BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019....

48
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah keamanan obat, dewasa ini menjadi perhatian penting bagi banyak orang yang terlibat dalam pelayanan dan perawatan pasien di rumah sakit yaitu mencakup pimpinan rumah sakit, dokter, perawat, apoteker, dan lain-lain. Keberagaman obat-obatan, meningkatkanya jumlah dan jenis obat yang ditulis perpasien, meningkatnya jumlah pasien rawat inap dan pasien rawat jalan yang diobati serta berubahnya konsep pelayanan medik, mengakibatkan keharusan agar suatu sistem praktik pengobatan yang aman dikembangkan dan dipelihara untuk memastikan bahwa pasien menerima pelayanan dan proteksi yang sebaik mungkin (1). Kejadian kesalahan pemberian obat merupakan salah satu ukuran pencapaian keselamatan pasien. Keselamatan Pasien ( Patient Safety) merupakan isu global dan nasional bagi rumah sakit, komponen penting dari mutu layanan kesehatan, prinsip dasar dari pelayanan pasien dan komponen kritis dari manajemen mutu (2). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor129/ Menkes/ SK/ II/ 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal, tidak adanya kejadian kesalahan pemberian obat sebesar 100%, hal itu berarti bahwa seharusnya kejadian kesalahan pemberian obat atau medication error tidak boleh terjadi satupun dalam pelayanan kesehatan. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/ MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan bahwa kesalahan pemberian obat (medicationerror) adalah kejadian yang merugikan pasien, akibat pemakaian obat 1

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019....

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masalah keamanan obat, dewasa ini menjadi perhatian penting bagi

banyak orang yang terlibat dalam pelayanan dan perawatan pasien di rumah sakit

yaitu mencakup pimpinan rumah sakit, dokter, perawat, apoteker, dan lain-lain.

Keberagaman obat-obatan, meningkatkanya jumlah dan jenis obat yang ditulis

perpasien, meningkatnya jumlah pasien rawat inap dan pasien rawat jalan yang

diobati serta berubahnya konsep pelayanan medik, mengakibatkan keharusan agar

suatu sistem praktik pengobatan yang aman dikembangkan dan dipelihara untuk

memastikan bahwa pasien menerima pelayanan dan proteksi yang sebaik mungkin

(1).

Kejadian kesalahan pemberian obat merupakan salah satu ukuran

pencapaian keselamatan pasien. Keselamatan Pasien (Patient Safety) merupakan

isu global dan nasional bagi rumah sakit, komponen penting dari mutu layanan

kesehatan, prinsip dasar dari pelayanan pasien dan komponen kritis dari

manajemen mutu (2).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor129/ Menkes/ SK/

II/ 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal, tidak adanya kejadian kesalahan

pemberian obat sebesar 100%, hal itu berarti bahwa seharusnya kejadian

kesalahan pemberian obat atau medication error tidak boleh terjadi satupun dalam

pelayanan kesehatan. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/

MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan bahwa kesalahan pemberian obat

(medicationerror) adalah kejadian yang merugikan pasien, akibat pemakaian obat

1

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

selama dalam penanganan kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah. Medication

error dalam setiap kejadian dapat di hindari yang menyebabkan atau berakibat

pada pelayanan obat yang tidak tepat atau membahayakan pasien sementara obat

berada dalam pengawasan tenaga kesehatan atau pasien (3).

Menurut Institute of Medicine (IOM), 400.000 kasus cedera pasien yang

dapat dihindari karena kesalahan pengobatan terjadi setiap tahun di rumah sakit di

Amerika Serikat. Biaya kesalahan ini berjumlah setidaknya $ 3,5 miliar (4).

Sebagai tambahan, antara 44.000 dan 98.000 pasien rumah sakit diperkirakan

meninggal setiap tahun akibat kesalahan obat-obatan (5). Insiden dan potensi

untuk menyebabkan cedera secara signifikan lebih tinggi untuk kesalahan

pengobatan di antara pediatrik pasien dibandingkan pasien dewasa (6).

Ferranti telah memastikan bahwa tingkat kesalahan pengobatan pediatrik

tiga kali lipat lebih tinggi daripada orang dewasa (7). Ini dianggap mencerminkan

fitur fisiologis dan perkembangan anak-anak sertakurangnya dosis obat yang

akurat untuk pasien anak (8). Tepat tingkat kesalahan obat berbeda sesuai dengan

definisi dan metode yang digunakan dalam studi yang berbeda (9). Stratton et al

mempelajari tingkat pemberitahuan kesalahan pengobatan oleh orang dewasa dan

perawat pediatrik dan melaporkan bahwa frekuensi kesalahan pengobatan adalah

14,8 per1.000 hari pasien dilayanan pediatrik tetapi hanya 5,66 dalam layanan

dewasa.

Kesalahan pemberian obat merupakan kejadian yang dapat merugikan atau

membahyakan pasien yang dilakukan oleh petugas kesehatan, khususnya dalam

hal pengobatan pasien. Kejadian medication error dibagi dalam empat fase, yaitu

fase prescribing (error terjadi pada penulisan resep), fase transcribing (error

terjadi pada saat pembacaan resep), fase dispensing (error terjadi pada saat

2

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

penyiapan hingga penyerahan obat) dan fase administration (error yang terjadi

pada proses penggunaan obat) (10).

Sebuah sidang pengadilan kesalahan pengobatan pada 2012 yang timbul

dari kesalahan yang terjadi beberapa tahun lalu di Finlandia menyoroti risiko yang

terkait dengan penggunaan obat dan keselamatan pasien. Tiga perawat

menghadapi persidangan dan beberapa dituntut karena kelalaian dalam

penggunaan obat (11). Insiden ini melibatkan pemberian Chlorhexidine (agen

antibakteri antiseptik yang tidak boleh dicerna) untuk 3 bayi berusia dua hari.

Produk ini dikira sebagai larutan gula, karena botolnya mirip.Pasien diringankan

penyakit sebagian dengan menggunakan terapi obat.

Laporan medication error dari RSUD Anwar Makkatutu Bantaeng yaitu

sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani) pada

tahun 2010 dan 16 (0.031% dari total 51.513 lembar resep yang dilayani) kasus

pada tahun 2011, kejadian ini antara lain disebabkan karena pemberian obat yang

salah, dosis yang tidak rasional, kesalahan rute pemakaian, adanya kegagalan

komunikasi salah interpretasi antara prescriber dengan dispenser dalam

mengartikan resep, yang disebabkan oleh tulisan tangan prescriber yang tidak

jelas terutama bila ada nama obat yang hampir sama serta keduanya mempunyai

rute pemberian obat yang sama pula, dan penulisan aturan pakai yang tidak

lengkap. Tahun 2012 angka kejadian medication error di RSUD Prof Dr. H.M

Anwar Makkatutu kabupaten Bantaeng mengalami peningkatan menjadi 21 kasus

(0,027% dari total 77571 lembar resep yang dilayani) (12).

Penyebab terjadinya prescribing error yang sering ditemukan adalah

penulisan resep yang tidak jelas dan tidak lengkap (misalnya: dosis, jumlah, nama

pasien), hal ini disebabkan karena pengetahuan dokter tentang ketersediaan obat–

2 3

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

obatan tidak terinformasi dengan baik, tulisan yang buruk dan interupsi dari

keluarga pasien, proses selanjutnya adalah transcribing error dimana error yang

terjadi adalah kegagalan komunikasi antara prescriber dan dispenser sehingga

terjadi salah menulis (pembuatan copy resep) dan salah membaca resep,

umumnya obat dengan kategori LASA (Look Alike Sound Alike), kemudian

tahapan selanjutnya adalah dispensning error dimana error yang terjadi adalah

salah menyiapkan jumlah obat, salah menyiapkan obat karena bentuk obat yang

mirip (LASA) dikarenakan tempat penyimpanan yang berdekatan sehingga pada

tahap penyiapan obat di instalasi farmasi menjadi tidak sesuai dengan resep,

perhitungan dosis yang tidak tepat, adapun untuk administration error, ditemukan

pada saat obat di berikan kepada pasien lain dengan nama yang sama (terjadi di

unit perawatan), proses pemberian label/etiket terhadap identitas obat dan pasien

yang tidak sesuai dengan obatnya hal ini di pengaruhi oleh karakter masing–

masing individu, beban kerja dan, ketidakpahaman standar prosedur penyerahan

obat.

Berbagai kejadian error tersebut akan menjadi hambatan dalam mencapai

tujuan terapi, untuk meningkatkan kualitas hidup pasien sekaligus meminimalkan

resiko dalam pengobatan maka dengan demikian keselamatan pasien merupakan

bagian penting dalam risiko pelayanan di rumah sakit selain dari faktor risiko

keuangan (financial risk), risiko property (property risk), risiko tenaga profesi

(professional risk) maupun risiko lingkungan (environmental risk) (12).

Sihotang melakukan penelitian mengenai terjadi medication error di

ruangan rawat inap di RSU Adam Malik pada tahun 2014-2015. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa yang memiliki risiko kesalahan paling besar adalah fase

administration error sebesar 89,12%. yang merupakan jenis kesalahan yang

4

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

paling sering terjadi dan menimbulkan dampak yang paling parah dibandingkan

jenis kesalahan lainnya. Pihak yang paling bertanggung jawab dalam tahap drug

administration adalah perawat, sebab perawat berkewajiban dalam tindakan

pemberian obat. Faktor Individu perawat seperti : rendahnya pengetahuan tentang

farmakologi, miskomunikasi, kelelahan, salah membaca label obat, dan ketidak

patuhan dalam melaksanakan prinsip benar pemberian obat merupakan faktor

yang dapat menyebabkan medication administration error (13).

RSUD Kota Padangsidimpuan merupakan salah satu rumah sakit

rujukan dari puskesmas dan bidan praktik swasta di wilayah Kota

Padangsidimpuan yang memberikan pelayanan pasien 24 jam terus-menerus

tidak luput juga dengan adanya kejadian medication error. Berdasarkan hasil

survei pendahuluan di RSUD Kota Padangsidimpuan diketahui dalam jangka

waktu tahun 2015-2017 terdapat beberapa laporan kejadian medication error

paling banyak ditemukan di instalasi rawat inap sebanyak 13 kejadian yaitu 4

kejadian pada tahun 2015, 4 kejadian juga pada tahun 2016 dan meningkat

menjadi 5 kejadian pada tahun 2017, meskipun sebagian besar kasus tidak terjadi

dampak yang sangat fatal. Insiden tersebut salah satunya antara lain terjadi pada

pada pasien di ruang Kelas II (Ruangan Anak) RSUD Kota Padangsidimpuan

pada tahun 2017, perawat dituntut keluarga pasien karena kelalaian dalam

pemberian obat. Penerapan safety culture (budaya keselamatan) dan safety system

(sistem keselamatan) yang hingga saat ini pihak manajemen dan Diklat RSUD

Kota Padangsidimpuan lakukan belum berjalan dengan maksimal yang bertujuan

untuk meminimalisir dan mencegah kejadian yang sama terulang kembali di

masa yang akan datang hingga “0” kejadian medication error untuk dapat

memenuhi Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.

5

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

Hasil wawancara pada survei awal yang dilakukan pada tanggal 08 Juni

2018 di ruang rawat inap ruang III (interna laki-laki) RSUD Kota

Padangsidimpuan, bahwa dari 14 orang yang di wawancarai pada perawat yang

sedang shift pagi, sore dan malam ada 3 orang (4,2%) pernah mengalami

kesalahan dalam pembacaan resep obat, karena kondisi lingkungan pada saat

proses pemberian obat berada pada kondisi yang tidak nyaman dimana

pencahayaan area kerja yang tidak mendukung saat bekerja. Perawat mengalami

kesalahan dalam dokumentasi sebanyak 8 orang (11,2%) dimana jumlah petugas

yang tidak memadai pada shif tertentu dan beban kerja yang berlebihan dan

merasa terganggu dengan dering telepon yang bunyi tiba-tiba. Kondisi yang

demikian dapat mengganggu konsentrasi dan perhatian sehingga kesalahan dapat

terjadi, 3 orang (4,2%) pernah mengalami kesalahan dalam waktu pemberian obat

dengan alasan jarak unit farmasi yang jauh, tidak adanya ruangan penyiapan obat,

dan temperatur yang tidak nyaman karena rumah sakit dalam proses renovasi

pembangunan. Dari data tersebut maka dapat menunjukkan bahwa masih adanya

perawat yang melakukan kesalahan dalam pemberian obat (14).

Berdasarkan penelitian Yosefien Ch. Donsul pada pelayanan kefarmasian

rawat inap bangsal anak RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado bahwa dokter,

perawat, apoteker dan asisten apoteker yang bertugas di irina E RSUP Prof Dr.

R.D. Kandou Manado menunjukkan dimana faktor penyebab medication error

fase prescribing meliputi beban kerja yaitu rasio antara beban kerja dan SDM

tidak seimbang, edukasi yaitu penulisan resep tidak memenuhi syarat kelengkapan

resep, gangguan bekerja yaitu terganggu dengan dering telepon, kondisi

lingkungan yaitu pencahayaan yang kurang mendukung saat bekerja, dan

komunikasi yaitu permintaan obat secara lisan. Faktor penyebab medication error

6

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

fase dispensing meliputi beban kerja yaitu rasio antara beban kerja dan SDM tidak

seimbang, edukasi yaitu penyiapan obat yang tidak sesuai permintaan resep,

komunikasi yaitu kurangnya komunikasi mengenai stok perbekalan farmasi,

kondisi lingkungan yaitu tidak adanya ruangan penyiapan obat dan gangguan

bekerja yaitu terganggu dengan dering telepon (15).

Faktor penyebab medication error fase administration meliputi beban

kerja yaitu rasio antara beban kerja dan SDM tidak seimbang, gangguan bekerja

yaitu terganggu dengan dering telepon, edukasi yaitu tidak tepat waktu pemberian

obat, kondisi lingkungan yaitu jarak unit farmasi tidak memudahkan tenaga

kesehatan dalam pemberian obat dan komunikasi yaitu kurangnya komunikasi

tenaga kesehatan dan pasien dalam penggunaan obat. Berbagai faktor yang

teridentifikasi dalam penelitian ini dapat berpengaruh terhadap pengobatan pasien

(15).

Berdasarkan data tersebut diatas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya medication error

yang dilakukan perawat Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Padangsidimpuan tahun

2018.

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Apakah ada pengaruh komunikasi terhadap terjadinya medication error

yang dilakukan perawat Instalasi Rawat Inap RSUD Kota

Padangsidimpuan tahun 2018.

1.2.1. Apakah ada pengaruh kondisi lingkungan terhadap terjadinya medication

error yang dilakukan perawat Instalasi Rawat Inap RSUD Kota

Padangsidimpuan tahun 2018.

7

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

1.2.3. Apakah ada pengaruh gangguan atau interupsi pada saat bekerja terhadap

terjadinya medication error yang dilakukan perawat Instalasi Rawat Inap

RSUD Kota Padangsidimpuan tahun 2018.

1.2.4. Apakah ada pengaruh beban kerja terhadap terjadinya medication error

yang dilakukan perawat Instalasi Rawat Inap RSUD Kota

Padangsidimpuan tahun 2018.

1.2.5. Apakah ada pengaruh edukasi terhadap terjadinya medication error yang

dilakukan perawat Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Padangsidimpuan

tahun 2018.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Untuk mengetahui pengaruh komunikasi terhadap terjadinya medication

error yang dilakukan perawat Instalasi Rawat Inap RSUD Kota

Padangsidimpuan tahun 2018.

1.3.2. Untuk mengetahui pengaruh kondisi lingkungan terhadap terjadinya

medication error yang dilakukan perawat Instalasi Rawat Inap RSUD

Kota Padangsidimpuan tahun 2018.

1.3.3. Untuk mengetahui pengaruh gangguan atau interupsi pada saat bekerja

terhadap terjadinya medication error yang dilakukan perawat Instalasi

Rawat Inap RSUD Kota Padangsidimpuan tahun 2018.

1.3.4. Untuk mengetahui pengaruh beban kerja terhadap terjadinya medication

error yang dilakukan perawat Instalasi Rawat Inap RSUD Kota

Padangsidimpuan tahun 2018.

8

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

1.3.5. Untuk mengetahui pengaruh edukasi terhadap terjadinyamedication error

yang dilakukan perawat Instalasi Rawat Inap RSUD Kota

Padangsidimpuan tahun 2018.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna dan bermanfaat secara teoritis

maupun secara praktis.

1.4.1. Secara Teoritis

1) Bagi Penulis

Untuk menerapkan teori-teori dan pengetahuan yang didapat di bangku

kuliah ke dalam masalah yang sebenarnya terjadi pada suatu instansi atau

Rumah Sakit.

2) Bagi Akademik

Digunakan sebagai bahan acuan dan perbandingan bagi penelitian lain

yang berminat mengembangkan topik bahasan ini dan melakukan

penelitian lebih lanjut.

1.4.2. Secara Praktis

1) Bagi Manajemen Rumah Sakit

Penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan masukan dan informasi yang

berharga bagi Rumah Sakit mengenai medication error

2) Bagi Masyarakat

Hasil penelitian dapat menjadi informasi bagi masyarakat mengenai faktor

yang berkontribusi terhadap terjadinya medication error yang dilakukan

perawat Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Padangsidimpuan sehingga

dapat bertindak segera ketika terjadi error pada pasien.

9

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Peneliti Terdahulu

Beberapa hasil penelitian sebelumnya berkaitan dengan tema faktor yang

berpengaruh terhadap terjadinya medication error yang dilakukan perawat

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit yaitu:

Penelitian yang dilakukan oleh Budihardjo bahwa kejadian medication

error terjadi di ruangan rawat inap di RSU Haji Surabaya. Ruangan rawat inap

memiliki tingkat keterampilan perawat yang baik, namun memiliki tingkat

pengetahuan perawat dan kemampuan komunikasi perawat yang cukup.Variabel

ini penelitian adalah: keterampilan perawat, pengetahuan perawat, dan

komunikasi antara perawat dan pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

kejadian medication error pada tahun 2014-2016 berjumlah 14 kejadian yang

paling banyak terjadi pada ruang rawat inap bangsal (57,1%). Sebagian besar

ruang rawat inap (57,41%) memiliki keterampilan perawat yang baik, sebagian

besar pasien ruang rawat inapbangsal (57,1%) memiliki pengetahuan yang cukup

dan komunikasi perawat (16).

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa keterampilan perawat,

pengetahuan perawat, komunikasi antara perawat dan pasien berkontribusi pada

kejadian medication error di RSU Haji Surabaya. Saran diperuntukkan bagi pihak

manajemen dan Diklat RSU Haji Surabaya untuk dapat memberikan sosialisasi

atau edukasi di bidang pengetahuan dan keterampilan mengenai obat-obatan atau

farmakologi maupun medication error guna meminimalisir angka kejadian

10

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

medication errorhingga “0” untuk dapat memenuhi Standar Pelayanan Minimal

Rumah Sakit. Begitu pula dapat diadakan pelatihan komunikasi efektif bagi para

perawat guna memberikan pelayanan dengan kualitas terbaik (16).

Penelitian Karthikeyan M menunjukkan bahwa semua profesional

perawatan kesehatan memiliki tanggung jawab dalam mengidentifikasi faktor

yang berkontribusi terhadap kesalahan pengobatan dan untuk menggunakan

informasi dalam mengurangi medication error. Penelitian berfokus pada

kesalahan resep dan faktor berkontribusi pada medication error. Temuan kami

menyoroti bahwa variabel individu, kompleksitas pengobatan, kerjama, gangguan/

interupsi, komunikasi, Standar Prosedur Operasional, dan kenyamanan tempat

kerja terhadap kejadian medication error. Hasil penelitian menunjukkan variabel

karakteristik individu, yang terdiri dari usia, masa kerja, dan kompetensi; dan

variabel kerja sama yang memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian

IKP dengan nilai p value masing-masing sebesar 0.028, 0.010, 0.028, dan 0.012.

Dengan kata lain variabel yang paling berpengaruh terhadap kejadian medication

error adalah variabel karakteristik individu sehingga hasil studi ini bisa menjadi

pertimbangan bagi Bagian SDM, Komite Keperawatan dan Bagian Keperawatan

Rumah Sakit X dalam melakukan seleksi dan pengembangan SDM Keperawatan

dalam upaya meningkatkan keselamatan pasien (17).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nilasari di ruang rawat inap RS.

Pondok Indah Jakarta menunjukkan bahwa medication error sebelum e-

prescribing yaitu pada tahap prescribing adalah tidak ada no SIP dokter 100%,

tidak ada aturan pakai (signa) 22.56%, tidak menuliskan berat badan 12.53%,

11

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

tahap transcribing tidak menuliskan usia pasien 3.76% dan tidak ada durasi

pemberian obat sebanyak 100%, tahap dispensing adalah salah mengambil obat

dari rak 1.50% dan salah menempelkan etiket pasien pada obat 1.25%. Dan hasil

medication error sesudah e-prescribing yaitu pada tahap prescribing tidak ada no

SIP dokter 100%, pada tahap transcribing tidak menuliskan pemberian dosis

0.75%, tidak menuliskan durasi pemberian obat 1,50%, pada tahap dispensing

salah mengambil obat dari rak sebanyak 1%, salah menempelkan etiket pasien

pada obat 0,75%, dan tahap administration adalah obat tidak diberikan tepat

waktu sebanyak 17,29% (18).

Penyebab pada tahap prescribing adalah tulisan dokter tidak terbaca, tidak

menuliskan umur dan berat badan, penyebab pada tahap transcribing ketika resep

tidak terbaca staf mempunyai asumsi terhadap tulisan dokter, pada tahap

dispensing pada saat penyiapan obat yang mempunyai bentuk yang sama (look

alike sound alike) dan staf mengerjakan resep lebih dari satu lembar dalam waktu

yang bersamaan, tahap administration waktu pemberian minum obat tidak

tercapai karena menyesuaikan dengan jam makan pasien. Terjadinya peningkatan

pelaporan incident report menunjukkan bahwa budaya staf untuk melapor

mengenai incident yang terjadi sudah berjalan dengan baik hal ini menunjukkan

kepedulian staf dalam meningkatkan patient safety (18).

Penelitian Noor Cahaya pasien rawat inap stroke dan Diabetes Mellitus di

RSUD Ulin Banjarmasin menunjukkan bahwa medication error merupakan

permasalahan yang sering terjadi di rumah sakit. Angka kejadian medication error

pada pasien rawat inap berkisar 3-7% dan setiap minggu farmasis menemukan

12

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

135 prescribing error pada pasien rawat inap sehingga menimbulkan berbagai

dampak mulai dari yang ringan hingga serius. Hasil analisis diperoleh prevalensi

prescribing error pada pasien stroke (N = 1210;35.0%) lebih besar daripada

pasien diabetes mellitus (N = 556; 16.0%). Rasio prevalensi kejadian prescribing

error pada pasien stroke lebih besar dari pasien diabetes mellitus (RP = 1.53; p =

0.000; 95%CI 1,337-1,767). Pasien stroke memiliki resiko kejadian prescribing

error lebih besar dengan nilai rasio prevalensi sebesar 1.53 dibanding pasien

diabetes mellitus. Pasien stroke memiliki resiko mengalami kejadian prescribing

error lebih besar dari pasien diabetes mellitus (RP= 1,53; p = 0,000; 95%CI

1,337-1,767). Pasien non asuransi memiliki resiko mengalami kejadian

prescribing error lebih besar dari pasien asuransi (RP= 1,95; p = 0,000; 95%CI

1,718-2,211) (19).

Penelitian Johari pada 48 perawat sebagai responden di Rumah Sakit.

Identifikasi tingkat pengetahuan dan faktor yang paling berkontribusi yang

mengarah kemedication error yang memungkinkan semua personel involved

dalam meresepkan, mempersiapkan, dan melayani obat-obatan pada pasien. Studi

menemukan bahwa pengetahuan perawat di Rumah Sakit tentang administrasi

obat lebih dari setengah dari perawat memiliki (54%) pengetahuan tinggi tentang

pengobatan, sementara 46% memiliki pengetahuan rendah tentang pengobatan.

Sementara yang menunjukkan bahwa faktor yang paling berkontribusi pada

kesalahan pengobatan adalah beban kerja yang berat dan pesanan yang rumit

95,8% (n = 46), kemudian diikuti oleh persentase staf baru 81,2% (n=39) dan

pribadi diabaikan 66% (n=31) (20).

13

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

Berdasarkan penelitian Elfiansih, bawa studi kasus medication errors di

ruang rawat inap RSI Ngk menunjukkan bahwa angka kejadian medication errors

diruang rawat inap RSI Ngk mengalami peningkatan, walaupun masih berupa

Kejadian Nyaris Cidera (KNC). Kesalahan yang paling sering terjadipada fase

preschribing. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya medication errors di

RSI Ngk meliputi kegagalan komunikasi, ketersediaan SDM yang belum

mencukupi, desain tugas yang perlu di supervisi, internal petugas berupa ketidak

hati-hatian dan penurunan motivasi sertakekuatan tim. Akar masalah yang muncul

pada kasus ini adalah ketidak lengkapan penulisan resep sehingga petugas salah

menginterpretasikan perintah dalam resep. Kesimpulan dan Saran: Pada kasus

medication errors di ruang rawat inap RSI Ngk faktor pemicunya adalah

kegagalan komunikasi, dimana terdapat penulisan resep yang tidak lengkap

(sebagai akar masalah) sehingga menimbulkan kesalahan interpretasi petugas di

layanan. Keadaan ini didukung dengan adanya kelemahan pada manajemen SDM,

desain tugas dan faktor internal pada petugas. Kejadian ini tidak sampai terpapar

pada pasien disebabkan adanya kekuatan tim yang cepat merespon kesalahan

tersebut.Untuk meminimalisir dan mencegah kejadian yang sama terulang

kembali di masa yang akan datang maka RSI Ngk harus menerapkan safety

culturedan safety system (21).

2.2. Telaah Teori

2.2.1. Medication Error

Medication error merupakan salah satu permasalahan yang masih sering

terjadi pada pasien.Dan secara umum medication error adalah suatu kesalahan

dalam pengobatan yang dapat terjadi pada saat peresepan, pemberian dan

14

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

administrasi obat yang salah yang dapat menyebabkan suatu konsekuensi terhadap

pasien baik resiko ringan ataupun berat. Setiap tenaga kesehatan memiliki potensi

tindakan kesalahan dalam keselamatan pasien (10).

2.2.2. Definisi Medication Error

Error merupakan suatu kegagalan atau hasil yang tidak diharapkan dari

sesuatu yang telah direncanakan untuk diselesaikan sesuai dengan tujuan

(kesalahan pada pelaksanaan) atau kesalahan atau kegagalan pada saat

perencanaan untuk mencapai tujuan atau keinginan (kesalahan pada perencanaan)

(22).

Kesalahan pengobatan (medication error) merupakan semua keadaan atau

kejadian yang dapat menyebabkan penyaluran pengobatan tidak sesuai dengan

yang diharapkan dimana dapat mencelakakan pasien (23).

Medication error merupakan kesalahan yang terjadi dalam pemberian

pelayanan pengobatan terhadap pasien yang menyebabkan tejadinya kegagalan

dalam pengobatan sehingga dapat memiliki potensi membahayan keselamatan

pasien dalam perawatan (24). Kesalahan pengobatan (medication error) adalah

kejadian yang dapat merugikan keselamatan pasien akibat pemakaian obat selama

dalam pengawasan pengobatan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah .

Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 58 tahun 2014

menyebutkan bahwa medication error adalah kejadian yang merugikan pasien,

akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan yang

sebetulnya dapat dicegah (25). Kesalahan dapat terjadi setiap fase mulai dari

peresepan (dokter), dispensing (apoteker atau staf dispensing), administration

(perawat atau pasien). Medication Error adalah setiap kejadian yang dapat

15 15

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

dihindari yang dapat menyebabkan atau berakibat pada pelayanan obat yang tidak

tepat atau membahayakan pasien sementara obat berada dalam pengawasan

tenaga kesehatan atau pasien (26).

2.2.3. Klasifikasi Medication Error

Tipe-tipe kesalahan pengobatan berdasarkan dari dampak klinis terjadinya

kesalahan menurut National Coordinating Council for Medication Error

Reporting and Preventing (NCCMERP) yang dilihat dari tingkat keparahan hasil

dari pasien (27). Tercantum dalam tabel berikut:

Tabel 2.1. Kategori Medication Errors menurut National Coordinating

Council for Medication Error Reporting and Prevention

(NCCMERP 2005)

Kategori Definisi Level error A Kejadian yang masih berpotensi akan

menyebabkan kecelakaan No Error

B Kesalahan telah terjadi namun kesalahan tersebut belum mencapai pada pasien

Error, No Harm

C Kesalahan terjadi dan telah mencapai pasien namun tidak mencederai pasien

Error, No Harm

D Kesalahan terjadi pada pasien dan dibutuhkan pengawasan untuk mencegah cedera pada pasien atau membutuhkan intervensi untuk mencegah cedera/kecelakaan tersebut

Error, No Harm

E Kesalahan terjadiyang berkontribusi terhadap adanya injury sementara dan dibutuhkan intervensi

Error, Harm

F Kesalahan yang terjadi dapat berkontribusi terhadap adanya injury sementara pada pasien yang membutuhkan perawatan di rumah sakit dalam waktu lama

Error, Harm

G Kesalahan yang terjadi dapat berkontribusi terhadap adanya kecacatan permanen

Error, Harm

H

Kesalahan yang terjadi membutuhkan intervensi yang mampu mempertahankan hidup/ menyelamatkan nyawa pasien.

Error, Harm Error, Death

I Kesalahan terjadi yang menyebabkan kematian pasien

16

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

2.1. Gambar diagram medication error

(Sumber :27)

Menurut tahun Cohen, M.R. tahun 1999 kejadian medication error dibagi

4 fase, yaitu fase transcribing (error terjadi pada saat pembacaan resep atau

pemahaman), fase dispensing (error terjadi pada saat penyiapan hingga

penyerahan obat) dan fase administration (error yang terjadi pada proses

penggunaan obat) (10).

1. Prescribing Error

Medication error pada fase prescribing adalah error yang terjadi pada

fasepenulisan resep. Fase ini meliputi:

a. Kesalahan resep

- Seleksi obat (didasarkan pada indikasi, kontraindikasi, alergi

yangdiketahui, terapi obat yang ada, dan faktor lain), dosis, bentuk

sediaan, mutu, rute, konsentrasi, kecepatan pemberian, atau

instruksi untuk menggunakan suatu obat yang diorder atau

diotorisasi oleh dokter (atau misalnya seorang pasien dengan

17

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

infeksi bakteri yang resisten terhadap obat yang ditulis untuk

pasien tersebut.

- Resep atau order obat yang tidak terbaca yang menyebabkan

kesalahan yang sampai pada pasien.

b. Kesalahan karena yang tidak diotorisasi

- Pemberian kepada pasien, obat yang tidak diotorisasi oleh seorang

penulis resep yang sah untuk pasien. Mencakup suatu obat yang

keliru, suatu dosis diberikan kepada pasien yang keliru, obat yang

tidak diorder, duplikasi dosis, dosis diberikan di luar pedoman atau

protokol klinik yang telah ditetapkan, misalnya obat diberikan

hanya bila tekanan darahpasien turun di bawah suatu tingkat

tekanan yang ditetapkan sebelumnya.

c. Kesalahan karena dosis tidak benar

- Pemberian kepada pasien suatu dosis yang lebih besar atau lebih

kecildari jumlah yang diorder oleh dokter penulis resep atau

pemberian dosis duplikat kepada pasien, yaitu satu atau lebih unit

dosis sebagai tambahan pada dosis obat yang diorder.

d. Kesalahan karena indikasi tidak diobati

- Kondisi medis pasien memerlukan terapi obat tetapi tidak

menerima suatu obat untuk indikasi tersebut. Misalnya seorang

pasien hipertensi atau glukoma tetapi tidak menggunakan obat

untuk masalah ini.

e. Kesalahan karena penggunaan obat yang tidak diperlukan

- Pasien menerima suatu obat untuk suatu kondisi medis yang tidak

memerlukan terapi obat.

18

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

2. Transcription Error

Pada fase transcribing, kesalahan terjadi pada saat pembacaan resep untuk

proses dispensing, antara lain salah membaca resep karena tulisan yang tidak

jelas. Salah dalam menterjemahkan order pembuatan resep dan signature juga

dapat terjadi pada fase ini.

Jenis kesalahan obat yang termasuk transcription error, yaitu:

a. Kesalahan karena pemantauan yang keliru

- Gagal mengkaji suatu regimen tertulis untuk ketepatan dan

pendeteksian masalah, atau gagal menggunakan data klinik atau

data laboratorium untuk pengkajian respon pasien yang memadai

terhadap terapi yang ditulis.

b. Kesalahan karena ROM (Reaksi Obat Merugikan)

- Pasien mengalami suatu masalah medis sebagai akibat dari ROM

atau efek samping.

- Reaksi diharapkan atau tidak diharapkan, seperti ruam dengan suatu

antibiotik, pasien memerlukan perhatian pelayanan medis.

c. Kesalahan karena interaksi obat

- Pasien mengalami masalah medis, sebagai akibat dari interaksi

obat-obat, obat-makanan, atau obat-prosedur laboratorium.

3. Administration Error

Kesalahan pada fase administration adalah kesalahan yang terjadi pada

proses penggunaan obat. Fase ini dapat melibatkan petugas apotek dan pasien atau

keluarganya. Kesalahan yang terjadi misalnya pasien salah menggunakan

supositoria yang seharusnya melalui dubur tapi dimakan dengan bubur, salah

19

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

waktu minum obatnya seharusnya 1 jam sebelum makan tetapi diminum bersama

makan.

Jenis kesalahan obat yang termasuk administration errors yaitu :

a. Kesalahan karena lalai memberikan obat

- Gagal memberikan satu dosis yang diorder untuk seorang pasien,

sebelum dosis terjadwal berikutnya.

b. Kesalahan karena waktu pemberian yang keliru

- Pemberian obat di luar suatu jarak waktu yang ditentukan sebelumnya

dariwaktu pemberian obat terjadwal.

c. Kesalahan karena teknik pemberian yang keliru

- Prosedur yang tidak tepat atau teknik yang tidak benar dalam

pemberiansuatu obat.

- Kesalahan rute pemberian yang keliru berbeda dengan yang ditulis;

melaluirute yang benar, tetapi tempat yang keliru (misalnya mata kiri

sebagai gantimata kanan), kesalahan karena kecepatan pemberian yang

keliru.

d. Kesalahan karena tidak patuh

- Perilaku pasien yang tidak tepat berkenaan dengan ketaatan pada

suaturegimen obat yang ditulis. Misalnya paling umum tidak

patuhmenggunakan terapi obat antihipertensi.

e. Kesalahan karena rute pemberian tidak benar

- Pemberian suatu obat melalui rute yang lain dari yang diorder oleh

dokter, juga termasuk dosis yang diberikan melalui rute yang benar,

20

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

tetapi padatempat yang keliru (misalnya mata kiri, seharusnya mata

kanan).

f. Kesalahan karena gagal menerima obat

- Kondisi medis pasien memerlukan terapi obat, tetapi untuk alasan

farmasetik, psikologis, sosiologis, atau ekonomis, pasien tidak

menerima atau tidak menggunakan obat.

4. Dispensing Error

Kesalahan pada fase dispensing terjadi pada saat penyiapan hingga

penyerahan resep oleh petugas apotek. Salah satu kemungkinan terjadinya error

adalah salah dalam mengambil obat dari rak penyimpanan karena kemasan atau

nama obat yang mirip atau dapat pula terjadi karena berdekatan letaknya. Selain

itu, salah dalam menghitung jumlah tablet yang akan diracik ataupun salah dalam

pemberian informasi.

Jenis kesalahan obat yang termasuk Dispensing errors yaitu :

a. Kesalahan karena bentuk sediaan

- Pemberian kepada pasien suatu sediaan obat dalam bentuk berbeda

dariyang diorder oleh dokter penulis.

- Penggerusan tablet lepas lambat, termasuk kesalahan.

b. Kesalahan karena pembuatan/penyiapan obat yang keliru

- Sediaan obat diformulasi atau disiapkan tidak benar sebelum

pemberian. Misalnya, pengenceran yang tidak benar, atau rekonstitusi

suatu sediaanyang tidak benar. Tidak mengocok suspensi. Mencampur

obat-obat yang secara fisik atau kimia inkompatibel.

21

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

- Penggunaan obat kadaluarsa, tidak melindungi obat terhadap

pemaparancahaya.

c. Kesalahan karena pemberian obat yang rusak

- Pemberian suatu obat yang telah kadaluarsa atau keutuhan fisik atau

kimiabentuk sediaan telah membahayakan. Termasuk obat-obat yang

disimpansecara tidak tepat.

Adapun bentuk-bentuk kejadian medication error disajikan dalam Tabel

2.2 sebagai berikut :

Tabel 2.2 Bentuk-Bentuk Kejadian Medication Error

Prescribing Transcribing Dispensing Administration

1. Kontra

indikasi

1. Copy error 1. Kontra indikasi 1. Administration

error

2. Duplikasi 2. Dibaca keliru 2. Dosis berlebih 2. kontra indikasi

3. Tidak terbaca 3. Ada instruksi

yang

dilewatkan

3. Kegagalan

menerjemahkan

instruksi

3. Obat tertinggal

di samping bed

4. Instruksi tidak

jelas

4. Mis- stamped 4. Kurangnya

persediaan obat

4. Dosis berlebih

5. Instruksi

keliru

5. Instruksi tidak

dikerjakan

5. Instruksi

penggunaan

obat tidak jelas

5. kegagalan

mencek

instruksi

6. Instruksi tidak

lengkap

6. Instruksi

verbal

diterjemahkan

salah

6. Salah

menghitung

dosis

6. Tidak mencek

identitas pasien

7. Penghitungan

dosis keliru

7. Salah memeberi

label

7. Dosis keluri

8. Salah menulis

instruksi

8. Salah menulis

instruksi

9. Dosis keliru 9. Patien off unit

10. Pemberian obat

diluar instruksi

10. Pembetian obat

diluar instruksi

11. Instruksi verbal

dijalankan

keliru

11. Instruksi verbal

dijalankan

keliru

22

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

2.2.4. Prevalensi Medication Error

Institute of Medication (IOM) melaporkan adanya kejadian yang tidak

diharapkan (KTD) pada pasien rawat inap di Amerika telah terjadi paling sedikit

44.000 bahkan 98.000 orang meninggal karena medical error dan 7.000 kasus

karena medication error (ME). Pada penelitian yang sebelumnya dari 229 resep

yang ditemukan 226 resep dengan medication error yang terjadi diinstalasi rawat

jalan pada rumah sakit pemerintahan di Yogyakarta. Dari 226 medication error,

99,12% adalah prescribing errors, 3,02% merupakan pharmaceutical errors dan

3,66% adalah pada proses dispensing (28).

2.2.5. Penyebab terjadinya Medication Error

Medication error dapat terjadi dikarenakan adanya petugas yang kurang

berpengalaman, kemiripan nama obat (look alike sound alike), salah dalam proses

transkripsi, beban pekerjaan yang berlebihan, dan jumlah petugas yang kurang

memadai (29). Medication error dapat terjadi pada berbagai keadaan, menurut

American Hospital Association (30). sebagai berikut:

1. Informasi pasien yang tidak lengkap, misalnya tidak ada informasi tentang

riwayat alergi dan penggunaan obat sebelumnya.

2. Tidak diberikan obat yang layak, misalnya cara minum atau menggunakan

obat, frekuensi dan lama pemberian hingga peringatan jika timbul efek

samping.

3. Kesalahan komunikasi dalam peresepan, misalnya interpretasi apoteker yang

keliru dalam membaca resep dokter, kesalahan membaca nama obat yang

23

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

relatif mirip dengan obat lainnya, kesalahan membaca desimal, pembacaan

unit dosis hingga singkatan peresepan yang tidak jelas (q.d atau q.i.d/QD).

4. Pelabelan kemasan obat yang tidak jelas sehingga beresiko dibaca keliru oleh

pasien.

5. Faktor-faktor lingkungan, seperti ruang apotek atau ruang obat yang tidak

terang sehingga suasana tempat kerja yang tidak nyaman yang dapat

mengakibatkan timbulnya medication error.

Menurut Kemenkes Faktor-faktor lain yang berkontribusi pada medication

error antara lain: (31).

1. Komunikasi ( mis-komunikasi, kegagalan dalam berkomunikasi)

Komunikasi yang baik antar apoteker maupun dengan petugas kesehatan

lainnya perlu dilakukan dengan jelas untuk menghindari penafsiran ganda atau

ketidaklengkapan informasi dengan berbicara perlahan dan jelas. Perlu dibuat

daftar singkat dan penulisan dosis yang berisiko menimbulkan kesalahan untuk

diwaspadai.

2. Kondisi Lingkungan

Untuk menghindari kesalahan yang berkaitan dengan dengan kondisi

lingkungan, area dispensing harus di desain dengan tepat dan sesuai dengan

alur kerja, untuk menurunkan kelelahan dengan pencahayaan yang cukup dan

temperatur yang nyaman. Selain itu, area kerja harus bersih, dan teratur untuk

mencegah terjadinya kesalahan. Obat yang disediakan untuk pasien harus

disediakan nampan yang terpisah.

24

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

3. Gangguan atau interupsi pada saat bekerja

Gangguan atau interupsi harus seminimal mungkin dengan mengurangi

interupsi baik langsung maupun melalui telepon.

4. Beban Kerja

Rasio antara beban kerja dan SDM yang cukup tinggi untuk mengurangi stress

dan beban kerja yang berlebihan sehingga dapat menurunkan kesalahan.

5. Edukasi Staff

Meskipun edukasi staff merupakan cara yang tidak cukup kuat dalam

menurunkan insiden atau kesalahan, tetapi mereka dapat memainkan peran

penting ketika dilibatkan dalam sistem menurunkan insiden atau kesalahan.

2.2.6. Prinsip 5 Benar dalam Pemberian Obat

1. Benar pasien

Sebelum obat diberikan, identitas pasien harus diperiksa (papan identitas

di tempat tidur, gelang identitas) atau ditanyakan langsung kepada pasien

atau keluarganya. Jika pasien tidak sanggup berespon secara verbal,

respon non verbal dapat dipakai, misalnya pasien mengangguk. Jika pasien

tidak sanggup mengidentifikasi diri akibat gangguan mental atau

kesadaran, harus dicari cara identifikasi yang lain seperti menanyakan

langsung kepada keluarganya. Bayi harus selalu diidentifikasi dari gelang

identitasnya.

2. Benar obat

Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama

dagang yang asing (baru kita dengar namanya) harus diperiksa nama

generiknya, bila perlu hubungi apoteker untuk menanyakan nama

25

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

generiknya atau kandungan obat. Sebelum memberi obat kepada pasien,

label pada botol atau kemasannya harus diperiksa tiga kali. Pertama saat

membaca permintaan obat dan botolnya diambil dari rak obat, kedua label

botol dibandingkan dengan obat yang diminta, ketiga saat dikembalikan ke

rak obat.

Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan harus

dikembalikan ke bagian farmasi. Jika pasien meragukan obatnya, perawat

harus memeriksanya lagi. Saat memberi obat perawat harus ingat untuk

apa obat itu diberikan. Ini membantu mengingat nama obat dan kerjanya.

3. Benar dosis

Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa dosisnya. Jika ragu,

perawat harus berkonsultasi dengan dokter yang menulis resep atau

apoteker sebelum dilanjutkan ke pasien. Jika pasien meragukan dosisnya

perawat harus memeriksanya lagi. Ada beberapa obat baik ampul maupun

tablet memiliki dosis yang berbeda tiap ampul atau tabletnya.

4. Benar cara/ rute

Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang

menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien,

kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta

tempat kerja yang diinginkan. Obat dapat diberikan peroral, sublingual,

parenteral, topikal, rektal, inhalasi.

5. Benar waktu

Ini sangat penting, khususnya bagi obat yang efektivitasnya tergantung

untuk mencapai atau mempertahankan kadar darah yang memadai. Jika

obat harus diminum sebelum makan, untuk memperoleh kadar yang

26

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

diperlukan, harus diberi satu jam sebelum makan. Ingat dalam pemberian

antibiotik yang tidak boleh diberikan bersama susu karena susu dapat (31).

2.2.7. Upaya Pencegahan Terjadinya Medication Error

Kesalahan obat berkisar dari resiko minimal sampai ke risiko yang

mengancam kehidupan pasien. Kesalahan ini diakibatkan oleh karena

melaksanakan suatu kesalahan (commission) atau kesalahan karena tidak

mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission). Berbagai metode

pendekatan organisasi sebagai upaya menurunkan medication error yang jika

dipaparkan untuk menurunkan tingkat kesalahan pengobatan (medicationerror)

menurut Departemen Kesehatan (32).

1. Memaksa fungsi dan batasan ( forcing function and constraints)

Suatu upaya mendesain sistem yang mendorong seseorang melakukan hal

yang baik, contoh: sediaan potassium clorida siap pakai dalam konsentrasi 10%

NaCl 0,9%, karena sediaan dipasar dalam konsentrasi 20% (>10%) yang

mengakibatkan fatal (henti jantung dan nekrosis pada tempat injeksi).

2. Otomatis dan komputer (computerized prescribing order entry)

Membuat statis/ rebotisasi pekerjaan berulang yang sudah pasti dengan

dukungan teknologi, contoh : komputerisasi proses penulisan resep oleh dokter

diikuti dengan tanda “ atau tanda peringatan jika diluar standar (ada standar

otomatis ketika digoxin ditulis 0,5g).

3. Standar dan protokol, standarisasi prosedur

Menetapkan standar berdasarkan bukti ilmiah dan standarisasi prosedur

(menetapkan standar pelaporan insiden dengan prosedur baku). Kontribusi

27

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

apoteker dalam panitia farmasi dan terapi serta pemenuhan sertifikasi/akreditasi

pelayanan memegang peranan penting.

4. Sistem daftar tilik dan cek ulang

Alat kontrol berupa alat tilik dan penetapan cek ulang setiap lagkah kritis

dalam pelayanan.Untuk mendukung efektifitas sistemini diperlukan pemetaan

analisis titik krisis dan sistem.

5. Peraturan dan kebijakan

Untuk mendukung keamanan proses managemen obat pasien, contoh:

semua resep rawat inap harus melalui supervisi apoteker.

6. Pendidikan dan Informasi

Penyediaan informasi setiap saat tentang obat, pengobatan dan pelatihan

bagi tenaga kesehatan tentang prosedur untuk meningkatkan kompetensi dan

mendukung kesulitan pengambilan keputusan saat memerlukan informasi.

7. Lebih hati-hati dan waspada

Membangun lingkungan kondusif untuk mencegah kesalahan, contoh :

baca sekali lagi sebelum menyerahkan.

2.2.8. Pengelolaan Kesalahan Obat

Penggolongan kesalahan obat memungkinkan pengelolaan tindak lanjut

yang lebih baik terhadap pendeteksian kesalahan obat. Penetapan penyebab

kesalahan obat harus digabung dengan pengkajian dari keparahan kesalahan.

Korelasi antara kesalahan dan metode distribusi obat harus dikaji (misal, dosis

unit, persediaan diruang, atau obat ruah; pracampuran dan sediaan oral atau

injeksi). Proses ini akan membantu mengidentifikasi masalah sistem dan

merangsang perubahan untuk meminimalkan terjadinya kesalahan kembali (33).

28

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

Tindakan berikut direkomendasikan untuk pendeteksian kesalahan, antara

lain :

a) Setiap terapi perbaikan dan terapi pendukung yang perlu harus diberikan

kepada pasien.

b) Untuk kesalahan yang signifikan secara klinik, pemberitahuan secara lisan

segera disampaikan pada dokter, perawat, dan kepala IFRS. Suatu laporan

kesalahan obat tertulis harus segera menyusul.

c) Untuk kesalahan yang signifikan secara klinik, pengumpulan fakta dan

investigasi harus dimulai dengan segera.

d) Laporan kesalahan yang signifikan secara klinik dan kegiatan perbaikan

beraitan harus dikaji oleh pengawas, kepala bagian SMF yang terlibat,

administrator rumah sakit yang sesuai, komite keselamatan rumah sakit

dan penasehat hukum.

e) Apabila diperlukan, pengawas dan anggota staf yang terlibat dalam

kesalahan harus membicarakan tentang bagaimana kesalahan terjadi dan

bagaimana terjadinya kembali dapat dicegah.

f) Informasi yang diperoleh dari laporan kesalahan obat dan sarana lain yang

menunjukkan kegagalan berkelanjutan, harus berlaku sebagai suatu

manajemen yang efektif dan alat edukasi dalam pengembangan staf.

g) Pengawas, pimpinan bagian/departemen dan berbagai komite yang sesuai,

harus mengkaji laporan kesalahan dan menetapkan penyebab dari

kesalahan serta mengembangkan tindakan untuk mencegah terjadinya

kembali.

h) Kesalahan obat harus dilaporkan kepada program pemantauan rumah sakit

agar pengalaman dari apoteker, perawat, dokter dan pasien, serta untuk

29

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

mengembangkan pelayanan edukasi yang bernilai, untuk pencegahan

kesalahan yang akan datang.

2.2.9. Faktor Yang Memengaruhi Terjadinya Medication Error yang

Dilakukan Perawat Instalasi Rawat Inap RSUD Kota

Padangsidimpuan

1. Komunikasi ( mis-komunikasi, kegagalan dalam berkomunikasi)

Dalam pelayanan kesehatan, komunikasi adalah sebuah kegiatan yang

lazim terjadi antara seorang perawat dengan pasien. Menurut Hoveland dalam

Widjaja, komunikasi adalah suatu proses dimana seorang individu menyampaikan

perangsang (biasanya lambang-lambang dalam bentuk kata-kata) untuk mengubah

tingkah laku orang lain/individu lain. Untuk itu harus ada kesepahaman arti dalam

proses penyampaian informasi tersebut agar tercapai komunikasi yang efektif

(34).

Komunikasi antara perawat dengan pasien harus disampaikan secara jelas

agar pasien memahami keadaan kesehatannya ataupun instruksi mengenai

pengobatan yang disampaikan oleh perawat Instalasi Rawat Inap RSUD Kota

Padangsidimpuan. Hal-hal yang harus diinformasikan dan didiskusikan pada

pasien adalah : pemahaman yang jelas mengenai indikasi penggunaan obat,

peringatan yang berkaitan dengan proses pengobatan, informasi mengenai efek

samping obat, reaksi obat yang tidak diinginkan (Adverse Drug Reaction – ADR)

dan informasi mengenai penyimpanan dan penanganan obat di rumah termasuk

mengenali obat yang sudah rusak atau kadaluarsa (33).

2. Kondisi Lingkungan

Kondisi lingkungan bertujuan untuk menghindari kesalahan yang

berkaitan dengan dengan kondisi lingkungan, area dispensing harus di desain

30

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

dengan tepat dan sesuai dengan alur kerja, untuk menurunkan kelelahan dengan

pencahayaan yang cukup mendukung saat bekerja, adanya ruangan penyiapan

obat, dan temperatur yang nyaman serta jarak unit farmasi yang memudahkan

tenaga kesehatan dalam pemberian obat. Selain itu, area kerja harus bersih, dan

teratur untuk mencegah terjadinya kesalahan. Obat yang disediakan untuk pasien

harus disediakan nampan yang terpisah. Apabila tidak adanya ruangan penyiapan

obat/racikan kesalahan pada saat dispensing dapat terjadi (2).

Dari hasil survei awal penelitian yang dilakukan pada perawat di Instalasi

Rawat Inap RSUD Kota Padangsidimpuan menyatakan bahwa kondisi lingkungan

pada saat proses pemberian obat dengan kondisi yang tidak nyaman dimana

responden menyatakan pencahayaan area kerja yang tidak mendukung saat

bekerja, tidak adanya ruangan penyiapan obat, dan temperatur yang tidak nyaman

serta jarak unit farmasi yang jauh karena rumah sakit dalam proses renovasi

pembangunan.

Faktor pencahayaan merupakan salah satu faktor lingkungan kerja yang

termasuk kelompok faktor resiko, jika intensitas pencahayaan tidak memadai

maka dapat menyebabkan produktivitas tenaga kerja menurun. Jarak yang

ditempuh tenaga kesehatan dalam pemberian obat dengan banyaknya obat yang

harus dikirim ke ruang perawatan pasien akan berpengaruh dengan ketepatan

waktu pemberian obat. Jarak pelayanan kesehatan memberikan kontribusi

rendahnya kepatuhan (18).

3. Gangguan atau Interupsi Pada Saat Bekerja

Persepsi pemberi pelayanan kesehatan terhadap gangguan atau interupsi

tinggi yaitu apabila petugas kesehatan merasakan adanya aktivitas atau kegiatan

31

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

lain diluar tugas dan tanggung jawabnya yang harus dilakukan pada saat sedang

memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien atau keluarga pasien lebih

banyak dibandingkan kegiatan yang sesuai dengan tugas dan tanggung jawab

pekerjaannya.

Faktor gangguan/interupsi bekerja pada saat dispensing dapat

menyebabkan medication error dimana tenaga kesehatan merasa terganggu.

Gangguan lingkungan yang tidak nyaman salah satunya seperti gangguan dering

telepon yang bunyi tiba-tiba merupakan sumber stres bagi para petugas kesehatan.

Kondisi yang demikian dapat mengganggu konsentrasi dan perhatian dari para

petugas kesehatan sehingga kesalahan dapat terjadi. Gangguan atau interupsi

harus seminimal mungkin dengan mengurangi interupsi baik langsung maupun

melalui telepon. Dering telepon dapat menganggu konsentrasi kerja yang dapat

menyebabkan pekerja cenderung berbuat kesalahan dan akhirnya menurunkan

produktivitas bekerja (35).

Dari hasil survei awal penelitian yang dilakukan pada perawat di Instalasi

Rawat Inap RSUD Kota Padangsidimpuan bahwa responden mempersepsikan

faktor gangguan/interupsi bekerja dapat menyebabkan medication error, dimana

responden merasa terganggu dengan dering telepon yang bunyi tiba-tiba.

Gangguan lingkungan yang tidak nyaman salah satunya seperti gangguan telepon

merupakan sumber stres bagi para perawat. Kondisi yang demikian dapat

mengganggu konsentrasi dan perhatian dari para perawat sehingga kesalahan

dapat terjadi.

4. Beban Kerja

Beban kerja adalah sejumlah proses atau kegiatan yang harus diselesaikan

oleh seorang pekerja dalam jangka waktu tertentu. Apabila seorang pekerja

32

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

mampu menyelesaikan dan menyesuaikan diri terhadap sejumlah tugas yang

diberikan, maka hal tersebut tidak menjadi suatu beban kerja. Namun, jika pekerja

tidak berhasil maka tugas dan kegiatan tersebut menjadi suatu beban kerja (21).

Beban kerja adalah sesuatu yang dirasakan berada di luar kemampuan

pekerja untuk melakukan pekerjaannya. Kapasitas seseorang yang dibutuhkan

untuk mengerjakan tugas sesuai dengan harapan (performa harapan) berbeda

dengan kapasitas yang tersedia pada saat itu (performa aktual). Perbedaan diantara

keduanya menunjukkan taraf kesukaran tugas yang mencerminkan beban kerja.

Beban kerja yang berlebihan akan mengurangi kualitas pelayanan akan tetapi

sebaliknya beban kerja yang sesuai dengan porsinya dapat meningkatkan kualitas

melalui pengembangan inovasi pelayanan. Rasio antara beban kerja dan SDM

yang cukup tinggi untuk mengurangi stress dan beban kerja yang berlebihan

sehingga dapat menurunkan kesalahan (2).

Dari hasil survei awal penelitian yang dilakukan pada perawat di Instalasi

Rawat Inap RSUD Kota Padangsidimpuan bahwa responden mempersepsikan

beban kerja dapat menyebabkan medication error pada fase dispensing, dimana

dapat terjadi karena jumlah petugas yang tidak memadai pada shif tertentu dan

beban kerja yang berlebihan.

Dalam penyiapan obat, tenaga farmasi melakukan skrinning dan

pengkajian resep, menyalin instruksi pemberian obat ke KPO (Kartu Pencatatan

Obat), menginput obat dan membuat etiket obat dalam sistem, penyiapan obat

untuk satu hari pemakaian, pengemasan obat, serah terima obat dan pengecekan

oleh perawat yang kemudian disimpan pada kotak obat pasien. Perawat

memainkan suatu peranan penting dalam sistem distribusi obat di rumah sakit

dimana perawat menyiapkan dan merekonstitusi dosis untuk dikonsumsi,

33

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

pemberian (pengonsumsian) obat, merekam tiap obat yang dikonsumsi serta

memelihara persediaan obat di ruangan (18). Beban kerja yang berlebihan akan

mengurangi kualitas pelayanan akan tetapi sebaliknya beban kerja yang sesuai

dengan porsinya dapat meningkatkan kualitas melalui pengembangan inovasi

pelayanan dan bila banyaknya tugas tidak sebanding dengan kemampuan baik

fisik maupun keahlian dan waktu yang tersedia maka akan menjadi sumber stress

dan dapat mengganggu pelayanan kepada pasien (2)

5. Edukasi

Pemberian edukasi pada pasien dan keluarga adalah usaha atau kegiatan

yang dilakukan dalam rangka memberikan informasi terhadap masalah kesehatan

pasien yang belum diketahui oleh pasien dan keluarganya sedangkan hal tersebut

perlu diketahui untuk membantu atau mendukung penatalaksanaan medis dan

atau tenaga kesehatan lainnya. Rumah Sakit memberikan edukasi secara rutin

pada pasien dan atau keluarga (peraturan direktur nomor 002/PER/DIR/RSSA-

SNG/IV/2015 tentang kebijakan pelayanan Rumah Sakit). Meskipun edukasi

merupakan cara yang tidak cukup kuat dalam menurunkan insiden atau kesalahan,

tetapi mereka dapat memainkan peran penting ketika dilibatkan dalam sistem

menurunkan insiden atau kesalahan (33).

Dari hasil survei awal penelitian yang dilakukan pada perawat di Instalasi

Rawat Inap RSUD Kota Padangsidimpuan bahwa masalah prescribing error

adalah kesalahan prosedural dan administratif berupa tulisan resep yang tidak

terbaca oleh perawat, penggunaan singkatan yang tidak di mengerti perawat, dan

masalah kelengkapan resep. Masalah kelengkapan resep yang sering terjadi adalah

tidak adanya nama dokter penulis resep dan tidak ada aturan pakai. Hal ini

34

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

menyebabkan adanya hambatan ketika resep yang bermasalah tersebut akan

dikonfirmasi kepada penulisnya. Sebagai akibatnya, dapat menghambat proses

pengobatan pasien, sedangkan jenis administration error berkaitan dengan waktu

pemberian obat tidak tepat, dimana obat dalam pemberiannya berkesinambungan

per 8 jam yaitu injeksi tidak tepat waktu diberikan karena obat mengalami

kekosongan dan harus menunggu obat ada baru diberikan kepada pasien. Edukasi

dinyatakan kurang baik edukasi yaitu penulisan resep tidak memenuhi syarat

kelengkapan resep, penyiapan obat yang tidak sesuai permintaan resep, tidak tepat

waktu pemberian obat, kondisi lingkungan yaitu jarak unit farmasi tidak

memudahkan tenaga kesehatan dalam pemberian obat (12).

2.3. Landasan Teori

Menurut Kemenkes Faktor-faktor yang berkontribusi pada medication error

antara lain:

Gambar 2.2.Teori Kemenkes dan Cohen, M.R.

(Sumber : 31 dan 10)

Kondisi Lingkungan

Gangguan atau Interupsi

Pada Saat Bekerja

Beban Kerja

Edukasi Staff

Komunikasi

( mis-komunikasi, kegagalan

dalam berkomunikasi)

Medication Error

- Fase Prescribing

(error terjadi pada penulisan resep)

- Fase Transcribing

(error terjadi pada saat pembacaan

resep)

- Fase Dispensing

(error terjadi pada saat penyiapan

hingga penyerahan obat)

- Fase Administration

(error yang terjadi pada proses

penggunaan obat)

-

35

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

2.4. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori diatas dan survei awal yang dilakukan peneliti

serta literatur review penelitian terdahulu, maka variabel-variabel yang

berkontribusi memengaruhi terhadap terjadinya medication error yang dilakukan

perawat Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Padangsidimpuan tahun 2018 adalah

komunikasi, kondisi lingkungan, gangguan, beban kerja, dan edukasi. Kerangka

konsep penelitian dapat disusun sebagai berikut :

Variabel Bebas (Independen) Variabel Terikat (Dependen)

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

2.5. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,

dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat

pernyataan (36). Hipotesis penelitian ini adalah:

1) Ada pengaruh komunikasi terhadap terjadinya medication error yang

dilakukan perawat Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Padangsidimpuan tahun

2018.

Terjadinya Medication Error

Gangguan atau Interupsi

Pada Saat Bekerja

Kondisi Lingkungan

Komunikasi

Beban Kerja

Edukasi

36

Page 37: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

2) Ada pengaruh kondisi lingkungan terhadap terjadinya medication error yang

dilakukan perawat Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Padangsidimpuan tahun

2018.

3) Ada pengaruh gangguan terhadap terjadinya medication error yang dilakukan

perawat Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Padangsidimpuan tahun 2018.

4) Ada pengaruh beban kerja terhadap terjadinya medication error yang

dilakukan perawat Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Padangsidimpuan tahun

2018.

5) Ada pengaruh edukasi terhadap terjadinya medication error yang dilakukan

perawat Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Padangsidimpuan tahun 2018.

37

Page 38: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini bersifat survei analitik dengan

menggunakan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui

pengaruh komunikasi, kondisi lingkungan, gangguan interupsi pada saat bekerja,

beban kerja, dan edukasi terhadap terjadinya medication error yang dilakukan

perawat Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Padangsidimpuan tahun 2018.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUD Kota Padangsidimpuan. Pemilihan lokasi

penelitian didasarkan pada pertimbangan karena di RSUD Kota Padangsidimpuan

tempat yang sesuai untuk dilakukan penelitian karena jumlah terjadinya

medication error memadai untuk dijadikan sampel penelitian.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dijadwalkan dilaksanakanbulan Mei 2018 sampai dengan

bulan November 2018.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang secara langsung

berinteraksi dengan pasien. Jumlah populasi dalam penelitian ini sebesar 122

perawat yang terbagi dari 11 ruanganyang ada di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota

38

Page 39: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

Padangsidimpuan.Adapun rincian jumlah perawat tersebut menurut ruangan

adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1. Jumlah perawat yang terbagi di 11 ruangan yang ada di Instalasi

Rawat Inap RSUD Kota Padangsidimpuan

Ruangan Jumlah perawat (orang)

Ruang I (Saraf) 12

Ruang II(Anak) 7

Ruang II (Interna Wanita) 11

Ruang III(Interna Laki-Laki) 20

Ruang IV (Penyakit Paru) 16

RuangRR (Perawatan Dan Pemulihan Pasca Operasi 18

Ruang (Perinatologi) 3

13 Ruang ICU

Ruang Kelas I 12

Ruang VIP

Ruang Bersalin (Perawatan Obstetri dan Ginekologi)

10

-

Jumlah 122

3.3.2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut yang akan digunakan untuk penelitian (36). Dimana pada

penelitian ini perawat yang dijadikan sampel diambil berdasarkan rumus besar

sampel yang telah ditentukan.Rumus Slovin yang kita gunakan untuk menentukan

jumlah sampel adalah sebagai berikut :

n = N / ( 1 + N.(e)2)

93,48 atau 93

39

Page 40: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

Keterangan : n = Jumlah Sampel

N = Jumlah Total Populasi

e = Batas Toleransi Error (dengan derajat kepercayaan 95%, maka tingkat

kesalahan adalah 5%)

Setelah dilakukan perhitungan dengan rumus di atas maka dari 122

perawat. Dimana yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah perawat yang

dilibatkan dalam 11 ruangan rawat inap jumlah sampel keseluruhan sebanyak 93

perawat. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan Simple

Random Sampling, yaitu metode pengambilan sampel secara acak sederhana atau

undian dimana setiap anggota populasi diberikan kesempatan untuk mengambil

satu undian, dimana setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama besar

untuk terpilih sebagai sampel.

Dalam pengambilan sampel penelitian harus memperhatikan 2 kriteria,

yaitu kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum yang

dimiliki oleh subjek sehingga dapat diikutsertakan dalam penelitian. Adapun

kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kriteria inklusi,yaitu :

a. Perawat dengan status SK penempatan kerja di ruang rawat inap RSUD Kota

Padangsidimpuan sampak dengan tahun 2018.

b. Memberikan persetujuan menjadi responden baik secara lisan maupun tulisan

dengan menandatangani informed consent.

Kriteria eksklusi adalah hal-hal yang menyebabkan sampel tidak

diikutsertakan dalam penelitian. Adapun kriteria sampel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah kriteria eksklusi,yaitu :

40

Page 41: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

a. Perawat dengan status SK penempatan kerja tidak di ruang rawat inap

RSUD Kota Padangsidimpuan sampai dengan tahun 2018.

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Jenis Data

1) Data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lapangan dan

melakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner yang telah

disiapkan, meliputi : komunikasi, kondisi lingkungan, gangguan, beban

kerja, dan edukasi dan terjadinya medication error

2) Data sekunder diperoleh dari kantor RSUD Kota Padangsidimpuan berupa

catatan rekam medik tentang medication error dan data yang relevan

dengan penelitian ini.

3.4.2. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian dilakukan wawancara

langsung pada responden menggunakan kuesioner terstruktur dengan pengisian

lembar checklist dengan studi dokumentasi berupa data deskriptif seperti profil

Rumah sakit dan catatan rekam medik. Peneliti memberikan informed concent

untuk mendapatkan persetujuan menjadi partisipan dalam penelitian ini.

Kemudian jika partisipan bersedia untuk menjadi partisipan dilanjutkan dengan

membuat kontrak waktu dengan durasi 20-30 menit dan tempat untuk wawancara.

Semua wawancara dilakukan ditempat yang tenang, nyaman, dan menjaga privasi

partisipan. Peneliti meminta izin terlebih dahulu untuk merekam percakapan

selama wawancara berlangsung.

41

Page 42: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas kuantitatif pada kuesioner dilakukan dengan cara

mengkorelasikan antara skor masing-masing variabel dengan skor totalnya.

Variabel dinyatakan valid bila skor variabel tersebut berkorelasi secara signifikan

dengan skor totalnya. Teknik korelasi yang digunakan adalah korelasi Pearson

Product Moment. Keputusan uji bila r hasil hitung > r tabel maka Ho ditolak

artinya variabel valid, sedangkan bila r hasil hitung < r tabel maka Ho diterima

artinya variabel tidak valid. Pengukuran reliabilitas dilakukan dengan

menggunakan Cronbach Alpha dengan membandingkan nilai r tabel dengan r

hasil, dimana r hasil adalah nilai Alpha Cronbach’s. Keputusan uji bila nilai

Alpha Cronbach’s> nilai r tabel. Semakin tinggi nilai Cronbach Alpha maka

tingkat reliabilitas data semakin baik. Sesuai dengan prinsip uji validitas dan

reliabilitas kuantitatif tentang syarat minimal pengambil jumlah responden (36).

Penelitian ini tidak di lakukan uji validitas dan reliabilitas, karena

kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini diadopsi dari penelitian Yosefien

Ch. Donsul (15). yang meneliti tentang faktor penyebab medication error pada

pelayanan kefarmasian rawat inap bangsal anak RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou

Manado. Kuesioner tersebut peneliti modifikasi sesuai kebutuhan dan mengacu

pada tinjauan pustaka dengan mengurangi dua item pernyataan dan mengubah

beberapa kalimat item pernyataan yang lain, yang terdiri dari 27 pernyataan dalam

kuesioner meliputi 2 kategori yaitu: Baik (Hasil presentase 76 % -100 %), tidak

baik (Hasil presentase ≤75 %) dengan dinyatakan valid dengan CVI (Content

Validity Indeks ) sebesar 0,78. Sedangkan uji reliabilitas instrumen dilakukan

42

Page 43: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

untuk mengetahui konsistensi alat ukur, apakah alat pengukuran yang digunakan

dapat diandalkan. Uji reliabilitas dengan cronbach’s alpha yang diolah melalui

program komputerisasi. Apabila nilai cronbach’s alfa nya lebih dari 0,6 maka

dinyatakan reliabel tentang medication error didapat nilai cronbarch alfa 0,662.

Hasil yang didapatkan bahwa kuesioner dinyatakan reliabel karena α hitung > r

table. Suatu instrumen dikatakan reliabel bila memberikan hasil skor yang

konsisten pada setiap pengukuran.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1. Variabel Independen

Variabel penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independen) danvariabel

terikat (dependen). Adapun yang menjadi variabel bebas (independen) yaitu

(komunikasi, kondisi lingkungan, gangguan, beban kerja, dan edukasi) yang

ditandai dengan simbol x sedangkan variabel yang terikat (dependen) yaitu

(terjadinya medication error) yaitu variabel yang berhubungan yang ditandai

simbol y.

3.5.2. Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah penjelasan semua variabel dan istilah yang

akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya

mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian (36).

Defenisi operasional ini berguna untuk mengarahkan kepada pengukuran

atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta

pengembangan instrumen atau alat ukur. Batasan yang digunakan untuk

mendefenisikan variabel-variabel.

43 43 43

Page 44: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

1. Variabel Independen

1) Komunikasi ( mis-komunikasi, kegagalan dalam berkomunikasi)

Komunikasi adalah sebuah kegiatan antara perawat dengan pasien harus

disampaikan secara jelas agar pasien memahami keadaan kesehatannya

ataupun instruksi mengenai pengobatan yang disampaikan oleh perawat.

Keaktifan interaksi verbal perawat dengan sesama perawat dan antar

profesi di unit tempat bekerja, serta dengan pasien/keluarga pasien yang

terkait dengan asuhan keperawatan.

2) Kondisi Lingkungan

Untuk menghindari kesalahan yang berkaitan dengan dengan kondisi

lingkungan, area dispensing harus di desain dengan tepat dan sesuai

dengan alur kerja, untuk menurunkan kelelahan dengan pencahayaan yang

cukup dan temperature/suhu yang nyaman dan tingkat kebisingan dalam

mendukung konsentrasi kerja.Selain itu, area kerja harus bersih, dan

teratur untuk mencegah terjadinya kesalahan.Obat yang disediakan untuk

pasien harus disediakan nampan yang terpisah.

3) Gangguan atau interupsi pada saat bekerja

Gangguan atau interupsi harus seminimal mungkin dengan mengurangi

interupsi baik langsung maupun melalui telepon.

4) Beban Kerja

Rasio antara beban kerja dan SDM yang cukup tinggi untuk mengurangi

stress dan beban kerja yang berlebihan sehingga dapat menurunkan

kesalahan. Adanya aktivitas atau kegiatan lain yang dialami oleh perawat

di unit kerja diluar tugas dan tanggung jawab yang harus dilakukan pada

44

Page 45: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

saat sedang memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien atau keluarga

pasien.

5) Edukasi

Meskipun edukasi staff merupakan cara yang tidak cukup kuat dalam

menurunkan insiden atau kesalahan, tetapi mereka dapat memainkan peran

penting ketika dilibatkan dalam sistem menurunkan insiden atau

kesalahan.

2. Variabel Dependen

Kesalahan pemberian obat (medication error) merupakan kejadian yang

dapat merugikan atau membahyakan pasien yang dilakukan oleh petugas

kesehatan, khususnya dalam hal pengobatan pasien. Kesalahan pada salah satu

tahap terjadi secara berantai dan menimbulkan kesalahan pada tahap selanjutnya.

Kejadian kesalahan pemberian obat terkait dengan praktisi, produk obat, prosedur,

lingkungan, atau sistem yang melibatkan prescribing, transcribing, dispending,

dan administration.

3.6. Metode Pengukuran

Metode pengukuran variabel penelitian terhadap terjadinya medication

error yang dilakukan perawat Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Padangsidimpuan

sebagai berikut:

45

Page 46: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian

Variabel Pertanyaan Altenatif

Jawaban

Bobot

Nilai

Total

Nilai

Kategori Skala

Ukur

a. Komunikasi 5 Pertanyaan Ya

Tidak

2

1

8-10

5-7

Efektif

Tidak

Efektif

Ordinal

b. Kondisi

Lingkungan

6 Pertanyaan

Setuju

Tidak

Setuju

2

1

10-12

6-9

Nyaman

Tidak

Nyaman

Ordinal

c. Gangguan atau

Interupsi Pada

Saat Bekerja

5 Pertanyaan

Setuju

Tidak

Setuju

2

1

8-10

5-7

Tinggi

Rendah

Ordinal

d. Beban Kerja 15 Pertanyaan

Setuju

Tidak

Setuju

2

1

23-30

15-22

Tinggi

Rendah

Ordinal

e. Edukasi 8 Pertanyaan

Setuju

Tidak

Setuju

2

1

13-16

8-12

Baik

Buruk

Ordinal

d. Terjadinya

Medication

error

27 Pertanyaan Setuju

Tidak

Setuju

2

1

43-54

27-42

Tinggi

Rendah Ordinal

3.7. Metode Pengolahan Data

Setelah semua data terkumpul, dilakukan analisis data kembali dengan

memeriksa semua lembar checklist apakah jawaban sudah lengkap dan benar.

Data yang terkumpul diolah dengan cara komputerisasi dengan langkah-langkah

sebagai berikut (37).

1) Collecting

Mengumpulkan data yang berasal dari lembar checklist

2) Checking

Dilakukan dengan memeriksa kelengkapan pengisian lembar checklistdengan

tujuan agar data diolah secara benar sehingga pengolahan datamemberikan

hasil yang valid dan realiabel, dan terhindar dari bias.

46

Page 47: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

3) Coding

Pada langkah ini penulis melakukan pemberian kode pada variable-variabel

yang diteliti, nama responden dirubah menjadi nomor.

4) Entering

Data entry yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yangmasih

dalam bentuk kode dimasukkan ke dalam program komputer yangdigunakan

peneliti yaitu SPSS.

5) Data Processing

Semua data yang telah diinput ke dalam aplikasi komputer akan diolah

sesuai dengan kebutuhan.

Setelah dilakukan pengolahan data seperti yang telah diuraikan di atas

langkah selanjutnya adalah melakukan analisis data. Adapun jenis-jenis dalam

menganalisis data adalah pada penelitian ini sebagai berikut:

(1) Analisis Univariat

Analisis univariat merupakan analisis yang menitikberatkan pada

penggambaran atau deskripsi data yang telah diperoleh. Menggambarkan

distribusi frekuensi dari masing-masing variabel bebas dan variabel

terikat, sehingga dapat gambaran variabel penelitian.

(2) Analisis Bivariat

Analisis ini bertujuan untuk melihat hubungan antara variable

independen dengan variabel dependen. Uji yang digunakan pada analisis

bivariat ini adalah uji chi-square (x2) dengan menggunakan derajat

47

Page 48: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1033/2/BAB I - BAB III.pdf · 2019. 1. 7. · sebanyak 18 kasus (0.038% dari total 46660 lembar resep yang dilayani)

kepercayaan 95%.Uji chi-Square dapat digunakan untuk melihat

hubungan.

(3) Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk melihat pengaruh seluruh variabel

independen yang memenuhi syarat p<0,25 pada uji bivariat diuji secara

bersama-sama terhadap variabel dependen menggunakan regresi logistik

berganda pada tingkat kepercayaan 95% (α=0,05), dengan alasan untuk

mengetahui pengaruh variabel-variabel bebas dan variabel terikat.

Uji regresi logistik berganda digunakan untuk mengetahui hubungan

antara variabel bebas dengan satu variabel terikat yang bersifat

dikotomus (binary) dengan metode enter. Variabel dependen harus

bersifat kategorik, sedangkan untuk variabel independen dapat berupa

variabel kategorik maupun numerik. Tujuannya adalah untuk

mendapatkan model yang paling baik dan sederhana yang dapat

menggambarkan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.

Persamaan regresi yang digunakan:

Y = 0 + 1X1 + 2X2 + nXn

Dimana :

Y = Variabel terikat (terjadinya medication error)

0 = Konstanta

1 - n = Koefisien regresi

X1 = Variabel bebas pertama (komunikasi)

X2 = Variabel bebas kedua (kondisi lingkungan,)

Xn = Variabel bebas yang ketiga (gangguan, beban kerja, dan

edukasi) dan seterusnya.

48