BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra...

67
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan kebudayaan nasional yang beranekaragam dan kebudayaan tiap-tiap daerah memiliki kepribadian sendiri dinyatakan dalam UUD 1945, Bab XIII, pasal 32, yaitu : (1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya; (2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional (MPR RI, 2005:78). Berdasarkan pasal ini, pengembangkan nilai budaya guna memperkuat kepribadian bangsa dan mengembangkan kebudayaan nasional diarahkan menuju nilai-nilai luhur. Kebudayaan daerah perlu dikembangkan dan diperkenalkan kepada masyarakat luas untuk memperkokoh sikap kepribadian bangsa. Hal ini berarti menempatkan kebudayaan daerah sebagai sumber aspirasi dan bahan rumusan yang berharga untuk digali, dikaji, dan dilestarikan. Salah satu wujud kebudayaan daerah Sulawesi Selatan yang dibahas adalah mantra dalam upacara ritual sebelum menanam padi dan melaut yang dilakukan oleh masyarakat tradisional suku Makassar. Mantra adalah bentuk kesusastraan yang paling tua di Indonesia sebagai aspek kebudayaan lama yang masih bertahan sampai sekarang, bahkan masih digunakan oleh masyarakat tradisional. Masyarakat tradisional suku Makassar menggunakan mantra sesuai dengan tujuannya. Mantra menanam padi atau mantra bercocok tanam disebut 1

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengembangan kebudayaan nasional yang beranekaragam dan kebudayaan

tiap-tiap daerah memiliki kepribadian sendiri dinyatakan dalam UUD 1945, Bab

XIII, pasal 32, yaitu : (1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di

tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam

memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya; (2) Negara menghormati

dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional (MPR RI,

2005:78). Berdasarkan pasal ini, pengembangkan nilai budaya guna memperkuat

kepribadian bangsa dan mengembangkan kebudayaan nasional diarahkan menuju

nilai-nilai luhur. Kebudayaan daerah perlu dikembangkan dan diperkenalkan

kepada masyarakat luas untuk memperkokoh sikap kepribadian bangsa. Hal ini

berarti menempatkan kebudayaan daerah sebagai sumber aspirasi dan bahan

rumusan yang berharga untuk digali, dikaji, dan dilestarikan.

Salah satu wujud kebudayaan daerah Sulawesi Selatan yang dibahas

adalah mantra dalam upacara ritual sebelum menanam padi dan melaut yang

dilakukan oleh masyarakat tradisional suku Makassar. Mantra adalah bentuk

kesusastraan yang paling tua di Indonesia sebagai aspek kebudayaan lama yang

masih bertahan sampai sekarang, bahkan masih digunakan oleh masyarakat

tradisional. Masyarakat tradisional suku Makassar menggunakan mantra sesuai

dengan tujuannya. Mantra menanam padi atau mantra bercocok tanam disebut

1

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

2

mantra Tulembang, sedangkan mantra melaut atau menangkap ikan disebut

mantra Tupakbiring.

Bangsa Indonesia memiliki kekayaan budaya, meliputi budaya lokal, suku,

agama hingga adat istiadat. Masing-masing daerah memiliki kekhasan budaya,

menyimpan kearifan lokal daerahnya masing-masing dan menurunkan warisan

budaya mereka secara turun temurun, dari generasi ke generasi. Budaya adalah

keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum,

moral, adat dan kemampuan serta kebiasaan yang dipunyai manusia sebagai

anggota masyarakat (Mattulada, 1997:55). Hal ini yang menimbulkan pentingnya

penelitian mengenai keanekaragaman budaya sebagai cara lain untuk mengkaji

pola hubungan sosial suatu suku bangsa. Secara keseluruhan, berbagai hasil

penelitian budaya tersebut diharapkan menjadi cara untuk merumuskan nilai-nilai

bagi kesatuan bangsa Indonesia.

Wujud kebudayaan yang eksistensinya hampir punah adalah mantra

masyarakat suku Makassar. Mantra adalah berupa ucapan atau perkataan yang

dapat mendatangkan kekuatan gaib. Kekuatan tersebut bertujuan untuk

memberikan kekuatan bagi manusia dalam menjalankan berbagai kegiatan.

Wujudnya berupa puji-pujian terhadap sesuatu yang gaib atau yang dianggap

harus dikeramatkan seperti dewa-dewa, roh-roh, binatang-binatang ataupun

Tuhan, biasanya diucapkan oleh dukun dan pawang.

Pentingnya kajian mengenai mantra dalam kajian sastra tradisional

didasarkan adanya hubungan antara mantra dan masyarakat. Artinya, mantra

tercipta dari masyarakat. Mantra tidak mungkin ada jika tidak ada masyarakat

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

3

pewarisnya. Demikian pula yang terjadi pada masyarakat tradisional yang

berpegang teguh pada adat istiadatnya, tidak dapat dipisahkan dari kehidupan

mantra. Kepercayaan adanya kekuatan gaib selalu mendorong mereka untuk

merealisasikan kekuatan tersebut ke dalam wujud nyata untuk memenuhi

kebutuhannya. Dalam kehidupan masyarakat tradisional suku Makassar, mantra

digunakan dalam berbagai adat, yaitu ketika upacara ritual menanam padi (mantra

Tulembang) dan upacara ritual musim melaut (mantra Tupakbiring). Mantra yang

terdiri atas dua macam tersebut tidak terlepas dari komunitas dalam suatu

masyarakat, yaitu komunitas yang tinggal di dataran dan komunitas yang tinggal

di daerah pesisir pantai. Masyarakat yang bertempat tinggal di daerah pegunungan

atau disebut Tulembang atau Turaya sedangkan masyarakat yang bertempat

tinggal di pantai disebut Tupakbiring (Maknun, 2006; 1-2). Hal inilah kemudian

membentuk dua jenis mantra dalam suku Makassar.

Mantra Tulembang dan Tupakbiring menggunakan kata yang terkadang

merepresentasikan sesuatu yang dekat dengan kehidupan masyarakat. Terkadang

mantra menggunakan kata-kata arkais atau kuno. Mantra juga terkadang

menggunakan permainan bunyi sehingga tidak jelas maknanya. Namun, apabila

diinterprestasikan secara mendetail, kata-kata yang digunakan sebenarnya

memiliki kaitan dengan kehidupan masyarakat suku Makassar. Interprestasi

tersebut memiliki keunikan karena kekayaan budaya suku Makassar. Secara

struktur sosial, penggunaan mantra tidak sembarang menempatkan pinati/pawang

atau tokoh masyarakat tertentu sebagai bagian masyarakat yang dihormati.

Penggunaan mantra biasanya dilakukan oleh orang-orang tertentu. Orang-orang

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

4

yang berhak mewarisi dan menggunakan mantra dikategorikan sebagai orang tua

(pinati/pawang/orang tertentu) saja yang dianggap mampu membacakan mantra

tersebut. Pengucapannya pun harus disertai oleh upacara ritual tertentu, misalnya :

asap dupa, duduk bersila, gerak tangan, ekspresi wajah, dan mulut berkomat-

kamit.

Mantra Tulembang dan Tupakbiring perlu dilestarikan dan diadakan

penggalian nilai-nilai luhur budaya daerah untuk memperkaya budaya Nusantara.

Mantra Tulembang dan Tupakbiring mengandung unsur bahasa, sastra, budaya,

dan kehidupan suku Makassar yang bersifat religius dan filosopis. Oleh karena

itu, inventarisasi dan dokumentasi mantra dilakukan dari berbagai daerah di

Sulawesi Selatan khususnya dan di Indonesia pada umumnya penting untuk

mendapat perhatian.

Mantra dalam kesusastraan Indonesia termasuk kategori puisi karena

terikat oleh irama. Irama dalam bahasa adalah pergantian turun-naik, panjang-

pendek, keras-lembut ucapan bunyi bahasa yang teratur dan irama merupakan ciri

khas yang mutlak bentuk puisi (Pradopo, 1995:40). Menurut pengamatan mantra

yang menggunakan bahasa Indonesia maupun mantra yang menggunakan bahasa

daerah, jumlah barisnya tidak menentu. Ada yang terdiri atas lima baris, delapan

baris, sepuluh baris, atau lebih dari itu. Irama merupakan ciri mutlak bentuk puisi.

Mantra merupakan puisi yang berisi perkataan atau kalimat yang memiliki

kekuatan gaib. Kekuatan gaib ditimbulkan oleh mantra berasal dari permainan

bunyi yang terdapat dalam kata-kata yang digunakan, walaupun kata-kata itu tidak

diketahui artinya (Ratnawaty, 2002:21). Ikatan irama dan ikatan pada mantra

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

5

itulah menjadi alasan atau sebagai dasar pertanggungjawaban untuk memasukkan

mantra ke dalam bentuk puisi dan sekaligus dapat menjadi dasar bahwa puisi lebih

tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki

bahasa dan irama yang teratur, puisi yang merdu bunyinya dikatakan melodius;

berlagu seolah-olah seperti nyanyian yang mempunyai melodi (Pradopo,

1995:45). Apabila mantra dilihat dari segi struktur atau bentuknya dan bahasanya

terdiri atas kata-kata yang indah, diksi mengandung makna yang dalam sehingga

mampu untuk mencapai tujuan, rima dan ritma yang begitu padu sehingga

menimbulkan suasana religius. Ini merupakan ciri estetis yang dimiliki oleh

mantra.

Mantra Tulembang dan Tupakbiring dapat dijadikan sebagai teks sastra,

karena menggunakan bahasa sebagai mediumnya dan memiliki sistem tanda yang

mempunyai makna. Ratna (2006:97) mengatakan bahwa dengan perantaraan

tanda-tanda, proses kehidupan manusia menjadi lebih efisien. Dengan perantaraan

tanda-tanda, manusia dapat berkomunikasi dengan sesamanya, bahkan dengan

makhluk di luar dirinya. Oleh karena itu, mantra Tulembang dan Tupakbiring

sebagai salah satu jenis puisi lama menarik untuk dikaji dari aspek semiotika.

Semiotika merupakan hubungan yang muncul dari tiga unsur dalam tanda,

yaitu : representamen, objek, dan interpretan. Representamen adalah unsur tanda

yang mewakili sesuatu. Objek adalah sesuatu yang diwakili dan interpretan adalah

tanda yang tertera di dalam pikiran si penerima setelah si penerima melihat

representamen (Zaimar, 2008:4). Mantra merupakan karya sastra, yaitu sastra

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

6

lisan, dan di dalam mantra itu banyak terdapat tanda-tanda, baik yang berupa ikon,

indeks, maupun simbol yang dapat dikaji melalui semiotika.

Kajian semiotika digunakan sebagai upaya untuk menilik keterkaitan

mantra dengan masyarakat suku Makassar. Mereka sering mengadakan ritual yang

dilakukan setiap tahun, seperti pengelolaan sawah dan tolak bala. Ritual dimulai

dari tahap membajak sawah dan berakhir masa panen, misalnya saja dalam mantra

Tupakbiring sebagai berikut;

Ikau Jekne assalaknu

Labbi jekne matanna jako

Antu Adam akjari jekne……………

Terjemahan:

Engkau air asalmu

Lebih air matanya saja

Nabi Adam menjadi air……………

Dalam interprestasi semiotika dapat diasumsikan bahwa kehidupan

masyarakat nelayan, air menjadi sumber penghidupan. Masyarakat nelayan suku

Makassar menganggap air merupakan asal kehidupan bukan hanya bagian dari

penyusun tubuh. Interprestasi terhadap syair mantra tersebut juga menunjukkan

bahwa Islam menjadi agama yang mempengaruhi kehidupan suku Makassar. Hal

ini ditunjukkan dengan penyebutan nama Nabi Adam sebagai orang suci.

Demikian pula dalam petikan mantra lainnya.

Assalama alaikum

Oh maraya Iccida Daeng Ngalle

Apane passareku

Terjemahan :

Assalama alaikum

Oh batu yang terlihat di dasar laut

Inilah pemberianku

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

7

Dalam mantra di atas disebutkan nama maraya Iccida Daeng Ngalle

sebagai salah satu leluhur yang dijunjung tinggi keberadaannya. Sebelum mantra

dibaca diberi sesajen yang terdiri atas daun sirih yang berisi kapur sirih dan buah

pinang. Mantra juga diucapkan apabila telah sampai di daerah yang terlihat batu di

dasar laut. Interprestasi terhadap syair mantra ini menunjukkan bahwa pada

umumnya nelayan tidak hanya menjunjung tinggi agama Islam tetapi juga

menghormati para leluhur sebagai sumber kekuatan perlindungan mereka.

Mantra Tulembang dan Tupakbiring dipilih sebagai objek penelitian

karena masih digunakan oleh para petani di daerah Bukrung-bukrung, Kecamatan

Pattalasang, Kabupaten Gowa. Mantra Tupakbiring juga masih digunakan di

daerah Pallaklakang, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar. Peneliti

menetapkan empat belas buah mantra di kedua desa tersebut yang didasarkan pada

fungsi dan intensitas penggunaan mantra dalam kehidupan masyarakat suku

Makassar.

Selain itu, alasan memilih mantra Tulembang dan Tupakbiring karena

terdapat keunikan dalam kehidupan suku Makassar yang mayoritas beragama

Islam, tetapi mereka masih menggunakan mantra. Hal ini menunjukkan bahwa

mantra tidak hanya memiliki keunikan dan kekayaan penggunaan kata-kata

arkais/kuno yang jarang digunakan dalam pembicaraan sehari-hari, namun juga

makna kata-kata dalam mantra merepresentasikan hal-hal yang ada dalam

kehidupan masyarakat suku Makassar. Selain itu, setiap mantra Tulembang dan

Tupakbiring memuat hal-hal yang natural dan supernatural dan aspek adat dan

budaya. Penelitian ini menunjukkan pentingnya mendokumentasikan kekayaan

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

8

budaya melalui mantra yang digunakan suku Makassar. Hal inilah yang menarik

perhatian peneliti untuk melakukan penelitian terhadap mantra Tulembang dan

Tupakbiring dalam kehidupan suku Makassar.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah kandungan dalam mantra

Tulembang dan Tupakbiring yang merepresentasikan kehidupan suku Makassar.

Representasi isi mantra Tulembang dan Tupakbiring tersebut spesifik sesuai

dengan kondisi sosial masyarakat suku Makassar. Berkaitan dengan kondisi

tersebut, maka dirumuskan empat masalah penelitian, sebagai berikut.

1) Bagaimanakah struktur teks mantra Tulembang dan Tupakbiring?

2) Bagaimanakah fungsi dan variasi teks mantra Tulembang dan Tupakbiring?

3) Bagaimanakah makna teks mantra Tulembang dan Tupakbiring?

4) Bagaimanakah strategi pewarisan teks mantra Tulembang dan Tupakbiring?

1.3 Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan

menginterpretasikan mantra Tulembang dan Tupakbiring. Tujuan penelitian ini

dibagi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini diharapkan memberikan gambaran mengenai

mantra Tulembang dan Tupakbiring dan menambah pengetahuan, yaitu ilmu

sastra dari sudut pengkajian sastra tradisional terutama yang menyangkut mantra

Tulembang dan Tupakbiring. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

9

mantra Tulembang dan Tupakbiring dengan sasaran kajiannya mencakup struktur

teks, fungsi teks, makna teks, dan strategi pewarisan.

1.3.2 Tujuan Khusus

Sehubungan dengan sasaran kajian ini, maka secara khusus penelitian ini

dilakukan dengan tujuan sebagai berikut.

1) Untuk mengetahui struktur teks mantra Tulembang dan Tupakbiring.

2) Untuk mengetahui fungsi dan variasi teks mantra Tulembang dan Tupakbiring.

3) Untuk mengetahui makna teks mantra Tulembang dan Tupakbiring.

4) Untuk mengetahui strategi pewarisan teks mantra Tulembang dan

Tupakbiring.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menjembatani mantra

Tulembang dan Tupakbiring dengan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat

pemerhati kebudayaan Indonesia dalam sastra lisan. Hasil penelitian ini juga

diharapkan dapat menunjang pembangunan di daerah Bukrung-bukrung,

Kecamatan Pattallassang, Kabupaten Gowa dan daerah Pallaklakang, Kecamatan

Galesong Utara, Kabupaten Takalar.

1.4.1 Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat akademik dalam

pengembangan teori sastra lisan, terutama untuk memberikan sumbangan ilmu

pengetahuan selanjutnya baik terhadap mantra Tulembang dan Tupakbiring

maupun bentuk-bentuk sastra lisan lainnya. Penelitian ini diharapkan dapat

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

10

membuka ruang apresiasi, penghayatan, dan pemahaman terhadap salah satu

genre suku Makassar yang kelak memperkaya khazanah kesusastraan Indonesia,

khususnya karya sastra lisan yang masih berkembang di masyarakat.

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat praktis sebagai

motivasi bagi peneliti sastra lisan suku Makassar dan jenis sastra lisan lainnya.

Selain itu, diharapkan menjadi bahan dokumentasi, rujukan bagi peneliti dan

sebagai usaha melestarikan serta mengembangkan sastra lisan yang telah ada

untuk pemerintah Kabupaten Gowa dan Kabupaten Takalar. Hasil penelitian ini,

juga diharapkan memberikan gambaran bagi masyarakat mengenai kebudayaan

atau sastra lisan suku Makassar.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Sesuai dengan judul mantra Tulembang dan Tupakbiring, maka ruang

lingkup penelitian ini dibatasi hanya pada mantra Tulembang dan Tupakbiring

dalam kehidupan suku Makassar. Penelitian ini membahas tujuh mantra

Tulembang dan tujuh mantra Tupakbiring yang telah diperoleh pada penelitian

awal. Kemudian, teks mantra Tulembang dan Tupakbiring sebagai materi kajian

dianalisis menurut bentuk, fungsi, makna, dan sistem pewarisannya.

Secara umum, petani tradisional di Kecamatan Pattallassang, Kabupaten

Gowa dalam beraktivitas bertani melakukan upacara ritual dengan menyiapkan

umba-umba/kelepon, leko rappo/daun sirih, pakleo/kapur sirih, rappo/buah

pinang. Kelepon dipercaya oleh para petani akan membawa keberuntungan

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

11

dengan melihat latar pembuatannya yang mucul dipermukaan air apabila telah

masak. Daun sirih, kapur sirih, dan buah pinang dipercaya sebagai penolak bala

oleh masyarakat setempat. Selanjutnya, pembacaan mantra Tulembang dilakukan

secara berurutan yang, meliputi : appasuki pakjeko/membajak, aklessoro ase/

menurunkan bibit, akbine/menabur/memilah/mencabut benih, pammula annanang

ase/permulaan menanam padi, annanang ase/menanam padi, rappo ase/ bulir

padi, appa sulapa nikutaknang/ bertanya ke empat arah.

Nelayan tradisional di Kecamatan Galesong Utara dalam beraktivitas juga

melakukan upacara ritual sebelum berangkat melaut. Ada persiapan dimulai dari

rumah sampai ke perahu. Para nelayan menyiapkan bahan-bahan sebagai

persyaratan upacara ritual, seperti dua ekor ayam kampung jantan dan betina yang

disembelih di pusat perahu yang masih berada di darat. Darahnya ditumpahkan di

pusat perahu yang tutupnya telah dibuka sehingga darahnya turun membasahi

pasir di pantai. Anak buah perahu lalu membawa dua ekor ayam tersebut

mengelilingi perahu sambil mengeluskan ke perahu dan diikuti oleh tampong

tawarak.Tampong tawarak yang terdiri atas satu butir telur ayam kampung, satu

biji kelapa setengah tua, satu kilo gula merah, satu tempat dupa berisi sabuk

kelapa dan kulit kelapa, kemenyan, satu genggam beras. Selain itu, ada pula

pisang tiga sisir, yaitu pisang raja yang diletakkan di dalam kamar perahu dan satu

sisir pisang diletakkan di pusat perahu. Kemudian, disiapkan tai bani/lilin merah

menerangi tampong tawarak, dan biseang/perahu. Upacara ritual dimulai dari

rumah punggawa sawi /juragan nelayan. Juragan nelayan duduk menghadap ke

Timur, arah munculnya matahari atau rezeki lalu menghadap ke perahu yang akan

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

12

dipakai berlayar. Selanjutnya, nelayan berdiri dan memeriksa nafas yang ke luar

dari hidung apabila nafas besar ke luar dari lubang hidung sebelah kanan tanda

baik untuk memulai dengan memberi salam kekanan dengan mengucapkan Oh

Yamming lalu memberi salam ke kiri dengan mengucapkan Waladdalling. Setelah

itu, mulai membaca mantra. Petani dan nelayan harus mengikuti semua proses

yang telah ditentukan secara adat yang harus dipatuhi. Pelanggaran ketentuan ini

akan merusak tatanan kehidupan suku Makassar.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI

DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Pada umumnya, penelitian sering berhubungan dengan penelitian yang

telah dilakukan oleh peneliti terdahulu. Penelitian tersebut terdapat kesamaan

objek dan memungkinkan bersentuhan dengan penelitian sebelumnya. Dalam

kajian pustaka, peneliti memaparkan beberapa penelitian yang berkaitan dengan

penelitian mantra Tulembang dan Tupakbiring. Penelitian terhadap mantra telah

dilakukan dalam beberapa penelitian yang digunakan sebagai rujukan dan pustaka

acuan dalam penelitian ini sebagai berikut.

Uniawati (2007) meneliti “Mantra Melaut Suku Bajo: Interpretasi

Semiotik Riffaterre”. Penelitian Uniawati ini adalah penelitian lanjutan dari

“Fungsi Mantra Melaut Suku Bajo” (2006). Penelitian Uniwati dilandasi oleh

pemikiran bahwa mantra melaut suku Bajo merupakan salah satu wujud dari

kepercayaan dan keyakinan yang tumbuh dalam lingkungan masyarakat suku Bajo

untuk memperoleh keselamatan dan kesuksesan.

Penelitian Uniawati bertujuan untuk menjawab tiga permasalahan, yaitu:

(1) mengungkap makna yang terkandung dalam mantra melaut suku Bajo melalui

pembacaan heuristik dan hermeneutik; (2) menentukan matriks dan model yang

terdapat dalam mantra melaut; dan (3) menemukan hubungan intertekstual mantra

melaut dengan teks lain. Untuk menjawab ketiga permasalahan tersebut,

13

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

14

digunakan pendekatan semiotika dengan memanfaatkan teori semiotika Riffaterre.

Secara keseluruhan, makna yang terkandung dalam sepuluh mantra melaut suku

Bajo menggambarkan pula kepercayaan masyarakat suku Bajo terhadap Tuhan

sebagai pemilik kekuasaan tertinggi, keberadaan nabi-nabi, dan adanya makhluk

dan kekuatan gaib.

Penelitian Uniwati menunjukkan adanya hubungan representamen, objek,

dan interpretan. Mantra sebagai budaya suatu masyarakat dapat menjadi cerminan

yang bagus mengenai kehidupan sosial masyarakat, tempat mantra tersebut

digunakan. Penelitian Uniwati memiliki kesamaan dengan penelitian penulis

yakni meneliti materi mantra melaut. Uniwati meneliti mantra suku Bajo di

Sulawesi Tenggara, sedangkan peneliti meneliti mantra Tulembang dan

Tupakbiring dalam kehidupan suku Makassar, di Sulawesi Selatan. Selain itu,

dalam penelitian ini dikaji struktur teks, makna, dan sistem pewarisan sehingga

berbeda Namun penelitian Uniwati dapat digunakan sebagai referensi.

Widodo (2007) meneliti “Mantra Dalam Kehidupan Masyarakat Modern:

Sebuah Kajian Bentuk, Isi, dan Fungsi”. Penelitian ini merupakan penelitian awal

yang secara teoretis bermanfaat untuk menyediakan laporan penelitian yang dapat

digunakan sebagai ancangan awal dan data bagi penelitian sejenis secara lebih

mendalam. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan yang hendak dicapai

dalam penelitian ini adalah: (1) inventarisasi berbagai bentuk mantra berdasarkan

fungsi dan kandungan kekuatannya dalam kehidupan masyarakat modern dewasa

ini, (2) mendeskripsikan unsur-unsur pembangun struktur mantra dan perbedaan

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

15

struktur mantra dari waktu ke waktu; dan (3) mengungkap fungsi mantra dalam

kehidupan masyarakat modern.

Penelitian Widodo menyimpulkan beberapa hal, yaitu : Pertama, secara

garis besar wujud mantra dikenal dengan beberapa sebutan lain, yaitu: Japa,

Japamantra, Kemad, Peled, Aji-Aji, Rajah, Donga, dan Sidikara. Namun

demikian, tampaknya masyarakat Surakarta saat ini yang sudah tidak lagi

memahami perbedaan definisi dari berbagai macam sebutan mantra tersebut

dengan baik. Mereka hanya mengenal dan membedakan mantra, japa mantra,

peled, aji-aji, rajah, dan donga. Di wilayah Surakarta terdapat empat belas jenis

mantra, yaitu: (1) mantra anak-anak; (2) mantra pengasihan; (3) mantra dagang

atau mantra penglarisan; (4) mantra pengobatan; (5) mantra panyuwunan; (6)

mantra panulakan; (7) mantra pertanian; (8) mantra kanuragan; (9) mantra

trawangan; (10) mantra pangracutan; (11) mantra pedhanyangan; (12) mantra

kasuksman; (13) mantra sirep; dan (14) mantra panglarutan. Mantra kanuragan

nomor 8 sampai dengan mantra panglarutan nomor 14 sudah jarang digunakan.

Kedua, berdasarkan pengelompokan keajengan tema atau isi, struktur

mantra terdiri atas tiga bagian besar. Tiap-tiap bagian terdiri atas unsur-unsur.

Tiap unsur disusun atas komponen-komponen unsur yang kait-mengait dan

sinergi sehingga membentuk kesatuan unsur yang membangun sebuah struktur.

Unsur head memiliki tiga komponen, yaitu: komponen salam, niat, dan nama

mantra. Unsur body memiliki empat komponen, yaitu komponen perintah

(visualization), nama sasaran (target), harapan (hope), dan diksi, bunyi, dan

majas. Adapun unsur foot memiliki satu komponen, yaitu komponen penutup.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

16

Terkait dengan fungsi mantra, perlu dipertimbangkan geososial dan

budaya masyarakat di Kota Surakarta. Mantra pengasihan digunakan untuk

mengatasi perkara asmara, pekerjaan, dagang, jasa, dan rumah tangga. Mantra

pelarisan spesifik untuk perdagangan. Mantra jaya kawijayan digunakan untuk

perkara pekerjaan, dan kekuatan fisik. Mantra keselamatan seringkali digunakan

untuk perkara dagang, jasa, dan rumah tangga. Penggolongan fungsi mantra

dilakukan berdasarkan kategori dan tujuan penggunaan di lapangan. Dengan

demikian, profil pengguna mantra pun menjadi bagian penting dalam penelitian

ini.

Ketiga, persepsi masyarakat Surakarta terhadap keberadaan mantra dapat

digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu: (1) persepsi negatif; (2) persepsi pra-

positif (netral apresiatif); dan (3) persepsi negatif. Dari penelitian Widodo dapat

dikembangkan penelitian selanjutnya. Dasar kajian peneliti karena mantra

memiliki fungsi dan bentuk teks yang memiliki perbedaan. Faktor yang

mempengaruhi perbedaan pada fungsi dan bentuk teks adalah kondisi sosial

masyarakat, tempat mantra tersebut terbentuk dan digunakan.

Penelitian Widodo memiliki kemiripan dengan penelitian penulis yang

masing-masing meneliti mantra dan sasaran kajian bentuk, isi, dan fungsi.

Terlepas dari kemiripan itu, ada perbedaan mendasar antara kedua penelitian ini,

yaitu Widodo meneliti mantra yang digunakan dalam masyarakat modern,

sedangkan penelitian ini meneliti mantra dalam masyarakat tradisional suku

Makassar. Selain itu, penelitian Widodo berlokasi di Surakarta, Jawa Tengah,

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

17

sedangkan penelitian ini berlokasi di Pattallassang, Kabupaten Gowa dan

Pallaklakang, Galesong, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.

Rita Nilawijaya (2011) meneliti “Struktur Dan Isi Mantra Lisan

Masyarakat Desa Pandan Dulang Kecamatan Semidang Aji Kabupaten Ogan

Komering Ulu: Sebuah Analisis Semiotik”. Tujuan penelitian Rita Nilawijaya

untuk mendeskripsikan struktur dan isi mantra lisan masyarakat Desa Pandan

Dulang Kecamatan Semidang Aji Kabupaten Ogan Komering Ulu. Mantra yang

terdapat pada mayarakat Desa Pandan Dulang, yaitu mantra ketingungan, mantra

pergi ke hutan, mantra untuk berbedak, mantra untuk terkilir dan mantra untuk

anak menangis malam. Dari mantra yang diperoleh dianalisis berdasarkan struktur

mantra, yaitu: bunyi, kata, baris, bait, tipografi, dan isi mantra. Semua dianalisis

berdasarkan pembacaan semiotika, yaitu pembacaan heuristik dan hermeneutika.

Dengan demikian, analisis mantra masyarakat di Desa Pandan Dulang mempunyai

struktur dan isi.

Penelitian ini menjadi dasar penggunaan metode penelitian yang

digunakan, yaitu semiotika melalui pembacaan heuristik dan hermeneutika.

Pijakan metode semiotika didasarkan kesamaan tujuan antara penelitian Rita

Nilawijaya dengan penelitian penulis dalam mendeskripsikan bentuk, fungsi dan

makna dalam mantra. Perbedaan penelitian Rita Nilawijaya dengan penelitian

penulis terletak pada bahasa mantra dan sistem pewarisannya. Meskipun

demikian, beberapa gagasan terkait dengan bentuk tekstual dan kontekstual

mantra Pandan Dulang dapat dijadikan panduan dalam menganalisis mantra

Tulembang dan Tupakbiring suku Makassar.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

18

Resen (2014) dalam penelitian “Manifestasi Kredo Puitika Sutan Takdir

Alisjahbana dalam Sajak-Sajak dan Renungan: Sebuah Kajian Stilistika”. Tujuan

penelitian Resen adalah untuk mengungkapkan bagaimana kredo puitika STA

termanifestasi melalui gaya bahasa dan tema puisi-puisi tersebut. Ada 7 puisi yang

dijadikan objek dan sumber data utama dalam penelitian ini. Teori yang

digunakan adalah teori stilitika moden dan teori hermeneutika di bawah payung

teori wacana dan latar keperagaan penulisnya sebagai kerangka pendekatan dan

alat bedahnya. Empat penelitian, Resen yakni: (1) gaya bahasa puisi STA

dibangun melalui kekhasan pengunaan bahasanya; (2) tema puisi STA disosokkan

sejalan dengan terbangunnya gaya puisi tersebut; (3) kredo puitika STA

termanifestasikan dalam puisi sejalan dengan gaya bahasa dan temanya; dan (4)

sejauh mana gaya bahasa dan tema puisi serta kredo puitika STA dapat

dipertahankan dalam versi terjemahan bahasa Inggris puisi-puisi tersebut.

Hasil penelitian Resen menunjukkan bahwa: (1) gaya bahasa puisi-puisi

STA dibangun oleh pernggunaan bahasa yang pada umumnya transparan dan

mensinyalkan nada atau sikap optimis, progresif, dan intelektual si persona (si aku

lirik); (2) tema puisi dalam variasinya dari puisi ke puisi terjalin oleh stau benang

merah, yakni perlunya perubahan sikap dan perilaku dari yang tradisional

menunju yang modern untuk membangun bangsa yang maju dan modern; (3) gaya

bahasa dan tema puisi-puisi STA kuat memanifestasikan kredo puitika STA,

yakni kredo seni bertenden dialektis; (4) gaya bahasa dan tema versi asli puisi-

puisi STA dapat dipertahankan keutuhannya pada puisi-puisi versi terjemahan

bahasa Inggris.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

19

Penelitian Resen menjadi dasar peneliti dalam melihat hubungan

representamen, objek, dan interpretan. Konsep kredo puitika STA mengacu pada

keyakinan terhadap jenis estetika yang dianggap benar dan pantas. Penelitian

Resen memiliki kesamaan penelitian ini karena menggunakan konsep „kajian

stilitika‟ yang mengacu pada mode pengkajian yang bertitik tolak dari kajian rinci

terhadap penggunaan bahasa dalam karya. Fokusnya pada pengungkapan

rancangan yang terbangun dari berakumulasi dan berkonfigurasi berbagai unsur

dari berbagai tataran deskripsi dalam teks karya. Perbedaan ini dilihat dari

penelitian Resen yang meneliti puisi-puisi kredo puitika STA, sedangkan peneliti

meneliti mantra Tulembang dan Tupakbiring dalam kehidupan suku Makassar, di

Sulawesi Selatan. Selain itu, dalam penelitian ini dikaji struktur teks, makna, dan

sistem pewarisan sehingga berbeda, tetapi penelitian Resen dapat digunakan

sebagai referensi.

2.2 Konsep Penelitian

2.2.1 Konsep Sastra Lisan

Menurut Bartlett (1965:244-245), “Sastra lisan merupakan sastra yang

diperdengarkan”. Sastra lisan merupakan karya sastra daerah yang diekspresikan

oleh berbagai suku bangsa di Indonesia. Sastra lisan pada hakikatnya adalah

tradisi lisan yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat tertentu. Keberadaannya

diakui, bahkan dekat dengan kelompok masyarakat yang memilikinya. Di dalam

sastra lisan, ceritanya sering mengungkapkan keadaan sosial dan budaya

masyarakat yang melahirkannya. Misalnya, berisi gambaran latar sosial, dan

budaya, serta sistem kepercayaan masyarakat. Selain itu, di dalamnya juga berisi

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

20

gambaran kaum bangsawan (masyarakat yang berpangkat), miskin dan kaya,

masyarakat profesi, serta masalah sosial kemasyarakatan yang lain. Sastra lisan

merupakan hasil kebudayaan lisan dalam masyarakat tradisional yang isinya dapat

disejajarkan dengan sastra tulis pada masa modern. Sastra yang diwariskan secara

lisan, seperti: pantun, nyanyian rakyat, dan cerita rakyat. Sastra lisan adalah karya

yang penyebarannya disampaikan dari mulut ke mulut secara turun-temurun. Oleh

karena itu, banyak sastra lisan yang hilang karena tidak dapat dipertahankan.

Selain keterbatasan memori manusia dalam mengingat, perkembangan teknologi

yang semakin canggih pada era globalisasi ikut menggeser sastra lisan yang

pernah ada.

Hutomo (1986:6) menyatakan bahwa sastra lisan berciri: (1) anonim; (2)

materi cerita kolektif, tradisional, dan berfungsi khas bagi masyarakatnya; (3)

mempunyai bentuk tertentu dan varian; (4) berkaitan dengan kepercayaan; dan (5)

hidup pada masyarakat yang belum mengenal tulisan. Supratno (1990:18)

menyatakan bahwa sastra lisan berciri: (1) anonim; (2) berversi atau bervariasi;

(3) memunyai bentuk tertentu; (4) berguna bagi kehidupan bersama; (5) bersifat

polos atau lugu; (6) milik kolektif; dan (7) tradisional. Ciri lain dikemukakan oleh

Sastrowardoyo (1983:2) bahwa sastra lisan berciri bersahaja dan lugas dalam

bentuk lahir.

Penelitian sastra lisan pada saat ini mulai mengemuka (Ahmadi 2010:17)

seiring dengan isu kearifan lokal dan pengetahuan lokal. Penelitian tentang sastra

lisan penting untuk dilakukan karena di samping berguna sebagai bentuk

cerminan pemikiran, pengetahuan, dan harapan (Lutfi 2010:42) berguna juga

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

21

sebagai sarana dokumentasi, inventarisasi, dan sarana eksplorasi nilai budaya dan

fungsi khasnya bagi masyarakat pendukungnya. Endraswara (2003:251),

mengatakan sastra lisan dikaji sebaiknya yang berasal dari daerah terpencil karena

di daerah demikian, keberadaan sastra lisan relatif utuh dan murni sebab fasilitas

teknologi dan mobilitas masyarakat pendukungnya terbatas. Sastra lisan yang kuat

berada di daerah terpencil. Kuatnya sastra lisan di daerah terpencil disebabkan

penduduknya berdaya baca rendah dan kuat dalam memegang tradisi (Hutomo

1991:2; 1992:25; 2002:34). Kedua faktor tersebut, menurut Sudikan (2001:58),

membuat sastra lisan lebih kuat daripada sastra tulis.

2.2.2 Konsep Tradisi Lisan

Secara historis, tradisi lisan pada hakikatnya adalah „sejarah‟ masyarakat

daerah yang sarat nilai, daya sebar budaya yang diwahanainya (divergensi) dan

daya padu (konvergensi) antarbudaya yang merupakan kesejarahan budaya lokal

(Kuntowijoyo, 2005:9) yang disebut sebagai budaya lokal. Sardar & Loon

(1998:7) menyatakan bahwa budaya lokal sebagai cultural identity yang telah

teruji kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang. Sebab, local wisdom telah

mentradisi secara ajeg dalam sifat kedaerahan dengan berpegang teguh pada nilai-

nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada. Ada beberapa ciri-ciri budaya

lokal yang masih mendarah daging hingga sekarang, di antaranya adalah sebagai

berikut.

1) mampu bertahan terhadap budaya luar;

2) memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar;

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

22

3) mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam

budaya asli;

4) mempunyai kemampuan mengendalikan; dan

5) mampu memberi arah pada perkembangan budaya.

Tradisi lisan sebagai budaya lokal dapat dilihat dari bahasa daerah besar

dengan tradisi lisannya berkembang, seperti: bahasa Jawa, Madura, Bali, Sunda,

dan lainnya yang berfungsi untuk mewahanai pelbagai bidang keilmuan,

sebagaimana tradisi lisan berdasarkan tata bahasa, sastra, arsitektur, kesehatan,

filsafat dan sebagainya (Rosidi, 1999:59-60).

Secara etimologis – tradisi lisan berasal dari bagian folklor yang bercirikan

secara lisan atau sering disebut oral atau orally atau selanjutnya disebut folklor

lisan. Folklor lisan bercirikan: verbal berupa kata-kata; tanpa tulisan; milik

kolektif rakyat; memiliki makna fundamental, ditransmisikan dari generasi ke

generasi (Endraswara, 2013:26). Adapun bentuk folklor lisan, yakni ujaran rakyat

(folk speech) yang biasa dirinci dalam bentuk julukan, dialek, ungkapan, dan

kalimat tradisional, pertanyaan rakyat, mitos, legenda, nyanyian rakyat, dan

sebagainya.

Berdasarkan bentuk-bentuk folklor lisan tersebut, diperlukan model

penelitisan sastra lisan. Model ini bisa diterapkan untuk diseleraskan dengan

tujuan penelitian, yakni mengungkapkan pesan berdasarkan model analisis pesan

(isi), kendati untuk menemukan keindahan dalam folklor dapat memanfaatkan

model estetika, stilistika, dan struktural. Sisi pesan dan nuansa folklor bertumpu

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

23

pada beberapa golongan, yakni: oral literature, social folks custome, material

culture, dan folks arts (Endraswara, 2013:20-31).

Tradisi lisan setidaknya memuat dua konfigurasi dalam bagian folklor.

Pertama, tradisi lisan sebagai bagian produk, yakni pesan lisan yang didasarkan

pada generasi sebelumnya. Kedua, tradisi lisan sebagai proses, yakni proses

pewarisan pesan melalui mulut ke mulut. Kedua aspek ini, kemudian difungsikan

secara mutlak, sebagai sistem proyeksi (pencerminan angan-angan suatu

masyarakat yang kolektif); alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga

kebudayaan; alat pendidik anak; serta alat koersif atau pengawas agar norma-

norma dapat terpenuhi (Kuntowijoyo, 2005:10).

Tradisi lisan memiliki kecenderungan yang bernilai minus.

Kecenderungan tersebut setidaknya memiliki 3 asumsi. Pertama, tradisi lisan

cenderung tindak reliable, yakni cenderung berubah-ubah atau rentan akan

perubahan. Kedua, berisi kebenaran terbatas, seperti hanya memuat kebenaran

intern (masyarakat tertentu) dan tidak universal. Ketiga, tradisi lisan hanya

memuat aspek historis masa lalu (Endraswara, 2003:32).

Berdasarkan uraian di atas tampak bahwa tradisi lisan merupakan produk

kearifan lokal dalam suatu budaya yang berlaku dan hidup di dalam maupun di

luar masyarakat di wilayah tertentu. Budaya ini menjadi keunikan bagi

masyarakat dan mewarnai aktivitas kolektif dan individu pada masyarakat.

Budaya lokal yang arif memiliki nilai baik dan kebenaran yang berakar dari

budaya leluhur dan masih tetap dianggap relevan hingga saat ini. Adanya nilai-

nilai dari kearifan lokal dalam kenyataannya sebagai nilai yang tidak hanya

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

24

berfungsi sebagai petunjuk dan berperilaku atau sosialisasi dalam sebuah

komunikasi manusia, melainkan lebih dari itu sebagai nilai leluhur atau nilai asli

yang dapat diperluas dalam pola pengembangan manusia secara utuh.

Tradisi lisan harus dijadikan kepedulian guna menjaga keberadaannya

dengan berbagai cara. Pertama, selalu memproduksi dan menceritakannya secara

berulang-ulang. Kedua, memfasilitasi pelaksanaan pertunjukan seni tradisional.

Ketiga, tradisi lisan dapat dibukukan dalam rangka pelestarian kebudayaan guna

dimanfaatkan dalam wakktu yang lama. Keempat, tradisi lisan dapat dijadikan

sebagai kajian pembelajaran melalui muatan lokal.

2.2.3 Konsep Mantra

Mantra ada dalam kesusastraan daerah di seluruh Indonesia dan

berhubungan dengan sikap religius manusia. Untuk memohon sesuatu kepada

Tuhan diperlukan kata-kata pilihan yang paling gaib, yang oleh penciptanya

dipandang kontak dengan Tuhan. Kata-kata terdapat dalam suatu mantra memiliki

kekuatan gaib apalagi kalau dibacakan dengan khusuk dan penuh keyakinan.

Dalam agama Islam, Hindu, Kristen, Budha dan agama lainnya, mantra dapat

berupa doa, nyanyian atau ujaran dalam upacara keagamaan yang memiliki

kekuatan gaib dan diucapkan untuk menggugah pikiran seseorang untuk kembali

ke jalan yang benar atau sebaliknya (Monier-William, 2012,

http//sanskrit.inria.fr//MW/195.html). Dengan cara demikian, apa yang diminta

atau dimohon oleh pengucap mantra dipenuhi oleh Tuhan.

Mantra merupakan bentuk kesusastraan asli milik Indonesia yang

dituturkan secara turun-temurun dari mulut ke mulut. Mantra berbentuk puisi lama

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

25

mempunyai rima dan ritme. Dalam mantra, ritme dan makna kata-katalah yang

diutamakan, sedangkan rima tidak terlalu diperhatikan. Mantra diucapkan oleh

penggunanya untuk keselamatan dan harapan, yakni mantra untuk terhindar dari

bahaya dan mantra yang mengandung harapan agar mendapat rezeki yang banyak

(Maknun, 2012:56).

Menurut Anwar (2005:213), “Mantra adalah perkataan atau kalimat yang

dapat mendatangkan daya gaib, jampi, dan pesona”. Menurut Hehahia dan Farlin

(2008:274), “mantra adalah kalimat yang diucapkan dan diulang atau dilafalkan

secara khusus untuk mendatangkan daya gaib, susunan kata berunsur puisi yang

dianggap mengandung kekuatan”. Oleh karena itu mantra seringkali dikaitkan

dengan puisi karena kesamaan struktur yang dimiliki dan dikaitkan dengan doa

karena kesamaan tujuannya. Pendapat berbagai ahli tentang kesamaan mantra baik

dengan puisi maupun doa mengundang perdebatan. Masing-masing pendapat

didasarkan pada kekayaan unsur dan tujuan mantra dalam berbagai budaya di

Indonesia. Hal inilah yang menarik berbagai penelitian selanjutnya.

Apabila ditilik dari masuknya mantra dalam kajian puisi, masih muncul

berbagai perdebatan. Ada dua pandangan terhadap mantra, yaitu yang

menggolongkan sebagai karya sastra dan yang tidak mengakui mantra sebagai

karya sastra. Tidak selalu semua konvensi sastra dapat dipenuhi sekaligus oleh

sebuah karya sastra. Mantra perlu dilihat dari segi struktur atau bentuknya. Bahasa

yang terdiri atas kata-kata yang indah dan diksi yang terpilih mengandung makna

yang dalam sehingga mantra mampu mencapai tujuan dengan irama yang

beraneka ragam. Semuanya itu merupakan ciri estetis mantra. Ada dua unsur

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

26

dalam membangun puisi. Pertama, hakikat puisi yang meliputi: makna, rasa, nada

dan amanat (tujuan, maksud). Kedua metode puisi yang terdiri atas diksi,

imajinasi, majas, irama, dan rima. Dengan demikian, dari segi intrinsik mantra

merupakan karya sastra (Ikram, 1993:4-5).

Mukarovski dan muridnya Vodicka menyodorkan pendapat mengenai

karya sastra dan penikmatnya, bahwa karya sastra sebagai artefak yang mati

sebagai tugu dan dapat dihidupkan lewat konkretisasi oleh pembacanya (Teeuw,

1993:15). Bukan saja mantra, bahkan karya sastra lainnya pun tanpa dihidupkan

oleh pembaca/pendengarnya tidak bearti apa-apa dan hanya merupakan benda

mati belaka. Apabila karya puisi, sudah dibaca pun masih belum tentu dapat

dimengerti. Dilihat dari segi bentuknya mantra sebagai karya sastra yang sarat

dengan rima tersusun secara indah dengan diksi-diksi yang terpilih dan dianggap

mempunyai kekuatan gaib.

Mantra merupakan bentuk puisi lama yang erat pula dengan kepercayaan

sejak masa purba. Kata-kata dalam mantra dianggap mengandung kekuatan gaib.

Yunus (1981:214) mengatakan bahwa mantra ditujukan kepada makhluk gaib,

kalau dihadapkan kepada manusia menjadi sesuatu yang tidak mudah dipahami,

bahkan tidak mempunyai arti. Hal utama yang dipentingkan dalam mantra adalah

bukannya bagaimana dapat memahaminya, akan tetapi bagaimana dapat

memberikan kontribusi bagi kehidupan manusia. Senada dengan pendapat tersebut

di atas (Suprapto, 1993:77) mengatakan bahwa mantra merupakan bentuk puisi

lama yang dapat mendatangkan kekuatan gaib yang biasanya diajarkan atau

diucapkan oleh pawang untuk menandingi kekuatan yang lain.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

27

Djamaris (1990:20) mengatakan bahwa mantra merupakan suatu gubahan

bahasa yang diresapi oleh kepercayaan dunia gaib dan sakti. Sujiman (1986:25)

mengatakan bahwa mantra dapat mengandung tantangan atau kekuatan terhadap

sesuatu kekuatan gaib dan dapat berisi bujukan agar kekuatan gaib tersebut tidak

berbuat yang merugikan. Mantra merupakan puisi magis, yang merupakan alat

untuk mencapai tujuan dengan cara yang luar biasa. Oleh karena itu, dalam

menggunakan mantra tergantung pada tujuan yang hendak dicapai.

Mastrawijaya (dalam Ikram, 1993:16) menggolongkan mantra menjadi

dua kelompok, yaitu mantra magis putih dan mantra magis hitam. Mantra magis

putih digunakan untuk kebaikan dan mantra magis hitam digunakan untuk

kejahatan. Mantra mempunyai unsur irama yang berpola tetap perwujudannya

dapat berupa pertentangan yang berselang seling antara suku kata panjang dengan

suku kata tidak beraksen.

Mantra adalah karya sastra lama dan dianggap sebagai puisi tertua di

Indonesia, yang berisi puji-pujian terhadap sesuatu yang gaib atau yang dianggap

dikeramatkan seperti dewa-dewa, roh-roh, binatang-binatang ataupun Tuhan,

biasanya diucapkan oleh dukun dan pawang. Apabila dalam hidup seseorang

menemui permasalahan yang tidak dapat dipecahkan melalui akal dan pikiran,

mereka mempergunakan mantra-mantra, dengan harapan tujuan tercapai.

Apabila ditilik dari maksud dan tujuan mantra dan doa, keduanya tidak

mempunyai perbedaan yang jelas. Oleh karena itu, orang kadang-kadang

menyamakan doa dan mantra. Dalam konteks penelitian ini, perbedaan yang

mendasar antara mantra dengan doa adalah pemakaian istilah saja. Adapun

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

28

perbedaan mendasar lainnya tampak dalam pemakaian bahasanya. Apabila

ditinjau dari segi makna, mantra dan doa mempunyai kesamaan, yaitu sama-sama

mengandung arti permohonan terhadap kekuatan yang gaib untuk memenuhi

harapan atau keinginan. Namun demikian, kedua kata tersebut belum digolongkan

sebagai kata yang bersinonim.

Kekaburan perbedaan makna antara mantra dengan doa tidak menghalangi

orang mengidentifikasikan mantra ataupun doa secara terpisah seperti berikut ini.

Mantra adalah kata-kata yang mengandung khidmat kekuatan gaib, biasanya

diucapkan oleh pawang. Kesalahan dalam mengucapkan mantra dianggap dapat

mendatangkan marabahaya (Haeruddin, 2011:34). Badudu (1984:5) memberi

batasan tentang mantra sebagai suatu bentuk puisi lama dan dianggap sebagai

puisi tertua di Indonesia. Kata dan kalimatnya tetap merupakan aturan yang tidak

bisa ditawar lagi. Kedua pendapat di atas, terangkum dalam Kamus Umum

Bahasa Indonesia yang mengartikan mantra sebagai: (a) perkataan atau ucapan

yang dapat mendatangkan daya gaib; (b) susunan kata berunsur puisi (rima,

irama) yang dianggap mengandung kekuatan gaib yang lain.

Dalam mantra sebagaimana puisi pada umumnya terdapat dua bentuk atau

pola, yaitu:

1) Bentuk bebas

Bentuk bebas atau pola bebas yang dimaksud adalah pola yang tidak terikat

oleh jumlah kata, baris ataupun bait, dan jumlah baris setiap bait, ataupun dari

rima dan persajakan. Seperti dikatakan Jalil dan Elmustian (2002:49) bentuk

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

29

suatu mantra sama dengan puisi bebas yang lain, bahkan mungkin mantra

lebih bebas.

2) Bentuk terikat

Bentuk terikat atau pola tetap mementingkan jumlah lirik, jumlah kata

pelarikannya, dan kesamaan rima. Unsur puisi dapat dilihat dalam susunan

baris, jumlah suku kata, serta hubungan baris dengan baris. Hamidy (1993:58)

memberi definisi mengenai pola baris puisi sebagai kesatuan gaya bahasa

yang terjadi dalam korespondensi berulang kembali, sehingga tiap baris puisi

mempunyai hubungan atau korespondensi satu dengan yang lain.

Menurut Hartarta (2009:55), bentuk mantra tidak memiliki pola umum,

sehingga variasi bentuk struktur sangat bervariasi. Secara garis besar struktur di

dalam tubuh mantra ada tiga unsur, yaitu awal/purwa, tengah/madya, dan

akhir/wasana. Jika dijabarkan lebih mendetail, muncul variasi-variasi bentuk

dikaitkan dengan pemaknaan mantra yang dideskripsikan sebagai berikut.

1) Komponen Salam Pembuka

Unsur pembuka adalah kata pertama yang terdapat pada mantra yang berisi

salam pembuka. Komponen pembuka merupakan pengakuan tunduk, takhluk,

dan mohon perlindungan Allah Penguasa alam semesta.

2) Komponen Niat

Secara tegas dan jelas dinyatakan dengan kata kunci niat. Makna kata niat

sering disejajarkan dengan kata tekad. Dalam konteks pemanfaatan mantra

tertentu harus disesuaikan dengan niat atau keinginan yang akan dicapai. Niat

diungkapkan dengan dua cara, yaitu: secara langsung dan tidak langsung.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

30

3) Komponen Nama Mantra

Komponen ini berisi penyebutan nama mantra yang hendak digunakan

(diamalkan). Tidak semua jenis mantra memiliki komponen nama karena

nama mantra sekadar dilisankan oleh pihak pemberi mantra (dukun, sesepuh).

Jadi, unsur ini hanya memberikan identitas nama.

4) Komponen Sugesti

Unsur sugesti adalah unsur yang berisi metafora-metafora atau analogi-analogi

yang dianggap memiliki daya atau kekuatan tertentu dalam rangka membantu

membangkitkan potensi kekuatan magis atau gaib pada mantra. Sugesti yang

diterima serupa dengan kalimat mantra. Komponen sugesti untuk beberapa

mantra didominasi oleh sentuhan-sentuhan mitologi.

5) Komponen Visualisasi dan Simbol

Komponen viasualisasi disebut juga komponen proses yang berisi perintah.

Komponen ini berisikankan bagian yang menggambarkan satu peristiwa yang

menjadi tugas mantra terhadap sasarannya. Komponen visualisasi dekat

dengan komponen harapan dan gaya bahasa. Adapun simbol atau lambang

yang terdapat di dalam mantra merupakan sosok pembayangan di dalam

mantra.

6) Komponen Nama Sasaran

Komponen ini berisi penyebutan nama sasaran (objek) yang hendak dituju.

Sasaran dapat berupa nama perorangan maupun kelompok masyarakat

(kolektif).

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

31

7) Komponen Tujuan

Unsur tujuan merupakan muara atau maksud yang ingin dicapai oleh pemantra

dalam mengamalkan mantra. Komponen tujuan ini semacam kesimpulan atau

intisari dari rangkaian unsur-unsur yang membentuk struktur mantra. Unsur

tujuan juga berfungsi untuk membedakan mantra satu dengan mantra yang

lain.

8) Komponen Harapan

Komponen ini merupakan komponen‟permintaan‟ agar apa yang telah

dilakukan (mengamalkan ajian atau mantra) dapat terlaksana dengan baik dan

berhasil dengan gemilang.

9) Komponen Penutup yang merupakan larik akhir.

Dalam penelitian ini digunakan bentuk struktur menurut Hartata

(2009:73) yang menyatakan bahwa bentuk mantra terdiri dari tiga hal, yaitu:

awal, tengah, dan akhir. Setiap bagian tersebut memiliki pemaknaan yang

berbeda sehingga memberikan variasi yang berbeda. Variasi yang dimaksud

adalah: (a) komponen salam pembuka; (b) komponen niat; (c) komponen

nama mantra; (d) komponen sugesti; (e) komponen visualisasi dan simbol; (f)

komponen nama sasaran; (g) komponen tujuan; (h) komponen harapan; dan (i)

komponen penutup.

Untuk mengetahui makna masing-masing bentuk mantra, peneliti

menggunakan kajian semiotika. Hal ini untuk mengetahui makna secara

eksplisit dan implisit. Dengan demikian, hasil pengamatan terhadap bentuk

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

32

mantra memberikan hasil berupa identifikasi terhadap bentuk, makna, dan

variasi yang muncul.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirangkum bahwa pengertian mantra

adalah ucapan atau perkataan yang dapat mendatangkan kekuatan gaib.

Kekuatan tersebut bertujuan untuk memberikan kekuatan bagi manusia dalam

menjalankan berbagai kegiatan manusia.

2.3 Landasan Teori

2.3.1 Struktur Teks Mantra

Jakobson (dalam Sobur, 2003:56) juga melakukan analisis structural

fonem antara lain : (a) mencari distinctive features (ciri pembeda) yang

membedakan tanda-tanda kebahasaan satu dengan yang lain. Tanda-tanda ini

harus berbeda seiring dengan ada-tidaknya ciri pembeda dalam tanda-tanda

tersebut ; (b) memberikan suatu ciri menurut features tersebut pada masing-

masing istilah, sehingga tanda-tanda ini cukup berbeda satu dengan yang lain; (c)

merumuskan dalil-dalil sintagmatis mengenai istilah kebahasaan dengan

distinctive features dan dapat berkombinasi dengan tanda-tanda kebahasaan

tertentu lainnya ; (d) menentukan perbedaan-perbedaan antartanda yang penting

secara paradigmatis, yakni perbedaan antar tanda yang masih dapat saling

menggantikan.

Aminudin (2004:136) mengatakan bangun struktur puisi adalah unsur

pembentuk puisi yang dapat diamati secara visual. Unsur tersebut meliputi: bunyi,

kata, larik atau baris, bait, dan tipografi. Pernyataan ini sebenarnya merujuk pada

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

33

pemahaman bahwa bentuk mantra sama dengan puisi karena mantra merupakan

salah satu genre puisi (Harun, 1989: 442).

Mantra sebagai bentuk karya sastra lama mempunyai susunan kata

berunsur puisi, penuh dengan makna, ambiguitas, dan memiliki norma. Dalam

mantra, juga terdapat deviasi gramatika, fonologi, semantik, ataupun unsur rima

atau pengulangan bunyi, irama, dan matra. Mantra juga memiliki: (1) gaya bahasa

yang digunakan; (2) diksi atau pilihan leksikal mantra; dan (3) rima atau

persajakan pada mantra (Nurhayati, 2013). Untuk selanjutnya diuraikan sebagai

berikut.

1) Gaya Bahasa

Penggunaan gaya bahasa pada mantra, jika dicermati seperti ada cerita,

ada asal usul, ada pemahaman budaya, religi dan pemahaman tentang hidup

dan kehidupan. Ada keinginan yang akan dicapai, larangan atau ancaman yang

diberikan oleh pemakai mantra. Ada kerjasama yang diajukan serta

kepasrahannya. Semua itu dikemas dengan bahasa yang khas, mudah

dipahami, memakai metafor, serta kiasan untuk memadatkan gagasan dan

keinginan pengucap mantra. Berikut merupakan gaya bahasa yang dapat

digunakan dalam suatu bahasan, di antaranya:

a) Antiklimaks, yang berarti tidak tegang atau tidak ada peningkatan

ketegangan, maka larik-larik pada mantra ini juga tidak menunjukkan

suatu ketegangan atau tidak bersifatp eriodik, justru lebih cenderung

menurun.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

34

b) Klimaks, berdasarkan arti klimaks yakni, gaya bahasa yang merupakan

puncak dari suatu hal, kejadian, keadaan dan sebagainya yang berkembang

secara berangsur-angsur.

c) Paralelisme, yaitu adanya kandungan maksud yang sama antara larik

pertama dengan larik terakhir.

d) Repetisi, yaitu pengulangan dalam kalimat yang dapat berupa bunyi, suku

kata, kata atau bagian kalimat yang merupakan kunci atau yang dianggap

penting untuk memberikan penegasan atau tekanan atau efek tertentu.

Gaya bahasa repetisi meliputi:

a. Epizeuksis, pengulangan yang bersifat langsung. Patokanya kata atau

frase yang dipentingkan diulang beberapa kali pada kalimat yang

sama.

b. Tautotes, adalah repetisi yang terjadi pada sebuah kata dalam

konstruksi yang sama.

c. Anafora, adalah jenis repetisi yang terjadi karena adanya pengulangan

kata di awal tiap larik atau kalimat yang berbeda.

d. Epistrofa/ Epifora, adalah jenis repetisi yang berujud perulangan kata

atau frasa pada akhir kalimat berurutan.

e. Simploke, adalah jenis repetisi yang menggabungkan antara anafora

dan epistrofa, yaitu perulangannya terjadi pada awal dan akhir baris

pada larik atau kalimat yang berurut.

f. Mesodiplosis, adalah perulangan yang terjadi di tengah larik atau

kalimat yang berurutan.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

35

g. Epanalepsis, adalah repetisi yang kata awalnya diulang pada akhir larik

dalam kalimat yang sama. Tujuan dari gaya jenis repetisi ini adalah

untuk menegaskan maksud si pemakai mantra.

h. Anadiplosis, terjadi karena kata terakhir atau klausa terakhir dari larik

atau kalimat sebelumnya diulang menjadi kata awal atau pemula dari

larik atau kalimat berikutnya.

i. Gaya bahasa Retoris (Keraf, 1990:40), adalah gaya bahasa yang

mengalami penyimpangan makna semata-mata karena penyimpangan

konstruksi biasa demi mendapatkan atau mencapai efek tertentu. Gaya

bahasa retoris yang dimaksud meliputi gaya bahasa seperti tersebut di

bawah ini.

a) Aliterasi sebagai pengulangan konsonan atau kelompok konsonan

pada awal suku kata atau awal kata secara berurutan. Verhar

(1990:104) menyebut aliterasi sebagai wujud perulangan berupa

konsonan yang sama. Fungsinya untuk perhiasan atau untuk

penekanan. Dalam KBBI, (2008) aliterasi, yaitu sajak awal dengan

fungsi untuk mendapatkan efek kesedapan bunyi.

b) Asonansi merupakan kebalikan aliterasi, yaitu pengulangan bunyi

vokal pada suku kata atau kata yang berurutan. Dalam arti kamus,

asonansi biasa disebut purwakanti.

Selain itu, ada gaya bahasa kiasan yang mencari sifat kesamaan atau

pun selisih. Gaya bahasa ini meliputi:

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

36

a) Simile (persamaan), dinyatakan secara langsung persamaannya secara

eksplisit dengan memakai kata bantu (seperti, sama, bagaikan, laksana,

sebagai dan akan) supaya merujuk pada yang dipersamakan itu.

b) Metafora, adalah jenis kiasan yang membandingkan dua buah benda

secara singkat dan langsung atau dengan analogi benda lainnya secara

singkat tanpa memakai kata bantu.

c) Personifikasi atau Prosopopoeia, merupakan corak khusus dari metafora

yang menganggap benda mati, binatang, dan tanaman sebagai benda hidup

yang memiliki sifat kemanusiaan. Artinya, semua benda mati, binatang,

dan tumbuhan yang disebutkannya memiliki sifat penginsanan, seperti:

bertindak, berbuat, dan berbicara seperti layaknya manusia. Alusi,

merupakan jenis gaya bahasa kiasan yang memberikan semacam acuan

referensi yang eksplisit atau implisit.

2) Diksi

Diksi atau pilihan kata adalah penentuan kata yang tepat, selaras dan

berefek dalam konteks penggunaan untuk penggambaran gagasan. Artinya,

diksi yang dipilih dalam mantra telah memiliki jiwa (perasaan-perasaan

penyair) yang maknanya disesuaikan dengan fungsi dan tujuan mantra. Diksi

yang dimaksud meliputi: kata yang maknanya dapat langsung dimengerti

(denotatif), seperti: kata mari, kemari, jangan dll. Kata yang maknanya perlu

penjabaran (konotatif) seperti hubungan kata „hendak menanam‟. Artinya,

akan menanam bibit. Kata yang bermakna sinonim, misalnya: ruh, semangat,

kecil, burung, halus (semangat), temui, uri, tali pusat, (plasenta). Kata yang

Page 37: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

37

antonim, misalnya: kecil x besar, muda x tua, tidak hujan x hujan, tidak sama

x sama, tak tinggi x tinggi, hantu x malaikat dsb. Kata yang homonim,

misalnya bisa yang artinya racun dan dapat, upas artinya racun dan ipuh, dsb.

Kata yang memakai simbol agama, Bismillahirahmanirahim, Barakkat,

Lailahaillah, Muhammadarrasullulah, Min, Nun, Dal, Lam, Allah dsb. Kata

yang berhubungan dengan budaya: pakkjeko, aklessoro, akbine, annanang,

appa sulupa, bulang, bintoeng, yukkung, yakkung, dan yaccing.

Struktur teks mantra berbeda dengan struktur sastra lisan yang lain,

karena di dalam mantra memuat unsur daya magis, gaib, dan pesona (Anwar,

2005:213). Menurut Hehahia dan Farlin (2008:274), mantra kebanyakan

diucapkan dengan menggunakan pengulangan bunyi yang diyakini

menumbuhkan kekuatan magis. Oleh karena itu, mantra sering dianggap atau

disamakan dengan doa. Terlepas dari itu, secara struktur teks, seperti yang

sudah dijelaskan sebelumnya, mantra mempunyai pola bebas dan terikat.

Lebih lanjut, Hartarta (2009:5) menyatakan secara garis besar struktur di

dalam tubuh mantra menjadi tiga unsur, yaitu: awal/purwa, tengah/madya, dan

akhir/wasana.

2.3.2 Fungsi Teks Mantra

Dalam memahami fungsi tradisi, peneliti menggunakan teori yang

dikembangkan oleh Bascom (http//www.jstor.org/stable/536411/accessed

:20/07/2011). Menurutnya, ada empat fungsi sastra lisan, yaitu:

1) sebagai bentuk hiburan;

2) sebagai alat pengesahan pranata-pranata atau lembaga-lembaga kebudayaan;

Page 38: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

38

3) sebagai alat pendidikan anak;

4) sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat selalu

dipatuhi anggota kolektifnya.

Teori fungsi untuk menganalisis mantra Tulembang dan Tupakbiring

sebagai berikut.

1) Sebagai Bentuk Hiburan

Sebagai sebuah tradisi turun-temurun, pembacaan mantra Tulembang

dan Tupakbiring bentuk hiburan tersendiri bagi masyarakat setempat.

“Hiburan” sifatnya langsung merangsang panca-indra atau juga tubuh untuk

mengikuti dengan gerak; mementingkan sifat glamour dan sensasional

(Sedyawati, 2006:131). Pembacaan Mantra Tulembang dan Tupakbiring

memiliki keindahan, baik dari segi mantra maupun prosesi ketika menjalankan

ritual. Bagi masyarakat suku Makassar, tradisi membaca Mantra Tulembang

dan Tupakbiring merupakan bentuk kesenian yang menghibur. Hiburan dalam

konteks ini bukan hanya sebuah tontonan, melainkan alat yang dapat membuat

pikiran dan perasaan masyarakat menjadi lega. Isi mantra dapat memberikan

penyegaran jiwa bagi pembaca mantra. Selain mantra, prosesi adalah hal yang

menonjol dan membuktikan bahwa ritual Mantra Tulembang dan Tupakbiring

sebagai bentuk hiburan.

2) Sebagai Alat Pengesahan Pranata-pranata dan Lembaga-lembaga Kebudayaan

Menurut Rahman (2004:101), setiap lembaga kebudayaan memiliki

ciri-ciri spesifik. Konvensi di masyarakat tertentu menjadi dasar terbentuknya

lembaga tersebut. Dalam masyarakat religi terdapat sistem sosial budaya yang

Page 39: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

39

berlaku di dalam tata kehidupannya. Fungsi religi di dalam sistem sosial

budaya menjadi penting dan melekat erat, seakan-akan mustahil melemah dan

tersisihkan dari struktur sistem tersebut secara keseluruhan. Fungsi sebagai

alat pengesahan pranata-pranata atau lembaga-lembaga kebudayaan adalah

apabila kegiatan tersebut rutin dilakukan pada kesempatan atau waktu tertentu.

3) Sebagai Alat Pendidikan Anak

Filsafat etika mengajarkan tentang apa yang baik dan buruk. Ukuran

bagi sesuatu yang baik dan buruk adalah kata hati. Kata hati dipengaruhi oleh

faktor-faktor pembawaan, lingkungan, agama, dan usia (Sulistyorini,

2008:75). Setiap individu anak dan orang dewasa selalu mempunyai

kebutuhan-kebutuhan tertentu (yang bersifat ritual, biologis, dan kemanusian

atau sosial kultural) untuk mempertahankan hidupnya. Demikian pula seorang

anak, selalu berusaha mengatasi semua hambatan dan menghilangkan

ketegangan-ketegangan batinnya sebagai akibat belum terpenuhinya

kebutuhan. Jika pemenuhan kebutuhan itu sudah terlaksana, akan tercapai

keseimbangan batin dan kepuasan.

Fungsi primer yang terpenting dari keluarga adalah pewarisan norma

kebudayaan dari satu generasi ke generasi lainnya. Hal-hal religius sudah

mulai diajarkan sejak kecil di lingkungan rumah tangga. Pendidikan

ketuhanan akan mempertajam pandangan untuk melihat gejala-gejala pertama

dari perkembangan religius yang sebenarnya. Hal ini dapat dilihat dari

kandungan isi mantra yang bertujuan untuk menyampaikan nilai-nilai baik

secara implist maupun eksplisit. Selain fungsi tersebut, fungsi agamis juga

Page 40: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

40

diberikan oleh tradisi kepada seorang anak. Hal tersebut dapat dilihat dari cara

untuk mendapatkan sesuatu tidak gampang, memerlukan kerja keras serta rasa

berserah diri (tawakkal) kepada Allah.

4) Sebagai Alat Pemaksa dan Pengawas agar Norma-norma Masyarakat Selalu

Dipatuhi Anggota Kolektifnya

Hal yang melekat dan mengakar dalam kehidupan masyarakat adalah

norma-norma tertentu yang diturunkan dari masyarakat terdahulu. Norma

hukum yang mengikat masyarakat untuk bertindak baik secara individu

maupun kolektifnya. Ikatan para pelaku tradisi terdapat pada rasa kewajiban

untuk melestarikan dan mengenalkan tentang kebudayaan pemanggil hujan.

Tradisi tersebut dilaksanakan untuk mengingatkan masyarakat untuk tidak

melupakan bersyukur dan berdoa kepada Sang Pencipta (Tuhan). Jika tradisi

tersebut tidak dilaksanakan, maka keimanan masyarakat setempat akan

menurun. Ketika Mantra Tulembang dan Tupakbiring mulai didengarkan,

maka hal tersebut akan mengingatkan dan memaksa masyarakat untuk

meresapi isi dari mantra tersebut. Tidak peduli masyarakat tersebut termasuk

dalam kategori orang yang berpendidikan atau tidak, mantra tersebut memaksa

orang terhadap keyakinannya. Baik muda maupun tua, mereka tetap hanya

bisa mengikuti dan tidak bisa menolak mantra tersebut.

Berdasarkan uraian di atas analisis fungsi pada mantra Tulembang dan

Tupakbiring dikaji berdasarkan pemenuhannya terhadap teori Bascom yang

menyatakan bahwa mantra memiliki fungsi, yaitu: (1) sebagai bentuk hiburan; (2)

sebagai alat pengesahan pranata-pranata atau lembaga-lembaga kebudayaan; (3)

Page 41: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

41

sebagai alat pendidikan anak; dan (4) sebagai alat pemaksa dan pengawas agar

norma-norma masyarakat selalu dipatuh anggota kolektifnya.

Fungsi dalam sastra lisan bergantung pada kondisi, sikap, dan pandangan

masyarakat setempat. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat intelektual masyarakat

(Badrun, 2014:16). Secara teoretis, fungsi mantra telah dikembangkan oleh

Bascom (http//www.jstor.org/stable/536411/accessed:20/07/2011), yakni sebagai

bentuk hiburan; alat pengesahan pranata-pranata atau lembaga-lembaga

kebudayaan; alat pendidikan anak; dan alat pemaksa dan pengawas agar norma-

norma masyarakat selalu dipatuhi oleh anggota kolektifnya. Mantra juga

mengandung unsur teologi, religius, sosial, dan budaya.

Teologi dalam pengertian luas, merupakan filosofi tentang Tuhan (Ferm,

dalam Runes (ed.), 1979:317). Dalam konteks Islam, teologi dimaknai sebagai

ilmu yang membahas aspek ketuhanan secara rasional (Razak dan Anwar,

2006:90). Adapun religius taat pada dan melakukan praktik keagamaan misalnya

sembahyang, dan berdoa (KBBI, 2002:738). Fungsi religius di dalam mantra

merupakan fungsi yang menunjukkan bahwa ada kekuatan lain di luar kekuatan

manusia. Fungsi religius mempengaruhi pemikiran dan perilaku.

Fungsi sosial mantra di dalam suatu masyarakat adat sebagai pengendali

norma sosial dan fungsi proyeksi angan-angan suatu kolektif (Badrun, 2014:16).

Namun demikian, fungsi sosial bergantung pada masyarakat pemiliknya, pada

sikap dan pandangan masayarakat pemiliknya. Fungsi budaya sebuah mantra

dapat sebagai fungsi pengesahan kebudayaan atau alat pengesahan pranata-

Page 42: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

42

pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan. Artinya, fungsi ini sebagai kegiatan

rutin yang dilakukan pada kesempatan atau waktu tertentu.

Variasi teks dikatakan sebagai proses penciptaan. Menurut Badrun

(2014:15), dalam sastra lisan, khususnya mantra bergantung pada kebiasaan

masyarakat pemilik tradisi. Secara teoritis, proses penciptaan mengandung unsur

hafalan, pola rima, dan formulaik. Dikatakan hafalan karena mantra diturunkan

dengan syarat tertentu, pola rima karena mantra penekanan pada permainan bunyi.

Dikatakan formulaik karena mantra diberikan dengan pembiasaan diri untuk

mendengar.

2.3.3 Teori Fungsional

Jakobson (1971:87), salah seorang pakar linguistik meneliti pembelajaran

dan fungsi bahasa, memberi penekanan pada dua aspek dasar struktur bahasa yang

diwakili oleh gambaran metafor retoris (kesamaan) dan metonimia

(kesinambungan). Bagi Jakobson, bahasa memiliki enam macam fungsi, yaitu: (1)

fungsi emotif (emotive), pengungkap keadaan pembicara; (2) fungsi referensial

(referential), pengacu pesan; (3) fungsi puitik (poetic), penyandi pesan ; (4)

fungsi metalinguistik (metalinguistics), penerang terhadap sandi atau kode yang

digunakan; (5) fungsi konotif (conative), pengungkap keinginan pembicara yang

langsung atau segera dilakukan atau dipikirkan oleh sang penyimak; (6) Fungsi

fatik (phatic), pembuka, pembentuk, pemelihara hubungan atau kontak antara

pembicara dengan penyimak.

Peneliti menggunakan salah satu fungsi dari teori fungsional Jakobson

(1971:43) sebagai pelopor fungsi puitik (poetic function) memiliki teori yang

Page 43: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

43

eksplisit dalam pendekatan sastra secara strukturalistis. Menurutnya, fungsi puitik

menjadi perhatian kritikus sastra yang ditumpukkan pada bahasa yang

menyebabkan seni sastra berada. Disamping itu, puisi sebagai sebuah karya sastra

secara linguistik karena poetika bagianya adalah bagian dari linguistik. Dengan

pengertian lain, fungsi puitik mengarahkan segenap upaya dan perhatian pada

unsur-unsur.

Guna mempelajari bahasa puitis, Jakobson mempergunakan konsep

polaritas dan konsep ekuivalensi. Konsep polaritas diambil dari teori Saussure

tentang hubungan sintagmatis dan asosiatif (paradigmatis). Konsep ini

memperlihatkan oposisi biner metafora dan metonomia. Metafora bersifat

paradigmatis, sedangkan metonimia bersifat sintagmatis. Keduanya mendasari

proses pembentukan tanda-tanda bahasa atas seleksi dan kombinasi. Atas dasar

itu, fungsi puitik memberikan definisi sebagai fungsi untuk memanfaatkan seleksi

dan kombinasi untuk menigkatkan ekuivalensi (Kridalaksana, 2005:49).

Bahasa puitik ada hubungannya dengan masalah yang ada dalam struktur

verbal. Linguistik merupakan pengetahuan menyeluruh tentang struktur verbal,

maka bahasa puitik dapat dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari

linguistik. Ternyata sarana-sarana yang digunakan dalam bahasa puitik tidak

terbatas pada seni verbal saja. Ciri-ciri bahasa puitik tidak hanya termasuk dalam

ilmu bahasa, tetapi juga dalam semua teori mengenai tanda, yaitu semiotika

umum. Pernyataan ini berlaku bagi semua variasi bahasa karena dalam bahasa ada

beberapa wilayah yang erat kaitannya dengan sistem-sistem tanda yang lainnya,

bahkan dengan semua sistem itu (ciri-ciri pansemiotik) (Budianta, dkk., 2008:40).

Page 44: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

44

Berbeda halnya dengan linguistik, bahasa puitik ada kaitannya dengan

evaluasi. Sesungguhnya setiap perilaku verbal mempunyai tujuan, tetapi tujuan itu

berbeda dan kecocokan sarana yang digunakan dengan efek yang diinginkan

merupakan masalah yang senantiasa menyibukkan peneliti berbagai jenis

komunikasi verbal. Ada hubungan yang lebih erat yang tidak terduga oleh para

kritikus antara masalah fenomena linguistik yang berkembang dalam ruang dan

waktu dan terentangnya model-model sastra dalam ruang dan waktu. Bahkan,

penyebaran yang terputus-putus sebagai halnya pemunculan kembali penyair-

penyair yang dilupakan dan yang terlupakan pada masa kini (Kridalaksana,

2005:50).

Jakobson menyatakan pula bahwa gaya-gaya literer berbagai aliran dapat

dibedakan atas pemanfaatan metafora atau metonimia, seperti: aliran romantisme,

simbiolisme, dan surrealisme yang mengutamakan metafora. Aliran realisme dan

kubisme mengutamakan metonimia. Di sisi lain, Jakobson juga berargumen

bahwa kepuitisan atau fungsi puitis tidak hanya terbatas pada puisi, melainkan

pada (dalam) semua penggunaan bahasa. Dengan kata lain, apabila akan

mempelajari fungsi puitis, maka linguistik tidak boleh membatasi pada puisi saja

(Rokhmansyah, 2014:68).

2.3.4 Teori Semiotika

Semiotika adalah ilmu tentang tanda-tanda, sudah lahir pada akhir abad

ke-19 dan awal abad ke-20. Akan tetapi, ilmu ini baru berkembang pada

pertengahan abad ke-20. Ilmu semiotika dalam sastra tidak terpisah dari teori

Page 45: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

45

strukturalisme seperti yang dikemukaan oleh Yunus (1981:17) bahwa semiotika

itu merupakan lanjutan strukturalisme.

Semiotika merupakan ilmu tentang tanda-tanda yang mempelajari

fenomena sosial budaya termasuk sastra sebagai sistem tanda (Preminger,

1974:980). Tanda mempunyai dua aspek, yaitu: penanda dan petanda. Penanda

adalah bentuk formal tanda, dalam bahasa berupa satuan bunyi atau huruf dalam

sastra tulis, sedangkan petanda adalah yang ditandai oleh penandanya.

Berdasarkan hubungan antara penanda dan petanda serta petandanya maka ada

tiga jenis tanda, yaitu: ikon, indeks dan simbol. Ikon adalah tanda yang penanda

dan petandanya menunjukkan ada hubungan yang bersifat alamiah, yaitu penanda

sama dengan petandanya, misalnya gambar rumah pada peta yang menunjukkan

bahwa rumah yang ditandai (petanda) menandai rumah yang sesungguhnya.

Indeks adalah tanda yang penanda dan petandanya menunjukkan adanya

hubungan alamiah yang bersifat kausalitas, misalnya asap menandai api, mendung

menandai hujan. Simbol adalah tanda yang menanda tidak menunjukkan adanya

hubungan alamiah, hubungannya arbiter (semau-maunya) berdasarkan konvensi.

Sebagian besar tanda bahasa berupa simbol. Di samping ketiga tanda itu ada tanda

yang disebut dengan simtom (gejala) yang petandanya belum pasti. Misalnya suhu

panas orang sakit tidak menunjukkan penyakit tertentu (Culler, 1981:40).

Dalam semiotika terdapat dua sistem yang dapat diidentifikasi, yaitu: (1)

sistem semiotik tingkat pertama (first order semiotics); dan (2) sistem semiotik

tingkat kedua (second order semiotics). Bahasa adalah bahan karya sastra.

Sebelum menjadi karya sastra, bahasa sudah merupakan tanda yang mempunyai

Page 46: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

46

arti. Oleh karena itu, bahasa disebut sebagai sistem semiotik tingkat pertama,

kemudian menjadi tanda sastra dan ditingkatkan menjadi sistem semiotik tingkat

kedua. Arti bahasa menjadi arti sastra, maka arti sastra disebut sebagai

significance atau makna. Makna ini arti dari arti (Preminger, 1974:981-982).

Riffaterre (1978:166) mengatakan bahwa pembacalah yang bertugas untuk

memberikan makna tanda-tanda yang terdapat pada karya sastra. Tanda-tanda itu

akan memiliki makna setelah dilakukan pembacaan dan pemaknaan terhadapnya.

Sesungguhnya, dalam pikiran pembacalah transfer semiotik dari tanda ke tanda

terjadi. Michael Riffaterre (1978) mengemukakan prinsip-prinsip dasar dalam

pemaknaan puisi secara semiotik, antara lain:

1) Ketidaklangsungan Ekspresi.

Ketidaklangsungan ekspresi dikemukakan oleh Riffaterre (1978:1)

bahwa puisi itu dari dahulu hingga sekarang selalu berubah karena evolusi

selera dan konsep estetik yang selalu berubah dari periode ke periode.

Riffaterre menganggap bahwa puisi adalah sebagai salah satu wujud aktivitas

bahasa. Puisi berbicara mengenai sesuatu hal dengan maksud yang lain.

Artinya, puisi berbicara secara tidak langsung sehingga bahasa yang

digunakan pun berbeda dari bahasa sehari-hari. Jadi, ketidaklangsungan

ekspresi itu merupakan konvensi sastra pada umumnya. Karya sastra itu

merupakan ekspresi yang tidak langsung, yaitu menyatakan pikiran atau

gagasan secara tidak langsung, tetapi dengan cara lain (Pradopo, 2005:124).

Ketidaklangsungan ekspresi menurut Riffaterre (1978:2) disebabkan oleh tiga

hal, yaitu: penggantian arti (displacing of meaning), penyimpangan arti

Page 47: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

47

(distorting of meaning), dan penciptaan arti (creating of meaning). Ketiga

jenis ketidaklangsungan ini akan mengancam representasi kenyataan atau apa

yang disebut dengan mimesis. Landasan mimesis adalah hubungan langsung

antara kata dengan objek. Pada tataran ini masih terdapat kekosongan makna

tanda yang perlu diisi dengan melihat bentuk ketidaklangsungan ekspresi

untuk menghasilkan sebuah pemaknaan baru (significance).

a) Penggantian arti (displacing of meaning)

Penggantian arti menurut Riffaterre disebabkan oleh penggunaan

metafora dan metonimi dalam karya sastra. Metafora dan metonimi dalam

arti luasnya untuk menyebut bahasa kiasan pada umumnya. Jadi, tidak

terbatas pada bahasa kiasan metafora dan metonimi saja. Hal ini

disebabkan oleh metafora dan metonimi merupakan bahasa kiasan yang

penting hingga dapat mengganti bahasa kiasan lainnya. Di samping itu,

ada jenis bahasa kiasan yang lain, yaitu simile (perbandingan),

personifikasi, sinekdoke, epos, dan alegori. Metafora adalah bahasa kiasan

yang mengumpamakan atau mengganti sesuatu hal dengan tidak

mempergunakan kata pembanding: bagai, seperti, bak, dan sebagainya.

Metonimi merupakan bahasa kiasan yang digunakan dengan memakai

nama atau ciri orang atau sesuatu barang untuk menyebutkan hal yang

bertautan dengannya.

b) Penyimpangan arti (distorting of meaning).

Penyimpangan bahasa secara evaluatif atau secara emotif dari

bahasa biasa ditujukan untuk membentuk kejelasan, penekanan, hiasan,

Page 48: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

48

humor, atau sesuatu efek yang lain. Riffaterre (1978:2) mengemukakan

bahwa penyimpangan arti disebabkan oleh tiga hal, yaitu ambiguitas,

kontradiksi, dan Nonsense. Ambiguitas disebabkan oleh bahasa sastra

berarti ganda (polyinterpretable), lebih-lebih bahasa puisi. Kontradiksi

berarti mengandung pertentangan disebabkan oleh paradoks dan atau ironi.

Paradoks merupakan suatu pernyataan yang berlawanan dengan dirinya

sendiri, atau bertentangan dengan pendapat umum, tetapi kalau

diperhatikan lebih dalam sesungguhnya mengandung suatu kebenaran.

Ironi menyatakan sesuatu secara berkebalikan, biasanya untuk mengejek

atau menyindir suatu keadaan. Nonsense adalah kata-kata yang secara

linguistik tidak mempunyai arti sebab hanya berupa rangkaian bunyi, tidak

terdapat dalam kamus. Akan tetapi, puisi Nonsense itu memiliki makna.

Makna itu timbul karena adanya konvensi sastra, misalnya konvensi

mantra. Nonsense berfungsi untuk menimbulkan kekuatan gaib atau magis,

untuk mempengaruhi dunia gaib. Nonsense banyak terdapat dalam puisi

mantra atau puisi yang bergaya mantra.

c) Penciptaan arti (creating of meaning)

Penciptaan arti ditimbulkan melalui enjambement, homologue, dan

tipografi (Riffaterre, 1978:2). Penciptaan arti merupakan konvensi

kepuitisan berupa bentuk visual yang secara linguistik tidak mempunyai

arti, tetapi menimbulkan makna di dalam puisi. Jadi, penciptaan arti

merupakan organisasi teks di luar linguistik. Dalam kajian mantra,

Page 49: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

49

semiotika dapat dikaji dari dua penanda, yaitu: verbal maupun non verbal

(Ratna 2010:105).

Dalam penelitian ini digunakan konsep teori semiotika Riffaterre untuk

mengkaji sistem lambang (sign) dan perlambangan pada mantra Tulembang

dan Tupakbiring. Seperti diuraikan dalam teori sebelumnya bahwa mantra

Tulembang dan Tupakbiring termasuk dalam puisi yang menjadi pendekatan

semiotika yang digunakan oleh teori semiotika Riffaterre. Di samping itu,

penggunaan semiotika Riffatere ini bertujuan untuk mendapatkan makna dari

ekspresi tidak langsung dalam mantra Tulembang dan Tupakbiring. Makna

dalam teks dapat dipahami dengan menafsirkan lambang dan perlambangan

yang hadir dalam teks dan dihubungkan dengan penerimaan umum dalam

masyarakat.

2) Heuristik

Heuristik menurut Riffaterre (1978:5) merupakan pembacaan tingkat

pertama untuk memahami makna secara linguistik, sedangkan pembacaan

hermeneutika merupakan pembacaan tingkat kedua untuk menginterpretasi

makna secara utuh. Dalam pembacaan ini, pembaca lebih memahami apa yang

sudah dia baca untuk kemudian memodifikasi pemahamannya tentang hal itu.

Menurut Santosa (2004:231), pembacaan heuristik adalah pembacaan

yang didasarkan pada konvensi bahasa yang bersifat mimetik (tiruan alam)

dan membangun serangkaian arti yang heterogen, berserak-serakan atau tidak

gramatikal. HaI ini dapat terjadi karena kajian didasarkan pada pemahaman

arti kebahasaan yang bersifat lugas atau berdasarkan arti denotatif dari suatu

Page 50: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

50

bahasa. Selanjutnya, Pradopo (1995:135) memberi definisi pembacaan

heuristik adalah pembacaan berdasarkan struktur bahasanya atau secara

semiotika adalah berdasarkan konvensi sistem semiotika tingkat pertama.

Fungsi pembacaan heuristik adalah mantra dibaca berdasarkan

konvensi bahasa atau sistem bahasa sesuai dengan kedudukan bahasa sebagai

sistem semiotik tingkat pertama. Pembacaan heuristik adalah pembacaan yang

didasarkan pada konvensi bahasa yang bersifat mimetik (tiruan alam) dan

membangun serangkaian arti yang heterogen, berserak-serakan atau tidak

gramatikal. Hal ini dapat terjadi karena kajian didasarkan pada pemahaman

arti kebahasaan yang bersifat lugas atau berdasarkan arti denotatif dari suatu

bahasa (Santosa, 2004:231).

3) Hermeneutika

Hermeneutika adalah studi pemahaman, khususnya tugas pemahaman

teks. Hermeneutika berkembang sebagai usaha untuk menggambarkan

pemahaman teks, lebih spesifik pemahaman historis dan humanistik. Dengan

demikian, hermeneutika mencakup dalam dua fokus perhatian yang berbeda

dan saling berinteraksi, yaitu: (1) peristiwa pemahaman teks; dan (2) persoalan

yang mengarah mengenai apa pemahaman interpretasi itu. (Palmer, 1969:8)

Hermeneutika adalah teori tentang bekerjanya pemahaman dalam menafsirkan

teks. Hal ini memperlihatkan bahwa gagasan utama dalam hermeneutika

adalah pemahaman (understanding) pada teks.

Secara etimologis kata hermeneutika (hermeneutic) berasal dari

Yunani, hermeneuein yang berarti menerjemahkan atau menafsirkan. Ia

Page 51: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

51

merupakan proses mengubah sesuatu dari situasi ketidaktahuan menjadi

mengerti. Oleh sebab itu, tugas pokok hermeneutika adalah menafsirkan teks

klasik dan asing menjadi milik yang hidup pada zaman dan tempat berbeda.

(Umiarso, 2011:193). Istilah hermeneutika juga kerap dihubungkan dengan

tokoh mitologis Yunani, Hermes yang bertugas menyampaikan tugas Yupiter

kepada manusia. Mitos ini menjelaskan tugas seorang hermes yang begitu

penting. Apabila keliru dapat berakibat fatal. Hermes adalah seorang duta

yang dibebani misi menyampaikan pesan dewa. Berhasil atau tidaknya misi

ini tergantung bagaimana pesan itu disampaikan. Dengan demikian,

hermeneutika secara sederhana diartikan sebagai proses mengubah

ketidaktahuan menjadi tahu. (Sumaryono, 1999:24-25).

Ebeling (dalam Mudjia, 2012:28) membuat interpretasi yang dapat

dikutip mengenai proses penerjemahan yang dilakukan oleh Hermes.

Menurutnya proses tersebut mengandung tiga makna hermeneutika yang

mendasar, yakni: (a) mengungkapkan sesuatu yang tadinya masih dalam

pikiran melalui kata-kata sebagai medium penyampaian; (b) menjelaskan

secara rasional sesuatu sebelum masih samar-samar sehingga maknanya dapat

dimengerti; (c) menerjemahkan suatu bahasa yang asing ke dalam bahasa lain

yang lebih dikuasai pembaca.

Ketiga pengertian di atas terangkum dalam pengertian menafsirkan

(interpreting, understanding). Dengan demikian, hermeneutika merupakan

proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti.

Definisi lain, hermeneutika adalah metode atau cara untuk menafsirkan simbol

Page 52: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

52

berupa teks untuk dicari arti dan maknanya. Metode ini mensyaratkan adanya

kemampuan untuk menafsirkan masa lampau yang tidak dialami, kemudian

dibawa ke masa depan. Dengan demikian, hermeneutika merupakan proses

mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti (Sumaryono,

1999:2).

Pemaknaan adalah suatu dialektika antara penjelasan dan pemahaman.

Penjelasan merupakan analisis struktur yang dilakukan terhadap karya dengan

melihat hubungannya pada dunia yang ada di dalam teks. Model ini

menjelaskan sisi objektif sebagai ranah ilmu alam. Dari sini dapat dilihat

bahwa hasil pemaknaan hermeutika adalah pemahaman diri (refleksi), yaitu

membiarkan teks (objektif) dan dunianya memperluas cakrawala pemahaman

“aku-lirik” pembaca (subjektif) tentang diri “aku-lirik” sendiri (Kurniawan,

2009:112-113).

Pembacaan hermeneutika menurut Santosa (2004:234) adalah

pembacaan yang bermuara pada ditemukannya satuan makna puisi secara utuh

dan terpadu. Sementara itu, Pradopo (1995:137) mengartikan pembacaan

hermeneutik sebagai pembacaan berdasarkan konvensi sistem semiotika

tingkat kedua (makna konotasi). Pada tahap ini, pembaca harus meninjau

kembali dan membandingkan hal-hal yang telah dibacanya pada tahap

pembacaan heuristik. Dengan cara demikian, pembaca dapat memodifikasi

pemahamannya dengan pemahaman yang terjadi dalam pembacaan

hermeneutika.

Page 53: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

53

Puisi harus dipahami sebagai sebuah satuan yang bersifat struktural

atau bangunan yang tersusun dari berbagai unsur kebahasaan. Oleh karena itu,

pembacaan hermeneutika pun dilakukan secara struktural atau bangunan yang

tersusun dari berbagai unsur kebahasaan. Proses pembacaan yang

dimaksudkan oleh Riffaterre (1978:126) dapat diringkas menjadi: (1)

membaca untuk arti biasa; (2) Menyoroti unsur-unsur yang tampak tidak

gramatikal dan yang merintangi penafsiran mimetik yang biasa; (3)

menemukan hipogram, yaitu mendapat ekspresi yang tidak biasa dalam teks;

(4) menurunkan matriks dari hipogram, yaitu menemukan sebuah penyataan

tunggal atau sebuah kata yang dapat menghasilkan hipogram dalam teks.

Fungsi hermeneutika dalam penelitian ini, yaitu membantu peneliti

untuk menginterprestasikan kata, kalimat, serta struktur dalam mantra

Tulembang dan Tupakbiring. Hal ini sesuai dengan pernyataan Palmer (1969)

bahwa hermeneutika dapat diartikan sebagai cara memahami dan mengerti

karena ada proses interpretasi. Dalam proses interpretasi ada sejumlah

masalah yang menuntut penjelasan, yakni pesan yang disampaikan, melalui

kata, kalimat, atau struktur dalam mantra.

Menurut Halliday (1978:110) bahasa adalah suatu sistem semiotika sosial.

Sistem semiotika bahasa mencakupi unsur bahasa dan hubungan bahasa dengan

unsur konteks yang berada di luar bahasa sebagai konteks linguistik dan konteks

sosial. Konteks sosial merupakan unsur yang mendampingi bahasa dan

merupakan wadah terbentuknya bahasa. Bahasa dan konteks sosial, tempat bahasa

atau teks terbentuk, juga merupakan semiotika. Terdapat tiga hal penting sistem

Page 54: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

54

komunikasi bahasa menurut Halliday (1978:19-20), yaitu: metafungsi ideasional,

interpersonal, dan tekstual. Metafungsi ideasional merepresentasikan aspek

pengalaman manusia di dalam dan di luar khususnya sebagai sistem tanda.

Dengan kata lain, harus mampu merepresentasikan objek dan hubungannya

dengan dunia di luar bahasa sebagai sistem representasi. Metafungsi interpersonal

menawarkan hubungan antara pencipta tanda dengan penerima tanda. Metafungsi

tekstual menjelaskan pembentukan teks, kerumitan tanda-tanda yang dihubungkan

baik secara internal maupun eksternal.

Dalam penelitian ini digunakan teori semiotika sosial untuk membantu

peneliti dalam menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang

berwujud lambang, baik berupa kata maupun rangkaian kata atau kalimat. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Santoso (2003:6) bahwa semiotika sosial lebih

cenderung melihat bahasa sebagai sistem tanda atau simbol yang sedang

mengekspresikan nilai dan norma kultural dan sosial suatu masyarakat tertentu di

dalam suatu proses sosial kebahasaan. Teori semiotika sosial digunakan untuk

mengetahui makna yang tersurat dan tersirat. Makna tersurat adalah makna bahasa

yang dapat dilihat dalam kamus, sedangkan makna tersirat adalah makna bahasa

yang tidak terdapat dalam kamus, tetapi dapat ditelusuri dengan melihat

konteksnya (Riana, 2003:10).

2.3.5 Teori Stilistika

Kajian komprehensif Ratna (2009:19) dalam stilistika, mengungkapkan

bahwa pembicaraan stilistika dalam analisis karya sastra difokuskan pada batasan

deskripsi penggunaan khas bahasa, seperti: inversi, hiperbola, litotes, dan

Page 55: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

55

sebagainya. Secara etiologis, stilistika memiliki pemaknaan dari kata stilistika

atau stil (style) yang diartikan sebagai ilmu tentang gaya. Gaya merupakan salah

satu cabang ilmu dalam bidang kritik sastra yang relevansinya terkandung dalam

semua teks, bukan bahasa tertentu atau semata-mata teks sastra. Dengan kata lain,

stilistika berkaitan dengan pengertian ilmu tentang gaya dalam karya sastra.

Gaya pada dasarnya telah melahirkan kegairahan sebab dengan citra baru

dalam mencapai kepuasan. Kendati demikian, gaya tidak harus dilakukan di luar

batas kebiasaan sehingga melanggar norma, sebab gaya harus menyesuaikan

dengan etika, adat istiadat, dan kebiasaan yang fungsinya sebagai pembatas.

Terlepas dari batasan tersebut, sastra memberlakukan gaya sebagai kekhasan

dalam semua bentuk ekspresi, sehingga gaya bersifat superior dan inferior, kuat

dan lemah, atau baik dan tidak baik. Beberapa kekhasan yang dimaksud adalah

tentang gaya bahasa, indisipliner antara linguistik dengan sastra, penerapan

kaidah-kaidah linguistik dalam penelitian gaya bahasa, menyelidiki pemaknaan

bahasa dalam karya sastra, serta menyelidiki pemakaian bahasa dalam karya

sastra, dengan mempertimbangkan aspek-aspek keindahannnya sekaligus latar

belakang sosialnya.

Stilistika membicarakan bagaimana memahami dan mengkaji sastra dari

segi penggunaan bahasa yang dilakukan oleh penyair. Hal ini dikemukakan oleh

Atmazaki (2007:152) bahwa stilistika merupakan salah satu pendekatan dalam

kritik sastra, yaitu kritik sastra yang menggunakan linguistik sebagai dasar kajian.

Kajian stilistika ini berkaitan dengan bagaimana kata-kata tersebut menimbulkan

efek dan makna tertentu. Analisis stilistika merupakan pendekatan struktural,

Page 56: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

56

sehingga analisis stilistika boleh dimulai dari unsur kebahasaan manapun.

Stilistika dalam kaitannya dengan studi retorika haruslah merupakan suatu

pencarian filosofis tentang bagaimana kata-kata bekerja atau berpengaruh dalam

wacana. Menurut Abrams, unsur style atau gaya bahasa terdiri dari unsur:

fonologi, sintaksis, leksikal, retorika (berupa karakteristik penggimaan bahasa

figuratif, pencitraan, dan sebagainya).

Leech dan Short menyebut unsur style dengan istilah stylistics categories.

Menurut mereka unsur stile terdiri atas kategori leksikal, gramatikal, figures of

speech, konteks, dan kohesi. Kemudian, Nurgiyantoro (1995:290) membuat

simpulan bahwa unsur gaya bahasa terdiri atas unsur leksikal, gramatikal, retorika,

dan kohesi. Unsur retorika meliputi pemajasan, penyiasatan struktur kalimat, dan

pencitraan. Dengan demikian, style atau gaya bahasa terdiri atas unsur leksikal,

gramatikal, kohesi, dan retorika. Dalam penelitian ini unsur gaya bahasa yang

digunakan adalah unsur retorika. Pembahasan unsur-unsur gaya bahasa yang

menjadi objek dalam penelitian ini adalah unsur retorika yang meliputi pemajasan,

penyiasatan struktur kalimat, dan pencitraan.

2.4 Model Penelitian

Model penelitian ini mendeskripsikan tentang kebudayaan suku Makassar

yang memiliki sastra lisan disebut Tulembang dan Tupakbiring. Dalam penelitian

ini juga dianalisis dengan menggunakan analisis struktur, fungsi, makna, dan

pewarisan. Teori semiotika sosial digunakan untuk menganalisis fenomena sosial

yang tersurat dan tersirat dalam mantra. Semiotika Reffaterre menyebutkan,

ketidaklangsungan ekspresi disebabkan oleh tiga hal: (1) pergantian

Page 57: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

57

arti/displacing of meaning; (2) penyimpangan arti/distorting of meaning; dan (3)

penciptaan arti/creating of meaning. Ketiganya digunakan untuk menganalisis

fenomena bentuk struktur, fungsi, dan makna.

Gambar 2.1 Model Penelitian

Berdasarkan Gambar 2.1, dapat dijelaskan bahwa konsep mantra

Tulembang dan Tupakbiring adalah tradisi lisan berupa mantra yang dimiliki oleh

masyarakat Makassar, Sulawesi Selatan. Dalam perjalanannya, telah memberi

konfigurasi kajian sastra tradisional. Ada hubungan antara mantra dengan

masyarakat. Mantra tercipta dari masyarakat, sebab masyarakat adalah

pewarisnya. Demikian pula yang terjadi pada masyarakat tradisional yang

berpegang teguh pada adat istiadatnya, tidak dapat dipisahkan dari kehidupan

Kebudayaan

Makassar

Sastra Lisan

Teks Mantra Tulembang

& Mantra Tupakbiring

Teori Semiotika

Metode kualitatif

Struktur

Teks

Fungsi

dan

variasi

Makna

Sistem

Pewarisan

Temuan Baru

Page 58: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

58

mantra. Mantra Tulembang dan Tupakbiring direfleksikan atas teks sastra, karena

menggunakan bahasa sebagai mediumnya dan memiliki sistem tanda yang

mempunyai makna.

Mantra Tulembang mempunyai struktur teks yang terdiri atas salam

pembuka dengan larik basmallah dan assalamualaikum. Batang tubuh lebih

banyak berupa permohonan keberkahan dan penolak bala. Penutup menggunakan

puji-pujian kepada Allah dan Nabi Muhammad. Mantra Tupakbiring cenderung

lebih bebas dalam struktur teks. Pembuka lebih banyak diawali oleh penyebutan

nama bayangan pembaca mantra. Batang tubuh lebih banyak memuat permohonan

keselamatan dan pengusiran hal yang jahat (tolak bala). Mantra Tulembang dan

Tupakbiring sampai sekarang masih memiliki fungsi bagi masyarakat pemiliknya

dan masih bertahan. Kedua mantra memiliki fungsi teologi, religius, sosial,

budaya, dan pengendali sosial. Fungsi ini tercermin pada teks yang selalu

menghimbau kepada umat manusia untuk selalu menjaga dan melestarikan alam.

Selain itu, himbauan untuk selalu berlaku rendah hati yang merupakan

representasi kontrol sosial dan fungsi kedua mantra tersebut sebagai media

komunikasi kepada Sang Maha Pencipta, sebagai bentuk kepuasan batiniah bagi

penyapa dan pesapa mantra. Pemaknaan dalam Mantra Tulembang dan

Tupakbiring merupakan perkataan atau kalimat yang dapat mendatangkan daya

gaib, jampi, dan pesona sehingga dapat mengandung kekuatan dan mengabulkan

permohonan sesuai si empunya niat. sistem pewarisan masih bersifat alamiah,

yakni dengan hubungan vertikal heirarki (mantra Tulembang) dan vertikal-

Page 59: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

59

horisontal (mantra Tupakbiring). Selain itu, belum ada upaya Pemerintah Daerah

secara maksimal untuk melestarikan budaya mantra suku Makassar ini.

Temuan ini penting dipahami dan dipedomani oleh tokoh masyarakat

terutama generasi muda di Kabupaten Gowa dan Takalar agar dapat memelihara

dan melestarikan kebudayaan daerah miliknya terutama mantra. Bagi pembaca

dan peneliti selanjutnya diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai

perbandingan dalam pembahasan hal yang sama.

Keunikan dan kekayaan penggunaan kata-kata arkais/kuno mantra

Tulembang dan Tupakbiring jarang digunakan dalam pembicaraan sehari-hari dan

perlu ditelaah bahasanya. Namun, makna kata-kata dalam mantra

merepresentasikan hal-hal yang ada dalam kehidupan masyarakat suku Makassar.

Selain itu, mantra Tulembang dan Tupakbiring memuat hal-hal yang natural dan

supernatural, dan berbagai aspek adat dan budaya. Penelitian ini menunjukkan

pentingnya upaya untuk mendokumentasikan kekayaan budaya melalui mantra

yang digunakan suku Makassar. Hal inilah yang menarik perhatian peneliti untuk

melakukan penelitian terhadap mantra Tulembang dan Tupakbiring dalam

kehidupan suku Makassar.

Page 60: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

60

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Mantra Tulembang dan Tupakbiring memiliki ciri-ciri pengenal utama

sastra lisan seperti yang dikemukakan oleh Bartlett (1965:244-245), yaitu dimiliki

oleh sekelompok masyarakat tertentu, dekat dengan kelompok masyarakat yang

memilikinya dan mengungkapkan keadaan sosial budaya masyarakat yang

melahirkannya. Selanjutnya, dilakukan penelaahan dengan metode semiotika.

Penelitian ini dirancang dengan metode semiotika bersifat kualitatif interpretatif.

Artinya, penelitian memfokuskan pada “tanda” dan “teks” sebagai objek kajian,

serta “menafsirkan” dan “memahami kode” di balik tanda dan teks tersebut

kemudian, memberikan kesimpulan yang komprehensif mengenai hasil penafsiran

dan pemahaman yang telah dilakukan.

Untuk mengkaji fungsi, makna, dan struktur mantra, penelitian ini

menggunakan rancangan penelitian kualitatif. Menurut Semi (1993:23) penelitian

kualitatif tidak menggunakan angka-angka tetapi mengutamakan pengahayatan

terhadap interaksi antarkonsep yang sedang dikaji secara empiris. Moleong

(2000:6) mengatakan penelitian kualitatif adalah data yang ditemukan atau

dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka.

Apabila dilihat sifat penelitian yang membahas tentang budaya suatu

daerah, mengharuskan peneliti mendapatkan data dan mengkaji masalah sosial

masyarakat setempat. Oleh karena itu, penelitian ini dimasukkan dalam rancangan

60

Page 61: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

61

penelitian field work. Penelitian dimulai dari pemerolehan teks. Teks diperoleh

dengan cara merekam suara bacaan mantra informan lalu ditulis sesuai suara

rekaman tersebut. Transkripsi teks diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Untuk kepentingan analisis teks, mantra Tulembang dan Tupakbiring diubah dan

disesuaikan terjemahannya. Selanjutnya, penelitian lapangan dilakukan untuk

mendapatkan data mantra Tulembang dan Tupakbiring.

Peneliti ini juga menggunakan penelitian kepustakaan berupa informasi

dari laporan penelitian ataupun tulisan lain yang relevan dengan permasalahan

yang diteliti sebagai sumber bahan sekunder. Di samping itu, informasi juga

diperoleh di dalam media elektronik melalui internet, misalnya artikel-artikel,

buku-buku elektronik, dan hasil penelitian.

3.2 Sumber Data dan Informan

Data utama atau primer digunakan untuk mendeskripsikan aspek bentuk

dan variasi serta fungsi yang terkandung dalam mantra. Unsur-unsur Islam juga

eksis dalam teks mantra Tulembang dan Tupakbiring. Sehubungan dengan hal ini,

peneliti menggunakan sumber data berupa:

1) Data primer, berupa hasil wawancara dengan beberapa tokoh adat serta

pembaca mantra. Informan penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria berikut.

a) Terlibat langsung dalam penelitian ini sebagai warga suku Makassar yang

berdomisili di Kecamatan Pattallassang, Kabupaten Gowa dan Kecamatan

Galesong, Kabupaten Takalar;

b) Memunyai waktu yang cukup dalam kegiatan penelitian ini sehingga

peneliti dan informan dapat selalu bekerjasama;

Page 62: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

62

c) Non analitis tetapi memiliki wawasan pengetahuan tentang budaya tradisi

lisan, khususnya Mantra Tulembang dan Tupakbiring;

d) Produktif dalam berdiskusi yang menghasilkan teks mantra beserta

terjemahan, menjelaskan perbendaharaan bahasa Makassar yang sulit

dalam Mantra tersebut.

Berdasarkan kriteria tersebut didapatkan empat informan, seperti: (1) Baso

Daeng Sila selaku tokoh adat; (2) Akhmad Daeng Naba sebagai pembaca mantra

dan keduanya berasal dari desa Bukrung-bukrung Pattallassang, Kabupaten Gowa;

(3) Maddatuang Daeng Ngagu selaku tokoh adat; dan (4) Sandi Daeng Sanre

sebagai pembaca mantra dan keduanya berasal dari desa Pallaklakang, Galesong,

Kabupaten Takalar.

Pemilihan informan berdasarkan informasi dari Kepala Desa terhadap

tokoh-tokoh Agama, pemuka masyarakat, tokoh adat, ketua Rukun Tetangga (RT)

dan Rukun Warga (RW) di masing-masing lokasi penelitian. Kepala Desa dan

Ketua RW sebagai tempat bertanya dan berkonsultasi untuk menentukan informan

yang mengetahui tentang mantra Tulembang dan Tupakbiring.

2) Data sekunder, berupa dokumentasi mantra Tulembang dan Tupakbiring yang

terdapat di Kantor Desa serta infomarsi budaya dalam masyarakat suku

Makassar. Budaya yang dimaksud, yaitu ritual-ritual yang dilakukan oleh

masyarakat Makassar di Pattallassang dan Pallaklakkang dalam bertani dan

melalut.

Page 63: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

63

3.3 Instrumen Penelitian

Instrumen utama penelitian teks mantra Tulembang dan Tupakbiring

adalah buku catatan. Buku catatan digunakan untuk mencatat data teks mantra

Tulembang dan Tupakbiring dan kata-kata sulit serta terjemahannya. Buku catatan

ini juga dapat digunakan memilah-milah dan mengelompokkan teks mantra

menurut bentuk dan fungsinya. Penelitian ini melibatkan berbagai lapisan

masyarakat seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, beberapa petani dan nelayan,

dukun obat serta masyarakat lainnya sebagai informan. Agar wawancara terarah

dan terstruktur, peneliti membawa panduan sebagai penuntun wawancara. Catatan

pertanyaan sebagai panduan wawancara agar tidak terjadi pertanyaan ulangan atau

ada hal-hal yang terlupakan. Alat perekam atau handphone digunakan untuk

merekam wawancara dan dapat didengar ulang agar lebih jelas informasi yang

didapat di lapangan.

3.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan adalah metode lapangan (field Research). Metode

ini dilakukan dalam rangka mencari data primer, yaitu mantra Tulembang dan

Tupakbiring yang masih digunakan oleh masyarakat tradisional Makassar yang

tinggal di Desa Bukrung-bukrung, Kecamatan Paktallasang, Kabupaten Gowa dan

Pallaklakang, Kecamatan Galesong, Kabupaten Gowa. Sehubungan dengan itu,

dikumpulkan informasi yang berhubungan dengan mantra Tulembang dan

Tupakbiring dengan teknik observasi, wawancara, dokumentasi, rekaman.

Page 64: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

64

1) Teknik Observasi

Observasi adalah pengamatan, peninjauan secara cermat (Anwar,

2005:228)”. Peneliti mengadakan pengamatan di daerah yang menjadi tempat

penelitian dengan tujuan untuk mencari informan tentang mantra yang ada di

wilayah yang didominasi oleh suku Makassar. Observasi ini dilakukan melalui

teknik pengamatan terhadap proses pembacaan mantra. Tujuan observasi

untuk mengecek dan mericek data yang diperoleh. Observasi ini juga dapat

memperkecil kesalahan atau data yang kurang cocok. Peneliti ikut berperan

dalam semua kegiatan pembacaan mantra dan ritualnya. Sejalan dengan

pendapat Danandjaya (1994:101) dan Ratna (2004;47) bahwa penggunaan

metode observasi dalam penelitian bertujuan untuk memperoleh gambaran

secara utuh tentang sosial budaya suku Makassar yang melatari teks mantra

Tulembang dan Tupakbiring.

2) Teknik Wawancara.

Wawacara atau interview adalah tanya jawab antara pewawancara

dengan orang yang diwawancarai (Anwar, 2005:392). Wawancara ini

bertujuan untuk mengetahui dan mendapatkan keterangan mengenai struktur

dan isi mantra, bentuk serta variasi fungsi yang terkandung makna dan

kehadiran unsur-unsur teks Islam dan sistem pewarisan.

Teknik wawancara mendominasi di lapangan, terutama teknik

wawancara mendalam (in depth interview). Wawancara mendalam seorang

peneliti akan menggali apa yang tersembunyi dalam sanubari informan, dan

akan menggali terus agar mendapat informasi yang akurat (Bungin, 2011:65).

Page 65: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

65

Teknik wawancara langsung digunakan kepada beberapa informan dan

sekaligus merekam dengan menggunakan tape recorder atau video kamera.

Wawancara diadakan dengan informan secara santai dan menyenangkan agar

memperoleh data yang reliable. Kegiatan wawancara dilakukan berulang-

ulang dari satu informan ke informan lainnya untuk mericek keabsahan data.

Selain itu, daftar pertanyaan selalu dilihat sebagai panduan agar tidak ke luar

dari ruang lingkup mantra Tulembang dan Tupakbiring.

3) Teknik Dokumentasi

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

dokumentasi. Teknik ini untuk mengumpulkan data tentang mantra dan

kehidupan masyarakat yang berkaitan dengan data yang diperlukan dalam

penelitian ini. Teknik ini berdasarkan data tertulis. Dokumen yang digunakan

sebagai sumber rujukan dalam pengumpulan data, yaitu buku-buku, hasil

penelitian, disertasi, tesis, artikel, dan makalah.

4) Teknik Rekam.

Rekaman adalah suatu dokumen yang menyatakan bahwa sesuatu hasil

telah dicapai atau suatu bukti kegiatan telah dilaksanakan (Anwar, 2009:2).

Peneliti melakukan rekaman wawancara dengan informan menggunakan alat

perekam untuk merekam respon informan. Rekaman dilakukan terhadap

informan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan

dengan instrumen yang telah disiapkan.

Page 66: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

66

3.5 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode yang digunakan adalah deskriptif analitis, yakni mendeskripsikan

aspek sastra yang terdapat dalam mantra Tulembang dan Tupakbiring. Kedua jenis

mantra ini dianalisis dengan cara menginterpretasi secara semiotik terhadap

mantra Tulembang Suku Makassar. Misalnya, makna yang terkandung

berdasarkan pembacaan heuristik dan hermeneutik akan mengungkap model yang

terdapat dalam mantra Tulembang dan Tupakbiring.

Dalam kaitannya dengan pemaknaan mantra Tulembang dan Tupakbiring,

pembacalah atau peneliti yang seharusnya bertugas memberi makna karya sastra.

Khusus pemaknaan terhadap puisi, proses pemaknaan dimulai dengan pembacaan

heuristik, yaitu pembacaan tingkat pertama untuk memahami makna secara

linguistik. Kemudian, menangkap arti sesuai teks yang ada dan diartikan dengan

bahasa yang sesuai dengan teks. Pembaca harus memilki kompetensi linguistik

agar dapat menangkap arti (meaning) dan unsur-unsurnya menurut kemampuan

bahasa berdasarkan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi tentang dunia luar

(mimetic function). Kemudian, pembaca harus meningkatkannya ke tataran kedua

yaitu pembacaan hermeneutik untuk menginterpretasi makna secara utuh.

Pembaca harus memahami apa yang dia sudah baca lalu memodifikasi

pemahamannya tentang hal itu. Di dalamnya terdapat kode karya sastra yang

diungkap (decoding) atas dasar significance-nya. Untuk itu, tanda-tanda dalam

puisi memiliki makna setelah dilakukan pembacaan dan pemaknaan terhadapnya.

Riffaterre juga mengungkapkan metode pemaknaan puisi secara semiotik dengan

tuntas. Berdasarkan hal itu, teori Riffaterre tepat untuk mengungkapkan mantra

Page 67: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I, II, III... · tua daripada prosa. Mantra adalah salah satu bentuk kesusastraan yang memiliki ... membuka ruang apresiasi,

67

Tulembang dan Tupakbiring, sebagai salah satu jenis puisi. Langkah-langkah

pemaknaan terhadap puisi yang dikemukakan oleh Riffaterre memberikan ruang

untuk dapat mengungkap makna yang terdapat dalam mantra Tulembang dan

Tupakbiring secara total.

3.6 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis

Metode formal digunakan untuk merumuskan tanda-tanda dan

perlambangan dan metode informal menyajikan hasil analisis. Rancangan hasil

analisis mantra Tulembang dan Tupakbiring disajikan dalam bentuk deskriptif

atau dalam bentuk penceritaan. Hal ini disebabkan penelitian mantra Tulembang

dan Tupakbiring dalam kehidupan suku Makassar bersifat kualitatif. Penyajian

lain adalah pembagian dari satu bab ke bab yang lain untuk memperjelas setiap

bab.

Dalam pengelolaan data digunakan analisis semantik, yaitu studi tentang

apa yang disampaikan oleh penutur dan ditafsirkan oleh pendengar (pembaca)

dalam artian studi tentang maksud penutur. Dengan demikian, terjadi kesesuaian

antara ritual yang dilaksanakan oleh masyarakat tradisional dengan mantra yang

dibacakan pada saat prosesi berlangsung.