

jenasah akan dikuburkan. Pada saat peti jenasah ditutup maka Atoin Amaf yang

melakukan Tut Kusat pada peti jenasah sebelum jenasah dibawa untuk dikuburkan.

3. Pukai Alumama (membuka saku sirih pinang )

Pukai Alumama secara simbolis oleh Atoin Amaf untuk mencari tahu warisan –

warisan apa saja yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal tersebut. Mulai dari

parang,rumah,belukar,hewan,serta utang piutang orang yang meninggal itu.

Page 10: Upacara Adat Kematian.docx

Selanjutnya Atoin Amaf bersama keluarga duka berunding bersama mencari solusi atau

jalan keluar untuk memecahkan persoalan – persoalan seputar warisan dan utang

piutang yang di tinggalkan oleh orang yang sudah meninggal.

4. Noes Puse (ucapan terimah kasih )

Noes puse dalam pemahaman masyarakat Desa Oinlasi merupakan ucapan

terimah kasaih dari keluarga yang berduka cita yang disampaikan oleh Atoin Amaf

kepada semua pihak yang telah membantu selama jalannya upacara kematian dari

awal sampai akhir, dan akan ditandai dengan membunuh seekor hewan sebagai tanda

terimakasih dari pihak keluarga berduka kepada semua masyarakat yang telah

bersama – sama mengikuti upacara kematian.

Page 11: Upacara Adat Kematian.docx

Suku Papua

Pada upacara pembakaran jenazah, tubuh orang yang meninggal dihias dan

didudukkan diatas suatu singgasana (bea). Upacara ini dilakukan disuatu lapangan

dipusat perkampungan. Para kerabat dan orang-orang yang datang untuk melayat akan

duduk mengelilingi bea dan menangis sekeras-kerasnya. Tubuh para wanita dilumuri

dengan lumpur putih tanda berkabung dengan nyanyian-nyanyian kematian dan

ratapan. Dan pada siang harinya beberapa orang dukun melakukan upacara memotong

satu ruas jari dari tiap anggota keluarga inti orang yang meninggal dengan

menggunakan kapak batu tetapi ada juga yang menggunakan bambu. Dan luka dari

pemotongan itu akan di balut dengan sejenis daun. Jerit tangis dari anak-anak yang

menjalani pemotongan jari ini, akan menghilang diantara orang-orang yang sedang

melayat. Biasanya jari-jari yang dipotong, bukan hanya sekali saja, tetapi tergantung

berapa banyak kerabat terdekat yang meninggal, mereka akan melakukan lagi ritual

pemotongan jari. Bahkan sampai jari mereka habis. Dan apabila jari-jari mereka telah

dipotong habis, mereka akan memotong lagi sebagian dari telingan mereka.

Setelah itu, mereka akan melakukan upacara pembakaran jenazah dan para

kerabat orang yang meninggal membakar daging babi di dalam lubang-lubang yang

mereka gali di dalam tanah dan sebagian akan disajikan untuk ruh ( ame), orang yang

meninggal. Sore harinya daging yang telah masak itu dimakan bersama dan menjelang

senja semua perhiasan yang dikenakan pada jenazah diambil dan tubuh jenazah itu

Page 12: Upacara Adat Kematian.docx

digosok dengan minyak babi. Setelah itu dimulai pembakaran jenazah, yang diiringi

dengan jerit tangis orang-orang yang datang melayat.

Page 13: Upacara Adat Kematian.docx

Suku Batak

Dalam tradisi Batak, orang yang mati akan mengalami perlakuan khusus,

terangkum dalam sebuah upacara adat kematian. Upacara adat kematian tersebut

diklasifikasi berdasarkan usia dan status orang yang meninggal dunia. Untuk yang

meninggal ketika masih dalam kandungan (mate di bortian) belum mendapatkan

perlakuan adat (langsung dikubur tanpa peti mati). Tetapi bila mati ketika masih bayi

(mate poso-poso), mati saat anak-anak (mate dakdanak), mati saat remaja (mate

bulung), dan mati saat sudah dewasa tapi belum menikah (mate ponggol), keseluruhan

kematian tersebut mendapat perlakuan adat : mayatnya ditutupi selembar ulos (kain

tenunan khas masyarakat Batak) sebelum dikuburkan. Ulos penutup mayat untuk mate

poso-poso berasal dari orang tuanya, sedangkan untuk mate dakdanak dan mate

bulung, ulos dari tulang (saudara laki-laki ibu) si orang yang meninggal.

Upacara adat kematian semakin sarat mendapat perlakuan adat apabila orang

yang mati:

1. Telah berumah tangga namun belum mempunyai anak (mate di paralang-

alangan/mate punu),

2. Telah berumah tangga dengan meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil

(mate mangkar),

3. Telah memiliki anak-anak yang sudah dewasa, bahkan sudah ada yang

kawin, namun belum bercucu (mate hatungganeon),

Page 14: Upacara Adat Kematian.docx

4. Telah memiliki cucu, namun masih ada anaknya yang belum menikah (mate

sari matua), dan,

5. Telah bercucu tapi tidak harus dari semua anak-anaknya (mate saur matua).

Pada masa megalitik, kematian seseorang pada usia tua yang telah memiliki

keturunan, akan mengalami ritual penguburan dengan tidak sembarangan karena

kedudukannya kelak adalah sebagai leluhur yang disembah. Hal itu terindikasi dari

banyaknya temuan kubur-kubur megalitik dengan patung-patung leluhur sebagai objek

pemujaan

Mate Saur matua menjadi tingkat tertinggi dari klasifikasi upacara bagi

masyarakat Batak (terkhusus Batak Toba), karena mati saat semua anaknya telah

berumah tangga. Masih ada tingkat kematian tertinggi diatasnya, yaitu mate saur matua

bulung (mati ketika semua anak-anaknya telah berumah tangga, dan telah memberikan

tidak hanya cucu, bahkan cicit dari anaknya laki-laki dan dari anaknya perempuan)

Page 15: Upacara Adat Kematian.docx

Suku Jawa - Sunda

Upacara Mendhak

Tradisi Mendhak adalah salah satu ritual dalam adat istiadat kematian

budayaJawa.Upacara tradisional ini dilaksanakan secara individu atau berkelompok

untuk memperingati kematian seseorang. Peralatan dan perlengkapan yang diperlukan

untuk upacara tradisional Mendhak adalah tumpeng, sega uduk, side dishes,

kolak,ketan, dan apem. Terkadang, sebelum atau sesudah upacara Mendhak

dilaksanakan,s anak keluarga dapat mengunjungi makam saudara mereka.Upacara

tradisional ini dilaksanakan tiga kali dalam seribu hari setelah hari kematian. Pertama

disebut Mendhak Pisan, upacara untuk memperingati satu tahun kematian (365 hari),

kedua disebut Mendhak Pindho sebagai upacara peringatan dua tahun kematian, ketiga

disebut sebagai Mendhak Telu atau Pungkasan atau Nyewu Dina, yang dilaksanakan

pada hari ke seribu setelah kematian.

Upacara Surthanah

Upacara Surtanah bertujuan agar arwah atau roh orang meninggal dunia

mendapat tempat yang layak di sisi Tuhan. Untuk upacara ini perlengkapan upacara

yang disiapkan dibedakan bedasarkan kasta. Untuk golongan bangsawan perlu

menyiapkan tumpeng asahan lengkap dengan lauk, sayur adem yang tidak boleh

pedas, pecel dengan sayatan daging ayam goreng/panggang, sambal docang dengan

kedelai yang dikupas, jangan menir, krupuk, rempeyek, tumpeng ukur-ukuran, nasi

Page 16: Upacara Adat Kematian.docx

gurih, nasi golong, dan pisang raja. Sedangkan untuk golongan rakyat biasa antara lain,

tumpeng dengan lauknya, nasi golong, ingkung dan panggang ayam, nasi asahan,

tumpeng pungkur, tumpeng langgeng, pisang sajen, kembang setaman, kinang, bako

enak dan uang bedah bumi.Upacara ini diadakan setelah mengubur jenazah yang

dihadiri oleh keluarga, tetangga dekat, dan pemuka agama.

Upacara Nyewu Dina

Upacara ini dilaksanakan untuk memohon pengampunan bagi kerabat yang

sudah menghadap maha kuasa yang dilaksanakan seribu hari setelah kematian.Untuk

upacara ini golongan bangsawan harus menyiapkan takir pentang yang berisi lauk, nasi

asahan, ketan kolak, apem, bunga telon ditempatkan distoples dan diberi air,

memotong kambing, dara atau merpati, bebek atau itik, dan pelepasan burung merpati.

Sementara pada golongan rakyat biasa, nasi ambengan, nasi gurih, ketan kolak,apem,

ingkung ayam, nasi golong dan bunga yang dimasukan dalam lodong serta

kemenyan.Upacara tersebut diadakan setelah maghrib dan diikuti oleh keluarga, ulama,

tetangga dan para kerabat jenazah.

Upacara Brobosan

Upacara Brobosan ini bertujuan untuk menunjukkan rasa hormat dari sanak

keluarga kepada orang tua dan leluhur mereka yang telah meninggal dunia. Upacara

Brobosan diselenggarakan di halaman rumah orang yang meninggal, sebelum

dimakamkan, dan dipimpin oleh anggota keluarga yang paling tua.

Page 17: Upacara Adat Kematian.docx

Tradisi Brobosan dilangsungkan secara berurutan sebagai berikut:

o Peti mati dibawa keluar menuju ke halaman rumah dan dijunjung tinggi ke

atas setelah upacara doa kematian selesai,

o Anak laki-laki tertua, anak perempuan, cucu laki-laki dan cucu

perempuan, berjalan berurutan melewati peti mati yang berada di atas

mereka selama tiga kali dan searah jarum jam,

o Urutan selalu diawali dari anak laki-laki tertua dan keluarga inti berada di

urutan pertama; anak yang lebih muda beserta keluarganya mengikuti di

belakang. Upacara tradisional ini menyimbolkan penghormatan sanak

keluarga yang masih hidup kepada orang tua dan leluhur mereka. Jadi,

jika yang meninggal itu anak-anak, atau remaja, brobosan itu tidak

dilakukan.

Menurut kepercayaan Jawa, setelah 1 tahun kematian, Arwah tersebut sudah

memasuki dunia abadi untuk selamanya. Untuk memasuki dunia abadi, arwah harus

menembuh jalan yang sangat panjang oleh sebab itu diadakan beberapa upacara untuk

menemani perjalanan sang arwah..