BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar...

22
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ratna (2013: 106) menyatakan bahwa secara garis besar karya sastra dibedakan menjadi sastra lama dan modern, sastra lisan dan tulisan, sastra nasional. Di seluruh penjuru dunia, sastra berkembang dengan ciri khas masing-masing. Sastra yang berkembang di Korea disebut Sastra Korea. Berdasarkan periode kemunculannya, sastra Korea dibagi menjadi dua periode, yaitu periode sastra klasik dan periode sastra modern. Sastra Korea klasik dikembangkan berdasarkan kepercayaan kuno Korea, juga Taoisme, Buddhisme, dan Konfusianisme (Indrastuti, 2013: 1). Selain itu, Indrastuti (2013: 1) juga mengatakan bahwa sastra Korea klasik dapat dibagi lagi menjadi dua jenis sastra, yaitu sastra lisan dan sastra tulis. Sastra lisan Korea klasik terdiri atas lagu daerah, dongeng, mitos, dan lagu shaman, sedangkan sastra tulis terdiri atas buku harian, surat-surat, novel, drama, hyangga, Goryeo gayo, dan sijo. Hyangga merupakan lagu rakyat yang muncul pada masa Tiga Kerajaan (5 SM-668 M) hingga akhir masa Kerajaan Silla Bersatu (668-936 M). Lagu tersebut ditulis oleh orang yang mendapat sedikit pendidikan dan biasanya berisikan kritikan terhadap pemerintah (Focus on Korea: Korean History, 1986: 32). Goryeo Gayo, seperti namanya, karya sastra ini muncul pada masa Kerajaan Goryeo (918-1392) dan merupakan lagu tertua yang ditulis rakyat jelata (Indrastuti, 2013: 1). Sijo adalah lagu yang tercatat pertama kali muncul pada

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/92669/potongan/S1-2015... · (Chodeung Manhwa Matchumbop) Volume 6 dan Komik Crayon Shinchan Volume 7”.

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ratna (2013: 106) menyatakan bahwa secara garis besar karya sastra dibedakan

menjadi sastra lama dan modern, sastra lisan dan tulisan, sastra nasional. Di

seluruh penjuru dunia, sastra berkembang dengan ciri khas masing-masing. Sastra

yang berkembang di Korea disebut Sastra Korea. Berdasarkan periode

kemunculannya, sastra Korea dibagi menjadi dua periode, yaitu periode sastra

klasik dan periode sastra modern.

Sastra Korea klasik dikembangkan berdasarkan kepercayaan kuno Korea, juga

Taoisme, Buddhisme, dan Konfusianisme (Indrastuti, 2013: 1). Selain itu,

Indrastuti (2013: 1) juga mengatakan bahwa sastra Korea klasik dapat dibagi lagi

menjadi dua jenis sastra, yaitu sastra lisan dan sastra tulis. Sastra lisan Korea

klasik terdiri atas lagu daerah, dongeng, mitos, dan lagu shaman, sedangkan sastra

tulis terdiri atas buku harian, surat-surat, novel, drama, hyangga, Goryeo gayo,

dan sijo. Hyangga merupakan lagu rakyat yang muncul pada masa Tiga Kerajaan

(5 SM-668 M) hingga akhir masa Kerajaan Silla Bersatu (668-936 M). Lagu

tersebut ditulis oleh orang yang mendapat sedikit pendidikan dan biasanya

berisikan kritikan terhadap pemerintah (Focus on Korea: Korean History, 1986:

32). Goryeo Gayo, seperti namanya, karya sastra ini muncul pada masa Kerajaan

Goryeo (918-1392) dan merupakan lagu tertua yang ditulis rakyat jelata

(Indrastuti, 2013: 1). Sijo adalah lagu yang tercatat pertama kali muncul pada

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/92669/potongan/S1-2015... · (Chodeung Manhwa Matchumbop) Volume 6 dan Komik Crayon Shinchan Volume 7”.

2

masa pemerintahan Raja Yeongjo (1694-1776) dan memiliki aturan terdiri atas 3

kalimat, 6 frasa, dan 45 huruf1.

Setelah masa Kerajaan Joseon berakhir, sastra di Korea memasuki babak baru

yaitu masa sastra modern. Sastra modern Korea dipengaruhi budaya Barat dengan

pemikiran Kristiani dan cenderung mementingkan aspek artistik dan estetik

(Indrastuti, 2013: 4). Karya sastra modern Korea terdiri atas fabel, cerpen, novel,

dan puisi-puisi baru. Pada mulanya, sastra modern Korea digunakan sebagai salah

satu alat perlawanan terhadap penjajahan Jepang, tetapi lambat laun peran utama

sastra modern diutamakan sebagai hiburan. Ketertarikan khusus masyarakat

Korea terhadap karya sastra merupakan salah satu faktor positif pendorong

perkembangan sastra di Korea. Seiring bergantinya zaman, Sastra Korea semakin

berkembang. Jenis karya sastra semakin beragam, seperti: manhwa atau komik,

poemtoon (puisi kartun), webtoon (komik online), dan lain-lain.

Seiring berjalannya waktu, komik yang lebih dulu populer di Jepang dengan

sebutan manga, mulai berkembang juga di Korea. Secara umum, manhwa (만화)

merupakan bahasa Korea untuk komik. Akan tetapi, secara khusus manhwa

berarti komik Korea. Komik Korea yang dimaksud di sini adalah komik yang

dibuat oleh komikus Korea dalam bahasa Korea dan lebih menitikberatkan pada

cerita-cerita dalam masyarakat Korea. Keberadaan manhwa bukan hal yang benar-

benar baru dalam dunia sastra di Korea, tetapi kini manhwa sudah banyak

mengalami perkembangan. Perkembangan manhwa sebagai bagian dari sastra

Korea melahirkan banyak komikus Korea.

1 국어국문학자료사전 (Gugogukmunhakjaryosajeon)/Kamus Sastra Korea (kata kunci: 시조/sijo):

http://terms.naver.com/entry.nhn?docId=695933&cid=41708&categoryId=41711

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/92669/potongan/S1-2015... · (Chodeung Manhwa Matchumbop) Volume 6 dan Komik Crayon Shinchan Volume 7”.

3

Manhwaga (만화가) merupakan sebutan untuk orang yang membuat komik

atau sering disebut komikus dalam bahasa Indonesia. Dari banyak komikus Korea

yang ada, nama Sim Seung Hyun (심승현) telah banyak menarik perhatian. Sim

Seung Hyun lahir pada tanggal 24 Maret 1971 di Gangneung, Provinsi Gangwon.

Selama 5 tahun bekerja di perusahaan animasi, Sim Seung Hyun menggambar

tokoh asli Spiderman dan Batman milik Warner Bros. Di Indonesia sendiri, ada

beberapa nama komikus Korea yang karyanya lebih banyak dikenal dibanding

Sim Seung Hyun, seperti Hwang Mi Ree dan Han Yu Rang. Akan tetapi, komik-

komik karya Sim Seung Hyun memiliki keistimewaan sendiri. Komik karya

komikus tersebut lebih mengutamakan pelajaran hidup daripada kisah percintaan.

Sim Seung Hyun tidak hanya menghasilkan karya berupa komik saja, tetapi

juga novel dan kumpulan puisi. Komik seri Papepopo disebut-sebut sebagai karya

puncaknya hingga kini. Komik tersebut juga telah dibuat versi animasi dan tayang

di SBS, salah satu stasiun televisi Korea, pada akhir tahun 2014. Komik seri

Papepopo terdiri atas lima judul, yaitu (1) Papepopo Memorije (파페포포

메모리즈); (2) Papepopo Tugedeo (파페포포 투게더); (3) Papepopo Andante

(파페포포 안단테); (4) Papepopo Reinbou (파페포포 레인보우); dan (5)

Papepopo Gidaryeo (파페포포 기다려).

Komik seri Papepopo bisa dikatakan istimewa jika dibandingkan dengan

komik-komik lain karena memadukan komik dengan cerita bergambar.

Percakapan disajikan dalam susunan yang biasa dijumpai pada komik (gambar

dengan balon-balon percakapan) dan juga dilengkapi narasi bergambar seperti

yang biasa dijumpai pada buku cerita anak-anak. Cerita-cerita yang disajikan

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/92669/potongan/S1-2015... · (Chodeung Manhwa Matchumbop) Volume 6 dan Komik Crayon Shinchan Volume 7”.

4

dalam seri Papepopo tidak terlalu kekanak-kanakan walaupun mengadopsi cara

penyajian yang telah disebut di atas. Walaupun cerita di dalamnya sederhana,

tetapi banyak mengandung pesan moral. Selain itu, komik ini juga disebut-sebut

sebagai pelopor ‘esai kartun’.

Dari rangkaian komik seri Papepopo tersebut, Papepopo Reinbou merupakan

seri keempat yang terbit pada tahun 2009. Pada tahun terbitnya, Papepopo

Reinbou terpilih sebagai Daehanminguk Manhwadaesang Susangjak (대한민국

만화대상 수상작) atau pemenang penghargaan komik Korea terbaik. Selain itu,

seri tersebut telah terjual lebih dari 200.000 eksemplar. Komik seri Papepopo

telah diterjemahkan ke berbagai bahasa, tetapi hanya Papepopo Reinbou yang

telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan terbit pada tahun 2014 lalu.

Pemilihan salah satu komik seri Papepopo sebagai objek penelitian skripsi ini

berawal dari alasan subjektif penulis. Komik Papepopo Memorije merupakan

komik Korea pertama yang dilihat dan diterjemahkan sebagai tugas salah satu

mata kuliah oleh penulis. Akan tetapi, alasan subjektif tersebut mendorong penulis

untuk mencari tahu lebih lanjut tentang Sim Seung Hyun dan memutuskan untuk

mengambil Papepopo Reinbou sebagai objek penelitian karena alasan-alasan yang

telah disebutkan di atas. Selain itu, komik Papepopo Reinbou dibagi menjadi 7

bagian. Pada tiap bagian diberi subjudul yang diwakili oleh satu warna dari tujuh

warna pelangi yang ada, antara lain: “Blue Dream”, “Red Love”, “Yellow Tears”,

“Green Peace”, “Orange Harmony”, “Indigo Passion”, dan “Purple: The

Colors of You”. Masing-masing bagian terdiri atas beberapa cerita yang terbagi

menjadi 4-6 episode. Oleh karena itu, komik tersebut lebih unggul dari komik lain

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/92669/potongan/S1-2015... · (Chodeung Manhwa Matchumbop) Volume 6 dan Komik Crayon Shinchan Volume 7”.

5

dalam seri Papepopo sebagai objek penelitian sastra karena mengajukan ide

tentang pelangi dan tujuh warna penyusun pelangi.

Pelangi dan ketujuh warna penyusun pelangi memiliki makna yang beragam

dalam kepercayaan masyarakat dunia. Dalam beberapa kebudayaan, pelangi

dipercaya merupakan simbol harapan yang membawa arti bahwa hal buruk akan

berlalu2. Kepercayaan tersebut muncul karena pelangi pada umumnya muncul

setelah hujan deras dan sebelum mentari terbit kembali. Selain pelangi, warna-

warna yang menjadi penyusun pelangi juga memiliki makna tersendiri, salah

satunya adalah warna merah. Dalam sebuah berita berjudul “Makna Warna Merah

dalam Perayaan Imlek” yang dilansir www.republika.com pada 20 Februari 2015

lalu, disebutkan bahwa warna merah melambangkan keberuntungan dan suka cita.

Tidak hanya itu, warna merah juga sering disebutkan sebagai lambang api dan

masih banyak lagi makna dari warna merah. Keberagaman makna pelangi dan

warna pelangi yang dikenal oleh masyarakat umum inilah yang mendorong

penulis melakukan penelitian ini untuk mencari makna pelangi dan tujuh warna

penyusun pelangi dalam komik Papepopo Reinbou.

Faktor pembeda utama sebuah karya sastra dengan tulisan bukan sastra tidak

dilihat dari ide cerita, melainkan kemasan yang digunakan dalam menyajikan ide

cerita tersebut. Kemasan yang dimaksud di sini adalah penggunaan bahasa.

Eagleton mengemukakan bahwa sastra menggunakan bahasa dengan cara yang

unik (2007: 2). Dengan demikian, bisa diartikan bahwa unsur penting dalam

sebuah karya sastra adalah pemilihan bahasa untuk menuangkan sebuah cerita ke

2 http://www.universeofsymbolism.com/rainbow-symbolism.html

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/92669/potongan/S1-2015... · (Chodeung Manhwa Matchumbop) Volume 6 dan Komik Crayon Shinchan Volume 7”.

6

dalam bentuk tulisan. Hal tersebut dilakukan agar sastra memiliki nilai estetika

bahasa. Akan tetapi, pengemasan sebuah ide dengan menggunakan bahasa

membuat ide cerita menjadi terselubung. Pembaca hanya bisa meraba-raba pesan

yang ingin disampaikan oleh penulis. Dengan kata lain, pengemasan ide cerita

dalam sebuah karya sastra memicu terbentuknya simbol-simbol. Ide cerita dalam

komik Papepopo Reinbou terkemas dalam pelangi dan ketujuh warna penyusun

pelangi. Dalam komik tersebut, pelangi dan ketujuh warna penyusun pelangi

merupakan simbol yang perlu diuraikan untuk mengetahui makna yang

terkandung di dalamnya.

Kajian sastra yang biasa digunakan untuk analisis simbol dalam karya sastra

adalah semiotika. Kata semiotika berasal dari kata Yunani semeion yang berarti

tanda (Zoest, 1993: 1). Secara lebih lanjut, semiotika didefinisikan sebagai ilmu

yang mempelajari tentang tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan

tanda. Ada beberapa ahli semiotika, seperti: Charles Sanders Peirce (1839-1914),

Roland Barthes (1915-1980), dan Michael Camille Riffaterre (1924-2006). Dalam

penelitian tentang pelangi dan ketujuh warna pelangi, penggunaan semiotika

Peirce dirasa lebih cocok dibanding semiotika lain. Peirce disebut sebagai bapak

semiotika modern (Zoest, 1996: 1). Peirce merupakan ahli filsafat dan ahli logika.

Sebelumnya, ahli filsafat Jerman Lambert pada abad ke-28 telah menggunakan

nama semiotika. Akan tetapi, Peirce mengusulkan kata semiotika sebagai sinonim

kata logika. Dengan kata lain, semiotika Peirce adalah semiotika yang

berhubungan erat dengan logika (Zoest, 1993: 1).

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/92669/potongan/S1-2015... · (Chodeung Manhwa Matchumbop) Volume 6 dan Komik Crayon Shinchan Volume 7”.

7

1.2 Rumusan Masalah

Makna warna dalam Papepopo Reinbou bisa saja merupakan makna buatan

pengarang yang benar-benar baru dan tidak berkaitan dengan makna warna yang

telah dikenal oleh masyarakat umum, tetapi tidak melepas kemungkinan makna-

makna tersebut merupakan pengembangan dari makna yang telah ada. Oleh

karena itu, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apa saja makna warna-warna penyusun pelangi dan makna pelangi yang

telah dikenal oleh masyarakat umum?

2. Apa saja makna warna-warna penyusun pelangi dan makna pelangi dalam

Papepopo Reinbou karya Sim Seung Hyun?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna pelangi dan warna-warna

penyusun pelangi dalam komik Papepopo Reinbou karya Sim Seung Hyun. Selain

itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui makna pelangi dan warna-

warna pelangi yang telah dikenal oleh masyarakat umum.

1.4 Manfaat Penelitian

Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan penggunaan

teori semiotik dalam penelitian sastra. Model triadik Peirce akan digunakan dalam

analisis makna-makna pelangi dan tujuh warna pelangi berdasarkan cerita dalam

komik Papepopo Reinbou karya Sim Seung Hyun.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/92669/potongan/S1-2015... · (Chodeung Manhwa Matchumbop) Volume 6 dan Komik Crayon Shinchan Volume 7”.

8

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat akademis

maupun non akademis. Dalam aspek akademis, penelitian ini dapat digunakan

sebagai tinjauan untuk melakukan penelitian selanjutnya. Di samping itu, dari segi

non akademis, penelitian ini bisa digunakan sebagai sarana untuk lebih

memahami perluasan makna pelangi dan warna-warna pelangi bersadarkan cerita

yang terdapat pada komik Papepopo Reinbou karya Sim Seung Hyun.

1.5 Tinjauan Pustaka

Penelitian tentang makna warna pernah dilakukan oleh Diah Purbosari dalam

skripsi berjudul “Makna Motif dan Warna Hollyebok (혼례복) dalam Pakaian

Pernikahan Korea: Kajian Semiotika Peirce” pada tahun 2013. Dalam penelitian

tersebut, Purbosari juga menggunakan kajian semiotika Peirce, tetapi fokus

penelitian warna yang dilakukan bertujuan untuk mencari makna warna yang

terkandung dalam pakaian pernikahan Korea.

Ada beberapa penelitian yang telah menggunakan komik sebagai objek

material. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Nilasari (2013)

dalam skripsi berjudul “Pergeseran Makna dalam Penerjemahan Komik Ilmu

Pengetahuan Chodeung-haksaeng Kkok Arayahal Yaejol 50 Gaji ke ’50

Etiquettes’”. Dalam penelitian tersebut, Nilasari meneliti pergeseran makna yang

terjadi dalam penerjemahan komik ilmu pengetahuan tersebut dan sebab

terjadinya pergeseran makna.

Selain itu, Sumaryono (2013) menulis skripsi berjudul “Bentuk Ekuivalensi

Leksikal dalam Komik Seuwiteu Resipi ‘Sweet Recipe’”. Skripsi tersebut

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/92669/potongan/S1-2015... · (Chodeung Manhwa Matchumbop) Volume 6 dan Komik Crayon Shinchan Volume 7”.

9

membahas tentang faktor-faktor yang dapat menentukan ekuivalensi/kesepadanan

leksikal dalam teks komik Seuwiteu Resipi (스위트 레시피).

Supriadianto (2009) telah meneliti tentang perbandingan onomatope dan

makna onomatope bahasa Indonesia dan bahasa Korea dalam komik. Penelitian

tersebut kemudian ditulis dalam bentuk skripsi berjudul “Perbandingan

Onomatope Bahasa Korea dan Bahasa Indonesia pada Komik 초등 만화 맞충법

(Chodeung Manhwa Matchumbop) Volume 6 dan Komik Crayon Shinchan

Volume 7”.

Skripsi berjudul “Analisis Penyimpangan Prinsip Kerjasama dan Prinsip

Kesopanan dalam Komik 그 놈은 멋있었다 (Geu Nomeun Meosisseotta)” yang

ditulis oleh Fathinah (2009) juga menggunakan komik sebagai objek material

penelitian. Fathinah meneliti tentang bentuk penyimpangan prinsip kerjasama dan

prinsip kesopanan dalam komik tersebut. Selain itu, Fathinah juga meneliti

tentang maksim dari prinsip kerjasama dan prinsip kesopanan yang sering

dilakukan dalam komik tersebut.

Selain menggunakan komik sebagai objek material penelitian, juga sudah ada

beberapa penelitian menggunakan kajian semiotika Peirce. Salah satunya adalah

skripsi yang ditulis oleh Istiyani (2013). Dalam skripsinya yang berjudul “Makna

dan Fungsi Emotikon dalam Novel 늑대의 유혹 1 (Neukdaeui Yuhok 1) karya

Gwiyoni: Kajian Semiotika Peirce”, Istiyani membahas tentang makna dan fungsi

emotikon-emotikon yang terdapat dalam novel tersebut.

Ada pula penelitian yang menggunakan kajian semiotika Peirce untuk

mendeskripsikan dan menganalisis tanda-tanda yang terdapat dalam upacara

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/92669/potongan/S1-2015... · (Chodeung Manhwa Matchumbop) Volume 6 dan Komik Crayon Shinchan Volume 7”.

10

pernikahan tradisional kerajaan Korea yang dihadirkan dalam Drama Princess

Hours. Penelitian tersebut dilakukan oleh Rini (2012) dalam skripsi berjudul

“Makna Perlengkapan Upacara Pernikahan Tradisional Korea dalam Drama

“Princess Hours”: Kajian Semiotika Peirce”. Dalam penelitian tersebut, Rini

menganalisis tanda-tanda berupa (1) pakaian yang digunakan oleh pengantin,

orang tua pengantin, dayang istana, pengawal istana, dan pembawa acara upacara

pernikahan; (2) tanda-tanda pada perlengkapan upacara pernikahan; dan (3) tanda-

tanda yang berupa tindakan serta tuturan.

Selain skripsi, ada juga tesis yang menggunakan kajian semiotika Peirce. Tesis

tersebut ditulis oleh Hasanah (2011) dengan judul “Makna Simbol Stereotipe

Gender dalam Sastra Anak Bilingual: Kajian Semiotik terhadap Kumpulan

Dongeng Kerajaan Kingdom Tales Collection karya Arleen A”. Dalam tesis

tersebut, Hasanah membahas tentang makna simbol stereotipe yang menunjukkan

pelanggengan stereotipe gender dan transformasi pengalihbahasaan teks bahasa

Inggris dan teks bahasa Indonesia yang berhubungan dengan pelanggengan

stereotipe gender tradisional karya bilingual Kingdom Tales Collection.

Penelitian tentang warna juga pernah dilakukan oleh Avia Semay Kumalaputri

tahun 2012 lalu. Dalam skripsi berjudul “Tipe-tipe Semantik Adjektiva Warna

dan Rasa dalam Bahasa Korea” tersebut, Kumalaputri mendeskripsikan tipe-tipe

semantik adjektiva warna dan rasa dalam bahasa Korea. Dengan menggunakan

teori semantik leksikal, Kumalaputri mencari persamaan dan perbedaan makna

kata yang terkolong dalam adjektiva warna dan rasa dalam bahasa Korea.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/92669/potongan/S1-2015... · (Chodeung Manhwa Matchumbop) Volume 6 dan Komik Crayon Shinchan Volume 7”.

11

Berbeda dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,

peneliti menggunakan komik sebagai objek material dan kajian penelitian

menggunakan teori semiotika Peirce dibantu oleh beberapa teori dari pakar sastra

lain. Dengan cara tersebut, penulis hendak meneliti tentang makna tujuh warna

pelangi berdasarkan cerita dalam komik Papepopo Reinbou karya Sim Seung

Hyun.

1.6 Landasan Teori

Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek dan Warren,

2014: 3). Faktor pembeda utama sebuah karya sastra dengan tulisan bukan sastra

tidak dilihat dari ide cerita, melainkan kemasan yang digunakan dalam

menyajikan ide cerita tersebut. Kemasan yang dimaksud di sini adalah

penggunaan bahasa. Eagleton (2007: 2) mengemukakan bahwa sastra

menggunakan bahasa dengan cara yang unik. Bahasa sastra bukan sekadar bahasa

referential, yang hanya mengacu pada satu hal tertentu. Bahasa sastra juga

memiliki segi ekspresif dan pragmatis yang dihindari sejauh mungkin oleh bahasa

ilmiah (Wellek dan Warren, 2014: 14-15). Dengan kata lain, bahasa sastra

berbeda dengan bahasa ilmiah yang memiliki makna lugas.

Jadi bahasa ilmiah cenderung menyerupai sistem tanda matematika atau

logika simbolis. Salah satu contoh usaha menciptakan bahasa ilmuah yang

sempurna adalah upaya Leibniz menyusun bahasa universal yang dimulai

pada akhir abad ke-17. Dibandingkan dengan bahasa ilmiah, dalam

beberapa hal bahasa sastra tampak mempunyai kekurangan. Bahasa sastra

penuh ambiguitas dan homonim (kata-kata yang sama bunyinya tetapi

berbeda artinya), serta memiliki kategori-kategori yang tak beraturan dan

tak rasioal seperti gender (jenis kata yang mengacu pada jenis kelamin

dalam tata bahasa).

(Wellek dan Warren, 2014: 14)

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/92669/potongan/S1-2015... · (Chodeung Manhwa Matchumbop) Volume 6 dan Komik Crayon Shinchan Volume 7”.

12

Wellek dan Warren (2014: 120) juga menyebutkan bahwa sastra sering dilihat

sebagai suatu bentuk filsafat, atau sebagai pemikiran yang terbungkus dalam

bentuk khusus. Sastra tidak menyampaikan maksud tertentu dengan satu cara

tertentu. Teks sastra mempunyai denotatum, yakni dunia yang dibentuk dengan

kata-kata; dunia yang secara global disebut fiktif, karena teks sastra telah diberi

indikasi fiksional, termasuk di dalamnya yang tidak referensial (Zoest, 1993: 71).

Sebuah teks sastra dibuat berdasarkan kejadian nyata sekali pun tetap mendapat

sentuhan imajinasi yang membuat sastra tersebut tidak bisa dijadikan pedoman.

Jelas, tujuan utama dari sebuah teks sastra bukan untuk menyediakan sumber

referensi bagi pembaca.

Pengarang karya sastra tidak selalu menyampaikan maksudnya lewat bahasa

yang jelas dan langsung dapat dipahami maknanya. Ratna (2013: 171) menyebut

bahasa sebagai sistem tanda. Pradopo menjelaskan bahwa karya sastra merupakan

sistem tanda yang mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa

(2009: 141). Dengan kata lain, karya sastra merupakan kumpulan tanda dalam

bentuk bahasa yang harus dibongkar dan dihubungkan untuk bisa merangkai

makna yang terkandung di dalamnya.

Danesi, seorang ahli semiotika dalam bidang komunikasi, mengatakan bahwa

tanda adalah segala sesuatu—warna, isyarat, kedipan mata, objek, rumus

matematika, dan lain-lain—yang merepresentasikan sesuatu yang lain selain

dirinya (2011: 6). Hampir sama dengan pendapat Danesi, ahli sastra Wellek dan

Warren (1990: 219) menyebut simbol muncul dalam konteks yang sangat

beragam dan digunakan untuk berbagai tujuan. Dengan begitu, bisa diartikan

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/92669/potongan/S1-2015... · (Chodeung Manhwa Matchumbop) Volume 6 dan Komik Crayon Shinchan Volume 7”.

13

bahwa tanda juga muncul dalam konteks beragam dan digunakan untuk berbagai

tujuan. Salah satunya adalah penggunaan tanda dalam karya sastra. Tiap tanda

memiliki makna tersendiri. Akan tetapi, satu tanda bisa mengandung banyak

makna. Hal tersebut berlalu pula pada penelitian ini, satu warna tidak harus

memiliki satu arti saja melainkan bisa mengandung banyak makna.

Tanda sepenuhnya bersifat arbitrary (dipilih secara kebetulan, tanpa aturan

tertentu); jadi dapat digantikan oleh tanda lain yang sama artinya (Wellek dan

Warren, 2014: 13). Lebih lanjut, Wallek dan Warren (2014: 216) menyebutkan

bawa sastra tidak memakai sistem tanda tunggal untuk menyampaikan secara

konsisten suatu sistem abstraksi—seperti wacara ilmiah. Sastra menyusun pola

kata-kata yang unik dan tak bisa diulangi. Tiap objek dan tanda dalam puisi

dipakai dengan cara yang tidak dapat diduga oleh sistem di luar puisi (Wellek dan

Warren, 2014: 216). ‘Puisi’ dalam pernyataan tersebut mengarah pada karya

sastra. Dengan kata lain, tanda dalam sebuah karya sastra lebih cenderung

merujuk pada pemikiran yang terdapat dalam karya sastra tersebut. Bentuk dalam

tanda dalam sastra bisa sama dengan tanda yang telah dikenal secara luas tetapi

makna yang disampaikan tanda dalam sastra tidak terikat pada aturan tanda yang

telah dikenal oleh umum. Segalanya mempunyai kemungkinan untuk dianggap

sebagai suatu tanda dalam teks (Zoest, 1996: 11). Selain itu, Zoest (1993: 61)

menyebutkan bahwa teks sastra secara keseluruhan merupakan tanda dengan

semua ciri-cirinya: bagi pembaca, teks sastra menggantikan sesuatu yang lain,

yakni, kenyataan yang dipanggil, yang fiksional. Suatu gejala struktural, baik ia

muncul dalam teks pada tingkatan mikrostruktural (dalam kalimat, dalam sekuen)

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/92669/potongan/S1-2015... · (Chodeung Manhwa Matchumbop) Volume 6 dan Komik Crayon Shinchan Volume 7”.

14

maupun pada tingkatan makrostruktural (dalam bagian tek yang agak lebih luas

atau dalam teks secara kesuluruhan), selalu dapat dianggap sebagai tanda.

Jadi ada tiga unsur yang menentukan tanda: tanda yang dapat ditangkap

itu sendiri, yang ditunjuknya, dan tanda baru dalam benak si penerima tanda.

Antara tanda dan yang ditunjuknya terdapat relasi: tanda mempunyai sifat

representatif. Tanda dan representasi mengarah pada interpretasi; tanda

mempunyai sifat interpretatif. Dengan perkataan lain, representasi dan

interpretasi merupakan ciri khas tanda.

(Zoest, 1993: 14-15)

Untuk meneliti tanda dalam karya sastra digunakan kajian semiotika. Kata

semiotika berasal dari kata Yunani semeion yang berarti tanda (Zoest, 1993: 1).

Selain itu, Cobley dan Jansz (dalam Kaelan, 2009: 162) menganggap kata

semiotika berasal dari kata Yunani seme yang berarti penafsiran tanda. Jadi,

semiotika erat hubungannya dengan tanda-tanda. Secara lebih lanjut, semiotika

didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang tanda dan segala sesuatu

yang berhubungan dengan tanda. Ferdinand de Saussure (dalam Danesi, 2011: 5)

mengatakan bahwa semiologi akan menunjukkan hal-hal yang membangun tanda-

tanda dan hukum-hukum yang mengaturnya.

Semiotika adalah ilmu yang mencoba menjawab pertanyaan berikut: Apa

yang dimaksud dengan X? X dapat berupa apa pun, mulai dari sebuah kata

atau isyarat hingga keseluruhan komposisi musik atau film. “Jangkauan” X

bisa bervariasi, tetapi sifat dasar yang merumuskannya tidak. Jika kita

merepresentasikan makna (atau makna-makna) yang dikodifikasi X dengan

huruf Y, maka tugas utama analisis semiotika secara esensial dapat direduksi

menjadi upaya untuk menentukan sifat relasi X = Y. Sebagai contoh pertama

mari kita ambil makna dari red (merah). Dalam kasus ini, X membangun

istilah berbahasa Inggris dari warna. Seperti yang nanti terlihat, bukan hanya

ada satu jawaban untuk pertanyaan mengenai apa makna kata red tersebut.

Pada tingkat dasar, kata tersebut tentu saja merujuk pada warna primer yang

terletak di ujung level bawah spektrum yang kasat mata. Tetapi warna

tersebut dapat bermakna lain. Berikut di antaranya:

Jika ia muncul sebagai sinyal lalu lintas, ia berarti “berhenti” bagi siapa

pun yang melihat tanda tersebut di sebuah perempatan.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/92669/potongan/S1-2015... · (Chodeung Manhwa Matchumbop) Volume 6 dan Komik Crayon Shinchan Volume 7”.

15

Jikaia warna pita lengan yang dipakai oleh seseorang dalam sebuah

pawai politik, maka pemakainya dianggap sebagai individu yang

mendukung ideologi politik tertentu, seringkali yang dilabeli sebagai

“sayap kiri” atau “radikal”.

Jika ia warna bendera yang digunakan seseorang dalam sebuah situs

konstruksi, maka ia merupakan sinyal “bahaya”.

Jika ia digunakan dalam ekspresi “turning red” (mukanya merah), maka

ia merupakan bahasa kiasan yang merujuk pada kondisi emotional

tanpa harus menyebutkannya secara gamblang.

Pendek kata, red adalah contoh dari tanda. Ia adalah sesuatu, X (sebuah

warna), yang merepresentasikan sesuatu yang lain, Y (sinyal lalu lintas,

ideologi politik, dan seterusnya). Penggambaran dan penelusuran sifat X =

Y, singkatnya menjadi subjek penelitian semiotika.

(Danesi, 2011: 5-6)

Charles Sanders Peirce (1839-1914) disebut sebagai bapak semiotika modern

(Zoest, 1996: 1). Peirce merupakan ahli filsafat dan ahli logika. Sebelumnya, ahli

filsafat Jerman Lambert pada abad ke-28 telah menggunakan nama semiotika.

Akan tetapi, Peirce mengusulkan kata semiotika sebagai sinonim kata logika.

Dengan kata lain, semiotika Peirce adalah semiotika yang berhubungan erat

dengan logika. Pada masa hidupnya, Peirce banyak menulis, tetapi tidak ada

karyanya yang terbit semasa dia masih hidup. Baru pada tahun 1931, Charles

Hartshorn dan Paul Weiss mulai menerbitkan volume pertama pemikiran-

pemikiran Peirce yang pernah ditulisnya semasa hidup dengan judul Collected

Paper of Charles Sanders Peirce. Dengan kata lain, pemikiran-pemikiran Peirce

yang terabaikan selama dia masih hidup, baru diterima oleh umum hampir 17

tahun setelah kematiannya. Zoest mengatakan bahwa membaca tulisan Peirce

tidak selalu sederhana, walaupun itu merupakan kesenangan intelektual tingkat

tinggi karena memahami pemikiran-pemikiran yang disajikan pembaca harus

membuat sistem sendiri (1993: 8).

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/92669/potongan/S1-2015... · (Chodeung Manhwa Matchumbop) Volume 6 dan Komik Crayon Shinchan Volume 7”.

16

Eco (1996: 43) mengatakan bahwa tanda menurut Saussure adalah alat

komunikasi antara dua orang manusia yang secara disangaja dan bertujuan

menyatakan maksud, sedangkan menurut Peirce, tanda adalah segala sesuatu yang

ada pada seseorang untuk menyatakan sesuatu yang lain dalam beberapa hal atau

kapasitas. Kedua pendapat tersebut secara sekilas terlihat mirip, tetapi jika dikaji

lebih dalam, definisi Peirce lebih unggul. Pandangan Saussure hanya terfokus

pada bahasa sebagai tanda, sedangkan Peirce memandang tanda secara lebih luas.

Hal serupa juga disampaikan oleh Chandler (dalam Mustansyir, 2012: 16), simbol

dalam pemikiran Saussure menacu pada bahasa sebagai sistem tanda, sedangkan

simbol dalam pemikiran Peirce adalah sebuah tanda yang menagcu pada objek

yang ditunjuk berdasar atas hukum atau aturan yang pada umumnya merupakan

suatu asosiasi gagasan utama.

Peirce (dalam Mustansyir, 2012: 189-190) membagi tanda menjadi 10 kategori.

Sepuluh kategori tanda tersebut, antara lain:

1. Qualisigns adalah hakikat dari suatu penampakkan, ia bukan merupakan

sebuah identitas, ia semata-mata merupakan kualitas dari sebuah

penampakkan tanda.

2. Iconic sinsigns adalah sebuah objek atau peristiwa individual yang bersifat

singular (tunggal).

3. Iconic legisigns adalah sebuah tanda ikonis yang bersifat umum (general),

ia merupakan identitas yang terbatas, pengakuan atau suatu jenis

penampakan yang besar.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/92669/potongan/S1-2015... · (Chodeung Manhwa Matchumbop) Volume 6 dan Komik Crayon Shinchan Volume 7”.

17

4. Rhematic indexical sinsigns dinamakan juga vestiges ialah jejak tanda

yang menunjukkan kehadiran suatu tanda.

5. Rhematic indexical legisigns dinamakan juga proper names yaitu suatu

tanda yang ditentukan oleh objek dinamis berdasarkan atas relasi yang

nyata, seperti halnya nama diri (proper names), misalnya peristiwa yang

terkait dengan gejala suatu penyakit, gejalanya itu sendiri merupakan

legisign, yakni sebagai tipe umum dari suatu sifat penyakit tertentu.

6. Rhematic symbols ialah suatu tanda yang ditentukan oleh objek

dinamisnya semata-mata dalam arti bahwa ia dapat diinterpretasi apabila

diletakkan dalam posisi yang tepat bersama dengan lambang atau simbol

yang lain. Interpretasi sangat tergantung pada kesepakatan (convention),

kebiasaan (habit), atau disposisi alami atau bidang dari interpretannya.

7. Discent sinsigns adalah sebuah tanda yang bersifat tunggal yang dapat

ditegaskan.

8. Discent indexical legisigns merupakan tanda umum yang dapat ditegaskan.

9. Discent symbols dinamakan juga propositions adalah sebuah simbol yang

keberadaannya dapat ditegaskan. Tindakan penegasan di sini bukan

merupakan sebuah tindak pemaknaan, melainkan sebuah pertunjukan fakta

yang memperlihatkan bahwa subjek itu sendiri akan dianggap sebagai

pendusta jika proposisi yang ditegaskannya itu tidak benar.

10. Arguments merupakan sebuah tanda yang dihairkan dalam interpretan

penandanya (its signified), bukan sebagai tanda dari interpretannya.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/92669/potongan/S1-2015... · (Chodeung Manhwa Matchumbop) Volume 6 dan Komik Crayon Shinchan Volume 7”.

18

Lebih lanjut, Peirce memperkenalkan sebuah model triadik hubungan antara

representamen, objek, dan interpretan untuk memudahkan analisis makna sebuha

tanda (Lihat Gambar 1). Peirce menyebut tanda sebagai representamen dan

konsep, benda, gagasan, dan seterusnya, yang diacunya sebagai objek. Makna

(impresi, kogitasi, perasaan, dan seterusnya) yang diperoleh dari sebuah tanda

disebut interpretan (Danesi, 2011: 32-33). Untuk lebih jelas, perhatikan gambar di

atas.

Gambar 1. Triadik Peirce

1.7 Langkah dan Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, digunakan dua tahapan langkah penelitian, yaitu tahapan

pengumpulan data dan tahapan analisis data. Metode penelitian yang

menggunakan Triadik Peirce sebagai acuan akan digunakan dalam tahapan

analisis data. Berikut ini uraian tahap-tahap penelitian.

Representamen

(X)

Interpretan

(X = Y)

Objek

(Y)

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/92669/potongan/S1-2015... · (Chodeung Manhwa Matchumbop) Volume 6 dan Komik Crayon Shinchan Volume 7”.

19

Gambar 2. Tahapan Pengumpulan Data

Dari banyak komik yang beredar di pasaran, peneliti memilih komik karya Sim

Seung Hyun. Selain seorang komikus, Sim Seung Hyun juga seorang penulis puisi.

Dalam komik-komiknya, Sim Seung Hyun tidak hanya menyajikan dialog

bergambar seperti kebanyakan komik, tetapi juga menambahkan narasi di setiap

episode, termasuk prolog di tiap awal bagian dan epilog di akhir buku.

Sim Seung Hyun sudah menerbitkan 5 komik seri Papepopo (파페포포).

Komik seri Papepopo, terdiri atas: (1) Papepopo Memorije (파페포포 메모리즈);

(2) Papepopo Tugedeo (파페포포 투게더); (3) Papepopo Andante (파페포포

안단테); (4) Papepopo Reinbou (파페포포 레인보우); dan (5) Papepopo

Gidaryeo (파페포포 기다려). Dari kelima komik seri Papepopo tersebut, peneliti

memilih menggunakan komik terakhir berjudul Papepopo Reinbou.

Papepopo Reinbou (파페포포 레인보우/Pelangi Papepopo) merupakan seri

yang terbit pada 2009 lalu. Bisa dikatakan, seri ini lebih unggul dibandingkan

seri-seri sebelumnya karena komik ini terpilih sebagai komik Korea terbaik pada

2009. Selain itu, Papepopo Reinbou hingga tahun 2013 telah terjual lebih dari

200.000 eksemplar. Komik Papepopo Reinbou dipilih juga karena dibandingkan

Pemilihan Pengarang

Pemilihan Karya

Pemilihan Bahan

Penelitian

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/92669/potongan/S1-2015... · (Chodeung Manhwa Matchumbop) Volume 6 dan Komik Crayon Shinchan Volume 7”.

20

seri lainnya, komik tersebut lebih terstruktur. Tujuh bagian dalam komik

Papepopo Reinbou ini masing-masing diwakili oleh satu warna pelangi.

Komik Papepopo Reinbou terbagi menjadi tujuh chapter atau bagian, yang

secara keseluruhan memuat 35 cerita dalam 35 episode yang berbeda dan

dilengkapi dengan prolog di setiap bagian, serta dilengkapi epilog pada bagian

penutup buku. Mempertimbangkan bahwa cerita tidak saling berhubungan dan

analisis semua episode akan memperluas pengetahuan tentang makna tujuh warna

pelangi, maka penelitian ini tidak mengambil sampel melainkan memilih

menganalisis seluruh isi buku.

Gambar 3. Tahapan Analisis Data

Tahapan pertama dalam analisis data penelitian ini adalah pengumpulan

gagasan cerita. Setelah semua cerita dalam tiap bagian dibaca secara menyeruluh,

gagasan-gagasan cerita pada masing-masing episode didata dan diterjemahkan ke

dalam bahasa Indonesia.

Setelah tahapan pengumpulan gagasan cerita selesai, gagasan cerita yang telah

dikumpulkan kemudian dikelompokkan. Pengelompokan didasarkan pada

kemiripan gagasan cerita dari satu episode dengan episode yang lain dalam satu

bagian komik yang sama. Tahapan terakhir adalah analisis gagasan cerita.

Pengumpulan Gagasan Cerita

Pengelompokan Gagasan Cerita

Analisis Gagasan Cerita

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/92669/potongan/S1-2015... · (Chodeung Manhwa Matchumbop) Volume 6 dan Komik Crayon Shinchan Volume 7”.

21

Gagasan cerita yang telah dikompokkan lantas dianalisis dengan bantuan

pedoman triadik Peirce.

Gambar 4. Penggunaan Triadik Peirce

Penggunaan triadik Peirce ini bertujuan untuk mempermudah penulis dalam

menganalisis data sekaligus diharapkan dapat mempermudah pembaca dalam

memahami hasil analisis.

1.8 Sistematika Penulisan

Secara keseluruhan, penelitian ini disajikan dalam empat bab, yaitu:

Bab I Pendahuluan berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan

sistematika penyajian.

Representamen

(Warna)

Interpretan

(Makna Warna)

Objek

(Gagasan Cerita)

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/92669/potongan/S1-2015... · (Chodeung Manhwa Matchumbop) Volume 6 dan Komik Crayon Shinchan Volume 7”.

22

Bab II Makna Pelangi dan Tujuh Warna Pelangi Secara Umum berisi tentang

pembahasan makna-makna pelangi dan tujuh warna pelangi yang telah dikenal

oleh umum lewat budaya dan kepercayaan di berbagai negara.

Bab III Makna Tujuh Warna Pelangi dalam Papepopo Reinbou berisi tentang

analisis tujuh warna pelangi dalam komik Papepopo Reinbou dilengkapi juga

dengan makna pelangi berdasarkan komik yang sama.

Bab IX Penutup berisi simpulan dan saran.