BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfCoorporation and Development (OECD)...

34
BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Kenaikan harga pangan berkontribusi pada food insecurity (ketidaktangguhan pangan) yang menjadi masalah serius bagi keamanan manusia. Permasalahan ketidaktangguhan pangan sebagai katalis dalam ketidakstabilan politik dan konflik meningkat tahun 2007 saat protes dan kekacauan terjadi di 48 negara sebagai respon negatif terhadap kenaikan harga pangan dunia. Organisasi-organisasi internasional yang membantu pembangunan di negara-negara dunia ketiga menyatakan bahwa perang dan konflik menjadi isu penting dalam pembangunan. Perang dan konflik menghancurkan ekonomi masyarakat lokal, memaksa masyarakat lokal bermigrasi untuk mencari tempat yang lebih aman, menimbulkan berbagai penyakit, dan kerawanan pangan akut. Situasi semakin buruk saat rezim politik berupaya melemahkan demokrasi, institusi otoriter menjadi penguasa, tingkat pembangunan yang rendah, serta kesenjangan yang tinggi diantara berbagai kelompok masyarakat. (Brinkman dan Hendrix, 2011) Masyarakat di wilayah Afrika Barat menghadapi dampak buruk dari konflik internal, salah satunya adalah komunitas di Sierra Leone. Organisation for Economic Coorporation and Development (OECD) membuat laporan pada tahun 2011 tentang fragile state (negara rapuh) dengan mengurutkan negara-negara yang termasuk dalam kategori ini. Laporan tersebut menyebutkan bahwa dari 47 negara yang dikategorikan

Transcript of BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfCoorporation and Development (OECD)...

Page 1: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfCoorporation and Development (OECD) membuat laporan pada tahun 2011 tentang fragile state (negara rapuh) dengan mengurutkan

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Kenaikan harga pangan berkontribusi pada food insecurity (ketidaktangguhan

pangan) yang menjadi masalah serius bagi keamanan manusia. Permasalahan

ketidaktangguhan pangan sebagai katalis dalam ketidakstabilan politik dan konflik

meningkat tahun 2007 saat protes dan kekacauan terjadi di 48 negara sebagai respon

negatif terhadap kenaikan harga pangan dunia. Organisasi-organisasi internasional

yang membantu pembangunan di negara-negara dunia ketiga menyatakan bahwa

perang dan konflik menjadi isu penting dalam pembangunan. Perang dan konflik

menghancurkan ekonomi masyarakat lokal, memaksa masyarakat lokal bermigrasi

untuk mencari tempat yang lebih aman, menimbulkan berbagai penyakit, dan

kerawanan pangan akut. Situasi semakin buruk saat rezim politik berupaya

melemahkan demokrasi, institusi otoriter menjadi penguasa, tingkat pembangunan

yang rendah, serta kesenjangan yang tinggi diantara berbagai kelompok masyarakat.

(Brinkman dan Hendrix, 2011)

Masyarakat di wilayah Afrika Barat menghadapi dampak buruk dari konflik

internal, salah satunya adalah komunitas di Sierra Leone. Organisation for Economic

Coorporation and Development (OECD) membuat laporan pada tahun 2011 tentang

fragile state (negara rapuh) dengan mengurutkan negara-negara yang termasuk dalam

kategori ini. Laporan tersebut menyebutkan bahwa dari 47 negara yang dikategorikan

Page 2: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfCoorporation and Development (OECD) membuat laporan pada tahun 2011 tentang fragile state (negara rapuh) dengan mengurutkan

sebagai fragile state, 28 diantaranya berada di Afrika. Menurut Fragile State Index,

pada tahun 2005, Sierra Leone menempati ranking keenam dalam kategori fragile

state. Penyebabnya adalah perang sipil yang terjadi pada tahun 1991 hingga 2002.

Perang ini terjadi antara Revolutionary United Front (RUF) yang bersitegang dengan

pemerintah Sierra Leone, dengan cara menyebarkan terror kepada warga sipil melalui

pembunuhan, pemotongan anggota tubuh, penculikan, serta pemerkosaan terhadap

wanita dan anak-anak.

Aksi pemberontakan yang dilakukan RUF telah menghabiskan tiga perempat

pendapatan di Sierra Leone, serta ditutupnya sumber-sumber pendapatan domestik

terpenting seperti Bauxite Metal Company, Sierra Rutile, Sierra Leone Ore pada

tahun 1995. RUF telah menghancurkan kehidupan sosial politik Sierra Leone,

meningkatkan arus pengungsi yang sangat besar dan melemahkan kekuasaan

pemerintah serta institusi sipilnya.

Sejak perang sipil berakhir pada tahun 2002, banyak infrastruktur yang rusak

akibat perang, salah satunya infrastruktur pertanian. Padahal sektor pertanian menjadi

hal yang krusial di Sierra Leone karena 65 persen penduduk Sierra Leone tergantung

hidupnya pada sektor ini. Kondisi sebagian besar sistem pertanian masih bersifat

tradisional, membuat produksi pertanian selain belum mampu memenuhi kebutuhan

pangan penduduk Sierra Leone dalam skala luas juga belum mampu meningkatkan

standar hidup dari sebagian besar masyarakat yang bekerja di sektor ini. Disamping

itu, Sierra Leone masih tergantung pada impor produk-produk makanan terutama

Page 3: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfCoorporation and Development (OECD) membuat laporan pada tahun 2011 tentang fragile state (negara rapuh) dengan mengurutkan

beras dan jagung. Hal ini menyebabkan Sierra Leone rentan terhadap kenaikan harga

pangan dalam level global (Action Contre La Faim: 2010). Tingkat kemiskinan yang

mencapai 70 persen dari jumlah populasi yang hidup dengan penghasilan dibawah

US$ 2 perhari. Kemiskinan menjadi penyebab lazim dari ketidaktangguhan pangan di

negara ini karena masyarakat tidak mampu untuk memperoleh makanan yang bergizi.

Menurut Food Agriculture Organisation (FAO,) rumah tangga fragile state

rata-rata menghabiskan 57,5 persen dari pendapatan mereka untuk membeli makanan,

yang berbeda dengan negara-negara berkembang lainnya yang menghabiskan rata-

rata 49,4 persen dari pendapatan mereka untuk membeli pangan. Di Sierra Leone,

tiga perempat populasi tergantung dari akses mereka ke pasar-pasar tradisional untuk

mendapatkan pangan. Setengah dari jumlah masyarakat meminjam uang untuk

membeli pangan, dan sepertiga rumah tangga di Sierra Leone rata-rata menghabiskan

63 persen dari pendapatan mereka untuk pangan saja. Dalam kondisi ini, harga

pangan menjadi tinggi dan ancaman yang serius terhadap ketidaktanggupan pangan

menjadi meningkat (WFP: 2011).

Beberapa fragile state memiliki sumber daya alam yang melimpah, yang

menciptakan tidak hanya kesempatan namun juga menjadi tantangan untuk stabilitas

serta pembangunan di negara tersebut. Sierra Leone merupakan fragile state yang

memiliki sumber daya alam yang melimpah serta sumber daya manusia dalam jumlah

yang besar. Hal ini bisa menjadi komponen penting dalam pembangunan di sektor

pertanian yang menjadi tumpuan sebagian besar masyarakt di Sierra Leone. Namun

Page 4: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfCoorporation and Development (OECD) membuat laporan pada tahun 2011 tentang fragile state (negara rapuh) dengan mengurutkan

masih tingginya tingkat penggangguran serta migrasi besar-besaran akibat perang

menjadi penyebab dari kemiskinan yang parah. Angka kemiskinan terbesar masih

didominasi oleh populasi yang ada di daerah pedesaan.

Dilihat dari situasi ekonominya, Sierra Leone dikategorikan oleh Central

Intelligence Agency (CIA) sebagai negara yang berpenghasilan sangat buruk.

Keadaan ini diperparah dengan infrastruktur sosial dan fiskalnya yang belum 100

persen pulih dari perang saudara. GDP (PPP) tahun 2010 dari Sierra Leone adalah

US$ 4,812 menempati urutan ke-162 di dunia. Serta GDP PPP-per kapitanya hanya

sekitar US$ 900, menempati urutan ke 219. Hal ini terlihat sangat kontras, jika

melihat sumber daya alamnya yang memiliki muatan mineral dalam jumlah besar,

lahan pertanian yang subur, dan sumber perikanan yang baik. Namun 70,2 persen

populasi di Sierra Leone berada di bawah garis kemiskinan.

Survei yang dilakukan oleh WFP menyatakan sebanyak 45 persen dari rumah

tangga di Sierra Leone ada dalam kondisi rawan pangan terutama pada musim

kemarau. Sekitar 347 ribu penduduk (6,5%) persen ada pada keadaan kondisi krisis

pangan yang parah. Dalam skala nasional, sekitar 6 persen dari populasi di Sierra

Leone mengalami malnutrisi akut serta 5,8 persen dari jumlah keseluruhan anak

mengalami malnutrisi akut yang didominasi oleh anak perempuan. Sejumlah 35

persen anak-anak di Sierra Leone yang berumur 6 hingga 59 bulan mengalami

malnutrisi akut, dan 10 persen diantaranya mengalami masalah pada pertumbuhan

(WFP, 2011)

Page 5: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfCoorporation and Development (OECD) membuat laporan pada tahun 2011 tentang fragile state (negara rapuh) dengan mengurutkan

Memburuknya situasi di Sierra Leone paska perang sipil yang diakibatkan

oleh kondisi rawan pangan membutuhkan partisipasi tidak hanya dari pemerintah,

tetapi juga organisasi internasional dan lembaga swadaya masyarakat. Pemerintah

dapat melindungi masyarakatnya dari kenaikan dan ketidakstabilan harga pangan di

pasar dunia dengan cara membangun jaringan pengaman sosial. Namun, kapasitas

dari fragile state seperti Sierra Leone masih terbatas, sehingga bantuan lembaga

internasional salah satunya adalah World Food Programme (WFP) menjadi

signifikan untuk mengatasi ketidaktangguhan pangan. WFP merupakan organisasi

bantuan bersama (joint programme) yang dibentuk oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa

(PBB) dan Food and Agriculture Organisation (FAO) pada tahun 1961. WFP

merupakan organisasi PBB yang pertama mengadopsi misi untuk mengurangi

kelaparan global dan kemiskinan. Lembaga ini menyediakan pangan apabila terjadi

kondisi darurat ataupun mendukung pembangungan sosial dan ekonomi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan diatas, rumusan masalah yang

diambil penulis yaitu bagaimana upaya WFP dalam mengimplementasikan program-

programnya di Sierra Leone yang merupakan fragile state (negara rapuh).

Page 6: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfCoorporation and Development (OECD) membuat laporan pada tahun 2011 tentang fragile state (negara rapuh) dengan mengurutkan

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari tulisan ini adalah untuk mendeskripsikan mengenai upaya

WFP dalam mengimplementasikan program-programnya di Sierra Leone yang

merupakan fragile state paska perang sipil 1991-2002.

1.4 Manfaat Penelitian

a) Bagi pemerintah, penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai

kondisi rawan pangan yang menjadi permasalahan negara-negara yang

sempat mengalami perang sipil serta program-progranm yang dimiliki

Inter-Govermental Organisation (IGO) untuk mengatasi kondisi tersebut

b) Bagi masyarakat, penelitian ini menambah wawasan dan juga informasi

tentang upaya IGO dalam mengimplementasikan program-programnya

serta memahami pentingnya ketersediaan pangan yang cukup bagi

kelangsungan hidup.

c) Bagi ilmuan dan peneliti, penelitian ini dapat memberikan kontribusi atau

sumbangan dalam menambah khasanah keilmuan tentang kehadiran

organisasi internasional dalam mengatasi kondisi ketidaktangguhan pangan

yang dihadapi fragile state paska perang sipil.

d) Bagi mahasiswa, penelitian ini dapat memberi informasi dan pengetahuan

tentang IGO, fragile state, kondisi ketidaktangguhan pangan, serta konsep

dan teori yang digunakan untuk mengkaji masalah tersebut

Page 7: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfCoorporation and Development (OECD) membuat laporan pada tahun 2011 tentang fragile state (negara rapuh) dengan mengurutkan

1.5 Kajian Pustaka

Anita Anggeriani (2013) dalam skripsinya yang berjudul Peran World

Food Programme (WFP) dalam Menangani Krisis Pangan di Somalia Tahun

2007-2009 memaparkan tentang terjadinya krisis pangan di Somalia

diakibatkan oleh kemarau panjang, tanah yang tandus, sumber daya alam yang

terbatas, dan cara-cara berproduksi masyarakatnya yang masih dilakukan

secara tradisional. Kesemua komponen diatas menyebabkan perekonomian

negara ini sulit berkembang. Meningkatnya harga pangan dunia

mempengaruhi kenaikan harga pangan di Somalia secara signifikan, namun

pendapatan masyarakat Somalia yang tidak meningkat, membuat pangan

menjadi komoditas yang tidak dapat dijangkau oleh masyarakat. Tahun 2007,

tingkat kelaparan mencapai 80 persen, serta 30 persen anak-anak menderita

gizi buruk. Untuk dapat bertahan hidup, masyarakatnya harus memakan

rumput dan daun-daun tanaman. Konflik atau perang saudara disebabkan oleh

perebutan sumber air, hewan ternak maupun perebutan lahan.

Keterlibatan WFP di Somalia bertujuan memberikan bantuan

kemanusiaan dalam kondisi darurat, serta penyelamatan dengan reaksi yang

cepat. Program-program yang dijalankan WFP di Somalia tahun 2007 hingga

2009 adalah Maternal and Child Health Programs and Nutrition (MCHN)

yang bertujuan untuk mencegah kekuarangan gizi yang akut dan kronis pada

anak-anak dibawah usia 2 tahun Program lainnya adalah Target Supplemtary

Page 8: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfCoorporation and Development (OECD) membuat laporan pada tahun 2011 tentang fragile state (negara rapuh) dengan mengurutkan

Feeding Programme (TSFP) yang bertujuan unutk mengobati malnutrisi

anak-anak di bawah 5 tahun, wanita hamil, dan menyusui. Program lainnya

adalah Blanket Supplementary Feeding Programmen (BSFP) yang

menargetkan masyarakat pengungsi yang mengalami masalah malnutrisi.

Program yang terakhir adalah School Feeding yang memberikan makanan

bagi anak-anak yang bersekolah. Selain program pemberian makanan dan

pemulihan gizi, WFP juga membantu membuat dan memperbaiki daerah

tangkapan air, jalan, bendungan, saluran irigasi dan konservasi terhadap lahan

yang rusak.

Peran WFP di Somalia adalah sebagai arena atau tempat diskusi

pemerintah untuk bersama-sama mencari solusi untuk mengatasi krisis pangan

yang yang berkepanjangan. Selain itu, pemerintah Somalia menggunakan

WFP sebagai instrumen untuk mengatasi krisis pangan melalui program-

program yang telah disebutkan diatas. Dalam tulisannya Anggeriani.

menemukan ada berbagai kendala yang dihadapi WFP dalam menjalankan

program-programnya bersama pemerintah Somalia. Kendala yang pertama

adalah kondisi tanah yang tandus dan berpasir menyebabkan wilayah ini sulit

ditanami tanaman pangan. Adanya blokade tentara Islam Al Shabaab,

perompak dan bajak laut menyebabkan tersendatnya bantuan kemanusiaan ke

tangan masyarakat. Selain itu Somalia memiliki pemerintahan yang tidak

Page 9: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfCoorporation and Development (OECD) membuat laporan pada tahun 2011 tentang fragile state (negara rapuh) dengan mengurutkan

efektif sehingga menyulitkan proses rehabilitasi mayarakat di Somalia secara

cepat melalui kebijakan-kebijakan pemerintah.

Persamaan dari tulisan Anggeriani (2013) dengan tulisan yang penulis

buat adalah sama-sama menggunakan WFP sebagi unit analisis. Serta lingkup

kerja WFP di daerah konflik yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan

kerawanan pangan. Namun yang membedakan tulisan ini dengan penelitian

Anggeriani (2013) adalah tulisan ini membahas mengenai upaya WFP dalam

mengimplementasikan program-programnya di Sierra Leone paska perang

sipil. Implemenatsi program-program WFP dilakukan melalui kerjasama yang

dengan pemerintahan Sierra Leone termasuk pemanfaatan sumber daya alam

dan sumber daya manusia yang potensial, disamping perbaikan perilaku

pemerintah dan masyarakat guna mendukung pengentasan kondisi kerawanan

pangan yang terjadi di negara ini. Kondisi lingkungan di Sierra Leone juga

berbeda dengan kondisi lingkungan di Somalia, dimana Sierra Leone adalah

wilayah yang subur dengan sumber daya alam yang melimpah serta diberkahi

sumber mineral yaitu berlian, sedangkan Somalia adalah kondisi wilayahnya

tandus, memiliki sumber daya alam yang terbatas sehingga penanganan krisis

pangan yang dilakukan WFP di kedua negara ini menjadi berbeda.

Tulisan kedua berjudul Peran UN World Programme (WFP) Dalam

Menangani Krisis Pangan di Indonesia 1998-2007 oleh Amelia Novrida

(2009). Tulisan ini memaparkan tentang pengaruh krisis finansial tahun 1998

Page 10: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfCoorporation and Development (OECD) membuat laporan pada tahun 2011 tentang fragile state (negara rapuh) dengan mengurutkan

terhadap kenaikan harga pangan yang mencapai 32,13 persen. Tingginya

tingkat inflasi mengakibatkan krisis pangan, disertai dengan kelangkaan stok

pangan dan melambungnya harga. Hal ini menyulut berbagai gejolak dan

keresahan sosial. Krisis pangan di Indonesia terdiri dari dua bentuk yaitu

krisis pangan secara berkala dan kronis.

Krisis pangan yang terjadi di Indonesia juga merupakan dampak

kebijakan pemerintah mengenai hasil pangan. Masyarakat Indonesia tidak lagi

memiliki kedaulatan pangan, yaitu kekuatan untuk mengatur produksi,

distribusi dan konsumsi di sektor pangan. Padahal Indonesia adalah negara

agraris yang memiliki banyak tanah subur yang cocok untuk kegiatan

pertanian serta sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian.

Indonesia tergantung pada mekanisme pasar yang dikuasai oleh segelintir

perusahaan multinasional. Hal ini terjadi karena sejumlah kesepakatan antara

pemerintah Indonesia dengan Bank Dunia, International Monetary

Programme (IMF) dan World Trade Organisation (WTO) yang memaksa

pemerintah Indonesia mencabut subsidi bagi publik dan menyerahkan urusan

pangan ke pasar. Dalam mengurangi dampak dari krisis pangan ini, badan-

badan dan organisasi-organisasi dunia memberikan bantuan, salah satunya

adalah WFP.

Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Novrida (2009) dengan

tulisan ini adalah sama-sama menggunakan WFP sebagai unit analisis, namun

Page 11: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfCoorporation and Development (OECD) membuat laporan pada tahun 2011 tentang fragile state (negara rapuh) dengan mengurutkan

kondisi masyarakat di Indonesia berbeda dengan di Sierra Leone. Masyarakat

Indonesia menghadapi krisis pangan sebagai dampak dari krisis finansial yang

melanda pada tahun 1998 namun infrastruktur serta hukum di Indonesia masih

dalam kondisi baik. Pemerintahan Indonesia juga ada dalam keadaan yang

tidak stabil sedangkan kondisi masyarakat di Sierra Leone ada dalam keadaan

paska perang sipil sehingga terjadi berbagai kerusakan termasuk kerusakan

infrastruktur, kekacauan sosial, pemerintahan yang tidak efektif, aturan

hukum yang lemah, yang mengakibatkan kondisi kerawanan pngan menjadi

kronis.

Penelitian yang dilakukan Novrida membahas mengenai peran WFP

dalam menangani krisis pangan di Indonesia yaitu sebagai arena dan

instrumen Sebagai arena, WFP digunakan pemerintah Indonesia untuk

mendiskusikan mengenai permasalahan krisis pangan yang direalisasikan

dengan pertemuan tahunan badan eksekutif WFP yang salah satunya diadakan

di Roma, Italia pada 4 hingga 8 Juni 2007. Pertemuan ini menghasilkan

persetujuan Protracted Relief and Recovery Operation PRRO No. 10069.2.

Kemudian WFP sebagai instumen, direalisasikan dengan memberikan

bantuannya ke Indonesia yang berasal dari sumbangan para pendonor, baik

dari negara-negara anggota WFP, diluar anggota WFP, perusahaan, NGO,

maupun individu. Peran tersebut secara nyata terlihat dalam kegiatan yang

menyalurkan berbagai kebutuhan pangan dan logistik, serta mengadakan food

Page 12: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfCoorporation and Development (OECD) membuat laporan pada tahun 2011 tentang fragile state (negara rapuh) dengan mengurutkan

for work dan food for education. Berbeda dengan apa yang diteliti oleh

Novrida (2009), dalam penelitian ini penulis tidak melihat peran WFP, namun

lebih pada upaya organisasi ini untuk mengimplementasikan program-

programnya di Sierra Leone, setelah negara ini dilanda perang sipil.

Tulisan yang ketiga berjudul Peran Food and Agriculture

Organization dalam Membantu Krisis Pangan di Afganistan tahun 2007

hingga 2011 oleh Ruli Prastio dan Drs. Idjang Tjarsono, M.Si (2014). Tulisan

ini memaparkan bahwa krisis yang dihadapi oleh Afganistan terjadi karena

invasi tentara Amerika Serikat dan sekutunya melalui North Atlantic Treaty

Organisation (NATO) pada tahun 2001 hingga saat ini. Invasi yang bertujuan

memerangi kelompok pemberontak Taliban ini mengganggu stabilitas politik

dan ekonomi Afganistan. Penyebab lain krisis pangan adalah perubahan alam

yang menyebabkan lahan kering dan banjir sehingga banyak petani yang

mengalami gagal panen. Hal ini berpengaruh signifikan terhadap pergerakan

produksi pangan dan kegiatan ekspor impor. Krisis pangan yang terjadi telah

mengancam lebih dari 1 juta anak dan menelan korban sebanyak 40 ribu

orang meninggal setiap tahun. Krisis pangan ini diperparah dengan

peningkatan populasi penduduk yang bertambah hingga dua persen pada

tahun 2008, dan sebagian besar tinggal di daerah pedesaan yang mempunyai

pengaruh terhadap produksi agrikultur dari GDP Afganistan yang berada di

bawah 40 persen.

Page 13: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfCoorporation and Development (OECD) membuat laporan pada tahun 2011 tentang fragile state (negara rapuh) dengan mengurutkan

FAO sebagai badan yang dibentuk oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa

melakukan tindakan membantu krisis pangan di Afganistan. Salah satu

program yang dilaksanakan adalah membut Technical Cooperation Project

senilai US$500.000, serta mengajak negara-negara maju untuk membantu

krisis pangan di Afganistan. Diantaranya adalah Amerika Serikat melalui

USAID memberikan bantuan dana senilai 3 juta dolar, pemerintah Belanda

memberikan sumbangan 9138 bibit gandum dan pupuk urea kepada 18.276

keluarga petani yang ada di Afganistan. FAO berkoordinasi dengan

pemerintah Afganistan yaitu Ministry Agriculture and Livestock untuk

melakukan serangkaian program perbaikan pertanian.

Perbedaan tulisan ini dengan tulisan Ruli Prastio dan Drs.Idjang

Tjarsono, Msi, adalah berbeda dari segi lembaga pemberi bantuan, yaitu di

Afganistan, lembaga pemberian bantuannya adalah FAO, sedangkan di Sierra

Leone adalah WFP. Perbedaan lembaga membuat adanya perbedaan program

yang dijalankan. Yaitu FAO menjalankan program Technical Cooperation

Project yang lebih kepada bantuan sistem pertanian, perikanan dan kehutanan

sebagai sumber mata pencaharian penduduk Afganistan. WFP menjalan

program Protacted Relief and Recovery Operation (PRRO) dan Country

Programme(CP) yang berfokus pada penyediaan sumber pangan bagi

masyarakat-masyarakat yang menghadapi kondisi rawan pangan. Selain itu,

tulisan Ruli Prastio dan Drs. Idjang Tjarsono, M.Si lebih kepada peran

Page 14: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfCoorporation and Development (OECD) membuat laporan pada tahun 2011 tentang fragile state (negara rapuh) dengan mengurutkan

organisasi internasional, sedangkan tulisan ini menjelaskan mengenai upaya

organisasi internasional dalam mengimplementasikan program-programnya.

1.6 Kerangka Konseptual dan Teoritis

A. Organisasi Internasional

Organisasi internasional lebih berfokus kepada permasalahan negara

yang dilihat dari perspektif politik. Dalam proses ini negara-negara anggota

berusaha, melalui tindakan-tindakan kolektif dan percobaan diplomatik,

mempermudah transaksi diantara mereka (Jones, 1993). Dari perspektif

hukum internasional, yang memiliki kedaulatan adalah negara. Negara

mempunyai power sedangkan, lembaga dan individu tidak memiliki kekuatan

apapun. Seiring berjalannya waktu, organisasi internasional dipahami sebagai

organisasi berasaskan antar-pemerintah yang berlawanan dengan lembaga

swadaya masyarakat (LSM) dan juga perusahaan yang dibentuk dalam

persetujuan antara negara-negara bukan dari individu swasta (Barkin, 2006).

Menurut Teuku May Rudy, dalam bukunya Administrasi dan

Organisasi Internasional (2005) menegaskan bahwa organisasi internasional

adalah pola kajian kerjasama yang melintasi batas-batas negara, dengan

didasari struktur organisasi yang jelas dan lengkap, serta diharapkan dan

diproyeksikan untuk berlangsung serta melaksanakan fungsinya secara

berkesinambungan guna mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan yang

Page 15: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfCoorporation and Development (OECD) membuat laporan pada tahun 2011 tentang fragile state (negara rapuh) dengan mengurutkan

diperlukan serta disepakati bersama, baik antara pemerintah dengan

pemerintah, maupun sesama kelompok non pemerintah pada negara yang

berbeda.. Menurut Sumaryo Suryokusumo dalam bukunya yang berjudul

Pengantar Hukum Organisasi Internasional (1991) mendefinisikan organisasi

internasional adalah suatu proses, organisasi internasional juga menyangkut

aspek-aspek perwakilan dari tingkat proses tersebut yang telah dicapai pada

waktu tertentu. Organisasi internasional juga diperlukan dalam bentuk

kerjasama untuk menyesuaikan dan mencari solusi yang bertujuan

menentukan kesejahteraan semua pihak yang diajak berkerjasama,

memecahkan persoalan bersama serta mengurangi pertikaian yang timbul.

Clive Archer (Archer: 2010) dalam bukunya International

Organisation, mendefinisikan organisasi internasional sebagai:

” as a formal, continous structure established by aggreement between members (governmental and/or non-governmental) from two or more sovereign states with the aim of pursuing the common interest of the membership.”

Archer menyatakan bahwa organisasi internasional adalah sebuah

struktur internasional yang berkesinambungan, yang perjanjiannya didasarkan

pada perjanjian antar anggota-anggotanya dari dua atau lebih negara

berdaulat, untuk mencapai tujuan bersama dari para anggotanya. Kerja

organisasi internasional melintasi batas nasional yang menggambarkan

cakupan, jangkauan, wilayah kerja serta asal-usul kewarganegaraan atau

kebangsaan dari pihak-pihak yang tergabung dalam organisasi. Melalui

Page 16: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfCoorporation and Development (OECD) membuat laporan pada tahun 2011 tentang fragile state (negara rapuh) dengan mengurutkan

organisasi internasional, kerjasama akan terjalin dengan lebih mudah diantara

para anggotanya baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan sebagainya

(Plano dan Olton, 1979)

Organisasi internasional terbagi jadi dua tipe yaitu International

Organizations (IGO) dan International Non-Govermental Organisations

(INGO). IGO anggotanya terdiri dari pemerintah yang mewakili negara secara

resmi. IGO didirikan oleh beberapa negara untuk mencapai tujuan bersama,

dengan ciri-ciri dibentuk oleh dua negara atau lebih, bersidang secara teratur,

mempunyai sifat yang tetap dan keanggotaannya sukarela. Interaksi yang

dilakukan IGO tidak memperhatikan batas-batas wilayah negara. Beberapa

alasan negara bergabung dengan IGO adalah ingin memperbesar kekuasaan

mereka dan ada kepentingan-kepentingan yang tidak dapat dipenuhi oleh

negara tersebut sehingga memerlukan bantuan organisasi internasional.

Contoh IGO adalah PPP, ASEAN, NATO, APEC, OPEC dan lain-lain,

Sedangkan INGO berfokus pada masalah non-kenegaraan yang

bergerak secara global. INGO dibentuk untuk memberikan pelayanan di

bidangnya tanpa memandang batas wilayah negara. INGO tidak mewakili diri

atas nama negara. Anggota INGO terdiri dari aktor-aktor non-negara dari

seluruh dunia yang bergerak di bidang kebudayaan, sosial, keagamaan, dan

sebagainya. Perbedaan antara IGO dan INGO ada pada keanggotaan

organisasi, mitra kerjasama, serta ruang lingkup kegiatan organisasinya.

Page 17: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfCoorporation and Development (OECD) membuat laporan pada tahun 2011 tentang fragile state (negara rapuh) dengan mengurutkan

Ada dua kategori dalam IGO berdasarkan keanggotaan dan tujuan

yaitu (Pease, 2000):

1. Organisasi yang keanggotaanya dan tujuannya umum (general

membership and general purpose), contohnya seperti PBB, biasanya

mempunyai ruang lingkup yang global dan melakukan berbagai fungsi

kemanan, kerjasama ekonomi, sosial, dan hak asasi manusia.

2. Organisasi yang keanggotaanya umum dan tujuannya biasanya terbatas

(general membership and limited purpose) dikenal dengan organisasi

fungsional yang bergerak pada suatu bidang yang spesifik, seperti World

Health Organization (WHO), United Nations Development Program

(UNDP), dan lain-lain.

3. Organisasi yang bertujuan umum dan terbatas dalam keanggotaanya

(limited membership and general purpose). Organisasi seperti ini biasanya

regional berfungsi untuk bertanggung jawab dalam keamanan misalnya

Association of South East Asian Nations (ASEAN).

4. Organisasi yang keanggotaanya terbatas dan juga tujuannya organisasi

tersebut terbatas juga (limited membership and limited purpose). Dibagi

atas organisasi sosial, militer, pertahanan, ekonomi. Misalnya North

Atlantic Treaty Organization (NATO), dan North American Free Trade

Agreement (NAFTA).

Page 18: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfCoorporation and Development (OECD) membuat laporan pada tahun 2011 tentang fragile state (negara rapuh) dengan mengurutkan

WFP termasuk dalam organisasi internasional, yang

keanggotaanya umum dan tujuannya terbatas (general membership and

limited purpose). Sedangkan menurut aktivitas yang dilakukan, organisasi

internasional dapat diklasifikasikan menjadi high politics dan low politics

High politics mencakup bidang diplomatik, bidang militer yang berkaitan

dengan security (keamanan) dan sovereignity (kedaulatan). Sedangkan low

politics mencakup kegiatan dalam bidang sosial, ekonomi, budaya dan

teknik, yang didalam lingkup ini masih terdapat tiga bidang, yaitu

(Rossenau dan Thompson, 1976):

1. Bidang manajemen dan pembangunan misalnya World Bank (Bank

dunia), UNDP dan IMF

2. Bidang konflik dan fungsional, seperti International Civil Aviation

Organisation (ICAO), International Telecommunication Unian (ITU),

dan lain-lain.

3. Bidang sosial dan kultural, seperti International Labor Organisation

(ILO), WHO, WFP dan lain-lain.

Menurut Le Roy Bennet dalam Novrida (2009), organisasi

internasional mempunyai dua fungsi utama yakni kerjasama antara negara

dalam daerah-daerah yang mana bekerjasama menyediakan keuntungan

untuk sebagian besar negara. Fungsi lainnya adalah sebagai sarana

komunikasi antara pemerintah sehingga wilayah yang mengalami

Page 19: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfCoorporation and Development (OECD) membuat laporan pada tahun 2011 tentang fragile state (negara rapuh) dengan mengurutkan

permasalahan dapat dieksplorasi serta tersedianya kemudahan akses untuk

menangani permasalahan tersebut. Konsep dasar dari organisasi

internasional adalah untuk berkerjasama dan mengatur regulasi. Salah satu

bentuk kerjasama itu disebut dengan kerjasama sosial, seperti kerjasama

yang dilakukan oleh WFP dengan berbagai negara di dunia khususnya

yang mengalami masalah rawan pangan.

Organisasi internasional, dalam pemikiran liberalis, adalah aktor

independen yang lebih dari sekedar forum yang negara-negara didalamnya

bekerjasama dan berkompetisi. Staf dalam organisasi internasional bisa

memiliki power dalam agenda setting maupun menyediakan informasi

yang bisa mempengaruhi bagaimana negara-negara menentukan

kepentingannya. Dalam perspektif liberalis, negara adalah entitas yang

terfragmentasi yang didalamnya terdapat benturan antara kepentingan,

tawar menawar dan kebutuhan untuk mencapai kompromi membuat

proses pembuatan keputusan tidak selamanya rasional. Liberalis menolak

pengelompokan antara high politics versus low politics yang dikemukakan

realis, dan menegaskan bahwa masalah sosial ekonomi sama pentingnya

dengan masalah militer. Masalah sosial ekonomi termasuk didalamnya

adalah kondisi rawan pangan. Liberalis melihat perlunya kerjasama dalam

menangani krisis pangan ini. Dalam kasus kondisi rawan pangan di Sierra

Page 20: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfCoorporation and Development (OECD) membuat laporan pada tahun 2011 tentang fragile state (negara rapuh) dengan mengurutkan

Leone, liberalis merekomendasikan pemberian bantuan serta melakukan

perdagangan.

WFP memiliki misi memberikan bantuan pangan secara langsung

pada masyarakat Sierra Leone. Bantuan lainnya yang diberikan WFP

untuk pemerintah Sierra Leone adalah mengadakan survei, melakukan

analisis serta merancang program-program bantuan pangan sesuai dengan

kondisi yang dihadapi oleh wilayah-wilayah yang terkena dampak buruk

perang sipil. WFP juga melakukan kerjasama dengan instansi sejenis

seperti UNICEF, WHO, FAO, UNAIDS, Catholic Relief Service,

Cooperazione International, serta relasi-relasi NGO sehingga program

yang dilaksanakan menyentuh berbagai segmen masyarakat dan segala

mengatasi permasalahan dari berbagai sisi dan penyebab.

B. Fragile state (negara rapuh)

Fragile state (negara rapuh) adalah negara yang rentan terhadap

tekanan konflik, baik internal maupun eksternal. Dalam konteks ekonomi,

kerentanan negara umumnya terlihat dari berlangsungnya stagnasi yang

berkepanjangan dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah serta adanya

gap yang signifikan diantara elit dan rakyat yang menyangkut kesejahteraan,

kekayaan, kepemilikan tanah, dan akses terhadap faktor-faktor produksi.

Dalam konteks politik, institusi negara cenderung mendorong koalisi

kekuasaan yang berdasarkan etnis, agama maupun kedaerahan (Chairil: 2010).

Page 21: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfCoorporation and Development (OECD) membuat laporan pada tahun 2011 tentang fragile state (negara rapuh) dengan mengurutkan

Fragile state dijelaskan sebagai kegagalan mendasar dari sebuah

negara untuk menjalankan fungsinya untuk memenuhi kebutuhan dasar dan

harapan warga negaranya. Dalam laporan Organisation for Economic

Cooperation and Development (OECD) yang berjudul Fragile States 2013:

Resource Flows and Trends in a Shifting World menyebutkan bahwa fragile

state adalah negara yang pemerintahannya memiliki kapasitas lemah untuk

menjalankan fungsinya, lemah dalam membangun hubungan timbal balik

yang saling mendukung dengan masyarakatnya. Fragile state juga lebih

rentan terhadap goncangan dari dalam maupun luar negeri, seperti krisis

ekonomi maupun bencana alam. Dari segi pertumbuhan ekonomi, sebagian

besar dari fragile state tidak mengalami peningkatan ekonomi, walaupun ada

fragile state yang secara statistik ekonominya mengalami peningkatan, namun

sebagian besar masyarakatnya hidup dengan kemiskinan yang akut.

Menurut Brinkman dan Hendrix (2011) fragile state dijelaskan sebagai

negara yang sangat rentan terhadap harga pangan yang tinggi, karena negara

tersebut sangat tergantung pada impor dan rumah tangga masyarakatnya

menghabiskan sebagian pendapatannya untuk membeli makan.

Ketergantungan fragile state terhadap impor akan meningkat dari waktu ke

waktu, terutama impor makanan, yang jumlahnya lebih tinggi dari negara

berkembang lainnya, yang meningkatkan kerentanan negara tersebut terhadap

harga pangan dunia. Fragile state memiliki kapasitas, implementasi serta

Page 22: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfCoorporation and Development (OECD) membuat laporan pada tahun 2011 tentang fragile state (negara rapuh) dengan mengurutkan

pemantauan yang lemah terhadap kebijakan serta program-program

pembangunan.

Fragile state yang berada dalam tekanan konflik memiliki infrastruktur

yang buruk, seperti fasilitas jalan yang buruk, kondisi pasar dimana hanya

terdapat sedikit penjual dan pembeli, serta sistem transportasi yang kurang

memadai. Negara ini juga mengimpor pangan dalam jumlah besar, memiliki

kesadaran yang rendah untuk menstabilisasi harga dan mengurangi akibat dari

kenaikan harga barang yang tinggi bagi masyarakat yang terkena dampak

kenaikan harga. Konflik yang berkepanjangan berkontribusi pada kenaikan

harga yang terjadi secara terus menerus serta kerawanan pangan, dan hal ini

akan berlajut terus seperti lingkaran setan (vicious cycle) (WFP, 2011).

Setelah Forum Tingkat Tinggi diadakan atas kerjasama UNEP, World

Bank (Bank Dunia, EC dan OECD-DAC di London tahun 2005, komunitas

internasional mulai menggunakan istilah fragile state ysng merujuk pada

negara-negara yang tidak stabil dan terkena dampak konflik. Negara-negara

yang diidentifikasi sebagai fragile state adalah negara-negara yang memiliki

pemerintahan yang lemah, serta mengalami konflik secara tiba-tiba. Pada

masa transisi paska konflik, negara-negara ini akan menghadapi

ketidakstabilan sosial, lemahnya ketertiban umum, kesenjangan yang jauh

diantara kelompok-kelompok sosial, korupsi politik yang semakin meluas,

keruntuhan aturan hukum, adanya stagnasi dalam investasi dimana para

Page 23: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfCoorporation and Development (OECD) membuat laporan pada tahun 2011 tentang fragile state (negara rapuh) dengan mengurutkan

investor tidak berminat untuk menanamkan modalnya, dan sumber daya alam

yang semakin menipis akibat pengelolaan yang tidak baik.

Adapun indikator-indikator yang diterbitkan oleh OECD tahun 2012

untuk menganalisis fragile states yaitu pendapatan perkapita masyarakat

(GDP) yang lebih rendah dibandingkan negara yang bukan fragile state. Dari

sisi Indeks Pembangunan Manusia (HDI) terlihat dari rendahnya angka anak

masuk sekolah, kemiskinan yang lebih dari setengah jumlah populasi, serta

angka kematian bayi yang tinggi, sehingga tidak satupun fragile state

mencapai tujuan, bahkan hanya salah satu komponen dari Tujuan

Pembangunan Millenium (MDGs). Selanjutnya, fragile state rentan terhadap

terjadinya konflik yang disebabkan oleh masalah kemiskinan dan perebutan

sumber daya

C. Food Insecurity (Kondisi Rawan Pangan atau Ketidaktangguhan Pangan)

Pangan adalah kebutuhan manusia yang sangat penting. Sesuai dengan

nalurinya, manusia akan melakukan apa saja untuk memperoleh pangan yang

cukup bagi eksistensi hidupnya. Harianto (1997) mengungkapkan bahwa

pangan adalah makanan yang cukup, aman, bergizi yang diperlukan untuk

menjaga eksistensi dan kesejahteraan hidup suatu warga negara. Terlebih jauh

lagi, kecukupan pangan sangat penting untuk daya saing dan efisiensi

perekonomian nasional.

Page 24: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfCoorporation and Development (OECD) membuat laporan pada tahun 2011 tentang fragile state (negara rapuh) dengan mengurutkan

Kondisi rawan pangan atau ketidaktangguhan pangan merupakan

kebalikan dari food security (ketangguhan pangan). Sehingga penting untuk

dijelaskan terlebih dahulu mengenai definisi serta indikator-indikator food

security, sehingga kondisi yang berkebalikan dengan definisi dan indikator

dari ketidaktangguhan pangan dapat dikatakan sebagai kondisi rawan pangan

atau ketidaktangguhan pangan. Sejak adanya Conference of Food And

Agriculture definisi dan paradigma ketidaktangguhan pangan terus mengalami

perkembangan, konsep dasar dari ketidaktangguhan pangan adalah “secure,

adequate and suitable of food for everyone”. Definisi ketidaktangguhan

pangan sangat bervariasi, namun umumnya mengacu pada definisi Bank

Dunia (1986) dan Maxwell dan Frankenberger (1992) yakni “akses semua

orang setiap saat pada pangan yang cukup untuk hidup sehat”.

Terdapat tiga indikator mengenai ketidaktangguhan pangan menurut

FAO (2000), sehingga jika ketiga indikator ini tidak dapat dipenuhi, maka

suatu negara dapat dikatakan mengalami ketidaktangguhan pangan atau rawan

pangan. Tiga indikator tersenbut adalah:

1. Food Availability, yaitu ketersediaan pangan yang cukup aman dan bergizi

untuk semua orang dalam satu negara baik yang berasal dari produksi

sendiri, impor, cadangan pangan maupun bantuan pangan. Ini harus

didefinisikan sebagai jumlah kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan

yang aktif dan sehat

Page 25: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfCoorporation and Development (OECD) membuat laporan pada tahun 2011 tentang fragile state (negara rapuh) dengan mengurutkan

2. Food entitlement, yang merupakan kemampuan semua rumah tangga dan

individu dengan sumber daya yang dimilikinya untuk memperoleh pangan

yang cukup untuk kebutuhan gizinya yang dapat diperoleh dari produksi

pangannya sendiri, pembelian ataupun melalui bantuan pangan. Akses

rumah tangga dan individu terdiri dari akses ekonomi, fisik dan sosial.

Akses ekonomi tergantung dari pendapatan, kesempatan kerja dan harga.

Akses fisik menyangkut tingkat isolasi daerah (sarana dan prasarana

distribusi), sedangkan akses sosialnya menyangkut preferensi pangan

3. Food utilization, adalah penggunaan pangan untuk kebutuhan hidup sehat

yang menjadi kebutuhan energi dan gizi, air dan kesehatan lingkungan.

Efektifitas dari penyerapan makanan tergantung pada rumah tangga atau

individu, sanitasi dan ketersediaan air, fasilitas dan layanan kesehatan,

serta penyuluhan gizi dan pemeliharaan balita

Sehingga kondisi rawan pangan atau ketidaktangguhan pangan dapat diartikan

sebagai:

“Suatu kondisi ketika orang terancam atau menderita karena

kekurangan pangan yang disebabkan oleh tidak tersedianya pangan,

tidak mempunyai kemampuan untuk mendapatkan pangan dan

penggunaan pangan yang tidak tepat.” (Simatupang & Stoltz, 2001)

Page 26: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfCoorporation and Development (OECD) membuat laporan pada tahun 2011 tentang fragile state (negara rapuh) dengan mengurutkan

Sedangkan menurut FAO, terdapat dua tipe ketidaktangguhan pangan

yaitu:

1. Chronic food security: yaitu terjadinya kondisi rawan pangan atau

ketidaktangguhan pangan secara terus menerus berlangsung sangat lama.

Ketidaktangguhan pangan ini ditunjukkan dengan adanya kelaparan dan

malnutrisi. Penyebab dari ketangguhan pangan ini adalah karena

produktivitas yang rendah dalam sektor pertanian, curah hujan yang

rendah, kurangnya air untuk produksi pertanian dan peternakan,

kurangnya tenaga kerja dalam sektor pertanian sehingga menyebabkan

rendahnya dan ketidakpastian pendapatan penduduk desa dan dan kota

dan akhirnya timbul kemiskinan yang erat kaitannya dengan

ketidaktangguhan pangan.

2. Transitory food security, yaitu peristiwa rawan pangan atau

ketidaktangguhan pangan yang berlangsung secara sementara. Hal ini

dapat menyebabkan wabah penyakit dan kelaparan. Penyebab dari

ketidaktangguhan pangan ini disebabkan oleh krisis ekonomi, bencana

alam, dan perang.

D. Humantiarian Aid (Bantuan Kemanusiaan)

Bantuan kemanusiaan pada umumnya merupakan sebagai aksi dan

bahan untuk meyelamatkan kehidupan, mengurangi adanya penderitaan dan

Page 27: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfCoorporation and Development (OECD) membuat laporan pada tahun 2011 tentang fragile state (negara rapuh) dengan mengurutkan

juga melindungi martabat manusia selama dan setelah krisis, kemanusiaan dan

bencana alam, sebagaimana pula untuk mencegah dan mempersiapkan

penanggulangan untuk situasi serupa pada masa mendatang (Organization for

Economic Cooperation and Development, 2012) yang membedakannya

dengan bantuan kemanusiaan asing adalah bahwa bantuan ini harus dipandu

oleh prinsip-prinsip sebagai berikut:

Kemanusiaan – menyelamatkan hidup manusia dan

mengurangi penderitaan

Impartialitas – bertindak murni berdasarkan atas kebutuhan,

tanpa adanya diskriminasi pada populasi yang terkena bencana

Ketidakberpihakan/objektif – bertindak kemanusiaan tanpa

membela salah satu pihak dalam sebuah konflik

Kemandirian – otonomi dan kemerdekaan kemanusiaan dari

sudut pandang politik, ekonomi, militer ataupun sudut pandang

lainnya yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan

tindakan kemanusiaan pada suatu daerah.

Apakah itu bantuan kemanusiaan?, konflik berakibat fatal pada warga

sipil baik secara langsung maupun tidak langsung melalui ‘kedaruratan

kompleks’ yang disebabkan oleh konflik. Pada daerah konflik, ada tujuan

utama adalah mencegah jatuhnya korban jiwa dan memastikn akses dasar

kehidupan yaitu air, sanitasi, makanan, tempat tinggal dan pelayanan

Page 28: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfCoorporation and Development (OECD) membuat laporan pada tahun 2011 tentang fragile state (negara rapuh) dengan mengurutkan

kesehatan. Jauh dari konflik, prioritasnya berubah menjadi menolong

kelompok yang terusir secara paksa, mencegah meluasnya konflik,

mendorong dilakukannya pemulihan dan rehabilitasi warga sipil.

Tantangan terberat dalam bantuan kemanusiaan adalah efisiensi,

efektivitas, dan permasalahan politik, ekonomi, social. Sudah semakin jelas

bahwa bantuan semacam ini bukannya obat mujarab yang langsung

menyembuhkan segala luka. Meskipun digerakkan dari luar, bantuan

kemanusiaan dan pembangunan tidak dapat menghindari kemungkinan akan

terlibat dalam konflik dan masyarakat tempat mereka beroprasi.

Permasalahan yang ada dalam bantuan kemanusiaan:

1. Efisiensi dan Efektivitas

Sebuah oprasi badan kemanusiaan yang efektif dan tepat waktu

dapat menyelamatkan ribuan jiwa. Namun hal ini juga sulit

dicapai. Daerah konflik dengan infrastruktur yang buruk/rusak

akan menyulitkan badan kemanusiaan untuk emberikan

bantuan. Sebagai akibatnya, bantuan mungkin hanya akan

mencapai area-area yang terjangkau, sedangkan daerah

terpencil akan terabaikan.

Semakin banyaknya jumlah lembaga kemanusiaan, kesukitan

memperoleh data akurat, dan ketidakpastiaan krisis

menyebabkan sulitnya koordinasi pemberian bantuan. Untuk

Page 29: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfCoorporation and Development (OECD) membuat laporan pada tahun 2011 tentang fragile state (negara rapuh) dengan mengurutkan

menyelesaikan masalah ini diperlukan diskusi, pertemuan dan

tukar pendapat mengenai manajemen dan koordinasi yang baik

agar tidak saling tumpang tindih.

2. Dilema Politik

Alibi kemanusiaan didefinisikan sebagai penyalahgunaan

ide kemanusiaan dan pekerja kemanusiaan oleh pemerintah

yang hanya ingin memberikan seminimal mungkin pada

daerah yang tidak menjanjikan secara ekonomi seperti

Afrika sub-Saharan. Bantuan kemanusiaan memberikan

pencitraan bahwa komunitas internasional setidaknya tidak

berpangku tangan saja, namun intervensi kemanusiaan

pada ketiadaan solusi politik tidak menyelesaikan

permalsahan apapun.

Bantuan kemanusiaan memastikan bahwa kelompok non-

militan diberikan makan, tempat tinggal, dan sehat, tetapi

tidak mengeliminasi kekerasan disekitar mereka. Lebih

parahnya, penyediaan bantuan kemanusiaan dapat

memberikan mereka harapan palsu akan keamanan dan

perlindungan dari komunitas internasional, dengan

konsekuensi tragis. Bantusn kemanusiaan bahkan dapat

Page 30: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfCoorporation and Development (OECD) membuat laporan pada tahun 2011 tentang fragile state (negara rapuh) dengan mengurutkan

memperpanjang konflik, mengecilkan arti sebenarnya

dalam menyelamatkan jiwa.

Kegiatan bantuan kemanusiaan internasional sudah berkembang cukuo

pesat selama 60 tahun terakhir, baik dalam jumlah badan pendonor, pekerja

kemanusiaan, maupun jumlah nominal dana yang dikucurkan bagi negara-

negara penerima untuk penanganan gawat darurat, rehabilitasi dan

pembangunan. Pemberian bantuan yang efektif dan berkesinambungan di

dalam lingkup kerja yang dinamis dan senantiasa berubah-ubah sepanjang

waktu memberikan sebuah tantangan bagi kolaborasi dan komunikasi efektif

di antara para pemegang kebijakan. Meskipun sejauh ini pencapaian badan

kemanusiaan cukup impresif, masih dirasa ada kebutuhan dari pihak

pendonor, pemerintah, pekerja kemanusiaan, dan public untuk membangun

sebuah kesepahaman yang lebih jelas mengenai lingkup peran masing-masing

mengenai siapa yang melakukan apa, kapan, dimana dan bagaimana.

Efektivitas dan berkesinambungan pemberian bantuan kemanusiaan

bukanlah mimpi belaka dan hasil yang memuaskan sesuai dengan cost-

effective dalam jangka pendek dan panjang pun dapat dicapai, sebagaimana

dibuktikan dengan sukses yang dicapai oleh berbagai misi kemanusiaan saat

ini. Kunci keberhasilan ini berada pada pemahanan bahwa bantuan

kemanusiaan tidak memiliki titik akhir, namun merupakan sebuah proses

Page 31: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfCoorporation and Development (OECD) membuat laporan pada tahun 2011 tentang fragile state (negara rapuh) dengan mengurutkan

berkelanjutan dengan pelajaran yang dapat dipetik dari setiap kesalahan yang

pernah dilakukan pada misi-misi sebelumnya.

1.7 Metode Penelitian

1.7.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah deskriptif kualitatif.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran

atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat, terkait fakta-fakta, sifat-sifat

serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Penelitian ini adalah

penelitian sekunder, dengan menjelaskan upaya implementasi program-

program dari World Food Program (WFP) dalam menangani

ketidaktangguhan pangan di Sierra Leone. Kemudian penulis mencoba

menjelaskan dan memaparkan apakah program-program bisa dijalankan

dengan baik atau justru mendapat banyak tantangan

1.7.2 Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan pada sebuah negara di Afrika Barat, yang

berada di pesisir Samudra Atlantik yaitu Sierra Leone. Penelitian ini melihat

bagaimana upaya implementasi program-program WFP dalam mengatasi

ketidaktangguhan pangan di Sierra Leone. Jangka waktu dalam penelitian ini

adalah dari tahun 2005 hingga 2013. Paska perang sipil, di Sierra Leone

Page 32: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfCoorporation and Development (OECD) membuat laporan pada tahun 2011 tentang fragile state (negara rapuh) dengan mengurutkan

tahun 2002 terjadi banyak kekacauan, baik dari segi infrastruktur fisik,

pemerintahan, kondisi sosial, hingga proses sensus penduduk. Hingga pada

tahun 2005, proses sensus penduduk mulai terencana dengan baik, sehingga

lembaga-lembaga bantuan luar negeri salah satunya WFP dapat dengan

mudah mengumpulkan data yang berguna untuk analisis lembaga tersebut

terkait informasi kondisi penduduk Sierra Leone, sehingga sasaran dan

jangkauan program-program WFP dapat terlaksana dengan baik.

1.7.3 Sumber data

Sumber data yang penulis gunakan yaitu berupa data yang

dikumpulkan melalui studi kepustakaan, berupa dokumen-dokumen

berhubungan dengan permasalahan yang diteliti yaitu buku-buku, laporan

tahun dari WFP, laporan tahunan dari lembaga-lembaga kementerian yang

bekerjasama dengan WFP, jurnal-jurnal, artikel-artikel yang berasal dari

medis internet yang berhubungan dengan implementasi program-program

WFP di Sierra Leone.

1.7.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data disini penulis menggunakan studi

kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan data

yang terkait dengan penelitian dan memilah semua informasi-informasi yang

didapat penulis melalui sumber-sumber yang dapat dipertanggungjawabkan,

Page 33: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfCoorporation and Development (OECD) membuat laporan pada tahun 2011 tentang fragile state (negara rapuh) dengan mengurutkan

seperti melalui referensi atau literatur buku, jurnal, media internet dan surat

kabar.

1.7.5 Unit Analisa

Unit analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah World Food

Programme (WFP). Penulis akan melihat dan menganalisa fenomena yang

terjadi sehubungan dengan implementasi program-program WFP di Sierra

Leone dengan menjelaskan permasalahannya berdasarkan fakta ysng

sebenarnya, dimana fakta tersebut nantinya akan digunakan untuk

menghubungkan fakta-fakta lainnya, sehingga akhirnya dapat ditarik

kesimpulan.

1.8 Sistematika Penulisan

Rencana dalam penulisan dalam penelitian ini dapat dilihat sebagai

berikut:

BAB I PENDAHULUAN, menguraikan dan menjelaskan latar belakang,

rumusan permasalahan dari penelitian ini yang menjelaskan tentang

implemetasi program-program WFP di Sierra Leone. Kemudian penulis

menguraikan tinjauan pustaka serta konsep dan teori yang penulis

gunakan sebagai acuan dalam penelitian ini. Serta memaparkan metode

dan sistematika penulisan.

Page 34: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfCoorporation and Development (OECD) membuat laporan pada tahun 2011 tentang fragile state (negara rapuh) dengan mengurutkan

BAB II WORLD FOOD PROGRAMME DI SIERRA LEONE,

menjelaskan mengenai gambaran umum sierra leone dan

ketidaktangguhan pangannya, organisasi Internasional World Food

Programme (WFP) secara umum, kiprah WFP sebagai organisasi yang

bergerak dalam bidang pangan serta kehadiran WFP di Sierra Leone.

BAB III UPAYA WFP DALAM MENANGANI KERAWANAN

PANGAN DI SIERRA LEONE, menjelaskan mengenai bagaimana

upaya dalam mengimplementasikan program-program WFP dalam

membantu ketidaktangguhan pangan di Sierra Leone.

BAB IV KESIMPULAN, menyimpulkan bagaimana upaya WFP dalam

menangani ketidaktangguhan pangan yang dialami oleh Sierra Leone.