Mantra Thesis 2

76
entuk, fungsi, dan makna MANTRA PERTANIAN DAlam masyarakat SASAK BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu produk budaya, seni memiliki berbagai bentuk pengungkapan yang pada prinsipnya bertujuan untuk mengkomunikasikan pikiran dan perasaan masyarakat yang tumbuh dan bekembang dari waktu ke waktu. Salah satu bentuk pengungkapan seni sebagai produk budaya adalah mantra pada masyarakat Sasak. Mantra pada masyarakat Sasak sangatlah beraneka ragam bentuknya seperti yang diungkapkan oleh Rusyana (1970) membagi mantra berdasarkan tujuannya menjadi 7 bagian, yaitu jampe (jampi), asihan (pekasih), singlar (pengusir), jangjawokan (jampi), rajah (kata-kata pembuka jampi), ajian (jampi ajian kekuatan), dan pelet (guna-guna). Diantara sekian banyak mantra yang ada, peneliti hanya mengkaji tentang “Mantra dalam dunia pertanian pada masyarakat Sasak yang ada di Desa Banyumulek Lombok Barat”. Seiring dengan kemajuan zaman yang sudah berkembang pada era globalisasi ini tradisi-tradisi itu sudah mulai berkurang khususnya yang mengkaji mantra pertanian. Karena dirasa sangat menyulitkan, prosesnya hanya bisa dilakukan oleh orang-orang tertentu saja, tidak ada generasi penerusnya yang mewarisi, dan kemajuan teknologi sangat berkembang yang membuat sebagian orang, ada yang masih mempertahankan dan adapula orang yang sudah tidak memakainya lagi. Karena itulah adat istiadat atau tradisi yang sudah mulai berkurang dan rentan untuk hilang perlu untuk dikaji. Mantra sebagaimana sastra umumnya juga mempunyai bentuk, fungsi dan makna. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana bentuk dari mantra tersebut lalu fungsinya untuk apa, dan seperti apa makna dari mantra pertanian tersebut, oleh sebab itu maka perlu diadakan penelitian dan dokumentasi budaya. Dalam peristilahan ahli antropologi ilmu atau mantra ini biasa dikenal dengan istilah magic (ilmu gaib). Lebih lanjut Richard menguraikan pengertian mantra dalam bukunya Suyasa mengatakan bahwa mantra sebagai

description

Maqntra Tesis 2

Transcript of Mantra Thesis 2

Page 1: Mantra Thesis 2

entuk, fungsi, dan makna MANTRA PERTANIAN DAlam masyarakat SASAK

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sebagai salah satu produk budaya, seni memiliki berbagai bentuk pengungkapan yang pada prinsipnya bertujuan untuk mengkomunikasikan pikiran dan perasaan masyarakat yang tumbuh dan bekembang dari waktu ke waktu. Salah satu bentuk pengungkapan seni sebagai produk budaya adalah mantra pada masyarakat Sasak. Mantra pada masyarakat Sasak sangatlah beraneka ragam bentuknya seperti yang diungkapkan oleh Rusyana (1970) membagi mantra berdasarkan tujuannya menjadi 7 bagian, yaitu jampe (jampi), asihan (pekasih), singlar (pengusir), jangjawokan (jampi), rajah (kata-kata pembuka jampi), ajian (jampi ajian kekuatan), dan pelet (guna-guna). Diantara sekian banyak mantra yang ada, peneliti hanya mengkaji tentang “Mantra dalam dunia pertanian pada masyarakat Sasak yang ada di Desa Banyumulek Lombok Barat”.

Seiring dengan kemajuan zaman yang sudah berkembang pada era globalisasi ini tradisi-tradisi itu sudah mulai berkurang khususnya yang mengkaji mantra pertanian. Karena dirasa sangat menyulitkan, prosesnya hanya bisa dilakukan oleh orang-orang tertentu saja, tidak ada generasi penerusnya yang mewarisi, dan kemajuan teknologi sangat berkembang yang membuat sebagian orang, ada yang masih mempertahankan dan adapula orang yang sudah tidak memakainya lagi. Karena itulah adat istiadat atau tradisi yang sudah mulai berkurang dan rentan untuk hilang perlu untuk dikaji. Mantra sebagaimana sastra umumnya juga mempunyai bentuk, fungsi dan makna. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana bentuk dari mantra tersebut lalu fungsinya untuk apa, dan seperti apa makna dari mantra pertanian tersebut, oleh sebab itu maka perlu diadakan penelitian dan dokumentasi budaya. Dalam peristilahan ahli antropologi ilmu atau mantra ini biasa dikenal dengan istilah magic (ilmu gaib). Lebih lanjut Richard menguraikan pengertian mantra dalam bukunya Suyasa mengatakan bahwa mantra sebagai ekspresi manusia yang diyakini mampu mengubah suatu kondisi karena dapat memunculkan kekuatan gaib, estetik, dan penuh mistis (Suyasa, 2004: 2).

Kehadiran mantra itu sendiri berpangkal pada kepercayaan masyarakat pendukung di dalamnya yang memunculkan fenomena yang semakin kompleks dijaman sekarang. Sejumlah penilaian, sikap, dan perlakuan masyarakat terhadap mantra semakin berkembang. Ada sebagian masyarakat yang begitu mengikatkan secara penuh maupun sebagian dirinya terhadap mantra dalam kepentingan hidupnya. Sebagian masyarakat lainnya secara langsung atau tidak langsung menolak kehadiran mantra dengan pertimbangan bahwa menerima mantra berarti melakukan perbuatan syirik. Pada bagian masyarakat yang disebutkan pertama dapat digolongkan ke dalam masyarakat penghayat atau pendukung mantra, sedangkan bagian masyarakat yang lainnya digolongkan ke dalam masyarakat bukan penghayat mantra.

Page 2: Mantra Thesis 2

Bagi masyarakat penghayat mantra, kegiatan sehari-hari kerap kali diwarnai dengan pembacaan mantra demi keberhasilan dalam mencapai maksud atau tujuan yang sesuai dengan fungsi dari mantra tersebut misalnya, para petani ingin sawahnya subur, terhindar dari gangguan hama, ingin panen hasilnya melimpah, para pedagang ingin dagangannya laris. Mantra diterima oleh masyarakat penghayatnya sebagai kebutuhan penunjang setelah kehidupan agamanya dijalani secara sungguh-sungguh. Adanya kebutuhan terhadap mantra sebagai warna yang menghiasi kehidupan sehari-hari. Kegiatan yang tidak terlepas kepada keadaan alam dan mata pencaharian, menghasilkan tiga kelompok besar sehubungan dengan penggunaan mantra, yaitu mantra yang digunakan untuk perlindungan, kekuatan, dan pengobatan.

Mantra merupakan sebuah kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat Sasak sebagai bagian dari budaya. Mantra dapat memberikan gambaran luas tentang pola dan macam kehidupan masyarakat pendukungnya. Sebagai bagian dari budaya mantra merupakan suatu keberhasilan karya cipta sastra yang harus diwariskan dari generasi kegenerasi. Berdasarkan pandangan di atas, maka peneliti bermaksud mengkaji bentuk, fungsi dan makna “mantra dalam dunia pertanian pada masyarakat Sasak di Desa Banyumulek Lombok Barat”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1) bagaimanakah bentuk mantra dalam dunia pertanian pada masyarakat Sasak di Desa Banyumulek Lombok Barat?

2) bagaimanakah fungsi dan makna mantra dalam dunia pertanian pada masyarakat Sasak di Desa Banyumulek Lombok Barat?

3) bagaimanakah pandangan masyarakat terhadap keberadaan mantra dalam dunia pertanian pada masyarakat Sasak di Desa Banyumulek Lombok Barat?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu:

1) mendeskripsikan bentuk mantra dalam dunia pertanian pada masyarakat Sasak di Desa Banyumulek Lombok Barat?

Page 3: Mantra Thesis 2

2) mendeskripsikan fungsi dan makna mantra dalam dunia pertanian pada masyarakat Sasak di Desa Banyumulek Lombok Barat?

3) mendeskripsikan pandangan masyarakat terhadap mantra dalam dunia pertanian pada masyarakat Sasak di Desa Banyumulek Lombok Barat.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis

1. Diharapkan dengan informasi yang diperoleh dari penelitian ini dapat memperluas cakrawala di dalam pengembangan kesusastraan Indonesia.

2. Informasi yang diperoleh dari penelitian ini, diharapkan berguna bagi peneliti sebagai acuan dalam mengadakan penelitian secara lebih mendalam tentang hal-hal yang belum terjangkau dalam penelitian ini.

1.4.2 Manfaat praktis

1. Informasi yang diperoleh dalam penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan bagi pengajaran sastra yang ada di sekolah.

2. Informasi yang diperoleh dalam penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan-masukan pada peneliti selanjutnya dalam bidang yang relevan dengan objek dan sasaran penelitian ini.

BAB II

LANDASAN TEORI

Page 4: Mantra Thesis 2

2.1 Konsep Dasar

Analisis merupakan penyelidikan terhadap suatu peristiwa ( karangan, perbuatan dan sebagainya ) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. Analisis pada penelitian ini difokuskan pada struktur dalam mantra dunia pertanian pada masyarakat sasak di Desa Banyumulek Lombok Barat. Analisis mantra bukan berarti merubah teks-teks mantra atau membolak-baliknya apalagi merubah isi kandungannya. Analisis merupakan suatu cara untuk memahami karya-karya sastra baik untuk memanfaatkan, maupun melakukan kritikan. Pada bagian lain, analisis merupakan suatu langkah menelaah, mengkaji dan menyelidiki suatu sastra.

Dalam bukunya Nurgiantoro ( 2009: 30 ) mengatakan bahwa analisis menyarankan pengertian mengurai karya itu atas unsur- unsur pembentuknya tersebut, yang berupa unsur-unsur intrinsik. Menganalisis bukan berarti memecah dan mencincang-cincang karya sastra, memisah-misahkan bagian dari keseluruhannya melainkan sebagai sarana, sarana untuk memahami karya-karya kesastraan itu sebagai satu kesatuan yang padu dan bermakna, bukan sekedar bagian per-bagian yang terkesan sebagai suatu percincangan di atas. Jadi analisis adalah langkah-langkah telaah secara mendalam terhadap sesuatu, baik itu karya sastra ataupun yang lain dengan penuh kesadaran dan rasional objektif untuk memperoleh penghayatan serta memberi penilaian terhadap suatu karya sastra atau yang lainnya.

Untuk penelitian sastra (mantra) dengan mengunakan salah satu teori sastra sastra, pertama kali yang harus dimengerti dahulu mengenai teori itu, kemudian mengenai metodenya. Dalam hal ini, teori yang digunakan sebagai pendekatan sastra adalah semiotik. Jadi, haruslah dimengerti apakah semiotik itu dan seluk beluknya. Penelitian sastra dengan pendekatan semiotik itu sesungguhnya merupakan lanjutan dari pendekatan bentuk. Seperti yang dikemukakan Pradopo (1995: 118) untuk dapat memberikan makna mantra pertanian secara semiotik, pertama kali dapat dilakukan dengan pembacaan heuristik dan hermeneutik atau retroaktif. Pembacaan heuristik adalah pembacaan berdasarkan struktur bahasanya atau secara semiotik adalah berdasarkan konvensi sistem semiotik tingkat pertama. Sedangkan pembacaan hermeneutik adalah pembacaan karya sastra berdasarkan sisitem semiotik tingkat kedua atau berdasarkan konvensi sastranya.

Jika kerja analisis kesastraan dimaksudkan untuk memahami secara lebih baik sebuah karya, merebut makna pursuit of signs, menurut istilah Culler, menafsirkan makna berdasarkan berbagai kemungkinannya, analisis tersebut sebenarnya telah melibatkan kerja hermeneutik. Hermeneutik menurut Teeuw ( 1984: 123), adalah ilmu atau teknik memahami karya sastra dan ungkapan bahasa dalam arti yang lebih luas menurut maksudnya. Berdasarkan teori dengan pendekatan semiotik dalam menentukan makna dan fungsi mantra, dilakukan suatu interpretasi dan penafsiran serta penilaian terhadap mantra untuk mendapatkan suatu fungsi serta maknanya dalam kehidupan masyarakat Sasak Lombok Barat.

2.2 Pengertian Mantra

Mantra sebagaimana dikemukakan Poerwadarminta (1988: 558) adalah:

Page 5: Mantra Thesis 2

1) perkataan atau ucapan yang mendatangkan daya gaib (misal dapat menyembuhkan, mendatangkan celaka, dan sebagainya); 2) susunan kata berunsur puisi (seperti rima, irama) yang dianggap mengandung kekuatan gaib, biasanya diucapkan oleh dukun atau pawang untuk menandingi kekuatan gaib yang lain. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa mantra adalah kalimat yang diucapkan dengan diulang-ulang atau dilafalkan secara khusus untuk mendatangkan daya gaib, susunan kata yang berunsur puisi yang dianggap mengandung kekuatan gaib (KBBI, 2005: 713).

Menurut Richard dalam Suyasa (2004: 2) bahwa mantra sebagai ekspresi manusia yang diyakini mampu mengubah suatu kondisi karena dapat memunculkan kekuatan gaib, estetik, dan penuh mistis, historis, mantra di samping memiliki konsep acuan yang lain juga pijakannya bersumber pada agama. Di dalam buku “Teori Dasar Sastra”. Mengatakan bahwa, mantra yang dalam perkembangannya membentuk acuan dan dari acuan itu muncul bentuk-bentuk sastra yang bersifat psikologis, mistis, simbolis, dan impresif. (Suyasa, 2004: 4). Dan lebih lanjut dikemukakan dalam Purwardarminta (1984: 632) bahwa mantra adalah perkataan atau kalimat yang dapat mendatangkan daya gaib, jampi, dan pesona.

2.3 Jenis-jenis Mantra

Sejalan dengan pembagian jenis mantra, Rusyana (1970) membagi mantra berdasarkan tujuannya menjadi 7 bagian, yaitu jampe ‘jampi’, asihan ‘pekasih’, singlar ‘pengusir’, jangjawokan ‘jampi’, rajah ‘kata-kata pembuka ‘jampi’, ajian ‘jampi ajian kekuatan’, dan pelet ‘guna-guna’ Dipandang dari tujuan permohonan, Mantra dapat dikelompokkan ke dalam mantra putih ‘white magic’ dan mantra hitam ‘black magic’. Pembagian tersebut berdasarkan kepada tujuan mantra itu sendiri, yakni mantra putih digunakan untuk kebaikan sedangkan mantra hitam digunakan untuk kejahatan, Rusyana (1970).

Ditunjau dari segi bentuk dan isinya, ragam mantra dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, yakni:

2.3.1 Mantra pengobatan

Jenis mantra pengobatan ini khusus digunakan sebagai alat atau media pengobatan dengan cara dibacakan mantranya. Mantra pengobatan masyarakat Banyumulek bermacam-macam, disesuaikan dengan jenis penyakitnya, misalnya: penyakit panas, kena gangguan makhluk halus, sulit buang air kecil, luka senjata tajam, dan lain sebagainya. Jika masyarakat sakit, maka untuk mengobatinya adalah sesuai dengan yang dideritanya dan mantra ini termasuk mantra putih.

2.3.2 Mantra penjagaan diri

Mantra penjagaan diri yang dimaksud pada pemahaman orang Banyumulek adalah berupa do’a-do’a yang di dalamnya mengandung nilai-nilai pengharapan, agar kiranya membaca do’a tersebut turun penjagaan dari Tuhan. Dalam hal ini, pemilik mantra mengharapkan dengan penjagaan Tuhan, maka si peminta do’a akan terhindar dari segala musibah, baik yang timbul oleh alam, makhluk, maupun cobaan dari Tuhan. Mantra ini tergolong mantra putih.

2.3.3 Mantra kekebalan

Page 6: Mantra Thesis 2

Mantra kekebalan yang dimaksud adalah jenis mantra yang apabila dibaca oleh seseorang maka akan menimbulkan kekuatan, kemampuan, kebiasaan, ketetapan yang ada pada alam dan makhluk. Mantra ini juga tergolong mantra putih, tetapi memiliki roh yang panas.

2.3.4 Mantra sihir

Mantra sihir adalah mantra yang diyakini oleh masyarakat-masyarakat di desa Banyumulek sebagai mantra sesat. Pada mantra sihir tersebut diyakini bacaan-bacaan yang mengandung kekuatan atau meminta pertolongan kepada makhluk halus, dalam hal ini adalah jin atau iblis. Selain itu juga mantra sihir memiliki persyaratan atau perjanjian-perjanjian yang dianggap keluar dari peraturan agama.

2.3.5 Mantra jimat

Mantra ini adalah mantra yang dipakai untuk diletakkan (dilekatkan), dibawa kemana saja, dengan cara menulis mantranya pada sepotong benda (kertas, kulit, kain). Mantra jimat biasa ditulis dengan bahasa Arab rajah (tulisan huruf-huruf Arab).

2.3.6 Mantra pengasih-asih

Adalah salah satu mantra yang digunakan oleh seseorang bagaimana caranya disukai orang banyak, suaminya, mertuanya, atau disayangi oleh anak-anaknya. Dan bisa juga digunakan agar bagaimana disenangi oleh atasan atau oleh guru dosen. Mantra ini termasuk mantra putih karena kebutuhan.

2.3.7 Mantra penghidupan (pertanian)

Adalah sebuah mantra yang digunakan oleh seseorang agar usahanya, dagangannya, pertaniannya bisa berhasil dan sukses dengan digunakan oleh masyarakat agar pertaniannya tidak diganggu oleh hama atau binatang buas. Mantra ini termasuk mantra putih.

2.4 Teori Bentuk

Munculnya pendekatan bentuk tidaklah dapat dilepaskan dari peran kaum formatif Rusia, karena itu kaum formatif dipandang sebagai peletak dasar telaah sastra dengan pendekatan ilmu modern. Ciri khas penelitian sastra kaum formatif adalah perhatiannya terhadap apa yang merupakan suatu yang khas dalam karya sastra yang terdapat dalam karya sastra dalam teks bersangkutan. Dalam hal ini nilai estetika suatu karya sastra seperti yang dikemukakan oleh tokoh utamanya Jakobson adalah didasarkan pada poetic Function yang diolah berdasarkan kode metrum, rima, macam-macam bentuk paraletisme, pertentangan, kiasan dan sebagainya. Karya sastra dipandang sebagai suatu yang otonom. Dengan kata lain Jakobson, merumuskan bahwa karya sastra adalah ungkapan yang terarah pada ragam yang melahirkan puitis memusatkan perhatiannya pesan demi pesan itu sendiri.

Page 7: Mantra Thesis 2

Teori tersebut sebenarnya menekankan otonomi dan prinsip obyektifitas pada bentuk karya sastra memiliki beberapa kelemahan pokok. Karya sastra diasingkan dari konsep dan fungsinya sehingga sastra kehilangan relevansi sosialnya. Tersebut dari sejarah dan terpisah dari permasalahan manusia. Di samping itu karya sastra tidak dapat diteliti dalam rangka konvensi-konvensi kesusastraan sehingga pemahaman kita mengenai genre dan sistem sastra sangat terbatas. Secara umum struktur puisi (mantra) dibagi ke dalam: unsur yang membangun dalam puisi ada dua yakni unsur intrinsik dan ekstrinsik, kedua unsur tersebut tidak dapat dipisahkan. Berkaitan dengan unsur batin, puisi memiliki unsur intrinsic.

Bentuk fisik puisi adalah medium untuk mengungkapkan makna yang hendak disampaikan penyair. Bangun suatu bentuk puisi (mantra) adalah unsur pembentuk puisi yang dapat diamati secara visual. Unsur tersebut meliputi: (1) bunyi, (2) kata, (3) lirik atau baris, (4) bait, dan (5) tipografi yang dikemukakan (Aminuddin, 2011: 136).

Bentuk bangun tersebut sebagai salah satu unsur yang dapat dinikmati secara visual karena dalam puisi juga terdapat unsur-unsur yang hanya dapat ditangkap lewat kepekaan batin dan daya kritis pikiran pembaca. Unsur tersebut pada dasarnya dapat merupakan unsur tersembunyi dibalik apa yang dapat dinikmati secara visual yang dapat disebut sebagai lapis makna puisi. Selanjutnya dari segi bentuk fisik puisi yang telah dikemukakan di atas, Tjahjono mengatakan bahwa unsur fisik puisi meliputi: (1) bunyi dan irama, (2) diksi atau pilihan kata, (3) baris dalam puisi, (4) enjabemen, (5) bait dan (6) tipografi (Tjahjono, 1987: 44). Adapun bentuk dalam mantra terdiri dari: tema, bunyi, baris, bait dan diksi.

a) Tema (sense) dalam puisi

Tema adalah suatu yang diciptakan atau digambarkan oleh penyair lewat puisi (mantra) yang dihadirkannya. Terdapatnya tema suatu puisi pada dasarnya akan berhubungan dengan gambaran atau makna puisi (mantra) secara umum yang ingin diungkapkan (Aminuddin, 2011: 150). Tema merupakan gagasan pokok yang dikemukakan penyair, sehingga dengan gagasan pokok inilah yang mendorong penyair untuk menciptakan dan menjiwai isi puisi yang dilahirkannya.

b) Bunyi dan irama dalam puisi

Bunyi merupakan salah satu unsur yang membangun salah satu puisi akan memiliki keindahan dan maknanya serta kenikmatan akan didukung oleh unsur bunyi atau irama yang membentuk puisi tersebut. Berbicara tentang bunyi dalam puisi terlebih dahulu harus dipahami beberapa istilah yang berkaitan dengan bunyi, meliputi:

1. rima, adalah bunyi yang berselang atau berulang, baik dalam lirik maupun pada akhir lirik puisi. Rima mengandung beberapa aspek, yaitu: (a) asonansi (perulangan vokal), (b) aliterasi (perulangan bunyi konsonan), (c) rima akhir (paduan bunyi pada setiap akhir), (d) rima dalam (perulangan bunyi di antara kata-kata dalam satu lirik), (e) rima identik (perulangan kata di antara bait-bait), (f) rima rupa (perulangan hanya tanpa pada penulisan suatu bunyi, sedangkan pelafalannya tidak sama).

Page 8: Mantra Thesis 2

2. irama adalah paduan bunyi yang menimbulkan unsur musikalisasi (musikalitas), baik berupa alunan keras, lunak, tinggi, rendah, panjang, pendek yang keseluruhannya maupun menumbuhkan kemerduan, kesan suasana serta mampu memberikan nuansa dan makna tertentu.

c) Diksi atau pemilihan kata dalam puisi

Diksi (diction) berarti pilihan kata-kata yang dipergunakan dalam puisi pada umumnya sama dengan kata-kata yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari secara alamiah kata-kata yang digunakan dalam puisi (mantra) dalam kehidupan sehari-hari memiliki makna yang sama bahkan ucapan bunyi pun tidak ada perbedaan. Berdasarkan bentuk dan isi kata-kata dalam puisi dapat dibedakan, antara lain: (1) lambang, yakni bila kata-kata itu mengandung makna, seperti dalam kamus (makna leksikal) sehingga acuan maknanya tidak mungkin menunjuk pada berbagai macam kemungkinan lain (makna denotasi), (2) ulterence atau indice, yakni kata-kata yang mengandung makna sesuai dengan keberadaan dalam konteks pemakaian, (3) symbol, yakni bila kata-kata itu mengandung makna ganda (makna konotasi) hingga untuk memahami seseorang harus menafsirkan (interpretative) dengan melihat bagaimana kata tersebut dengan kata yang lainnya (analisis kontekstual) seringkali berusaha menemukan fitur semantisnya lewat kaidah proyeksi, mengembangkan kata ataupun bentuk larik (kalimat) ke dalam bentuk yang sederhana lewat pendekatan parafratis (Aminuddin, 2011: 140).

Dari uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa kata-kata dalam puisi tidak diletakkan secara acak, akan tetapi ditata, diolah dan diatur penyairnya secara cermat,. Pemilihan kata untuk mengungkap suatu gagasan disebut diksi. Diksi yang baik tentu berhubungan dengan pemilihan kata yang tepat, padat, dan kaya akan nuansa makna sehingga mampu mengembangkan dan mengajak daya imajinasi pembaca dalam memahami dan menikmati makna suatu puisi yang dibacanya.

d) Baris dalam puisi

Baris merupakan ciri visual yang membedakan dengan genre sastra lainnya. Di samping sebagai ciri visual baris dalam puisi juga berfungsi sebagai upaya untuk menciptakan efek estetik untuk membangkitkan makna (Tjahjono, 1987: 62). Selanjutnya, Aminuddin mengatakan bahwa istilah baris sama dengan istilah kalimat dalam karya prosa, hanya saja sesuai dengan hak kepengarangan yang diistilahkan dengan Licentia Poetica makna wujud, ciri-ciri dan peranan larik dalam puisi tidak begitu saja disamakan menyeluruh dengan kalimat dalam karya prosa secara jelas diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan titik, hal yang demikian tidak selamanya tidak dijumpai dalam puisi. Selain itu baris dalam puisi (mantra) juga seringkali mengalami pelesapan, yakni pengulangan salah satu atau beberapa bentuk dalam suatu larik untuk mencapai kepadatan dan keefektifan bahasa (Aminuddin, 2011: 144).

Baris atau larik dalam puisi adalah satuan yang pada umumnya lebih besar dari kata dan telah mendukung suatu makna tertentu. Baris dalam puisi pada dasarnya adalah merupakan pemadu, penyatu dan pengembang ide penyair yang diawali lewat kata. Akan tetapi sesuai dengan keberadaan baris dalam puisi makna penataan baris harus memperhitungkan masalah rima serta penataan pola persajakan. Dalam hal ini dikenal dalam istilah enjabemen, yakni pemenggalan larik suatu puisi yang dilanjutkan pada larik suatu puisi yang dilanjutkan pada larik berikutnya (Aminuddin, 2011: 154).

Page 9: Mantra Thesis 2

e) Bait dalam puisi

Peranan bait dalam puisi hampir sama dengan fungsi paragraf dalam prosa, untuk menyatakan ide pokok. Satuan yang lebih besar dari larik bisa disebut dengan bait, pengertian bait adalah kesatuan larik yang berada dalam suatu kelompok dalam rangka mendukung satu kesatuan pokok pikiran, terpisah dari kelompok larik (bait) lainnya (Aminuddin, 2011: 145). Akan tetapi, sesungguhnya dalam bait yang terpenting adalah kesatuan makna, bukan kesatuan baris. Keberadaan bait dalam puisi adalah membentuk satu kesatuan makna dalam rangka mewujudkan ide pokok pikiran tertentu yang berbeda dengan satuan makna dalam kelompok larik lainnya. Pada sisi lain, bait juga berperan menciptakan tipografi puisi serta berperan menekankan atau mementingkan suatu gagasan yang dituangkan penyairnya. Dengan demikian, bait-bait dalam puisi dapat diibaratkan sebagai suatu paragraf atau baitnya telah mengandung pokok-pokok pikiran tertentu.

2.5 Teori Semiotik

Ferdinand de Saussure dan Charles Sander Peirce. Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan di antara keduanya tidak saling mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika Serikat. Latar belakang keilmuan Saussure adalah linguistik, sedangkan Peirce filsafat. Saussure menyebut ilmu yang dikembangkannya semiologi (semiology).

Semiologi menurut Saussure seperti dikutip Hidayat, didasarkan pada anggapan bahwa selama perbuatan dan tingkah laku manusia membawa makna atau selama berfungsi sebagai tanda, harus ada di belakangnya sistem pembedaan dan konvensi yang memungkinkan makna itu. Di mana ada tanda di sana ada sistem.

Sedangkan Peirce menyebut ilmu yang dibangunnya semiotika (semiotics). Bagi Peirce yang ahli filsafat dan logika, penalaran manusia senantiasa dilakukan lewat tanda. Artinya, manusia hanya dapat bernalar lewat tanda. Dalam pikirannya, logika sama dengan semiotika dan semiotika dapat diterapkan pada segala macam tanda. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah semiotika lebih populer daripada semiologi.

Semiotika adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda (Hoed, 1992: 2). Tanda adalah sesuatu yang bagi seseorang berarti sesuatu yang lain. Dalam pandangan Zoest, segala sesuatu yang dapat diamati atau dibuat teramati dapat disebut tanda. Karena itu, tanda tidaklah terbatas pada benda. Adanya peristiwa, tidak adanya peristiwa, struktur yang ditemukan dalam sesuatu, suatu kebiasaan, semua ini dapat disebut tanda. Sebuah bendera kecil, sebuah isyarat tangan, sebuah kata, suatu keheningan, suatu kebiasaan makan, sebuah gejala mode, suatu gerak syaraf, peristiwa memerahnya wajah, suatu kesukaan tertentu, letak bintang tertentu, suatu sikap, setangkai bunga, rambut uban, sikap diam membisu, gagap, berbicara cepat, berjalan sempoyongan, menatap, api, putih, bentuk, bersudut tajam, kecepatan, kesabaran, kegilaan, kekhawatiran, kelengahan, semuanya itu dianggap sebagai tanda.

Menurut Saussure, seperti dikutip Nurgiantoro (2009: 39) tanda sebagai kesatuan dari dua bidang yang tidak dapat dipisahkan, seperti halnya selembar kertas. Di mana ada tanda di sana ada sistem. Artinya,

Page 10: Mantra Thesis 2

sebuah tanda (berwujud kata atau gambar) mempunyai dua aspek yang ditangkap oleh indra kita yang disebut dengan signifier, bidang penanda atau bentuk dan aspek lainnya yang disebut signified, bidang petanda atau konsep atau makna. Aspek kedua terkandung di dalam aspek pertama. Jadi petanda merupakan konsep atau apa yang dipresentasikan oleh aspek pertama. Lebih lanjut dikatakannya bahwa penanda terletak pada tingkatan ungkapan (level of expression) dan mempunyai wujud atau merupakan bagian fisik seperti bunyi, huruf, kata, gambar, warna, obyek dan sebagainya. Petanda terletak pada level of content (tingkatan isi atau gagasan) dari apa yang diungkapkan melalui tingkatan ungkapan. Hubungan antara kedua unsur melahirkan makna. Tanda akan selalu mengacu pada (mewakili) sesuatu hal (benda) yang lain yang disebut referent. Lampu merah mengacu pada jalan berhenti. Wajah cerah mengacu pada kebahagiaan. Air mata mengacu pada kesedihan. Apabila hubungan antara tanda dan yang diacu terjadi, maka dalam benak orang yang melihat atau mendengar akan timbul pengertian.

Menurut Pierce, tanda (representamen) ialah sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain dalam batas-batas tertentu. Tanda akan selalu mengacu ke sesuatu yang lain, oleh Pierce disebut objek (denotatum). Mengacu berarti mewakili atau menggantikan. Tanda baru dapat berfungsi bila diinterpretasikan dalam benak penerima tanda melalui interpretant. Jadi, interpretant ialah pemahaman makna yang muncul dalam diri penerima tanda. Artinya, tanda baru dapat berfungsi sebagai tanda bila dapat ditangkap dan pemahaman terjadi berkat ground, yaitu pengetahuan tentang sistem tanda dalam suatu masyarakat. Hubungan ketiga unsur yang dikemukakan Pierce terkenal dengan nama segitiga semiotik. Selanjutnya dikatakan, tanda dalam hubungan dengan acuannya dibedakan menjadi tanda yang dikenal dengan ikon, indeks, dan simbol (Nurgiantoro, 2009: 41- 42).

2.6 Teori Fungsi

Dalam bidang sastra lisan, sebagai bagian folklor, Sudikan (2001: 109-112) menyatakan bahwa teori fungsi itu dipelopori oleh para ahli folklor, diantaranya William R. Bascom, Alan Dundes, dan Ruth Finnegan. Menurut Bascom (1965: 3-20; Dundes, 1965: 290-294), sastra lisan mempunyai empat fungsi, yaitu: (a) sebagai sebuah bentuk hiburan (as a form of amusement), (b) sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan (it plays in validating culture, in justifying its rituals in instution to thos who perform and observe them), (c) sebagai alat pendidikan anak-anak (it plays education, as pedagogical device), dan (d) sebagai alat pemaksa dan pengawas norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya (maintaining conformity to the accepted pattern of behavior, as means of applying social preasure and exercising social control).

Selanjutnya Dundes (1965) juga menyajikan konsep-konsep fungsi folklor dalam kaitannya dengan hukum, politik, dunia anak, dan sosial. Beberapa ahli yang dia sebut antara lain Jhon C. Betty Wang, Herbert Passin, Jhon W. Bennet, Paul V. Gump, dan Brian Sutton–Smith. Teori-teori yang disebutkan terakhir ini telah menyebar luas dikalangan peneliti folklore di Indonesia. Di dalam ilmu sastra konsep fungsi beraneka warna. Atas dasar realitas itu, Hutomo (1993: 8-10; dalam bukunya Endraswara, 2009: 125) memberikan konsep fungsi ialah kaitan saling ketergantungan, secara utuh dan berstuktur, antara unsur-unsur sastra, tulis atau lisan, baik di dalam sastra itu sendiri (intern), maupun dengan lingkungannya (ekstern), tanpa membedakan apakah unsur-unsur tersebut dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan naluri manusia, ataupun memelihara keutuhan dan sistem struktur sosial. Dari

Page 11: Mantra Thesis 2

berbagai konsep teoritis fungsi di atas, peneliti akan mencoba memakai teorinya Bascom untuk mengkaji fungsi mantra pertanian pada masyarakat Sasak di Desa Banyumulek Lombok Barat.

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini memerlukan suatu metode agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai, metode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan, cara utama tersebut disesuaikan dengan situasi penelitian.

3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini terletak di desa Bayumulek. Desa Banyumulek adalah salah satu dari delapan desa di Wilayah Kecamatan Kediri yang berjarak ± 5 km dari Ibu Kota Kecamatan Kediri dan ± 5 km dari pusat Pemerintahan Kabupaten Lombok Barat. Kehidupan masyarakat Banyumulek mayoritas adalah petani disamping juga sebagai pedagang, peternak, pengerajin gerabah, dan lain-lain. Sejalan dengan perkembangan pariwisata beberapa lokasi pertanian diubah menjadi lokasi perdangan gerabah yang terkenal (Art Shop), namun adat istiadat masyarakat tentang mantra khususnya masih kuat. Hal itu dapat kita lihat pada masyarakat Banyumulek yang masih percaya dengan keberadaan mantra serta kegunaanya. Adapun mantra yang masih hidup pada masyarakat Banyumulek antara lain seperti mantra senggeger, mantra obat terkena penyakit, mantra ajian kekuatan dan khususnya mantra pertanian yang masih digunakan pada saat penanaman, pemeliharaan, memetik dan menyimpan. Hal ini juga bisa kita lihat dengan luas wilayah Desa Banyumulek yang sebagian besar adalah lahan pertanian dari luas wilayah Banyumulek 242 Ha, atau 2.42 km2 yang terdiri dari Sawah Orogasi 180 Ha, Kebun 10 Ha, Pekarangan 52 Ha. Maka hal itulah yang membuat peneliti memilih desa Banyumulek sebagai lokasi penelitian.

3.2 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah bentuk, fungsi, makna mantra serta pandangan masyarakat dalam dunia pertanian yang ada di Desa Banyumulek Lombok Barat.

3.3 Data dan Sumber Data

A. Data

Data dalam penelitian ini adalah mantra yang akan dianalisis dengan bentuk, fungsi dan makna mantra sera pandangan masyarakat dalam dunia pertanian pada masyarakat Sasak di Desa Banyumulek yang bersumber dari beberapa Belian (tabib atau dukun) yang berada di Desa Banyumulek.

B. Sumber Data

Page 12: Mantra Thesis 2

Menurut Arikunto (2002: 135) bahwa sumber data dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

a) data primer

data primer yaitu data pokok yang dalam hal ini adalah mantra pertanian pada masyarakat Sasak di Desa Banyumulek Lombok Barat yang dikumpulkan dari respon (narasumber) yang didapatkan dari beberapa belian dan yang ahli dalam bidang tersebut sesuai dengan objek yang diteliti. Dalam hal ini data primernya adalah data yang diperoleh dari hasil dokumentasi, rekaman, dan wawancara.

b) data skunder

data skunder yaitu data pelengkap yang diperoleh dari penelitian yang sudah ada dan dalam hal ini yaitu buku penunjang dan catatan yang terkait dengan penelitian mantra dari para belian atau tabib yang ada di Desa Banyumulek Lombok Barat.

Pertimbangan untuk menentukan responden mengacu pada saran Spradley dalam bukunya Faisal, (1990) antara lain:

1) mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses inkulturasi, sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tapi juga dihayati.

2) mereka yang sedang berkecimpung atau menggunakan atau sedang masih meyakini pada apa yang tengah diteliti.

3) mereka yang sedang menyampaikan informasi kebiasaan sendiri.

4) informan adalah orang yang asyik diajak bicara (tempat melekatnya informasi). Jadi informasinya adalah sejumlah Belian (tabib/dukun) yang memiliki mantra yang dikenal sakti dan memiliki pengalaman dalam pemakaian mantra pertanian di Desa Banyumulek.

Berikut nama-nama informan sebagai sumber data dalam penelitian objek yang diteliti.

No

Nama

L/P

Umur

Page 13: Mantra Thesis 2

Pendidikan

Alamat

1

Muni’ah

L

60 Th

Tidak tamat SD

Banyumulek

2

Sawiah

L

56 Th

Tidak tamat SD

Banyumulek

Page 14: Mantra Thesis 2

3

H. Safwan

L

60 Th

Tidak tamat SD

Banyumulek

4

Mahmud

L

56 Th

Tidak tamat SD

Banyumulek

5

H. Mahruf

Page 15: Mantra Thesis 2

68 Th

Tidak tamat SR

Banyumulek

Sumber: Informan terkait untuk memperoleh tentang data yang di teliti di Desa Banyumulek.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

3.4.1 Teknik rekaman

Teknik rekaman yaitu suatu proses pengambilan suara (bunyi) atau gambar dari apa yang telah di ucapkan oleh para narasumber (belian) pada saat ritual untuk disimpan kedalam media rekam. Teknik rekaman ini dilakukan apabila dalam pengumpulan data dirasakan sulit atau terlalu banyak untuk dicatat maka penulis akan menggunakan alat rekam (recorder/sejenisnya) untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan ritual mantra pada pertanian pada saat selametan sapi, nenggala, lowong, nunu’in, mbauin, mata’, dan nenambunang.

3.4.2 Teknik pencatatan

Teknik pencatatan merupakan dokumentasi dalam bentuk tulisan harian yang ditulis secara priodik dan terstruktur terhadap apa yang telah diamati pada saat ritual atau proses mantra pertanian tersebut berlangsung. Pencatatan ini sangat pelu, karena objek yang diteliti adalah hal yang tersembunyi dan penuh dengan syarat-syarat (tidak semua orang mengetahuinya), baik dalam proses penerimaan mantra-mantranya. Berhubungan dengan metode pencatatan ini, peneliti akan mencatat hal-hal yang perlu dan mungkin sulit apabila tidak dicatat (menggunakan cara lain) seperti syarat, kode atau sandi dalam pemakaian mantra pada informan atau narasumber (belian) yang berkompeten dibidangnya.

3.4.3 Teknik wawancara

Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh seorang pewawancara untuk memperoleh informasi dari informan (Arikunto, 2006: 155). Teknik wawancara yang digunakan peneliti adalah wawancara bebas terpimpin. Wawancara bebas terpimpin adalah tanya jawab secara lisan antara peneliti dengan responden, dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara bebas dan terarah. Teknik wawancara yaitu menanyakan hal-hal yang dianggap penting masyarakat menyangkut peranan mantra dalam kehidupan sosial masyarakat Banyumulek. Hal ini sesuai dengan judul yang peneliti

Page 16: Mantra Thesis 2

angkat yaitu “analisis bentuk, fungsi dan makna pada mantra dalam dunia pertanian di Desa Banyumulek Lombok Barat. Dalam hal ini peneliti mencari informasi dengan menggunakan wawancara dengan beberapa narasumber atau belian yang ahli dalam mantra.

3.4.4 Teknik transkripsi

Teknik transkripsi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengubah hasil rekaman dari ucapan atau lisan ke dalam bentuk tulisan. Adapun yang diucapkan tersebut adalah mantra pertanian dalam bentuk bahasa Arab, Jawa, Sansekerta dan Melayu yang berkembang pada masyarakat Banyumulek. Teknik transkripsi ini digunakan untuk mengubah ucapan informan (belian) ke dalam bahasa tulisan supaya peneliti lebih mudah untuk memahami dan menganalisis mantra pertanian masyarakat Banyumulek tersebut.

3.4.5 Teknik terjemahan

Teknik terjemahan merupakan teknik pengumpulan data dengan mengubah mantra dalam dunia pertanian yang berbentuk bahasa Arab, Jawa, Sansekerta atau Melayu Sasak (Banyumulek) untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Metode terjemahan ini digunakan untuk menerjemahkan dari asli ke dalam bahasa Indonesia supaya mudah untuk dipahami dan dimengerti maksudnya. Karena mantra pada mantra Banyumulek ini adalah bahasa Banyumulek asli yang kadang bercampur dengan bahasa Arab, Jawa dan Sansekerta.

3.4.6 Teknik observasi

Teknik observasi biasanya diartikan sebgai pengamatan dan pencatatan dengan sistematis atas fenomena-fenomena yang diteliti. Penggunaan teknik-teknik observasi tergantung sekali pada situasi dimana observasi diadakan, namun teknik observasi yang digunakan peneliti dalam kajian mantra pertanian pada masyarakat Sasak di desa Banyumulek adalah observasi partisipan yang umumnya digunakan orang untuk riset yang bersifat eksploratif. Suatu observasi disebut observasi partisipan jika orang yang mengadakan observasi (observer) turut ambil bagian dalam prikehidupan orang atau orang-orang yang diobservasi (observes).

3.5 Analisis Data

Archer Taylor menyarankan adanya tiga langkah penelitian sastra lisan, yaitu: (1) pengumpulan data, (2) klasifikasi, dan (3) interpretasi. Dalam bukunya Endraswara metode demikian oleh Danandjaja (1990: 98) dinamakan metode kualitatif penelitian sastra lisan. Metode ini dipandang paling cocok dalam peneitian sastra lisan. Hal ini cukup beralasan karena sastra lisan merupakan fenomena humanistis sehingga perlu didekati dengan paham manusiawi pula.

Metode kualitatif menghendaki adanya pemaparan kata-kata atau kalimat dan tidak menggunakan angka-angka statistik. Dalam bidang budaya, metode kualitatif dikenal dengan metode etnografis. Artinya, pemaparan budaya rakyat dengan memperhatikan aspek-aspek etnografis. Paham etnografis yang paling utama adalah wawancara mendalam, pengamatan terlibat, dan dokumentasi. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Tujuan dari penelitian deskriptif

Page 17: Mantra Thesis 2

kualitatif adalah untuk memuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sisitematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubunga antar fenomena yang diselidiki.

Sealanjutnya data yang terkumpul dengan berbagai metode pengumpulan data seperti tersebut di atas, diolah sedemikian rupa dengan meggunakan teknik deskriptif kualitatif. Dalam menggunakan analisis data digunakan analisis data kualitatif yang terdapat 3 langkah yang dilakukan, yakni: (a) identifikasi, (b) klasifikasi, dan (c) interpretasi.

(a) Identifikasi, yakni mengenal dan menentukan berbagai hal yang berkaitan dengan data yang dikumpulkan baik melaui observasi maupun dokumentasi. Identifikasi dalam penelitian ini adalah memilih, menyaring, mencocokan data. Data hasil observasi dan dokumentasi digolongkan berdasarkan jenis data. Data yang diperoleh dari hasil observasi berupa hasil pengamatan dan pencatatan aktivitas proses ritual mantra dalam dunia pertanian pada masyarakat Sasak di Desa Banyumulek dengan pendekatan hermeniutik, dikelompokkan ke dalam data primer. Sedangkan data yang berupa hasil yang didapatkan dari buku penunjang dan catatan dari para informan dan peneliti sesudahnya merupakan data sekunder atau sebagai pelengkap.

(b) Klasifikasi, yakni mengelompok-kelompokkan hasil penelitian sesuai jenis-jenisnya. Pengelompokan ini menyangkut tentang penggunaan mantra yang digunakan pada saat-saat yang berbeda dan pada tanaman yang berbeda pula. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah klasifikasi bermakna penyusunan bersistem dalam kelompok atau golongan menurut standar yang ditetapkan (Depdinas, 2001: 507). Dari makna tersebut, maka alur analisis data selanjutnya adalah tahap penyusunan data perolehan, baik data primer maupun skunder.

(c) Interpretasi, yaitu membrikan penafsiran terhadap hasil penelitian. Interpretasi bermakna tafsiran; member kesan pendapat atau pandangan teoritis terhadap sesuatu (Depdiknas, 2001: 385). Dalam penelitian ini data yang telah dikelompokkan dan diurutkan berdasarkan kriteria yang ditetapkan selanjutnya dikaji berulang-ulang untuk medapatkan satu kepastian hasil. Artinya dari perolehan data tersebut akan tergambar jelas tentang bentuk, fungsi, dan makna pada mantra dunia pertanian pada masyarakat Sasak di Desa Banyumulek. Berdasarkan pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa metode deskriptif kualitatif adalah cara penelitian yang lebih cendrung memaparkan apa adanya yang ditemui dilapangan tanpa menganalisis lebih ke dalam.

Jadi metode deskriptif kualitatif ini digunakan untuk menarik kesimpulan hasil penelitian semua data yang telah digunakan dan dianalisis. Hal ini dikarenakan terbatasnya waktu dan anggaran penelitian, sehingga metode deskriptif kualitatif dapat dipilih oleh peneliti.

Page 18: Mantra Thesis 2

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Etnografi

Bahan mengenai kesatuan kebudayaan suku bangsa disuatu komunitas dalam suatu daerah geografi ekologi atau suatu wilayah administratif yang terdiri dari unsur-unsur kebudayaan universal yaitu: (1) bahasa, (2) sistem teknologi, (3) sistem ekonomi, (4) organisasi sosial, (5) sistem pengetahuan, (6) kesenian, (7) sistem religi. Unsur-unsur universal memiliki aktivitas adat istiadat, pranata-pranata sosial, dan benda-benda kebudayaan yang dapat digolongkan kedalam salah satu diantara ketujuhunsur tersebut.

Etnografi kebudayaan suatu suku bangsa yang disusun berdasarkan kerangka etnografi yang terbagi dalam sub-sub bab khusus.

1. Nama suku bangsa

2. Lokasi, lingkungan alam, dan demografi

3. Asal mula dan sejarah

4. Bahasa

5. Sistem teknologi

6. Sistem mata pencarian

7. Organisasi sosial

Page 19: Mantra Thesis 2

8. Sistem pengetahuan

9. Kesenian

10. Agama dan sistem religi, (Koentjaraningrat, 1997: 5).

1) Penduduk

Perkembangan penduduk desa ganti selama tahun terakhir dapat digambarkan sebagai berikut. Jumlah penduduk sampai dengan April 2012 berjumlah 8.230 Jiwa, terdiri dari 4.611 Jiwa Perempuan, 3.619 Jiwa dan jumlah Kepala Keluarga 2.503 KK yang tesebar di 10 Dusun yakni: dusun aiq paiq, dusun kulem, dusun nuse, dusun menseh, dusun petanem, dusun santong, dusun ganti tengah, dusun manggu, dusun batuq, dusun sepakat.

Penduduk yang mendiami Lombok tengah khususnya desa ganti terdiri atas empat suku atau etnis yang berasal dari beberapa daerah seperti Jawa dengan jumlah 3 orang laki-laki dan 3 orang perempuan, Mbojo 2 orang laki-laki dan 3 orang perempuan, Samawa 2 orang laki-laki dan 1 orang perempuan, sedangkan sebagian besar masyarakat Desa ganti berasal dari etnis suku Sasak yang berasal dari daerah setempat dengan jumlah 3.611 laki-laki dan 4.609 orang perempuan.

2) Lokasi, Ligkungan Alam dan Demografi Desa Banyumulek

Lokasi penelitian mantra pengobatan pada masyarakat Sasak berada di dusun aiq paiq yang merupakan salah satu dari delapan Desa di wilayah Kecamatan praya timur yang berjarak ± 15 Km dari Ibu Kota Kecamatan praya timur. Sedangkan lingkungan alam yang ditempati oleh masyarakat dusun aiq paiq mempunyai tanah yang datar dan subur untuk segala jenis tanaman disetiap musimnya dengan keadaan alam dusun aiq paiq dikelilingi oleh sawah. Mengenai demografi dusun aiq paiq kita ketahui luas wilayah dusun aiq paiq berjumlah 200 Ha atau 200 km2 yang terdiri dari: sawah orogasi 180 Ha, perkebunan 5 Ha, pekarangan 15 Ha.

Batas Administratif Dusun aiq paiq meliputi.

Sebelah Timur : Desa Beleke

Sebelah Selatan : Dusun Kulem

Sebelah Barat : Desa Pemateq

Sebelah Utara : Dusun Nuse

3) Bahasa

Bahasa yang digunakan masyarakat dusun aiq paiq dalam menggunakan mantra atau berkomunikasi sehari-hari adalah sebagian besar memakai bahasa Sasak dengan dialek tiang-ngeh atau aoq-ape, karena

Page 20: Mantra Thesis 2

adanya tingkatan-tingkatan sosial, maka bahasa yang digunakan di dalam pergaulan sehari-hari maupun dalam mantra pengobatan berbeda pula. Adapun tingkatan-tingkatan tersebut antara lain.

a) Tingkatan bahasa tiang-nggeh, tingkatan ini dipergunakan apabila berbicara sesama para menak (perbape) dalam komunikasi sehari-hari atau strata jajar karang yang berbicara pada kelompok strata perbape. Tingkatan bahasa ini juga dipergunakan pada acara adat mantra saat pengobatan, sorong serah aji krame, baik yang perbape maupun yang jajar karang.

b) Tingkatan bahasa aok-ape atau ngno-ngne pada masyarakat Dusun aiq paiq, tingkatan bahasa ini dipergunakan oleh strata jajar karang dengan kelompok jajar karang untuk komunikasi sehari-hari. Secara umum dapat dikatakan bahwa bahasa yang di gunakan oleh penduduk Dusun Aiq Paiq dalam menggunakan mantra pengobatan khususnya adalah menggunakan bahasa Sasak ngno-ngne selain menggunakan bahasa halus madya atau jajar karang. Masyarakat yang ada di dusun aiq paiq menggunakan bahasa Sasak sebagai bahasa sehari-hari dengan jumlah masyarakat pemakai bahasa Sasak 360 orang laki-laki dan 261 orang perempuan, sehingga berjumlah 621 orang sesuai dengan jumlah data penduduk yang ada disaat ini.

4) Sistim Teknologi

Berkenaan dengan perkembangan dan persebaran bercocok tanam sebagai salah satu unsur kebudayaan manusia, perhatian yang besar diberikan oleh antropologi budaya pada sistem peralatan yang digunakan. Karena itu beragam bentuk peralatan bercocok tanam manusia dibagi kedalam: (1) bercocok tanam tanpa bajak, (2) bercocok tanam dengan bajak, (Koetjaraningrat, 1997: 68-69). Berdasarkan tanpa bajak dalam antropologi juga disebut hand agriculture, hoe agriculture atau horticulture Dalam sistem ini tanah diolah dengan menggunakan cangkul terlebih dahulu sebelum ditanami, teknik ini masih pakai masyarakat sampai sekarang. Sedangkan bercocok tanam dengan bajak dalam antropologi di sebut plough agriculture, yang menggunakan tenaga hewan atau manusia untuk menariknya. Dengan bajak, seorang petani dapat mengolah tanah yang lebih luas secara merata, daripada ia menggunakan cangkul, namun untuk menggunakan bajak diperlukan hewan yaitu kerbau atau sapi untuk menariknya, namun pada saat sekarang ini orang yang menggunakan hewan untuk membajak sudah jarang kita lihat sejalan dengan kemajuan zaman yang sangat maju dibidang IPTEK.

5) Sistim Mata Pencarian

Kehidupan masyarakat dusun aiq paiq mayoritas adalah petani di samping juga sebagai pedagang, peternak, pengerajin gerabah, dan lain-lain. Berkaitan tentang pertanian pada masyarakat Dusun Aiq Paiq ada berbagai sistem kepemilikan tanah pertanian sebagaimana kutipan dalam bukunya Koentjaraningrat (1997: 71) dikatakan bahwa ada empat sistem kepemilikan tanah yaitu: (1) sistem kepemilikan umum (berdasarkan kepemilikan komunal), dengan pemanfaatan lahan secara bergantian, (2) sistem kepemilikan komunal, dengan kemungkinan untuk mengalihkan pemanfaatan lahan kepada

Page 21: Mantra Thesis 2

orang lain, (3) sistem kepemilikan komunal dengan kemungkinan kepemilikan lahan secara terus-menerus, dan (4) sistem kepemilikan individu. Masyarakat Dusun Aiq Paiq dalam sistem kepemilikan tanah termasuk pada sistem kepemilikan individu, lahan pertanian merupakan milik sendiri selama lahan itu tidak dijualnya, diwariskannya, atau dihibahkannya. Di Dusun Aiq Paiq di mana kepadatan penduduk telah demikian tingginya, banyak orang desa memang tidak mempunyai sawah, baik berdasarkan sistem komunal, maupun berdasarkan sistem kepemilikan individu. Walaupun demikian yang tidak memiliki lahan, dapat menempuh berbagai cara agar ia dapat memperoleh penghasilan dari pekerjaan bercocok tanam, yaitu dengan: (1) menyewa lahan orang, (2) dengan mengerjakan lahan orang dengan imbalan bagi hasil, dan (3) dengan mengerjakan lahan milik orang lain yang di gadaikan padanya.

Namun adat istiadat masyarakat tentang mantra khususnya masih kuat. Hal itu dapat kita lihat pada masyarakat Dusun Aiq Paiq yang masih percaya dengan keberadaan mantra serta kegunaanya. Adapun mantra yang masih hidup pada masyarakat Dusun Aiq Paiq antara lain seperti mantra senggeger, mantra pengobatan terkena penyakit, mantra ajian kekuatan.

6) Sistem Pengetahuan

Ilmu pengetahuan yang dikuasai masyarakat dari sisi kehidupan mereka lebih banyak Berkenaan dengan perkembangan dan persebaran bercocok tanam sebagai salah satu unsur kebudayaan manusia, perhatian yang besar diberikan oleh antropologi budaya pada sistem peralatan yang digunakan. Karena itu beragam bentuk peralatan bercocok tanam manusia dibagi kedalam: (1) bercocok tanam tanpa bajak, (2) bercocok tanam dengan bajak, (Koetjaraningrat, 1997: 68-69).

7) Kesenian

Adapun jenis kesenian sastra yang ada di Dusun Aiq Paiq adalah sebagai berikut.

a) takepan (lontar)

Kitab-kitab kuno yang disebut takepan yakni tulisan kawi yang berisi tentang cerita yang dibaca pada malam hari ketika berlangsungnya acara syukuran atau roah atas orang yang menikah atau saat orang telah meninggal dunia. Pembacaan takepan merupakan kegiatan untuk mengisi acara oleh sekelompok pembaca atau sesepuh dan orang tua di dusun yang bersangkutan pada malam hari untuk memeriahkan acara dan agar muda-mudi yang sibuk memasak dan membuat berbagai jajanan menjadi merasa tetap ditemani dan terjaga dengan lantunan cerita takepan tersebut. Pembacaan takepan yang berisi cerita masa lampau dari bahasa kawi yang dilantunkan dengan berbagai jenis tembang seperti: Tembang sinom, Dang-dang, Pangkur, Kasmaran jaya, Mas kumambang, Siksa kubur, Nikmat kubur dan lain-lain. Yang selanjutnya atau bacaan itu diterjemahan kedalam bahasa Sasak biasa oleh peserta yang lain, sehingga bisa dipahami oleh para pendengar.

b) belelakaq

Page 22: Mantra Thesis 2

Lelakaq yang dimaksud disini adalah, tembang pada acara adat sorong serah aji kerame, yang merupakan salah satu rentetan upacara adat perkawikan suku Sasak. Lelakaq ini dilakukan secara bergantian oleh masing-masing pembayun kedua belah pihak, baik pembayun penampi atau penerima. Kelompok ini, dilantunkan untuk menghibur pihak keluarga perempuan yang ditinggal kawin oleh putrinya.

c) selakaran

Selakaran merupakan acara pembacaan kitab karang, Al-Barzanji tentang sejarah kelahiran Nabi Muhammad Saw, yang menggunakan bahasa Arab yang ditentukan bersama-sama pada malam hari sebagai rentetan acara syukuran atau anak yang mau dicukur yang dilanjutkan dengan zikir dan do’a.

d) betandak

Betandak merupakan lantunan sastra pantun yang biasa dilakukan secara bergantian atau saling sambut antara laki-laki dan perempuan pada acara panen padi disawah, bukit atau gunung, selain itu betandak juga diadakan pada acara belancaran menggunakan perahu dayung ketika berlangsungnya acara bau nyale.

e) Mantra

Menurut Richard dalam bukunya Suyasa (2004: 2) bahwa mantra sebagai ekspresi manusia yang diyakini mampu mengubah suatu kondisi karena dapat memunculkan kekuatan gaib, estetik, dan penuh mistis, historis, mantra di samping memiliki konsep acuan yang lain juga pijakannya bersumber pada agama.

f) Seni musik

Adapun jenis seni musik yang ada di Desa Banyumulek, ada yang berupa musik tradisional seperti, klentang atau cungklik, gamelan, gendang bleq, rebana, musik kamput, kecimol, cilokaq, kasidah, nasyid, rudat dan lain-lain.

8) Agama dan religi

Masyarakat Banyumulek masih mempercayai tentang adanya mitos, dan adanya mitos tersebut masih dilestarikan sampai saat ini. Mitos- mitos tersebut lebih banyak terwujud dalam prilaku masyarakat ketika akan melakukan sesuatu, seperti halnya dalam bertani kita harus menancapkan suatu benda apapun di tengah sawah sebagai tanda bahwa sawah tersebut ada yang memiliki dan konon cerita dari narasumber (Bapak Muni’ah) mengatakan hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar kita tidak kedahuluan penanamannya sama mahluk halus, sebab itulah harus dikasih tanda.

Aspek agama mencakup pemujaan dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Ritual mengacu pada seperangkat ritus dan pelaksanaan keagamaan. Nilai keagamaan tersebut dapat diwujudkan dalam peribadatan dan syari’at yaitu untuk menunjukkan seberapa tingkat ketaatan di dalam mengerjakan kegiatan ritual-ritual sebagaimana dianjurkan oleh agamanya. Dalam mantra pertanian ini hal itu terlihat bahwa mantra dilakukan masyarakat setelah

Page 23: Mantra Thesis 2

agamanya dijalani dengan ditujukan hanya kepada Allah dengan dibuktikan masyarakat Banyumulek memakai mantra dari Al-Qur’an, Hadist dan lain-lain.

4.2 Ritus-ritus Peksanaan Mantra Pertanian

Ritus-ritus pelaksanaan mantra pertanian pada masyarakat Sasak desa Banyumulek. Cara bercocok tanam masyarakat Banyumulek masih banyak dipengaruhi oleh ilmu dukun (Belian), dalam melaksanakan pekerjaan bercocok tanam seperti itu perlu diperhatikan awal dari setiap perhitungan hari baik dan buruknya untuk melakukan sesuatu dengan menggunakan alat yang disebut dengan warige.

Ritus-ritus pelaksanaan mantra dalam pertanian tersebut terdiri dari beberapa tahapan dalam pertanian pada masyarakat Banyumulek berikut ini.

1) Nyelametan sampi (acara selametan sapi)

2) Nenggala (nggaro atau membajak)

3) Lowong (menanam benih)

4) Nunu’in atau nenausin (pemeliharaan tanaman)

5) Mataq atau mbauin (panen)

6) Tetambunang (mengumpulkan padi yang sudah di panen).

(1) Nyelametan Sapi

Upacara nyelametan sapi yang dilakukan oleh petani terutama terlebih dahulu dengan menentukan hari baik yang biasanya para petani atau menurut beberapa narasumber (belian atau dukun) dilakukan pada hari Senin, Rabu, Kamis dan Jum’at. Dengan menghitung tanggalan dan hari seperti berikut:

a. ayu, artinya bahwa hari itu bagus. Baik digunakan untuk hari mulai bertani dan tidak baik apabila menebang pohon pada hari ini karena kayu akan dimakan rayap karena ditebang pada hari yang manis.

b. ala, artinya bala’ atau penyakit. Hari ini (ala) tidak baik digunakan waktu bertani karena tanaman akan terkena penyakit, namun hari ini (ala) baik untuk menebang pohon karena kayu tidak dimakan hama karena ditebang pada hari pahit atau penyakit.

c. menga artinya hari manis, hari ini baik dilaksanakan ketika akan membangun rumah, dengan alasan bahwa orang-orang akan senang bersilaturahmi kerumah kita.

d. mengkem, artinya sulit orang akan mau kerumah kita kalau kita membuat rumah pada hari mengkem, dan kalau kita menanam sesuatu harga tenaga mahal dan sulit didapat. Perhitungan hari yang tujuh harus dihitung dengan hari yang empat di atas.

Page 24: Mantra Thesis 2

Adapun proses upacara tersebut diikuti oleh sesepuh, tokoh masyarakat dan umum dengan menyembelih beberapa ayam, ketupat lepas, ketupat tanggek, dan ketupat jamak atau biasa yang digantungkan pada sapi. Setelah itu para kiyai atau tokoh masyarakat membacakan mantra ketika sapi mau turun kesawah, mantra yang dibacakan waktu nyelametan sapi oleh petani yaitu:

Bissmillahirrahmanirrahim

Tanggek mas

elong surta

awak tembaga

naena selaka

Berkat La Ilaha illallah

Muhammadarrasulullah

Setelah mantra itu dibaca lalu sapinya harus mengelilingi sawah, terus diusapkan tanah bekas kakinya pada keningnya, penbacaan mantra tersebut dilakukan dengan tujuan sapi yang membajak diberi keselamatan dan tidak diganggu oleh mahluk halus dan seperti yang dikatakan oleh Bapak H. Safwan, bahwa pembacaan mantra tersebut juga dilakukan agar tanah yang dibajak menjadi subur.

(2) Nenggala (Membajak Sawah)

Sewaktu nenggala, kita mengadakan selamatan lagi dengan menyembelih ayam, membuat ketupat untuk dikalungkan pada sapi dan digantungkan nanti pada (bebonto atau patung yang dibuat mirip manusia dari jerami) atau pelapah kelapa di tengah sawah, mantra dibaca oleh tokoh masyarakat atau tokoh adat yang bisa juga dibaca oleh petani sewaktu membajak sawah, adapun mantra membajak sawah dapat kita lihat pada kutipan berikut:

Bissmillahirrahmanirrahim

Kulhuwallahu ahad

Allahu shamad

lam yalid

walam yulad

walam yakunlahu kufwan ahad

Berkat La Ilaha illallah

Page 25: Mantra Thesis 2

Muhammadarrasulullah

Mantra tersebut dibaca dengan tujuan agar tanah yang dibajak tidak didahului mahluk halus sewaktu menanam, adapun tanda (saweq) atau bebonto tersebut dibuat dengan tujuan agar masyarakat mengetahui bahwa sawah tersebut ada yang memiliki, tanaman selamat dan tidak diganggu. Nenggala atau membajak sawah pada masyarakat desa Banyumulek menggunakan bajak (cangkul, bajak) bajak biasanya ditarik kerbau atau sapi dan sekarang memakai mesin bajak. Sementara itu dipersiapkan pula tempat-tempat persemaian, yaitu bidang-bidang yang kecil tempat menaburkan bibit padi. Kemudian sawah diolah sekali lagi sambil membaca mantra agar sawahnya subur dan sapinya selamat sewaktu membajak dengan membiarkan sawahnya terendam air selama beberapa hari. Bajak yang dipergunakan untuk mengolah tanah, baerikut kerbau, sapi atau mesin bajak biasanya digunakan secara bergantian. Tanah yang telah dicangkul atau dibajak, dan merupakan gumpalan-gumpalan lumpur, kemudian didiamkan lagi selam satu hingga dua minggu lalu diratakan dengan alat yang disebut garu atau gau. Alat itu di tarik kerbau, sapi atau mesin. Apabila pekerjaan itu telah selesai dilakukan, maka tanah siap untuk ditanami dengan bibit padi yang sementara itu telah tumbuh di persemaian.

(3) Lowong

Lowong atau penanaman dilakukan oleh tenaga wanita. Pembacaan mantra sewaktu lowong atau menanam padi dilakukan saat kita mulai mencabut tunas muda dengan hati-hati lalu diikat dengan ikatan yang masing-masing beratnya sekitar 2 kg yang kemudian ikatan-ikatan itu ditanam secara merata diseluruh lahan sawah. Mantra yang dibaca pada waktu menanam yaitu:

Bissmillahirrahmanirrahim

Rabbana atina

fiddunya hasanah

wafil akhirati khasah

wakina azabannar

Berkat La Ilaha illallah

Muhammadarrasulullah

(QS.Al-Baqarah:201)

Mantra tersebut bisa dilakukan oleh petani atau pekerja yang menanam padi, umbi-umbian atau biji-bijian yang dalam hal ini lebih banyak dilakukan oleh para wanita, kemudian menanamnya satu persatu dengan membenamkan akarnya kedalam lumpur, membentuk deretan yang teratur. Pembacaan mantra tersebut mempunyai tujuan agar tanamannya mempuyai hasil yang bagus dan tumbuh subur.

(4) Nunu’in atau Nenausin

Page 26: Mantra Thesis 2

Nunu’in atau nenausin biasanya dilakukan masyarakat atau petani dengan melakukan upacara sambil menaruh telur dalam periuk (tong-tong suit) sambil membakar kemenyan, serabut tempurung kelapa, daun berora yang yang dibawa oleh petani setelah dibacakan mantra dengan mengelilingi sawahnya, adapun mantranya yaitu:

Bissmillahirrahmanirrahim

Alam taraillallazina haraju

min diyarihim wahum

ulufun zazaral mautu

faqolalahum Allahu mautu.

Mautu. Mautu.

Berkat La Ilaha illallah

Muhammadarrasulullah.

Mantra tersebut dibaca oleh peteni dengan tujuan agar buah padinya cepat tua dan tidak diganggu hama serta terpelihara dari segala penyakit tanaman, hal tersebut dilakukan dengan cara menggantungkan daun berora atau daun api-api pada batang padi yang baru berbuah.

(5) Mata’ atau Mbauin

Berapa lama waktu padi itu berbuah dan dapat dipanen, tergantung dari jenisnnya, maupun dari berbagai faktor lain. Ada jenis padi yang dapat dipanen setelah berumur 4 bulan, tetapi ada jenis-jenis lain yang baru dapat dipanen setelah 6 bulan. Sebelum melakukan panen padi, para petani hampir selalu mengadakan upacara selamatan yang dipimpin oleh dukun atau tokoh adat. Mantra yang di baca waktu panen dapat kita lihat pada kutipan berikut:

Bissmillahirrahmanirrahim

Keliling masan bain baloqbi

lingku nemuek kamu

kance sepulu atau seket

Berkat La Ilaha illallah

Muhammadarrasulullah.

Bacaan mantra tersebut dilakukan ketika akan memanen yang biasa dilakukan oleh wanita atau pria dengan menggunakan sebuah pisau kecil yang dinamakan rangkap. Mantra tersebut dibaca dengan tujuan agar padi yang dipanen mempunyai berkah dan filosofisnya menggunakan rangkap agar padinya

Page 27: Mantra Thesis 2

tahan lama dan tidak cepat habis karena cara mendapatkannya sulit atau susah. Mereka yang dikerahkan untuk turut memotong padi biasanya memperoleh bagian dari padi yang berhasil mereka potong.

(6) Nenambunang.

Ritus selanjutnya adalah malai-malai padi yang sudah dipotong kemudian dibiarkan di sawah selama beberapa hari dengan tujuan agar menjadi kering yang oleh masyarakat Banyumulek disebut nenambunang. Proses tersebut tidak terlepas dari sebuah ritual seperti berikut yang dijelaskan dengan prosesinya. Setelah padi kering, kemudian malai-malai itu diikat-ikat dengan ukuran 20 Kg ukuran untuk ibu padi dan bapak padi, sedangkan yang berukuran 2 Kg yaitu anak-anaknya dan dipikul ke desa oleh tenaga buruh dan ditimbun di dalam tempat penyimpanan padi yang disebut Balai Balaq yang hampir punah keberadaanya saat ini.

4.3 Penyajian Data

Berikut ini disajikan mantra-mantra pertanian yang telah didapatkan melalui pengumpulan data dari masyarakat atau Belian yang dijadikan sebagai narasumber.

(1) Mantra untuk membajak sawah

Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih

Kulhuwallahu ahad

lagi Maha Penyayang. Dialah Allah Yang

Allahu shamad

Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang ber-

lam yalid

gantung pada-Nya segala sesuatu. Dia

walam yulad

Page 28: Mantra Thesis 2

tidak beranak dan tidak pula diperanak-

walam yakunlahu kufwan ahad

kan dan tidak ada seorangpun yang

Berkat La Ilaha illallah

setara dengan Dia.

Muhammadarrasulullah

Berkat La Ilaha Illallah

Muhammadarrasulullah

(2) Mantra untuk menanam padi dan biji-bijian

Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih

Rabbana atina

lagi Maha Penyayang. Ya Tuhan kami,

fiddunya hasanah

Page 29: Mantra Thesis 2

berilah kami kebaikan di dunia dan ke-

wafil akhirati khasah

baikan di akhirat, dan peliharalah kami

wakina azabannar

dari siksa api neraka.

Berkat La Ilaha illallah

Berkat La Ilaha Illallah

Muhammadarrasulullah

Muhammadarrasulullah

(QS.Al-Baqarah:201)

(QS. Al-Baqarah: 201)

(3) Mantra yang di gunakan untuk panen

Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih

Keliling masan bain baloqbi

Page 30: Mantra Thesis 2

lagi Maha Penyayang. Berputar musim

lingku nemuek kamu

cucu nenekmu, akan aku undang ber-

kance sepulu atau seket

tamu sebanyak sepuluh atau lima puluh

Berkat La Ilaha illallah

orang.

Muhammadarrasulullah.

Berkat La Ilaha Illallah

Muhammadarrasulullah

(4) Mantra untuk menanam ubi jalar

Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih

Muntembuku

Page 31: Mantra Thesis 2

lagi Maha Penyayang. Setiap buku taman

bilang nggaro

waktu membajak

bilang buku

setiap buku

taokna berisi sekeraro

berisi sebakul

Berkat La Ilaha illallah

Berkat La Ilaha Illallah

Muhammadarrasulullah

Muhammadarrasulullah

(5) Mantra untuk acara

selamatan sapi

Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih

Page 32: Mantra Thesis 2

Tanggek mas

lagi Maha Penyayang. Tanduk mas

elong surta

ekor sutra

awak tembaga

badan tembaga

naena selaka

kakinya perak

Berkat La Ilaha illallah

Berkat La Ilaha Illallah

Muhammadarrasulullah

Muhammadarrasulullah

(6) Mantra untuk

membajak sawah

Bissmillahirrahmanirrahim

Page 33: Mantra Thesis 2

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih

Tri trinjang

lagi Maha Penyayang. Ikan teri ikan

buak jarak sekeraro

terinjang, buah jarak sebakul

nyedi inak bijang

biar pergi inak bijang

adekna arak langan anak nabi

agar ada jalan anak Nabi

Muhammad belalo

Muhammad berjalan

Berkat La Ilaha illallah

Berkat La Ilaha Illallah

Muhammadarrasulullah.

Muhammadarrasulullah

(7) Mantra untuk tanaman agar tidak dimakan hama

Page 34: Mantra Thesis 2

Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih

Dendek kaken taletan

lagi Maha Penyayang. Jangan makan

umat manusia sine

tanaman umat manusia ini

adekna arak sanguna

biar ada bekal

beribadah umat manusia,

beribadah umat manusia

ito aning ulek

pergilah pulang

gawah lauk masih guar.

kehutan yang masih luas

Berkat La Ilaha illallah

Berkat La Ilaha Illallah

Page 35: Mantra Thesis 2

Muhammadarrasulullah.

Muhammadarrasulullah

(8) Mantra untuk buka bumi

Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih

Assalamu’alaikum

lagi Maha Penyayang. Keselamatan atas

Mas bumi

pemilik bumi

banda sari

segala isinya

banyu suci

air suci

banyu saka

air bening

Page 36: Mantra Thesis 2

badan sampurna

badan sempurna

adekta selamat daet taletanta.

biar selamat dengan tanamannya.

Berkat La Ilaha illallah

Berkat La Ilaha Illallah

Muhammadarrasulullah.

Muhammadarrasulullah

(9) Mantra untuk tanaman agar tidak diganggu hama

Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih

Hatamallahua’ala kulubihim

lagi Maha Penyayang. Allah telah meng-

wa’ala sam’ihim

unci hati dan pendengaran mereka

Page 37: Mantra Thesis 2

wa’ala absharihim

dan penglihatan mereka

gisawah.

di tutup

Berkat La Ilaha illallah

Berkat La Ilaha Illallah

Muhammadarrasulullah

Muhammadarrasulullah

(QS.Al-Baqarah:7).

(QS.Al-Baqaral:7)

(10) Mantra untuk tanaman agar hasilnya baik

Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih

Alam taraillallazina haraju

lagi Maha Penyayang. Tidakkah kamu

Page 38: Mantra Thesis 2

min diyarihim wahum

memperhatikan orang yang keluar dari

ulufun zazaral mautu

kediaman mereka dan mereka ber-

faqolalahum Allahu mautu.

jumlah seribu orang yang berlindung

Mautu. Mautu.

dari kematian, berkatalah mereka Allah

Berkat La Ilaha illallah

akan mematikanmu, mematikanmu,

Muhammadarrasulullah.

Mematikanmu

Berkat La Ilaha Illallah

Muhammadarrasulullah

Page 39: Mantra Thesis 2

(11) Mantra untuk mengawinkan padi

Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih

ne kusodok kamu

lagi Maha Penyayang. Aku titipkan kamu

mas cantelan selae jelo

pemilik tanaman mas berpasangan selama

Berkat La Ilaha illallah

dua puluhlima hari

Muhammadarrasulullah.

Berkat La Ilaha Illallah

Muhammadarrasulullah

4.4 Analisis Data

4.4.1 Bentuk mantra pertanian

Mantra mengikuti bentuk puisi, maka mantra akan dikaji sebagaimana bentuk yang membangun puisi yaitu: (1) tema, (2) bunyi, (3) baris , (4) bait, (5) diksi.

Page 40: Mantra Thesis 2

1) Tema

Tema adalah suatu yang diciptakan atau digambarkan oleh penyair atau dukun lewat mantra yang dihadirkannya. Pada dasarnya tema merupakan suatu yang harus dan pasti dalam mantra. Seperti contoh pada kutipan mantra berikut ini:

Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih

Kulhuwallahu ahad

lagi Maha Penyayang. Dialah Allah Yang

Allahu shamad

Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang ber-

lam yalid

gantung pada-Nya segala sesuatu. Dia

walam yulad

tidak beranak dan tidak pula diperanak-

walam yakunlahu kufwan ahad

kan dan tidak ada seorangpun yang

Berkat La Ilaha illallah

setara dengan Dia.

Page 41: Mantra Thesis 2

Muhammadarrasulullah

Berkat La Ilaha Illallah

Muhammadarrasulullah

Tema mantra di atas adalah berkaitan dengan tauhid yaitu meng-Esakan Allah seperti yang tertulis dalam terjemahan mantra yang terdapat dalam salah satu ayat Al-Qur’an diatas adalah bahwa Allah itu Maha Esa (terdapat pada bait pertama sampai akhir yang diperkuat dengan akhiran huruf (d) yang berati semua perbuatan harus kita tujukan pada Allah) dan hanya kepada-Nyalah semua tempat bergantung yang ke-Esa-Nya dipertegas lagi dengan ayat selanjutnya yang mengatakan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia. Berdasarkan penjelasan di atas jelaslah tema mantra tersebut menjeslakan tenteng nyelametan sapi yang ditujukan kepada Sang pencipta yaitu Allah yang Esa, yang akhir dari semua mantra dipusatkan pada kata Allah dan Rasulullah, (Narasumber: H. Safwan).

2) Bunyi

Bunyi merupakan salah satu unsur yang membangun salah satu puisi akan memiliki keindahan dan maknanya serta kenikmatan akan didukung oleh unsur bunyi atau irama yang membentuk puisi tersebut. Berbicara tentang bunyi dalam puisi terlebih dahulu harus dipahami beberapa istilah yang berkaitan dengan bunyi, meliputi: rima adalah bunyi yang berselang atau berulang, baik dalam lirik maupun pada akhir lirik puisi. Rima mengandung beberapa aspek, yaitu:

a) asonansi (perulangan vokal)

Bunyi vokal adalah bunyi bahasa yang dihasilkan oleh arus udara dari paru-paru melalui pita suara dan penyempitan suara di atas glosit. Contoh asonansi perulangan vokal dalam mantra pertanian dapat kita lihat pada kutipan mantra seperti berikut:

Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih

Assalamu’alaikum

lagi Maha Penyayang. Keselamatan atas

Page 42: Mantra Thesis 2

Mas bumi

pemilik bumi

banda sari

segala isinya

banyu suci

air suci

banyu saka

air bening

badan sampurna

badan sempurna

adekta selamat daet taletanta.

biar selamat dengan tanamannya.

Berkat La Ilaha illallah

Berkat La Ilaha Illallah

Muhammadarrasulullah.

Muhammadarrasulullah

Page 43: Mantra Thesis 2

Dari mantra di atas dapat kita lihat perulangan vokal yang terjadi yaitu vokal (i) terdapat pada kata bumi, sari dan suci yang berarti inti dari mantra tersebut, yang terdapat pada bait satu, dua, dan tiga. Sedangkan vokal (a) yang terdapat dibait keempat, kelima dan keenam terdapat pada kata saka, sampurna dan taletanta yang berarti sema akhiran huruf (a) di atas mengandung makna bahwa itu adalah tujuan. Mantra ini dibaca sebagai rasa hormat pada bumi dan air yang diiringi dengan salam seperti mantra di atas. Mantra di atas disebut juga oleh masyarakat Sasak di desa Banyumulek dengan sebutan mantra buka gumi (Narasumber: Bapak Sawiah).

b) aliterasi (perulangan bunyi konsonan).

Bunyi konsonan adalah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan menghambat aliran udara pada salah satu tempat disalurkan suara di atas glottis. Perulangan bunyi konsonan dalam mantra dapat kita lihat dalam kutipan berikut:

Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih

Hatamallahua’ala kulubihim

lagi Maha Penyayang. Allah telah meng-

wa’ala sam’ihim

unci hati dan pendengaran mereka

wa’ala absharihim

dan penglihatan mereka

gisawah.

Ditutup

Berkat La Ilaha illallah

Page 44: Mantra Thesis 2

Berkat La Ilaha Illallah

Muhammadarrasulullah

Muhammadarrasulullah

Dalam mantra di atas konsonan pada kalimatnya bukan sekedar ingin menyeragamkan bunyi bahasa (konsonan). Akan tetapi memiliki nilai penting seperti pada baris kedua meyimbolkan dan menggambarkan bahwa siapa pun yang tidak menjalankan perintah dan larangan Allah maka ia akan menutup hatinya karena hatinya telah gelap, begitu pun dengan pendengaran dan penglihatannya pada baris ketiga dan keempat. Dari kutipan mantra di atas dapat kita lihat contoh perulangan bunyi konsonan (m) pada bait satu, dua, tiga, dan empat yang berarti akhiran huruf (m) bermakna mereka, sedangkan bunyi vokal (h) terdapat pada bait lima, enam, dan tujuh.

c) rima akhir (paduan bunyi pada setiap akhir)

Paduan bunyi rima akhir dapat dilihat pada kutipan mantra berikut:

Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih

Kulhuwallahu ahad

lagi Maha Penyayang. Dialah Allah Yang

Allahu shamad

Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang ber-

lam yalid

gantung pada-Nya segala sesuatu. Dia

walam yulad

Page 45: Mantra Thesis 2

tidak beranak dan tidak pula diperanak-

walam yakunlahu kufwan ahad

kan dan tidak ada seorangpun yang

Berkat La Ilaha illallah

setara dengan Dia.

Muhammadarrasulullah

Berkat La Ilaha Illallah

Muhammadarrasulullah

Paduan bunyi akhir pada mantra pertanian di desa Banyumulek di atas dapat kita lihat yang setiap kata, frase, atau kalimatnya yang diakhiri dengan bunyi huruf (d) pada kata ahad, shamad, yalid, yulad dan pada kata ahad dibait terakhir mengandung makna penyerahan diri sepenuhnya atas segala apa yang telah dilakukan.

d) rima dalam (perulangan bunyi di antara kata-kata dalam satu lirik)

Contoh kutipannya sebagai berikut:

Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih

Alam taraillallazina haraju

lagi Maha Penyayang. Tidakkah kamu

min diyarihim wahum

Page 46: Mantra Thesis 2

memperhatikan orang yang keluar dari

ulufun zazaral mautu

kediaman mereka dan mereka ber-

faqolalahum Allahu mautu.

jumlah seribu orang yang berlindung

Mautu. Mautu.

dari kematian, berkatalah mereka Allah

Berkat La Ilaha illallah

akan mematikanmu, mematikanmu,

Muhammadarrasulullah.

Mematikanmu

Berkat La Ilaha Illallah

Muhammadarrasulullah

Dari kutipan tersebut dapat dilihat dengan jelas bahwa perulangan bunyi pada larik ketiga dan empat yaitu pada akhiran huruf (m) pada kata (mautu) yang berarti mematikanmu. Mantra ini dibaca agar tanaman tidak diganggu atau dimakan hama dengan cara menancapkan pucuk pohon berora dan

Page 47: Mantra Thesis 2

kembang api-api yang di bakar bersama kemenyan dengan mengelilingi sawah sebagaimana yang dikatakan narasumber saat diwawancara (Narasumber: Bapak Sawiah).

e) rima identik (perulangan kata di antara bait-bait)

Berikut kutipanya beserta penjelasannya:

Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih

Tri trinjang

lagi Maha Penyayang. Ikan teri ikan

buak jarak sekeraro

terinjang, buah jarak sebakul

nyedi inak bijang

biar pergi inak bijang

adekna arak langan anak nabi

agar ada jalan anak Nabi

Muhammad belalo

Muhammad berjalan

Berkat La Ilaha illallah

Berkat La Ilaha Illallah

Muhammadarrasulullah.

Page 48: Mantra Thesis 2

Muhammadarrasulullah

Perulangan kata di antara bait-bait terdapat pada kata (tri-trinjang = yang berarti ikan tri yang kecil-kecil) yang akhiran huruf (g) tersebut menguatkan mantra dengan menggambarkan sesuatu benda atau orang yang dijadikan simbol kesederhanaan dan sebuah penyakit yang harus dijauhi , dan bisa juga dilihat pada kata (arak = yang berarti agar ada tempat untuk berjalan) seperti kutipan mantra pertanian di atas pada bait kelima identik dengan perulangan bunyi pada kata pada kata (jarak = yaitu sejenis tanaman). Sedangkan akhiran huruf (o) mengandung makna harapan agar dimudahkan rizki dan jalan dalam bertani.

f) rima rupa (perulangan hanya pada penulisan suatu bunyi, sedangkan pelafalannya tidak sama).

Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih

Muntembuku

lagi Maha Penyayang. Setiap buku taman

bilang nggaro

waktu membajak

bilang buku

setiap buku

taokna berisi sekeraro

berisi sebakul

Berkat La Ilaha illallah

Page 49: Mantra Thesis 2

Berkat La Ilaha Illallah

Muhammadarrasulullah

Muhammadarrasulullah

Perulangan bunyi pada mantra tersebut dapat kita lihat pada akhiran kata (buku yaitu huruf u) pada bait kedua dan keempat bermakna atau merefreskan suatu tumpuan, sedangkan kata (bilang) yang mengalami perulangan terdapat diawal pada baris ketiga dan keempat, dan kata (o) pada kata (nggaro dan sekeraro) bait terakhir bermakna hasil yang akan didapatkan dari usaha yang sudah dilakukan.

3) Baris dalam Mantra

Baris atau larik dalam mantra adalah satuan yang pada umumnya lebih besar dari kata dan telah mendukung suatu makna tertentu. Baris dalam mantra pada dasarnya adalah merupakan pemadu, penyatu dan pengembang ide penyair yang diawali lewat kata. Akan tetapi sesuai dengan keberadaan baris dalam puisi makna penataan baris mantra harus memperhitungkan masalah rima serta penataan pola persajakan, seperti kutipan berikut:

Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih

Keliling masan bain baloqbi

lagi Maha Penyayang. Berputar musim

lingku nemuek kamu

cucu nenekmu, akan aku undang ber-

kance sepulu atau seket

Page 50: Mantra Thesis 2

tamu sebanyak sepuluh atau lima puluh

Berkat La Ilaha illallah

orang.

Muhammadarrasulullah.

Berkat La Ilaha Illallah

Muhammadarrasulullah

Berkaitan dengan kata-kata yang dipilih dalam menciptakan mantra pertanian tersebut oleh oarang-orang pada saat itu lebih condong pada istilah sesuatu, seperti nama asal benda, musim, nama orang yang dianggap keramat, penyebutan angka, sejarah kejadian dan penyebab nama asal. Dalam mantra pertanian ini kata-katanya terdiri dari perintaan (do’a) dan kalimat perintah seperti contoh mantra di atas mengandung tiga unsur, baris pertama berisi tentang do’a dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Do’a ini harus dibaca sewaktu memulai melakukan sesuatu yang baik, karna do,a tersebut adalah penghulu segala do,a (Narasumber: Bapak Muni’ah) sewaktu diwawancarai. Sedangkan baris kedua berisi mengandung nama musim yaitu dengan penyebutan kata (masan) yang dibarengi dengan penyebutan nama orang-orang terdahulu seperti kakek dan nenek buyut.pada kata (bain balaoqbi). Pada baris ketiga mengandung unsur jumlah angka seperti pada kata (sepulu atau seket = sepuluh atau lima puluh), dan pada baris keempat mengandung unsur permohonan yang kata-katanya ditekankan dan ditujukan pada Allah dan Rasulnya.

4) Bait dalam Mantra

Bait adalah kesatuan larik yang berada dalam suatu kelompok dalam rangka mendukung satu kesatuan pokok pikiran, terpisah dari kelompok larik (bait) lainnya (Aminuddin, 2011: 145). Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya jumlah baris tiap-tiap mantra beragam, demikian juga dengan jumlah bait-baitnya. Dalam mantra dunia pertanian pada masyarakat Sasak di desa Banyumulek, khususnya mantra nyelametan sapi, mantra buka gumi atau mantra turun tanah sewaktu akan membajak sawah, mantra pemeliharaan dari hama dan mahluk halus serta mantra waktu panen tidak terlepas dari bait. Walaupun dalam satu dalam satu bait tidak tentu barisnya, ada yang dua baris, tiga baris, empat baris, lima baris, enam baris atau lebih. Kebanyakan dari mantra pertanian desa Banyumulek terdiri dari beberapa bait saja, walau ada yang panjang melebihi dua, tiga, empat dan lima baris seperti contoh pada kutipan mantra berikut:

Page 51: Mantra Thesis 2

Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih

Assalamu’alaikum

lagi Maha Penyayang. Keselamatan atas

Mas bumi

pemilik bumi

banda sari

segala isinya

banyu suci

air suci

banyu saka

air bening

badan sampurna

badan sempurna

adekta selamat daet taletanta.

biar selamat dengan tanamannya.

Berkat La Ilaha illallah

Page 52: Mantra Thesis 2

Berkat La Ilaha Illallah

Muhammadarrasulullah.

Muhammadarrasulullah

Seperti yang peneliti paparkan di atas sebelumnya, bahwa mantra pertanian pada masyarakat Sasak di desa Banyumulek sangat beragam, ada yang pendek, pertengahan dan panjang. Menurut narasumber yang peneliti wawancara (Narasumber: Bapak Sawiah) mengatakan bahwa sengaja kata-katanya dibuat seperti itu dengan tujuan agar mantranya cepat dihafal dan dipahami. Bait dalam mantra itu kebanyakan tidak beraturan karena manra pada masyarakat Sasak di desa Banyumulek tidak begitu memperhatikan nilai struktur suatu mantra. Mantra di desa Banyumulek lebih memfokuskan pada isi atau makna hakiki terciptanya mantra tersebut yakni sebagai alat atau media khusus untuk berdo’a atau meminta restu Tuhan atas hajatan niatnya.

5) Diksi Mantra

Diksi merupakan pilihan kata yang dominan dan selalu mengikuti mantra tersebut selain dari kata pembuka dan penutup. Kata yang dominan atau sering kita temukan pada setiap mantra adalah kata (adekna) pada bait mantra keenam dan tujuh, (adekta) terdapat pada bait mantra yang kedelapan, dan akhiran kata (na) terdapat pada bait keempat dan kelima. Pada mantra di atas mengandung suatu maksud atau makna keikut sertaan hati dengan harapan apa yang di minta terkabulkan.

4.4.2 Fungsi dan makna mantra pertanian dalam masyarakat Sasak

Mantra yang ada di desa Banyumulek memiliki fungsi dan makna, yakni: sebagai penolak bala’, sebagai alat pendidikan, sebagai pemeliharaan alam dan lingkungan, sebagai sistem pelaksanaan adat.

1) Penolak Bala’

Tolak bala’ merupakan suatu istilah yang dilakukan untuk menangkal sebuah bencana atau penangkal penyakit. Berkaitan dengan pertanian istilah tolak bala’ diartikan sebagai permohonan kepada Pencipta agar tanamannya terhindar dari penyakit dan gagal panen.

Berikut kutipan dari fungsi mantra tersebut:

Page 53: Mantra Thesis 2

Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih

Dendek kaken taletan

lagi Maha Penyayang. Jangan makan

umat manusia sine

tanaman umat manusia ini

adekna arak sanguna

biar ada bekal

beribadah umat manusia,

beribadah umat manusia

ito aning ulek

pergilah pulang

gawah lauk masih guar.

kehutan yang masih luas

Berkat La Ilaha illallah

Berkat La Ilaha Illallah

Muhammadarrasulullah.

Page 54: Mantra Thesis 2

Muhammadarrasulullah

Dari kutipan mantra di atas dapat kita ketahui fungsinya adalah sebagai penolak bala’ atau penyakit gagal panen yang digunakan oleh masyarakat ketika memiliki sebuah keinginan yang kira-kira tidak bisa tercapai dengan usahanya sendiri, adapun keinginan si peminta mantra dapat kita ketahui lewat mantra yang di gunakan seperti kata pada mantra di bait satu dan dua (dendek kaken taletan umat manusia sine adekna arak sanguna ibadah) kata di atas mengandung pesan dan nilai agar pertaniannya tidak diganggu atau dirusak oleh mahluk, baik manusia, hewan atau binatang. Sedangkan pada bait ketiga mengandung perintah agar segala mahluk perusak itu pergi ke hutan yang masih luas untuk mencari makanan. Dari mantra tersebut dapat dijelaskan bahwa pada saat seperti inilah terkadang petani menggunakan mantra tersebut agar tanamannya tidak diganggu hama dan agar hasil panennya bagus (Narasumber: H. Mahruf).

Sedangkan untuk mengetahui lapis makna dari mantra di atas dapat kita uraikan seperti berikut, jalan pertama yang harus ditempuh yaitu mengategorikan kata-kata yang termasuk lambang dan kata-kata yang termasuk katagori simbol. Dalam pembahasan di depan dapat telah ditetapkan bahwa kata-kata dalam mantra tersebut yang termasuk lambang adalah kata-kata ”dendek kaken”, ”adekna arak”, dan ”ito aning”. Sedangkan yang bersifat simbol adalah kata ”taletan”, ”sangu ibadah”, dan ”gawah lauk masih guar”. Untuk mengetahui maknanya maka kita harus menerjemahkan kata-kata tersebut kedalam bahasa indonesia, kata ”dendek kaken” dalam hal ini mempunyai tejemahan (dilarang memakan) yang maknanya dapat kita proyeksikan dengan berbagai kemungkinan dan gambaran makna (1) suatu larangan, (2) sebagai akibat dari keadaan tersebut maka manusia tidak ada yang dimakan, manusia akan kelaparan dan mati. Maka dapat diambil hipotesis bahawa kata tersebut mengandung makna rasa takut yang selalu ada dalam kehidupan manusia, sedangkan kata ”adekna arak” mempunyai makna yang menekankan kepada keberadaan akan sesuatu yang dibutuhkan, dan ”ito aning” mempunyai makna pengusiran atau ketidak inginan petani terhadap suatu balaq atau penyakit. Sedangkan untuk makna simbol pada mantra pertanian di atas dapat kita lihat pada kata ”taletan” dalam terjemahannya adalah pohon, kita memaklumi bahawa pohon adalah ciptaan Tuhan yang berusaha mencari kehidupannya yang dalam hal ini sama dengan manusia, maka kata pohon di atas dapat diartikan manusia yang selalu mencari kehidupan, sedangkan kata”gawah lauk masih guar” bermakana bahwa manusia butuh akan kelapangan dan dijauhi dari segala balaq.

2) Sistem Pendidikan

Page 55: Mantra Thesis 2

Mantra sebagai alat pendidikan merupakan suatu proses pengubahan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Mantra sebagai alat pendidikan terlihat dalam kutipan berikut:

Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih

Rabbana atina

lagi Maha Penyayang. Ya Tuhan kami,

fiddunya hasanah

berilah kami kebaikan di dunia dan ke-

wafil akhirati khasah

baikan di akhirat, dan peliharalah kami

wakina azabannar

dari siksa api neraka.

Berkat La Ilaha illallah

Berkat La Ilaha Illallah

Muhammadarrasulullah

Muhammadarrasulullah

Page 56: Mantra Thesis 2

Mantra di atas adalah mantra yang mangandung unsur pendidikan yang dikenal oleh masyarakat dengan sebutan do’a sapu jagat karena pada kata pada bait pertama kita ajak memohon kepada Allah, pada bait kedua, ketiga dan empat pada kata (Rabbana atina, fiddunya hasanah, wafil akhirati khasanah ) mengajarkan kepada kita agar selalu berdo’a agar selamat di dunia dan akhirat. Sedangkan pada bait kelima, enam dan tujuh hanya sebagai penutup yaitu agar terhindar dari siksa api neraka yang ditujukan kepada Allah. Mantra tersebut dibaca saat menanam padi, ubi dan tanaman biji-bijian (Narasumber: H. Safwan).

Untuk mengetahui makna dalam mantra di atas adalah harus memahami terjemahannnya seperti kata yang mengandung lambang seperti, Rabbana, fiddunya, akhirat. Kata rabbana berarti Tuhan, Tuhan adalah tempat bergantungnya hidup dan kehidupan yang merupakan tempat kita berpasrah dan menyerahkan diri yang dalam mantra tersebut bermakna penyerahan seorang mahluk kepada Sang pemilik hidup yang kaitannya dengan mantra pertanian adalah seorang petani dalam melakukan pekerjaannya harus berpasrah bertawakkal setelah berusaha dengan baik saat bertani, kata fiddunya pada mantra tersebut bermakna kehidupan karena hanya di planet bumilah manusia bisa hidup dan bertahan yang dalam mantra pertanian makna tersebut mengandung makna tempat mencari nafkah dari semua yang telah dianugrahkan kepada petani, sedangkan kata akhirat bermakana tujuan akhir dari hidup dan tempat menuai hasil dari segala perbuatan dan tingkah laku dari apa yang telah dilakukan oleh segala mahluk dan khususnya petani. Sedangkan makna simbol dalam mantra tersebut dapat kita lihat pada kata khasanah kata tersebut bermakna kebaikan, ketenangan, kelapangan yang selalu diharapkan manusia dalam menjalani hidupnya, dalam pertanian hal tersebut berkaitan dengan mantra yang dibaca yang maknya dari kata khasanah terdapat makna seorang petani dalam bertani mengharapkan agar hasil pertaniannya diberi berkah dan kebaikan.

3) Pemeliharaan Alam dan Lingkungan

Pemeliharaan merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh petani dalam hal ini yang bertujuan untuk melestarikan, menjaga, melindungi segala sesuatu yang ada disekitar kita pada umumnya dan khususnya ladang tempat bertani. Pengawasan tersebut dapat kita lihat pada kutipan mantra berikut:

Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih

Assalamu’alaikum

lagi Maha Penyayang. Keselamatan atas

Mas bumi

Page 57: Mantra Thesis 2

pemilik bumi

banda sari

segala isinya

banyu suci

air suci

banyu saka

air bening

badan sampurna

badan sempurna

adekta selamat daet taletanta.

biar selamat dengan tanamannya.

Berkat La Ilaha illallah

Berkat La Ilaha Illallah

Muhammadarrasulullah.

Muhammadarrasulullah

Dari mantra di atas terlihat jelas bahwa norma dan pengawasan yang berisi aturan itu sangat kuat, hal itu terlihat pada bait kedua pada kata (Assalamu’alaikum) yang menggambarkan agar semua orang

Page 58: Mantra Thesis 2

selalu menghormati alam sekitar tempat kita hidup seperti menghormati bumi (buka gumi) sewaktu akan membajak sawah dan menghormati air sebagai sumber dari kehidupan yang tercermin pada mantra pada bait ketiga (masbumi), bait keempat (bandasari) yang isinya agar kita menjaga segala isi dari bumi pada bait pertama tersebut. Sedangkan pada bait kelima mengandung nilai agar kita seluruh jiwa raga kita selamat (badan sampurna) begitu juga dengan tanaman atau pertanian kita agar hasilnya bagus.

Berkaitan dengan fungsi mantra di atas, maka makna mantra di atas harus dapat kita ketahwi dengan menentukan mana kata yang termasuk lambang dan simbol. Kata yang termasuk lambang pada mantra tersebut adalah banyu mempunyai terjemahan air, air merupakan sumber kehidupan manusia, tanpa air manusia akan mati dan tidak bisa meneruskan hidup dan kehidupannya, maka dari hipotesis diatas dapat kita simpulkan bahwa kata banyu bermakna sumber kehidupan yang kaitannya dalam pertanian bahwa air merupakan kunci atau sumber kehidupan dalam bertani , sedangkan kata badan bermakna sesuatu organ penting manusia yang membuat manusia bisa melakukan apapun dengan anggota badan yang dimiliki, hal tersebut menggambarkan dalam melakukan atau mengerjakan pertanian harus dilakukan sesuai prosedur dari tahapan masing-masing. Sedangkan yang termasuk simbol pada mantra pertanian di atas adalah pada kata bumi yang bermakana tempat hidup manusia karena manusia hanya di bumilah manusia bisa hidup , bertani, dan bertahan. Dari semua planet yang ada, planet bumi merupakan inti dari makna kata tersebut, kata sari bermakna isi dan kandungan dari bumi yang merupakan sumber hidup manusia, kata sari tersebut berarti inti dari sumber kehidupan manusia dalam bertani hal tersebut menggambarkan tentang kesuburan bumi untuk diolah petani yang dalam agama bahwa manusia berperan sebagai khalifah dimuka bumi, sedangkan kata suci bermakana kebersihan dari segala kotoran yang dalam mantra pertanian makna kata suci adalah inti dari segala usaha manusia yang harus dicari dengan cara yang halal yaitu bertani.

4) Sistem Pelaksanaan Adat

Adat adalah kebiasaan perilaku yang dijumpai secara turun temurun, kebiasaan yang dilakukan nenek moyang sejak zaman dahulu kala. Berarti sistem pelakasanaan adat marupakan suatu aturan yang harus dilaksanakan, yang sifatnya turun temurun dan tetap terjaga dengan norma-norma yang ada pada masyarakat. Fungsi dan makna dalam mantra juga bisa kita lihat pada kutipan berikut sewaktu nyembulaq : Bissmillahirrahmanirrahim ”Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”. Mantra di atas dipakai juga pada waktu turun sapi dengan menghadap ke arah gunung kuripan, itu untuk menunjukan makna bahwa di sana ada urip yaitu urip mempunyai makna kehidupan yang selalu menjadi arah atau tujuan dari setiap mahluk hidup.

Mantra di atas mencerminkan dan sekaligus pengalaman dengan adanya kekuatan di luar diri manusia misalnya membaca mantra di atas digunakan sewaktu akan memulai menanam atau (nyembulaq = istilah yang digunakan oleh para kiayi atau masyarakat untuk memulai sesuatu) mantra di atas dibaca sewaktu akan mulai menanam ubi atau singkong sewaktu mencangkul dengan cara dibaca tidak putus-putus dan mencangkulnya tidak terlalu dalam agar buahnya besar-besar dan waktu panen bisa dicabut dengan mudah (Narasumber: H. Mahruf). Membaca mantra diatas merupakan sudah mentradisi disetiap melakukan sesuatu apalagi yang berkaitan dengan adat istiadat.

Page 59: Mantra Thesis 2

4.4.3 Pandangan masyarakat terhadap mantra

Dalam kehidupan sehari-hari dikalangan masyarakat awam, yang intelektual juga masih memakai mantra yang diyakini dapat mengatasi semua persoalan dalam kehidupan. Mantra pertanian adalah ilmu yang dimiliki oleh orang tertentu yang diwariskan secara turun-temurun kepada orang yang berhak mewarisinya, karena dalam menggunakan mantra ini harus dengan syarat-syarat yang dimiliki oleh pemilik mantra itu sendiri (Narasumber: Bapak Muni’ah). Alasannya mengatakan hal demikian bahwa karena masih banyaknnya orang yang mengikatkan diri pada mantra di setiap mengalami kesulitan, apakah itu petani, pedagang, pengusaha, dokter, polisi, dosen dll. Dengan alasan demikian kita mengetahui bahwa mantra masih diyakini oleh pemakainya dengan berbagai permasalahan yang ada dan oleh sebab demikian mantra harus dikembangkan dan dilestarikan secara turun-temurun kepada yang berhak mewarisi, sebab mantra tersebut tidak sembarangan orang bisa memiliki termasuk keturunannya, kalau tidak berhak maka mantra tersebut tidak bisa diwarisi. Mewarisi suatu mantra harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang mungkin menyulitkan bagisi pewaris, tetapi kalau ia bisa melaksanakanya maka mantra tersebut berhak diwarisi. Bagi masyarakat yang setuju dibagi atas dua kelompok, yaitu: yang setuju melaksanakan dan yang setuju tetapi tidak melaksanakan. Yang setuju melaksanakan atau masyarakat pemakai, menganggap bahwa kehadiran mantra itu sendiri berpangkal pada kepercayaan masyarakat pendukung di dalamnya yang memunculkan fenomena yang semakin kompleks di jaman sekarang. Sejumlah penilaian, sikap, dan perlakuan masyarakat terhadap mantra semakin berkembang. Ada sebagian masyarakat yang begitu mengikatkan secara penuh maupun sebagian dirinya terhadap mantra dalam kepentingan hidupnya seperti masih percayanya masyarakat pada mitos, kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari, ada yang membutuhkan karena persaingan, ada yang butuh untuk kenaikan pangkat, ada yang membutuhkan agar disenangi atasan dan masih banyak lagi problema hidup yang lain yang menuntut masyarakat lari kepada mantra.

Sedangkan sebagian masyarakat yang setuju tetapi tidak melaksanakan secara langsung atau tidak langsung atau menolak kehadiran mantra dengan berbagai pertimbangan antara lain bahwa menerima mantra berarti melakukan perbuatan syirik, karena kita lebih yakin kepada dukun atau belian dari pada Allah, terlalu banyak rerekeq, eteh-eteh atau kemauan yang harus dipenuhi yang persyaratnnya dirasa sangat sulit didapat dan membutuhkan waktu lama. Pada bagian masyarakat yang disebutkan pertama dapat digolongkan ke dalam masyarakat penghayat atau pendukung mantra, sedangkan bagian masyarakat yang lainnya digolongkan ke dalam masyarakat bukan penghayat mantra.

Bagi masyarakat penghayat mantra, kegiatan sehari-hari kerap kali diwarnai dengan pembacaan mantra demi keberhasilan dalam mencapai maksud atau tujuan yang sesuai dengan fungsi dari mantra tersebut misalnya, para petani ingin sawahnya subur, terhindar dari gangguan hama, ingin panen hasilnya melimpah dan para pedagang ingin dagangannya laris. Mantra diterima oleh masyarakat penghayatnya sebagai kebutuhan penunjang setelah kehidupan agamanya dijalani secara sungguh-sungguh. Adanya kebutuhan terhadap mantra sebagai warna yang menghiasi kehidupan sehari-hari yang dapat kita lihat pada setiap mantra diawali dengan bacaan Bismillahirrahmanirrahim dan diakhiri dengan kalimat La Ilaha illallah Muhammadarrsulullah, hal tersebut menandakan bahwa semua penyerahan permasalahan dan permintaan ditujukan pada Allah. Kegiatan yang tidak terlepas kepada keadaan alam dan mata

Page 60: Mantra Thesis 2

pencaharian, menghasilkan tiga kelompok besar sehubungan dengan penggunaan mantra, yaitu mantra yang digunakan untuk perlindungan, kekuatan, dan pengobatan (Rusyana, 1970).

Mantra merupakan sebuah kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat Sasak sebagai bagian dari budaya. Mantra dapat memberikan gambaran luas tentang pola dan macam kehidupan masyarakat pendukungnya.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa.

1. Bentuk mantra dalam dunia pertanian pada masyarakat Sasak di Desa Banyumulek Lombok Barat mengandung unsur yang terdiri dari: tema, bunyi, baris, bait, diksi.

2. Fungsi dan makna mantra pertanian pada masyarakat Sasak yang ada di desa Banyumulek memiliki beberapa fungsi dan makna, yakni: sebagai penolak bala’, sebagai alat pendidikan, sebagai pemeliharaan alam, lingkungan, dan sebagai sistem pelaksanaan adat. Untuk menentukan makna dari mantra tersebut kita harus menentukan mana kata yang termasuk lambang dan mana kata yang termasuk simbol. Dengan mengetahui lambang dan simbol tersebut maka kita akan dapat memahami makna yang terkandung di dalamnya yang tidak lupa kita harus menerjemahkannya terlebih dahulu untuk memudahkan pemaknaan.

3. Sedangkan masyarakat berpandangan tentang mantra sebagai suatu karya yang di wariskan secara turun- temurun kepada orang yang berhak, karena tidak semua orang bisa melakukannya. Mantra merupakan suatu adat istidat yang masih dipercayai oleh masyarakat penghayatnya sebagai kebutuhan penunjang setelah kehidupan agamanya dijalani secara sungguh-sungguh. Adanya kebutuhan terhadap mantra sebagai warna yang menghiasi kehidupan sehari-hari. Kegiatan tersebut tidak terlepas dari keadaan alam dan mata pencaharian.

5.2 Saran-saran

1. Agar pembaca karya sastra daerah lebih meningkatkan apresiasinya, sehingga karya sastra daerah yang bernilai tinggi tersebut tidak mengalami kepunahan.

Page 61: Mantra Thesis 2

2. Kepada Mahasiswa dan pelajar Jurusan Pendidikan Bahasa, Sasatra Indonesia dan Daerah lebih meningkatkan dan mengembangkan penelitian yang berhubungan dengan sastra yang bersifat kedaerahan.

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku

Aminuddin. 2011. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik “Edisi Revisi”. Jakarta: Rineka Cipta.

Depdiknas. 2005. Kamus besar bahasa Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Endawarsa, S. 2008. Metodologi Penelitian Folklor, -cet 1- Yogyakarta: Media Presindo.

Hadi, S. 2004. Metodologi Research, -ed. II. Yogyakarta : Andi Yogyakarta.

Pradopo, R. J. 1995. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Koentjaraningrat. 1997. Pengantar Antropologi II. Jakarta: PT. Rineke Cipta.

Nurgiyantoro, B. 2009. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada Unity Press.

Nuruddin. 2007. Dasar-dasar Penulisan. Mataram: Universitas Muhammadiyah Mataram.

Ratna, N. K. 2007. Estetika Sastra dan Budaya. Yoyakarta: Pustaka Pelajar.

Page 62: Mantra Thesis 2

Suyasa, M. 2004. Teori Sastra. Mataram. Universitas Muhammadiyah Mataram.

Syah, M. 2000. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Tarigan, H. G. 1993. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.

Tjahjono, L. T. 1987.Sastra Indonesia Pengantar Teori dan Apresiasi. Surabaya: Nusa Indah.

Sumber Skripsi dari Internet

Supriyatno, A.” Makna Simbolik Mantra dan Prangkat Benda yang digunakan dalam Prosesi Adat Perkawinan suku Sasak di Pringgabaya”. Diambil tanggal 8 November 2012 dari http://holydueg.files.wodrpress.com.

Suryani, E. NS. “ Eksistensi dan Fungsi Mantra dalam Kehidupan Masyarakat Sunda”. Diambil tanggal 16 Maret 2012 dari http://www.akademik.unsri.ac.id.