BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perubahan kulit karena adanya penuaan kulit yang bersifat irreversible biasanya
dimulai pada awal usia 20-an tahun.Proses penuaan kulit tidak mungkin bisa
dihentikan tetapi setiap orang mampu melemahkan tanda-tanda tersebut dengan
cara melindungi kulit dari sinar matahari, berhenti merokok atau yang lainnya
(Mackiewicz, Z & Rimkevičius, A, 2008).
Penggunaan antioksidan merupakan suatu pendekatan yang efektif untuk
mencegah gejala penuaan kulit yang diinduksi oleh sinar ultraviolet (Masaki,
2010).Senyawa antioksidan sebagai bahan aktif dapat digunakan untuk menangkap
radikal bebas sehingga kulit akan terlindungi dan penuaan dini dapat dihambat.
Senyawa ini memiliki berat molekul kecil tetapi mampu menginaktivasi
berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal
(Winarsi, 2011).
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang besar dan berpotensi tinggi
untuk bidang farmasi, antara lain untuk sediaan obat, suplemen makanan dan
kosmetika. Di tengah pesatnya perkembangan obat sintetik, obat tradisional masih
diandalkan masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan. Mahalnya obat sintetik
serta anggapan obat tradisional lebih aman dibandingkan obat sintetik, menjadi
faktor pendorong masyarakat untuk tetap menggunakan obat tradisional.
2
2
Salah satu bahan alam yang memiliki khasiat antioksidan adalah meniran
(Phyllanthus niruri L.). Senyawa yang bertanggung jawab sebagai antioksidan
adalah golongan flavonoid yang terdiri dari rutin, kuersertin, kuersitrin, astragalin,
dan niruri flavon. Meniran digunakan secara luas sebagai obat tradisional, antara
lain untuk mengobati diabetes, malaria, disentri, demam, flu, tumor, jaundice,
penyakit ginjal, tuberkolosis, dan anemia (Taylor, 2003). Berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan ekstrak etanol 96% meniran memiliki nilai IC50 9,03 µg/mL
(Winogroho, 2011).
Penggunaan meniran secara langsung dinilai kurang praktis sehingga dibuat
dalam bentuk sediaan lotion. Formulasi dalam bentuk sediaan lotion karena dapat
memberikan kenyamanan pemakaian, mudah diaplikasikan, dan dapat diterima.
Lotion dapat dibuat dengan mengkombinasikan dua komponen yaitu cera alba dan
setil alkohol. Cera alba berfungsi sebagai penstabil emulsi tipe w/o dan stiffening
agent yaitu meningkatkan viskositas lotion sehingga akan membuat sifat fisik lotion
yaitu viskositas dan daya lekat tinggi. Sedangkan setil alkohol emulgator lemah
emulsi tipe w/o juga berfungsi sebagai emolien akan membuat lotion memiliki daya
sebar yang tinggi. Kombinasi cera alba dan setil alkohol yang tepat pada proporsi
tertentu diharapkan akan menghasilkan lotion yang diinginkan. Optimasi formula
dilakukan dengan metode Simplex Lattice Design (SLD) menggunakan software
Design Expert ® versi 7.1.5. Umumnya metode yang digunakan untuk optimasi
adalah metode trial and error, metode ini memiliki konsep yang tidak efektif dan
efisien.
3
B. Rumusan Masalah
1. Berapakah komposisi cera alba dan setil alkohol dalam lotion ekstrak meniran
(P. niruri L.) untuk mendapatkan formula dengan sifat fisik optimum?
2. Bagaimanakah aktivitas antioksidan ekstrak meniran (P. niruri L.) dalam
formula optimum lotion terhadap penangkapan radikal DPPH?
3. Bagaimanakah stabilitas fisik formula optimum lotion ekstrak meniran dengan
menggunakan metode freeze and thaw cycling test dan uji rasio volume
pemisahan menggunakan sentrifugasi?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui komposisi cera alba dan setil alkohol dalam lotion ektrak meniran
sehingga didapatkan formula optimum dengan sifat fisik yang baik.
2. Mengetahui aktivitas antioksidan ekstrak meniran (P. niruri L.) dalam formula
optimum lotion terhadap penangkapan radikal DPPH.
3. Mengetahui stabilitas fisik formula optimum lotion ekstrak meniran dengan
menggunakan metode freeze and thaw cycling test dan uji rasio volume
pemisahan menggunakan sentrifugasi?
D. Pentingnya penelitian dilakukan
Dari penelitian ini diharapkan dapat ditentukan formula optimum sediaan lotion
antioksidan dari ekstrak meniran dengan sifat fisik optimum dan diketahui aktivitas
antioksidannya. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
4
konstribusi kecil dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama
dalam formulasi sediaan farmasi.
E. Tinjauan Pustaka
1. Meniran (P. niruri L.)
Meniran (P. niruri L.) merupakan tumbuhan liar yang berasal dari Asia
tropik yang tersebar di seluruh daratan Asia termasuk Indonesia. Kini,
tumbuhan liar ini telah tersebar ke Benua Afrika, Amerika, dan Australia
(Kardinan & Kusuma, 2004).
Gambar 1. Meniran (P. niruri)
a. Taksonomi meniran.
Kedudukan tanaman meniran dalam taksonomi tumbuhan diklasifikasikan
sebagai dalam Tabel I.
5
Tabel I. Taksonomi meniran (Anonim, 2011)
Kingdom
Subkingdom
Infrakingdom
Superdivision
Division
Subdivision
Class
Superorder
Order
Family
Genus
Species
Plantae (tumbuhan)
Viridiplantae
Streptophyta (tumbuhan daratan)
Embryophyta
Tracheophyta (tumbuhan berpembuluh)
Spermatophyta (tumbuhan menghasilkan biji)
Magnoliopsida
Rosanae
Malpigiales
Phyllanthaceae
Phyllanthus L.
Phyllanthus niruri L.
b. Nama lain.
Meniran dikenal dengan nama ba’me tano, sidukung anak, dudukung anak,
baket, sikolop (Sumatera); meniran ijo, memeniran (Jawa); bolobungo,
sidukung anak (Sulawesi); serta gosau ma dungi, gosau ma dungi roriha,
belalang babiji (Maluku). Beberapa nama asing diantaranya zhen zhu cao,
hsieh hsia chu, ye xia zhu (China); chanca piedra, quebra pedra, kilanelli
(India); child pick a back (Inggris); stone breaker, shaterrstone, chamber
bitter, leafflower, quinine weed (Amerika Selatan); dan arrebenta pedira
(Brasil). Nama umum atau nama dagangnya adalah meniran, sedangkan
nama simplisianya adalah phyllanthi herba (herba meniran) (Kardinan &
Kusuma, 2004).
c. Morfologi.
Meniran mempunyai akar tunggang dan sepasang bunga, yaitu bunga jantan
yang keluar di bawah ketiak daun dan bunga betina yang keluar di atas
ketiak daun. Daun meniran mirip dengan daun asam, berbentuk lonjong dan
tersusun majemuk. Meniran hijau (P. niruri) memiliki batang berwarna
6
hijau muda atau hijau tua. Setiap cabang atau ranting terdiri dari 8-25 helai
daun. Daun berwarna hijau dengan ukuran 0,5-2 x 0,25-0,5 cm. Buah
bertekstur licin, bulat pipih dengan diameter 2-2,5 mm. Kepala sari meniran
hijau yang sudah matang akan pecah secara membujur (Kardinan &
Kusuma, 2004).
d. Kandungan kimia.
Meniran merupakan tumbuhan obat yang memiliki banyak senyawa
aktiffitokimia yaitu flavonoid, alkaloid, terpenoid, lignan, polifenol, tannin,
kumarin, dan saponin yang ditemukan di daun, tangkai, dan akar. Senyawa
golongan flavonoid yang terkandung yaitu astragalin, catechin (+),
catechin (-), catechin-3-O-gallate (-), eriodictyol-7-O-alpha-l-rhamnoside,
fisetin-41-O-beta-d-glucoside, gallocatechin (+), gallocatechin (-),
kaempferol, kaempferol-4’-O-alpha-l-rhamnoside,nirurin, nirurinetin,
quercetin,quercetin-3-O-beta-d-glucopyranosyl(1-4)-alpha-l-
rhamnopyranoside, quercitrin, isoquercitrin, dan rutin. Senyawa golongan
lignan yaitu butyrolactone, hinokinin, hypophyllanthin, lariceresinol,
linnanthin, lintetralin, niranthin, nirphyllin, nirtetralin, phyllanthin,
phyllnirurin, phylltetrin, dan phylltetralin. Senyawa golongan steroid yaitu
cholesterol, estradiol, fraternusterol, phyllanthosecosteryl ester,
phyllanthosterol, phyllanthostigmasterol, dan sitosterol. Senyawa golongan
tannin adalah corilagin, geraniin, repandusinic acid, dan repandusinic acid
A. Senyawa golongan alkaloid adalah deca-trans-2-cis-4-dienamide,
nirurine, octa-trans-2-trans-4-dienamide, phyllanthine, phyllochrysine,
7
securine. Senyawa golongan kumarin yaitu brevifolin dan ellagic acid.
Senyawa golongan lipid yaitu dotriacontanoic acid, heptacosanoic acid
derivative 4, linoleic acid, linolenic acid, dan ricinoleic acid. Senyawa
golongan terpenoid yaitu cymene, limonene (-), lupeol, lupeol acetate,
phyllanterpenyl ester, phyllanthenol, phyllanthenone, phyllantheol,
phyllanthusone, phytol, dan tetracosahexa-cis-2-6-cis-10-trans-14-trans-
18-trans-22-en-1-ol,3-7-11-15-19-23 texamethyl. Senyawa benzenoid yaitu
gallic acid, phyllester, dan salicylic acid methyl ester. Sedangkan
kandungan vitaminnya adalah ascorbic acid (Bagalkotkar dkk, 2006;
Taylor, 2003).
e. Penggunaan.
Meniran digunakan secara luas sebagai obat tradisional, antara lain untuk
mengobati diabetes, malaria, disentri, demam, flu, tumor, jaundice, penyakit
ginjal, tuberkolosis, dan anemia (Taylor, 2003).
f. Efek farmakologi.
Ekstrak etil asetat meniran (P. niruri) memiliki efekantibakteri terhadap
Staphylococcus aureus tetapi tidak pada bakteri Escherichia coli.
Sedangkan ekstrak kloroform meniran (P. niruri) memiliki efek antibakteri
terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli (Rahman,
2012). Ekstrak meniran (P. niruri) dapat memberikan perlindungan
terhadap kerusakan histologis lambung mencit (Mus musculus) yang
diinduksi oleh aspirin (Rachmawati, 2010). Ekstrak herba meniran (P.
niruri) memiliki efek antiinflamasi dan antidiare pada tikus betina (Rattus
8
norvegicus) dengan dosis 14,9 mg/200 g BB (Sumarny dkk, 2013). Meniran
juga memiliki aktivitas sebagai hepatoprotektif dengan melihat pemberian
suspensi meniran (P. niruri) pada tikus putih (Rattus norvegicus) strain
wistar jantan mulai dosis 16,2 mg/hari dapat menurunkan kadar ALT akibat
induksi INH dan Rifampisin secara signifikan. Semakin besar dosis meniran
yang diberikan semakin rendah kadar ALT (Sulistyoningrum, 2010).
Kandungan flavonoid merupakan salah satu senyawa yang mempunyai
aktivitas sebagai penangkap radikal (Pokorny dkk, 2001). Winogroho
(2011) melaporkan ektrak etanol 96% meniran memiliki aktivitas
penangkapan radikal DPPH sangat tinggi dengan IC50 9,03 µg/mL.
2. Ekstraksi
Ekstraksi, sebagai istilah yang digunakan dalam farmasetikal, yaitu
memisahkan bagian aktif obat dalam jaringan tumbuhan atau hewan dari
senyawa inaktif atau inert dengan menggunakan pelarut yang selektif dalam
petunjuk standar ekstraksi (Gennaro, 2000).
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (Anonim, 1995).
Ada beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan, antara lain
maserasi, perkolasi, refluks, soxhlet, digesti, infuse, dan dekok. Maserasi adalah
proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa
9
kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruang (kamar). Secara
teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi
pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang
kontinu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan penyaringan maserat
pertama, dan seterusnya (Anonimb, 2000).
3. Radikal bebas
Radikal bebas adalah sebuah molekul mempunyai satu elektron tak
berpasangan di orbit terluarnya. Adanya elektron yang tidak berpasangan
menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan, dengan cara
menyerang dan mengikat elektron molekul yang berada di sekitarnya. Jenis
reaktif utama termasuk reactive oxygen species (ROS) dan reactive nitrogen
species (RNS). ROS dan RNS memberi reaksi pada tubuh dan membentuk
intermediat radikal lipid, protein, dan asam nukleat dan akhirnya membentuk
produk akhir kimia dari oxidative stress. Akibat dari produk akhir ini telah
dihipotesis menjadi penyebab dari banyak penyakit kronis seperti proses
penuaan alami (Clarkson dkk, 2000; Winarsi, 2011; Anonima, 2000).
Menurut Winarsi (2011), tahapan reaksi pembentukan radikal bebas secara
umum mirip dengan rancidity oxidative, yakni melalui 3 tahapan reaksi sebagai
berikut:
a. Tahap inisiasi, yaitu awal pembentukan radikal bebas. Misalnya:
Fe++ + H2O2 Fe+++ + OH- + •OH ...…………………...………. (1)
R1-H + •OH R1• + H2O …...…………….………………….…(2)
10
b. Tahap propagasi, yaitu pemanjangan rantai radikal.
R2-H + R1• R2• + R1-H ………...…………………….………(3)
R3-H + R2• R3• + R2-H ……...………………………….……(4)
c. Tahap terminasi, yaitu bereaksinya senyawa radikal dengan radikal lain atau
dengan penangkap radikal, sehingga potensi propagasinya rendah.
R1• +R1• R1-R1……………………………………………………………………(5)
R2• +R1• R2-R1 ……………………………………………………………………(6)
R2• +R2• R2-R2 dst ………………………………………...(7)
Radikal bebas mempunyai target utama aksi yakni protein, asam lemak tak
jenuh dan lipoprotein, serta unsur DNA termasuk karbohidrat. Dari ketiga
molekul tersebut, yang paling rentan terhadap serangan adalah asam lemak tak
jenuh (Winarsi, 2011).
4. Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa pemberi electron (electron donor) atau
reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil, tapi mampu
menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara mencegah
terbentuknya radikal, mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif.
Akibatnya kerusakan sel akan dihambat (Winarsi, 2011).
Antioksidan dikatogarikan menjadi dua kelompok yaitu antioksidan alami
dan antioksidan sintetik (Akbarirad, 2016). Antioksidan alami ditemukan
dihampir semua tanaman, mikroorganisme, fungi, bahkan pada jaringan
hewan. Paling banyak antioksidan alami adalah senyawa golongan fenol, dan
11
senyawa yang paling penting dari antioksidan alami adalah tokoferol,
flavonoid, dan asam fenolat (Pokorny dkk, 2001).
a. Polifenol
Tumbuhan memproduksi metabolit sekunder yang mengandung gugus
fenol, salah yaitu gugus hidroksil pada cincin aromatik. Senyawa-senyawa
ini secara kimia merupakan kelompok yang heterogen termasuk fenol
sederhana, flavonoid, lignin, dan kondensasi tannin (Pokorny dkk, 2001).
Secara umum efikasi senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung pada
beberapa faktor seperti ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik, tempat
ikatan, posisi mutual dari hidroksil pada cincin aromatik dan kemampuan
fenol untuk beraksi sebagai agen pendonor hidrogen atau elektron dan
menangkap radikal bebas. Semua polifenol mampu beraksi sebagai
penangkap radikal oksigen singlet O2•, OH•, NO•, dan alkil peroksil radikal
melalui donor elektron sehingga terbentuk radikal fenoksil stabil (Sroka dan
Cisowski, 2003; Santos-Buelga dan Agustin, 2000).
b. Tokoferol
Tokoferol dikenal luas sebagai senyawa antioksidan. Tokoferol
diklasifikasikan sebagai tokoferol (Toc) dan tokotrienol (Toc-3) dan dalam
tiap dua klasifikasi ini terdapat empat isomer (α-, β-, γ- dan δ-). Tokoferol
bekerja sebagai antioksidan dengan mendonorkan hidrogen dari gugus
hidroksil ke radikal lipid peroksil. Radikal dibentuk dari α-tokoferol
distabilkan melalui delokalisasi elektron tunggal di atas struktur cincin
12
aromatik. Kekuatan donasi hidrogen dari tokoferol dalam lemak, minyak,
dan lipoprotein sesuai urutan adalah δ>β>γ>α (Pokorny dkk, 2001)
Tokotrienol secara alami banyak terdapat di berbagai tanaman, namun
jumlah berlebihan ditemukan dalam minyak kelapa sawit. Sumber lain
terdapat dalam beras, kecambah, oat, barley, biji-bijian dan kacang-
kacangan, sayuran hijau, minyak nabati, dan minyak hati (Winarsi, 2011)
c. Flavonoid
Flavonoid merupakan golongan besar yang secara alami terdapat pada
senyawa fenol tumbuhan. Flavonoid memiliki kerangka dasar 15 atom
karbon dan dua cincin benzena (C6) yang terikat pada rantai propan (C3)
sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6. Susunan ini menghasilkan 3
struktur yaitu 1,3-diarilpropan atau flavonoid, 1,2-diarilpropan atau
isoflavonoid dan 1,1-diarilpropan atau neoflavonoid (Pokorny dkk, 2001;
Mabry dkk, 1970).
Flavonoid, termasuk flavonon, flavonols, isoflavon, flavonon, kalkon
terdapat pada semua jenis jaringan tumbuhan. Flavonon dan flavonol
ditemukan pada hampir tiap tumbuhan, terutama sekali pada daun dan
kelopak bunga, dengan flavonol lebih banyak dibandingkan flavonon
(Pokorny dkk, 2001).
O
OH
O
OH
OH
OH
Gambar 2. Struktur dasar flavonoid (Mabry dkk, 1970)
13
Tabel II. Contoh dan jenis flavonoid (Evans, 2002)
Jenis Senyawa Sumber
Flavon
Flavon
Flavon
Flavon
Flavon
Flavonol
Flavonon
Kalkon
Xanthon
Isoflavon
Biflavon
Chrysin
Butin
Apigenin
Luteolin
Fisetin
Kaempferol
Eriodictyol
Isomer tak
stabil dari
Flavonon
Gentisin
Formononetin
Genistein
Amentoflavon
Prunus, Populus
Biji Butea monosperma
Parsley, bunga chamomile
Ruseda luteola dan dalam glikosida
pada seledri, peppermint, wortel liar, dll
Kayu cedar kuning
Senna
Yerba santa (Hydrophyllaceae)
Famili Rutaceae dan liquorice
Gentiana dan Swertia spp
Cimicifuga rhizome, bunga semanggi
merah
Bunga semanggi merah sebagai
glikosida dalam Genista
Ginkgo, hypericum, Rhus spp
d. Karotenoid
Kira-kira 500 karotenoid telah diidentifikasi dalam sayuran dan buah yang
digunakan oleh manusia sebagai makanan. Sejauh ini karotenoid yang
banyak dikenal dan diteliti adalah beta-karoten yang mana merupakan
prekusor untuk vitamin A, namun sekarang banyak yang tertarik pada
senyawa karotenoid yang lain sebagai antioksidan seperti senyawa likopen
dan lutein yang terdapat dalam tomat dan sayuran berwarna. Strukur
molekuler karotenoid terdapat rantai ikatan berpasangan yang bisa
digunakan sebagai antioksidan (Pokorny dkk, 2001).
Tabel III. Contoh karotenoid (Winarsi, 2011; Evans, 2002)
Karotenoid Sumber
Beta-karoten
Likopen
Capsanthin
Fucoxanthin
Lutein
Minyak kelapa sawit murni (virgin palm oil)
Tomat
Capsicum spp.
Alga cokelat
Tagetes erecta
14
e. Vitamin C
Vitamin C merupakan antioksidan yang kuat karena dapat mendonorkan
atom hidrogen dan membentuk radikal bebas askorbil yang relatif stabil.
Askorbat sangat efektif terhadap radikal anion superoksida, hidrogen
peroksida, radikal hidroksil dan singlet oksigen. Vitamin C dapat diperoleh
dari buah dan sayuran misalnya kangkung, bayam, cabai hijau, nanas, jambu
biji, dan yang lainnya (Muchtadi, 2012; Winarsi, 2011).
5. DPPH
Pengukuran aktivitas antioksidan dapat dilakukan dengan berbagai macam
metode, salah satunya dengan metode DPPH. Molekul 1,1-diphenyl-2-
picrylhydrazyl (α,α-diphenyl-β-picrylhydrazyl) atau DPPH merupakan senyawa
radikal bebas yang stabil dengan dikarakteristik oleh sifat delokalisasi dari
elektron bebas di molekul tersebut, sehingga molekul tidak dimerisasi, yang
mana akan menjadi masalah bagi kebanyakan radikal bebas yang lain. Elektron
tunggal di radikal bebas DPPH memberikan absorbansimaksimal pada panjang
gelombang 517 nm dan berwarna ungu. Ketika larutan DPPH dicampur dengan
suatu senyawa yang bisa mendonorkan sebuah atom hidrogen, yang kemudian
ini dapat meningkatkan reduksi warna violet menjadi warna kuning pucat.
Misalnya radikal DPPH adalah Z• dan molekul donor adalah AH, maka reaksi
primernya adalah Z• + AH = ZH + A• dimana ZH adalah bentuk reduksi dan
A• adalah radikal bebas yang dihasilkan dari langkah pertama ini. Hasil
dekolorisasi merupakan stoikiometri dengan melihat jumlah elektron yang
ditangkap. (Molyneux, 2004).
15
Gambar 3. Struktur senyawa DPPH (Molyneux, 2004)
6. Kosmetik
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
1176/Menkes/Per/VIII/2010, kosmetika adalah bahan atau sediaan yang
dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis,
rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut
terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan/atau
memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi
baik. Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
445/Menkes/Per/V/1998, kosmetika tidak dimaksudkan untuk mengobati atau
menyembuhkan penyakit.
Tujuan utama penggunaan kosmetik pada masyarakat modern ialah untuk
kebersihan pribadi, menambah daya tarik melalui rias, meningkatkan rasa
percaya diri dan perasaan tenang, untuk melindungi kulit dan rambut dari
kerusakan karena sinar ultraviolet, polutan, dan faktor lingkungan yang lain,
untuk mencegah penuaan, dan secara umum untuk membantu orang lebih
menikmati dan menghargai hidup (Mitsui, 1997).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI, kosmetik dibagi ke dalam 13
kelompok yaitu, preparat untuk bayi, mandi, mata, wangi-wangian, rambut,
pewarna rambut, make-up (kecuali mata), kebersihan mulut, kebersihan badan,
16
kuku, perawatan kulit, cukur, suntan dan sunscreen. Penggolongan kosmetik
menurut sifat dan pembuatannya dibagi menjadi 3 jenis yakni, kosmetik
modern dan kosmetik tradisional. Sedangkan penggolongan kosmetik menurut
kegunaannya pada kulit dibagi menjadi 2 kelompok yaitu, pertama kosmetik
perawatan kulit termasuk di dalamnya kosmetik untuk membersihkan kulit,
melembabkan kulit, pelindung kulit, menipiskan atau mengampelas kulit, dan
kedua yaitu kosmetik riasan (dekoratif atau make up) (Tranggono & Fatma,
2007).
7. Lotion
Lotion adalah sediaan cair atau semicair yang mengandung satu atau lebih
bahan aktif dalam pembawa yang cocok. Biasanya suspensi padatan dalam
media cair. Beberapa lotion, faktanya berupa emulsi atau larutan. Lotion
merupakan sediaan topikal yang mengandung obat ataupun tidak dengan
viskositas dari rendah sampai sedang untuk digunakan pada kulit. Paling banyak
lotion berupa emulsi o/w, namun lotion w/o juga dibuat. Lotion biasanya
digunakan pada kulit terluar dengan tangan telanjang, kain bersih, kapas, atau
kain kasa. Komponen utama dari emulsi lotion adalah fase air dan minyak,
emulgator untuk mencegah pemisahan dua fase ini, dan, jika digunakan,
senyawa obat. Bahan- bahan lainnya seperti pewangi, gliserol, jeli petroleum,
pengawet, protein, dan bahan penstabil biasanya ditambahkan kedalam lotion.
Partikel padat dicampur dalam lotion sebaiknya dalam bentuk partikel halus
(Gennaro, 2000; Mahato, 2007). Sifatnya yang cair memungkinkan pemakaian
yang rata, menutupi permukaan kulit yang luas dan meninggalkan lapisan tipis
17
dari komponen obat pada permukaan obat dibandingkan dalam bentuk krim
ataupun salep (Mahato, 2007).
8. Emulsi
Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam
cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil (Anonim, 1995). Sistem ini dibuat
stabil dengan adanya zat pengemulsi. Sistem emulsi berkisar dari cairan (lotion)
yang memiliki viskositas relatif rendah sampai salep atau krim, yang merupakan
semisolid. Diameter partikel dari fase terdispersi umumnya berkisar dari 0,1 –
10 µm, walaupun partikel sekecil 0,01 µm dan sebesar 100µm bukan tidak biasa
dalam beberapa sediaan (Martin dkk, 2008)
Tipe yang paling umum dari emulsi farmasi dan emulsi kosmetik terdiri dari
air sebagai salah satu fase dan minyak atau lemak sebagai fase lainnya. Jika fase
minyak didispersikan dalam suatu fase air kontinu, emulsi disebut minyak-
dalam-air (m/a); jika minyak sebagai fase kontinu, emulsi tersebut merupakan
tipe air-dalam-minyak (a/m) (Lachman dkk, 2012).
Menurut Allen dkk (2011), terdapat beberapa teori untuk menjelaskan
bagaimana zat pengemulsi bekerja dalam meningkatkan emulsifikasi dan
menjaga stabilitas dari emulsi yang dihasilkan. Terdapat 3 teori mengenai
emulsifikasi, yaitu teori tegangan permukaan, oriented wedge theory, dan teori
plastik atau teori lapisan muka.
9. Stabilitas Emulsi
Umumnya suatu emulsi dianggap tidak stabil secara fisika jika fase dalam
atau terdispersi cenderung membentuk bulatan-bulatan agregat, bulatan atau
18
agregat besar naik ke permukaan atau turun ke dasar emulsi untuk membentuk
suatu lapisan pekat fase dalam, danjika semua atau sebagian dari cairan fase
dalam berpisah dan membentuk suatu lapisan yang berbeda pada bagian atas
atau bawah emulsi sebagai hasil dari koalensi bulatan-bulatan fase dalam.
Disamping itu suatu emulsi mungkin sangat dipengaruhi oleh kontaminasi dan
pertumbuhan mikroba juga perubahan kimia dan fisika lainnya (Allen dkk,
2011).
Kestabilan dari emulsi farmasi berciri tidak adanya penggabungan fase
dalam, tidak adanya creaming, dan memberikan penampilan bau, warna, dan
sifat-sifat fisik lainnya yang baik (Martin dkk, 2008).
Ketidakstabilan dari emulsi farmasi dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Flokulasi dan creaming
Flokulasi adalah suatu proses dimana partikel-partikel membentuk suatu
gumpalan yang lunak dan ringan yang bersatu karena gaya van der Waals
yang lemah (Martin dkk, 2008). Creaming merupakan pemisahan dari
emulsi menjadi beberapa lapis cairan, dimana masing-masing lapis
mengandung fase dispers yang berbeda (Anief, 2013).Creaming ke arah atas
terjadi pada emulsi tidak stabil tipe o/w atau w/o dimana fase dalam
mempunyai kerapatan lebih kecil dibandingkan fase luar. Creaming ke arah
bawah terjadi pada emulsi yang tidak stabil dimana kerapatan fase dalam
lebih besar dibandingkan kerapatan fase luar (Allen dkk, 2011).
b. Koalensi dan pecahnya emulsi (cracking atau breaking)
19
Pemecahan emulsi merupakan proses searah dimana krim yang pecah tidak
akan bisa disuspensikan kembali bola-bola tersebut dalam suatu emulsi
yang stabil, karena lapisan pelindung dari zat pengemulsi yang mengelilingi
fase terdispersi sudah tidak ada lagi (Martin, 2008).
c. Inversi fase
Inversi adalah peristiwa berubahnya sekonyong-konyong tipe emulsi M/A
ke tipe A/M atau sebaliknya (Anief, 2013).
10. Pelepasan dan difusi zat aktif
Pelepasan dari bentuk-bentuk sediaan dan kemudian absorpsi dalam tubuh
dikontrol oleh sifat fisika kimia zat aktif dan bentuk yang diberikan, serta sifat
fisika kimia dan fisiologis dari sistem biologi (Martin dkk, 2008).
Faktor-faktor yang mempengaruhi penetrasi kulit pada dasarnya sama
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi saluran cerna dengan laju
difusi yang sangat tergantung pada sifat fisika kimia zat aktif, dan hanya sedikit
tergantung pada zat pembawa, pH, dan konsentrasi. Perbedaan fisiologis
melibatkan kondisi kulit, yakni apakah kulit dalam keadaan baik atau terlaku,
umur kulit, daerah kulit yang dizat aktifi, ketebalan fase pembatas kulit,
perbedaan spesies, dan kelembapan yang dikandung oleh kulit (Lachman dkk,
2012).
Aktivitas termodinamika zat aktif dalam pembawa dihasilkan oleh
konsentrasi zat aktif dan koefisien aktifitas zat aktif dalam pembawa tersebut.
Zat-zat terlarut yang diikat kuat oleh pembawanya, menghasilkan koefisien
aktivitas yang rendah, dengan demikian laju pelepasan dari kombinasi zat aktif-
20
pembawa seperti itu adalah rendah. Zat terlarut yang diikat longgar oleh
pembawanya dengan pembawa mempunyai afinitas yang rendah terhadap zat
aktif atau zat terlarut menunjukkan koefisien aktivitas yang tinggi, oleh karena
itu, laju pelepasan dari kombinasi zat aktif-pembawa seperti itu cepat. Pilihan
pembawa yang tepat penting untuk menjamin bioavailabilitas dari zat aktif-zat
aktif yang digunakan secara topikal (Lachman dkk, 2012; Martin dkk, 2008).
Tiga faktor yang berpengaruh pada jumlah zat aktif yang permeasi ke kulit
yaitu konsentrasi zat aktif yang diaplikasikan, koefisien partisi antara lipid
stratum korneum dan pembawa, dan difusi dari senyawa dalam stratum
korrneum. Pada awalnya zat aktif harus lepas dari pembawa dan berpenetrasi
ke dalam stratum korneum, yang mana sebagaian besar tergantung pada sifat
partisi dan kelarutan zat. Langkah kedua adalah difusi melalui stratum korneum
yang tergantung pada sifat ikatan dan, ukuran molekul (Gibson, 2004).
Koefisien partisi (K) zat aktif dengan kulit dan pembawa dapat ditulise
sebagai Csc/Cv, dimana Cv adalah konsentrasi zat aktif dalam pembawa.
Sehingga, steady-state flux (Js) melewati kulit dapat ditulis dalam persamaan:
𝐽𝑠 =ADKCv
ℎ (8)
𝑘𝑝 =Js
𝐴𝐶𝑣= K (
D
ℎ) (9)
Q = kpACv(T – lag) (10)
Di dalam persamaan, A adalah luas tempat aplikasi, D adalah koefisien difusi,
dan h adalah tebal membran. Koefisien permeabilitas (kp) adalah steady-state
flux tiap luas aplikasi dibagi dengan konsentrasi zat aktif yang diaplikasikan.
21
Jumlah yang diabsorbsi (Q) juga tergantung pada waktu atau lama penggunaan
(T). Q ditetapkan oleh koefisien permeabillitas zat aktif, lag time yang
melewati barrier (lag) dan konsentrasi zat aktif dalam pembawa (Gibson,
2004).
Viskositas juga berpengaruh pada koefisien difusi dimana viskositas yang
semakin meningkat akan menurunkan koefisien disfusi. Hal ini dapat dilihat
pada persamaan Stokes-Einstein
D=kT/(6πηr) (11)
dimana k adalah tetapan Boltzmann, T adalah temperatur, η adalah viskositas,
dan r adalah radius partikel (Muratore dkk, 2012).
11. Monografi bahan
a. Cera alba
Cera alba atau malam putih adalah hasil pemurnian dan pengelantangan
malam kuning yang diperoleh dari sarang lebah madu Apis mellifera Linné
(Familia Apidae) dan memenuhi syarat uji kekeruhan penyabunan. Cera
alba mengandung 70-75% campuran berbagai ester alkohol monohidrat
rantai lurus dengan jumlah karbon genap (C24-C36) yang teresterifikasi
dengan asam lemak rantai lurus. Penampakannya berupa padatan putih
kekuningan, sedikit tembus cahaya dalam keadaan lapisan tipis; bau khas
lemah dan bebas bau tengik. Bobot jenis lebih kurang 0,95. Cera alba tidak
larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol dingin. Etanol mendidih
melarutkan asam serotat dan bagian dari mirisdin, yang merupakan
kandungan malam putih. Larut sempurna dalam kloroform, eter, minyak
22
lemak, dan minyak atsiri. Sebagian larut dalam benzena dingin dan dalam
karbon disulfida dingin. Pada suhu lebih kurang 30oC larut sempurna dalam
benzena, dan dalam karbon disulfida. Penggunaannya dalam sediaan
farmasi sebagai penambah konsistensi krim dan salep, dan juga sebagai
penstabil emulsi tipe air dalam minyak. Cera alba digunakan untuk
mengilapkan tablet salut gula, meningkatkan titik leleh supositoria, dan juga
sebagai film coating pada tablet lepas lambat (Anonim, 1995; Rowe dkk,
2009).
b. Setil alkohol
Pemerian setil alkohol berupa serpihan putih licin, granul, atau kubus, putih;
bau khas lemah; rasa lemah. Setil alkohol tidak larut dalam air; larut dalam
etanol dan dalam eter, kelarutan bertambah dengan naiknya suhu. Setil
alkohol berfungsi sebagai bahan penyalut, emulsifying agent, dan stiffening
agent. Setil alkohol banyak digunakan dalam formulasi kosmetik dan
farmasetika seperti supositoria, sediaan padat dengan pelepasan
termodifikasi, emulsi, lotion, krim, salep. Pada lotion, krim, dan salep, setil
alkohol digunakan karena sifat emollient, pengabsorpsi air, dan emulsifying.
Setil alkohol meningkatkan stabilitas, memperbaiki tekstur, dan menambah
konsistensi. Pada emulsi tipe w/o, setil alkohol digunakan sebagai bahan
pengabsorpsi air dan berperan sebagai emulgator lemah yang dapat
mengurangi jumlah emulgator lain dalam formulasi. Setil alkohol juga
dilaporkan dapat menambah konsistensi emulsi tipe w/o(Anonim, 1995;
Rowe dkk, 2009).
23
c. Span 80
Span 80 (polisorbat 80) atau sorbitan monooleat adalah ester oleat dari
sorbitol dan anhidrida yang berpolimerisasi dengan lebih kurang 20 molekul
etilena oksida untuk tiap molekul sorbitol dan anhidrida sorbitol. Span 80
berupa cairan seperti minyak, jernih berwarna kuning muda hingga cokelat
muda, bau khas lemah, rasa pahit dan hangat. Span 80 mudah larut dalam
air, larut dalam etanol dan etil asetat, tidak larut dalam minyak mineral.
Span 80 digunakan secara luar pada kosmetik, makanan dan sediaan farmasi
sebagai surfaktan nonionik lipofilik yang utamanya digunakan sebagai
emulgator pada sediaan topikal seperti krim, emulsi dan salep. Penggunaan
ester sorbitan tunggal menghasilkan emulsi dan mikroemulsi air dalam
minyak yang stabil namun kombinasi dengan berbagai variasi polisorbat
lain dapat menghasilkan emulsi minyak dalam air maupun air dalam minyak
dengan berbagai konsistensi (Anonim, 1995; Rowe dkk, 2009).
d. Parafin cair
Parafin cair atau minyak mineral merupakan campuran hasil penyulingan
cairan hidrokarbon alifatik jenuh (C14-C18) dan hidrokarbon siklik dari
petroleum. Pada sediaan farmasi, parafin cair utamanya digunakan sebagai
bahan tambahan pada sediaan topikal sebagai emolien, bahan
pelicin,minyak pembawa, pelarut, dan adjuvan vaksin. Parafin cair
berupacairan kental berminyak, transparan tidak berwarna,
tidakberfluoresensi pada sinar matahari, praktis tidak berasa dan
tidakberbau pada suhu rendah (Rowe dkk, 2009).
24
e. Metil paraben
Metil paraben atau nipagin merupakan pengawet yang bersifat antimikroba
dengan rumus kimia C8H8O3. Metil paraben digunakan sebagai pengawet
pada kosmetik, makanan dan produk farmasi,namun paling banyak
digunakan sebagai pengawet pada kosmetik. Metil paraben berupa kristal
tak berwarna atau serbuk kristal berwarna putih, tidak berbau atau hampir
berbau dan mempunyai sedikit rasa terbakar. Aktivitasnya lebih baik
terhadap jamur dan yeast dibanding terhadap bakteri dan lebih aktif
terhadap bakteri Gram positif dibanding terhadap bakteri Gram negatif.
Kombinasi metil paraben dengan pengawet antimikroba lain dapat
meningkatkan efek pengawetan. Metil paraben dapat digunakan pada
rentang pH antara 4-8 dan mempunyai aktivitas anti mikroba berspektrum
luas (Rowe dkk, 2009).
f. Propil paraben
Propil paraben atau nipasol adalah pengawet antimikroba bentuk
perpanjangan rantai alkil dari metil paraben. Penggunaannya sering
dikombinasi dengan metil paraben yang lebih dikenal dengan nipakombin.
Propil paraben berupa serbuk kristal berwarna putih,tidak berasa dan tidak
berbau, sifatnya sukar larut dalam air sehingga banyak digunakan bentuk
garamnya sebagai pengganti. Propil paraben mempunyai kadar hambat
minimum yang lebih rendah dari metil paraben (Rowe dkk, 2009).
25
g. Akuades
Akuades berupa cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan memiliki
BM 18,02 (Anonim, 1995).
12. Simplex Lattice Design
Optimasi merupakan desain eksperimental untuk memudahkan penyusunan
dan interpretesi data secara matematis. Simplex Lattice Design (SLD)
merupakan metode untuk memprediksi profil respon campuran bahan pada
berbagai variasi jumlah komposisi bahan yang dinyatakan dalam beberapa
bagian, dimana jumlah totalnya sama dengan satu bagian (Bolton dkk, 2004).
Profil tersebut digunakan untuk memprediksi perbandingan komposisi
campuran bahan yang memberikan respon optimum
Penggunaan metode SLD dengan menyiapkan beberapa formulasi yang
mengandung kombinasi dari variasi bahan. Kombinasi disiapkan secara
sederhana sehingga data percobaan dapat digunakan untuk memprediksi respon
yang berada dalam simplex. Hasil eksperimen digunakan untuk membuat
persamaan polinominal (simplex) dimana persamaan ini dapat digunakan untuk
memprediksi profil respon (Bolton dkk, 2004).
Y= B1 (A) + B2 (B) + B12 (A) (B)…… …………… (12)
Dimana Y merupakan respon, A dan B adalah konsentrasi (proporsi)
komponen. Koefiesien B1, dan B2, dan B12 dihitung berdasarkan observasi
eksperimental. Respon Y bisa diprediksi dari semua kombinasi A dan B dimana
(A) + (B) = 1,0 (100%). Proporsi dari komponen biasanya dinyatakan dalam
bentuk decimal (Bolton dkk, 2004).
26
F. Landasan Teori
Meniran (P. niruri) memiliki berbagai manfaat. Salah satu manfaat meniran
adalah dapat digunakan sebagai antioksidan. Meniran memiliki berbagai macam
senyawa bioaktif seperti alkaloid, flavonoid, kumarin, dan polifenol yang telah
dilaporkan mempunyai kemampuan sebagai antioksidan (Giribabu dkk, 2014).
Ekstrak etanol 96% meniran terbukti memiliki aktivitas antioksidan dengan
memiliki nilai IC50 sebesar 9,03 µg/mL (Winugroho, 2011). Bentuk sediaan lotion
dipilih karena dapat memberikan kenyamanan pemakaian, mudah diaplikasikan,
dan dapat diterima.
Penelitian ini dilakukan optimasi formula lotion ekstrak etanol meniran
sehingga didapakan formula yang optimum dari kombinasi cera alba dan setil
alkohol. Cera alba dan setil alkohol dikombinasikan karena dapat mempengaruhi
sifat fisik lotion sehingga diperoleh sifat fisik lotion yang lebih baik. Cera alba
sebagai penstabil emulsi tipe w/o dan stiffening agent yaitu meningkatkan
viskositas lotion sedangkan setil alkohol sebagai emulgator lemah emulsi tipe w/o
juga berfungsi sebagai emolien (Rowe dkk, 2009). Viskositas lotion tidak terlalu
encer atau terlalu kental supaya mudah dituang dari wadahnya. Penambahan setil
alkohol dapat meningkatkan akseptabilitas lotion karena selain dapat membawa
bahan obat dalam lotion juga dapat memberikan efek pelembutan.
Untuk medapatkan komposisi cera alba dan setil alkohol yang optimum
dilakukan dengan metode Simplex Lattice Design (SLD) menggunakan software
Design Expert® versi 7.1.5. Metode tersebut memiliki kelebihan yakni cepat dan
27
praktis karena bukan penentuan formula yang dilakukan dengan metode trial and
error.
G. Hipotesis
1. Kombinasi cera alba dan setil alkohol mempengaruhi sifat fisik lotion ekstrak
meniran yaitu semakin tinggi konsentrasi cera alba, viskositas dan daya lekat
akan meningkat tetapi daya sebar akan menurun, sedangkan semakin tinggi
konsentrasi setil alkohol maka viskositas dan daya lekat menurut tetapi daya
sebar meningkat. Kombinasi cera alba pada rentang konsentrasi 8%-12% dan
setil alkohol pada rentang konsentrasi 2%-5% menghasilkan formula lotion
ekstrak meniran dengan sifat fisik optimum menggunakan metode Simplex
Lattice Design melalui proses optimasi.
2. Ekstrak meniran dalam formula optimum lotion memiliki aktivitas sebagai
antioksidan yang tinggi secara in vitro menggunakan metode penangkapan
radikal DPPH dengan parameter IC50.
3. Formula optimum lotion ekstrak meniran dengan kombinasi cera alba dan setil
alkohol memberikan kestabilan fisik yang baik selama proses uji stabilitas
dipercepat yaitu dengan menggunakan metode freeze and thaw cycling test dan
sentrifugasi.