BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/45382/2/BAB I.pdfSelain hal...
-
Upload
nguyennhan -
Category
Documents
-
view
219 -
download
0
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/45382/2/BAB I.pdfSelain hal...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Industri penerbangan global adalah salah satu bagian integral perekonomian
global yang memiliki peran penting dalam pembangunan di berbagai sektor.
Sektor tersebut seperti transportasi, manufaktur, teknologi serta sektor-sektor
lainnya. Industri penerbangan juga memiliki keterikatan yang erat dengan
kondisi ekonomi global. International Air Transport Association (IATA)
memperkirakan jumlah penumpang angkutan udara global sebanyak 3,6 miliar
pada Tahun 20161. Indonesia sendiri memiliki pertumbuhan yang sangat pesat
sekali terlihat dengan banyaknya maskapai penerbangan yang melayani rute
penerbangan baik internasional maupun nasional.
Berdasarkan informasi dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang
menyatakan industri penerbangan Indonesia mencatatkan tiga tahun terakhir ini
terjadi kenaikan jumlah penumpang angkutan udara yang cukup signifikan.
Jumlah penumpang udara pada tahun 2015 mencapai 67,5 juta orang atau naik
12,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu 59,83 juta orang.
Apabila dirinci jumlah penumpang domestik mencapai 56,1 juta orang atau
melonjak 15,64 persen dan jumlah penumpang internasional mencapai 11,4 juta
orang atau tumbuh 0,4 persen. Jumlah penumpang udara pada tahun 2016
1RirinRadiawati, 28 Januari 2013, Tujuh Negara dengan bandara tersibuk sejagat,
http//:www.m.merdeka.com/ di akses tanggal 25 maret 2018
2
mencapai 72,6 juta orang, naik 5,6 persen dari tahun sebelumnya 68,5 juta
orang. Apabila dirinci, sebanyak 58,9 juta orang merupakan penumpang rute
domestik dan 13,7 juta orang sisanya penumpang rute internasional2. Jumlah
penumpang udara pada tahun 2017 jumlah penumpang pesawat domestik dan
internasional yang tumbuh sebesar 9,5 persen, dari 116,8 juta penumpang pada
2016 menjadi 128 juta pada 2017.3Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan
mengapa orang lebih memilih naik pesawat dibandingkan transportasi lainnya
yaitu penumpangingin menghemat waktu dan tiketnya murah.
Penumpang pesawat yang merupakan konsumen dan maskapai
penerbangan sebagai pelaku usaha, memiliki hak dan kewajibannya. Namun,
banyak keluhan yang diadukan masyarakat kepada Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia, mulai dari masalah bagasi, keberangkatan, kursi
penumpang dan lainnya. Salah satu contoh yakni Rencana mogok Serikat
Pekerja Garuda (SEKARGA) dan Asosiasi Pilot Garuda (APG) semakin santer
terdengar. Bahkan mereka mengancam akan mogok saat puncak arus mudik
Lebaran. YLKI menolak rencana mogok SEKARGA dan APG, jika berdimensi
mengganggu pelayanan pada konsumen. Sebagaimana dijamin dalam Undang
- Undang Perlindungan Konsumen, dan juga Undang – Undang tentang
2SafyraPrimadhita, 16 desember 2015, 2015 dan 2016, Kemenhub Yakin
PenumpangPesawatTumbuh 12% , https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20151216163518-92-
98676/2015-dan-2016-kemenhub-yakin-penumpang-pesawat-tumbuh-12 , diakses tanggal 25
maret 2018 3FaharFebrianto, 20 februari 2018, JumlahPenumpangPesawatSepanjang 2017 Tumbuh 9,5
Persen, https://bisnis.tempo.co/read/1062355/jumlah-penumpang-pesawat-sepanjang-2017-
tumbuh-95-persen , diakses tanggal 25 maret 2018
3
Penerbangan bahwa konsumen berhak mendapatkan kenyamanan, keamanan
dan keselamatan saat meggunakan jasa penerbangan4
Selain hal tersebut masih banyak lagi kasus terkait delay oleh maskapai
Garuda Indonesia yang tidak memberikan kepastiaan kepada penumpang
hingga berujung pada pelaporan ke YLKI bahkan sampai penumpang yang
melayangkan gugatan atas keterlambatan keberangkatan yang di alami. Salah
satu contoh kasus yang dialami oleh Nina, seorang calon penumpang tujuan
solo yang mengatakan seharusnya ia berangkat ke Solo pada hari Jumat 1
Desember 2017 pukul 13.30 WIB. Namun hingga jumat sore ia tidak kunjung
berangkat karena jadwal keberangkatan yang tidak jelas. Hingga akhirnya pada
pukul 16.15 WIB nina dan penumpang lainnya dipersilahkan memasuki
pesawat namun sampai pukul 16.50 WIB tidak kunjung berangkat karena tidak
ada awak kabin yang bertugas. Setelah ditanyakan kepada salah satu petugas
jawaban yang di dapat adalah karena ada Crew Rotation Problem5
Kasus mengenai delay yang berakhir pada putusan pengadilanyaitu gugatan
Hastjarjo Boedi Wibowo yang berhasil memenangkan gugatan sengketa
konsumen penerbangan melawan PT Indonesia AirAsia (Air Asia).
Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Tangerang, Air Asia harus membayar
ganti rugi sebesar Rp 806 ribu pada Boedi. Air Asia juga dihukum mengganti
4Kompas.com, 15 Mei 2018, Siaran Pers YLKI : Menolak Rencana Mogok Serikat Pekerja dan
Pilot Garuda, https://ylki.or.id/2018/06/siaran-pers-ylki-menolak-rencana-mogok-serikat-pekerja-
dan-pilot-garuda/, diakses pada tanggal 20 juli 2018 5Kompas.com, 01 Desember 2017, Garuda Indonesia “Delay”, Penumpang Kesal tak Dapat
Informasi Jelas, https://nasional.kompas.com/read/2017/12/01/17581541/garuda-indon esia-delay-
calon-penumpang-kesal-tak-dapat-informasi-yang-jelas , diakses pada tanggal 20 juli 2018
4
kerugian immaterial sebesar Rp50 juta. Hukuman itu dijatuhkan majelis hakim
yang diketuai Perdana Ginting serta beranggotakan Ismail dan I Gede Mayun.
Putusan No. 305/Pdt.G/2016/PN.TNG. Ganti rugi itu merupakan kompensasi
pembayaran tiket Air Asia dan Lion Air dengan tujuan Jakarta-Yogyakarta,
plus airport tax. Sedangkan kerugian immateriil timbul lantaran penggugat
mengalami kepanikan dan gangguan konsentrasi karena keterlambatan
pesawat. Ganti rugi immaterial juga dimaksudkan agar perusahaan
penerbangan tidak sewenang-wenang pada penumpang pesawat6.
Selain itu , kasus mengenai delay yang terjadi pada tahun 2018 yaitugugatan
perbuatan melawan hukum terhadap PT Garuda Indonesia Tbk di Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat karena tidak diberikan makanan ringan atau snack saat
penundaan penerbangan (delay). Gugatan dengan nomor
198/Pdt.G/2018/PN.JKT.PST telah terdaftar denga kasus Garuda tidak
memberikan kompensasi berupa makanan ringan atas keterlambatan
keberangkatan penerbangan (flight delayed) selama 70 menit. Gugatan
mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan Indonesia No. 89 Tahun 2015
tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan (Delay Management) Pada
Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal di Indonesia. Hasil putusan
dapat diketahui bahwa pihak Garuda Indonesia harus memberikan kompensasi
berupa makanan ringan karena pesawat telah mengalami keterlambatan
penerbangan selama lebih dari 60 menit7.
6www.hukumonline.com/berita/baca/lt54d046d9261ac/lima-kasus-maskapai-penerbangan-yang-
dibawa-ke-pengadilan, diakses tanggal 04 Agustus 2018 7https://economy.okezone.com/read/2018/04/03/320/1881525/garuda-indonesia-digugat-gara-
gara-tak-beri-snack-saat-delay, diaksestanggal 04 Agustus 2018
5
Selain itu masih banyak lagi kasus delay yang merugikan penumpang, namun
tidak di laporkan ke YLKI atau sampai ranah hokum berupa tuntutan ke
pengadilan. Banyak faktor yang mendasari nya sehingga hal ini tentulah
menjadi perhatian kita semua mengenai ruang lingkup keterlambatan dalam
penerbangan.
Hal ini disebutkan dalam Pasal 9 Permenhub 77/2011 tentang Tanggung
Jawab Penangkut Angkutan Udara yang berbunyi:
“Keterlambatan angkutan udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 huruf e terdiri dari:
a. keterlambatan penerbangan (flight delayed)
b. tidak terangkutnya penumpang dengan alasan kapasitas pesawat
udara (denied boarding passanger) dan
c. pembatalan penerbangan (cancelation of flight)”
Penerbangan yang terlambat (delayed) merupakan hal yang sangat
merugikan baik sebagai penumpang maupun sebagai maskapai penerbangan.
Sehingga maskapai penerbangan memiliki tanggung jawab untuk
mengantisipasi dan mengendalikan terjadinya keterlambatan penerbangan.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 49 Tahun 2012 tentang Standar
Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam
Negeri, telah mengatur mengenai keterlambatan penerbangan namun terkadang
ada saja maskapai penerbangan tidak mengikuti aturan tersebut. Sehingga
penumpang dirugikan dengan adanya keterlambatan penerbangan sedangkan
6
hukum indonesia di dalam Undang – Udnag Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan yakni dijelaskan dalam pasal 146 yang berbunyi :
“Pengangkut bertanggung jawan atas kerugian yang di derita karena
keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi / kargo, kecuali apabila
pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan
oleh factor cuaca dan teknis operasional.”
Yang kemudian di lanjutkan dengan Pasal 147 yang mengatur tentang
tanggung jawab yang diberikan oleh maskapai apabila terjadi keterlambatan
yakni :
“(1) Pengangkut bertanggung jawab atas ketidak terangkutnya penumpang,
sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan dengan alas an kapasitas pesawat
udara.
(2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan
memberikan kompensasi kepada penumpang berupa :
a. mengalihkan ke penerbangan lain tanpa membayar biaya tambahan; dan/atau
b. memberikan konsumsi, akomodasi, dan biaya transportasi apabila tidak ada
penerbangan lain ke tempat tujuan.”
Dengan adanya aturan tersebut dapat memberikan perlindungan kepada
penumpang saja tetapi memberikan perlindungan kepada masyarakat (publik)
pada umumnya, disisi lain diatur pula sesuai dengan Undang – Undang Nomor
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengingat setiap orang yang
memakai barang dan/atau jasa adalah konsumen. Sedangkan pelaku usaha
adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha baik berbentuk badan
hukum maupun bukan badan hukum yang menjalankan kegiatan usahanya
dibidang ekonomi. Perusahaan atau maskapai penerbangan sebagai pelaku
7
usaha, sedangkan konsumennya adalah para penumpang yang menggunakan
jasa transportasi udara yang ditawarkan oleh maskapai penerbangan. Seperti
yang terjadi pada maskapai penerbangan Indonesia yakni Garuda Indonesia
Airlines dimana Maskapai penerbangan Garuda Indonesia dinobatkan sebagai
"Brand of the Year" pada ajang penghargaan bergengsi World Branding
Awards keempat yang diselenggarakan di Kensington Palace, Inggris, belum
lama ini. Garuda Indonesia meraih predikat tersebut dalam kategori “National
Tier” bersama-sama beberapa brand asal Indonesia lainnya.8 Namun tidak
menutup kemungkinan bahwa maskapai yang berprestasi luput dari kesalahan
teknis dan masalah-masalah yang sering terjadi di dalam melayani jasa
transpotasi penerbangan seperti keterlambatan penerbanagan (delay). Seperti
kejadian pada saat maskapai penerbangan Garuda Indoensia kembali
mengalami penundaan (delay) penerbangan yang cukup lama, yakni sekitar 1
hingga 5 jam akibat cuaca buruk dan kesalahan tehnis yang terjadi.9 Selain itu
jadwal penerbangan Garuda Indonesia di Terminal 3, Bandara Internasional
Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jumat (1/12/2017) siang, mengalami
keterlambatan. Calon penumpang kesal lantaran tidak mendapatkan informasi
jelas soal waktu keberangkatan.10 Bahkan sampai ada pemindahan rute untuk
penerbangan tertentu dan masih banyak lagi seperti contoh kasus yang
sebelumnya hingga dibawa keranah hukum.
8HengkiHeriandono , 29 Oktober 2017 https://www.garuda-indonesia.com/id/id/news-and-
events/ga-raih-penghargaan-2017-world-branding-awards.page , diakses tanggal 14 mei 2018 9 Yoga Hastyadiwidiartanto, https://ekonomi.kompas.com/read/2017/12/22/145238426/pesawat-
delay-berjam-jam-ini-penjelasan-garuda-indonesia. , diakses pada tanggal 14 mei 2018 10Kompas.com https://nasional.kompas.com/read/2017/12/01/17581541/garuda-indonesia-delay-
calon-penumpang-kesal-tak-dapat-informasi-yang-jelas , diakses tanggal 14 Mei 2018
8
Oleh karenanya harus lebih diperhatikan terkait penumpang sebagai
konsumen yang dirugikan harus dilindungi karena terjadi hubungan timbal
balik dan dapat berakibat hukum. Unsur-unsur perlindungan konsumen jasa
angkutan udara secara lengkap meliputi berbagai aspek antara lain aspek
keselamatan; aspek keamanan; aspek kenyamanan; aspek pelayanan; aspek
pertarifan dan aspek perjanjian angkutan udara. Disini aspek yang ditimbulkan
akibat keterlambatan pengangkutan adalah aspek Pelayanan yang sering
membuat penumpang merasa ditelantarkan sehingga menuntut ganti rugi
sesuai dengan aturan Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang
Penerbangan, Peraturan Mentri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang
Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara dan Peraturan Mentri
Perhubungan Nomor 89 Tahun 2015 Tentang Penanganan Keterlambatan
Penerbanagan Para badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal di
Indonesia.
Penentuan pertanggungjawaban perusahaan penerbangan tentunya harus
mengacu pada ketentuan-ketentuan yang berlaku, sehingga dapat ditentukan
pihak-pihak yang bertanggung jawab, hal-hal yang dapat
dipertanggungjawabkan, bentuk-bentuk pertanggungjawaban, besar ganti
kerugian dan lain-lain. Pada kegiatan penerbangan komersil atau transportasi
udara niaga terdapat beberapa ketentuan yang berkaitan dengan tanggung
jawab pengangkut udara terhadap penumpang baik yang bersumber pada
hukum nasional maupun yang bersumber pada hukum internasional. Ketentuan
hukum nasional yang secara khusus mengatur tentang kegiatan penerbangan
9
saat ini adalah perjanjian pengangkutan, Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2009 Tentang Penerbangandan beberapa peraturan pelaksana lainnya.
Sedangkan ketentuan yang secara khusus mengatur tentang penyelenggaraan
angkutan udara adalah Peraturan Menteri Perhubungan No.77 Tahun 2011
tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara, Peraturan Menteri
Perhubungan No.49 Tahun 2012 tentang Standar Pelayanan Penumpang Kelas
Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri dan Peraturan
Mentri Perhubungan Nomor 89 Tahun 2015 Tentang Penanganan
Keterlambatan Penerbangan Pada Badan Usaha Angkutan Udara Niaga
Berjadwal di Indonesia.
Atas dasar latar belakang tersebut, penulis menganggap menarik untuk
meneliti lebih jauh terkait pertanggungjawaban maskapai penerbangan
terhadap masalah keterlambatan yang dialami oleh penumpang sesuai dalam
Pasal 146 dalam Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
apakah maskapain telah maksimal menerapkan pasal demi pasal dalam
menjalankan perangggungjawabnya kepada penumpang atau belum dan
membahsanya dalam skripsi yang berjudul “IMPLEMENTASI PASAL 146
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TERKAIT
TANGGUNGJAWAB PENGANGKUT TERHADAP KETERLAMBATAN
PENGANGKUTAN DITINJAU DARI PRESPEKTIF KONSUMEN (Studi di
PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk di Jakarta)
10
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah dalam suatu penelitian dilakukan bagi peneliti, sebab
dengan adanya perumusan masalah penelitian dapat difokuskan pada suatu
permasalahan pokok. Perumusan masalah yang dikemukakan adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana implementasi pasal 146 Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009
terkait pertanggungjawaban pengangkut terhadap keterlambatan
pengangkutan?
2. Apa kendala yang dihadapi pengangkut dalam penerapan
pertanggungjawaban terhadap penumpang yang mengalami keterlambatan
pengangkutan?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dari
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pelaksaan penerapan pertanggungjawaban
keterlambatan penerbangan maskapai penerbangan terhadap penumpang.
2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapai maskapai dalam melaksanakan
tanggungjawab atas keterlambatan penerbangan kepada penumpang.
D. Manfaat penelitian
Manfaatdaripenelitianhukuminidapatdiklasifikasikansebagaiberikut:
1. BagiPenulis
Memberikan wawasan dan pengetahuan baru bagi penulis terkait
Pertanggungjawaban atas keterlambatan penerbangan kepada penumpang
11
sesuai Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan,
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung
Jawab Pengangkut Angkutan Udara dan Peraturan Menteri Perhubungan
Nomor 49 Tahun 2012 tentang Standar Pelayanan Penumpang Kelas
Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri. Penelitian ini
juga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis sebagai syarat
untuk Penulisan Tugas Akhir dan menyelesaikan studi Strata-1 di Fakultas
Hukum Universitas Muhamadiyah Malang dengan gelar Sarjana Hukum.
2. Bagi Maskapai Penerbangan (perusahaan)
Memberikan pengetahuan dan penyelesaian masalah mengenai
Tanggungjawab hokum atas keterlambatan penerbangan bagi penumpang
agar perusahaan tidak melalaikan tugas dan kewajibannya untuk
memberikan jasa yang lebih baik dan sesuai dengan peraturan yang berlaku
yakni Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009 dan peraturan pelaksana
lainnya.
3. Bagi Penumpang (konsumen)
Memberikan pengetahuan dan penyelesaian masalah manakala
mengalami permasalahan dalam keterlambatan penerbangan yang ada
penjelasan sesuai dengan Undang- UndangNomor 1 Tahun 2009 dan
peraturan pelaksana lainnya.
E. Kegunaan Penelitian
Secara teoritis, penelitian ini berguna untuk memberikan wawasan
mengenai Tanggung jawab pengangkut terhadap keterlambatan
12
pengangkutan udara yang sesuai dengan peraturan dalam Undang – Undang
Nomor 1 Tahun 2009. Dan memberikan pengertian terhadap Pengangkut
yang bersangkutan agar lebih mematuhi peraturan yang berlaku dan
memberikan solusi serta wawasan terhadap penumpang yang mengalami
keterlambatan dalam penerbangan.
F. Metode Penelitian
1. Metode Pendekatan
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis.
Dasar hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah undang – Undnag
Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Peraturan Menteri Perhubungan
RI Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan
Udara, Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor 49 Tahun 2012 tentang
Standar Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga
Berjadwal Dalam Negri. Dalam pendekatan yuridis sosiologis melihat
hokum sebagai perilaku manusia dalam masyarakat artinya suatu penelitian
yang di lakukan terhadap keadaan nyata masyarakat atau lingkungan
masyarakat dengan maksud dan tujuan menemukan fakta ( fact-finding),
yang kemudian menuju pada identifikasi ( problem – identification) dan
pada akhirnya menuju kepada penyelesaian masalah (problem-solution).11
Sehingga secara yuridis pertanggungjawaban keterlambatan dalam
penerbangan dikatkan dengan Undang-Undang yang berlaku kemudian
11Soejono soekanto.1982. Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, hlm.10
13
secara sosiologis pertanggungjawaban dikaitkan dengan keadaan nyata
dalam masyarakat.
2. Alasan Pemilihan Lokasi Penelitian
Alasan penulis memilih lokasi penelitian di PT. Garuda Indonesia
(Persero) Tbk karena merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang
jasa penerbangan yang besar dan stategis di Indonesia. Telah mendapatkan
banyak penghargaan terkait jasa maskapai yang diberikan kepada
penumpang, namun di sisi lain juga tidak menutup kemungkinan adanya
keterlambatan yang menyebebkan ketidak nyamanan penumpang. Selain
alasan tersebut, penulis memilih lokasi penelitian di PT. Garuda Indonesia
(Persero) Tbk karena adanya sumber data yang dapat diberikan kepada
penulis dari lokasi penelitian serta unsur keterjangkauan lokasi penelitian
oleh penulis, baik dilihat dari segi tenaga, dana maupun dari segi efisiensi
waktu. Pelaksanaan studi di lokasi yang dipilih tidak menimbulkan masalah
dalam kaitannya dengan kemampuan tenaga penulis.
3. Jenis data
1. Data Primer
Adalah jenis data yang diperoleh secara langsung dari sumber yang
utama atau pertama berupa dokumen tertulis, file, rekaman, informasi,
pendapat dan lain – lain yang diperoleh dengan melakukan studi
lapangan (field research) dengan melaukan wawancara dan
dokumentasi fisik kepada pihak pengangkut dan pihak penumpang.
Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang
14
berlangsung antara dua orang atau lebih secra lisan dimana ada
pewawancara dan narasumber yang menjawab pertanyaan dengan
tujuan mendapatkan informasi yang tepat dari narasumber yang
terpercaya.12
2. Data Sekunder
Adalah data yang diperoleh dari sumber kedua melalui bahan
kepustakaan. Pengumpulan data ini dilakukan dengan studi kepustakaan
(library research) yaitu dengan mempelajari peraturan – peraturan,
buku- buku, jurnal – jurnal ilmiah, penelitian terdahulu, situs web resmi
yang berkaitan dengan penulisan.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
cara melakukan wawancara dengan Direktur atau General Manager PT.
Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Pegawai atau petugas yang berkaitan
dengan pelayanan pelanggan atau managemen resiko. Selain dari pihak
maskapai juga dilakukan wawancara dengan penumpang khususnya yang
mengalami keterlambatan penerbangan. Wawancara juga dilakukan kepada
pihak Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) sebagai lembaga
yang memberikan pelayanan atau bantuan kepada konsumen terkait dengan
terjadinya delay. Dalam penelitian ini juga menggunaka teknik dokumentasi
yaitu pengumpulan data terkait penelitian berupa perjanjian, dokumen
12Kun Maryati & uryawati. 2007. Sosiologi Untuk SMA dan MA Kelas XII. Jakarta : Esis. Hlm.138-
139
15
dalam bentuk tertulis (tiket pesawat), arsip dari pihak PT. Garuda Indonesia
(Persero) Tbk dan lain lain yang berkaitan dengan penelitian.
5. Teknik Analisis Data
Teknik analisa data diolah dengan menggunakan metode yuridis
sosiologis yang mana menggambarkan fenomena yang diteliti secara
sistematis, factual dan akurat. Data yang ada dijabarkan secara deskriptif
sesuai dengan keadaan dilapangan terkait tanggungjawab keterlambatan
pengankutan.
G. Sistematika Penulisan
Dalam sistematika penulisan hokum ini terdapat 4 (empat) bab dan
masing-masing bab terdiri atas sub bab sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan
Dalam bab ini akan mengraikan tentang latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
kegunaan penelitian, kerangkateori, metode penelitian dan
sistematika penulisan.
Bab II : Tinjauan Pustaka
Dalam bab ini akan menguraikan tentang teori-teori,
definisi, pendapat ahli, dan kajian pustaka lain dari berbagai
sumber yang dapat dijadikan sebagai referensi bagi penulis
untuk mendukung penelitian terkait dengan judul yang
penulis ajukan, diantaranya meliputi tinjauan umum
tentang hokum pengangutan udara, tinjauan umum tentang
16
perlindungan konsumen penumpang pesawat udara, serta
pengertian – pengertian pendapat para ahli tentang hal – hal
yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
Bab III : Hasil Penelitian dan Pembahasan
Dalam bab ini akan menjelaskan tentang hasil penelitian
yang dilakukan penulis yang dikaji secara sistematis
berdasarkan tinjauan pustaka yakni memuat tentang
kesesuaian pertanggungjawaban pengangkut “PT.garuda
Indonesia (Persero) Tbk” dan konsumen atau penumpang
peawat ditinjau dari pasal 146 Undang – Undang Nomor 1
Tahun 2009 terkait tanggung jawab pengangkut terhadap
keterlambatan pengangkutan ditinjau dari prespektif
konsumen, Tentang kendala dalam melaksanakan
tanggungjawab keterlambatan pengangkutan kepada
penumpang (delay).
Bab IV : Penutup
Dalam bab ini berisi kesimpulan dari pembahasan pada bab
III, serta saran dan rekomendasi dari penulis yang sifatnya
membangun dan diharapkan dapat bermanfaat bagi semua
pihak.