BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/16438/6/4_BAB I.pdf · Moskow dan...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/16438/6/4_BAB I.pdf · Moskow dan...
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan suatu gerakan sosial politik
yang menjadi ancaman bagi negeri ini. Partai tersebut menganut ideologi
Marxisme-Komunisme. Meletusnya peristiwa Madiun merupakan salah satu
usaha dari ideolog sosialis kiri untuk mewujudkan Negara Komunis Indonesia.1
Embrio dari Partai Komunis Indonesia adalah Indische Sociaal Democratische
Vereniging (ISDV) yang didirikan oleh Hendricus Josephus Franciscus Marie
Sneevliet.2
1 Nugroho Notosusanto dan Ismail Saleh, Gerakan 30 September Pemberontakan Partai
Komunis Indonesia Latar Belakang, Aksi, dan Penumpasannya, (Jakarta: Sekretariat Negara
Republik Indonesia, 1994,) hlm 7.
2 Sneevliet adalah anggota SDAP di Nederland, dan ketua persatuan buruh kereta-api
Nederland (Nederlandsche Vereeniging van Spoor-, en Tramwepersonneel – NVSTP).Pada 1912
Sneevliet kehilangan pekerjaan sebagai ketua NVSTP setelah keluar dari SDAP dan bergabung
dengan SDP (Sociaal Democratische Partij) yang memisahkan diri dari SDAP. Perpecahan ini
akibat pergeseran ideologi SDAP ke arah yang lebih moderat mengenai peranan modal di negeri
jajahan. SDP kemudian menjadi Partai Komunis Belanda. Namun demikian, ketika SDP mau
bersaing lawan SDAP dalam pemilihan umum, 1913, Sneevliet kecewa karena hal ini diartikannya
pemilih jadi pecah. Ia lantas bergabung lagi dengan SDAP. Sneevliet yang berangkat ke Hindia-
Belanda untuk mencari pekerjaan, masih sebagai tokoh sosialis yang moderat. Ia tiba di Nusantara
ketika penduduk asal Eropa, terutama pemilik modal, sangat mencemaskan sepak terjang SI.
Konon tercermin dalam iklan surat kabar Soerabajaasch Handelsblad 15 Juli 1913, begitu
cemasnya mereka sehingga permintaan terus meningkat akan perwira tentara yang sanggup
memberi nasehat mengenai bangunan pabrik yang tangguh menahan sebuah perusuh Bumiputra.
Mula-mula Sneevliet bekerja di surat kabar Surabaya itu sebagai redaktur. Tidak lama kemudian ia
menjadi sekretaris untuk Persatuan Dagang Semarang (Semarang Handels Vereeniging)
menggantikan D.M.G. Koch yang memanggilnya, juga seorang tokoh sosialis. Kebetulan, di kota
itu telah berdiri sejak 1908 suatu organisasi buruh kereta-api untuk Hindia-Belanda (VSTP).
Diluar kesibukannya sebagai sekretaris organisasi kapitalis, Sneevliet langsung aktif di kalangan
anggota VSTP itu.Ia membantu ISDV bersama J.A. Brandstedur, H.W. Dekker, dan para anggota
VSTP, yang mayoritas adalah Eropa atau Indonesia. Lihat Parakitri T. Simbolon, Menjadi
Indonesia Buku I: Akar-akar Kebangsaan Indonesia, (Jakarta: Kompas, 1995), Hlm. 552-553.
Sneevliet datang ke Jawa pada tahun 1913 dan menjadi sekretaris
perkumpulan pedagang. Melalui Vereeniging van Spoor en Tramwegpersoneel
(VSTP) ia menanamkan paham sosialis, kemudian di tahun 1914 di Semarang
didirikan Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV) yang bertujuan
untuk menyebarkan paham Marxis.3 ISDV terang-terangan menentang hubungan
kolonial. Mula-mula para anggotanya hanya terdiri dari kaum sosialis Belanda
yang tinggal di Indonesia, tetapi segera juga perkumpulan ini mendapat pengikut
di kalangan pemuda Indonesia. Semaoen4 merupakan pemimpin yang terpenting.
SI cabang Semarang memperoleh pengaruh ISDV melalui Semaoen, yang pada
tahun 1918 masuk dalam pengurus besar SI. Perkembangan ini mengakibatkan
perpecahan dalam tubuh SI pada tahun 1921.5
3A. K. Pringgodigdo, Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, (Jakarta: Dian Rakyat,
1984), hlm 13. 4 Semaoen muncul sebagai bumiputra pertama yang menjadi propagandis serikat buruh.
Lahir pada 1899 di Mojokerto sebagai anak buruh kereta api, Semaoen bukanlah keturunan priayi.
Namun, karena dibesarkan pada zaman etis, ia turut menikmati pendidikan dasar gaya Barat. Ia
lulus dari sekolah Bumiputra Angka Satu dan bergabung dengan SS sebagai juru tulis pada 1912 di
usia tiga belas tahun. Tahun berikutnya, ia bergabung dengan SI afdeling Surabaya dan tampil ke
muka sebagai sekretaris SI Surabaya pada 1914. Pada awal 1915, ia bertemu dengan Sneevliet di
Surabaya dan terkesan dengan “sikap manusiawi dan tulus” Sneevliet yang sama sekali bebas dari
“mentalitas kolonial” Belanda, bergabung dengan ISDV dan VSTP. Setelah bertemu dengan
Sneevliet, ia bukan hanya belajar membaca, tetapi juga menulis dan berbicara bahasa Belanda, dan
segera menjadi sekretaris ISDV di Surabaya yang didominasi oleh orang Belanda, sekaligus
sebagai anggota pemimpin VSTP Surabaya. Menurut keterangan Marco- yang pertama bertemu
Semaoen pada pertengahan 1915- Semaoen sangat dekat dengan Sneevliet dan H.W. Dekker, yang
merupakan salah satu pendiri ISDV dan wakil ketua hoofdbestuur VSTP, serta aktif mengorganisir
dan berbicara dalam vergadering-vergadering VSTP. Lalu pada Juli 1916, ia keluar dari SS, dan
menjadi propagandis VSTP yang dibayar penuh. Ia pindah ke Semarang untuk menjadi editor Si
Tetap, surat kabar VSTP yang berbahasa Melayu. Tidak lama setelah itu, Semaoen menjadi
propagandis dan komisaris SI Semarang, pada Mei 1917, pada usia 18 tahun dipilih sebagai ketua
menggantikan Mohammad Joesoef. Lihat Takashi Shiraishi, Zaman Bergerak Radikalisme Rakyat
di Jawa 1912-1926 (Jakarta: Grafiti,1997), hlm 134-135. 5 A.P.E. Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?,(Jakarta: Grafitipers, 1985), hlm 6.
Lihat juga Nugroho Notosusanto, Gerakan 30 September Pemberontakan Partai Komunis
Indonesia (1994: 8) Sejak kebangkitan nasional tahun 1908, Sarekat Dagang Islam (SDI) yang
kemudian menjadi Sarekat Islam (SI) merupakan salah satu organisasi yang berkembang di
Indonesia. Sneevliet memanfaatkan organisasi SI dengan cara memasukkan anggota ISDV ke
dalam anggota SI, dan sebaliknya SI dibolehkan menjadi anggota ISDV atau dengan sistem
“keanggotaan rangkap”. Mereka berhasil membawa beberapa tokoh muda SI menjadi anggota
Pada tahun 1921 kaum kiri, yang telah bergabung dengan Partai Komunis
Indonesia (PKI) yang terbentuk pada tahun 1920, dikeluarkan dari Sarekat Islam
(SI). Di daerah hal ini juga mengakibatkan perpecahan yang hebat. Periode
sesudah tahun 1921 sampai pecahnya Perang Dunia Kedua memperlemah SI.6
Setelah terbentuknya Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1920, dalam
perjalanannya, keanggotaan mulai mendapat pengikut di beberapa daerah
menjelang pemberontakan pada tahun 1926. Jumlah di beberapa daerah tersebut
mendekati jumlah pengikut SI. Jumlah anggota PKI di Banten menjelang
pemberontakan 1926 sekitar empat ribu orang. Sedangkan di daerah Jakarta
jumlah mereka memiliki tanda keanggotaan PKI dalam waktu yang sama sampai
puluhan ribu orang.7
Sejak kedatangan Muso, seorang tokoh komunis yang sejak lama berada di
Moskow dan kemudian mengajukan “jalan baru” bagi PKI yang didirikan pada 9
Mei 1914 bersama Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang dibentuk pada tanggal 28
Juni 1948 oleh kelompok Amir Syarifudin yang menempatkan diri sebagai oposisi
terhadap Kabinet Hatta.8
Peristiwa Madiun 19 September 1948 yang dilancarkan oleh Muso benar-
benar memanfaatkan peluang terhadap melemahnya kondisi politik Indonesia.
ISDV, diantaranya Semaoen dan Darsono, dari sinilah SI pecah menjadi Sarekat Islam Merah di
bawah kendali paham Marxis Semaoen. 6 A.P. E. Korver, ibid,hlm 2.
7 A. P. E. Korver, ibid, hlm 195. Lihat juga Nugroho Notosusanto, Gerakan 30 September
Pemberontakan Partai Komunis Indonesia Latar Belakang, Aksi, dan Penumpasannya, (1994:13)
tentang pergolakan rakyat tahun 1926-1927. Upaya PKI mencetuskan pergolakan rakyat di
beberapa tempat, yaitu pada tanggal 12-14 November 1926 di Karesidenan Jakarta, tanggal
12November-15 Desember 1926 di Banten, tanggal 12-18 November 1926 di Priangan, tanggal
17-23 November 1926 di Surakarta, tanggal 12 November-15 Desember 1926 di Kediri, dan
tanggal 1 Januari- akhir Februari 1927 di Silungkang, Sumatra Barat. 8Nugroho Notosusanto,30 tahun Indonesia Merdeka cetakan ke-7,(Jakarta: Tira Pustaka,
1986), hlm 184.
Setelah kekacauan yang diciptakan P.M. Amir Syarifudin, yang telah
menandatangani hasil Perundingan Renville yang jelas-jelas hal ini
menguntungkan Belanda. Sehingga pasukan-pasukan yang telah berjaga di
kantong-kantong daerah ditarik untuk meninggalkan tempat yang telah menjadi
kuasa van Mook. Persetujuan Renville yang ditandatangani antara kedua belah
pihak yang bersengketa, Indonesia dan Belanda di bawah kesaksian anggota-
anggota Komisi Tiga Negara diatas geladak kapal “Renville” pada tanggal 17
Januari 1948. Dengan persetujuan itu tentunya muncul kerugian-kerugian bagi
rakyat Indonesia. Kerugian-kerugian di bidang politik, militer maupun ekonomi.9
Gayung bersambut, Front Demokrasi Rakyat (FDR) terdiri dari sosialis
(kelompok Amir), Partai Sosialis Indonesia (Pesindo), Partai Buruh, PKI dan
Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI). Rencana perebutan
kekuasaan diawali dengan persiapan agitasi, demonstrasi, dan penculikan tokoh-
tokoh di Solo yang dianggap musuh.10
Kesaksian dari pelaku maupun saksi sejarah yang melakukan perlawanan
pada gerakan partai komunis ini, terjadi perang rakyat, antara umat Islam yang
dipimpin oleh para ulama dan kyai yang tergabung dalam Partai Masyumi dan
melawan masyarakat yang tergabung dalam Partai Komunis Indonesia.11
Secara teoritis, menurut Crane Brinton, kaum revolusioner memiliki
karakter idealis. Mereka mempunyai ide dan konsep mengenai cara mengubah
9Pinardi, Peristiwa Madiun 1948,(Jakarta: Inkopak-Hazera, 1966), hlm 12.
10Nugroho Notosusanto,30 tahun Indonesia Merdeka cetakan ke-7,(Jakarta: Tira Pustaka,
1981), hlm 184. 11
Djumairi, wawancara, tanggal 09 April 2015, hari Kamis di Ngawi.
atau mengambil alih kekuasaan pemerintah melalui gerakan revolusi.12
Hal ini
sebagaimana gerakan Partai Komunis Indonesia yang dipimpin oleh Amir
Syarifudin dan Muso. Dalam hal ini kedua pemimpin sosialis kiri ini
menggerakkan masyarakat dari kalangan buruh, petani dan kalangan yang lemah
secara ekonomi maupun secara ideologi. Sebagaimana data dalam skripsi Nur
Rahma Nisfatul Ikbar13
, bahwa komposisi masyarakat Madiun secara partai lebih
dominan mendukung Partai Komunis Indonesia, hal ini dari data yang
diperolehnya bahwa, meskipun masyarakat Madiun menganut Islam, namun
pemahaman terhadap agama tidak lantas masuk dalam partai Masyumi. Sehingga
disebut masyarakat abangan14
. Sehingga mudah bagi gerakan Amir-Muso untuk
masuk dan mempengaruhi untuk turut serta berbaris pasukannya. Gerakan
komunis melakukan pemberangusan besar-besaran di setiap wilayah yang dilalui,
membunuh orang-orang yang dianggap musuh.
Seperti dalam peristiwa Kanigoro Kediri pada 13 Januari 1965. Bagaimana
kekejaman orang-orang komunis melakukan penyerbuan terhadap aktivis PII
12
Sulasman, Metodologi Penelitian Sejarah Teori Metode Contoh Aplikasi, (Bandung:
Pustaka Setia, 2014), hlm 225. 13
Nur Rahma Nisfatul Ikbar, Peran Masyumi Dalam Penumpasan Pemberontakan PKI di
Madiun 1948, skripsi, (Surabaya: Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel, 2012), hlm 17. 14
Kaum Muslim Jawa yang saleh dan berpegang teguh pada ajaran Islam menyebut diri
mereka sendiri putihan (golongan putih), tetapi ada banyak orang Jawa yang tidak siap untuk
menerima versi Islam yang baru dan lebih menuntut dari mereka ini, mereka dijuluki sebagai kaum
abangan, “golongan merah (coklat)”. Istilah yang disebut terakhir ini pada awalnya dipakai
sebagai semacam ejekan oleh kaum putihan yang saleh pada pertengahan abad ke-19 –ia tidak
dikenal sebelumnya- tetapi kaum abangan menerima julukan tersebut dengan senang hati.
Perujukan pertama yang ketahui dari pemakaian istilah ini adalah laporan nasionalis Belanda dari
tahun 1850-an. Istilah abangan tampaknya kini telah menjadi istilah yang lebih biasa untuk
menyebut kaum muslim yang tidak begitu taat pada ajaran agama mereka, dan telah menyebar
hingga ke pelosok tanah Jawa. Pada periode yang sama, gaya hidup orang awam Jawa berubah:
kebanyakan mereka rupanya tidak lagi melaksanakan lima rukun Islam yang menandai sitesis
Mistik Misionalis Belanda Carel Poensen, yang menghabiskan 30 tahun di Kediri,
mendeskripsikan suatu masyarakat Jawa yang dinamis pada 1880-an, dengan semakin kuatnya
pengaruh dari kaum n sementara kaum abangan menarik diri dari praktik-praktik religius
sebelumnya. Lihat M. C. Riklefs, Mengislamkan Jawa Sejarah Islamisasi di Jawa dan
Penentangnya dari 1930 sampai Sekarang. Terj. FX Dono Sunardi dan Satrio Wahono,
(Jakarta:Serambi, 2013), hlm. 49-50.
(Pelajar Islam Indonesia) penganiayaan dilakukan terhadap kyai. Pada penyerbuan
tersebut mereka meneriakkan “Ganyang Santri”, “Ganyang Masyumi”, “Ganyang
Sorban”, “Ganyang Kapitalis”, “Ganyang kontra revolusi”.15
Pada peristiwa 1948 umat Islam secara umum menjadi sasaran Partai
Komunis Indonesia, bahkan secara khusus umat Islam yang tergabung dalam
Partai Masyumi menjadi daftar pembantaian dalam agenda Partai Komunis
Indonesia. Masyumi merupakan musuh besar bagi Partai Komunis Indonesia
(PKI), hal ini terbukti dengan banyaknya masyarakat yang menjadi korban ialah
orang-orang Islam. Bahkan mereka selalu meneriakkan untuk mengganyang
orang-orang Masyumi, tempat ibadah yang di bakar oleh PKI.16
Pada 18 September 1948, Partai Komunis Indonesia (PKI) meletuskan
perang di Madiun, dengan berbagai aksi yang dilancarkan kepada penduduk kota
Madiun, kemudian gerak pendukung PKI ini menduduki wilayah-wilayah di
sekitar Madiun. Seperti Ponorogo, Magetan, Takeran, Ngawi, Walikukun. Adapun
dalam hal ini perlawanan dilakukan oleh umat Islam yang tergabung dalam Partai
Masyumi. Masyarakat yang tergabung dengan Masyumi melakukan perlawanan
terhadap gerakan Partai Komunis Indonesia yang menyerang, menumpas orang-
orang Islam serta menjarah dan merampas perbendaharaan milik masyarakat
setempat.
Aksi dan propaganda yang dilakukan oleh orang-orang yang tergabung
dalam Partai menduduki daerah Ngawi, khususnya Kecamatan Widodaren dengan
15
Nugroho Notosusanto dan Ismail Saleh, Gerakan 30 September Pemberontakan Partai
Komunis Indonesia Latar Belakang, Aksi, dan Penumpasannya,(Jakarta: Sekretariat Negara
Republik Indonesia, 1994), hlm 7. 16
Djumairi, wawancara, Tanggal 09 April 2015, hari Kamis di Ngawi.
mengambil alih kantor polisi di Walikukun. Tentara komunis didatangkan dari
Madiun dengan menaiki kereta diturunkan di Stasiun Walikukun.
Dari Walikukun inilah pergerakan tentara komunis menguasai daerah-
daerah di sekitar Kecamatan Widodaren. Propaganda komunis menjanjikan
kepada masyarakat yang tergabung dengan komunis akan diberikan bengkok
sawah milik para lurah yang menjadi gaji di masa jabatannya.17
Masyarakat yang tergabung dengan paham komunis memulai
pergerakannya dengan merusak fasilitas masjid, menjarah perbendaharaan milik
masyarakat. umat Islam yang jelas-jelas menentang terhadap teori Marxisme-
Komunisme menjadi incaran orang-orang komunis. Kebencian komunis terhadap
Partai Masyumi menjadikan mereka memburu tokoh-tokoh Masyumi di berbagai
wilayah, khususnya di Desa Tempurejo para ulama, kyai, santri serta
masyarakatnya mayoritas tergabung dengan Masyumi.
Masyarakat Tempurejo yang tergabung dengan Masyumi serentak
melakukan perlawanan terhadap aksi-aksi dan propaganda komunis. Perlawanan
ini tidak hanya di Tempurejo saja, namun merebah hingga Ngompak, Ngrambe,
dibantu oleh pasukan Tentara Siliwangi dan Tentara Hisbullah Surakarta.18
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk mengangkat
peristiwa tersebut dalam sebuah penelitian dengan judul: “Perlawanan
Masyarakat Tempurejo Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi Jawa Timur
Terhadap Gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI) tahun 1948”. Penelitian ini
dilakukan dengan mewawancarai tokoh tokoh yang menjadi pelaku dan saksi
17
Ahmat Ihsan, wawancara, tanggal 15 Juli 2016 18
Djumairi, Ibid.
sejarah peristiwa Madiun 1948. Serta melakukan studi pustaka dengan
mengumpulkan data yang falid sebagai bahan referensi.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Desa Tempurejo
Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi-Jawa Timur tahun 1948?
2. Bagaimana perlawanan masyarakat Desa Tempurejo Kecamatan
Widodaren Kabupaten Ngawi Jawa Timur terhadap gerakan Partai
Komunis Indonesia (PKI) tahun 1948?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui gerakan Partai Komunis Indonesia di Desa Tempurejo
Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi-Jawa Timur tahun 1948.
2. Mengetahui perlawanan masyarakat Tempurejo Kecamatan Widodaren
Kabupaten Ngawi Jawa Timur terhadap gerakan Partai Komunis Indonesia
(PKI) tahun 1948.
D. Tinjauan Pustaka
Pembahasan mengenai masalah Perlawanan terhadap Partai Komunis
Indonesia (PKI) di desa Tempurejo Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi-
Jawa Timur tahun 1948 belum dilakukan. Sedangkan penelitian yang dilakukan
oleh para penulis hingga saat ini sebagai berikut:
1. Buku Peristiwa Madiun 1948, ditulis Pinardi 1966 Jakarta: Inkopak-
Hazera. Buku ini menerangkan mengenai latar belakang pemberontakan
Partai Komunis Indonesia, penumpasan Partai Komunis Indonesia oleh
pihak tentara Republik Indonesia, dan akibat-akibat pemberontakan Partai
Komunis Indonesia di Madiun.
2. Buku Gerakan 30 September Pemberontakan Partai Komunis Indonesia
Latar Belakang, Aksi, dan Penumpasannya. 1994 Jakarta: Sekretariat
Negara Republik Indonesia. Dalam buku ini dibahas mengenai cikal bakal
Partai Komunis Indonesia, Pemberontakan Partai Komunis Indonesia di
Madiun 1948, Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia 1965,
kondisi politik Indonesia pada peristiwa pemberontakan Partai Komunis
Indonesia.
3. Buku yang ditulis A.H. Nasution tahun 1976 dari Dinas Sejarah Angkatan
Darat dengan judul Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia
Pemberontakan PKI 18 September 1948 jilid 8.
4. Buku Ayat-ayat yang Disembelih. Ditulis oleh Anab Afifi dan Thowaf
Zuharon. 2015 Jakarta: Jagat Publishing. Dalam buku ini dibahas mengenai
persitiwa pembantaian PKI pada tahun 1948 dan 1965 di wilayah sekitar
Jawa Timur. Ditulis dari hasil wawancara penulis dengan pelaku dan saksi
sejarah peristiwa terkait.
5. Skripsi yang ditulis oleh Nur Rahma Nisfatul Ikbar tahun 2012 dari
Fakultas Adab jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam IAIN Sunan Ampel
Surabaya dengan judul Peran Masyumi Dalam Penumpasan
Pemberontakan PKI di Madiun 1948.
Dalam skripsi ini dibahas mengenai komposisi penduduk Karesidenan
Madiun berdasarkan peta politik, adapun Partai Komunis Indonesia (PKI)
dan partai Masyumi memiliki suara di Karesidenan Madiun.
Perkembangan partai Masyumi di Madiun, tokoh-tokoh Masyumi dalam
perjuangan melawan pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di
Madiun 1948. Selain itu tokoh-tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI) dan
tempat-tempat bersejarah Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun.
Dalam skripsi ini pula dibahas mengenai analisis latar belakang meletusnya
pemberontakan komunis di Madiun beserta implikasi Partai Masyumi
terhadap politik umat Islam di Madiun.
6. Skripsi yang ditulis oleh Akhyar Sauqy tahun 1997 dari Fakultas Adab dan
Humaniora Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam IAIN Sunan Ampel
Surabaya dengan Judul “K.H. Moh Rofi‟i dan Pengembangan Pondok
Pesantren dan Madrasah Tempurejo Ngawi”.
Dalam skripsi ini dibahas mengenai peran K.H. Rofi’i dalam
pengembangan kelimuan Islam di Desa Tempurejo, serta pendirian pondok
pesantren Tempurejo. Dibahas pula mengenai peran ulama, kyai dan santri
yang menggelorakan perlawanan terhadap penjajahan Belanda, Jepang dan
gerakan PKI 1948 di Desa Tempurejo.
7. Skripsi yang ditulis oleh Yusron Hasani tahun 1986 dari Fakultas Adab
dan Humaniora Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam IAIN Sunan
Ampel Surabaya dengan Judul “Partisipasi Pesantren Tempurejo
Walikukun dalam Penumpasan G 30 S/PKI di Ngawi”.
Dalam skripsi ini dibahas mengenai peran pesantren sebagai benteng
pertahanan secara idiologi untuk menannggulangi peham-paham komunis
yang akan mempengaruhi masayarakat. Serta dibahas pula mengenai peran
ulama, kyai dan santri sebagai promotor menentang gerakan komunis pada
tahun 1948 dan 1965.
Berbagai buku dan skripsi di atas dijadikan penulis sebagai kajian pustaka
sebagai perbandingan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Dalam
penelitian ini penulis memfokuskan perlawanan terhadap gerakan Partai Komunis
Indonesia di Desa Tempurejo Kecamatan Widodaren kabupaten Ngawi- Jawa
timur. Dalam hal ini, yang menjadi perbedaan penelitian penulis dengan penelitian
sebelumnya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Nur Rahma Isfatul Ikbar ialah
peran Masyumi dalam menumpas gerakan Partai Komunis Indonesia, baik dari
peranan partai Masyumi dalam hal politik maupun keberadaan partai Masyumi di
Madiun. Meskipun dalam penelitian yang penulis lakukan, tokoh yang penulis
angkat merupakan anggota dari partai Masyumi, namun secara wilayah,
perlawanan dilakukan oleh tokoh-tokoh lokal ini di Desa Tempurejo Kecamatan
Widodaren Kabupaten Ngawi-Jawa Timur. Sehingga penulis titik fokusnya
terhadap satu tokoh dari anggota Partai Masyumi ini. Dalam hal ini pula, H.
Djumairi merupakan komandan yang memimpin umat Islam di desanya untuk
melakukan perlawanan terhadap keganasan Partai Komunis di Madiun yang
penumpasannya menyebar ke wilayah Magetan, Ngrambe, Ngawi,
Walikukun.Termasuk desa Tempurejo yang menjadi wilayah yang dilalui oleh
gerakan Partai Komunis Indonesia.
E. Langkah-langkah Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam pengumpulan
sumber dan penyajian penyajian data dalam penulisan mengenai “Perlawanan
Masyarakat Tempurejo Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi Jawa Timur
terhadap Gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI) tahun 1948”, yang dilakukan
dalam penelitian ini penulis melalui empat tahap:
1. Heuristik
Pengumpulan sumber data sesuai dengan masalah yang dibahas, proses
pengumpulan data yang didapatkan dari sumber primer dan sumber sekunder.
Proses pengumpulan sumber tersebut dilakukan di berbagai tempat, seperti
perpustakaan di daerah Bandung, Jatinangor. Kegiatan pengumpulan sumber di
daerah Bandung dimulai dari perpustakaan pribadi milik penulis. Perpustakaan
Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati
Bandung. Perpustakaan Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung
bertempat Jl. A. H. Nasution 105 Bandung. Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa
Barat yang bertempat di Jl. Kawaluyaan Indah No. 4 Bandung. Di daerah
Jatinagor dilakukan di Perpustakaan Batu Api bertempat di Jl. Pramoedya Ananta
Toer 142 A Jatinangor. Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Padjajaran. Dinas Sejarah Angkatan Darat bertempat di Jl. Belitung No. 6
Bandung. Arsip Nasional Republik Indonesia yang bertempat di Jl. Ampera Raya
No. 7, Jakarta Selatan. Selain itu proses heuristik yang diakses melalui internet
terhadap skripsi Nur Rahma Nisfatul Ikbar, melalui website resmi
https://digilib.uinsby.ac.id diakses pada 14 Maret 2015, pukul 14.00. Yusron
Hasani diakses pada 21 Juli 2016 pukul 16 45 WIB, Akhyar Sauqy diakses pada
23 Oktober 2016 pukul 00:02 WIB di Bandung.
Selain pengumpulan sumber di perpustakaan, proses heuristik juga
dilakukan dengan wawancara. Pelaksanaan wawancara terhadap masalah
peristiwa mengenai pembahasan penelitian yangdilakukan oleh penulis dengan
wawancara langsung kepada pelaku maupun saksi sejarah. Dengan narasumber
terkait yaitu H. Djumairi, wawancara dilakukan pada Kamis, 09 April 2015 di
Desa Tempurejo Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi-Jawa Timur. Karno,
wawancara dilakukan pada Jum’at, 15 April 2016 di Desa Kedunggudel
Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi-Jawa Timur. Ahmat Ihsan, wawancara
dilakukan pada jum’at, 15 Juli 2016 di Desa Kedunggudel Kecamatan Widodaren
Kabupaten Ngawi-Jawa Timur. Fathul Jannah, wawancara dilakukan pada Senin,
03 Oktober 2016 di Desa Tempurejo-Banyubiru Kecamatan Widodaren
Kabupaten Ngawi-Jawa Timur. Siti Zaidah, wawancara dilakukan pada Senin, 03
Oktober 2016 di Desa Tempurejo-Banyubiru Kecamatan Widodaren Kabupaten
Ngawi-Jawa Timur.
Setelah melakukan survey ke lapangan, peneliti menemukan beberapa
sumber, sumber yang didapatkaan berupa sumber primer dan sekunder,
diantaranya:
a. Sumber Primer
Sumber primer yang penulis gunakan dalam penelitian ini ialah:
1) Tertulis
a) Arsip/Dokumen
1) Kementerian Penerangan Jogjakarta, Pidato Radio P. M. Sjahrir,
Djakarta 19 Djuni 1947. Jakarta: Arsip Nasional R.I.
2) Security Counsil Committe of Good Offices on the Indonesian
Question on 17 January 1948. Jakarta: Arsip Nasional R.I.
3) Kementrian Pertahanan Bagian Perantara Warta, Pemandangan
Mingguan dan Publikasi Kementerian Pertahanan. Jakarta: Arsip
Nasional R.I. tentang keadaan politik di Luar Negeri di
Yogyakarta, 19 Desember 1947
4) Keputusan Pemerintah RI Jogja: Basmi Pemberontakan!, 1976,
Bandung: Dinas Sejarah Angkatan Darat. tentang PKI telah
merebut kekuasaan Pemerintah di Madiun, pemerintah sedang
berusaha mengembalikan kekuasaan yang sah.
b) Buku
1) H. Nasution. A. 1976. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia
Pemberontakan PKI Madiun 1948. Bandung: Dinas Sejarah
Angkatan Darat.
2) Pinardi. 1966. Peristiwa Madiun 1948. Jakarta: Inkopak-Hazera.
2) Benda
a) Visual
(1) Foto Dokumentasi Diyah Laili Rahmawati, H. Djumairi dalam
wawancara dengan penulis. Tanggal 09 April 2015.
(2) Foto Dokumentasi Diyah Laili Rahmawati, Karno dalam
wawancara dengan penulis. 15 April 2016
(3) Foto Dokumentasi Diyah Laili Rahmawati, Monumen Soerjo untuk
mengenang pembunuhan Gubernur Pertama Jawa Timur R. M.
Soerjo oleh PKI pada 1948. Tanggal 09 April 2015.
(4) Foto Dokumentasi Diyah Laili Rahmawati, Stasiun Walikukun
tempat diturukannya pasukan tentara merah Partai Komunis
Indonesia (PKI) tampak dari gerbang masuk untuk menaiki kereta
menuju arah barat. Tanggal 10 April 2015.
(5) Foto Muso berpidato. Data Arsip Foto. Bandung: Perpustakaan
Batu Api.
(6) Foto Dokumentasi pribadi Diyah Laili Rahmawati, Mushola Al-
Amin sebagai markas tentara Masyumi. Tanggal 15 Juli 2016
(7) Foto Monumen Korban Keganasan PKI 1948 di Desa Kresek.
Data Arsip Foto diakses dari situs https://aksikejipki.com. Tanggal
20 Juli 2016, pukul 07.00 WIB.
(8) Foto dokumentasi Diyah Laili Rahmawati, Hj. Siti Zaidah dalam
wawancara dengan penulis. Tanggal 03 Oktober 2016.
(9) Foto dokumentasi Diyah Laili Rahmawati, Fathul Jannah dalam
wawancara dengan penulis. Tanggal 03 Oktober 2016.
(10) Foto dokumentasi Diyah Laili Rahmawati, Madrasah Diniyah
Muhammadiyah Tempurejo didirikan pada tahun 1928. Tanggal
03 Oktober 2016.
(11) Foto dokumentasi Diyah Laili Rahmawati, Pondok Pesantren
Muhammadiyah Asrama Putra Tempurejo. Tanggal 03 Oktober
2016.
(12) Foto dokumentasi Diyah Laili Rahmawati, Pondok Pesantren
Muhammadiyah Asrama Putri tempurejo. Tanggal 03 Oktober
2016.
(13) Foto Dokumentasi Diyah Laili Rahmawati, motif batik „babon
angkrem‟. Tanggal 03 Oktober 2016.
(14) Foto dokumentasi Diyah Laili Rahmawati, motif batik „esok
sore‟. Tanggal 03 Oktober 2016.
(15) Foto dokumentasi Diyah Laili Rahmawati, motif batik „tiga
negri‟. Tanggal 03 Oktober 2016.
b) Lisan
(1) Djumairi (87) pelaku maupun saksi sejarah dalam melakukan
perlawanan terhadap gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI)
1948. Anggota Partai Masyumi dan tentara Hisbullah-
Fisabililah.Wawancara dilalukan di kediaman narasumber
bertempat di Desa Tempurejo Kecamatan Widodaren Kabupaten
Ngawi-Jawa Timur. Pada 09 April 2015.
(2) Karno (87) pelaku maupun saksi sejarah dalam melakukan
perlawanan terhadap gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI)
1948. Anggota Kepanduan Hizbul Wathan Tempurejo tahun 1955.
Wawancara dilakukan di kediaman narasumber bertempat di Desa
Kedunggudel Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi-Jawa
Timur. Pada 15 April 2016.
(3) Ahmat Iksan (79) saksi sejarah dalam peristiwa gerakan Partai
Komunis Indonesia (PKI) 1948. Wawancara dilakukan di kediaman
narasumber bertempat di Desa Kedunggudel Kecamatan
Widodaren Kabupaten Ngawi Jawa Timur. Pada 15 Juli 2016.
(4) Fathul Jannah (± 83) saksi sejarah peristiwa gerakan Partai
Komunis Indonesia (PKI), Istri Alm. K.H. Mohamad Anwar
pengasuh Pondok Tempurejo Kulon. Wawancara dilakukan di
kediaman narasumber bertempat di Desa Tempurejo Banyubiru
Kecamatan Widodarena Kabupaten Ngawi Jawa Timur. Pada 03
Oktober 2016.
(5) Siti Zaidah (± 62) pengelola Koperasi Batik Sido Mukti Tempurejo
Banyubiru. Pimpinan Cabang Aisyiyah (PCA) Widodaren.
Wawancara dilakukan di kediaman narasumber di Desa Tempurejo
Banyubiru Kecamatan Widodaren Ngawi Jawa Timur. Pada 03
Oktober 2016.
b. Sumber Sekunder
1) Sumber Tertulis
a) Buku
(1) Nugroho Notosusanto, 1994, Gerakan 30 September
Pemberontakan Partai Komunis Indonesia Latar Belakang, Aksi
dan Penumpasannya, Jakarta: Sekretariat Negara Republik
Indonesia.
(2) Anab Afifi dan Thowaf Zuharon. 2015. Ayat Ayat yang
Disembelih. Jakarta: Jagat Publishing.
(3) Harry A. Poeze; penerjemah Hersri Setiawan, 2011. Madiun 1948
PKI Bergerak, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
(4) Takashi Shiraishi, 1997, Zaman Bergerak Radikalisme di Jawa
1912-1926 (terjemahan), Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
(5) Ruth T. McVey, 2010, Kemunculan Komunisme di Indonesia
(terjemahan), Yogyakarta: Komunitas Bambu.
(6) Nugroho Notosusanto, 1981, 30 Tahun Indonesia Merdeka,
Jakarta: Tira Pustaka.
b) Majalah dan Koran
(1) “Pemberontakan PKI Muso di Madiun” dalam Pandji Masyarakat
5 November 1966/ 21 Rajab 1386, No. 3, Hlm 18-19, Jakarta:
Jajasan Nurul Islam.
(2) “Islam di Rusia” dalam Pandji Masyarakat April 1967/
Zulhidjdjah 1386. No. 13, Hlm. 28, Jakarta: Jajasan Nurul Islam.
(3) “Mengenali Beberapa Perbedaan-perbedaan Islam dengan
Marxisme-Komunisme” dalam Pandji Masyarakat Maret
1967/Zulhidjdjah 1386. No. 12. Hlm. 7-8, Jakarta: Jajasan Nurul
Islam.
c) Artikel dalam Internet
(1) Anonim. “Monumen Sumur Kresek” dalam
https://aksikejipki.com. Diakses 20 Juli 2016
(2) Imam Mukhlas. “Sejarah Tempurejo” dalam
https://Fatwatempurejo.blogspot.com. Diakses 16 Desember
2015.
(3) Nahi Munkar “Pemutarbalikkan Fakta Sejarah Pembantaian para
Ulama oleh PKI” dalam https://jbahonar.worpress.com. Diakses
25 Juli 2016.
(4) Anonim. “Monumen Sumur Soco” dalam
https://bentengmagetan.com. Diakses 20 Juli 2016
(5) Anonim. “Hizbul Wathan” dalam
https://www.muhammadiyah.or.id.html. 22 September 2016
2. Kritik
Setelah sumber sejarah dalam berbagai kategorinya itu terkumpul, tahap
yang berikutnya ialah verifikasi atau lazim disebut juga dengan kritik untuk
memperoleh keabsahan sumber.19
Dalam hal ini terdapat dua kritik terhadap
sumber yang didapatkan, yaitu kritik ekstern dan kritik intern
Kritik ekstern merupakan cara melakukan verifikasi atau pengujian
terhadap aspek-aspek “luar” sumber sejarah. Sebelum semua kesaksian yang
berhasil dikumpulkan oleh sejarawan dapat digunakan untuk merekontruksi masa
19
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah,( Jakarta: Logos, 1999), hlm. 58
lalu, terlebih dahulu harus dilakukan pemeriksaan yang ketat.20
Sedangkan Kritik
Intern atau kritik dalam dilakukan untuk menyelidiki sumber yang berkaitan
dengan sumber masalah penelitian.21
Setelah penulis mendapatkan sumber dokumen ini, penulis khususnya
melakukan kritik ekstern, yaitu melihat sumber dari sisi luarnya apakah sumber
tersebut layak atau tidak, serta untuk melihat keauntentikan dan keaslian sumber.
Penulis mendapatkan arsip dari Dinas Sejarah Angkatan Darat, dokumen ini yang
ditulis oleh A.H. Nasution menggunakan mesin tik, keadaan tulisan terbaca.
Melihat dari penulisnya ialah A.N. Nasution merupakan saksi sejarah terhadap
peristiwa tersebut.
Setelah penulis mendapatkan sumber lisan ini, penulis khususnya
melakukan kritik ekstern, yaitu melihat sumber dari sisi luarnya apakah sumber
lisan tersebut layak atau tidak, serta untuk dilihat keautentikan dan keaslian
sumber. Penulis melakukan wawancara dengan tokoh masyarakat yaitu H.
Djumairi (±88), jika dilihat dari kesaksian beliau secara penuh dan mau, dengan
suka rela narasumber memberikan informasi terkait peristiwa sesuai yang beliau
alami. Karena beliau merupakan komandan dari masyarakat Islam setempat dalam
melakukan perlawanan. Karena narasumber yang penulis wawancarai merupakan
pelaku maupun saksi sejarah, sehingga bisa dipertanggung jawabkan dengan
pertimbangan dalam aturan kritik ekstern.
Sedangkan sumber lisan selanjutnya penulis dapatkan dari hasil
wawancara dengan Karno (±87). Narasumber merupakan salah satu masyarakat di
20
Sulasman, Metodologi Penelitian Sejarah Teori Metode Contoh Aplikasi, (Bandung:
Pustaka Setia), hlm.102 21
Sulasman, Ibid. hlm. 102
luar Desa Tempurejo yang terfitnah oleh aksi yang dilakukan PKI. Sehingga
narasumber merupakan pelaku maupun saksi sejarah, sehingga bisa dipertanggung
jawabkan dengan pertimbangan dalam aturan kritik ekstern.
Ahmat Iksan (79), merupakan salah satu masyarakat luar Desa Tempurejo
yang menjadi saksi atas perlawanan Almarhum Ramlan. Beliau merupakan saksi
sejarah, sekaligus pengelola mushola Al-Amin yang menjadi markas Masyumi
ketika itu. Sehingga sumber bisa dipertanggung jawabkan.
Fathul Jannah (83), merupakan salah satu masyarakat Desa Tempurejo
yang menjadi saksi atas perlawanan suaminya, Almarhum K. H. Mohammad
Anwar. Beliau merupakan saksi sejarah, sehingga sumber bisa dipertanggung
jawabkan.
Dalam sumber dokumen ini penulis melakukan kritik intern. Dokumen
yang ditulis A.H. Nasution ini berkenaan dengan keputusan pemerintah RI untuk
membasmi pemberontak. Sehingga sumber ini kredibel.
Dalam sumber lisan ini penulis melakukan kritik intern. Dimana dalam
tahapan ini penulis melihat keempat sumber tersebut dari dalamnya. Penulis
melakukan wawancara dengan beberapa narasumber diatas dalam hal ini
narasumber yang dimaksud memenuhi kriteria sebagai sumber yang kredibel
karena memenuhi syarat dalam sebuah kritik intern sumber: keempat narasumber
ini pada saat peristiwa tersebut sudah dalam kondisi dewasa dan dalam keadaan
sehat, selain itu keikut sertaan kedua narasumber dalam melakukan perlawanan
pada peristiwa tersebut di usia yang sudah cukup dewasa pula. Kemudian
narasumber yang keempat, meskipun tidak ikut serta dalam perlawanan, namun
pada usianya telah menjadi saksi dalam peristiwa tersebut. Selain itu penulis
menghubungkan pula dari hasil wawancara beberapa narasumber di atas untuk
melihat kredibel kesaksian tersebut dan kesinambungan kesaksiaannya. Dapat
disimpulkan keempat narasumber merupakan sumber lisan yang kredibel terhadap
peristiwa perlawanan masyarat Tempurejo terhadap gerakan PKI 1948.
3. Interpretasi
Interpretasi merupakan penafsiran sejarah atau analisis penulis untuk
menguraikan suatu fakta-fakta tehadap suatu peristiwa sejarah.
Dalam penelitian sejarah sosial ini, perlawanan masayarakat Desa
Tempurejo merupakan peristiwa sejarah sosial yang bersifat lokal. Menurut R.B.
Gribb bahwa perhatian utama dari sejarah sosial ialah bagaimana masyarakat
mempertahankan dirinya, mengatur hubungan sesamanya, dan bagaimana
memecahkan masalah dalam berhadapan dengan lingkungannya (alamiah atau
sosial), maka Gribb mengungkapkan bahwa gejolak revolusi pada lokalitas
tertentu. Sehingga peristiwa sejarah sosial tersebut bukanlah untaian dan tindakan
para aktor yang terlalu dipentingkan, namun pola dan perilaku yang menghasilkan
“event”. Sebagaimana yang dikutip oleh Dedi Saeful Anwar dalam skripsinya
yang berjudul Perlawanan Pasukan M.A Sentot Melawan Agresi Militer Belanda
di Indramayu Tahun 1946-194822
, bahwa peristiwa sejarah yang bersifat lokal
seperti perlawanan masyarakat Desa Tempurejo terhadap gerakan Partai Komunis
Indonesia, merupakan bagian dari sejarah nasional.
22
Dedi Saeful Nawar, (2015) “Perlawanan Pasukan M.A Sentot Melawan Agresi Militer
Belanda di Indramayu Tahun 1946-1948” Skripsi, (Bandung: Universitas Islam Negeri Sunan
Gunung Djati Bandung). Hlm. 16.
Mengenai sejarah lokal atau daerah yang penulis angkat dalam sebuah
penelitian ini, perlawanan Masyarakat Desa Tempurejo terhadap partai komunis
Indonesia (PKI) ialah masyarakat yang tergabung dalam Partai Masyumi dan
tergabung dalam pelatihan Laskar Hisbullah.
4. Historiografi
Historiografi merupakan langkah akhir dalam penelitian sejarah. Dalam hal
ini penulis mengkategorikan dalam empat bab, yaitu:
BAB I, merupakan Bab Pendahuluan yang mencakup di dalamnya: Latar
Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, dan Langkah-langkah
Penelitian yang meliputi Heuristik, Kritik, Interpretasi dan Historigrafi.
BAB II merupakan bab yang membahas mengenai Gerakan Partai
Komunis Indonesia (PKI) di desa Tempurejo kecamatan Widodaren Kabupaten
Ngawi Jawa Timur tahun 1948 mencakup: Sejarah Keberadaan Partai Komunis
Indonesia di desa Tempurejo kecamatan Widodaren Ngawi Jawa Timur tahun
1948, tokoh-tokoh komunis di Desa Tempurejo Kecamatan Widodaren Kabupaten
Ngawi Jawa Timur tahun 1948, aktivitas dan propaganda Partai Komunis
Indonesia di Desa Tempurejo Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi Jawa
Timur tahun 1948.
BAB III merupakan bab yang membahas Perlawanan masyarakat desa
Tempurejo terhadap Gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI) tahun 1948
mencakup: gambaran umum masyarakat desa Tempurejo menjelang munculnya
gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI) TAHUN 1948: geografis, politik,
ekonomi, sosial budaya, agama. Faktor-faktor pendorong perlawanan masyarakat
Tempurejo terhadap gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI). Proses perlawanan
masyarakat Tempurejo terhadap gerakan Pertai Komunis Indonesia (PKI). Solusi
masyarakat Tempurejo dalam menentang gerakan Partai Komunis Indonesia
(PKI). Dampak dan Pengaruh.
BAB IV merupakan bab kesimpulan dari pembahasan.