BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...

26
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembuatan gel dengan sifat fisik tertentu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dapat dilakukan dengan mencampurkan dua atau lebih basis atau bahan pembentuk gel (Lieberman dkk., 1998). Kombinasi basis karbomer dan HPMC dapat membentuk massa gel yang baik secara fisik dibandingkan penggunaan basis tunggalnya (Quinones & Ghaly, 2008). Karbomer dan HPMC tergolong basis gel hidrofilik. Basis gel yang bersifat hidrofilik memiliki daya sebar yang baik pada kulit, mudah dicuci dengan air, memungkinkan pemakaian pada bagian tubuh yang berambut dan pelepasan obatnya baik. Keunggulan kedua basis tersebut dibanding basis lain adalah dapat menghasilkan gel yang bening, mudah larut dengan air, mudah diaplikasikan pada kulit, tidak mengiritasi dan nyaman digunakan pada kulit (Anwar, 2012). Gel merupakan salah satu bentuk sediaan topikal yang masih banyak diminati konsumen maupun industri obat dan kosmestika. Gel dengan sifat fisik yang optimum dapat meningkatkan efektifitas terapi dan kenyamanan penggunaan. Sifat fisik gel yang optimum dapat diperoleh melalui optimasi formula gel dengan mengkombinasikan dua atau lebih basis yang berbeda.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94399/potongan/S1-2016...HPMC dapat membentuk massa gel yang baik secara fisik ... yaitu memiliki kemampuan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembuatan gel dengan sifat fisik tertentu yang sesuai dengan tujuan

penggunaan dapat dilakukan dengan mencampurkan dua atau lebih basis atau

bahan pembentuk gel (Lieberman dkk., 1998). Kombinasi basis karbomer dan

HPMC dapat membentuk massa gel yang baik secara fisik dibandingkan

penggunaan basis tunggalnya (Quinones & Ghaly, 2008).

Karbomer dan HPMC tergolong basis gel hidrofilik. Basis gel yang bersifat

hidrofilik memiliki daya sebar yang baik pada kulit, mudah dicuci dengan air,

memungkinkan pemakaian pada bagian tubuh yang berambut dan pelepasan

obatnya baik. Keunggulan kedua basis tersebut dibanding basis lain adalah dapat

menghasilkan gel yang bening, mudah larut dengan air, mudah diaplikasikan pada

kulit, tidak mengiritasi dan nyaman digunakan pada kulit (Anwar, 2012).

Gel merupakan salah satu bentuk sediaan topikal yang masih banyak diminati

konsumen maupun industri obat dan kosmestika. Gel dengan sifat fisik yang

optimum dapat meningkatkan efektifitas terapi dan kenyamanan penggunaan.

Sifat fisik gel yang optimum dapat diperoleh melalui optimasi formula gel dengan

mengkombinasikan dua atau lebih basis yang berbeda.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94399/potongan/S1-2016...HPMC dapat membentuk massa gel yang baik secara fisik ... yaitu memiliki kemampuan

2

Bentuk sediaan gel dipilih karena mempunyai beberapa keunggulan

dibanding jenis sediaan topikal lain, yaitu memiliki kemampuan pelepasan obat

yang baik, mudah dibersihkan dengan air, memberikan efek dingin akibat

penguapan lambat di kulit, mempunyai kemampuan penyebaran yang baik di kulit

serta tidak memiliki hambatan fungsi rambut secara fisiologis (Voigt, 1984).

Asam salisilat sebagai zat aktif merupakan contoh senyawa farmasetis yang

memiliki banyak manfaat dalam berbagai jenis pengobatan topikal yang masih

banyak digunakan hingga saat ini (Effendi dkk., 2012).

Metode SLD (Simplex Lattice Design) digunakan untuk menentukan formula

optimum kombinasi basis karbomer dan HPMC. Keuntungan dari metode ini

adalah praktis dan cepat karena bukan merupakan penentuan formula dengan trial

and error. Verifikasi dilakukan pada formula yang memiliki respon paling

optimum untuk mengetahui validitasnya (Armstrong & James, 1996).

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penelitian ini bertujuan untuk

mendapatkan formula optimum gel asam salisilat dengan sifat fisik optimum

menggunakan metode Simplex Lattice Design serta mengetahui validitas dari

formula optimum tersebut melalui proses verifikasi.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94399/potongan/S1-2016...HPMC dapat membentuk massa gel yang baik secara fisik ... yaitu memiliki kemampuan

3

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah pengaruh interaksi karbomer dan HPMC terhadap sifat fisik

gel asam salisilat?

2. Berapakah perbandingan konsentrasi dari kombinasi basis karbomer dan

HPMC yang dapat menghasilkan formula gel asam salisilat dengan sifat fisik

optimum menggunakan metode Simplex Lattice Design?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh interaksi karbomer dan HPMC terhadap sifat fisik gel

asam salisilat.

2. Mencari perbandingan konsentrasi dari kombinasi basis karbomer dan HPMC

yang dapat menghasilkan formula gel asam salisilat dengan sifat fisik

optimum menggunakan metode Simplex Lattice Design.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini akan memberikan gambaran bahwa formulasi sediaan gel

dengan sifat fisik optimum dapat dilakukan dengan mengkombinasikan basis gel

yang berbeda. Pemilihan basis mempunyai peranan yang cukup penting dalam

formulasi sediaan gel. Gel dengan sifat fisik yang optimum akan meningkatkan

kenyamanan dalam penggunaan oleh pemakainya serta ketercapaian efek terapi.

Selain itu, penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan kemanfaatan dalam

perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu kefarmasian di Indonesia.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94399/potongan/S1-2016...HPMC dapat membentuk massa gel yang baik secara fisik ... yaitu memiliki kemampuan

4

E. Tinjauan Pustaka

1. Gel

Bentuk-bentuk sediaan topikal ada beberapa macam antara lain krim, gel,

salep dan pasta (Lachman dkk., 2008). Gel merupakan sistem semipadat terdiri

dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik

yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan (Anonim, 2014). Definisi lain gel

adalah suatu sistem semipadat dimana pergerakan dari medium pendispersi

terbatas oleh jalinan tiga dimensi dari partikel atau molekul dari fase terdispersi

(Gennaro, 2001). Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih,

tembus cahaya dan mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai

kekuatan yang disebabkan oleh jaringan yang saling berikatan pada fase

terdispersi (Ansel, 1989).

Sediaan gel mempunyai kelebihan diantaranya adalah memiliki viskositas dan

daya lekat tinggi sehingga tidak mudah mengalir pada permukaan kulit, memiliki

sifat tiksotropi sehingga mudah merata bila dioles, tidak meninggalkan bekas,

hanya berupa lapisan tipis seperti film saat pemakaian, mudah tercucikan dengan

air, dan memberikan sensasi dingin setelah digunakan, mampu berpenetrasi lebih

jauh dari krim, sangat baik dipakai untuk area berambut dan lebih disukai secara

kosmetika, gel segera mencair jika berkontak dengan kulit dan membentuk satu

lapisan dan absorpsinya pada kulit lebih baik daripada krim (Sharma, 2008).

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94399/potongan/S1-2016...HPMC dapat membentuk massa gel yang baik secara fisik ... yaitu memiliki kemampuan

5

Polimer-polimer yang biasa digunakan untuk membuat gel-gel farmasetik

meliputi gom alam tragakan, pektin, karagen, agar, asam alginat, serta bahan-

bahan sintetis dan semisintetis seperti metil selulosa, hidroksi etil selulosa,

karboksi metil selulosa, dan karbopol yang merupakan polimer vinil sintetis

dengan gugus karboksil yang terionisasi. Gel dibuat dengan proses peleburan, atau

diperlukan suatu prosedur khusus berkenaan dengan sifat mengembang dari gel

(Lachman dkk., 2008). Bahan pembentuk gel untuk farmasi dan kosmetik

idealnya harus bersifat inert, aman dan tidak bereaksi dengan bahan-bahan lain

dalam formula, tidak menunjukkan perubahan viskositas yang berarti pada

penyimpanan normal (Zats & Gregory, 1996).

Konsistensi gel disebabkan oleh bahan pembentuk gel yang pada umumnya

akan membentuk struktur tiga dimensi setelah mengabsorpsi air. Gel dapat

mengembang, mengabsorpsi larutan dengan peningkatan volume. Pengembangan

dapat terlihat sebagai tahap awal dari disperse dimana fase luar terpenetrasi

kedalam matriks gel dan menyebabkan adanya interaksi antara pembentuk gel dan

solven, sehingga gel merupakan interaksi antara unit-unit pada fase koloidal dari

senyawa organik maupun anorganik yang membentuk structural viscosity yang

tidak memisah dari fase luar. Karakteristik gel yang digunakan harus sesuai

dengan tujuan penggunaan gel. Gel topikal tidak boleh terlalu liat, konsentrasi

bahan pembentuk gel yang terlalu tinggi atau penggunaan bahan pembentuk gel

dengan berat molekul yang terlalu besar dapat mengakibatkan sediaan sulit

dioleskan dan didispersikan (Zats & Gregory, 1996).

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94399/potongan/S1-2016...HPMC dapat membentuk massa gel yang baik secara fisik ... yaitu memiliki kemampuan

6

Sediaan gel memiliki sifat sebagai berikut (Lachman dkk., 2008) :

1. Zat pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi dan kosmetik ialah inert,

aman dan tidak bereaksi dengan komponen lain.

2. Pemilihan bahan pembentuk gel harus dapat memberikan bentuk padatan yang

baik selama penyimpanan tapi dapat rusak segera ketika sediaan diberikan

kekuatan atau daya yang disebabkan oleh pengocokan dalam botol, pemerasan

tube, atau selama penggunaan topikal.

3. Karakteristik gel harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan sediaan yang

diharapkan.

4. Penggunaan bahan pembentuk gel yang konsentrasinya sangat tinggi atau BM

besar dapat menghasilkan gel yang sulit untuk dikeluarkan atau digunakan.

5. Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur, tapi dapat juga

pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu tertentu. Contoh

polimer seperti MC, HPMC dapat terlarut hanya pada air yang dingin yang

akan membentuk larutan yang kental dan pada peningkatan suhu larutan

tersebut akan membentuk gel.

6. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh

pemanasan disebut thermogelation.

Sifat dan karakteristik gel (Zats & Gregory, 1996), meliputi :

1. Swelling

Gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat mengabsorbsi

larutan sehingga terjadi pertambahan volume. Pelarut akan berpenetrasi diantara

matriks gel dan terjadi interaksi antara pelarut dengan gel. Pengembangan gel

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94399/potongan/S1-2016...HPMC dapat membentuk massa gel yang baik secara fisik ... yaitu memiliki kemampuan

7

kurang sempurna bila terjadi ikatan silang antar polimer di dalam matriks gel yang

dapat menyebabkan kelarutan komponen gel berkurang.

2. Sineresis

Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam massa gel. Cairan

yang terjerat akan keluar dan berada di atas permukaan gel. Pada waktu

pembentukan gel terjadi tekanan yang elastis, sehingga terbentuk massa gel yang

tegar. Mekanisme terjadinya kontraksi berhubungan dengan fase relaksasi akibat

adanya tekanan elastis pada saat terbentuknya gel. Adanya perubahan pada

ketegaran gel akan mengakibatkan jarak antar matriks berubah, sehingga

memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan. Sineresis dapat terjadi pada

hidrogel maupun organogel.

3. Efek suhu

Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui penurunan

temperatur tapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga

suhu tertentu. Polimer separti MC, HPMC, terlarut hanya pada air yang dingin

membentuk larutan yang kental. Pada peningkatan suhu larutan tersebut

membentuk gel. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang

disebabkan oleh pemanasan disebut thermogelation.

4. Efek elektrolit

Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel hidrofilik

dimana ion berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap pelarut yang ada

dan koloid digaramkan (melarut). Gel yang tidak terlalu hidrofilik dengan

konsentrasi elektrolit kecil akan meningkatkan rigiditas gel dan mengurangi waktu

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94399/potongan/S1-2016...HPMC dapat membentuk massa gel yang baik secara fisik ... yaitu memiliki kemampuan

8

untuk menyusun diri sesudah pemberian tekanan geser. Gel Na-alginat akan

segera mengeras dengan adanya sejumlah konsentrasi ion kalsium yang

disebabkan karena terjadinya pengendapan parsial dari alginat sebagai kalsium

alginat yang tidak larut.

5. Elastisitas dan rigiditas

Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan nitroselulosa,

selama transformasi dari bentuk sol menjadi gel terjadi peningkatan elastisitas

dengan peningkatan konsentrasi pembentuk gel. Bentuk struktur gel resisten

terhadap perubahan atau deformasi dan mempunyai aliran viskoelastik. Struktur

gel dapat bermacam-macam tergantung dari komponen pembentuk gel.

6. Rheologi

Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang terflokulasi

memberikan sifat aliran pseudoplastis yang khas dan menunjukkan jalan aliran

non–Newton yang dikarakterisasi oleh penurunan viskositas dan peningkatan laju

aliran.

Dalam pembuatan gel, pemilihan basis dapat mempengaruhi karakter gel

yang terbentuk (Liebermen, 1998). Basis gel dibedakan menjadi basis gel

hidrofobik dan basis gel hidrofilik. Gel dengan basis hidrofilik yang bersifat

memperlambat pengeringan merupakan bahan yang cocok untuk penggunaan

topikal karena mampu bertahan lama pada permukaan kulit (Bakker dkk., 1990).

Sistem koloid pada gel hidrofilik juga lebih mudah dibuat dan memiliki stabilitas

yang lebih besar dibanding hidrofobik (Ansel, 1989). Dasar gel hidrofobik terdiri

dari fase anorganik. Interaksi yang terjadi antara dasar gel hidrofobik dengan fase

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94399/potongan/S1-2016...HPMC dapat membentuk massa gel yang baik secara fisik ... yaitu memiliki kemampuan

9

pendispersinya hanya sedikit. Bahan hidrofobik tidak menyebar dengan spontan

(Ansel, 1989).

Penggolongan gel, dibagi berdasarkan :

A. Berdasarkan sifat fasa koloid (Lieberman, 1998), meliputi :

a. Gel anorganik, contoh : bentonit magma.

b. Gel organik, pembentuk gel berupa polimer.

B. Berdasarkan sifat pelarut (Lieberman,1998), meliputi :

a. Hidrogel (pelarut air)

Hidrogel pada umumnya terbentuk oleh molekul polimer hidrofilik yang

saling sambung silang melalui ikatan kimia atau gaya kohesi seperti interaksi

ionik, ikatan hidrogen atau interaksi hidrofobik. Hidrogel mempunyai

biokompatibilitas yang tinggi sebab hidrogel mempunyai tegangan permukaan

yang rendah dengan cairan biologi dan jaringan sehingga meminimalkan kekuatan

adsorbsi protein dan adhesi sel, hidrogel menstimulasi sifat hidrodinamik dari gel

biologikal, sel dan jaringan dengan berbagai cara, hidrogel bersifat lunak, elastis

sehingga meminimalkan iritasi karena friksi pada jaringan sekitarnya. Kekurangan

hidrogel yaitu memiliki kekuatan mekanik dan kekerasan yang rendah setelah

mengembang. Contoh : bentonit magma, gelatin.

b. Organogel (pelarut bukan air/pelarut organik)

Contoh : plastibase (suatu polietilen dengan BM rendah yang terlarut dalam

minyak mineral dan didinginkan secara shock cooled) dan dispersi logam stearat

dalam minyak.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94399/potongan/S1-2016...HPMC dapat membentuk massa gel yang baik secara fisik ... yaitu memiliki kemampuan

10

c. Xerogel

Gel yang telah padat dengan konsentrasi pelarut yang rendah diketahui

sebagai xerogel. Kondisi ini dapat dikembalikan pada keadaan semula dengan

penambahan agen yang mengimbibisi, dan mengembangkan matriks gel. Contoh :

gelatin kering, tragakan ribbons, acacia tears, selulosa kering dan polystyrene.

C. Berdasarkan karakteristik cairan gel (gel hidrofilik dan gel hidrofobik).

a. Gel hidrofilik, memiliki basis yang umumnya terdiri dari molekul-molekul

organik yang besar dan dapat dilarutkan dengan fase pendispersi. Sistem koloid

hidrofilik lebih mudah dibuat dan memiliki kestabilann yang lebih besar

dibanding hidrofobik. Gel hidrofilik umumnya mengandung komponen bahan

pengembang, air, penahan lembab dan pengawet (Ansel dkk., 1999). Karakteristik

gel jenis ini mempunyai aliran tiksotropik, tidak lengket, mudah menyebar,

mudah dibersihkan, kompatibel dengan beberapa eksipien dan larut dalam air

(Rowe dkk., 2009).

b. Gel hidrofobik, memiliki basis yang umumnya mengandung parafin cair dan

polietilen atau minyak lemak dengan bahan pembentuk gel koloidal silika atau

aluminium atau zink sabun (Lieberman, 1998). Gel ini tersusun dari partikel-

partikel anorganik, bila ditambahkan ke dalam fase pendispersi maka akan terjadi

interaksi antara basis gel dan fase pendispersi. Basis gel hidrofobik tidak secara

spontan menyebar (Ansel dkk., 1999).

D. Berdasarkan jumlah fasenya (gel fase tunggal dan gel fase ganda).

a. Gel fase tunggal merupakan gel yang terdiri dari makromolekul organik yang

tersebar merata dalam suatu cairan sampai tidak terlihat adanya ikatan antara

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94399/potongan/S1-2016...HPMC dapat membentuk massa gel yang baik secara fisik ... yaitu memiliki kemampuan

11

makromolekul yang terdispersi dengan cairan (Lieberman dkk., 1998). Gel fase

tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik misalnya karbomer atau dari gom

alam, misalnya tragakan (Anonim, 2014).

b. Gel fase ganda merupakan massa gel yang terdiri dari kelompok-kelompok

partikel kecil yang berbeda sehingga gel ini digolongkan sebagai gel fase ganda

atau gel dengan sistem dua fase yang sering disebut magma (Ansel dkk., 1999).

Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar,

massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma, misalnya magma bentonit.

Baik gel maupun magma dapat bersifat tiksotropik, membentuk semipadat jika

dibiarkan dan menjadi cair pada pengocokan. Sediaan harus dikocok dahulu

sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas (Anonim, 2014).

Kontrol kualitas sediaan gel, meliputi :

a. Organoleptis

Pemeriksaan organoleptis bertujuan untuk mendeskripsikan sediaan gel yang

meliputi bentuk, warna, bau, dan kejernihan. Pengamatan dilakukan secara

makroskopis (Paye dkk., 2001).

b. Homogenitas

Pengujian homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah sediaan gel yang

dihasilkan sudah tercampurkan dengan homogen dan merata. Pengujian

homogenitas dapat dilakukan dengan cara visual (Paye dkk., 2001). Homogenitas

gel diamati di atas kaca objek dengan adanya bantuan cahaya. Pengamatan

dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat bagian-bagian yang tidak

tercampurkan dengan baik. Gel yang bersifat stabil akan dapat menunjukkan

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94399/potongan/S1-2016...HPMC dapat membentuk massa gel yang baik secara fisik ... yaitu memiliki kemampuan

12

susunan yang homogen. Homogenitas sediaan gel ditunjukkan dengan

tercampurnya bahan-bahan yang digunakan dalam formula gel, baik bahan aktif

maupun bahan tambahan secara merata. Cara pengujian homogenitas yaitu dengan

meletakkan gel pada object glass kemudian meratakannya untuk melihat adanya

partikel-partikel kecil yang tidak terdispersi sempurna.

c. Daya sebar

Pengujian daya sebar bertujuan untuk mengetahui kemampuan penyebaran

sediaan gel yang dihasilkan pada tempat aplikasi. Daya sebar yang baik adalah

jika gel mudah digunakan dengan mengoleskan tanpa memerlukan penekanan

berlebih. Daya sebar berkaitan dengan kenyamanan pada pemakaian. Kemampuan

menyebar yang baik di kulit sangat diharapkan pada sediaan topikal. Diameter

daya sebar sediaan semipadat berkisar antara 5-7 cm (Garg dkk., 2002). Sejumlah

zat tertentu diletakkan di atas kaca yang berskala kemudian bagian atasnya diberi

kaca yang sama, ditingkatkan bebannya, dan di beri rentang waktu 1-2 menit.

Kemudian diameter penyebaran diukur pada setiap penambahan beban, saat

sediaan berhenti menyebar (dengan waktu tertentu secara teratur).

d. Daya lekat

Pengujian daya lekat bertujuan untuk mengetahui waktu retensi atau

kemampuan melekat sediaan gel yang dihasilkan pada saat penggunaan di tempat

aplikasi. Daya lekat merupakan kemampuan sediaan untuk menempel pada

lapisan epidermis. Tidak terdapat persyaratan khusus mengenai daya lekat sediaan

semipadat. Semakin besar kemampuan gel untuk melekat, maka akan semakin

baik penghantaran obatnya.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94399/potongan/S1-2016...HPMC dapat membentuk massa gel yang baik secara fisik ... yaitu memiliki kemampuan

13

e. Viskositas

Viskositas menentukan sifat sediaan dalam hal campuran dan sifat alirnya pada

saat proses produksi, proses pengemasan, serta sifat-sifat penting pada saat

pemakaian, seperti daya sebar, konsisitensi atau bentuk, dan kelembaban. Selain

itu, viskositas juga dapat mempengaruhi stabilitas fisik dan bioavailabilitasnya

(Paye dkk., 2001). Semakin tinggi viskositas, maka daya lekat akan semakin

besar, sedangkan daya sebarnya akan semakin kecil. Viskositas sediaan dapat

dinaikkan dengan penambahan polimer (Donovan & Flanagan, 1996).

f. pH

Pemeriksaan pH bertujuan untuk mengetahui derajat keasaman dari sediaan gel

yang dihasilkan. Pengamatan nilai pH dilakukan segera setelah sediaan selesai

dibuat. Sebaiknya besar nilai pH sama dengan nilai pH kulit atau tempat

pemakaian untuk menghindari terjadinya iritasi. pH normal kulit manusia berkisar

antara 4,5-6,5 (Draelos & Lauren, 2006).

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94399/potongan/S1-2016...HPMC dapat membentuk massa gel yang baik secara fisik ... yaitu memiliki kemampuan

14

2. Monografi bahan

A. Asam salisilat

a. Karakteristik dan struktur kimia

Gambar 1. Asam salisilat (Anonim, 2014).

Asam salisilat dikenal juga dengan nama orthohydrobenzoic acid atau 2-

hydroxy-benzoic acid, memiliki struktur kimia C7H6O3. Asam salisilat

mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 101,0% C7H6O3

dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Asam salisilat memiliki pKa 2,97.

Bentuk makroskopik asam salisilat berupa serbuk kristal putih, berbentuk jarum

halus dengan rasa agak manis, tidak berbau, dan stabil pada udara bebas. Serbuk

asam salisilat bersifat sukar larut dalam air dan dalam benzena, mudah larut dalam

etanol dan eter, larut dalam air mendidih, agak sukar larut dalam kloroform,

memiliki khasiat sebagai antifungi dan keratolitikum (Anonim, 2014).

b. Penggunaan Asam Salisilat

Asam salisilat merupakan bahan keratolitik tertua yang digunakan sejak 1874

(Jabarah dkk., 1997). Hingga saat ini asam salisilat masih digunakan dalam terapi

veruka, kalus, psoriasis, dermatitis seboroik pada kulit kepala, dan iktiosis.

Penggunaannya semakin berkembang sebagai bahan peeling dalam terapi penuaan

kulit, melasma, hiperpigmentasi pascainflamasi dan akne (Nakatsui & Lin, 1998).

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94399/potongan/S1-2016...HPMC dapat membentuk massa gel yang baik secara fisik ... yaitu memiliki kemampuan

15

Berbagai penelitian menyimpulkan terdapat tiga faktor yang berperan penting

pada mekanisme keratolitik asam salisilat, yaitu menurunkan ikatan korneosit,

melarutkan semen interselular, melonggarkan serta mendisintegrasi korneosit.

Asam salisilat bekerja sebagai pelarut organik dan menghilangkan ikatan kovalen

lipid interselular yang berikatan dengan cornified envelope di sekitar keratinosit

(Leveque dkk., 2002). Penggunaan asam salisilat dalam pengobatan semakin

berkembang sebagai bahan peeling dalam terapi penuaan kulit, melasma,

hiperpigmentasi pascainflamasi dan akne (Lee & Kim, 2003). Asam salisilat

diekstraksi dari pohon willow bark, daun wintergreen, spearmint dan sweet birch.

Saat ini asam salisilat telah dapat diproduksi secara sintetik (Hessel dkk., 2007).

Di Amerika Serikat, berbagai sediaan mengandung preparat asam salisilat

dalam konsentrasi 1-40%. Penggunaan asam salisilat topikal relatif aman. Sifat

lipofilik asam salisilat membuat efek klinisnya terbatas pada lapisan epidermis

(Effendi dkk., 2012). Mekanisme kerja asam salisilat adalah melalui pemecahan

struktur desmosom yang menyebabkan disintegrasi ikatan antar sel korneosit

(Imayama dkk., 2000).

Terminologi desmolitik lebih menggambarkan mekanisme kerja asam

salisilat topikal. Efek desmolitik asam salisilat meningkat seiring dengan

peningkatan konsentrasi. Asam salisilat topikal dalam konsentrasi yang lebih

besar (20-60%), menimbulkan destruksi pada jaringan sehingga kerap digunakan

pada terapi veruka dan kalus. Pengelupasan secara mekanik dapat meningkatkan

efektivitas kerja asam salisilat topikal. Pasien dapat diedukasi untuk mengusap

kulit dengan spon halus atau handuk basah saat mandi. Pada terapi kalus,

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94399/potongan/S1-2016...HPMC dapat membentuk massa gel yang baik secara fisik ... yaitu memiliki kemampuan

16

pengelupasan dapat pula dilakukan dengan bantuan sikat. Bantuan mekanik ini

akan menyebabkan pengelupasan yang adekuat setelah kulit diberikan asam

salisilat topikal selama beberapa hari (Effendi dkk., 2012). Selain memiliki efek

keratolitik, bahan ini juga memiliki efek keratoplastik, antipruritus, anti-inflamasi,

analgetik, bakteriostatik, fungistatik dan tabir surya. Asam salisilat dan

turunannya diketahui dapat bekerja sebagai tabir surya (Lim, 2008). Mekanisme

efek tabir surya kimiawi asam salisilat melalui transformasi cincin benzena

aromatik pada paparan UV (Hessel dkk., 2007).

Asam salisilat telah teruji dalam terapi berbagai penyakit kulit dengan

manifestasi hiperkeratosis. Selain itu, asam salisilat merupakan terapi tambahan

pada dermatomikosis superfisialis, moluskum kontagiosum, jerawat dan

kerusakan kulit akibat sinar matahari (Effendi dkk., 2012). Asam salisilat juga

digunakan sebagai bahan peeling atau keratolitik dalam krim, gel dan shampo

yang digunakan untuk mengurangi sisik pada kulit atau kulit kepala penderita

psoriasis. Sedangkan yang dimaksud dengan peeling atau keratolitik itu sendiri

adalah bahan yang merangsang pelembutan dan pengelupasan lapisan luar kulit.

Bahan aktif ini yang sering digunakan dalam produk kosmetik perawatan kulit

berjerawat dengan kadar maksimum 2%, selain bersifat keratolitik, asam salisilat

juga berfungsi sebagai bakteriostatik. Sediaan asam salisilat telah lama diketahui

memiliki efek pengobatan sebagai anti-inflamasi. Sebagai contoh, diketahui

aspirin atau asam asetil salisilat sudah digunakan secara luas sebagai analgesik,

anti-piretik, dan anti-inflamasi sistemik. Asam salisilat memiliki kemampuan

menghambat biosintesis prostaglandin (Burke dkk., 2005).

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94399/potongan/S1-2016...HPMC dapat membentuk massa gel yang baik secara fisik ... yaitu memiliki kemampuan

17

Asam salisilat memiliki efek anti-inflamasi dalam formulasi sediaan topikal

dengan konsentrasi 0,5-5% (Draelos, 1997). Asam salisilat digunakan juga

sebagai bahan analgesik dalam pengobatan. Seperti diketahui metil salisilat

topikal, sebagai contoh minyak gandapura dapat bersifat sebagai counter irritant

ringan. Zat ini sering dikombinasikan dengan mentol dalam sediaan topikal yang

digunakan dalam pengobatan nyeri di otot dan persendian (Burke dkk., 2005).

B. Karbomer (Karbopol)

Karbomer disebut juga karbopol, carboxyvinyl polimer, critamer, acrylic

acid polimer (Ansel dkk., 1999). Karbomer merupakan basis gel yang kuat,

sehingga penggunaanya hanya sekitar 0,5-2,0%. Karbomer berupa serbuk halus,

berwarna putih, bersifat asam dan higroskopis. Karbomer bersifat higroskopis,

pada temperatur yang berlebih dapat mengakibatkan kekentalannya menurun

sehingga mengurangi stabilitas (Barel dkk., 2009).

Karbopol merupakan polimer asam akrilat, berupa serbuk putih, higoskopik,

bersifat asam dan mempunyai bau khas (Wade & Waller, 2011). Air diperlukan

untuk menghilangkan udara yang terperangkap di dalam karbomer, kemudian

penambahan suatu basa yang sesuai seperti KOH, NaOH dan NH4OH diperlukan

untuk menetralisasi karbomer (Barry, 1983). Karbomer larut di dalam air, etanol,

gliserin, dapat terdispersi di dalam air untuk membentuk larutan koloidal yang

bersifat asam dan memiliki sifat merekat rendah (Rowe dkk., 2006).

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94399/potongan/S1-2016...HPMC dapat membentuk massa gel yang baik secara fisik ... yaitu memiliki kemampuan

18

Karakteristik karbomer yaitu larut dalam air dan alkohol menunjukkan

viskositas yang tinggi pada konsentrasi kecil, bekerja efektif pada range pH yang

luas, berupa cairan kental transparan. Karbopol dapat terdispersi di dalam air

membentuk larutan koloidal bersifat asam (Wade & Waller, 2011).

Karbomer merupakan bahan yang stabil dan higroskopis, yang dapat

dipanaskan pada suhu di bawah 104 o

C selama 2 jam tanpa mempengaruhi

kemampuan thickening-nya. Serbuk kering karbomer tidak dapat ditumbuhi

jamur dan mikroba. Namun ketika digunakan dalam dispersi aqueous, perlu

ditambahkan pengawet untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Pengawet

yang dapat digunakan antara lain, 0,1% b/v klorokresol, 0,18% b/v metil paraben,

0,02% propil paraben, atau 0,1% b/v tiomersal. Pada umumnya digunakan

pengawet metil paraben atau propil paraben 0,1% b/v karena tidak mempengaruhi

efektivitas thickening karbomer (Wade & Waller, 2011).

Pembuatan karbomer diawali dengan mendispersikan karbomer ke dalam

aquadest mendidih sampai membentuk larutan koloid yang bersifat asam dengan

viskositas rendah dan akan terbentuk menjadi gel dalam viskositas yang tinggi

setelah dinetralkan dengan penambahan suatu basa. Bahan yang dapat digunakan

untuk menetralkan karbomer antara lain KOH, NaOH, amin organik polar seperti

trietanolamin, lauryl dan stearyl amine. Karbomer membentuk gel dengan

viskositas yang cukup baik pada pH 6-11. Viskositas karbomer akan menurun

pada pH kurang dari 3 dan pada pH lebih dari 12 atau dengan adanya elektrolit

kuat. Karbomer memiliki kemampuan gelling agent yang tinggi karena dengan

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94399/potongan/S1-2016...HPMC dapat membentuk massa gel yang baik secara fisik ... yaitu memiliki kemampuan

19

konsentrasi rendah, bahan ini sudah dapat membentuk gel dengan kekentalan yang

cukup (Carter, 1975).

C. HPMC (Hydroxy Propyl Methyl Cellulose)

HPMC (Hidroksi Propil Metil Selulosa) disebut juga MHPC, Methocel,

Hypromellosum, Metolose, Pharmacoat, Benecel MHPC, Tylopur, Tylose MO.

Merupakan polimer glukosa yang tersubstitusi dengan hidroksi propil dan metil

pada gugus hidroksinya. HPMC berupa serbuk putih hingga kekuningan, larut

dalam air, tidak berasa dan berbau, praktis tidak larut dalam kloroform, etanol dan

eter (Rowe dkk., 2009).

Pada sediaan gel, HPMC digunakan sebagai gelling agent dan dapat

mencegah etanol terpisah dari gel ketika terjadi peningkatan water ability. Basis

ini dapat menghasilkan gel yang netral, tidak berwarna dan tidak berasa, jernih,

stabil pada pH 3 hingga 11 dan punya resistensi yang baik terhadap serangan

mikroba serta memberikan kekuatan film yang baik bila mengering pada kulit

(Rowe dkk., 2009).

HPMC merupakan turunan dari metilselulosa yang memiliki ciri-ciri serbuk

atau butiran putih, tidak memiliki bau dan rasa. Sangat sukar larut dalam eter,

etanol atau aseton. Dapat mudah larut dalam air panas dan akan segera

menggumpal dan membentuk koloid. Mampu menjaga penguapan air sehingga

secara luas banyak digunakan dalam aplikasi produk kosmetik dan aplikasi

lainnya (Rowe dkk., 2006). HPMC digunakan sebagai agen pengemulsi, agen

pensuspensi, dan sebagai agen penstabil pada sediaan topikal seperti gel dan salep,

sebagai koloid pelindung yaitu dapat mencegah tetesan air dan partikel dari

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94399/potongan/S1-2016...HPMC dapat membentuk massa gel yang baik secara fisik ... yaitu memiliki kemampuan

20

penggabungan atau aglomerasi, sehingga menghambat pembentukan sedimen

(Rowe dkk., 2006).

D. Propilen glikol

Propilen glikol memiliki rumus molekul C3H7O2. Propilen glikol memilki

wujud berupa cairan kental, tidak berwarna, jernih, rasa khas, tidak memiliki bau,

dan menyerap air di udara dengan kelembaban tinggi. Bahan ini dapat bercampur

dengan air, aseton, dan kloroform. Propilen glikol larut dalam eter dan dalam

beberapa minyak esensial, namun tidak dapat bercampur dengan minyak lemak.

Bahan ini harus disimpan dalam wadah tertutup rapat (Anonim, 2014). Propilen

glikol pada umumnya digunakan sebagai pelarut sediaan topikal pada konsentrasi

5-80% (Wade & Waller, 2011).

Dalam sediaan gel, propilen glikol digunakan sebagai humektan, penahan

lembab, memungkinkan kelembutan dan daya sebar yang tinggi dari sediaan serta

melindungi gel dari pengeringan (Rowe dkk., 2006). Propilen glikol memiliki

berat molekul yang lebih kecil, viskositas yang lebih rendah dan kemampuan

menguap yang lebih tinggi dibandingkan dengan gliserol. Propilen glikol

merupakan bahan yang berfungsi sebagai humectant, pelarut, plasticizer. Fungsi

lain propilen glikol adalah sebagai pengawet pada konsentrasi 15-30%,

hygroscopic agent, desinfectan, stabilizer vitamin dan pelarut pengganti yang

dapat campur dengan air. Stabil dalam suhu ruang dan pada suhu tinggi akan

teroksidasi menghasilkan propionaldehida, asam laktat, asam piruvat dan asam

asetat. Propilen glikol stabil secara kimia apabila dicampur dengan etanol (95%),

gliserin, air atau larutan dalam air dapat disterilkan dengan autoklaf. Propilen

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94399/potongan/S1-2016...HPMC dapat membentuk massa gel yang baik secara fisik ... yaitu memiliki kemampuan

21

glikol bersifat higroskopis, harus disimpan dalam wadah yang tertutup dengan

baik, terlindung dari cahaya di tempat sejuk dan kering. Propilen glikol

inkompatibel dengan oksidator seperti kalium permanganat (Rowe dkk.,2006).

E. Trietanolamin

Trietanolamin memiliki rumus molekul C6H15NO3, dengan sinonim yaitu

TEA, trolamin, triethylolamine, trihydroxytriethylamine, dan trolaminum. Bahan

ini memiliki berat molekul 149,19 g/mol. Dalam sediaan gel, trietanolamin

digunakan untuk penstabil karbomer (Rowe dkk., 2006). Trietanolamin

merupakan campuran dari trietanolamina, dietanolamina, dan monoetilamina.

Bahan ini berupa cairan kental, berwarna kuning sampai kuning pucat, larut dalam

air, etanol, dan kloroform. Trietanolamin dapat bereaksi dengan asam mineral

menjadi bentuk garam kristal dan ester dengan adanya asam lemak tinggi. Zat ini

harus disimpan dalam wadah tertutup rapat karena dapat berubah warna menjadi

coklat akibat dari adanya cahaya dan udara (Anonim, 2014).

F. Etanol

Etanol memiliki rumus kimia C2H5OH. Pemerian dari etanol yaitu berupa

cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna, memiliki bau khas dan

menyebabkan rasa terbakar pada lidah, mudah menguap walaupun pada suhu

rendah, dan mudah terbakar. Etanol dapat bercampur dengan air dan praktis

bercampur dengan semua pelarut organik (Anonim, 2014). Dalam sediaan gel

asam salisilat, etanol berfungsi untuk melarutkan asam salisilat. Etanol merupakan

pelarut yang penggunaannya sangat luas dalam pembuatan berbagai macam

sediaan farmasi (Rowe dkk., 2006).

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94399/potongan/S1-2016...HPMC dapat membentuk massa gel yang baik secara fisik ... yaitu memiliki kemampuan

22

G. NaOH

NaOH berfungsi untuk penstabil karbomer yang bersifat asam dalam

formulasi sediaan gel. NaOH bersifat sangat mudah larut dalam air dan dalam

etanol. NaOH memiliki bentuk berupa butiran, batang, massa hablur, rapuh,

kering, keras, mudah meleleh, basah, korosif, menunjukkan susunan hablur putih,

dan sangat alkalis (Rowe dkk., 2006).

H. Metil Paraben (Nipagin)

Metil paraben memiliki ciri-ciri serbuk hablur halus, berwarna putih, hampir

tidak berbau dan tidak mempunyai rasa kemudian agak membakar diikuti rasa

tebal (Anonim, 2014). Sinonim : 4-hydroxybenzoic acid methyl ester, methyl p-

hydroxybenzoate. Metil paraben banyak digunakan sebagai pengawet dan

antimikroba dalam kosmetik, produk makanan dan formulasi farmasi dan

digunakan baik sendiri atau dalam kombinasi dengan paraben lain atau dengan

antimikroba lain. Pada kosmetik, metil paraben adalah pengawet antimikroba

yang paling sering digunakan. Jenis paraben lainnya efektif pada kisaran pH yang

luas dan memiliki aktivitas antimikroba yang kuat. Metil paraben meningkatkan

aktivitas antimikroba dengan panjangnya rantai alkil, namun dapat menurunkan

kelarutan terhadap air, sehingga paraben sering dicampur dengan bahan tambahan

yang berfungsi meningkatkan kelarutan. Kemampuan pengawet metil paraben

ditingkatkan dengan penambahan propilen glikol (Rowe dkk., 2006).

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94399/potongan/S1-2016...HPMC dapat membentuk massa gel yang baik secara fisik ... yaitu memiliki kemampuan

23

I. Propil Paraben (Nipasol)

Propil paraben atau propil p-hikroksi benzoat mengandung tidak kurang dari

98,0% dan tidak lebih dari 102,0% C10H12O3 dihitung terhadap zat yang telah

dikeringkan. Pemerian serbuk putih atau hablur kecil tidak berwarna, sangat sukar

larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan dalam eter, sukar larut dalam air

mendidih. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik. Berfungsi sebagai pengawet

pada sediaan obat dan kosmetik (Anonim, 2014).

3. Simplex Lattice Design

Optimasi merupakan suatu metode atau desain eksperimental yang bertujuan

untuk memperoleh interpretasi data secara matematis serta memudahkan dalam

proses penyusunannya (Armstrong & James, 1996). Model Simplex Lattice

Design merupakan salah satu metode yang paling sederhana yang dapat

digunakan untuk mengoptimasi suatu formula dengan berbagai komposisi bahan

yang berbeda. Metode ini biasa digunakan untuk mengoptimasi campuran dalam

bahan sediaan padat, semipadat, atau untuk mengoptimasi pelarut baik pada

campuran biner atau lebih.

Metode Simplex Lattice Design akan menghasilkan suatu persamaan

polinomial (simplex) yang dapat digunakan untuk memprediksi profil respon

(Bolton & Bon, 2004). Hubungan fungsional antara respon sebagai variabel

tergantung dengan komposisi bahan sebagai variabel bebas dapat dinyatakan

dengan persamaan sebagai berikut:

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94399/potongan/S1-2016...HPMC dapat membentuk massa gel yang baik secara fisik ... yaitu memiliki kemampuan

24

Y= β1X1 + β2X2 + β1.2X1.2

Keterangan :

Y : Respon

X1 dan X2 : Fraksi dari setiap komponen

β1 dan β2 : Koefisien regresi dari X1 dan X2

β1.2 : Koefisien regresi dari X1.2

Koefisien diketahui dari perhitungan resresi dan Y adalah respon yang

diinginkan. Bila nilai X1 ditentukan, maka nilai X2 dapat dihitung. Penentuan

formula optimum didapatkan dari respon total yang paling besar. Respon total

dihitung dengan rumus: R total = R1 + R2 + R3 + Rn

R1, R2, dan R3 merupakan respon dari masing-masing sifat fisik sediaan.

Dari persamaan respon total tersebut akan diperoleh formula yang optimum.

Verifikasi dilakukan pada formula yang memiliki respon paling optimum

(Armstrong & James, 1996).

F. Landasan Teori

Asam salisilat yang dikenal sebagai bahan keratolitik tertua telah digunakan

sebagai bahan terapi topikal sejak lebih dari 2000 tahun yang lalu (Del, 2005).

Dalam dermatologi, asam salisilat telah lama dikenal luas berkhasiat utama

sebagai bahan keratolitik (Hessel dkk., 2007). Asam salisilat sebagai bahan

keratolitik masih digunakan secara luas pada pengobatan dermatologi topikal dan

hingga kini penggunaannya semakin berkembang (Effendi dkk., 2012). Asam

salisilat juga memiliki efek bakteriostatik lemah, terutama terhadap bakteri

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94399/potongan/S1-2016...HPMC dapat membentuk massa gel yang baik secara fisik ... yaitu memiliki kemampuan

25

golongan Streptococcus, Staphylococcus, Escherechia coli, dan Pseudomonas

aeruginosa (Del, 2005).

Gel merupakan suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu dispersi

yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang

besar atau saling diserapi cairan (Anonim, 2014).

Beberapa keuntungan sediaan gel adalah sebagai kemampuan penyebarannya

baik pada kulit, efek dingin yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit,

tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis, kemudahan

pencuciannya dengan air yang baik, pelepasan obatnya baik (Voigt, 1984).

Sediaan gel merupakan sediaan yang banyak memiliki kelebihan bila

dibandingkan dengan sediaan topikal lainnya. Gel mudah dicuci dengan air

sehingga tidak menyebabkan lengket di kulit. Gel terasa ringan bila diaplikasikan

pada kulit sehingga meningkatkan kenyamanan penggunaan.

Gel memiliki sifat yang lunak, lembut, mudah dioleskan, serta tidak

meninggalkan lapisan berminyak pada permukaan kulit. Hal ini merupakan nilai

tambah yang menunjukkan kemerataan distribusi dari komponen pembentuk gel

dalam pelarut (Jones, 2010).

Untuk memperoleh sifat fisik gel yang optimum, dapat dilakukan optimasi

formula gel dengan mengkombinasikan dua atau lebih basis yang berbeda

(Lieberman dkk., 1998). Kombinasi basis HPMC dan karbomer dapat membentuk

massa gel yang baik secara fisik dibandingkan penggunaan basis tunggalnya

(Quinones & Ghaly, 2008).

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94399/potongan/S1-2016...HPMC dapat membentuk massa gel yang baik secara fisik ... yaitu memiliki kemampuan

26

Karbomer dan HPMC tergolong basis gel hidrofilik. Basis gel yang bersifat

hidrofilik memiliki daya sebar yang baik pada kulit, mudah dicuci dengan air,

memungkinkan pemakaian pada bagian tubuh yang berambut dan pelepasan

obatnya baik. Keunggulan kedua basis tersebut dibanding basis lain adalah dapat

menghasilkan gel yang bening, mudah larut dengan air, mudah diaplikasikan pada

kulit, tidak mengiritasi dan nyaman digunakan pada kulit (Anwar, 2012).

Bentuk sediaan gel asam salisilat dengan sifat fisik yang optimum diharapkan

dapat meningkatkan kenyamanan penggunaan sehingga mempermudah

tercapainya tujuan dari pengobatan.

Kombinasi basis karbomer dan HPMC yang tepat dengan jumlah

perbandingan tertentu diharapkan dapat menghasilkan gel dengan sifat fisik yang

optimum. Metode Simplex Lattice Design digunakan untuk mendapatkan formula

optimum dengan kombinasi basis karbomer dan HPMC dalam penelitian ini.

Kemudian dilakukan verifikasi pada formula yang memiliki respon paling

optimum untuk menjamin validitas data yang dihasilkan dari metode tersebut.

G. Hipotesis

1. Interaksi karbomer dan HPMC berpengaruh terhadap sifat fisik gel asam

salisilat, dapat menaikkan atau menurunkan viskositas, daya lekat, daya sebar

maupun pH.

2. Melalui optimasi formula dengan metode Simplex Lattice Design, diperoleh

perbandingan konsentrasi tertentu dari kombinasi basis karbomer dan HPMC

yang menghasilkan formula gel asam salisilat dengan sifat fisik optimum.