BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang fileBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Sumatera Barat...

51
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Sumatera Barat termasuk daerah yang rawan terhadap gempa. Di daerah ini telah terjadi gempa bumi dengan skala besar, menengah dan kecil. Gempa skala besar dapat meruntuhkan suatu bangunan. Sedangkan gempa skala kecil dan menengah dapat membuat panik masyarakat. Korban jiwa dapat terjadi apabila masyarakat tertimpa bangunan yang runtuh dan karena kejadian yang begitu cepat penduduk sulit untuk dapat menyelamatkan diri. Salah satu penyebab kenapa gempa bumi begitu banyak menelan korban adalah karena gempa bumi tidak dapat diprediksi kapan terjadinya. Sampai saat ini belum ada instrumen yang bisa meramalkan kapan terjadinya gempa bumi. Sebab yang kedua adalah gempa bumi terjadi dalam waktu yang begitu cepat dalam orde detik sampai menit. Durasi gempa yang begitu cepat ini dapat menghancurkan bangunan dalam waktu yang singkat. Sebab lain adalah kontruksi bangunan yang didesain belum dapat menahan getaran akibat gempa bumi. Bangunan yang tidak dirancang dengan konstruksi tahan gempa tidak dapat menahan gempa yang besar. Masyarakat khususnya yang tinggal di pedesaan disamping membuat rumah dari kayu, ada juga yang rumah permanen, yaitu bangunan yang dibuat dengan susunan batubata yang dicampur dengan pasir, kerikil dan semen. Berdasarkan pengamatan, bangunan yang dibuat dari kayu lebih tahan gempa bila dibandingkan dengan bangunan permanen. Bangunan dari kayu lebih tahan 1

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang fileBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Sumatera Barat...

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Daerah Sumatera Barat termasuk daerah yang rawan terhadap gempa. Di

daerah ini telah terjadi gempa bumi dengan skala besar, menengah dan kecil.

Gempa skala besar dapat meruntuhkan suatu bangunan. Sedangkan gempa skala

kecil dan menengah dapat membuat panik masyarakat. Korban jiwa dapat terjadi

apabila masyarakat tertimpa bangunan yang runtuh dan karena kejadian yang

begitu cepat penduduk sulit untuk dapat menyelamatkan diri.

Salah satu penyebab kenapa gempa bumi begitu banyak menelan korban

adalah karena gempa bumi tidak dapat diprediksi kapan terjadinya. Sampai saat

ini belum ada instrumen yang bisa meramalkan kapan terjadinya gempa bumi.

Sebab yang kedua adalah gempa bumi terjadi dalam waktu yang begitu cepat

dalam orde detik sampai menit. Durasi gempa yang begitu cepat ini dapat

menghancurkan bangunan dalam waktu yang singkat. Sebab lain adalah kontruksi

bangunan yang didesain belum dapat menahan getaran akibat gempa bumi.

Bangunan yang tidak dirancang dengan konstruksi tahan gempa tidak dapat

menahan gempa yang besar.

Masyarakat khususnya yang tinggal di pedesaan disamping membuat

rumah dari kayu, ada juga yang rumah permanen, yaitu bangunan yang dibuat

dengan susunan batubata yang dicampur dengan pasir, kerikil dan semen.

Berdasarkan pengamatan, bangunan yang dibuat dari kayu lebih tahan gempa bila

dibandingkan dengan bangunan permanen. Bangunan dari kayu lebih tahan

1

getaran karena kayu bersifat elastis dan bangunan dari kayu mempunyai

konstruksi lebih kokoh dibanding bangunan permanen. Bangunan dari kayu dapat

meredam getaran sehingga getaran yang dirasakan menjadi lebih kecil. Pada

zaman dahulu masyarakat membuat bangunan dari kayu. Namun pada saat

sekarang bangunan dari kayu kurang diminati oleh masyarakat karena harga kayu

yang semakin mahal dan sulit untuk mendapatkannya. Disamping itu peningkatan

pemakaian kayu dapat menyebabkan penggundulan hutan yang pada muaranya

dapat menyebabkan masalah lingkungan. Berbagai faktor ini menyebabkan

masyarakat cenderung untuk membuat rumah permanen sebagai tempat

tinggalnya. Namun rumah permanen ini rawan terhadap gempa karena bangunan

permanen yang dibuat oleh masyarakat tidak didesain supaya tahan gempa. Untuk

mengatasi hai ini maka bangunan haruslah dirancang supaya tahan gempa dengan

memakai bahan bangunan yang berkualitas sehingga bangunan menjadi lebih

kokoh dan kuat.

Salah satu komponen bahan bangunan yang berhubungan dengan kekuatan

sebuah bangunan permanen adalah batubata. Batubata tidak hanya digunakan

pada perumahan rakyat saja, namun digunakan untuk bangunan bertingkat,

pembuatan jembatan dan berbagai jenis bangunan lainnya. Pemakaian batubata

pada suatu bangunan akan membuat bangunan menjadi lebih kokoh dan bangunan

menjadi lebih tahan lama. (Anita Arma, 2004).

Untuk meningkatkan kualitas batubata, maka batubata dapat diberikan

bahan penguat. Bahan penguat dapat berupa serat limbah sisa hasil produksi suatu

produk seperti serat kayu. Pemakaian serat yang berasal dari limbah, disamping

2

dapat meningkatkan kualitas bata yang dihasilkan juga membantu pemerintah

dalam menangani masalah limbah. Pembuatan batubata dengan bahan penguat

dari limbah ini akan memberikan kontribusi positif bagi pengrajin bata.

Pembuatan batubata tradisional tanpa bahan tambahan sudah memenuhi

Standar Nasional Indonesia (SNI) namun masih berada pada kelas 25 yang

mempunyai kuat tekan minimum 25 kg/cm2. Penelitian yang dilakukan oleh Anita

Arma mendapatkan nilai kuat tekan maksimal untuk batubata tanpa bahan penguat

adalah 38.89 kg/cm2. Diharapkan dengan adanya bahan penguat ini kualitas

batubata yang dihasilkan dapat ditingkatkan.

Ukuran butir merupakan parameter penting dalam pembuatan batubata.

Batubata yang akan diproses mempunyai ukuran butir tertentu yang akan

berpengaruh terhadap sifat mekanik batubata yang dihasilkan.

Berdasarkan kondisi di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul : Optimasi ukuran butir tehadap sifat fisis batubata komposit dengan

bahan penguat serat kayu.

B. Batasan Masalah Karakterisasi sifat fisis dapat berupa penentuan nilai kuat tekan dan nilai

porositas. Pada penelitian ini dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut :

1. Penelitian dilakukan pada penentuan nilai kuat tekan dan nilai porositas

batubata komposit dengan bahan penguat serat kayu.

2. Bahan penguat yang digunakan adalah serat kayu penggergajian.

3. Rentang ukuran butir yang digunakan adalah 0.09 mm, 0.15 mm, 0.18 mm

dan 0.6 mm.

3

4. Suhu pembakaran yang digunakan adalah 800° C.

5. Perbandingan lempung dan serat kayu yang digunakan adalah 9:1.

C. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka pada

penelitian ini dirumuskan suatu permasalahan yaitu : berapakah ukuran butir

lempung dan serat yang optimal yang digunakan sehingga didapatkan nilai kuat

tekan yang tinggi dan nilai porositas yang rendah pada batubata komposit dengan

bahan penguat serat limbah.

D. Tujuan Penelitian Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Menentukan ukuran butir optimal sehingga didapatkan batubata komposit

dengan nilai kuat tekan yang tinggi.

2. Menentukan ukuran butir optimal sehingga didapatkan batubata dengan

nilai porositas yang rendah.

E. Pertanyaan Penelitian Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini, maka perlu

dikembangkan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Berapakah ukuran butir yang optimal sehingga didapatkan kualitas

batubata yang lebih baik ditandai dengan nilai kuat tekan yang tinggi.

2. Berapakah nilai ukuran butir optimal sehingga didapatkan batubata dengan

nilai porositas minimal.

4

F. Kontribusi Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat :

1. Dihasilkannya batubata komposit dengan penguat berupa serat limbah

yang berkualitas baik yang ditandai dengan nilai kuat tekan yang tinggi

dan nilai porositas yang rendah.

2. Terhadap Laboratorium Fisika Material, terutama dalam pengembangan

pembuatan keramik batubata dengan dengan bahan baku yang tersebar di

Sumatera Barat.

3. Sebagai informasi bagi calon investor yang berminat dalam

pengembangan industri keramik batubata.

4. Terhadap Pembaca, untuk menambah pengetahuan dan memperluas

wawasan dalam hal pengembangan bahan komposit menggunakan fasa

terdispersi berupa serat limbah.

5. Terhadap Peneliti, sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Fisika.

5

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Keramik Batubata

Batubata termasuk jenis bahan keramik. Keramik berasal dari perkataan

“keramos” yang artinya “yang dibakar”. Keramik adalah semua benda-benda yang

terbuat dari tanah lihat atau lempung yang mengalami proses pengerasan dengan

pembakaran pada suhu tinggi. Jenis keramik menurut kepadatannya adalah :

1. Gerabah (earthen ware)

Gerabah dibuat dari semua jenis tanah liat dan mudah dibentuk dan

dibakar pada suhu maksimum 1000° C. Keramik jenis ini mempunyai

struktur yang sangat rapuh, kasar dan berpori. Gerabah temasuk jenis

keramik berkualitas rendah . Batubata, genteng, kendi dan gentong

termasuk dalam jenis keramik gerabah.

2. Keramik batu (stoneware)

Dibuat dari bahan lempung plastis yang dicampur dengan bahan tahan api.

Sehingga dapat dibakar pada suhu tinggi antara 1200°-1300° C . Keramik

ini mempunyai struktur yang kokoh dan halus, kuat dan berat seperti batu.

Keramik jenis ini termasuk golongan menengah.

3. Porselen

Adalah jenis keramik yang dibuat dari lempung murni tahan api seperti

kaolin, alumina dan silika. Keramik ini disebut juga keramik putih karena

berwarna putih bahkan bisa tembus cahaya. Porselen atau keramik putih

ini dipijarkan pada suhu 1330°– 1400° C bahkan ada yang dibakar pada

6

suhu 1500° C, karena keramik ini dibakar pada suhu tinggi maka

dihasilkan jenis keramik yang bagus dan berkualitas tinggi.

4. Keramik baru (new ceramic)

Adalah keramik yang secara teknis, diproses untuk keperluan teknologi

tinggi seperti peralatan mobil, listrik, konstruksi bahan bangunan,

komputer, cerobong pesawat, kristal optik, keramik metal, biokeramik,

keramik magnetik dan lain sebagainya.

Berdasarkan komposisi kimia, keramik dapat diklasifikasikan atas empat kategori

utama :

1. Golongan Oksida, termasuk didalamnya alumina (Al2O3), magnesia

(MgO), dan zirkonia (ZrO2).

2. Golongan Karbida, yaitu silikon karbida (SiC), silikon nitrida (Si3N4).

3. Golongan Silikat, yaitu porselen, steatit dan mullit.

4. Sialon, berbasis Si – Al – O – N dan M – Si – Al – O – N dimana M= Li,

Be, Mg, Ca, Sc, Y.

B. Material Penyusun Batubata

Batubata dibuat dari lempung yang berasal dari pelapukan batuan yang

banyak mengandung feldspar. Mineral ini tersusun atas silikon dan alumunium

dengan gabungan atom kalium, natrium dan kalsium. Karena disebabkan oleh air

yang mengandung asam arang maka unsur-unsur kalium, kalsium dan larut dalam

air dan unsur silikat alumuniumnya berubah menjadi silikat alumunium basa.

Endapan Silikat Alumunium basa bila tidak bercampur dengan bahan-bahan lain

atau masih murni disebut dengan kaolin yang merupakan bahan utama dalam

7

pembuatan keramik porselen. Bila bercampur dengan pasir halus dan Besi II

oksida (Fe2O3) dan kapur halus (CaCO3) menjadi tanah liat.

1. Alumina (Al2O3 )

Alumina adalah oksida keramik yang paling banyak digunakan.

Alumina mempunyai titik leleh tinggi (2050°C) dan mempunyai ketahanan

panas dan ketahanan api. Gaya pengikatan interatomiknya sebagian

bersifat ionik dan sebagian bersifat kovalen. Sangat kuat dan struktur

kristal alumina masih stabil hingga suhu 1500°-1700° C. Meskipun

material ini lebih peka terhadap panas dan memiliki stabilitas kimia yang

baik namun lebih peka terhadap kejutan termal dibandingkan dengan

material pembentuk keramik yang lain (Smallman, 1999). Pada alumina

tidak terdapat sedikit elektron bebas dan memiliki tetapan diektrik yang

tinggi. Bahkan pada suhu 1000° C dimana atom memiliki mobilitas yang

tinggi dan mampu menghantarkan listrik, tahanannya masih sangat tinggi.

Bahan baku utama dalam pembuatan alumina adalah bauksit

Al2O(OH)2 yaitu batuan hidrat yang sangat berlimpah yang terdapat dikulit

bumi. Pada Tabel 1 ditampilkan sifat-sifat fisis dan kimia alumina.

8

Tabel 1: Sifat fisis dan kimia material alumina

General names Alumina Molecular formula Al2O3

Molar mass 101.96 g/mol Properties

Density and phase 3.97 g/cm3, solid Solubility in water insoluble Melting point 2050 °C Boiling point ~3000 °C Thermal Conductivity 18 W/m·K

Structure Coordination geometry octahedral

Crystal structure cubic (Sumber : en.wikipedia.org/wiki/Transparent_alumina)

2. Silika (SiO2)

Pada gerabah padat, silika berfungsi sebagai bahan pengisi dan

merupakan rangka-rangka atau jaringan-jaringan yang memelihara bentuk

gerabah selama pembakaran. Silika dengan kemurnian yang tinggi

merupakan bahan yang sangat baik untuk pembuatan keramik dengan

pemuaian yang sangat rendah. Silika merupakan isolator yang sangat baik

sampai mencapai suhu 1000°C dan tahan terhadap korosi logam dan gelas.

3. Magnesia (MgO)

Magnesia adalah bahan keramik yang merupakan ikatan atom antar

magnesium dan oksigen. Magnesia mempunyai titik lebur yang tinggi

yaitu 2800 °C dan ketahanan panas yang tinggi (tahan sampai suhu 1700

°C pada saat reduksi dan 2300 °C pada oksidasi).

9

4. Kaolin

Merupakan campuran antara clay dengan jenis pembentuk keramik

yang lain seperti alumina, kalsium aluminat atau silikon karbida. Kaolin

merupakan bahan yang elastis.

5. Mullit (3Al2O3 . - 2SiO2 atau Al6 Si2 O13 )

Merupakan senyawa dari Alumunium, Silikon dan Oksigen. Mullit

berwarna putih. Mullit mempunyai tetapan dielektrik yang besar yang

tergantung pada kemurnian dan kerapatannya.

Keramik Batubata mempunyai sifat-sifat fisika sebagai berikut (Van

Flack, 1992) :

1. Merupakan senyawa logam dan non logam.

2. Senyawa ini mempunyai ikatan ionik dan/atau ikatan kovalen. Adanya

ikatan ionik ini menyebabkan bahan keramik mempunyai stabilitas yang

relatif tinggi dan tahan terhadap perubahan fisika dan kimia yang ekstrim.

3. Pada umumnya keramik bersifat isolator.

Keramik seperti batubata lainnya bersifat isolator karena memiliki elektron

bebas yang sedikit bahkan tidak ada. Elektron-elektron ini berbagi dengan

atom-atom yang berdekatan membentuk ikatan kovalen atau perpindahan

electron valensi dari kation ke anion membentuk ikatan ion.

4. Mempunyai modulus elastisitas yang tinggi.

Modulus ini menyatakan tingkat kekakuan atau tegangan yang diperlukan

untuk menghasilkan satu satuan regangan elastis. Keramik umumnya

dianggap material yang getas dan tidak ulet. Sebelum dan sesudah

10

perpatahan, deformasi plastis yang dialami mikrostruktur hanya sedikit

bahkan tidak ada sama sekali. Kekuatan keramik pada tegangan kompresi

sangat baik, sehingga pada perancangan barang-barang keramik

diusahakan agar pemakaian gaya bersifat kompresif . Sebaliknya kekuatan

tarik keramik tidak menyolok bahkan rendah karena pengaruh cacat

permukaan. Tabel 2 memperlihatkan bahwa bahan keramik mempunyai

modulus elastisitas yang tinggi dibanding bahan-bahan lain.

Tabel 2: Modulus elastisitas, kerapatan curah dan modulus spesifik untuk berbagai material

Modulus

Elastisitas (E/GN m-2)

Kerapatan Curah

(ρ/kg m-3)

Modulus Spesifik

(E/ρ) Alumina 345 3800 0,091

Gelas (crown) 71 2600 0,027 Aluminium 71 2710 0,026

Baja 210 7860 0,027 Beton 14 2400 0,006

(Sumber : R.E. Smallman, 2000)

C. Proses Pembentukan Batubata

Pada umumnya keramik mempunyai struktur kristalin namun pada

batubata susunan atom-atomnya belum tertata dengan baik sehingga belum

berbentuk kristal sempurna. Selama pembentukan keramik dapat terjadi

penumbuhan kristal ketika pada suhu tinggi. Namun pada batubata susunan

kristalnya belum sempurna yang ditandai dengan masih rapuhnya material

batubata. Bahan keramik yang lebih kuat dan stabil biasanya memiliki struktur

jaringan tiga dimensi dengan ikatan yang sama kuatnya dalam ketiga arah (Van

Flack, 1992).

11

Batubata disusun oleh lempung yang terdiri dari lima lapis atom yang

menyusun tebal pertikel lempung. Pada lempung, atom-atom permukaan

cenderung masuk keruang matriks untuk memperkecil energi permukaannya.

Karena tipisnya partikel, ion-ion tidak tertarik kedalam namun menjadi terkutub

yang memberi muatan positif dan negatif pada permukaan. Muatan ini diimbangi

oleh jerapan fisik molekul air yang juga dapat membuat momen dipol. Air akan

terikat dan tidak mudah lagi untuk bergerak. Partikel lempung dapat tumbuh

menyamping, atau tumbuh searah bidang. Bagian tepi partikel merupakan ikatan

putus sehingga dapat diimbangi dengan menarik air

Lempung mempunyai permukaan amat luas karena sangat kecil

ukurannya. Sehingga lempung sanggup mengikat air di sekelilingnya. Air tidak

mudah lagi dipisahkan dengan lempung kecuali dipanaskan diatas suhu 1000° C

(Hartomo, 1994).

Sistem lempung air merupakan kunci cara pembentukan batubata. Pada

kandungan air sedikit (tak sampai 10 % ) air tak cukup untuk mengimbangi

muatan ( dwikutub ) fisika kimia pada partikelnya. Partikel-pertikel saling

bersaing memperebutkan sehingga menempel kuat. Ketika lempung yang telah

dicetak pada bahan cetakan dipanaskan pada suhu 800 °C, maka partikel air

menjadi berkurang karena penguapan sehingga ikatan antar atom pada lempung

menjadi lebih kuat.

Pada kandungan air tingkat sedang ( 15-25 %) maka jumlah air cukup

untuk mengimbangi muatan partikel. Kelebihan air ini juga berfungsi sebagai

pelumas bagi lempungnya. Dengan kadar air sebesar ini, maka bahan lempung

12

menjadi lebih plastis. Pada kandungan air tinggi, air akan terikat di sekeliling

partikel dan membentuk suspensi dan partikel tersebut akan bertolakan satu sama

lain (Hartomo, 1994).

D. Bahan Komposit

Komposit adalah kombinasi dua bahan atau lebih yang mempunyai sifat

fisika dan kimia yang berbeda yang bertujuan untuk menghasilkan bahan baru

yang kinerjanya tidak bisa dicapai oleh masing-masing komponen.

(Ismunandar,2003). Bahan komposit terdiri dari fasa ruang yang kontinyu yang

disebut dengan matrik. Fasa yang terdispersi disebut dengan penguat yang

biasanya lebih kuat dan lebih keras.

Matriks komposit dapat berupa polimer, logam dan keramik. Sedangkan

sebagai bahan penguatnya dapat berupa serat, karbon, bahan keramik, boron dan

jenis logam. Penguat komposit ini dapat berbentuk serat yang panjang, berbentuk

partikel, serat yang kontinu, berbentuk lembaran dan lain sebagainya.

Secara ideal, matriks pada komposit bertujuan untuk :

1. Menginfiltrasi serat dan cepat membeku pada suhu dan tekanan yang

wajar.

2. Membentuk suatu ikatan yang koheren, umumnya dalam bentuk ikatan

kimia di semua antar muka matriks atau serat.

3. Menyelubungi serat dan melindunginya dari kerusakan antar serat berupa

abrasi dan melindungi serat dari lingkungan.

4. Mentransfer tegangan kerja keserat.

13

5. Memisahkan serat sehingga kegagalan serat individu dapat diatasi dan

tidak merugikan integritas individu secara keseluruhan.

6. Melepas ikatan (debond) dari serat individu dengan cara absorpsi energi

regangan apabila terjadi rambatan retak yang mengenai serat .

7. Tetap stabil secara fisika dan kimia setelah proses pembuatan.

Pada batubata, matrik komposit terdiri dari lempung sedangkan

penguatnya adalah serbuk kayu. Pada bahan komposit batubata, beban yang

diterima oleh batubata akan ditransfer ke penguat untuk meningkatkan kekuatan

komposit sedangkan matrik komposit digunakan untuk mengikat serat penguat.

Sifat komposit yang dihasilkan bergantung pada sifat-sifat komponen-komponen

penyusunnya dan susunan serat pada matrik.

Berdasarkan karakteristik bahan pada penguatnya, komposit dibagi dua

(Van Flack,1992):

1. Komposit anisotropik

Pada komposit jenis ini mempunyai sifat mekanis yang berbeda bila

mempunyai arah yang berbeda. Komposit anisotropik mempunyai penguat

berupa lembaran dan serat.

2. Komposit isotropik

Komposit jenis ini mempunyai kekuatan yang sama pada semua arah dan

biasanya penguat yang digunakan berupa partikulat.

Komposit batubata termasuk jenis komposit isotropik karena penguatnya

berupa serbuk partikel yang berasal dari serat kayu. Sehingga komposit batubata

mempunyai sifat yang sama untuk semua arah. Gambar 1 memperlihatkan bahwa

14

bahan yang diperkuat mempunyai ketahanan menanggung beban lebih tinggi

dibanding bahan yang tidak diperkuat.

(Sumber : R..E. Smallman, 2000) Gambar 1 : Tahap kegagalan komposit yang diperkuat

Untuk memperoleh kekuatan bahan yang yang lebih tinggi, maka pada

lapisan penguat komposit harus memiliki modulus elatisitas yang lebih tinggi dari

matriks (Van Flack, 1992). Tegangan geser permukaan penting bila serat tidak

kontinyu. Bila serat putus, tegangan secara otomatis akan mencapai nol pada

ujung serat dan beban dialihkan kematriks.

E. Struktur Fisis Serat Kayu

Serat kayu yang digunakan berasal dari kayu. Kayu merupakan bahan

mentah yang telah lama digunakan oleh manusia. Secara kimia, komponen yang

dikandung oleh kayu adalah :

15

1. Selulosa

Selulosa merupakan komponen yang terbesar dalam kayu yang fraksinya

hampir setengahnya. Selolusa merupakan polimer linier dengan berat molekul

tinggi yang tersusun atas β-D-Glukosa.

2. Poliosa (hemisulosa)

Poliosa mengandung lima gula netral, yaitu heksosa-heksosa glukosa,

manosa, galaktosa, pentosa-pentosa xilosa dan arabinosa.

3. Lignin

Lignin merupakan komponen makromolekul. Struktur lignin sangat

berbeda bila dibandingkan dengan polisakarida karena terdiri atas senyawa

aromatik yang tersusun atas unit-unit fenilpropana. Lignin merupakan senyawa

amorf yang terdapat dalam lamela tengah pada kayu.

4. Senyawa polimer minor

Tedapat dalam kayu dengan jumlah yang sedikit sebagai pati dan senyawa

pektin. Sel parenkim kayu mengandung protein 1% terutama dalam kambium dan

kulit bagian dalam.

Dilihat dari segi fisisnya, senyawa kayu sangat anisotropik, diantara sifat-

sifat fisis kayu adalah (Van Flack, 1992) :

1. Kerapatan kayu tergantung pada struktur, pada bagian yang berbeda

memiliki kerapatan yang berbeda.

2. Kayu bersifat higroskopis

Jumlah cairan yang diserap tergantung pada tingkat kelembapan udara

disekitarnya.

16

3. Memiliki modulus elastisitas yang tinggi. Modulus elstisitas dalam arah

longitudinal berkisar antara 7.000-14.000 Mpa, dalam arah tangensial 400-

700 Mpa dan dalam arah radial 500-1000 Mpa.

Karena kayu memiliki modulus elastisitas yang tinggi maka kayu cocok

digunakan sebagai bahan penguat (fasa terdispersi ) pada batubata komposit.

F. Teori Elatisitas Suatu benda padat apabila diberikan suatu gaya eksternal, maka benda

tersebut akan berusaha untuk melawan gaya eksternal tersebut dengan suatu gaya

internal dari benda itu sendiri. Jika gaya yang diberikan tidak terlalu besar yang

tidak melewati batas elastisitas suatu benda, maka benda akan kembali kebentuk

semula (Van Flack,1992).

1. Stress (Tegangan)

Stress didefinisikan sebagai gaya persatuan luas. Jika gaya tersebut

bervariasi terhadap titik pada area yang ditinjau, maka stress dapat ditentukan

dengan persamaan :

AF

alim

0→

=σ . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(1)

2. Strain (Regangan)

Strain didefinisikan sebagai perbandingan perubahan antara dua titik

setelah dikenai gaya. Bila suatu benda elastis mengalami strain maka akan terjadi

perubahan bantuk dan ukuran pada benda tersebut.

17

Untuk mengetahui kuat tekan dilakukan dengan mesin penekan. Dari

parameter alat mesin tekan, kekuatan tekan batubata dapat ditentukan dengan

memasukan parameter tersebut kedalam persamaan (2) :

)()(

2cmangLuasPenampkgBebanTekanKuatTekan = . . . . . . . . . . . . . . . . . (2)

Dengan memasukan parameter beban tekan dan luas penampang batubata maka

dapat ditentukan kuat tekan batubata. Nilai kuat tekan yang dihasilkan

dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk mengetahui kelas

batubata hasil pengujian. Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk uji kuat tekan

batubata seperti pada Tabel 3.

Tabel 3: Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk batubata berdasarkan nilai kuat tekan

Nilai kuat tekan Kelas

Kg/cm2 N/mm2

25 25 2.5 50 50 5 100 100 100 150 150 15 200 200 20 250 250 25

(Sumber : Standar Nasional Indonesia, 1991) G. Porositas Didalam suatu benda padat umumnya terdapat porositas. Porositas

merupakan karakteristik dari satu bahan. Nilai porositas yang tinggi menyatakan

bahwa pada bahan tersebut memiliki banyak rongga didalamnya. Rongga yang

banyak akan menyebabkan suatu bahan menjadi lebih rapuh dan kekuatannya

berkurang. Besarnya porositas pada sampel berupa batubata dapat diketahui dari

18

kecepatan gelombang p yang merambat pada kayu tersebut. Porositas dapat diukur

dengan Sonicviewer menggunakan persamaan (3) :

sou

sop

VVVV

/1/1/1/1

−=Φ . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3)

pV = kecepatan gelombang pada sampel yang diukur

uV = kecepatan gelombang P pada udara (340 m/s)

soV = kecepatan gelombang P pada bahan padat ( 5480,6 m/s )

Φ = nilai porositas

H. Pengaruh Ukuran Butir Terhadap Sifat Mekanis Batubata Komposit Sebelum pemrosesan keramik batubata, maka harus diperhatikan adalah

ukuran butir dan distribusi partikel. Ukuran partikel akan mempengaruhi sifat

akhir suatu bahan setelah dibakar. Suatu bahan lempung yang akan disinter

dengan ukuran pertikel yang lebih kecil akan lebih kuat karena luas

permukaannya lebih besar sehingga lebih banyak ikatan yang terjadi. Dengan

menggunakan ukuran butir yang lebih kecil, maka makin sedikit ruang yang

kosong yang terdapat diantara butir sehingga porositasnya akan lebih kecil (Van

Flack, 1992).

Proses sintering (pemanasan) akan menyebabkan partikel halus akan

beraglomerasi menjadi bahan padat. Pada saat sintering permukaan butir yang

berdekatan akan menyatu. Hal ini akan menyebabkan energi permukaan setelah

penyatuan akan lebih kecil dibanding energi permukaan pada saat sebelum

menyatu. Sehingga semakin halus ukuran butir yang digunakan maka kekuatan

19

keramik batubata komposit akan semakin kuat dan porositasnya akan semakin

rendah. Untuk itu, perlu diteliti berapa ukuran butir optimal yang menghasilkan

kuat tekan yang tinggi dan porositas yang rendah. Gambar 2 memperlihatkan

proses penyatuan butir saat Sintering waktu pembakaran batubata.

(Sumber : Van Flack,1992)

Gambar 2: Proses Sintering pada Pembuatan Keramik

20

BAB III METODOLOGI

A. Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental laboratorium,

dalam eksperimen dilakukan pembuatan batubata, karakterisasi, pengambilan

data, analisis data, penarikan kesimpulan dan penyusunan laporan hasil

penelitian.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan dilaboratorium Fisika Material FMIPA UNP,

laboratorium Penelitian Kimia FMIPA UNP, workshop Uji Bahan dan

Mekanika Tanah FT UNP, workshop Keramik jurusan Seni Rupa FBSS UNP

dan laboratorium Uji Bahan Balitbang Propinsi Sumatera Barat. Penelitian

dilakukan selama lima bulan. Jadwal penelitian yang dilakukan dapat dilihat

pada Tabel 4.

Tabel 4 : Jadwal kegiatan penelitian selama lima bulan

Waktu Pelaksanaan (tahun 2006)

Jenis Kegiatan

Maret April Mei Juni Juli

Pencarian Referensi

Pembuatan Proposal

Eksperimen dan

Pengambilan Data

21

Laporan Hasil Penelitian

C. Variabel Penelitian

Variabel penelitian terdiri dari variabel bebas, variabel terikat dan variabel

kontrol. Variabel bebas berupa ukuran butir, variabel terikat berupa nilai kuat

tekan dan porositas batubata komposit. Sedangkan variabel kontrol adalah jenis

bahan penguat, perbandingan antara lempung dan serat serta suhu pembakaran.

D. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah :

a. Lempung sebagai bahan utama pembuatan keramik batubata.

b. Serat kayu yang berfungsi sebagai bahan penguat batubata komposit.

c. Air sebagai pelarut lempung dan serbuk kayu.

2. Alat Penelitian

Alat penelitian yang digunakan adalah :

a. Oven untuk memanaskan lempung dan serat yang akan digerus.

b. Penggerus digunakan untuk menghaluskan lempung dan serat.

c. Pengayak untuk memisahkan lempung dan serat berdasarkan ukuran

butirnya.

d. Alat pencetak batubata.

e. Furnace yang digunakan untuk pembakaran batubata.

f. Satu set alat kuat tekan untuk menentukan nilai kuat tekan.

g. Sonicviewer untuk menentukan nilai porositas.

22

E. Prosedur Penelitian

1. Penyiapan sampel

Bahan lempung digerus sehingga mencapai ukuran butir tertentu.

Perlakukan yang sama juga dilakukan terhadap serat kayu. Setelah digerus,

dilakukan pengayakan secara bertingkat untuk memisahkan lempung

berdasarkan ukuran butirnya. Ayakan untuk ukuran butir 0.6 mm diletakan

paling atas, dibawahnya diletakan ayakan untuk ukuran butir 0.18 mm,

0.15 mm dan 0.09 mm. Pengayakan dilakukan lebih kurang selama 5

menit. Setelah itu dilakukan pencampuran antara lempung dan serat kayu

dan diaduk sampai merata. Campuran tadi ditambahkan air sedikit demi

sedikit menggunakan gelas neraca sambil tetap diaduk. Air ditambahkan

sampai campuran lempung dan serat menjadi plastis dan sudah bisa

dibentuk. Perlakuan yang sama dilakukan untuk masing-masing sampel

untuk ukuran butir 0.09 mm, 0.15 mm, 0.18 mm dan 0.6 mm. Contoh

sampel serbuk kayu penggergajian dengan ukuran butir 0.15 mm terlihat

pada Gambar 3.

Gambar 3 : Sampel serat kayu penggergajian ukuran butir 0.15 mm

23

2. Pembuatan sampel

Pembuatan sampel batubata komposit dilakukan untuk uji kuat

tekan dan penentuan nilai porositas. Untuk uji kuat tekan, campuran antara

lempung, serat kayu dan air untuk masing-masing ukuran butir dipadatkan

supaya tidak ada rongga udara didalamnya. Bahan ini dicetak dengan alat

pencetak batubata yang berukuran 6x6x6 cm3. Masing-masing sampel

untuk ukuran butir 0.09 mm, 0.15 mm, 0.18 mm dan 0.9 mm dibuat

sebanyak 4 buah. Untuk uji porositas, sampel dicetak berbentuk silinder

menggunakan pipa paralon dengan ukuran panjang 15 cm. Sampel yang

berbentuk silinder pada penentuan nilai porositas bertujuan untuk

memudahkan pengukuran karena instrumen pembangkit getaran

(transmitter) dan sensor penerima getaran (receiver) berbentuk lingkaran.

Sampel batubata berbentuk kubus dan silinder terlihat pada Gambar 4a

dan 4b.

Gambar 4a: Sampel batubata dengan Gambar 4b: Sampel batubata untuk berbagai ukuran butir pengukuran porositas

24

Sampel yang telah dibuat dikeluarkan dari cetakan lebih kurang

setelah 3 hari, kemudian ditempatkan diudara terbuka yang tidak terkena

sinar matahari langsung selama satu minggu. Apabila sampel sudah

kering, dilakukan pembakaran. Pembakaran sampel dilakukan pada suhu

suhu 800°C. Pembakaran batubata dilakukan dengan furnace yang

mempunyai jarum skala penunjuk suhu. Furnace diperlihatkan pada

Gambar 5.

Gambar 5: Alat pembakar keramik (furnace) dengan jarum skala penunjuk suhu

Pembakaran sampel dilakukan dengan menaikan suhu furnace

secara bertahap sehingga tidak terjadi kerusakan pada sampel. Diagram

waktu terhadap suhu pembakaran seperti pada Gambar 6.

25

0

200

400

600

800

1000

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5

lama pembakaran (jam)

suhu

('ce

lciu

s)

Gambar 6: Grafik waktu terhadap suhu pembakaran batubata

Pendinginan sampel setelah pembakaran dilakukan secara alami,

sampel yang berada dalam furnace baru dikeluarkan pada hari berikutnya.

Setelah dikeluarkan, dilakukan pengukuran panjang rusuk batubata

komposit, sedangkan untuk batubata komposit yang berbentuk silinder

dilakukan pengukuran panjang. Batubata yang telah dikeluarkan dari

furnace akan mengalami penyusutan karena berkurangnya kandungan air

sewaktu dibiarkan diudara terbuka dan pada saat pembakaran dalam

furnace.

3. Karakterisasi batubata komposit

a. Uji Kuat Tekan

Uji kuat tekan dilakukan dengan Alat Uji Kuat Tekan

(Compressive Strength Machine). Luas penampang batubata yang diukur

adalah sisi-sisi yang bersentuhan dengan plat baja Alat Kuat Tekan.

Bidang batubata berbentuk kubus yang bersentuhan dengan plat baja alat

uji kuat tekan diusahakan berbentuk datar dan tidak bergelombang untuk

menghasilkan nilai yang mendekati sebenarnya. Proses pengujian batubata

diperlihatkan pada Gambar 7.

26

Gambar 7 : Proses uji kuat tekan batubata

b. Penentuan nilai porositas

Penentuan nilai porositas dilakukan dengan Sonicviewer.

Transmitter dan receiver diletakan pada bagian atas dan bagian alas

sampel batubata komposit yang berbentuk silinder. Antara sampel

batubata komposit dengan transmitter dan receiver diberi gomok yang

bertujuan mencegah adanya rongga udara dan untuk melewatkan

gelombang P dari transmitter menuju sampel yang kemudian diterima

oleh receiver. Pembacaan nilai delay time dilakukan pada osiloskop

dengan terlebih dahulu mengatur tombol volt/div dan time/div.

Pengukuran delay time dilakukan secara berulang sebanyak 5 kali.

Pada Gambar 8 diperlihatkan proses awal yang dimulai dari

penyiapan lempung dan serat kayu sampai analisis akhir karakterisasi.

27

Penyiapan serat kayu

Penggerusan serat kayu

Pengayakan serat kayu

Penggerusan Lempung

Pengayakan lempung

Penyiapan Lempung

Penentuan kuat tekan dan porositas

Analisis akhir karakterisasi

Pembakaran sampel batubata

Pencampuran adonan dengan bantuan air dan pencetakan batubata

Gambar 8: Bagan Pembuatan dan Karakterisasi Batubata Komposit

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik pengumpulan data

langsung dan pengumpulan data tak langsung. Data yang diperoleh secara

langsung adalah nilai beban tekan, luas penampang dan delay time. Sedangkan

data tak langsung adalah nilai kuat tekan menggunakan persamaan (2) dan

porositas menggunakan persamaan (3).

28

G. Teknik Analisa Data

Analisa data dilakukan dengan membuat deskripsi data. Dari deskripsi

data dapat dibuat tabel nilai kuat tekan dan porositas. Dari tabel nilai kuat tekan

dan porositas dapat dibuat grafik hubungan ukuran butir terhadap nilai kuat tekan

dan grafik hubungan ukuran butir terhadap nilai porositas. Grafik yang telah

dibuat dilakukan interpretasi dan pembahasan data.

29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data Pada deskripsi data ini diuraikan semua hasil penelitian yang didapat.

Selanjutnya data tersebut dianalisis sesuai dengan teknik analisa data yang telah

dijelaskan sebelumnya.

Data yang didapatkan sangat penting untuk mengetahui apakah sampel

yang telah diuji mempunyai kuat tekan yang sudah sesuai dengan SNI dan

mempunyai nilai porositas yang minimum. Deskripsi data uji kuat tekan untuk

variasi ukuran butir diperlihatkan dalam Tabel 5.

Tabel 5 : Deskripsi data penentuan uji kuat tekan

No Ukuran Butir (mm)

Jumlah sampel (buah)

Panjang rata-rata

(cm)

Lebar rata-rata

(cm)

Luas Penampang

rata-rata (cm2)

Beban Tekan rata-rata

(kN)

1 0.09 4 5.445 5.504 29.964 29.25 2 0.15 4 5.522 5.721 32.576 23.00 3 0.18 4 5.321 5.427 28.965 21.25 4 0.6 4 5.524 5.467 30.201 14.25

Deskripsi data penentuan nilai porositas untuk berbagai ukuran butir diperlihatkan pada Tabel 6.

Tabel 6 : Deskripsi data penentuan nilai porositas

No Ukuran Butir (mm)

Jumlah Sampel (buah)

Panjang sampel

(m)

Waktu tunda (delay time)

rata-rata (detik)

Kecepatan rata-rata gelombang P dalam bahan

(m/detik) 1 0.09 1 0.11375 0.00230 49.60

2 0.15 1 0.11340 0.00256 44.32

3 0.18 1 0.0920 0.00286 32.19

4 0.6 1 0.1138 0.00276 41.24

30

B. Analisa Data

1. Kuat Tekan

Berdasarkan data pada Tabel 5 didapatkan data kuat tekan rata-rata untuk

variasi butir menggunakan Persamaan (2). Pengolahan data sebagaimana terlampir

pada Lampiran 1.

Tabel 7 : Data kuat tekan rata-rata untuk berbagai ukuran butir

No Ukuran Butir Kuat Tekan Rata-rata

1 0.09 mm (99.60±10.2) kg/cm2

2 0.15 mm (75.37±10.2) kg/cm2

3 0.18 mm (74.91±10.2) kg/cm2

4 0.6 mm (48.37±10.2) kg/cm2

Dari Tabel 7 didapatkan grafik ukuran butir terhadap kuat tekan seperti

pada Gambar 9.

020406080

100120

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7ukuran butir (mm)

kuat

teka

n (k

g/cm

2)

Gambar 9: Grafik pengaruh ukuran butir terhadap kuat tekan

Gambar 9 terlihat bahwa nilai kuat tekan tertinggi didapat untuk ukuran

butir terkecil, yaitu ukuran butir 0.09 mm, selanjutnya nilai kuat tekan turun untuk

31

ukuran butir yang lebih besar. Nilai kuat tekan terkecil didapatkan untuk nilai

ukuran butir terbesar yaitu 0.6 mm.

2. Porositas

Berdasarkan data pada Tabel 6, didapatkan data nilai porositas rata-rata

untuk berbagai ukuran butir menggunakan Persamaan (3). Pengolahan data

sebagaimana terlampir pada Lampiran 2.

Tabel 8 : Data nilai porositas rata-rata untuk berbagai ukuran butir

No Ukuran Butir Nilai Porositas

1 0.09 mm (7.26±0.64)%

2 0.15 mm (8.11±0.19)%

3 0.18 mm (11.20±0.63)%

4 0.6 mm (8.85±0.32)%

Dari Tabel 8 didapatkan grafik ukuran butir terhadap porositas seperti

pada Gambar 10.

0

2

4

6

8

10

12

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7ukuran butir (mm)

poro

sita

s (%

)

Gambar 10: Grafik pengaruh ukuran butir terhadap porositas

32

Dari Gambar 10 dapat dilihat bahwa nilai porositas tertinggi didapatkan

untuk ukuran butir 0.18 mm, sedangkan porositas terendah didapatkan untuk nilai

ukuran butir 0.09 mm. Nilai porositas cenderung naik mulai ukuran butir 0.09

mm, 0.15 mm dan 0.18 mm. Namun nilai ini turun kembali untuk ukuran butir 0.6

mm.

C. Pembahasan Sesuai dengan pertanyaan dan tujuan dari penelitian ini, telah dilakukan

analisa dari semua data yang diperoleh. Berdasarkan analisa data yang dilakukan

telah diperoleh grafik ukuran butir terhadap kuat tekan dan grafik ukuran butir

terhadap porositas.

Nilai kuat tekan yang diperoleh semakin tinggi dengan semakin kecilnya

ukuran butir yang digunakan. Tingginya nilai kuat tekan ini kemungkinan adanya

pengaruh bahan penguat serat kayu dan bila semakin kecil ukuran butir yang

digunakan maka makin banyak ikatan antar partikel yang terjadi. Untuk

memutuskan ikatan ini secara mikroskopis dibutuhkan energi yang lebih tinggi

sehingga kuat tekannya menjadi lebih tinggi. Untuk batubata dengan ukuran butir

0.09 mm didapatkan nilai kuat tekan rata-rata (99.60±10.2)kg/cm2. Nilai kuat

tekan ini memenuhi Standar Nasional Indonesia sebagai batubata kelas 50 dan

berada dibawah nilai kelas 100 dengan nilai kuat tekan 100 kg/cm2. Sedangkan

batubata ukuran butir 0.15 mm dan 0.18 mm dengan kuat tekan berturut-turut

(75.37±10.2)kg/cm2 dan (74.91±10.2)kg/cm2 memenuhi kriteria batubata kelas 50

dengan kuat tekan minimum 50 kg/cm2. Sedangkan batubata dengan ukuran butir

33

0.6 mm dengan kuat tekan (49.61±10.2)kg/cm2 termasuk kelas 25 dengan nilai

kuat tekan minimum 25 kg/cm2.

Adanya penambahan serat kayu dapat meningkatkan nilai kuat tekan

sampel batubata. Nilai kuat tekan maksimal batubata tanpa bahan penguat yang

didapatkan oleh Anita Arma (2004) adalah (38.89±10.2) kg/cm2. Nilai kuat tekan

yang didapatkan untuk semua ukuran butir pada batubata komposit lebih besar

dibanding batubata tanpa bahan penguat. Namun untuk ukuran butir 0.6 mm

mempunyai kelas yang sama dengan sampel batubata tanpa bahan penguat, yaitu

termasuk kelas 25.

Ukuran butir sangat mempengaruhi sifat mekanis bahan keramik. Sampel

keramik yang disinter melalui pemanasan akan menyebabkan partikel halus akan

beraglomerasi menjadi bahan padat. Sebelum disinter terdapat batas butir antar

partikel. Namun setelah pemanasan, daerah batas butir tersebut akan menyatu

karena adanya difusi atom-atom. (Van Flack,1992). Untuk partikel yang lebih

halus, lebih banyak terjadi ikatan dengan atom lain karena mempunyai daerah

batas butir yang luas sehingga proses difusi atom berlangsung lebih banyak

dibanding bahan dengan ukuran partikel yang lebih besar.

Kemungkinan nilai kuat tekan yang dihasilkan kurang maksimum karena

sisi batubata yang kurang rata. Permukaan yang kurang rata menyebabkan hanya

sebagian permukaan bata yang bersinggungan dengan plat pada mesin uji kuat

tekan. Kuat tekan maksimum hanya akan dihasilkan bila seluruh permukaan bata

bersinggungan seluruhnya dengan plat baja pada mesin uji tekan.

34

Nilai porositas juga mengalami variasi terhadap ukuran butir. Nilai

porositas terendah didapatkan untuk batubata ukuran butir 0.09 mm sebesar 7.26

%. Porositas tertinggi didapatkan untuk ukuran butir 0.18 mm sebesar 11.2 %.

Sedangkan nilai porositas untuk ukuran butir 0.15 mm adalah 8.11 % dan ukuran

butir 0.6 mm sebesar 8.85 %. Secara teoritis, semakin besar ukuran butir maka

semakin besar nilai porositas. Hal ini karena untuk ukuran butir yang lebih besar

maka makin banyak ruang kosong antar butir yang tidak terisi oleh partikel

lempung. Namun nilai porositas turun pada ukuran butir 0.6 mm. Kemungkinan

hal ini disebabkan oleh pencampuran yang kurang homogen antara lempung dan

serat kayu, jumlah air yang terlalu sedikit dan pencetakan bata yang kurang

sempurna.

35

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap sampel batubata

dengan ukuran butir 0.09 mm, 0.15 mm, 0.18 mm dan 0.6 mm dengan

perbandingan lempung dan serat kayu 9:1 dan suhu pembakaran 800°C didapat

kesimpulan sebagai berikut :

1. Kuat tekan optimal didapatkan untuk ukuran butir lempung dan serat kayu

0.09 mm sebesar (99.6±10.2)kg/cm2. Nilai kuat tekan menurun dengan

semakin meningkatnya ukuran butir pada rentang ukuran butir 0.09 mm,

0.15 mm, 0.18 mm dan 0.6 mm. Kuat tekan minimum didapatkan untuk

ukuran butir 0.6 mm sebesar (48.37±10.2)kg/cm2.

2. Nilai porositas terendah didapatkan untuk ukuran butir 0.09 mm sebesar

(7.26±0.64)%. Sedangkan porositas tertinggi didapatkan untuk ukuran

butir 0.18 mm sebesar (11.20±0.63)%.

B. Saran Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, dapat dikemukakan saran-saran

sebagai berikut :

1. Memperbanyak jumlah sampel sehingga data yang didapatkan lebih

akurat dan terpercaya.

2. Memperbanyak variasi ukuran butir sehingga didapatkan nilai ukuran butir

yang benar-benar optimal.

36

3. Perlakuan yang hati-hati dan cermat terhadap sampel batubata, sehingga

selama penelitian tidak terjadi kerusakan sampel.

4. Sampel batubata yang akan diuji hendaknya mempunyai bentuk yang baik,

ditandai dengan sisi-sisi yang datar dan rusuk yang tajam.

5. Berdasarkan nilai kuat tekan yang diperoleh, batubata yang dihasilkan

sudah dapat digunakan untuk membuat bangunan karena nilai kuat tekan

sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).

37

Daftar Pustaka

Ardinal, dkk. 2000, Pengembangan dan Pemanfaat Feldspar Sumatera Barat

Untuk Bodi Porselen, Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Padang.

Ardinal, dkk. 2000. Pemanfaan Tanah Liat Desa Padang Sibusuk Untuk Bodi

Keramik, Balitbang Industri Padang.

Arma, Anita 2003, Komposisi Material Penyusun dan Karakteristik Sifat Fisis

Batubata Merah, Tugas Akhir, Jurusan Fisika FMIPA UNP.

Fengel, Dietrich (Penterjemah Hardjono Sastromidjojo). 1995. Kayu; Kimia,

Ultrastruktur , Aksi-Reaksi. UGM Press, Yogyakarta.

Flack, Van. 1992. Ilmu dan Teknologi Bahan (Ilmu Logam dan Bukan Logam )

Edisi kelima, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Niels Johan van der Laag, 2002, Environmental Effects on the Fracture of Oxide

Ceramics, Technische Universtiet Eindhoven. Eindhoven.

Nugroho, Totok. 2002. Analisa Mineral Lempung Desa Plambik Lombok Tengah

dengan Difraksi Sinar – X dan Pemanfaatannya Sebagai Bahan Keramik

http://www.iptek.net.id/ind/terapan/terapan_idx.php?doc=artikel_32-7k.

diakses tanggal 10 Maret 2006

Hartomo, Anton J. 1994. Mengenal Keramik Moderen. Penerbit Andi Offset

Yogjakarta.

Ismunandar, Biokomposit, Komposit Hijau untuk Bahan Otomotif dikutip dari

koran Kompas, terbitan Senin, 6 Oktober 2003 hal. 10.

Sasono, Heru. Pembuatan Silika Amorf dari Limbah Sekam Padi, Jurnal Ilmu

Dasar , Vol 3 No. 2, 2002: hal 98-103.

38

Smallman, R.E, Bishop, R.J., 2000, Metalurgi Fisik dan Rekayasa Material

Penerbit Erlangga, Jakarta.

Soesilowati, dkk. 2006. Penyempurnaan Badan Keramik untuk Industri Kecil

Keramik di Plered . http://www.dprin.go.id/data/industry/abstech/

diakses tanggal 10 Maret 2006

Standar Nasional Indonesia, 1991. Mutu dan Cara Uji Batu Merah Pejal. SNI 15-

2094-1991

39

Lampiran 1

Data luas permukaan dan kuat tekan untuk berbagai ukuran butir

A. Batubata komposit ukuran butir 0.09 mm

Bata 1

Luas Penampang A= (5.460x5.350)cm2

= 29.211 cm2

Kuat Tekan = kg/cm279.104211.29

8.9/000.30=

Bata 2

Luas Penampang A= (5.380x5.350)cm2

= 30.639cm2

Kuat Tekan = kg/cm257.106639.30

8.9/000.32=

Bata 3

Luas Penampang A= (5.465x5.625)cm2

= 30.741 cm2

Kuat Tekan = kg/cm262.89741.30

8.9/000.27=

Bata 4

Luas Penampang A= (5.475x5.345)cm2

= 29.264 cm2

Kuat Tekan = kg/cm263.97264.29

8.9/000.28=

Rata-rata kuat tekan 2/60.994

63.9762.8957.10679.104 cmkgP =+++

=

40

Tabel 1: Data luas penampang benda uji dan kuat tekan masing-masing sampel batubata ukuran 0.09 mm

No Sampel Panjang (cm)

Lebar (cm)

Luas Penampang

(cm2)

Gaya Tekan (kN)

Kuat Tekan (kg/cm

2) 1 Bata 1 5.460 5.350 29.211 30 104.79

2 Bata 2 5.380 5.695 30.639 32 106.57

3 Bata 3 5.465 5.625 30.741 27 89.62

4 Bata 4 5.475 5.345 29.264 28 97.63

B. Batubata komposit ukuran butir 0.15 mm.

Bata 1

Luas Penampang A= (5.410x5.640)cm2

= 30.512cm2

Kuat Tekan = kg/cm226.80512.30

8.9/000.24=

Bata 2

Luas Penampang A= (5.545x5.895)cm2

= 32.688 cm2

Kuat Tekan = kg/cm279.71688.32

8.9/000.23=

Bata 3

Luas Penampang A= (5.695x5.340)cm2

= 30.411 cm2

Kuat Tekan = kg/cm288.83411.30

8.9/000.25=

Bata 4

Luas Penampang A= (5.440x6.010)cm2

= 32.694 cm2

Kuat Tekan = kg/cm242.62694.32

8.9/000.20=

41

Rata-rata kuat tekan 2/37.754

42.6288.8379.7126.80 cmkgP =+++

=

Tabel 2: Data luas penampang benda uji dan kuat tekan masing-masing sampel batubata ukuran 0.15 mm

No Sampel Panjang (cm)

Lebar (cm)

Luas Penampang

(cm2)

Gaya Tekan (kN)

Kuat Tekan

(kg/cm2)1 Bata 1 5.410 5.640 30.512 24 80.26

2 Bata 2 5.545 5.895 32.688 23 71.79

3 Bata 3 5.695 5.340 30.411 25 83.88

4 Bata 4 5.440 6.010 32.694 20 62.42

C.Batubata komposit ukuran butir 0.18 mm

Bata 1

Luas Penampang A= (5.325x5.350)cm2

= 28.489 cm2

Kuat Tekan = kg/cm213.93489.28

8.9/000.26=

Bata 2

Luas Penampang A= (5.350x5.715)cm2

= 30.575 cm2

Kuat Tekan = kg/cm208.70575.30

8.9/000.21=

Bata 3

Luas Penampang A= (5.335x5.460)cm2

= 29.129 cm2

Kuat Tekan = kg/cm206.70129.29

8.9/000.20=

Bata 4

Luas Penampang A= (5.275x5.245)cm2

= 27.667 cm2

Kuat Tekan = kg/cm238.66667.27

8.9/000.18=

42

Rata-rata kuat tekan 2/91.744

38.6606.7008.7013.93 cmkgP =+++

=

Tabel 3: Data luas penampang benda uji dan kuat tekan masing-masing sampel batubata ukuran 0.18 mm

No Sampel Panjang (cm)

Lebar (cm)

Luas Penampang

(cm2)

Gaya Tekan (kN)

Kuat Tekan

(kg/cm2)1 Bata 1 5.325 5.350 28.489 26 93.13

2 Bata 2 5.350 5.715 30.575 21 70.08

3 Bata 3 5.335 5.400 29.129 20 70.06

4 Bata 4 5.275 5.245 27.667 18 66.38

D. Batubata komposit ukuran butir 0.6 mm

Bata 1

Luas Penampang A= (5.565x5.560)cm2

= 30.941 cm2

Kuat Tekan = kg/cm247.49941.30

8.9/000.15=

Bata 2

Luas Penampang A= (5.575x5.550)cm2

= 30.941 cm2

Kuat Tekan = kg/cm298.32941.30

8.9/000.10=

Bata 3

Luas Penampang A= (5.595x5.315)cm2

= 29.737 cm2

Kuat Tekan = kg/cm261.44737.29

8.9/000.13=

Bata 4 Luas Penampang A= (5.360x5.445)cm2

= 29.185 cm2

Kuat Tekan = kg/cm243.66185.29

8.9/000.19=

43

Rata-rata kuat tekan 2/37.484

43.6661.4498.3247.49 cmkgP =+++

=

Tabel 4: Data luas penampang benda uji dan kuat tekan masing-masing sampel batubata ukuran 0.6 mm

No Sampel Panjang (cm)

Lebar (cm)

Luas Penampang

(cm2)

Gaya Tekan (kN)

Kuat Tekan

(kg/cm2)1 Bata 1 5.565 5.560 30.941 15 49.47

2 Bata 2 5.575 5.550 30.941 10 32.98

3 Bata 3 5.595 5.315 29.737 13 44.61

4 Bata 4 5.360 5.445 29.185 19 66.43

44

Lampiran 2

Perhitungan Nilai Porositas Batubata A. Penentuan porositas untuk batubata komposit ukuran butir 0.09 mm.

a. Panjang sampel = 0.11375 m

Delay time = 0.0024 s

Kecepatan Gelombang P smVp /39.470024.011375.0

==

Porositas %58.76.5480/1340/16.5480/139.47/1

/1/1/1/1

=−−

=−

−=

sou

sop

vvvv

φ

b. Panjang sampel = 0.11375 m

Delay time = 0.0022 s

Kecepatan Gelombang P smVp /70.510022.011375.0

==

Porositas %94.66.5480/1340/16.5480/170.51/1

/1/1/1/1

=−−

=−

−=

sou

sop

vvvv

φ

b. Panjang sampel = 0.11375 m

Delay time = 0.0024 s

Kecepatan Gelombang P smVp /39.470024.011375.0

==

Porositas %58.76.5480/1340/16.5480/139.47/1

/1/1/1/1

=−−

=−

−=

sou

sop

vvvv

φ

c. Panjang sampel = 0.11375 m

Delay time = 0.0024 s

Kecepatan Gelombang P smVp /39.470024.011375.0

==

Porositas %58.76.5480/1340/16.5480/185.11/1

/1/1/1/1

=−−

=−

−=

sou

sop

vvvv

φ

e. Panjang sampel = 0.11375 m

Delay time = 0.0021 s

Kecepatan Gelombang P smVp /16.540021.0

11375.0==

45

Porositas %62.66.5480/1340/16.5480/116.54/1

/1/1/1/1

=−−

=−

−=

sou

sop

vvvv

φ

Porositas rata-rata %26.75

62.658.758.794.658.7=

++++=φ

Deviasi maksimum :

)(64.062.626.7

32.058.726.7

32.058.726.7

32.094.626.7

32.058.726.7

5

4

3

2

1

maksimumδδ

δ

δ

δ

δ

=−=

=−=

=−=

=−=

=−=

Maka )%64.026.7( ±=φ

Tabel 5 : Daftar Nilai Porositas Batubata berbentuk silinder dengan ukuran butir 0.09 mm.

No Panjang Sampel

(m)

Waktu Tunda (Delay Time)

(s)

Kecepatan gel. P dalam sampel

(m/s)

Nilai Porositas

(%) 1 0.0024 47.39 7.58

2 0.0022 51.70 6.94

3 0.0024 47.39 7.58

4 0.0024 47.39 7.58

5

0.11375

0.0021 54.16 6.62

B. Penentuan porositas untuk batubata komposit ukuran butir 0.15 mm.

a. Panjang sampel = 0.1134 m

Delay time = 0.0026 s

Kecepatan Gelombang P smVp /62.430026.01134.0

==

Porositas %24.86.5480/1340/16.5480/162.43/1

/1/1/1/1

=−−

=−

−=

sou

sop

vvvv

φ

b. Panjang sampel = 0.1134 m

Delay time = 0.0025 s

46

Kecepatan Gelombang P smVp /36.450025.01134.0

==

Porositas %92.76.5480/1340/16.5480/136.45/1

/1/1/1/1

=−−

=−

−=

sou

sop

vvvv

φ

c. Panjang sampel = 0.1134 m

Delay time = 0.0025 s

Kecepatan Gelombang P smVp /36.450025.01134.0

==

Porositas %92.76.5480/1340/16.5480/136.45/1

/1/1/1/1

=−−

=−

−=

sou

sop

vvvv

φ

d. Panjang sampel = 0.1134 m

Delay time = 0.0026 s

Kecepatan Gelombang P smVp /62.430026.0134.0

==

Porositas %24.86.5480/1340/16.5480/162.43/1

/1/1/1/1

=−−

=−

−=

sou

sop

vvvv

φ

e. Panjang sampel = 0.1134 m

Delay time = 0.0026 s

Kecepatan Gelombang P smVp /62.430026.0134.0

==

Porositas %24.86.5480/1340/16.5480/162.43/1

/1/1/1/1

=−−

=−

−=

sou

sop

vvvv

φ

Porositas rata-rata %11.85

24.824.892.792.724.8=

++++=φ

Deviasi maksimum :

13.024.811.8

13.024.811.8

19.092.711.8

)(19.092.711.8

13.024.811.8

5

4

3

2

1

=−=

=−=

=−=

=−=

=−=

δ

δ

δ

δδ

δ

maksimum

47

Maka )%19.011.8( ±=φ

Tabel 6: Daftar Nilai Porositas Batubata berbentuk silinder dengan ukuran butir 0.15 mm.

No Panjang Sampel

(m)

Waktu Tunda (Delay Time)

(s)

Kecepatan gel. P dalam sampel

(m/s)

Nilai Porositas

(%) 1 0.0026 43.62 8.24

2 0.0025 45.36 7.92

3 0.0025 45.36 7.92

4 0.0026 43.62 8.24

5

0.1134

0.0026 43.62 8.24

C. Penentuan porositas untuk batubata komposit ukuran butir 0.18 mm.

a. Panjang sampel = 0.0920 m

Delay time = 0.0029 s

Kecepatan Gelombang P smVp /72.310029.00920.0

==

Porositas %36.116.5480/1340/16.5480/172.31/1

/1/1/1/1

=−−

=−

−=

sou

sop

vvvv

φ

b. Panjang sampel = 0.0920 m

Delay time = 0.0029 s

Kecepatan Gelombang P smVp /72.310029.00920.0

==

Porositas %36.116.5480/1340/16.5480/172.31/1

/1/1/1/1

=−−

=−

−=

sou

sop

vvvv

φ

c. Panjang sampel = 0.0920 m

Delay time = 0.0029 s

Kecepatan Gelombang P smVp /72.310029.00920.0

==

Porositas %36.116.5480/1340/16.5480/172.31/1

/1/1/1/1

=−−

=−

−=

sou

sop

vvvv

φ

d. Panjang sampel = 0.0920 m

48

Delay time = 0.0027 s

Kecepatan Gelombang P smVp /07.340027.00920.0

==

Porositas %57.106.5480/1340/16.5480/107.34/1

/1/1/1/1

=−−

=−

−=

sou

sop

vvvv

φ

e. Panjang sampel = 0.0920 m

Delay time = 0.0029 s

Kecepatan Gelombang P smVp /72.310029.00920.0

==

Porositas %36.116.5480/1340/16.5480/172.31/1

/1/1/1/1

=−−

=−

−=

sou

sop

vvvv

φ

Porositas rata-rata 20.115

36.1157.1036.1136.1136.11=

++++=φ

Deviasi maksimum :

16.036.1120.11

)(63.057.1020.11

16.036.1120.11

16.036.1120.11

16.036.1120.11

5

4

3

2

1

=−=

=−=

=−=

=−=

=−=

δ

δδ

δ

δ

δ

maksimum

Maka )%63.020.11( ±=φ

Tabel 7: Daftar Nilai Porositas Batubata berbentuk silinder dengan ukuran butir 0.18 mm.

No Panjang Sampel

(m)

Waktu Tunda (Delay Time)

(s)

Kecepatan gel. P dalam sampel

(m/s)

Nilai Porositas

(%) 1 0.0029 31.72 11.36

2 0.0029 31.72 11.36

3 0.0029 31.72 11.36

4 0.0027 34.07 10.57

5

0.0920

0.0029 31.72 11.36

49

D. Penentuan porositas untuk batubata komposit ukuran butir 0.6 mm.

a. Panjang sampel = 0.1138 m

Delay time = 0.0028 s

Kecepatan Gelombang P smVp /64.400028.01138.0

==

Porositas %85.86.5480/1340/16.5480/164.40/1

/1/1/1/1

=−−

=−

−=

sou

sop

vvvv

φ

b. Panjang sampel = 0.1138 m

Delay time = 0.0028 s

Kecepatan Gelombang P smVp /64.400028.01138.0

==

Porositas %85.86.5480/1340/16.5480/164.40/1

/1/1/1/1

=−−

=−

−=

sou

sop

vvvv

φ

c. Panjang sampel = 0.1138 m

Delay time = 0.0027 s

Kecepatan Gelombang P smVp /15.420027.01138.0

==

Porositas %53.86.5480/1340/16.5480/115.42/1

/1/1/1/1

=−−

=−

−=

sou

sop

vvvv

φ

d. Panjang sampel = 0.1138 m

Delay time = 0.0028 s

Kecepatan Gelombang P smVp /64.400028.01138.0

==

Porositas %85.86.5480/1340/16.5480/164.40/1

/1/1/1/1

=−−

=−

−=

sou

sop

vvvv

φ

e. Panjang sampel = 0.1138 m

Delay time = 0.0027 s

Kecepatan Gelombang P smVp /15.420027.01138.0

==

Porositas %53.86.5480/1340/16.5480/115.42/1

/1/1/1/1

=−−

=−

−=

sou

sop

vvvv

φ

50

Porositas rata-rata 72.85

53.885.853.885.885.8=

++++=φ

Deviasi maksimum :

32.035.885.8

13.072.885.8

)(32.035.885.8

13.072.885.8

13.072.885.8

5

4

3

2

1

=−=

=−=

=−=

=−=

=−=

δ

δ

δδ

δ

δ

maksimum

Maka )%32.085.8( ±=φ

Tabel 8: Daftar Nilai Porositas Batubata berbentuk silinder dengan ukuran butir 0.6 mm.

No Panjang Sampel

(m)

Waktu Tunda (Delay Time)

(s)

Kecepatan gel. P dalam sampel

(m/s)

Nilai Porositas

(%) 1 0.0028 40.64 8.85

2 0.0028 40.64 8.85

3 0.0027 42.15 8.53

4 0.0028 40.64 8.85

5

0.1138

0.0027 42.15 8.53

51