BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar...

24
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kasus kecurangan korporasi dan pelanggaran organisasional telah menjadi perhatian masyarakat dunia. Semakin banyaknya kasus-kasus besar yang terkait dengan masalah keuangan yang melibatkan perusahaan-perusahaan besar dan kantor akuntan publik telah membuat tingkat kepercayaan masyarakat terhadap profesionalisma dan perilaku etis profesi akuntansi semakin menurun. Sikap skeptis masyarakat tersebut sangat beralasan karena banyak laporan keuangan suatu perusahaan yang mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian, tetapi pada kemudian hari perusahaan tersebut mengalami kebangkrutan setelah opini tersebut diperoleh (Setyadi, 2008). Kasus Enron menarik perhatian masyarakat pada akhir tahun 2001 ketika terungkap bahwa dalam laporan keuangan yang dilaporkan terdapat penipuan akuntansi yang sistematis, terstruktur, dan direncanakan secara matang. Kasus ini juga melibatkan kantor akuntan publik internasional, yaitu Arthur Anderson. Arthur Anderson yang berperan sebagai auditor eksternal dan konsultan manajemen Enron gagal untuk mendeteksi dan/atau mengungkap transaksi-transaksi keuangan Enron yang dilakukan dengan cara mengalihkan aset-aset perusahaan kepada entitas bertujuan khusus (special purpose entity), sehingga menyebabkan nilai perusahaan tampak lebih besar daripada yang seharusnya (Duska dkk., 2011). Fenomena pelanggaran etika atas skandal akuntansi dalam perusahaan Enron inilah yang

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/60799/potongan/S2-2013... · Praktik kecurangan akuntansi yang dilakukan ... ke dalam kategori, yaitu penyalahgunaan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kasus kecurangan korporasi dan pelanggaran organisasional telah menjadi

perhatian masyarakat dunia. Semakin banyaknya kasus-kasus besar yang terkait

dengan masalah keuangan yang melibatkan perusahaan-perusahaan besar dan

kantor akuntan publik telah membuat tingkat kepercayaan masyarakat terhadap

profesionalisma dan perilaku etis profesi akuntansi semakin menurun. Sikap

skeptis masyarakat tersebut sangat beralasan karena banyak laporan keuangan

suatu perusahaan yang mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian, tetapi pada

kemudian hari perusahaan tersebut mengalami kebangkrutan setelah opini tersebut

diperoleh (Setyadi, 2008).

Kasus Enron menarik perhatian masyarakat pada akhir tahun 2001 ketika

terungkap bahwa dalam laporan keuangan yang dilaporkan terdapat penipuan

akuntansi yang sistematis, terstruktur, dan direncanakan secara matang. Kasus ini

juga melibatkan kantor akuntan publik internasional, yaitu Arthur Anderson. Arthur

Anderson yang berperan sebagai auditor eksternal dan konsultan manajemen Enron

gagal untuk mendeteksi dan/atau mengungkap transaksi-transaksi keuangan Enron

yang dilakukan dengan cara mengalihkan aset-aset perusahaan kepada entitas

bertujuan khusus (special purpose entity), sehingga menyebabkan nilai perusahaan

tampak lebih besar daripada yang seharusnya (Duska dkk., 2011). Fenomena

pelanggaran etika atas skandal akuntansi dalam perusahaan Enron inilah yang

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/60799/potongan/S2-2013... · Praktik kecurangan akuntansi yang dilakukan ... ke dalam kategori, yaitu penyalahgunaan

2

kemudian telah memicu Sherron Watkins yang menduduki jabatan sebagai Wakil

Presiden Enron menjadi seorang whistleblower dan mengungkapkan skandal

korporasi yang terjadi di Enron kepada publik.

Whistleblower bukan merupakan suatu hal yang baru melainkan hal yang

sudah lama ada. Sebagai contoh, Jeffrey Wigand adalah seorang whistleblower

yang sangat terkenal di Amerika Serikat sebagai pengungkap skandal dalam kasus

penambahan bahan karsinogenik (bahan berbahaya yang dapat menimbulkan

kanker) dalam ramuan rokok perusahaan The Big Tobbaco (Semendawai dkk.,

2011). Cynthia Cooper, seorang Wakil Presiden dalam divisi Audit Internal

perusahaan WorldCom, melaporkan praktik-praktik yang tidak etis yang

dilakukan oleh WorldCom ketika perusahaan tersebut gagal mencapai laba

ekspektasian. Praktik kecurangan akuntansi yang dilakukan tersebut

mengakibatkan restatement sebesar $9 miliar yang merupakan jumlah terbesar

sepanjang sejarah Amerika Serikat (Duska dkk., 2011).

Kasus-kasus whistleblowing banyak yang terkait dengan fraud. Pada tahun

2012, The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) memproyeksikan

potensi kerugian yang diakibatkan oleh fraud adalah lebih dari $3,5 triliun, jumlah

tersebut setara dengan 5% dari pendapatan tahunan seluruh organisasi di dunia

(ACFE, 2012). Fraud sangat sulit terdeteksi karena individu yang melakukan

fraud cenderung berupaya menutupi tindak kejahatannya, fraud merupakan suatu

tindakan yang sulit diprediksi dan para auditor memiliki pengalaman yang

terbatas dalam mendeteksi fraud.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/60799/potongan/S2-2013... · Praktik kecurangan akuntansi yang dilakukan ... ke dalam kategori, yaitu penyalahgunaan

3

Fraud meliputi berbagai bentuk pelanggaran. Occupational fraud didefinisi

sebagai penggunaan pekerjaan seseorang untuk memperkaya diri sendiri melalui

penyalahgunaan sumber daya atau aset-aset organisasi yang dilakukan secara

sengaja (ACFE, 2012). ACFE membagi occupational fraud ke dalam tiga

kategori, yaitu penyalahgunaan aset, fraud laporan keuangan, dan korupsi.

Penggelapan aset terkait dengan tindakan karyawan mencuri atau

menyalahgunakan sumber daya organisasi. Fraud laporan keuangan terkait

dengan tindakan karyawan yang secara sengaja menyebabkan salah saji atau

menyembunyikan informasi yang material dalam laporan keuangan organisasi.

Korupsi terkait dengan tindakan karyawan yang menyalahgunakan pengaruhnya

dalam transaksi bisnis yang melanggar tanggung jawabnya kepada pemberi kerja

untuk memperoleh keuntungan secara langsung maupun tidak langsung (ACFE,

2012).

Menurut ACFE (2012), selama tahun 2012, diperkirakan besarnya

persentase kasus penyalahgunaan aset adalah sebesar 86,7% dengan median

kerugian sebesar $120.000. Perkiraan persentase kasus fraud laporan keuangan

adalah sebesar 7,6% dengan median kerugian sebesar $1.000.000. Perkiraan

persentase kasus korupsi adalah sebesar 33,4% dengan median kerugian sebesar

$250.000. Dari data tersebut diketahui bahwa walaupun fraud laporan keuangan

memiliki persentase kasus terkecil, yaitu sebesar 7,6%, tetapi menimbulkan

median kerugian terbesar, yaitu sebesar $1.000.000.

Berdasarkan data PricewaterhouseCoopers (2011), terkait dengan fraud,

diketahui bahwa 34% responden mengalami kejahatan ekonomik (economic

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/60799/potongan/S2-2013... · Praktik kecurangan akuntansi yang dilakukan ... ke dalam kategori, yaitu penyalahgunaan

4

crime) selama tahun 2011, satu dari sepuluh orang yang melaporkan fraud

mengalami kerugian lebih dari US$5 juta, hampir sebagian besar eksekutif senior

tidak mengetahui bahwa di dalam organisasinya terdapat fraud, pengawasan

terhadap transaksi mencurigakan diupayakan sebagai metoda pendeteksian fraud

yang paling efektif, dan organisasi yang memiliki penilaian risiko terhadap fraud

lebih banyak mendeteksi dan melaporkan fraud.

Kasus-kasus whistleblowing banyak terjadi di Indonesia. Kasus-kasus yang

melibatkan peran whistleblower, antara lain Agus Condro dalam kasus suap Bank

Indonesia (BI) kepada Hamka Yamdu dan Yohanes Waworuntu dalam kasus

Sistem Administrasi Badan Hukum (Semendawai dkk., 2011). Pada kasus Agus

Condro, dia mengakui telah terlibat dalam kasus dugaan suap terkait pemilihan

Miranda Goeltom sebagai Deputi Senior Gubernur BI pada tahun 2004. Agus

Condro yang merupakan seorang mantan anggota DPR RI pada perioda 1999-

2004 mengakui telah menerima uang sebesar Rp500 juta dalam bentuk sepuluh

lembar travel cheque dari Dudhi Makmun Murod. Berdasarkan laporan dari Agus

Condro, akhirnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat

orang tersangka, yaitu Dudhie Makmun Murod, Uju Juhaeri, Endin Sofi Hara, dan

Hamka Yandu. Mereka telah mendapatkan sanksi pidana. Pada Juni 2011, Agus

Condro divonis 1 tahun 3 bulan penjara ditambah dengan denda sebesar Rp50

juta. Vonis yang dikecam oleh banyak pihak mengingat peran penting Agus

Condro sebagai seorang whistleblower dalam skandal pemilihan Deputi Gubernur

BI pada tahun 2004 (Semendawai dkk., 2011).

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/60799/potongan/S2-2013... · Praktik kecurangan akuntansi yang dilakukan ... ke dalam kategori, yaitu penyalahgunaan

5

Berbagai kasus whistleblowing yang terjadi di Indonesia telah mendorong

Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) untuk menerbitkan Pedoman

Sistem Pelaporan Pelanggaran atau Whistleblowing System (WBS) pada 10

November 2008. Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran dapat digunakan oleh

perusahaan untuk mengembangkan sistem manual pelaporan pelanggaran pada

masing-masing perusahaan. Tujuan dari pedoman tersebut adalah sebagai

panduan bagi organisasi yang ingin membangun, menerapkan, dan mengelola

suatu Sistem Pelaporan Pelanggaran (SPP). Panduan ini bersifat generik, sehingga

perusahaan dapat menyesuaikan dengan kebutuhan dan keunikan pada masing-

masing perusahaan. Dengan adanya pedoman tersebut diharapkan dapat

meningkatkan pelaksanaan corporate governance dan meningkatkan partisipasi

karyawan dalam melaporkan pelanggaran. Sistem Pelaporan Pelanggaran yang

efektif akan mendorong partisipasi masyarakat dan karyawan untuk lebih berani

bertindak untuk mencegah terjadinya pelanggaran dengan melaporkan kepada

pihak yang mampu menanganinya.

Penerapan sistem whistleblowing yang efektif, transparan, dan bertanggung

jawab diharapkan dapat mengatasi keengganan karyawan melaporkan dugaan

pelanggaran yang diketahuinya dan diharapkan dapat meningkatkan partisipasi

karyawan dalam melaporkan dugaan pelanggaran. Sampai saat ini memang belum

banyak terlihat bagaimana peran sistem pelaporan dan perlindungan bagi

whistleblower dapat mendorong munculnya peran whistleblower pada sektor

pemerintah. Mekanisma pelaporan dan perlindungan terhadap pelapor atau

whistleblower belum sepenuhnya diatur dengan jelas dan tegas dengan produk

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/60799/potongan/S2-2013... · Praktik kecurangan akuntansi yang dilakukan ... ke dalam kategori, yaitu penyalahgunaan

6

perundang-undangan. Namun demikian, beberapa kementerian/lembaga, misalnya

Kementerian Keuangan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Lembaga

Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Badan Perencanaan dan

Pembangunan Nasional (Bappenas), Ombudsman, Komisi Nasional Hak Asasi

Manusia (Komnas HAM), Komisi Yudisial (KY), Komisi Kepolisian Nasional

(Kompolnas), Komisi Kejaksaan, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi

Keuangan (PPATK) telah memiliki pedoman sistem pelaporan pelanggaran

(whisleblowing system).

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) adalah lembaga

independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak

pidana pencucian uang. Lembaga ini merupakan lembaga intelejen keuangan di

Indonesia yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan kebijakan pencegahan

dan pemberantasan pencucian uang sekaligus membangun rezim antipencucian

uang dan kontrapendanaan terorisma di Indonesia.

Terdapat beberapa hal yang menjadi pertimbangan diperlukannya sistem

pelaporan pelanggaran di PPATK. Pertama, untuk mendorong partisipasi aktif

pimpinan, pegawai, dan pemangku kepentingan dalam upaya mencegah dan/atau

mengungkap praktik atau tindakan yang bertentangan dengan good governance

dalam upaya untuk meningkatkan kinerja organisasi. Kedua, dalam pelaksanaan

good governance, transparansi merupakan salah satu faktor penting yang dapat

memotivasi pimpinan, pegawai dan pemangku kepentingan untuk memberikan

kontribusi yang bermanfaat bagi kepentingan organisasi maupun para pemangku

kepentingan. Atas dasar pertimbangan tersebut, maka sejak tahun 2009 PPATK

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/60799/potongan/S2-2013... · Praktik kecurangan akuntansi yang dilakukan ... ke dalam kategori, yaitu penyalahgunaan

7

telah menerapkan peraturan mengenai sistem whistleblowing yang tertuang dalam

Peraturan Kepala PPATK Nomor: Per-05/1.01/PPATK/04/09 tentang Pedoman

Sistem Pelaporan Pelanggaran.

Menurut Peraturan Kepala PPATK Nomor: Per-05/1.01/PPATK/04/09,

Sistem Pelaporan Pelanggaran adalah tindakan dan prosedur pengelolaan

penerimaan, analisis dan investigasi pelaporan pelanggaran yang dilakukan atau

diduga dilakukan oleh pimpinan dan/atau pegawai PPATK di dalam atau di luar

lingkungan PPATK, serta pemberian perlindungan kepada pelapor. Sistem

Pelaporan Pelanggaran berfungsi sebagai pedoman bagi pimpinan, pegawai, atau

pemangku kepentingan dalam menyampaikan pelaporan pelanggaran yang dapat

menghambat pelaksanaan fungsi dan tugas serta merugikan dan/atau

membahayakan PPATK.

Penerapan Sistem Pelaporan Pelanggaran di PPATK memiliki beberapa

tujuan (Peraturan Kepala PPATK Nomor: Per-05/1.01/PPATK/04/09). Pertama,

memotivasi pimpinan, pegawai atau pemangku kepentingan untuk menyampaikan

dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pimpinan atau pegawai. Kedua,

meminimalisasi kemungkinan terjadinya risiko yang merugikan PPATK. Ketiga,

memberikan kepastian hukum akan adanya jaminan perlindungan bagi pelapor

yang dengan itikad baik melaporkan dugaan pelanggaran terhadap tindakan

balasan, perlakuan yang tidak wajar atau tidak adil. Keempat, mendorong

berkembangnya budaya keterbukaan, kejujuran, dan keadilan. Kelima,

meningkatkan efektivitas good governance, pengendalian internal, serta kinerja

pimpinan dan pegawai.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/60799/potongan/S2-2013... · Praktik kecurangan akuntansi yang dilakukan ... ke dalam kategori, yaitu penyalahgunaan

8

Pelaporan pelanggaran dalam Sistem Pelaporan Pelanggaran di PPATK

dapat dilakukan melalui mekanisma tidak langsung dan mekanisma langsung

(Peraturan Kepala PPATK Nomor: Per-05/1.01/PPATK/04/09). Mekanisma tidak

langsung dilakukan dengan cara:

a. Pelapor menyampaikan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh

terlapor kepada atasan langsung atau direktur terkait;

b. dalam hal pelapor berpendapat bahwa pelaporan pelanggaran kepada atasan

langsung atau direktur terkait belum mendapat tindak lanjut yang memadai,

maka pelapor dapat menyampaikan laporan dugaan pelanggaran ke Direktur

Sumber Daya Manusia PPATK;

c. atasan langsung, direktur terkait atau Direktur Sumber Daya Manusia PPATK

dapat menyampaikan laporan pelanggaran ke pengelola Sistem Pengelola

Pelanggaran;

d. dalam hal pelapor berpendapat bahwa pelaporan pelanggaran kepada Direktur

Sumber Daya Manusia belum mendapat tindak lanjut yang memadai, maka

pelapor dapat menyampaikan laporan pelanggaran melalui mekanisma

langsung.

Mekanisma langsung dilakukan dengan cara pelapor menghubungi atau

menyampaikan dugaan pelanggaran kepada pengelola Sistem Pelaporan

Pelanggaran melalui surat, email, telepon, atau tatap muka. Dalam penyampaian

dugaan pelanggaran melalui mekanisma langsung, pelapor harus

mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a. Pelapor berpendapat bahwa penyelesaian atas pelanggaran belum memadai;

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/60799/potongan/S2-2013... · Praktik kecurangan akuntansi yang dilakukan ... ke dalam kategori, yaitu penyalahgunaan

9

b. terdapat alasan yang mendasar bahwa terlapor akan menjadikan pelapor

sebagai korban intimidasi atau pemaksaan jika permasalahan yang terjadi

diungkapkan secara internal;

c. terdapat keyakinan bahwa pengungkapan melalui mekanisma tidak langsung

mengakibatkan penghilangan atau perusakan barang bukti;

d. pelapor berpendapat bahwa permasalahan yang dilaporkan merupakan suatu

hal yang serius dan pelapor tidak dapat mendiskusikan dengan atasan langsung,

direktur terkait atau Direktur Sumber Daya Manusia; dan/atau

e. pelapor berpendapat bahwa pelaporan pelanggaran melalui mekanisma tidak

langsung tidak sesuai untuk dilakukan.

Sistem Pelaporan Pelanggaran diyakini sebagai salah satu cara yang paling

efektif untuk mendorong partisipasi aktif pimpinan, pegawai, dan pemangku

kepentingan dalam upaya mencegah dan/atau mengungkap praktik atau tindakan

yang bertentangan dengan good governance di lingkungan PPATK. Dengan

adanya Sistem Pelaporan Pelanggaran diharapkan dapat lebih efektif dalam

mendeteksi pelanggaran dan waktu penindakan yang relatif lebih singkat

dibandingkan dengan cara lainnya.

1.2 Rumusan Masalah

Survei yang dilakukan oleh Institute of Business Ethics pada tahun 2007

yang dimuat dalam KNKG (2008) menyimpulkan bahwa satu di antara karyawan

mengetahui kejadian pelanggaran, tetapi lebih dari separuh (52%) dari yang

mengetahui terjadinya pelanggaran tersebut tetap diam dan tidak berbuat sesuatu.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/60799/potongan/S2-2013... · Praktik kecurangan akuntansi yang dilakukan ... ke dalam kategori, yaitu penyalahgunaan

10

Untuk meningkatkan partisipasi karyawan dalam melaporkan dugaan

pelanggaran, perusahaan dapat menerapkan sistem whistleblowing yang efektif.

Sistem whistleblowing merupakan bagian dari sistem pengendalian internal dalam

upaya mencegah praktik penyimpangan dan kecurangan serta memperkuat

penerapan praktik good governance di perusahaan.

Miceli dan Near (1994) menyatakan bahwa organisasi sebaiknya

menyediakan mekanisma yang jelas bagi pelaporan atas dugaan pelanggaran.

Near dkk. (1993) mengemukakan bahwa pada perusahaan yang para karyawannya

mengetahui mekanisma pelaporan atau dugaan pelanggaran akan melakukan

whistleblowing. Sims dan Keenan (1998) menyatakan bahwa diperlukan suatu

kebijakan organisasi yang jelas untuk menghadapi masalah-masalah etis yang

terjadi dalam organisasi.

Whistleblower memiliki dua mekanisma pelaporan pelanggaran

organisasional, yaitu mekanisma pelaporan internal dan eksternal. Eaton dan

Akers (2007) mengemukakan bahwa whistleblowing internal melibatkan

pelaporan informasi kepada sumber yang berada di dalam organisasi, sedangkan

whistleblowing eksternal melibatkan pelaporan informasi kepada sumber yang

berada di luar organisasi, misalnya media atau regulator.

Dworkin dan Baucus (1998) mengemukakan bahwa whistleblower eksternal

mengalami lebih banyak retaliasi daripada whistleblower internal dan terdapat

pola retaliasi yang berbeda-beda yang dilakukan oleh manajemen untuk merespon

whistleblower internal dan eksternal. Manajer akan cenderung melakukan

pemecatan terhadap whistleblower internal segera setelah whistleblower internal

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/60799/potongan/S2-2013... · Praktik kecurangan akuntansi yang dilakukan ... ke dalam kategori, yaitu penyalahgunaan

11

melakukan pengungkapan pelanggaran, sedangkan terhadap whistleblower

eksternal, manajer akan lebih berhati-hati dan menunggu sedikit lebih lama untuk

memecat whistleblower eksternal serta melakukan pengucilan sebagai upaya

membuat diam whistleblower karena manajer beranggapan bahwa whistleblower

memiliki bukti-bukti pelanggaran yang lebih banyak. Pemilihan mekanisma

pelaporan internal atau eksternal tergantung pada tingkat pendidikan

whistleblower. Whistleblower yang berpendidikan tinggi cenderung menggunakan

mekanisma pelaporan internal, sedangkan whistleblower yang berpendidikan

rendah cenderung menggunakan mekanisma pelaporan eksternal (Miceli dan

Near, 1984). Whistleblower yang berpendidikan tinggi relatif memiliki

pengetahuan yang lebih banyak mengenai mekanisma pelaporan pelanggaran,

termasuk jalur pelaporan alternatif apabila laporan pelanggaran mereka tidak

direspon oleh manajemen. Whistleblower yang memiliki pendidikan rendah lebih

menyukai menggunakan mekanisma pelaporan eksternal karena mereka

menganggap bahwa mekanisma pelaporan internal adalah lebih berisiko, pihak

manajemen dapat memecat mereka, dan mereka dapat dianggap sebagai karyawan

yang tidak loyal oleh pihak manajemen.

Pengungkapan whistleblowing umumnya dilakukan secara rahasia. Sebagian

besar whistleblower adalah karyawan yang bekerja dalam organisasi itu sendiri

(pihak internal) akan tetapi tidak tertutup kemungkinan adanya pelapor yang

berasal dari pihak eksternal (pelanggan, pemasok, dan masyarakat).

Whistleblower internal mengungkapkan pelanggaran kepada pihak di dalam

organisasi yang memiliki kewenangan, sedangkan whistleblower eksternal

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/60799/potongan/S2-2013... · Praktik kecurangan akuntansi yang dilakukan ... ke dalam kategori, yaitu penyalahgunaan

12

mengekspos pelanggaran kepada pihak di luar organisasi. Pelaporan pelanggaran

menggunakan mekanisma internal pada umumnya dilakukan melalui sistem

pelaporan whistleblowing yang sudah baku di dalam perusahaan. Sistem

pelaporan whistleblowing perlu disosialisasikan kepada seluruh karyawan agar

para karyawan dapat mengetahui autoritas yang mengelola sistem pelaporan

pelanggaran. Pelapor sebaiknya memberikan bukti, informasi, atau indikasi yang

jelas atas terjadinya pelanggaran yang dilaporkan, sehingga dapat ditelusuri atau

ditindaklanjuti. Tanpa informasi yang memadai laporan pelanggaran akan sulit

untuk ditindaklanjuti (KNKG, 2008).

Berdasarkan data PricewaterhouseCoopers (2011), selama tahun 2011,

sistem whistleblowing yang merupakan salah satu bentuk budaya korporat hanya

mampu mendeteksi 5% fraud yang terjadi dalam korporat, sehingga korporat

perlu untuk lebih meningkatkan keefektifan sistem whistleblowing dalam

mendeteksi terjadinya pelanggaran. Selama tahun 2011, berdasarkan profil

karyawan yang melakukan fraud pada internal perusahaan, terlihat bahwa pelaku

yang terbanyak melakukan fraud adalah manajemen menengah (41%), kemudian

diikuti oleh staf junior (39%), eksekutif senior (18%), dan karyawan lainnya (2%).

Karyawan merupakan salah satu faktor penting untuk mendeteksi

pelanggaran yang terjadi di dalam perusahaan. Trevino dan Victor (1992)

menyatakan bahwa kos yang muncul akibat perilaku tidak etis, misalnya fraud

manajemen atau pencurian yang dilakukan oleh karyawan relatif cukup tinggi,

sehingga karyawan yang mengetahui terjadinya pelanggaran berkeinginan untuk

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/60799/potongan/S2-2013... · Praktik kecurangan akuntansi yang dilakukan ... ke dalam kategori, yaitu penyalahgunaan

13

melaporkan perilaku pelanggaran yang dilakukan oleh rekan kerja atau supervisor

mereka terhadap pihak manajemen.

Para karyawan memiliki tiga pilihan dalam menghadapi situasi yang tidak

menyenangkan dalam organisasi, yaitu keluar dari organisasi, menyuarakan

ketidakpuasan (whistleblowing), atau tetap diam (Mesmer-Magnus dan

Viswesvaran, 2005). Miceli dkk. (2009) mengemukakan bahwa para karyawan

enggan untuk melaporkan pelanggaran ketika mereka meyakini bahwa organisasi

tidak akan merespon laporan pelanggaran tersebut.

Menurut Nadler dan Schulman (2006), terdapat empat cara whistleblowing

dalam akuntabilitas pemerintahan. Pertama, melaporkan pelanggaran hukum

kepada pihak yang berwenang, misalnya supervisor, hotline, dan inspektorat

jenderal. Kedua, menolak untuk ikut serta dalam tindak pelanggaran di tempat

kerja. Ketiga, memberikan kesaksian dalam proses hukum. Keempat,

membeberkan bukti pelanggaran kepada media.

Beberapa penelitian tentang whistleblowing menunjukkan bahwa faktor

organisasional, misalnya status manajerial (Keenan, 2002a); faktor individual,

misalnya locus of control (Chiu, 2003; Near dan Miceli, 1985), personal cost (Jos

dkk., 1989), dan komitmen organisasional (Somers dan Casal, 1994); faktor

situasional, misalnya keseriusan pelanggaran (Kaplan dan Schultz, 2007; Somers

dan Casal, 2011) dan status pelanggar (Near dan Miceli, 1995); dan faktor

demografis, misalnya budaya (Schultz dkk,. 1993; Keenan, 2007) merupakan

keempat faktor yang dapat mempengaruhi perilaku pelaporan pelanggaran

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/60799/potongan/S2-2013... · Praktik kecurangan akuntansi yang dilakukan ... ke dalam kategori, yaitu penyalahgunaan

14

korporat oleh karyawan dalam suatu organisasi. Walaupun beberapa penelitian

telah dilakukan, masih terdapat pertanyaan mengenai seberapa penting faktor

organisasional, individual, situasional, dan demografis mempengaruhi niat

pegawai untuk melakukan whistleblowing internal dalam lingkup

kementerian/lembaga di Indonesia. Keempat faktor tersebut perlu diuji kembali

dalam lingkungan yang berbeda, khususnya di Indonesia karena masih ditemukan

hasil-hasil penelitian yang beragam dan tidak konsisten terkait dengan pengaruh

faktor-faktor tersebut terhadap whistleblowing. Kuantitas dan kualitas penelitian

mengenai whistleblowing belum menghasilkan kesimpulan yang definitif,

sehingga masih perlu dilakukan lebih banyak penelitian untuk memperoleh

jawaban yang jelas mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi niat

melakukan whistleblowing internal.

Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menguji keempat

faktor tersebut kepada para akuntan manajemen, auditor, atau mahasiswa

Akuntansi/Bisnis, penelitian ini mempunyai fokus untuk menguji keempat faktor

tersebut kepada pegawai PPATK yang merupakan bagian dari aparatur negara

yang baik secara langsung maupun tidak langsung menghadapi banyak peluang

untuk melakukan perbuatan tidak etis dan pelanggaran organisasional dalam

pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya, sehingga perlu diketahui faktor-faktor

yang dapat mempengaruhi niat melakukan whistleblowing internal. Tanggung

jawab untuk mengungkapkan dugaan pelanggaran telah melekat dalam deskripsi

pekerjaan mereka.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/60799/potongan/S2-2013... · Praktik kecurangan akuntansi yang dilakukan ... ke dalam kategori, yaitu penyalahgunaan

15

Penelitian mengenai whistleblowing di Indonesia masih relatif sedikit.

Sugianto dkk. (2011) menguji hubungan orientasi etika, komitmen profesional,

sensitivitas etis dengan whistleblowing perspektif mahasiswa akuntansi. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa: 1) orientasi etika idealisma menunjukkan

hubungan yang positif terhadap sensitivitas etis, orientasi etika relativisma

menunjukkan hubungan yang negatif terhadap sensitivitas etis, 2) orientasi etika

idealisma mahasiswa akuntansi memiliki hubungan yang positif terhadap

komitmen profesional, 3) komitmen profesional berhubungan positif dengan

persepsi mahasiswa akuntansi terhadap whistleblowing, 4) sensitivitas etis

mahasiswa akuntansi berhubungan negatif terhadap whistleblowing. Layn (2011)

menguji pengaruh komitmen profesional, antisipasi sosial, skeptisma profesional,

dan penalaran moral mahasiswa akuntansi terhadap whistleblowing. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa komitmen profesional berpengaruh terhadap

whistleblowing dari bentuk tindakan keseriusan terhadap jumlah kerugian sosial.

Antisipasi sosial tidak berpengaruh terhadap whistleblowing. Skeptisma

profesional berpengaruh terhadap whistleblowing dalam bentuk tindak

pertanggungjawaban pelaporan. Penalaran moral berpengaruh terhadap

whistleblowing dalam bentuk kemungkinan seseorang menjadi sadar ketika

tindakannya dipertanyakan dan dilaporkan kepada manajemen yang lebih tinggi.

Banda (2012) menguji pengaruh penalaran moral, sikap, normatif subjektif, dan

persepsi kontrol perilaku terhadap whistleblowing intention pada auditor internal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penalaran moral dan persepsi kontrol

perilaku tidak berpengaruh terhadap whistleblowing intention, sedangkan sikap

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/60799/potongan/S2-2013... · Praktik kecurangan akuntansi yang dilakukan ... ke dalam kategori, yaitu penyalahgunaan

16

dan norma subjektif berpengaruh terhadap whistleblowing intention. Jalil (2012)

menguji pengaruh komitmen profesional auditor eksternal terhadap intensi

melakukan whistleblowing dengan locus of control sebagai variabel pemoderasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komitmen profesional tidak berpengaruh

terhadap intensi melakukan whistleblowing dan locus of control tidak memoderasi

hubungan komitmen profesional dan intensi melakukan whistleblowing. Putri

(2012) menguji keefektifan whistleblowing menggunakan pendekatan eksperimen.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jalur pelaporan non-anonimus dalam kondisi

reward model lebih efektif dibandingkan dengan jalur anonimus. Pada kondisi

structural model, baik jalur anonimus dan non-anonimus merupakan jalur yang

sama-sama efektif dalam mendorong seseorang melakukan whistleblowing.

Penelitian ini berfokus untuk menguji pengaruh faktor-faktor

organisasional, individual, situasional, dan demografis terhadap niat melakukan

whistleblowing internal. Penelitian ini penting untuk dilakukan karena hingga saat

ini belum ada penelitian empiris di Indonesia yang menguji pengaruh keempat

faktor tersebut terhadap niat melakukan whistleblowing internal pada pegawai

dalam lingkup kementerian/lembaga. Beberapa penelitian sebelumnya yang telah

dilakukan di Indonesia hanya menguji hubungan faktor-faktor individual dan

whistleblowing dengan menggunakan sampel para mahasiswa akuntansi/non-

akuntansi, auditor internal, dan auditor eksternal. Faktor-faktor organisasional,

individual, situasional, dan demografis sangat penting untuk diteliti karena

diyakini dapat mendorong partisipasi aktif pimpinan, pegawai, dan pemangku

kepentingan dalam upaya mencegah dan mengungkap praktik atau tindakan yang

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/60799/potongan/S2-2013... · Praktik kecurangan akuntansi yang dilakukan ... ke dalam kategori, yaitu penyalahgunaan

17

bertentangan dengan good governance melalui budaya keterbukaan, kejujuran,

dan keadilan dan merupakan faktor-faktor penting yang dapat memotivasi

pimpinan, pegawai, dan pemangku kepentingan untuk memberikan kontribusi

bagi kepentingan organisasi. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui

apakah faktor-faktor organisasional, individual, dan situasional, dan demografis

dapat mempengaruhi niat pegawai untuk melaporkan pelanggaran melalui

mekanisma whistleblowing internal dengan telah diterapkannya Sistem Pelaporan

Pelanggaran di PPATK yang diharapkan dapat meningkatkan efektivitas good

governance, pengendalian internal, dan kinerja para pimpinan dan pegawai.

Faktor organisasional berpengaruh terhadap niat karyawan melakukan

whistleblowing internal karena karyawan dapat membantu organisasi

memperbaiki kondisi kerja yang tidak nyaman dan dapat membantu

mengendalikan praktik-praktik pelanggaran, sehingga dapat menghindarkan

organisasi dari gugatan hukum dan publikasi negatif. Faktor individual

berpengaruh terhadap niat karyawan untuk melakukan whistleblowing internal

karena karyawan merasa memiliki tanggung jawab untuk melaporkan pelanggaran

yang dipengaruhi oleh persepsi mereka terhadap tanggung jawab sosial dan

komitmen terhadap organisasi. Faktor situasional berpengaruh terhadap niat

karyawan melakukan whistleblowing internal karena jenis kerugian yang

ditimbulkan akibat pelanggaran, misalnya kerugian fisik, ekonomik, dan

psikologis berpengaruh terhadap pembuatan keputusan etis (Collins, 1989).

Ketiga jenis kerugian tersebut mempengaruhi keputusan karyawan apakah akan

melaporkan pelanggaran kepada pihak internal organisasi. Faktor demografis

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/60799/potongan/S2-2013... · Praktik kecurangan akuntansi yang dilakukan ... ke dalam kategori, yaitu penyalahgunaan

18

berpengaruh terhadap niat karyawan untuk melakukan whistleblowing internal

karena budaya di tempat kerja merupakan sebuah pemograman kolektif pikiran

yang membedakan satu kelompok dengan kelompok lainnya (Hofstede dalam

Schultz, 1993). Perilaku manusia merupakan hasil dari latar belakang sosial dan

budaya individu. Pegawai dengan budaya dan pengaruh sosial ekonomis yang

berbeda-beda memiliki perbedaan pandangan terhadap sesuatu hal yang dianggap

etis dan taketis. Perbedaan-perbedaan nilai juga dapat menyebabkan sesuatu yang

dianggap sebagai praktik bisnis yang dapat diterima di suatu organisasi dapat

dianggap sebagai suatu hal yang tidak dapat diterima di organisasi lain.

Penelitian ini mengacu pada penelitian Ahmad dkk. (2011) yang menguji

pengaruh faktor demografis (gender, usia, dan tenure) dan faktor individual

(pertimbangan etis, locus of control, dan komitmen organisasional) terhadap niat

melakukan whistleblowing internal pada para auditor internal di Malaysia. Hasil

penelitian menyatakan bahwa faktor demografis (gender, usia, dan tenure) dan

faktor individual (locus of control dan komitmen organisasional) gagal untuk

menjelaskan niat melakukan whistleblowing internal pada para auditor internal

karena gender, usia, tenure, locus of control, dan komitmen organisasional

menjadi faktor-faktor yang tidak relevan ketika berada dalam kondisi adanya

retaliasi. Responden merasa tidak nyaman untuk melaporkan dugaan fraud atau

pelanggaran karena meyakini bahwa tanggung jawab utama mereka adalah

menyelamatkan reputasi organisasi dengan cara menyembunyikan pelanggaran.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/60799/potongan/S2-2013... · Praktik kecurangan akuntansi yang dilakukan ... ke dalam kategori, yaitu penyalahgunaan

19

Penelitian ini juga mengacu pada penelitian Ahmad dkk. (2010) yang

menguji pengaruh faktor individual (gender, usia, dan tenure), faktor

organisasional (ukuran organisasi dan status manajerial), dan faktor situasional

(keseriusan pelanggaran dan status pelanggar) terhadap niat melakukan

whistleblowing internal pada para auditor internal di Malaysia. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa faktor individual (usia dan tenure), faktor organisasional

(status manajerial), dan faktor situasional (keseriusan pelanggaran) berpengaruh

terhadap niat melakukan whistleblowing internal pada para auditor internal.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ahmad dkk. (2010) dan

Ahmad dkk. (2011), penelitian ini menambahkan variabel personal cost ke dalam

faktor individual dan variabel suku bangsa ke dalam faktor demografis karena

personal cost dan suku bangsa diyakini merupakan variabel-variabel penting yang

berpengaruh terhadap niat melakukan whistleblowing internal. Personal cost

merupakan salah satu alasan utama yang menyebabkan responden tidak ingin

melaporkan dugaan pelanggaran karena mereka meyakini bahwa laporan mereka

tidak akan ditindak lanjuti, mereka akan mengalami pembalasan, atau manajemen

tidak akan melindungi mereka dari ancaman pembalasan, khususnya dalam jenis

pelanggaran yang melibatkan para manajer (Brown, 2008). Bentuk pembalasan

atau sanksi yang diberikan oleh manajemen atau rekan kerja terhadap

whistleblower merupakan faktor yang menjadi pertimbangan untuk memutuskan

apakah akan melaporkan dugaan pelanggaran dalam organisasi. Penelitian tentang

whistleblowing internal telah banyak dilakukan di negara-negara Barat yang

mempunyai dimensi budaya berbeda. Dengan mempertimbangkan aspek budaya

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/60799/potongan/S2-2013... · Praktik kecurangan akuntansi yang dilakukan ... ke dalam kategori, yaitu penyalahgunaan

20

Indonesia yang mempunyai dimensi budaya yang berbeda dengan negara-negara

Barat (Hofstede, 1985), maka penelitian ini menguji variabel suku bangsa yang

diyakini mempengaruhi niat melakukan whistleblowing internal di Indonesia.

Variabel suku bangsa ini penting untuk diteliti karena bangsa Indonesia adalah

sebuah bangsa dengan masyarakat yang pluralistik dengan berbagai macam suku

bangsa. Setiap suku bangsa dibedakan dengan kelompok-kelompok etnis lain

didasarkan pada latar belakang sejarah, bahasa, dan kebudayaan. Setiap suku

bangsa memiliki kebudayaan masing-masing yang berbeda dengan suku bangsa

lain, sehingga identitas dan atribut suku bangsa langsung melekat dalam diri

setiap individu dan diharapkan dapat mendorong individu untuk merespon dan

melaporkan dugaan fraud atau pelanggaran.

Responden yang digunakan dalam penelitian ini juga berbeda dengan

penelitian yang dilakukan oleh Ahmad dkk. (2010) dan Ahmad dkk. (2011) yang

menggunakan responden para auditor internal di Malaysia. Penelitian ini

menggunakan responden para pegawai PPATK yang merupakan pegawai

kementerian/lembaga di Indonesia dan telah menerapkan Sistem Pelaporan

Pelanggaran. Para pegawai PPATK sebagai bagian dari aparatur negara

diharapkan dapat mencegah dan mengungkap perilaku ilegal, tidak bermoral, dan

tidak etis yang terjadi dalam lingkup pemerintah dalam upaya memperkuat

penerapan praktik good governance.

Penelitian ini menguji pengaruh faktor organisasional, individual, situasional,

dan demografis terhadap niat melakukan whistleblowing internal berdasar pada

perilaku prososial. Perilaku prososial dapat digunakan untuk menjelaskan

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/60799/potongan/S2-2013... · Praktik kecurangan akuntansi yang dilakukan ... ke dalam kategori, yaitu penyalahgunaan

21

pembuatan keputusan etis individual yang terkait dengan niat melakukan

whistleblowing internal. Miceli dan Near (1988) mengemukakan bahwa

whistleblower melakukan pelaporan dugaan pelanggaran dalam upaya membantu

korban dan memberikan manfaat bagi organisasi karena mereka yakin bahwa

perbuatan pelanggaran tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh

organisasi.

Perilaku whistleblowing berhubungan dengan norma profesional yang

dimiliki oleh individu, sedangkan norma berhubungan dengan peran individu

dalam melaksanakan kewajibannya. Whistleblowing merupakan suatu fenomena

yang kompleks yang melibatkan berbagai faktor organisasional, individual,

situasional dan demografis. Pemahaman terhadap faktor-faktor yang

mempengaruhi niat melakukan whistleblowing internal, misalnya status

manajerial, locus of control, komitmen organisasional, personal cost, keseriusan

pelanggaran, status pelanggar, dan suku bangsa diharapkan dapat menjelaskan

fenomena peningkatan praktik-praktik whistleblowing selama beberapa tahun

terakhir.

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka pertanyaan yang

diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah faktor organisasional, misalnya status manajerial berpengaruh

terhadap niat melakukan whistleblowing internal?

2. Apakah faktor individual, misalnya locus of control, komitmen

organisasional, dan personal cost, berpengaruh terhadap niat melakukan

whistleblowing internal?

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/60799/potongan/S2-2013... · Praktik kecurangan akuntansi yang dilakukan ... ke dalam kategori, yaitu penyalahgunaan

22

3. Apakah faktor situasional, misalnya keseriusan pelanggaran dan status

pelanggar berpengaruh terhadap niat melakukan whistleblowing internal?

4. Apakah faktor demografis, misalnya suku bangsa berpengaruh terhadap niat

melakukan whistleblowing internal?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan, tujuan dari penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menguji secara empiris apakah faktor organisasional, misalnya status

manajerial berpengaruh terhadap niat melakukan whistleblowing internal.

2. Untuk menguji secara empiris apakah faktor individual, misalnya locus of

control, komitmen organisasional, personal cost, dan suku bangsa

berpengaruh terhadap niat melakukan whistleblowing internal.

3. Untuk menguji secara empiris apakah faktor situasional, misalnya keseriusan

pelanggaran dan status pelanggar berpengaruh terhadap niat melakukan

whistleblowing internal.

4. Untuk menguji secara empiris apakah faktor demografis, misalnya suku

bangsa berpengaruh terhadap niat melakukan whistleblowing internal.

1.4 Kontribusi Penelitian

Adapun kontribusi penelitian ini secara teoretis maupun praktis adalah

sebagai berikut:

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/60799/potongan/S2-2013... · Praktik kecurangan akuntansi yang dilakukan ... ke dalam kategori, yaitu penyalahgunaan

23

1. Kontribusi secara teoretis

Dengan menguji pengaruh faktor-faktor organisasional, individual,

situasional, dan demografis terhadap niat melakukan whistleblowing internal,

penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil-hasil pengujian empiris

untuk melengkapi penelitian-penelitian mengenai whistleblowing. Penelitian

ini diharapkan dapat berkontribusi dalam menambah literatur akuntansi

mengenai whistleblowing, terutama dalam konteks Indonesia.

2. Kontribusi secara praktis

a. Bagi pimpinan PPATK dan pengelola sistem pelaporan pelanggaran,

penelitian ini memberikan kontribusi agar lebih mempertimbangkan

pentingnya faktor organisasional, individual, situasional, dan demografis

yang dapat mempengaruhi niat pegawai untuk melakukan whistleblowing

internal.

b. Bagi pimpinan PPATK, penelitian ini memberikan kontribusi agar lebih

meningkatkan komitmen organisasional dan kepedulian para pegawai

PPATK terhadap sistem pelaporan pelanggaran (whistleblowing system)

yang diharapkan dapat meningkatkan niat pegawai untuk melakukan

whistleblowing internal.

c. Bagi pengelola sistem pelaporan pelanggaran, adanya pengaruh

keseriusan pelanggaran terhadap niat melakukan whistleblowing internal

diharapkan akan dapat meningkatkan efektivitas pelaksanaan sistem

pelaporan pelanggaran sebagai bagian dari sistem pengendalian internal

dalam upaya mencegah praktik penyimpangan dan kecurangan,

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/60799/potongan/S2-2013... · Praktik kecurangan akuntansi yang dilakukan ... ke dalam kategori, yaitu penyalahgunaan

24

memperkuat penerapan praktik good governance di organisasi, dan

meningkatkan jaminan perlindungan hukum bagi para whistleblower.

d. Bagi pimpinan PPATK, adanya pengaruh suku bangsa terhadap niat

melakukan whistleblowing internal menunjukkan bahwa budaya berperan

penting dalam organisasi. Hal ini berdampak pada pentingnya

pengelolaan sumber daya manusia pada para pegawai yang berasal dari

berbagai suku bangsa karena budaya dapat menjadi salah satu sumber

keefektifan organisasi jika dikelola dengan baik.

1.5 Sistematika Penulisan

Bab I: Bab ini membahas mengenai latar belakang yang mendasari penulisan

untuk melakukan penelitian ini, perumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II: Bab ini membahas teori yang relevan dan pengembangan hipotesis.

Bab III: Bab ini membahas sampel, metoda pengumpulan data, definisi

operasional dan pengukuran variabel, dan metoda pengujian hipotesis.

Bab IV: Bab ini membahas hasil analisis data dan pembahasannya.

Bab V: Bab ini membahas simpulan dan implikasi, keterbatasan penelitian, dan

saran bagi penelitian selanjutnya.