BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar...

24
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tak dipungkiri dalam percakapan sehari-hari terdapat asumsi-asumsi atau dugaan sederhana dalam setiap tuturan. Pada saat seseorang berbicara, ia memiliki sejumlah harapan dan keinginan bilamana lawan bicaranya akan mendapatkan poin atau asumsi yang ia tanamkan di dalam kata-kata yang ia ucapkan. Asumsi tersebut dapat digolongkan sebagai presupposition (presuposisi) atau praanggapan. Menurut Yule (1996:25), presuposisi adalah asumsi yang dibuat sebelum seseorang bertutur. Asumsi ini diharapkan untuk dapat diterima oleh si pendengar dengan tujuan untuk memperlancar komunikasi. Cahyono (1995:219) mengungkapkan bahwa pembentukan asumsi dalam sebuah percakapan secara tidak langsung selalu dilakukan oleh penutur, mereka merancang pesan-pesan linguistik untuk diberikan kepada lawan tutur berdasarkan asumsi yang sudah diketahui oleh lawan tutur. Dalam memberikan tuturan, penutur berusaha membuat tuturannya sebaik mungkin agar lawan tutur dapat mendapatkan presuposisi yang sudah ia rancang. Dengan tujuan agar lawan tutur mempresuposisikan presuposisi yang diinginkan, penutur akan membuat tuturannya mengandung beberapa pemicu presuposisi sehingga lawan tutur akan cepat menerima presuposisi yang diinginkan tersebut. Trigger (pemicu) presuposisi memiliki fungsi sebagai tanda untuk menunjukkan bahwa tuturan tersebut memiliki

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/112345/potongan/S2-2017...Tak dipungkiri dalam percakapan sehari-hari terdapat asumsi-asumsi atau ... 2 presuposisi

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tak dipungkiri dalam percakapan sehari-hari terdapat asumsi-asumsi atau

dugaan sederhana dalam setiap tuturan. Pada saat seseorang berbicara, ia memiliki

sejumlah harapan dan keinginan bilamana lawan bicaranya akan mendapatkan poin

atau asumsi yang ia tanamkan di dalam kata-kata yang ia ucapkan. Asumsi tersebut

dapat digolongkan sebagai presupposition (presuposisi) atau praanggapan. Menurut

Yule (1996:25), presuposisi adalah asumsi yang dibuat sebelum seseorang bertutur.

Asumsi ini diharapkan untuk dapat diterima oleh si pendengar dengan tujuan untuk

memperlancar komunikasi.

Cahyono (1995:219) mengungkapkan bahwa pembentukan asumsi dalam

sebuah percakapan secara tidak langsung selalu dilakukan oleh penutur, mereka

merancang pesan-pesan linguistik untuk diberikan kepada lawan tutur berdasarkan

asumsi yang sudah diketahui oleh lawan tutur. Dalam memberikan tuturan, penutur

berusaha membuat tuturannya sebaik mungkin agar lawan tutur dapat mendapatkan

presuposisi yang sudah ia rancang. Dengan tujuan agar lawan tutur

mempresuposisikan presuposisi yang diinginkan, penutur akan membuat

tuturannya mengandung beberapa pemicu presuposisi sehingga lawan tutur akan

cepat menerima presuposisi yang diinginkan tersebut. Trigger (pemicu) presuposisi

memiliki fungsi sebagai tanda untuk menunjukkan bahwa tuturan tersebut memiliki

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/112345/potongan/S2-2017...Tak dipungkiri dalam percakapan sehari-hari terdapat asumsi-asumsi atau ... 2 presuposisi

2

presuposisi. Levinson (1983) menyebutkan beberapa triggers yang berupa bentuk-

bentuk leksikal dan konstruksi linguistik, seperti adanya verba faktif, verba

implikatif, bentuk pengandaian, pertanyaan, bentuk pengulangan, kalimat cleft, dan

beberapa trigger lainnya. Jika trigger ini sudah ditemukan oleh lawan tutur, maka

presuposisi dari tuturan penutur juga akan ditemukan.

Presuposisi sendiri berkaitan dengan dasar pengetahuan yang sama yang

dimiliki oleh penutur dan lawan tutur. Pengetahuan bersama melibatkan konteks

percakapan yang tentunya sangat penting dalam semua bidang pragmatik. Jika

lawan tutur menemukan presuposisi dalam tuturan penutur melalui trigger yang ada,

dengan kata lain kedua belah pihak telah mengetahui keberadaan setiap orang atau

benda atau tempat yang ada disebutkan dalam tuturan itu. Penutur dan lawan tutur

telah menyetujui tentang keberadaan benda yang dirujuk dan satu sama lain telah

mengerti bahwa mereka membicarakan atau merujuk kepada hal yang sama. Di

sinilah konteks dan pengetahuan bersama sangat berperan penting dalam

penerimaan presuposisi. Trigger yang ditemukan dalam tuturan akan membantu

lawan tutur mempresuposisikan maksud penutur sehingga kelancaran komunikasi

akan didapatkan.

Percakapan sehari-hari pun tak luput dari adanya presuposisi bahkan hingga

konteks ranah percakapan yang lebih formal, seperti di pengadilan. Memakai

bahasa demi tujuan yang lebih spesifik, para pelaku tutur di pengadilan

menggunakan bahasa untuk melakukan interogasi terhadap terdakwa ataupun saksi.

Zhang (2015) telah melakukan penelitian mengenai presuposisi dalam ranah

pengadilan. Ia telah menemukan fungsi dari presuposisi di pengadilan, yakni untuk

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/112345/potongan/S2-2017...Tak dipungkiri dalam percakapan sehari-hari terdapat asumsi-asumsi atau ... 2 presuposisi

3

penyelidikan, konfirmasi dan penjebakan. Penyelidikan berkaitan dengan pencarian

kebenaran kasus, konfirmasi berkaitan dengan mencari kepastian tentang fakta

yang sudah didapatkan dan penjebakan berkaitan dengan cara kerja pengacara

menggali informasi dari terdakwa yang bisa menjebak terdakwa untuk mengatakan

fakta yang telah ditutup-tutupi. Dengan kata lain, penggunaan bahasa dalam

pengadilan pun dapat diteliti dengan teropong pragmatik melalui presuposisi.

Salah satu kasus pidana yang diangkat ke pengadilan pada 2010 silam terjadi

di Florida, Amerika Serikat. Kasus tersebut merupakan kasus perampokan yang

berujung kematian seorang pria muda bernama Shannon Griffin. Hal yang membuat

publik terkejut adalah fakta bahwa salah satu terdakwa dalam kasus ini adalah

seorang gadis muda yang pada 2007 lalu sempat menjadi viral dengan video

cegukan tanpa hentinya, Jennifer Mee. Jennifer Mee memiliki julukan si gadis

cegukan (the hiccup girl) dan sempat menghiasi layar televisi dengan tampil di

beberapa acara, memperlihatkan cegukan tanpa hentinya. Sementara itu, Griffin

diduga telah ditembak mati oleh Mee dan dua orang rekannya saat melakukan

perampokan di malam hari pada 23 Oktober 2010. Kasus perampokan dan

pembunuhan ini telah disidangkan di Pengadilan Pinellas di negara bagian Florida

dan dilaksanakan selama tiga hari. Pada akhirnya Mee dijatuhi hukuman seumur

hidup tanpa pembebasan bersyarat meskipun bukan ia yang menarik pelatuk untuk

menembak Griffin. Tindak kriminal yang ia telah lakukan termasuk dalam tindak

kriminal berat, ia terlibat dalam perampokan yang mengakibatkan hilangnya nyawa

seseorang. Dalam hukum Florida, tindak kejahatan seperti itu mendapat hukuman

mati atau hukuman penjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/112345/potongan/S2-2017...Tak dipungkiri dalam percakapan sehari-hari terdapat asumsi-asumsi atau ... 2 presuposisi

4

Salah satu percakapan dalam persidangan kasus pembunuhan Shannon

Griffin menunjukkan sedikit gambaran mengenai bagaimana presuposisi dapat

ditemukan dalam pertanyaan dalam proses interogasi.

(1) Lawyer: Were all the bullet wounds on the front of victim’s body?

‘Apakah semua luka tembakan berada pada bagian depan

tubuh korban?’

Witness: Yes. Entrance wounds.

‘Ya. Luka dari depan.’

Lawyer: I’m sorry?

‘Maaf?’

Witness: All the entrance wounds.

‘Semuanya adalah luka dari depan’

Lawyer: So, he was not shot from behind?

‘Jadi, dia tidak ditembak dari belakang?’

Konteks: Topik pembicaraan adalah seputar luka tembak yang didapatkan

oleh korban. Pada awal percakapan ini, pengacara menanyakan kepada

saksi ada berapa luka tembak yang ada pada tubuh korban. Pada akhirnya,

pengacara bertanya apakah semua luka tembak ada di bagian depan tubuh

korban.

(A42, D2P2, 44:28)

Percakapan (1) melibatkan pengacara dan seorang saksi dan topik dari

pembicaraan tersebut adalah mengenai luka tembak yang dimiliki korban.

Pertanyaan pertama yang diberikan oleh pengacara dalam (1) diberikan dalam

bentuk yes/no question di mana pertanyaan dalam bentuk ini menghendaki jawaban

ya atau tidak. Presuposisi dapat ditemukan dalam pertanyaan pengacara

dikarenakan salah satu trigger/pemicu presuposisi adalah pertanyaan. Keberadaan

presuposisi dapat dites dengan menggunakan salah satu fitur presuposisi, yaitu

constancy under negation atau ketangguhan dalam negasi. Bila sebuah tuturan yang

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/112345/potongan/S2-2017...Tak dipungkiri dalam percakapan sehari-hari terdapat asumsi-asumsi atau ... 2 presuposisi

5

dinegasikan, maka presuposisinya akan sama dengan presuposisi dalam tuturan

yang tidak dinegasikan. Presuposisi dari “Were all the bullet wounds on the front

of victim’s body?” adalah terdapat luka tembak. Jika pertanyaan itu dihadirkan

dalam bentuk negasi maka akan menjadi “Weren’t all the bullet wounds on the front

of victim’s body?” yang sama-sama memiliki presuposisi adanya luka tembak pada

tubuh korban. Presuposisi tersebut diterima oleh saksi dan saksi menjawab dengan

menyebutkan bahwa semua luka tembak tersebut adalah entrance wounds. Salah

satu poin lain yang harus diperhatikan adalah penyebutan frasa nomina the bullet

wounds yang dideskripsikan dengan jelas. Sebuah deskripsi nyata atau jelas akan

suatu benda merupakan salah satu pemicu presuposisi lain, yakni definite

description. Dengan kata lain, triggers memicu kehadiran presuposisi dan dengan

adanya triggers, presuposisi dapat ditemukan dengan mudah. Selain itu, bentuk

pertanyaan sebagai trigger presuposisi dapat beragam dan memiliki fungsi yang

berbeda.

Meskipun sudah ditemukan oleh lawan tutur, presuposisi dalam sebuah

tuturan pun dapat mengalami kegagalan atau dapat dibatalkan. Hal ini terjadi bila

presuposisi yang ada dalam suatu tuturan diingkari atau tidak disetujui oleh lawan

tutur. Dikarenakan presuposisi merupakan asumsi yang bersama yang dimiliki oleh

penutur dan juga lawan tutur, maka kedua belah pihak harusnya mengetahui tentang

segala hal yang disebutkan dalam suatu tuturan. Macagno (2015:472) menyebutkan

“if the hearer refuses the presupposition, he terminates the dialogue game”. Lawan

tutur yang tidak menyetujui presuposisi dalam tuturan penutur akan mengakibatkan

percakapan berakhir.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/112345/potongan/S2-2017...Tak dipungkiri dalam percakapan sehari-hari terdapat asumsi-asumsi atau ... 2 presuposisi

6

(2) Prosecutor: And is it unusual for a press conference to be held after a

homicide?

‘Dan apakah hal itu tidak biasa untuk melakukan

konferensi press setelah adanya sebuah kasus

pembunuhan?’

Witness: I couldn’t speak to that. I know that one has occurred, whether

they had after the one, I don’t think so.

‘Saya tidak bisa menjawab itu. Saya tahu satu konferensi

pres sudah dilakukan, apakah mereka mengadakannya lagi

setelah konfrensi pres tersebut, saya tidak pikir begitu’

Konteks: Berkaitan dengan adanya konferensi press setelah penangkapan

terdakwa Jennifer Mee.

(A85, D2P5, 00:53:45)

Pertanyaan yang diberikan oleh jaksa pada percakapan (2) memiliki

presuposisi terdapat konferensi pers setelah sebuah pembunuhan terjadi. Pertanyaan

tersebut bila dinegasikan akan menjadi “isn’t it unusual for a press conference to

be held after a homicide?”. Presuposisi untuk pertanyaan yang sudah dinegasikan

ini tetap sama dengan presuposisi dari pertanyaan yang tidak dinegasikan, yakni

terdapat konferensi pers setelah sebuah pembunuhan terjadi. Terkait dengan

presuposisi, saksi memberikan jawaban bahwa ia tidak bisa menjawab pertanyaan

tersebut. Ia mengetahui tentang adanya satu konferensi pers yang sudah diadakan,

namun apakah hal tersebut dilakukan lagi setelahnya, ia tidak tahu-menahu. Saksi

tidak pernah terlibat dalam konferensi pers seperti ini, maka dari itu ia tidak begitu

mengerti bagaimana perputaran pelaksanaan konferensi press tersebut. Konferensi

pers dalam kasus ini dapat dikaitkan lagi dengan fakta bahwa terdakwa Jennifer

Mee dahulu sempat tenar dengan julukan gadis cegukan (the hiccup girl) sehingga

kasus ini sudah pasti menarik perhatian khalayak umum. Jadi, presuposisi yang

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/112345/potongan/S2-2017...Tak dipungkiri dalam percakapan sehari-hari terdapat asumsi-asumsi atau ... 2 presuposisi

7

diberikan jaksa kepada saksi digagalkan karena kurangnya pengetahuan saksi atas

topik pembicaraan tersebut.

Para peneliti sebelumnya sudah mengkaji presuposisi dalam ranah pengadilan,

seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Zhang (2015) dan Baisu (2015) terkait

dengan fungsi, jenis dan peran presuposisi dalam persidangan. Sementara itu,

penelitian ini lebih memfokuskan kepada presuposisi yang ditemukan dalam

persidangan kasus pembunuhan Shannon Griffin serta bentuk trigger pertanyaan

dan kegagalan presuposisi. Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran

tentang presuposisi dalam situasi tutur pengadilan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan di atas, penelitian ini memiliki

beberapa masalah yang ingin diselesaikan, yaitu:

1) Apa sajakah trigger presuposisi yang ditemukan dalam persidangan kasus

pembunuhan Shannon Griffin?

2) Apa sajakah bentuk trigger pertanyaan dalam persidangan kasus

pembunuhan Shannon Griffin?

3) Apa sajakah konteks kegagalan presuposisi yang ditemukan dalam

persidangan kasus pembunuhan Shannon Griffin?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah:

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/112345/potongan/S2-2017...Tak dipungkiri dalam percakapan sehari-hari terdapat asumsi-asumsi atau ... 2 presuposisi

8

1) Untuk mendeskripsikan trigger presuposisi yang ditemukan dalam

persidangan kasus pembunuhan Shannon Griffin

2) Untuk mendeskripsikan bentuk pertanyaan yang memiliki presuposisi yang

ditemukan dalam persidangan kasus pembunuhan Shannon Griffin.

3) Untuk mendeskripsikan konteks kegagalan presuposisi yang ditemukan

dalam persidangan kasus pembunuhan Shannon Griffin

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi pembaca secara teoritis dan

praktis. Manfaat secara teoritis peneliti berharap penelitian ini memberikan manfaat

bagi peneliti lain untuk meneliti lebih dalam tentang fitur presuposisi terutama

pembatalan presuposisi yang memiliki andil dalam penggalian informasi kasus di

dalam meja hijau. Kemudian, penelitian ini juga meneliti tentang ranah wacana

dalam pengadilan yang termasuk dalam ranah linguistik forensik. Ranah penelitian

untuk linguistik forensik meliputi segala dasar keilmuan bahasa, tidak terkecuali

bidang pragmatik. Dengan kata lain, penelitian ini diharapkan memberikan

kontribusi terhadap penelitian pragmatik dan linguistik forensik.

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah penulis berharap penelitian dapat

memberikan gambaran mengenai presuposisi atau asumsi yang ada di kehidupan

sehari-hari sekaligus menjadi gambaran bagaimana presuposisi dapat ditemukan

ranah pengadilan. Pengetahuan yang lebih luas dapat digunakan sebagai basis untuk

lebih memahami kebenaran dari presuposisi yang tersirat dalam sebuah tuturan.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/112345/potongan/S2-2017...Tak dipungkiri dalam percakapan sehari-hari terdapat asumsi-asumsi atau ... 2 presuposisi

9

1.5. Tinjauan Pustaka

Beberapa peneliti telah melakukan penelitian mengenai bahasa di ranah

pengadilan, seperti yang telah dilakukan oleh Marcelino (1993), Monsefi (2011),

Wiratsih (2016), Baisu (2015), dan Zhang (2015). Marcelino (1993) mengkaji

tentang tanggapan terdakwa dalam tanya-jawab di pengadilan dalam penelitian

berjudul Analisis Percakapan (Conversational Analysis): Telaah Tanya-Jawab di

Meja Hijau. Dalam penelitian ini, terdapat dua hal yang ditekankan, yakni pertama,

perbedaan fokus maksim dalam reaksi terdakwa dalam pertanyaan yang diberikan

ditentukan oleh sifat pertanyaan yang diberikan. Kedua, terdakwa dapat menjadi

tidak kooperatif dalam menanggapi pertanyaan yang diberikan apabila terdakwa

memberikan reaksi secara negatif kepada pertanyaan hakim dari segi pandang nilai-

isi (content value).

Selanjutnya, Monsefi (2011) memaparkan bentuk-bentuk pertanyaan yang

diajukan dalam persidangan dalam penelitiannya yang berjudul Language in

Criminal Justice. Monsefi menemukan sebanyak tujuh bentuk pertanyaan yang

diajukan dalam persidangan, yaitu Y/N Questions, Y/N-Echo Questions, Alternative

Questions, Declarative Questions, Tag Questions, Questions with Lexical Tag dan

WH Questions. Jenis pertanyaan yang paling sering ditanyakan adalah Y/N

Questions. Y/N questions dominan untuk digunakan karena untuk mencari

konfirmasi atas kesaksian yang dibuat oleh para saksi.

Penelitian yang dilakukan oleh Wiratsih (2016) berjudul Percakapan dalam

Persidangan Pidana Agenda Keterangan Saksi (Studi Kasus di Pengadilan Negeri

Yogyakarta) berkaitan dengan giliran wicara di pengadilan dalam agenda

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/112345/potongan/S2-2017...Tak dipungkiri dalam percakapan sehari-hari terdapat asumsi-asumsi atau ... 2 presuposisi

10

keterangan saksi. Selain memaparkan adanya tujuh peserta tutur dalam pengadilan,

yakni hakim ketua, hakim anggota pertama, hakim anggota kedua, jaksa penuntut

umum, penasihat hukum, terdakwa, dan saksi, penelitian Wiratsih juga

memaparkan adanya pematuhan dan pelanggaran prinsip kerja sama. Kedua hal

tersebut terjadi karena penutur dan mitra tutur tidak menyadari pentingnya kerja

sama dalam sebuah percakapan.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Baisu (2015) dengan judul

Praanggapan Tindak Tutur dalam Persidangan di Kantor Pengadilan Negeri Kota

Palu. Ada dua hal yang dibahas dalam penelitian ini yaitu praanggapan atau

presuposisi di persidangan dan juga tindak tutur di persidangan. Baisu menemukan

enam jenis presuposisi dalam persidangan, yakni presuposisi potensial, faktif, non-

faktif, leksikal, strukural dan konterfaktual. Fungsi tindak tutur yang ditemukan

dalam persidangan adalah tindak lokusi, ilokusi dan tindak perlokusi.

Zhang (2015) melakukan penelitian dengan judul Presupposition in

Courtroom Discourse. Dalam penelitian ini, Zhang menemukan tiga hal penting

mengenai kegunaan presuposisi dalam ranah pengadilan, yaitu untuk tujuan

investigasi, konfirmasi dan penjebakan. Dalam pengadilan, semua orang dapat

menggunakan strategi presuposisi ini tak terkecuali pengacara. Pengacara

menggunakan strategi presuposisi ini untuk menggali kepercayaan dari testimoni

yang diberikan dan mencoba untuk menampakkan situasi sebenarnya dari sebuah

kasus. Sementara itu, terdakwa akan mencoba mengidentifikasi jebakan presuposisi,

yang terlihat dari pemicunya, untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan yang

mengandung presuposisi.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/112345/potongan/S2-2017...Tak dipungkiri dalam percakapan sehari-hari terdapat asumsi-asumsi atau ... 2 presuposisi

11

1.6. Landasan Teori

1.6.1. Presuposisi

Presuposisi (presupposition) atau praanggapan adalah salah satu bidang yang

dipelajari di bidang pragmatik. Seperti bagaimana ilmu pragmatik itu, presuposisi

berkenaan dengan bahasa yang digunakan di dalam konteks, namun lebih jauh lagi,

presuposisi mengantarkan kita pada asumsi yang dibuat oleh penutur sebelum

membuat tuturan (Yule, 1996:25). Sebelum seorang penutur menghasilkan tuturan,

ada sebuah asumsi yang hendak ditanamkan dalam tuturan dan ia berharap

asumsinya akan diterima oleh lawan tutur. Yule (2006:43) juga menyebutkan

bahwa yang memiliki presuposisi adalah penutur dan bukan kalimat. Dengan kata

lain, tuturan dari seorang penutur adalah tuturan yang mengandung presuposisi.

Selain itu, Yule menggunakan simbol >> untuk mempresuposisikan.

Geurts (1999:12) menyebutkan bahwa “more accurately, to presuppose

something is to represent oneself as assuming that the presupposition is already

part of the common ground of assumption that the interlocutors share between

them”. Jikalau seseorang mempresuposisikan sesuatu, dengan kata lain presuposisi

dalam tuturan itu sudah dianggap sebagai bagian dari asumsi dasar atau

pengetahuan dasar yang dibagi di antara penutur dan lawan tutur. Maka dari itu,

mengatakan bahwa presuposisi adalah informasi yang diambil tanpa perlu

pembuktian itu benar adanya, karena lawan tutur menangkap informasi dari

presuposisi itu sebagai bagian dari pengetahuan dasarnya. Kesesuaian pengetahuan

bersama berpengaruh kepada tingkat kepuasan dalam komunikasi, maka dari itu hal

yang paling penting dalam presuposisi pragmatik adalah kesesuaian

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/112345/potongan/S2-2017...Tak dipungkiri dalam percakapan sehari-hari terdapat asumsi-asumsi atau ... 2 presuposisi

12

(appropriateness) atau kepuasan (felicity) dan pemahaman bersama (mutual

knowledge) (Nadar, 2009:66).

Contoh presuposisi dapat ditemukan dalam tuturan sederhana yang diambil

dari Belnap (1966:610) berikut:

(3) Has Jones stopped beating his grandmother?

‘Apakah Jones sudah berhenti memukuli neneknya?’

Dalam konteks percakapan (3), penutur dan lawan tutur sudah tahu atau

mempercayai bahwa Jones memiliki seorang nenek. Bentuk presuposisi ini, dengan

pertanyaan sebagai salah satu pemicu presuposisi, menunjukkan satu fakta lain,

sebuah entailmen, bahwa dahulu Jones terbiasa memukuli sang nenek. Informasi

seperti inilah yang akan langsung diambil sebagai asumsi yang dibagikan antara

penutur dan lawan tutur dan seperti itulah bagaimana presuposisi bekerja dalam

percakapan sehari-hari.

Selanjutnya, keberadaan presuposisi juga erat hubungannya dengan implikatur

dan entailmen. Grice (1975) dalam Wijana (1996:37) membenarkan adanya

proposisi yang terdapat dalam tuturan namun bukan merupakan bagian dari tuturan

yang disampaikan. Proposisi ini merupakan proposisi yang diimplikasikan dan

disebut sebagai implikatur. Implikatur bukanlah bagian dari sebuah tuturan dan

hanya berdasarkan pengetahuan. Contoh dari Levinson (1983:102) berikut

menjelaskan bagaimana implikatur itu dapat ditemukan dalam tuturan.

(4) A: Where’s Bill?

B: There’s a yellow VW outside Sue’s house.

Contoh di atas memperlihatkan percakapan yang tidak relevan, bagaimana A

menanyakan keberadaan Bill, namun B hanya menjawab dengan memberitahu ada

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/112345/potongan/S2-2017...Tak dipungkiri dalam percakapan sehari-hari terdapat asumsi-asumsi atau ... 2 presuposisi

13

sebuah mobil VW di depan rumah Sue. Namun, jawaban B mengindikasikan

tentang keberadaan Bill melalui mobil VW tersebut, bahwa kemungkinan jika Bill

memiliki mobil VW kuning itu, dengan kata lain Bill kemungkinan saat ini sedang

berada di rumah Sue.

Sementara itu, entailmen adalah logika berpikir. Yule (1996:25) menjelaskan

bahwa entailmen adalah hal logis yang mengikuti dalam suatu kalimat dan

entailmen hanya ditemukan dalam kalimat. Seperti yang dicontohkan dalam Wijana

(1996:39):

(5) + Ali membunuh Johny.

- Johny mati.

(6) * Walaupun Ali membunuh Johny, tetapi Johny tidak mati.

Logika yang dapat diambil dari + adalah bahwa Ali melakukan suatu kegiatan

membunuh sehingga mengakibatkan Johny sebagai korbannya akan mati. Hal ini

disebut Wijana (1996:39-40) sebagai konsekuensi mutlak (necessary consequence).

Namun, keberadaan kalimat (6) tidak bisa diterima karena jika Johny tidak sampai

mati, maka sesungguhnya Ali tidak membunuh Johny. Dengan kata lain, hubungan

konsekuensi mutlak di sini tidak dapat berjalan dan kalimat (6) tidak dapat diterima.

1.6.2. Kegagalan Presuposisi

Salah satu fitur yang dimiliki oleh presuposisi adalah fitur defeasibilitas

(defeasibility) atau yang bisa disebut juga fitur pembatalan (cancellation) yang

berarti presuposisi dapat dibatalkan atau ditunda atau menguap atau hilang.

Kegagalan atau pembatalan presuposisi ini terjadi ketika presuposisi yang ada

dalam tuturan penutur gagal ditemukan atau diterima oleh lawan tutur. Macagno

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/112345/potongan/S2-2017...Tak dipungkiri dalam percakapan sehari-hari terdapat asumsi-asumsi atau ... 2 presuposisi

14

(2015:472) menyebutkan mengenai kegagalan presuposisi terjadi saat lawan tutur

menolak presuposisi tersebut, sehingga mengakibatkan infelicity (ketidakpuasan)

dalam tindak tutur. Kegagalan presuposisi ini dapat digolongkan sebagai fitur

defeasibilitas (defeasibility). Menurut Levinson (1983:186), salah satu hal yang

khas mengenai presuposisi adalah presuposisi dapat menguap dalam konteks

tertentu, dalam linguistik konteks yang terjadi saat ini atau kurangnya konteks

percakapan ataupun kondisi di mana asumsi yang bertentangan dibuat. Contoh yang

diambil dari Rahardi (2005:42) ini akan menggambarkan bagaimana kegagalan

presuposisi terjadi.

(7) Mahasiswa tercantik di kelas itu pandai sekali.

Tuturan (7) memiliki presuposisi bahwa ada mahasiswi yang berparas cantik

di kelas tersebut. Apabila pada kenyataannya mahasiswi tersebut benar-benar ada,

maka dapat dinilai benar-salahnya presuposisi tersebut. Jika terjadi sebaliknya,

maka presuposisi tersebut tidak bisa dikatakan benar atau salah dan dapat

dibatalkan. Schwarz (1977:248) dalam Macagno (2015:472) menyebutkan salah

satu elemen penting mengenai presuposisi ini adalah presuposisi sangat

berhubungan dengan kepercayaan dan pengetahuan penutur dan lawan tutur. Lawan

tutur yang memberikan reaksi berbeda menggambarkan dan memberikan kontribusi

tentang kebenaran yang ada dalam presuposisi itu sendiri, karena hakikatnya

penutur memberikan tuturan (7) agar lawan tutur mengetahui keberadaan

mahasiswa tercantik tersebut.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/112345/potongan/S2-2017...Tak dipungkiri dalam percakapan sehari-hari terdapat asumsi-asumsi atau ... 2 presuposisi

15

Fitur defeasibilitas ini juga dimiliki oleh implikatur percakapan. Grice (1975)

dalam Bottyan (2014:4) menyebutkan salah satu fitur implikatur percakapan, yakni

“Conversational implicature is CANCELLABLE, that is, it can be annulled by

certain contexts without this giving rise to a contradiction”. Implikatur percakapan

dapat dibatalkan dengan keberadaan konteks tertentu tanpa menimbulkan

kontradiksi. Berikut ini adalah contoh yang diberikan oleh Bottyan (2014:3)

berkaitan dengan fitur implikatur percakapan.

(8) A: Smith doesn’t seemto have a girlfriend these days.

B: He has been paying a lot of visits to New York lately.

Dalam percakapan (8), implikatur yang muncul dari tuturan B adalah apabila

kemungkinan Smith memiliki kekasih yang tinggal di New York karena ia sering

pergi ke New York. Namun, bandingkan situasi dalam (9) berikut.

(9) B: He has been paying a lot of visits to New York lately, but I don’t think

he has a girlfriend there, either.

Bila B menjawab tuturan A dalam (8) seperti tuturannya dalam (9) dan bila

A mengetahui tentang ibu Smith yang tinggal di New York, maka implikatur yang

muncul bahwa Smith kemungkinan memiliki kekasih yang tinggal di New York

akan dibatalkan. Konteks berperan penting dalam fitur defeasibel presuposisi dan

implikatur percakapan. Namun, entailmen tidak dapat dibatalkan karena

berhubungan dengan logika berpikir.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/112345/potongan/S2-2017...Tak dipungkiri dalam percakapan sehari-hari terdapat asumsi-asumsi atau ... 2 presuposisi

16

1.6.3. Pemicu Presuposisi (Presupposition triggers)

Keberadaan trigger/pemicu presuposisi membantu lawan tutur untuk

mendeteksi keberadaan presuposisi. Levinson (1983) dan Beaver (2001) telah

menyebutkan beberapa pemicu yang membuat presuposisi dapat dengan mudah

ditemukan.

1.6.3.1. Definite Description

Deskripsi nyata/mutlak (definite description) merupakan salah satu penanda

dari presuposisi yang berarti setiap kata benda atau nama orang yang disebutkan

dalam percakapan dianggap ada atau hidup. Contoh, diambil dari Levinson

(1983:181), dari trigger ini adalah

(10) John saw/didn’t see the man with two heads (John melihat/tidak melihat

laki-laki berkepala dua)

>> There exists a man with two heads (terdapat laki-laki berkepala dua)

1.6.3.2. Factive Verbs

Pemicu presuposisi yang lain adalah kata factive verbs / kata kerja faktif. Kata

kerja faktif adalah kata kerja yang berhubungan dengan pengetahuan dan secara

implisit membingkai fakta (dikutip dari http://nlpnotes.com/presuppositions-

factive-verbs/, pada 29 April 2017 pukul 11:32). Beberapa contoh kata kerja faktif

adalah know, learn, remember, dan realize. Jika dalam sebuah tuturan terdapat kata

kerja faktif, maka presuposisi dari tuturan tersebut didapat dari kalimat setelah kata

kerja faktif tersebut. Kedua contoh di bawah ini diambil dari Huang (2011:402).

(11) John knows/doesn’t know that smoking is a dangerous pastime. (John

tahu/tidak tahu bahwa merokok adalah rekreasi yang membahayakan)

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/112345/potongan/S2-2017...Tak dipungkiri dalam percakapan sehari-hari terdapat asumsi-asumsi atau ... 2 presuposisi

17

>> Smoking is a dangerous pastime (merokok adalah rekreasi yang

membahayakan)

1.6.3.3. Iterative

Selanjutnya, pemicu presuposisi lainnya adalah iterative atau pengulangan.

Dengan adanya kata pengulangan ini, maka presuposisi akan nampak dengan jelas.

(12) The flying saucer came/didn’t come again. (UFO itu kembali lagi)

>> The flying saucer came before. (UFO itu sudah pernah datang sebelumnya)

Contoh-contoh dari kata pengulangan ini adalah again (lagi), anymore (tidak

lagi), return (kembali), another time (waktu yang lain), to come back (untuk

kembali lagi), restore (mengembalikan), repeat (mengulangi), dan for the nth time

(untuk waktu yang kesekian kali).

1.6.3.4. Temporal Clause

Trigger presuposisi selanjutnya adalah klausa temporal/klausa waktu

(temporal clauses). Klausa ini berhubungan dengan adanya penanda waktu. Dengan

adanya klausa ini, presuposisi bisa ditemukan dengan mudah karena presuposisi

ditemukan dalam klausa tersebut. Beberapa kata yang yang tergabung dalam

penghubung untuk klausa temporal ini adalah when, whenever, while, as, since,

after, before, until, as soon as, dan once. Contoh berikut diambil dari Levinson

(1983:182):

(13) Before Strawson was even born, Frege notice/didn’t notice presupposition

(Sebelum Strawson lahir, Frede menyadari tentang presuposisi).

>> Strawson was born (Strawson lahir)

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/112345/potongan/S2-2017...Tak dipungkiri dalam percakapan sehari-hari terdapat asumsi-asumsi atau ... 2 presuposisi

18

1.6.3.5. Cleft Sentences

Trigger selanjutnya adalah cleft sentences atau kalimat cleft. Kalimat dalam

bentuk cleft memberikan dua klausa, namun satu klausa adalah klausa yang ingin

ditekankan. Kalimat cleft dibedakan menjadi it-cleft dan WH-cleft. Keberadaan

kalimat cleft ini memicu keberadaan presuposisi.

(14) What John lost/didn’t lose was his wallet (Yang John hilangkan adalah

dompetnya)

>> John lost something (John kehilangan sesuatu)

1.6.3.6. Counterfactual Conditionals

Salah satu trigger presuposisi lainnya adalah kalimat pengandaian atau yang

bertentangan dengan kenyataan. Untuk pemicu satu ini, penanda yang dihadirkan

adalah penanda if (jika). Presuposisi akan ditemukan dari klausa yang memiliki

penanda if.

(15) If Hannibal had only had twelve more elephants, the Romance languages

would/would not this day exist (Jika Hannibal hanya memiliki dua belas lebih

gajah, maka Romance language akan membiarkan hari ini ada)

>> Hannibal didn’t have twelve more elephants (Hannibal tidak memiliki dua

belas lebih gajah)

1.6.3.7. Questions

Trigger presuposisi terakhir yang dihadirkan oleh Levinson (1983:184)

adalah pertanyaan sebagai pemicu di sini adalah pertanyaan yang mengharapkan

jawaban ya atau tidak (yes/no question), pertanyaan dengan awalan tanya seperti

what (apa), who (siapa), why (mengapa), where (di mana), when (kapan), dan how

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/112345/potongan/S2-2017...Tak dipungkiri dalam percakapan sehari-hari terdapat asumsi-asumsi atau ... 2 presuposisi

19

(bagaimana) (WH-questions) dan pertanyaan dengan dua atau lebih jawaban yang

dihadirkan dalam pertanyaan itu (alternative questions).

(16) Is there a professor of linguistics at MIT? (Apakah ada profesor linguistik

di MIT?)

>> Either there is a professor of linguistics at MIT or there isn’t (Kemungkinan

ada profesor linguistik di MIT, bisa juga tidak ada)

1.6.3.8. Change of State Verbs

Sekumpulan verba yang tergolong dalam verba change of state telah

dikumpulkan oleh Karttunen (1973) dan dikategorikan sebagai trigger presuposisi.

Wright (2002:339) mengatakan bahwa verba dalam kelompok ini terlibat dalam

sebuah perubahan dalam komposisinya saat sebuah benda menjalani sebuah

peristiwa khusus (involve a change in the internal composition of an entity

undergoing a particular event). Levinson (1983) telah mencatat beberapa verba

tersebut, yaitu stop (berhenti); begin (memulai); start (memulai); finish

(menyelesaikan); carry on (membawa); cease (berhenti); take (mengambil); leave

(meninggalkan); enter (memasuki); come (datang); go (pergi); dan arrive (tiba).

Berikut ini adalah contoh dari Levinson (1983):

(17) John stopped beating his wife (John berhenti memukuli istrinya)

>> John had been beating his wife (John sudah memukuli istrinya)

1.6.4. Linguistik Forensik

Linguistik forensik adalah salah satu cabang linguistik yang berkenaan

bahasa yang berkaitan dengan konteks hukum. Olsson (2004) dalam Monsefi

(2011:44) menyebutkan bahwa linguistik forensik adalah sebuah aplikasi linguistik

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/112345/potongan/S2-2017...Tak dipungkiri dalam percakapan sehari-hari terdapat asumsi-asumsi atau ... 2 presuposisi

20

dalam konteks kriminal, persidangan atau argumentasi dalam hukum. Linguistik

forensik juga berkenaan dengan analisa bahasa legal dan plagiarisme. Menurut

McMenamin (2002), linguistik forensik adalah studi ilmiah mengenai bahasa yang

diaplikasikan dalam tujuan dan konteks forensik. McMenamin juga menjelaskan

bahwa area dari linguistik forensik adalah fonetik auditori, fonetik akustik,

semantik, wacana dan pragmatik, stilistika dan kepengarangan yang masih

dipertanyakan, bahasa hukum, bahasa dalam pengadilan, interpretasi dan

penerjemahan.

Kemudian, salah satu fitur linguistik yang ada dalam wacana pengadilan

adalah pragmatik. McMenamin (2002) mengatakan bahwa “pragmatics is

important for forensic purposes because speakers and writers do not always

directly match their words with the meaning that they intend to convey.”

Bagaimanapun juga dalam interaksi sosial yang dilakukan setiap orang, ada hal-hal

yang tak terlihat atau implisit yang ingin disampaikan oleh para pelaku tutur.

Maksud yang tak tersampaikan itu mungkin saja luput oleh para pendengar dari

percakapan itu sendiri, karena biasanya terbentuk dan tercipta dari bentuk tuturan

yang tidak memungkinkan maksud tersembunyi itu terjadi. Namun, tanpa disadari

maksud tersembunyi itu tetap hadir dalam percakapan.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/112345/potongan/S2-2017...Tak dipungkiri dalam percakapan sehari-hari terdapat asumsi-asumsi atau ... 2 presuposisi

21

Gambar 1. Pelaku Tutur di Pengadilan (diadaptasi dari

http://www.courtinformation.ca/sites/default/files/court-diagram.gif)

Sedikit mengaitkan asumsi yang ada di pengadilan ini dengan presuposisi,

setiap pertanyaan yang diajukan baik oleh pengacara maupun jaksa, akan

mengandung presuposisi yang mana dilekatkan dalam setiap pertanyaan.

Sebenarnya, faktor presuposisi dalam pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan

yang dapat merusak anggapan dasar para saksi. Bagaimanapun saksi harus

menjawab pertanyaan yang dilontarkan dan dalam menjawab pertanyaan-

pertanyaan itu harus berhati-hati, karena mereka bisa saja menerima “fakta” yang

berusaha ditanamkan dalam pertanyaan-pertanyaan itu (Grundy, 2000:141).

1.7. Metode Penelitian

Penelitian ini tergabung dalam penelitian deskriptif kualitatif di mana data

dideskripsikan secara jelas. Hal-hal yang tercakup dalam metode penilitian ini

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/112345/potongan/S2-2017...Tak dipungkiri dalam percakapan sehari-hari terdapat asumsi-asumsi atau ... 2 presuposisi

22

adalah metode pengumpulan data, metode analisis data dan metode penyajian hasil

analisis data.

1.7.1. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan penyimakan atau observasi. Teknik

dasar yang digunakan adalah teknik sadap, selanjutnya menggunakan teknik simak

bebas libat cakap karena peneliti hanya memperhatikan bentuk-bentuk calon data

tanpa terlibat dalam pembuatan percakapan tersebut (Sudaryanto (1988:4) dalam

Kesuma (2007:44)). Teknik selanjutnya yang digunakan adalah teknik rekam dan

teknik catat. Teknik rekam yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara

mengunduh video persidangan pembunuhan Shannon Griffin dengan tertuduh

Jennifer Mee yang dari situs Youtube dari akun TheTownniDilly yang diupload pada

tanggal 18 September hingga 20 September 2013. Selanjutnya, teknik catat

digunakan guna mencatat hasil dari penyimakan data dalam kartu data (Kesuma,

2007:45). Tuturan dalam video persidangan ditranskripsikan secara manual dalam

bentuk data tertulis. Peneliti mencatat semua percakapan antara pengacara pada

saksi dan jaksa pada saksi dan semua data dicatat dalam kartu data.

Selanjutnya, untuk penamaan data agar memudahkan analisis dan

dikarenakan data berasal dari beberapa video berbeda, maka pengkodean sumber

data berawalan D untuk day (hari) dan selanjutnya adalah P untuk part (bagian).

Pengkodean data menjadi D1P1, untuk video hari pertama dan bagian pertama, dan

begitu seterusnya. Video persidangan hari pertama terbagi menjadi tiga bagian,

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/112345/potongan/S2-2017...Tak dipungkiri dalam percakapan sehari-hari terdapat asumsi-asumsi atau ... 2 presuposisi

23

video persidangan hari kedua terbagi menjadi lima bagian dan video persidangan

hari ketiga dibagi menjadi lima bagian yang akan diambil bagian pertamanya saja.

1.7.2. Metode Analisis Data

Metode yang digunakan dalam analisis data adalah metode padan. Menurut

Sudaryanto (1993:13) dalam Kesuma (2007:47), analisis dengan menggunakan

metode padan berarti alat penentunya berada di luar dan tidak menjadi bagian dari

bahasa yang diteliti. Analisis dengan metode ini digunakan untuk menemukan

identitas objek penelitian. Selanjutnya, alat penentu yang digunakan dalam analisis

adalah mitra wicara dan analisis ini tergolong metode padan pragmatis. Data

dianalisis dengan menggunakan teknik pilah unsur penentu dan unsur penentu yang

digunakan adalah unsur pragmatis. Data dipilah menjadi bentuk-bentuk tuturan

tanya yang ditentukan berdasarkan reaksi lawan tutur untuk ditemukan

presuposisinya.

1.7.3. Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Metode yang digunakan dalam penyajian hasil analisis data adalah metode

informal yang diusung oleh Sudaryanto (1993:145) dalam Kesuma (2007:71), yang

mana analisis data disajikan dalam kata-kata yang jelas, sederhana yang mudah

dipahami.

1.8. Sistematika Penyajian

Bab I berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian,

dan sistematika penyajian. Bab II berisi tentang penjelasan mengenai presuposisi

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/112345/potongan/S2-2017...Tak dipungkiri dalam percakapan sehari-hari terdapat asumsi-asumsi atau ... 2 presuposisi

24

yang ditemukan dalam persidangan kasus pembunuhan Shannon Griffin. Bab III

berisi tentang penjelasan mengenai bentuk pertanyaan yang memiliki presuposisi

yang ditemukan dalam persidangan kasus pembunuhan Shannon Griffin. Bab IV

berisi tentang konteks kegagalan presuposisi yang ditemukan dalam persidangan

kasus pembunuhan Shannon Griffin. Bab V berisi tentang kesimpulan.