BAB V HASIL PENELITIAN A. Rangkuman Hasil Subjek 1 ...repository.unika.ac.id/16438/6/13.40.0019...
Transcript of BAB V HASIL PENELITIAN A. Rangkuman Hasil Subjek 1 ...repository.unika.ac.id/16438/6/13.40.0019...
130
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Rangkuman Hasil Subjek
1. Intensitas Tema
Berdasarkan data yang diperoleh dari ketiga subjek melalui
proses observasi dan wawancara ditemukan banyak persamaan dan
perbedaan yang dihasilkan oleh ketiga subjek. Seluruh subjek
mengalami dinamika coping stress yang sama, namun memiliki hasil
yang berbeda. Dalam tema primary appraisal, stressor merupakan hal
yang baru bagi seluruh subjek, ketiga subjek memiliki prediksi yang
positif terhadap stressor, kepercayaan yang dianut membantu ketiga
subjek dalam menerima stressor, dan seluruh subjek menerima stressor
secara utuh.
Dalam tema secondary appraisal, ketiga subjek melakukan
penilaian dan pengevaluasian terhadap sumber dan ketersediaan pilihan
coping yang ada. Ketiga subjek mengalami stres dan merasakan
berbagai emosi negatif, namun ketiga subjek merasa yakin dalam
menghadapi stressornya, ketiganya pun melakukan emotion focused
coping dan problem focused coping namun dengan strategi yang
berbeda-beda
Tidak seluruh subjek merasa bahwa sumber materi, tenaga dan
waktu mendukung coping yang mereka lakukan, namun seluruh subjek
merasa kemampuan pemecahan masalah, kemampuan sosial dan
131
dukungan sosial yang dimilikinya mendukung. Setelah itu ketiga subjek
melakukan penilaian ulang berdasarkan primary appraisal dan
secondary appraisal yang akhirnya memnculkan penilaian akhir (final
appraisal).
Dalam tema final appraisal, ketiga subjek sama-sama pernah
melakukan pergantian strategi coping. Menurut ketiganya, penentuan
strategi coping yang baru ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
faktor dukungan sosial, faktor materi, tenaga, waktu, faktor kepribadian,
serta faktor stressor lain yang mempengaruhi tingkat stres mereka,
namun tidak semua subjek merasa bahwa coping yang digunakan
efektif. Berikut adalah tabel intensitas dari dinamika coping stress
seorang ibu yang memiliki anak ADHD :
132
Tabel 5.1
Tabel Intensitas Tema Seluruh Subjek
Tema S1 S2 S3 Keterangan
Primary
Appraisal
Stressor hal
yang baru
+++ +++ +++ Stressor merupakan
hal yang baru bagi
subjek 1, 2, dan 3
Prediksi positif
terhadap
stressor
++ +++ +++ Subjek 2 dan 3 yakin
stressor memiliki
masa depan yang baik
Pengaruh
kepercayaan
+++ +++ ++ Kepercayaan subjek 1
dan 2 sangat kuat
dalam menghadapi
stressor
Penerimaan
stressor
+++ +++ +++ Subjek 1, 2, dan 3
menerima stressor
secara utuh
Secondary
Appraisal
Emosi negatif +++ +++ ++ Subjek 1,2, dan 3
merasa stres dan
pernah mengalami
emosi negatif
Keyakinan
menghadapi
stressor
++ ++ ++ Subjek 1, 2, dan 3
yakin dapat
mengahadapi stressor
Emotional
focused coping
+++ +++ +++ Subjek 1, 2, dan 3
melakukan emotional
focused coping
Problem
focused coping
+++ +++ +++ Subjek 1, 2, dan 3
melakukan problem
focused coping
Materi,
tenaga/fisik,
dan waktu
problem
solving skill,
social skill,
dukungan
sosial
mendukung
+ ++ +++ Subjek 1 memiliki
sumber coping yang
lebih rendah daripada
subjek 2 dan 3
133
Final
Appraisal
Pergantian
coping
++ +++ ++ Subjek 1, 2, dan 3
melakukan pergantian
strategi coping
faktor materi,
waktu, tenaga
++ ++ ++ Subjek 1, 2 dan 3
merasa waktu dan
tenaga mempengaruhi
pemilihan coping yang
baru
Dukungan
sosial
+++ +++ +++ Subjek 1, 2 dan 3
merasakan adanya
dukungan dari orang-
orang sekitar
Faktor
kepribadian
+ + ++ Subjek 1, 2 dan 3
merasa kepribadian
mereka mendukung
coping yang dilakukan
Stressor lain +++ +++ + Subjek 1 dan 2
memiliki beberapa
stressor lain
Efektivitas
strategi coping
++ ++ +++ Subjek 1 dan 2 merasa
coping tidak efektif
Keterangan
+ = Intensitas rendah
++ = Intensitas sedang
+++ = Intensitas tinggi
134
Ketiga subjek memiliki perbedaan dan persamaan dalam
intensitas tema dinamika coping stress. Dalam tema first appraisal,
ketiga subjek memiliki intensitas yang sama pada stressor merupakan
hal yang baru, yaitu intensitas tinggi. Ketiga subjek memiliki intensitas
yang berbeda pada prediksi positif terhadap stressor, yaitu subjek 1
dengan intensitas sedang, sedangkan subjek 2 dan 3 dengan intensitas
tinggi. Ketiga subjek memiliki intensitas yang berbeda pula pada
pengaruh kepercayaan dalam menghadapi stressor, yaitu subjek 1 dan 2
dengan intensitas tinggi, sedangkan subjek 3 dengan intensitas sedang.
Seluruh subjek memiliki intensitas yang sama pada penerimaan stressor
secara utuh, yaitu intensitas tinggi.
Dalam tema secondary appraisal, ketiga subjek memiliki
intensitas yang berbeda pada perasaan negatif, yaitu subjek 1 dan 2
dengan intensitas tinggi sedangkan subjek 3 dengan intensitas sedang.
Subjek 1, 2 dan 3 memiliki intensitas yang sama pada keyakinan
menghadapi stressor yaitu intensitas sedang. Ketiga subjek memiliki
intensitas yang sama pada penggunaan emotion focused coping dan
problem focused coping, yaitu subjek 1, 2 dan 3 memiliki intensitas
yang tinggi. Pada pengevaluasian sumber coping yaitu materi, tenaga,
waktu problem solving skill, social skill, dan dukungan sosial yang
mendukung, subjek 1 memiliki intensitas yang rendah, subjek 2
memiliki intensitas sedang, sedangkan subjek 3 memiliki intensitas
yang tinggi.
135
Dalam tema final appraisal, ketiga subjek memiliki intensitas
yang berbeda pada pergantian coping, yaitu subjek 1 dan 3 dengan
intensitas sedang, sedangkan subjek 2 dengan intensitas tinggi. Pada
faktor tenaga, waktu dan materi ketiga subjek memiliki intensitas yang
sama yaitu intensitas sedang. Begitu pula pada faktor dukungan sosial,
ketiga subjek memiliki intensitas yang sama yaitu intensitas tinggi. Pada
faktor kepribadian, ketiga subjek memiliki intensitas yang berbeda,
subjek 1 dan 2 memiliki intensitas yang rendah sedangkan subjek 3
memiliki intensitas yang sedang. Ketiga subjek memiliki intensitas yang
berbeda pada stressor lain, yaitu subjek 1 dan 2 dengan intensitas tinggi
sedangkan subjek 3 dengan intensitas rendah. Pada efektivitas
penggunaan coping, ketiga subjek pun memiliki intensitas yang
berbeda, subjek 1 dan 2 memiliki intensitas sedang, sedangkan subjek 3
memiliki intensitas yang tinggi.
136
Sk
em
a 6
. D
inam
ika
Copin
g
Str
ess
Sel
uru
h S
ubje
k
+
Pri
mary
Ap
pra
isal
1.
Str
esso
r ad
alah
hal
yan
g b
aru
2.
Kura
ng
mem
aham
i
stre
ssor
kura
ngn
ya
pen
did
ikan
3.
Pre
dik
si a
nak
men
jadi
lebih
bai
k
4.
Kep
erca
yaa
n
mem
pen
gar
uhi
dal
am
men
gh
adap
i st
ress
or
5.
Men
erim
a an
ak
seutu
hn
ya
Sec
on
dary
Ap
pra
isal
1.
Adan
ya
stre
s ti
nggi,
per
asaa
n
mar
ah,
jen
gkel
, kec
ewa,
kes
al
dan
sed
ih
2.
San
gat
yak
in
mam
pu
men
gat
asi
stre
ssor
3.
Sum
ber
w
aktu
, m
ater
i dan
tenag
a/fi
sik
men
du
kung
tindak
an
copin
g,
sum
ber
wak
tu
dan
te
nag
a/fi
sik
men
dukung
nam
un
mat
eri
tidak
4.
Mem
ilik
i su
mb
er
pro
ble
m
solv
ing s
kill
, so
cial
skil
l, d
an
soci
al
support
yan
g
sangat
men
dukung
5.
Em
oti
on
focu
sed
copin
g:
dis
tract
ion,
posi
tive
reappra
isal,
em
oti
onal
dis
charg
e,
resi
gned
acc
epta
nce
, w
ishfu
l th
inki
ng,
incr
ease
d
act
ivit
y,
pra
ying,
self
cri
tism
, se
ekin
g m
eanin
g,
den
ial,
hid
ing f
eeli
ngs
6.
Pro
ble
m
focu
sed
co
pin
g:
pla
nfu
ll
pro
ble
m
solv
ing,
ass
ista
nce
se
ekin
g,
dir
ect
act
ion,
confr
onti
ve a
sser
tion,
info
rmati
on s
eeki
ng
Rea
ppra
isal
N
ew
Ap
pra
isal
Fin
al A
pp
rais
al
Ad
anya
p
enyu
sun
an
dan
p
erga
nti
an
stra
tegi
coping
ya
ng
lain
men
gaja
k
anak
ber
mai
n l
ayan
gan
, m
emas
ak,
tid
ak
mem
ikir
kan
ko
nd
isi
dir
i se
nd
iri,
men
erim
a an
ak,
men
uru
nka
n
stan
dar
,
tid
ak p
edu
li o
mo
nga
n o
ran
g, m
engu
rusi
tan
aman
men
cari
dan
pin
dah
se
kola
h.
1.
Psi
kolo
gis
ber
fun
gsi
kem
bal
i a
ktiv
itas
la
nca
r 2
.Fi
sio
logi
s le
bih
bai
k
Fak
tor
Inte
rnal
- C
op
ing
yan
g b
iasa
dil
aku
kan
mem
ukul
anak
, ber
ceri
ta
pad
a te
man
, p
ergi
men
on
ton
bal
ap b
uru
ng,
jala
n-j
alan
, p
ergi
ke
rum
ah
tem
an,
mem
inta
ban
tuan
kel
uar
ga,
m
emar
ahi
anak
, ti
du
r,
ber
syu
ku
r,
mem
arah
i p
ihak
se
ko
lah
,
men
yal
ahkan
an
ak,
ber
ceri
ta
pad
a ib
u
-Mem
ilik
i kep
rib
adia
n
yan
g
terb
uka,
tid
ak m
ud
ah m
enyer
ah
Fak
tor
Ek
stern
al
Adan
ya
mat
eri,
te
nag
a,
dan
wak
tu
yan
g
mem
pen
gar
uhi
pem
ilih
an s
trat
egi
copin
g y
ang
bar
u
-adan
ya
dukun
gan
d
ari
kel
uar
ga,
te
man
-tem
an
dan
teta
ngga
-Str
esso
r la
in:
per
eko
nom
ian,
hil
ang
konta
k
den
gan
anak
,
suam
i m
enin
ggal
, ko
mpla
in
dar
i guru
, beb
an
ker
ja,
om
on
gan
te
tangga,
ti
dak
dit
erim
a ole
h
sekola
h
yan
g
lam
a
Efe
kti
f
Tid
ak
Efe
kti
f
Mel
akukan
Str
ateg
i Coping
137
Berdasarkan bagan kerangka pikir diatas, dapat dilihat bahwa
pada tahap primary appraisal, stressor merupakan hal yang baru bagi
ketiganya karena ketiga subjek tidak memiliki pengalaman sebelumnya
dalam memiliki anak berkebutuhan khusus, namun subjek 3 kurang
mampu memahami stressor yang dihadapi, karena kurangnya
pendidikan yang dimiliki subjek 3 tidak memahami gangguan yang
dialami anaknya. Subjek 1, 2, dan 3 memiliki prediksi bahwa anak-anak
subjek pasti dapat menjadi lebih baik kedepannya, hal ini dibuktikan
dengan ketiga subjek sama-sama mengajari anaknya untuk shalat dan
mengikutkan mereka pada kegiatan mengaji di masjid, subjek 2 dan 3
bahkan sudah merencanakan tahap-tahap yang akan dijalani oleh si anak
di dunia pendidikan.
Ketiganya pun sama-sama merasa bahwa kepercayaan yang
dianut mempengaruhi penilaian subjek terhadap stressor dimana
hasilnya adalah ketiga subjek sama-sama dapat menerima stressor
secara utuh walaupun di waktu yang berbeda-beda, subjek 1 dan 3
menerima stressor sejak lahir, sedangkan subjek 2 baru setahun terakhir
menerima stressor secara utuh.
Dalam secondary appraisal, subjek 1 dan 2 sama-sama
mengalami stres yang tinggi, kesal, sedih dan kecewa karena merasa
stressor yang dihadapi terlalu berat, sedangkan subjek 3 mengalami
stres yang rendah, marah, kesal dan sedih terhadap kondisi anaknya.
Setiap subjek juga memiliki keyakinan bahwa subjek mampu mengatasi
138
stressornya, karena ketiga subjek memiliki problem solving skill yang
baik dan prediksi yang positif terhadap masa depan si anak.
Dalam evaluasi coping stress yang tersedia, ketiga subjek sama-
sama pernah menggunakan emotion focused coping dan problem
focused coping hanya saja strategi yang digunakan berbeda, Subjek 1, 2,
dan 3 sama-sama pernah melakukan strategi distraction, positive
reappraisal, emotional discharge, resigned acceptance, wishful thinking
dan direct action. Strategi lain ditemukan dimana subjek 1 dan 2 sama-
sama menggunakan strategi seeking meaning, planful problem solving,
dan assistance seeking. Subjek 2 dan 3 sama-sama menggunakan
information seeking dalam merencanakan pendidikan masa depan bagi
anak subjek. Perbedaan ditemukan dimana subjek 1 menggunakan
strategi lain seperti increased activity yaitu meningkatkan banyaknya
aktivitas yang dilakukan sehari-hari, praying, dan self critism. Subjek 2
menggunakan strategi lain seperti denial dan hiding feelings, sedangkan
subjek 3 menggunakan strategi confrontive assertion untuk mengatasi
stressornya.
Dalam secondary appraisal terdapat sumber coping yang
diperkirakan dapat mendukung pilihan strategi coping yang akan
digunakan seperti halnya tersedianya materi, tenaga, waktu, problem
solving skill, social skill dan dukungan sosial. Subjek 2 dan 3 merasa
materi, waktu dan tenaga yang dimiliki mampu mendukung strategi
coping yang dilakukan, namun tidak halnya dengan subjek 1 yang
merasa bahwa materi yang dimiliki tidak cukup mendukung dalam
139
strategi coping yang dipilih. Subjek 1, 2, dan 3 menunjukkan bahwa
ketiganya memiliki problem solving skill yang baik karena selama ini
mereka mampu menemukan solusi dari setiap permasalahan yang ada,
ketiganya pun memiliki social skill yang baik ditunjukkan dari rasa
empati yang dimiliki oleh ketiganya, kemudian subjek 1 dan 2 merasa
dukungan sosial dari tetangga kurang mendukung namun dari keluarga
dan teman-teman sangat mendukung, berbeda halnya dengan subjek 3
dimana keluarga, tetangga, dan teman-teman mendukung dirinya
sehingga subjek 3 memiliki sumber dukungan sosial yang lebih baik
dari pada subjek 1 dan 2.
Dalam final appraisal, subjek 1 melakukan strategi coping
dengan mengajak anak bermain layangan, memasak, dan tidak
memikirkan kondisi subjek sendiri, hal ini dilakukan setelah merasa
bahwa coping yang biasa dilakukan kurang dapat membantu
meminimalisir stres yang dimiliki. Subjek 2 melakukan strategi coping
seperti menerima anak, menurunkan standar terhadap anak, tidak peduli
dengan omongan orang lain dan mengurusi tanaman, hal ini dilakukan
subjek karena dengan beberapa coping yang biasa dilakukan, subjek
merasa strategi tersebut kurang baik untuk dilakukan, sedangkan subjek
3 melakukan coping yang baru yaitu memindahkan anak subjek ke
sekolah yang baru yang dirasa lebih baik dan lebih tepat, hal ini juga
dikarenakan subjek 3 adalah orang yang tidak mudah menyerah
terhadap keadaannya.
140
Strategi-strategi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Subjek 1, 2 dan 3 mengaku bahwa materi, tenaga dan waktu
mempengaruhi strategi coping yang dipilih oleh ketiga subjek. Ketiga
subjek merasa mendapatkan dukungan dari keluarga masing-masing,
entah dari orang tua, suami maupun anak subjek yang lain. Subjek 1 dan
2 merasa mendapat dukungan sosial dari keluarga dan teman-temannya.
Subjek 1 mengatakan bahwa setelah subjek bercerita dengan teman-
temannya, subjek merasa tidak perlu berlarut terlalu dalam memikirkan
permasalahannya karena dapat menambah beban pikiran, sehingga
subjek memilih untuk tidak memikirkan masalahnya sendiri, sedangkan
subjek 2 merasa setelah bercerita kepada keluarga dan teman-temannya
subjek merasa lebih optimis dan mendapat semangat baru dalam
menghadapi anak. Subjek 3 mendapat dukungan dari keluarga, tetangga
dan teman-temannya dimana para tetangga seringkali membantu
perekonomian subjek 3 dengan memberikan pekerjaan sampingan,
sedangkan keluarga dan teman-temannya membantu dalam pencarian
informasi dan dukungan emosional.
Faktor lain yang menentukan adalah stressor lain yang terjadi
dalam kehidupan subjek sehari-hari, subjek 1 dan 3 memiliki stressor
lain yang sama berupa permasalahan ekonomi, dan meninggalnya
suami. subjek 1 memiliki stressor lain yaitu hilang kontaknya dengan
anaknya yang pertama. Di sisi lain subjek 2 memiliki stressor lain
berupa komplain dari guru di sekolah anak subjek, beban kerja di
tempat subjek bekerja dan omongan dari tetangga terhadap diri subjek,
141
sedangkan subjek 3 memiliki stressor lain yaitu ketidakadilan yang
diterimanya dari pihak sekolah yang lama. Stressor-stressor ini tentunya
mempengaruhi ketiga subjek dalam melakukan strategi coping.
Faktor internal yang mempengaruhi ketiga subjek adalah strategi
coping yang biasa dilakukan oleh subjek dalam menghadapi sebuah
stressor. Subjek 1, 2, dan 3 pernah melakukan strategi yang sama yaitu
tidur, dan memarahi anak, namun perbedaan ditemukan pada subjek 2
yang tidak pernah memukul anak, sedangkan subjek 1 dan 3 pernah
memukul dan melempar anak dengan barang. Subjek 1 dan 2 memiliki
persamaan dalam melakukan coping yaitu bercerita kepada teman-
temannya sedangkan hal tersebut tidak terjadi pada subjek 3. Subjek
1,2, dan 3 pun sama-sama meminta bantuan kepada keluarga untuk
menghadapi stressor yang ada baik berupa cerita, materi maupun tenaga
sehingga ketiga subjek merasa mendapatkan dukungan dari keluarga
subjek. Subjek 1 melakukan strategi coping yang lain yaitu pergi
menonton balap burung bersama si anak, jalan-jalan, dan pergi ke
rumah teman. Subjek 2 biasanya melakukan strategi coping yaitu
menyalahkan anak. Subjek 3 biasanya melakukan strategi coping berupa
bersyukur dan memarahi pihak sekolah.
Faktor kepribadian pun cukup mempengaruhi strategi coping
yang digunakan, seperti contohnya subjek 1 dan 2 yang sama-sama
memiliki kepribadian yang terbuka terhadap orang lain sehingga lebih
mudah untuk berbagi cerita, sedangkan hal ini tidak terjadi pada subjek
3. Subjek 3 memiliki kepribadian yang tidak mudah menyerah.
142
Dinamika di atas menghasilkan hasil yang berbeda diantara ketiga
subjek. Subjek 1 dan 2 merasa strategi-strategi coping yang digunakan
tidak efektif sehingga kedua subjek akan kembali ke secondary
appraisal untuk melakukan penilaian dan pengevaluasian coping,
sedangkan subjek 3 merasa strategi coping yang digunakan efektif
sehingga tidak lagi menimbulkan stres.
B. Pembahasan
Seorang ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus pastilah memiliki
beban pikiran yang menimbulkan stres di dalam dirinya, tidak terkecuali
ibu yang memiliki anak ADHD. Munculnya stres ini membuat seseorang
akan mengalami proses dimana dirinya akan mencoba untuk mengatur
kesenjangan persepsi antara tuntutan situasi yang menekan dengan
kemampuan dirinya dalam memenuhi tuntutan tersebut atau biasa yang
disebut coping (Lazarus & Folkman, dalam Sarafino dan Smith, 2011).
Dalam stres sendiri terdapat empat komponen, namun yang disoroti
dalam penelitian ini adalah komponen transaksi (transactions). Transaksi
dalam stres secara umum meliputi sebuah proses asesmen yang biasa
disebut cognitive appraisal atau penilaian kognitif (Sarafino dan Smith,
2011). Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil wawancara, ketiga
subjek penelitian mengalami proses cognitive appraisal yang serupa namun
memiliki hasil yang berbeda.
Tahap primary appraisal adalah tahap dimana kognitif seseorang
melakukan penilaian terhadap situasi yang dihadapi, mencari jawaban
apakah situasi tersebut dapat diatasi oleh dirinya (Sarafino dan Smith,
143
2011). Dalam tahap ini pun terdapat dua faktor, faktor situasi seperti
apakah situasi atau stressor suatu hal yang baru bagi dirinya, yang kedua
adalah faktor pribadi seperti kepercayaan dan intelektual yang dimiliki
(Blonna, 2012). Pada tahap primary appraisal ini ketiga subjek melakukan
penilaian bahwa stressor merupakan hal yang baru bagi ketiganya, tingkat
pendidikan pun mempengaruhi pengetahuan ketiganya dalam memahami
stressor yang dihadapi. Para subjek pun memiliki prediksi bahwa anak-
anak subjek pasti dapat menjadi lebih baik kedepannya, hal ini dibuktikan
dengan ketiga subjek mengikutkan anak-anaknya pada kegiatan yang biasa
dilakukan oleh anak seusianya.
Dikatakan Lazarus & Folkman (dalam Blonna, 2012) bahwa faktor
internal dari seseorang seperti keyakinan dan kepercayaan mempengaruhi
seseorang dalam penilaian pertamanya terhadap stressor. Dalam hal ini,
ketiga subjek merasa bahwa kepercayaan yang dianut mempengaruhi
penilaian subjek terhadap stressor dimana hasilnya ketiga subjek sama-
sama dapat menerima stressor dengan ikhlas dan merawatnya.
Setelah melakukan penilaian pertama, para subjek masuk ke tahap
secondary appraisal. Pada tahap ini subjek melakukan penilaian apakah
sumber-sumber yang dimiliki cukup mampu untuk memenuhi/menghadapi
permintaan dari lingkungan (stressor). Ketika sumber seseorang lebih dari
pada cukup untuk menghadapi situasi sulit, maka individu akan merasa
stres yang dimiliki rendah, namun apabila yang terjadi adalah sebaliknya
maka individu akan merasa stres yang dimiliki sangat tinggi (Taylor, 2015).
Tahap ini juga berfokus pada pengevaluasian sumber dan ketersediaan
144
coping, dimana terdapat dua faktor untuk membantu seseorang dalam
mengevaluasi ketersediaan coping. Faktor yang pertama adalah disposisi
coping seperti emotion focused coping dan problem focused coping, yang
kedua adalah faktor sumber coping yaitu tenaga dan kesehatan yang
dimiliki, keyakinan yang positif, kemampuan pemecahan masalah,
dukungan sosial, dan materi. (Blonna, 2012).
Sesuai dengan teori diatas, dalam secondary appraisal ini ketiga subjek
melakukan pengevaluasian terhadap sumber-sumber yang mereka miliki
seperti tenaga atau fisik yang dimiliki, ketersediaan waktu dan materi,
problem solving skill, social skill dan dukungan sosial yang dimiliki.
Tenaga atau fisik cukup menentukan apakah subjek sanggup melakukan
coping. Ketersediaan waktu pun cukup menentukan, terutama karena ketiga
subjek memiliki pekerjaan, hal ini mempengaruhi dalam waktu yang
digunakan subjek untuk melakukan coping, begitu pula dengan materi.
Ketiga subjek memiliki problem solving skill yang baik, dimana hal ini
pun mempengaruhi tingkat keyakinan subjek dalam menghadapi stressor,
hal ini sejalan dengan teori Lazarus dan Folkman (dalam Blonna, 2012),
disebutkan bahwa ketika seseorang mampu memecahkan masalahnya,
mereka mengembangkan kepercayaan secara lebih, dalam kemampuan
mereka untuk melalukan coping terhadap stressor yang berpotensi. Ketiga
subjek juga memiliki social skill yang baik dilihat dari rasa empati yang
dimiliki oleh ketiganya terhadap keadaan orang lain. Subjek pun memiliki
orang-orang yang bersedia mendukung dari segi emosional maupun
finansial sehingga subjek merasa mendapatkan dukungan sosial yang baik,
145
hal ini membuat subjek merasa mampu menghadapi stressor yang ada. Hal
ini sejalan dengan teori Lazarus dan Folkman (dalam Blonna, 2012),
dikatakan bahwa dengan hanya mengetahui bahwa seseorang memiliki
dukungan sosial dari orang lain, seseorang mampu untuk meredakan
stressor yang berpotensi menjadi sebuah ancaman.
Seperti yang sudah dikatakan di atas bahwa apabila seseorang
mengalami stres pasti akan melewati proses untuk mengatasi kesenjangan
antara persepsi dan tuntutan yang disebut sebagai coping. Coping sendiri
dibagi menjadi dua, yaitu problem focused coping (perilaku coping yang
berorientasi pada masalah) yang terdiri dari planful problem solving, direct
action, assistance seeking, information seeking, confrontive assertion, dan
logical analysis, serta ada emotion focused coping (perilaku coping yang
berorientasi pada emosi) yang terdiri dari avoidance, denial, positive
reappraisal, emotional discharge, distraction, emotional approach, hiding
feelings, humor, increased activity, intrusive thoughts, positive reappraisal,
praying, resigned acceptance, seeking meaning, self critism, substance use,
dan wishful thinking (Skinner, dalam Sarafino dan Smith, 2011).
Siswanto (2007) mengatakan bahwa stressor yang sama dapat memberi
dampak yang berbeda pada individu yang berbeda karena adanya
perbedaan tanggapan antar individu (individual differences). Sejalan
dengan teori tersebut, dalam secondary appraisal ini ketiga subjek pun
melakukan hal yang sama yaitu melakukan kedua jenis coping tersebut,
namun strategi yang digunakan berbeda-beda mengingat bahwa dampak
146
yang dirasakan oleh tiap subjek berbeda sehingga tanggapan ketiganya pun
berbeda.
Dalam secondary appraisal terdapat sumber yang diperkirakan dapat
mendukung pilihan strategi coping yang akan digunakan, seperti yang
dikatakan Lazarus dan Folkman (dalam Blonna, 2012), dijelaskan bahwa
terdapat 6 tipe sumber coping yaitu sumber kesehatan fisik dan tenaga,
keyakinan atau pandangan positif, materi, kemampuan pemecahan masalah,
social skill dan sumber dukungan sosial. Sejalan dengan teori tersebut,
ketiga subjek pun mengevaluasi sumber-sumber yang dimiliki oleh
ketiganya. Ketersediaan sumber yang dimiliki belum tentu cukup untuk
menghadapi stressor yang ada, seperti yang dijelaskan (dalam Taylor,
2015) ketika sumber seseorang lebih dari pada cukup untuk menghadapi
situasi sulit, maka individu akan merasa stres yang dimiliki rendah, namun
apabila yang terjadi adalah sebaliknya maka individu akan merasa stres
yang dimiliki sangat tinggi.
Setelah melewati proses primary appraisal dan secondary appraisal,
ketiga subjek sama-sama melakukan penilaian ulang (reappraisal) untuk
mengakumulasi semua informasi yang dimiliki dari kedua penilaian
sebelumnya, yang kemudian membentuk penilaian baru (new appraisal)
dan akhirnya membentuk penilaian akhir atau yang disebut final appraisal
(Blonna, 2012). Di dalam final appraisal ini ketiga subjek akan melakukan
strategi coping yang telah dipilih, strategi coping yang digunakan pun
berbeda-beda. Strategi-strategi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Lazarus & Folkman (dalam Taylor, 2015) menyebutkan dalam hal ini ada
147
faktor eksternal dan internal yang cukup mempengaruhi subjek dalam
melakukan strategi coping, faktor eksternal terdiri dari uang, waktu,
dukungan sosial dan stressor lain serta faktor internal seperti gaya coping
yang biasa dilakukan dan faktor kepribadian subjek sendiri.
Ketiga subjek pun mempertimbangkan strategi yang dipilih berdasarkan
faktor-faktor tersebut, setelah itu ketiga subjek akan melakukan strategi
yang sudah dipilih, kemudian subjek mengevaluasi apakah strategi yang
digunakan efektif atau tidak. Lazarus & Folkman (dalam Taylor, 2015) pun
menyebutkan bahwa hanya ada dua kemungkinan setelah individu
melewati proses tersebut, hasil yang pertama adalah apabila strategi coping
yang digunakan efektif maka psikologis individu akan berfungsi kembali
sehingga dapat menjalani aktivitas seperti biasa, hasil yang kedua adalah
apabila strategi tidak efektif maka akan terjadi perubahan fisiologis
seseorang termasuk datangnya penyakit.
Hal ini berbeda dengan hasil penelitian, dimana subjek yang sudah
menilai keefektivan strategi coping yang digunakan merasa tidak ada
perubahan fisiologis ketika strategi subjek tidak efektif, namun subjek
yang merasa strateginya efektif dapat melakukan aktivitas seperti biasanya,
sama dengan teori diatas yang dijelaskan oleh Lazarus dan Folkman.
Subjek yang merasa strategi copingnya tidak efektif maka akan kembali ke
secondary appraisal untuk melakukan pengevaluasian ulang dan menyusun
strategi kembali, namun subjek yang merasa strategi yang digunakan sudah
efektif tidak akan merasa stres lagi.
148
Kesulitan Peneliti
Dalam penelitian ini kesulitan yang dialami oleh peneliti adalah
kesulitan dalam menemukan ibu yang memiliki anak ADHD yang bersedia
untuk menjadi subjek dalam penelitian. Hal ini dikarenakan beberapa ibu
tidak mau menerima jika anaknya mengalami ADHD, dan juga
dikarenakan ibu tidak bersedia untuk diwawancarai karena jam bekerja
yang padat. Kesulitan lainnya adalah birokrasi dalam pengambilan data di
Sekolah Luar Biasa Negri (SLBN), sehingga waktu yang digunakan untuk
mengurus terbuang banyak.