BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id. BAB I.pdf · sebagai ruang terbuka hijau...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id. BAB I.pdf · sebagai ruang terbuka hijau...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara Hukum. Konsep Negara Hukum menurut
Aristoteles (384-322 S.M) adalah negara yang berdiri di atas hukum yang
menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi
tercapainya kehidupan hidup untuk warga negaranya. Keadilan merupakan syarat
bagi tercapainya kebahagiaan hidup untuk warga negaranya termasuk warga Bali.1
Pulau Bali merupakan pulau yang kaya akan keindahan alam dan
budayanya. Disamping itu, pulau yang dijuluki pulau penuh cinta ini pun menarik
banyak orang untuk berkunjung dan menikmati pesonanya. Sudah cukup sering
kita dengar bahwa Bali lebih dikenal dibandingkan dengan Indonesia sendiri di
mata internasional sebagai destinasi turis di Asia Tenggara.
Beberapa persoalan hukum sebelum diterbitkannya Peraturan Presiden
Nomor 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan
Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan tidak terdapat adanya persoalan hukum.
Tetapi setelah diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata
Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan terdapat
persoalan hukum dengan tidak adanya kepastian hukum dan tidak ada tercapainya
kemanfaatan hukum di dalam peraturan tersebut.
1 Moh. Kusnadi dan Harmaily Ibrahim, 1976, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia Dan C.V “ Sinar Bakti”, Jakarta, h.153.
2
Untuk menata lingkungannya pemerintah daerah menerbitkan beberapa
Preferensi, yaitu : Asas lex superiori deragat legi inferiori, artinya perundang-
undangan yang dibuat aparat pemerintah yang lebih tinggi mempunyai kedudukan
yang lebih tinggi pula, Asas lex posterior derogate legi priori, artinya peraturan
perundang-undangan yang berlaku belakangan mengesampingkan perundang-
undangan yang berlaku lebih dahulu dan Asas lex specialis derogate legi
generalis, artinya perundang-undangan yang mengatur hal-hal khusus
mengesampingkan perundang-undangan yang mengatur substansi secara umum.2
Pariwisata di Provinsi Bali tidak dapat terlepas dari falsafah masyarakat
Bali sendiri yakni ajaran Tri Hita Karana. Paradigma masyarakat Bali ini
menekankan tiga hubungan harmonis manusia dengan kehidupan didunia ini.
Ketiga hubungan itu adalah hubungan dengan sesama manusia, hubungan dengan
alam sekitar dan hubungan dengan Tuhan. Tri Hita Karana merupakan falsafah
hidup yang turun-temurun dipercaya oleh masyarakat Bali. Tak mengherankan
jika sektor pariwisata Bali sangat mengandalkan budaya keagungan Tuhan yang
ditunjukkan melalui budaya, alam yang asri, dan hubungan yang baik antar
sesama penduduk Bali yang dikenal ramah.
Secara geografis, teluk benua yang terletak di sebelah selatan pulau Bali
merupakan perairan luas yang memainkan peran penting dalam stabilitas
ekosistem dan hidrologis. Disebelah barat teluk Benoa terdapat Tanjung Benoa
yang berhadapan langsung dengan samudera. Disebelah selatannya terdapat
semenanjung Jimbaran. Sedangkan di sebelah timurnya merupakan kawasan padat
2 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, h.256.
3
dan wisata, juga terdapat bandara Ngurah Rai. Teluk besar tersebut adalah Teluk
Benoa, disekeliling teluk yang berwarna hijau merupakan hutan Mangrove.
Dengan demikian, Teluk Benoa ini memiliki peranan yang sangat penting, dimana
teluk Benoa melindungi sekitar sepuluh desa dan kelurahan di Bali selatan dari
ombak samudera.
Peranan Hutan mangrove di Teluk Benoa adalah mencegah abrasi pantai,
sebagai ruang terbuka hijau dan sebagai pencegah rembesan air laut. Tanpa
Mangrove, warga di pesisir akan kesulitan memperoleh air tawar dikarenakan air
laut akan mengalir melalui air tanah ke daratan. Dalam suatu kawasan pesisir
terdapat satu atau lebih ekosistem, baik yang bersifat alami maupun buatan.
Kawasan adalah bagian Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang memiliki
fungsi tertentu yang ditetapkan berdasarkan kriteria karakteristik fisik, biologi,
social, dan ekonomi untuk dipertahankan keberadaannya.3 Walaupun teluk ini
dangkal, bahkan ketika surut dasar teluk dapat terlihat namun kawasan perairan
Teluk Benoa menjadi tampungan air dari beberapa daerah aliran sungai yang
mengalir ke Teluk Benoa.
Teluk Benoa akan direklamasi mulai terdengar ketika Gubernur Bali
mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Bali Nomor 213802-CLHK 2012 yang
berisi perizinan bagi perusahaan property untuk melakukan pemanfaatan wilayah
Teluk Benoa dengan cara reklamasi. Karena dianggap bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan, surat keputusan tersebut akhirnya diprotes.
Gubernur Bali kemudian mengeluarkan Surat Keputusan gubernur Bali Nomor
3 Amiruddin A. Dajaan Imami, 2014, Hukum Penataan Ruang Kawasan Pesisir
(Harmonisasi dalam Pembangunan Berkelanjutan), Logoz Publishing, Bandung, h.47.
4
172701-BHK2013 yang merupakan pembatalan surat keputusan sebelumnya dan
mensyaratkan agar melakukan studi kelayakan. Namun beberapa pihak
mencurigai bahwa surat keputusan yang diterbitkan itu tidak hanya izin studi
kelayakan melainkan merupakan izin reklamasi. Dalam Peraturan Presiden Nomor
122 Tahun 2012 BAB III tentang Perizinan Reklamasi, pada Pasal 17 ayat (5)
disebutkan bahwa setiap pemegang izin lokasi dalam jangka waktu paling lambat
2 (dua) tahun wajib menyusun :
a. Rencana induk,
b. Studi kelayakan,
c. Rancangan detail reklamasi.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011 tentang Rencana
Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan, Pasal
55 ayat (5) huruf b disebutkan bahwa Kawasan konservasi diwilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas: b. kawasan
konservasi perairan, diperairan kawasan Sanur di Kecamatan Denpasar selatan,
Kota Denpasar dan sebagian di Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung dan
perairan kawasan Kuta di Kecamatan Kuta Kabupaten Badung. Kawasan
konservasi perairan tidak boleh dilakukan pemanfaatan apapun yang dapat
merubah atau menurunkan kualitas kawasan tersebut.
Sehubungan dengan itu, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang menyebutkan bahwa konservasi wilayah pesisir merupakan
upaya yang dilakukan pada kawasan konservasi untuk meningkatkan kualitas nilai
dan keanekaragamannya. Konservasi wilayah pesisir merupakan usaha untuk
5
perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan wilayah dengan syarat tetap
memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya. Melakukan
reklamasi seperti itu malah akan menyebabkan hal sebaliknya yaitu: rusak dan
hancurnya ekosistem yang ada.4
Istilah pada kegiatan Reklamasi, Revitalisasi, Revegetasi, Reboisasi,
Rehabilitasi, memiliki arti dan penerapan (praktik) yang berbeda-beda. Penolakan
terhadap rencana Reklamasi Teluk Benoa dari masyarakat Bali hingga detik ini
tetap tidak diindahkan setelah dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 51
Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011
tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan SARBAGITA.
Diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 pada intinya
adalah untuk menghapuskan pasal-pasal yang menyatakan bahwa Teluk Benoa
sebagai kawasan konservasi, sebagaimana yang disebutkan pada Pasal 55 ayat (5)
Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011 yang menyebutkan bahwa, Kawasan
konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) terdiri atas:
1. Kawasan konservasi pulau kecil meliputi sebagian Pulau Serangan di
Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar dan Pulau Pudut, di
Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung;
2. Kawasan konservasi perairan di perairan Kawasan Sanur di Kecamatan
Denpasar Selatan, Kota Denpasar, sebagian perairan Kawasan Serangan di
Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Perairan Kawasan Nusa
4 http://bem.feb.ugm.ac.id/tolak-reklamasi-teluk-benoa/.
6
Dua di Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, dan perairan
Kawasan Kuta di Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung;
3. Kawasan konservasi dan perlindungan ekosistem pesisir berupa kawasan
hutan pantai berhutan bakau atau mangrove dan kawasan Taman Hutan
Raya Ngurah Rai sebagian di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota
Denpasar dan sebagian di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar
dan sebagian di Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung;
4. Kawasan konservasi dan perlindungan ekosistem pesisir berupa kawasan
perlindungan terumbu karang, di kawasan pesisir Sanur di Kecamatan
Denpasar Selatan, Kota Denpasar, sebagian Pulau Serangan di Kecamatan
Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Nusa Dua di Kecamatan Kuta Selatan,
Kabupaten Badung, Tuban dan Kuta di Kecamatan Kuta, Kabupaten
Badung;
5. Kawasan konservasi maritim, berupa permukiman nelayan, di Kawasan
Serangan di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar;
6. Kawasan Jimbaran dan Kawasan Kedonganan di Kecamatan Kuta Selatan,
Kabupaten Badung; dan
7. Kawasan konservasi pada kawasan pesisir yang dimanfaatkan untuk
kegiatan sosial-budaya dan agama di seluruh pantai tempat
penyelenggaraan upacara keagamaan (melasti) dan kawasan laut di
sekitarnya;
7
Reklamasi atas Teluk Benoa ini melanggar Pasal 55 ayat (5) Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2011 tentang Konservasi Sarbagita,
yaitu Peraturan Presiden yang isinya menyatakan bahwa Teluk Benoa adalah
kawasan konservasi perairan.
Reklamasi merupakan usaha untuk menciptakan daratan baru di lahan
sebelumnya yang digenangi air. Reklamasi bertujuan menambah lahan untuk
berbagai keperluan. Pada umumnya penciptaan lahan baru melalui reklamasi
dilakukan karena makin bertambahnya kebutuhan lahan untuk pemukiman,
perkantoran, dan lahan pertanian. Reklamasi lahan dilakukan melalui beberapa
cara antara lain dengan pengeringan air laut, pengeringan rawa, dan lahan bekas
pertambangan.
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029 menyebutkan bahwa
Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagai kawasan konservasi sedangkan
setelah dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata
Ruang Kawasan Perkotaan SARBAGITA menyatakan bahwa hanya sebagian
Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang termasuk kawasan konservasi.
Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar Tahun 2011-2031, pada Pasal 59 ayat (2)
menyatakan bahwa Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil termasuk kawasan
konservasi. Sementara itu, Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun
2013 tentang Rencana Tata Ruang Kabupaten Badung Tahun 2013-2033 dalam
8
Pasal 1 (angka 43) yang menyebutkan bahwa Konservasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil adalah upaya tentang perlindungan, pelestarian, dan
pemanfaatan wilayah pesisir pulau-pulau kecil serta ekosistemnya untuk
menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan sumber daya pesisir dan
pulau-pulau kecil dengan tetap memelihara meningkatkan kualitas nilai dan
keanekaragamannya.
Bagi sebagian besar masyarakat Bali yang lahir, tumbuh, besar dan hidup
di Provinsi Bali, reklamasi perairan teluk demi kepentingan dan keuntungan
korporasi besar adalah merupakan suatu ancaman. Reklamasikan kawasan
konservasi juga merupakan ancaman serius terhadap masa depan lingkungan
pesisir sehingga dampaknya bisa dikategorikan sebagai kejahatan terhadap
lingkungan.
Dalam kondisi air surut, masyarakat sekitar Teluk Benoa mengumpulkan
ikan, kerang, kepiting dan rumput laut untuk kebutuhan sehari-hari. Reklamasi
Teluk Benoa bisa mengubah garis pantai dan alur laut sehingga mengancam
kelangsungan hidup biotalaut, burung endemik, dan pertumbuhan terumbu
karang. Dengan perubahan ini maka “luas wilayah tangkapan nelayan tradisional
dan usaha water sport sebagai sumber penghidupan masyarakat di sekitar Teluk
Benoa akan hilang”.5
Oleh karena itu, keputusan yang diambil didasarkan atas perhitungan
jumlah suara yang terbanyak. Bagaimanapun juga keputusan yang diambilnya itu
merupakan suatu pencerminan dari masyarakatnya yang individualistis. Berbeda
5 Superman Is Dead – Navicula – Nosstress, Tolak Reklamasi Teluk Benoa! Batalkan Perpres 51 Tahun 2014, Denpasar, https://www.change.org/p/pak-jokowi-do2-tolak-reklamasi-teluk-benoa-batalkan-dan-cabut-perpres-51-2014.
9
dengan hal tersebut diatas, maka untuk mencapai keputusan yang berlaku di
Indonesia, lazimnya dilakukan suatu musyawarah untuk mencari kata sepakat atau
mufakat.6
Fungsi dari pemerintahan itu dapat ditentukan sedikit banyak dengan
menempatkannya dalam hubungan dengan fungsi perundang-undangan dan
peradilan. Pemerintahan dapat dirumuskan secara negative sebagai segala macam
kegiatan penguasa yang tidak dapat disebutkan sebagai suatu kegiatan perundang-
undangan atau peradilan.
Dewasa ini dari “pemerintahan” ini tidak sama dengan “kekuasaan
eksekutif”. Banyak jenis pemerintahan yang tidak dapat dipandang sebagai
pelaksanaan dari undang-undang seperti pemberian subsidi tertentu, atau tugas
melaksanakan pekerjaan umum. Kaitan dengan trias politika, “politik” itu
menjalankan pemerintahan dan menetapkan undang-undang, secara singkat
mengeluarkan perintah-perintah, mengatur arah.
“Pemerintah” mengurus pelaksanaan mengurus dari perintah/tugas-tugas.
Dengan kata lain, pemerintah itu “mengabdi” pada kekuasaan politik. Tentu saja
masyarakat modern membutuhkan suatu pemerintahan yang kuat pada dirinya,
juga mengatur garis-garis kebijaksanaan. Namun pada prinsipnya tetap bernaung
di bawah kekuasaan politik.
Secara keseluruhan fungsi pemerintahan terdiri dari berbagai macam
tindakan-tindakan pemerintahan : keputusan-keputusan, ketetapan-ketetapan yang
bersifat umum, tindakan-tindakan hokum perdata dan tindakan-tindakan nyata.
6 Moh. Kusnadi dan Harmaily Ibrahim, op.cit, h.19.
10
Hanya perundang-undangan dari penguasa politik dan peradilan oleh para hakim
tidak termasuk di dalamnya.7
Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan undang-
undang sebagaimana mestinya, demikian bunyi Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Karena Peraturan Pemerintah
diadakan untuk melaksanakan Undang-Undang, maka tidak mungkin bagi
Presiden untuk menetapkan Peraturan Pemerintah sebelum undang-undangnya.
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dan
Peraturan Pemerintah adalah bentuk-bentuk peraturan yang disebut oleh UU NRI
Tahun 1945. Tidak demikian halnya dengan Keputusan Presiden. Keputusan
Presiden sebagai bentuk peraturan yang baru, diatur dalam Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat. Sementara no. XX/MPRS/1966. Keputusan Presiden
ini dimaksudkan untuk melaksanakan ketentuan UU NRI Tahun 1945, Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara/Majelis Permusyawaratan Rakyat
dalam bidang eksekutif, atau Peraturan Pemerintah, dan bersifat sekali.8
Dengan demikian berdasarkan pada keadaan dan permasalahan di atas
maka penulis ingin mengangkat judul:
“KAJIAN YURIDIS TERHADAP KEBERADAAN PERATURAN
PRESIDEN NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG
RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR,
BADUNG, GIANYAR DAN TABANAN TERKAIT RENCANA
REKLAMASI TELUK BENOA”
7 Philipus M. Hadjon, dkk, 1993, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, h.6-8.
8 Moh.Kusnadi, op.cit, h.48-49.
11
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan di atas maka timbullah
rumusan masalah yang akan penulis angkat ke dalam tulisan ini yaitu:
1. Peraturan manakah yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk
mengatur penataan kawasan teluk Benoa ?
2. Bagaimanakah akibat hukum terhadap Pasal 45 ayat (7) Peraturan Daerah
Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 terkait rencana reklamasi Teluk
Benoa setelah diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Sesuai dengan rumusan masalah yang penulis angkat perlu ditentukan
secara tegas batasan materi yang akan dibahas dalam tulisan dan agar tidak
menyimpang dari pokok pembahasan dalam tulisan ini, maka analisa dalam
penelitian ini akan membatasi ruang lingkup masalahnya. Hal yang akan ditulis
dalam penulisan ini adalah:
1. Permasalahan pertama akan membahas mengenai peraturan yang dapat
dipergunakan sebagai pedoman untuk mengatur penataan kawasan teluk
Benoa.
2. Permasalahan kedua akan membahas mengenai akibat hukum terhadap
Pasal 45 ayat (7) Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009
terkait rencana reklamasi Teluk Benoa setelah diterbitkannya Peraturan
Presiden Nomor 51 Tahun 2014.
12
Jika dalam pembahasan nanti menyinggung maupun membahas hal-hal
lain mengenai permasalahan ini, maka hal tersebut hanyalah sebagai pelengkap
maupun sarana pendukung dari kesempurnaan tulisan ini.
1.4 Orisinalitas Penelitian
Dalam tulisan ini penulis akan menjelaskan bahwa tidak ada sama sekali
penelitian yang pernah ada mengenai masalah yang akan saya angkat dalam
usulan penelitian, penulis menggunakan 3 (tiga) skripsi pembeda sebagai referensi
melalui penelusuran di Ruang Koleksi Skripsi Fakultas Hukum Universitas
Udayana, yakni:
No Judul Penulis Rumusan Masalah 1 Problematik Yuridis
Surat Keputusan Gubernur Bali Tentang Rencana Pemanfaatan, Pengembangan Dan Pengelolaan (Reklamasi) Wilayah Perairan Teluk Benoa Provinsi Bali
I Komang Trisna Adi Putra
1. Bagaimana Status Hukum Kawasan Perairan Teluk Benoa Provinsi Bali?
2. Bagaimanakah Keabsahan SK Gubernur Bali Nomor 2138/02-C/HK/2012 tentang Pemberian Izin dan Hak Pemanfaatan, Pengembangan, dan Pengelolaan Wilayah Perairan Teluk Benoa Jo SK Gubernur Bali Nomor 1727/01-B/HK/2013 tentang Izin Studi Kelayakan Rencana Pemanfaatan, Pengembangan, dan Pengelolaan Wilayah Perairan Teluk Benoa Provinsi Bali?
2 Penerapan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Dalam Hal Perlindungan
Anak Agung Gede Krishnayana
1. Faktor apa sajakah yang menjadi penyebab terjadinya pelanggaran terhadap Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 16 Tahun 2009 tentang rencana tata ruang wilayah provinsi Bali, dalam hal ini ketentuan tentang
13
Kawasan Tempat Suci Pura Goa Lawah
kawasan tempat suci ?
2. Kendala apa saja yang terjadi dalam penerapan Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 16 tahun 2009 di kawasan tempat suci Pura Sad Kahyangan Goa Lawah?
3 Akibat Hukum Terhadap Kewajiban Pemerintah Daerah Kabupaten Dan/Atau Kota Dalam Pembentukan Perda RTRW Kabupaten/Kota
Guntur Siliwangi 1. Dapatkah suatu izin pemanfaatan ruang dilakukan apabila dari pemerintah daerah kabupaten dan/atau kota belum menyesuaikan atau membuat Perda RTR di wilayahnya masing-masing sesuai dengan amanat UUPR No. 26 Tahun 2007 (analisis yuridis normative terhadap Perda RTRW Bali No. 16 Tahun 2009 dengan Perda RTRWK Badung No.29 Tahun 1995 terkait pemberian izin pemanfaatan ruang oleh Pemkab Badung untuk pembangunan proyek Beach World Convention , Nusa Dua)?
2. Apa akibat hokum yang ditimbulkan dari ketidaktaatan Pemerintah Kabupaten dan/atau Kota atas keterlambatannya memenuhi kewajiban hukum dalam pembentukan Perda RTRW?
1.5 Tujuan Penelitian
Sebagaimana umumnya tujuan penelitian ini dapat dibagi menjadi dua
bagian dalam rangka penyusunan materi tulisan ini, yakni tujuan secara umum
dan secara khusus:
14
1. Tujuan Umum
Secara umum tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui
rencana reklamasi teluk Benoa. Kajian tersebut dibatasi dari aspek keberadaan
Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan
Presiden Nomor 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan
Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan.
2. Tujuan Khusus
Sesuai dengan permasalahan yang dibahas, adapun tujuan khusus dari
penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu:
1. Untuk mengetahui dan menganalisa peraturan yang digunakan sebagai
pedoman untuk mengatur penataan kawasan teluk Benoa.
2. Untuk mengetahui dan memahami akibat hukum terhadap Pasal 45
ayat (7) Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 terkait
Rencana Reklamasi Teluk Benoa setelah diterbitkannya Peraturan
Presiden Nomor 51 Tahun 2014.
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dan diharapkan memberikan manfaat teoritis
dan praktis dari penulisan ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan hukum pada
umumnya dan lebih terfokus lagi pada ilmu hukum tentang hukum
pemerintahan pada khususnya.
15
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dalam Penulisan tulisan ini diharapkan dapat bermanfaat
bagi penulis, masyarakat luas khususnya dan pemerintah dalam kaitannya
dengan Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang
Kawasan Perkotaan Sarbagita.
1.7 Landasan Teoritis
Dalam menganalisis permasalahan ini, ada beberapa teori yang digunakan
yakni sebagai berikut:
a. Teori Negara Hukum
Perkembangan Konsep Negara Hukum merupakan produk dari sejarah,
sebab rumusan atau pengertian Negara Hukum itu terus berkembang mengikuti
sejarah perkembangan umat manusia. Konsep Negara Hukum menurut Aristoteles
(384-322 S.M) adalah negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan
kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya
kebahagiaan hidup untuk warga negaranya, dan sebagai dasar dari pada keadilan
itu perlu diajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia menjadi warga negara
yang baik.9
Negara harus menentukan secermat-cermatnya jalan-jalan dan batas-batas
kegiatannya bagaimana lingkungan (suasana) kebebasan itu tanpa dapat ditembus.
Negara harus mewujudkan atau memaksakan gagasan kehendak secara langsung
dari segi Negara, dan tidak lebih jauh daripada seharusnya menurut suasana
9 Moh. Kusnadi dan Harmaily Ibrahim , Op.cit, h. 153.
16
hukum. Inilah pengertian Negara Hukum, bukan hanya bahwa negara itu hanya
mempertahankan tata hukum saja tanpa tujuan pemerintahan, atau hanya
melindungi hak-hak dari perseorangan. Negara Hukum pada umumnya tidak
berarti tujuan dan isi daripada Negara, melainkan cara dan bagaimana untuk
mewujudkannya.10
Menurut James Bryce11 “A Constitution as a frame of political society,
organized through and by law, that is to say one in which law has established
permanent institutions with recognized functions and definite rights. Again, a
constitution may be said to be a collection of principles according to wich the
powers of the government, the rights of the governed, and the relations between
the two are adjusted”.
Pendapat tersebut dapat dipahami bahwa pertama, isi (substansi) negara
hukum adalah negara itu memiliki konstitusi (UUD) dan berdasarkan konstitusi
(UUD); dimana kostitusi (UUD) negara itu memuat sistem ketatanegaraan negara
tersebut. Kedua, bila suatu negara memiliki dan berdasarkan konstitusi yang berisi
sistem ketatanegaraan itu, negara digolongkan sebagai negara hukum.
Ketiga, sistem ketatanegaraan suatu negara yang tertuang dalam konstitusi
(UUD) membentuk suatu sistem hukum yang tersusun dari sub-sistem hukum
yang meliputi : (1) substansi hukum (materi hukum) yang mengatur kedudukan
dan fungsi (tugas dan wewenang), hubungan antar lembaga kekuasaan negara
dengan warga negaranya; (2) struktur hukum, mengenai lembaga-lembaga negara,
10 Notohamidjojo, 1970, Makna Negara Hukum Bagi Pembaharuan Negara dan Wibawa
Hukum Bagi Pembaharuan Masyarakat di Indonesia, Badan Penerbit Kristen, Jakarta, h.24. 11 C.F Strong, 1966, Modern Political Constitutions: An Introduction To The
Comparative Study Of Their History And Existing Form, English Language Book Society, London, New York, h.11.
17
sarana dan prasarana hukum; dan (3) budaya hukum yang menyangkut prilaku
aparat penegak hukum dan masyarakat di negara hukum itu sendiri.
Menurut Philipus M. Hadjon dalam tulisannya mengenai kedaulatan
Rakyat, Negara Hukum dan Hak-Hak Asasi Manusia, menyebutkan bahwa untuk
lebih mencerminkan ciri khas Indonesia (nasionalisme), Indonesia memakai
istilah “Negara Hukum” ini dengan tambahan atribut “Pancasila” sehingga
menjadi “Negara Hukum Pancasila”.12 Terlepas dari istilah “Negara Hukum
Pancasila”, yang pasti dalam UUD 1945 sesudah perubahan ditegaskan
pemakaian istilah “Negara Hukum” tanpa atribut “Pancasila” sebagaimana
tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) bahwa “ Negara Indonesia adalah negara
hukum”.
Gagasan Negara Hukum menuntut agar penyelenggaraan urusan
kenegaraan dan pemerintahan harus didasarkan pada undang-undang dan
memberikan jaminan terhadap hak-hak dasar rakyat. Jadi setiap tindakan yang
dilakukan oleh pemerintah harus berdasarkan hukum yang berlaku termasuk di
dalamnya pembentukan Peraturan Presiden.
b. Teori Perundang-Undangan
Teori hukum yang dipergunakan dalam menata Peraturan Perundang-
Undangan adalah ”teori pertanggaan Peraturan Perundang-undangan” atau
“Theorie Stuffenbau Des Rechts Ordnung”. Ilmu tentang norma-norma hukum
Negara sebagai mana dikembangkan oleh Hans Nawiasky, salah seorang murid
12 Marwan Effendi, 2005, Kejaksaan RI: Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum,
PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h.11.
18
Hans Kelsen. Dikemukakan bahwa norma-norma hukum positif Negara tersebut
berada dalam tata susunan atau tingkatan dari atas kebawah sebagai berikut.
a. Norma Fundamental Negara (staats fundamental norm) yang isinya ialah
norma yang merupakan dasar bagi pembentukan konstitusi atau Undang-
Undang Dasar dari suatu Negara.
b. Aturan dasar negara atau aturan pokok negara (stoats grund gesetz).
Norma ini biasanya dituangkan dalam batang tubuh suatu Undang-undang
atau konstitusi tertulis.
c. Undang-undang formal (formell gesetz), ialah norma hukum dalam
undang-undang dibentuk oleh Lembaga Tinggi Negara Presiden dengan
persetujuan Lembaga Tinggi Negara DPR.
d. Peraturan pelaksanaan serta peraturan otonom (verordnung dan autonome
satzung).13
Asas preferensi yang dapat dijadikan acuan untuk menyelesaikan
ketidaksesuaian/konflik norma menurut Soerjono Soekanto adalah sebagai
berikut.
1. Asas lex superiori deragat legi inferiori, artinya perundang-undangan
yang dibuat aparat pemerintah yang lebih tinggi mempunyai kedudukan
yang lebih tinggi pula.
13A. Hamid dan S. Attamimi, 1990, Peranan Keputusan Republik Indonesia Dalam
Penyelenggaraan Pemerintah Negara, Disertasi, Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Jakarta, h. 287-288.
19
2. Asas lex posterior derogate legi priori, artinya peraturan perundang-
undangan yang berlaku belakangan mengesampingkan perundang-
undangan yang berlaku lebih dahulu, dalam hal substansi terkait.
3. Asas lex specialis derogate legi generalis, artinya perundang-undangan
yang mengatur hal-hal khusus mengesampingkan perundang-undangan
yang mengatur substansi secara umum.14
Dalam era globalisasi saat ini, ketika batas Negara sudah tidak jelas lagi
(borderless), keberadaan hukum tertulis (jus scriptum) khususnya dalam bidang
kajian hukum perundang-undangan, yakni peraturan perundang-undangan, sudah
menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia (basic needs) dalam upaya
menggapai keadilan hukum yaitu keseimbangan antara yang patut diperoleh
pihak-pihak, baik berupa keuntungan maupun berupa kerugian.
Keadilan dapat diartikan sebagai memberikan hak yang setara dengan
kapasitas seseorang atau pemberlakuan kepada tiap orang secara proporsional,
kemanfaatan hukum yaitu adanya manfaat dalam pelaksanaan penegakan hukum.
Menurut Satjipto Raharjo, yang menyatakan bahwa : keadilan memang salah satu
nilai utama, tetapi tetapi tetap disamping kemanfaatan dan kepastian hukum yaitu
harapan bagi pencari keadilan terhadap tindakan sewenang-wenang dari aparat
penegak hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan tahu
kejelasan akan hak dan kewajiban menurut hukum.
Kemutakhiran hubungan antar manusia saat ini sudah harus diatur dengan
hukum-hukum yang modern. Ciri-ciri hukum yang modern adalah adanya norma-
14 Soerjono Soekanto, loc.cit.
20
norma hukum yang tertulis, rasional, terencana, universal dan responsif dalam
mengadaptasi perkembangan kemasyarakatan dan dapat menjamin kepastian
hukum.15
c. Teori Sistem Hukum
Sistem hukum adalah suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang
mempunyai interaksi satu sama lain dan bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan
tertentu. Pandangan tentang arti atau nilai bagian-bagian seperti peraturan,
pengertian dan asas-asas hukum akan mempengaruhi perkembangan sistem.
Meski demikian karena struktur memberi ciri khas sistem, maka sistem dapat
bertahan sebagai satu kesatuan.16 Mengenai sistem hukum (legal system),
Friedman menyatakan bahwa sistem hukum terdiri dari 3 elemen,yaitu elemen
struktur (structure), substansi (substance) dan budaya hukum (legal culture).17
1. Struktur (structure) adalah kerangka atau rangkanya, bagian yang tetap
bertahan, bagian yang memberi semacam bentukdanbatasan terhadap
keseluruhan, apa yang boleh ( secara sah ) atau tidak boleh dilakukan oleh
seorang Presiden.
2. Substansi (substance) adalah aturan, norma danpola perilaku nyata
manusia yang berada dalam sistem itu.
3. Budaya Hukum (legal culture) adalah sikap manusia terhadap hukum dan
sistem hukum, kepercayaan,nilai, pemikiranserta harapannya. Dengan kata
15 I Gede Pantja Astawa dan Supri Na’a, 2008, Dinamika Hukum dan Ilmu Perundang-
Undangan di Indonesia, P.T. Alumni, Bandung, h.1. 16 Amiruddin A. Dajaan Imami, op.cit, h.20. 17 John Pieris dan Wiwik Sri Widiarty, 2007, Negara Hukum dan Perlindungan
Konsumen (Terhadap Produk Pangan Kedaluwarsa), Pelangi Cendekia, Jakarta, h. 37.
21
lain budaya hukum adalah suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang
menentukan bagaimana hukum digunakan,dihindari atau disalahkan.
d. Teori Kewenangan
Istilah kewenangan (wewenang) disejajarkan dengan bevoegdheid dalam
istilah hukum Belanda, menurut Philipus M Hadjon, guru besar Fakultas Hukum
Universitas Airlangga (UNAIR) mengatakan bahwa wewenang terdiri atas
sekurang-kurangnya tiga komponen yaitu pengaruh, dasar hukum, dan
konformitas hukum.18 Komponen pengaruh bahwa penggunaan wewenang
dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku subyek hukum, dasar hukum
dimaksud bahwa wewenang itu haruslah mempunyai dasar hukum, sedangkan
komponen konformitas hukum dimaksudkan bahwa wewenang itu haruslah
mempunyai standar.
Kewenangan secara teori dapat diperoleh melalui tiga cara, yaitu atribusi,
delegasi, dan mandat.19 Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintah oleh
pembuat undang-undang kepada organ pemerintah. Wewenang adalah orang yang
berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pembentukan wewenang
pemerintah ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. Disini terjadi
pemberian wewenang baru oleh suatu ketentuan perundang-undangan sehingga
dilahirkan suatu wewenang baru. Jadi atribusi dikatakan juga sebagai suatu cara
normal untuk memperoleh wewenang pemerintahan.
Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintah dari satu organ
pemerintah kepada organ pemerintah yang lain. Penyerahan wewenang untuk
18 Philipus M. Hadjon, dkk, Op.cit, h.67. 19 Ibid, h.2.
22
membuat suatu putusan oleh pejabat pemerintah kepada pihak lain dan wewenang
itu menjadi tanggung jawab dari delegetaris. Dengan demikian, pada delegasi
selalu didahului oleh adanya atribusi wewenang.20
Sedangkan mandat terjadi ketika organ pemerintah mengijinkan
kewenangannya dijalankan oleh organ pemerintah lain atas namanya. Mandat
merupakan suatu pelimpahan wewenang kepada bawahan untuk membuat suatu
keputusan atas nama yang member mandat. Dalam pelimpahan wewenang secara
mandate ini tidak perlu adanya peraturan perundang-undangan yang melandasi,
karena mandate merupakan hal rutin dalam hubungan intern.
Sementara menurut Philipus M. Hadjon, bahwa cara memperoleh
wewenang yaitu melalui atribusi dan delegasi, kadang-kadang juga mandat
ditempat sebagai cara tersendiri untuk memperoleh wewenang. Ruang lingkup
wewenang pemerintah tidak hanya meliputi wewenang dalam rangka
melaksanakan tugasnya dan distribusi wewenang utamanya ditetapkan oleh
peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, bahwa setiap penyelenggaraan
kenegaraan dan pemerintahan harus memiliki legitimasi, yaitu wewenang yang
diberikan oleh undang-undang.21
Dalam Negara hukum, wewenang pemerintah berasal dari undang-undang
yang berlaku. Dengan kata lain organ pemerintah tidak dapat menganggap bahwa
ia memiliki sendiri wewenang pemerintahan. Sebenarnya kewenangan hanya
diberikan oleh undang-undang, pembuat undang-undang dapat memberikan
20 Indroharto, 1993, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara, Edisi Revisi, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, h.66. 21 Ibid, h.68.
23
wewenang pemerintahan tidak hanya pada organ pemerintahan, tetapi juga kepada
pegawai tertentu atau kepada badan khusus tertentu.
Dalam konstitusi Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 ditemukan beberapa pasal yang melahirkan kewenangan,
baik diberikan kepada eksekutif, legislative maupun yudisial dalam pasal-pasal
tersebut. Kewenangan ditafsirkan dengan memegang kekuasaan, berhak, dapat,
tidak dapat, menyatakan, mengangkat, memberi, mengatur, menetapkan, fungsi,
kekuasaan, berwenang, dan lain-lain dengan berbagai istilah, akan tetapi substansi
dan maksudnya sama yaitu kewenangan atau mempunyai authority.
Dinyatakan bahwa berwenang bukanlah power belaka tetapi authority
mencangkup hak dan kekuasaan sekaligus. Pasal-pasal dalam Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dijumpai beberapa istilah tersebut seperti,
Pasal 18A mengenai hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber
daya alam, dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-
undang.
Keputusan Presiden ini mempunyai fungsi “untuk melaksanakan ketentuan
Undang-Undang Dasar yang bersangkutan, melaksanakan ketetapan MPR dalam
bidang eksekutif dan melaksanakan Peraturan Pemerintah”.22 Ketetapan MPR
merupakan produk legislasi yang mengikat baik keluar maupun ke dalam. Jika
22 SF Marbun dan Moh. Mahfud, 2006, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara,
Liberty, Yogyakarta, h.34.
24
mengikat keluar dan ke dalam disebut ‘ketetapan’ sedangkan jika mengikat ke
dalam saja disebut ‘keputusan’.23
Tentang Peraturan Pemerintah ini berisi ketentuan-ketentuan untuk
menjalankan satu Undang-undang sebagaimana mestinya. Pasal 5 ayat 2 UUD
1945 menentukan bahwa, “Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk
menjalankan Undang-undang semestinya.24
1.8 Metode Penelitian
Metode atau cara kerja yang digunakan dalam penelitian ini untuk
menemukan jawaban dari rumusan masalah. Metode sering diartikan sebagai jalan
berfikir dalam bidang penelitian untuk memperoleh pengetahuan. “sementara
yang dimaksud dengan penelitian adalah merupakan upaya pencarian yang amat
bernilai edukatif, ia melatih kita untuk selalu sadar bahwa di dunia ini banyak
yang kita coba cari, temukan, dan ketahui itu tetaplah bukan kebenaran mutlak,
oleh sebab itu masih perlu dikaji.”25 yaitu:
1. Jenis Penelitian
Dalam penyusunan tulisan ini dipergunakan jenis penelitian hukum
normatif. Penelitian Hukum Normatif meliputi penelitian asas hukum, norma
hukum, sejarah hukum, perbandingan hukum, inventarisasi hukum, sistematika
hukum, sinkronisasi hukum (vertikal dan horizontal).26 Adapun penelitian
normatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :27
23 Ibid, h.32-33. 24 Ibid, h.31. 25 Amirudin dan H. Zainal Asikin, op.cit, h.19. 26 Anonim, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar,
Fakultas Hukum Universitas Udayana, h. 74. 27 Bambang Sunggono, 2007, Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, h.98.
25
a. Beranjak dari adanya kesenjangan dalam norma/asas hukum
b. Tidak menggunakan hipotesis
c. Menggunakan landasan teoritis
d. Menggunakan bahan hukum yang terdiri atas bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder.
Menurut Soerjono Soekanto, penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum
kepustakaan atau penelitian yang didasarkan pada data sekunder.28 Menurut
Waluyo, “penelitian normatif merupakan penelitian yang dilakukan atau yang
ditujukkan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan-bahan hukum
yang lain.29
2. Jenis Pendekatan
Adapun di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan
pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek
mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya.
Untuk mendalami pengkajian, maka penelitian ini menggunakan
Pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach) dan Pendekatan Kasus
(The Case Approach). Pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach)
yaitu permasalahan yang dikaitkan dengan undang-undang yang berlaku. Menurut
Peter Mahmud Marzuki, “pendekatan undang-undang (statue approach)
dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut
28 A. Hamid S. Attamimi,Op.cit, h. 15. 29 Bambang Waluyo, 2002, Penelitian Hukum dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, h.
13
26
paut dengan isi hukum yang sedang ditangani.30 Dalam penelitian ini pendekatan
undang-undang dilakukan dengan mengkaji peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan permasalahan yang diangkat.
Pendekatan kasus (The Case Approach) adalah jenis pendekatan yang
bertujuan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang suatu keadaan
tertentu yang ada sekarang dan interaksi lingkungan suatu unit social (individu,
kelompok lembaga atau masyarakat). Di dalam Pendekatan Kasus (The Case
Approach), beberapa kasus dikaji untuk referensi bagi suatu isu hukum.
3. Sumber Bahan Hukum
Menurut Peter Mahmud Marzuki “sumber-sumber penelitian hukum dapat
dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian hukum normatif yang berupa
bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder”.31 Bahan-bahan
hukum yang digunakan dalam penulisan ini terdiri dari:
a. Bahan Hukum Primer
Dalam penulisan ini bahan hukum primer yang digunakan adalah
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata
Ruang Kawasan Perkotaan Sarbagita, Peraturan Daerah Provinsi Bali
Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
30 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Cet. IV, Prenada Media Group,
Jakarta, h. 93. 31Ibid, h.141.
27
Bali Tahun 2009-2029, Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor
26 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Kabupaten Badung Tahun
2013-2033, Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar Tahun 2011-
2031.
b. Bahan Hukum Sekunder
Dalam penulisan ini bahan hukum sekunder yang digunakan adalah
berupa buku-buku atau literatur, hasil-hasil karya dari kalangan hukum
serta artikel-artikel yang diperoleh melalui media cetak maupun media
elektronik yang terkait dengan permasalahan yang diangkat dalam
tulisan ini.
4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Sebelum pencatatan dimulai diawali dengan langkah-langkah
inventarisasi dan klasifikasi bahan-bahan hukum yang dibutuhkan. Untuk
memperoleh dan mengumpulkan serta mengolah bahan hukum dalam
rangka penyusunan tulisan ini dilakukan dengan menggunakan teknik
studi dokumen, yaitu dengan jalan mencatat bahan-bahan hukum yang
relevan dengan permasalahan penelitian dan teknik sistem kartu, yaitu
setelah mendapat semua bahan yang diperlukan kemudian dibuat catatan
mengenai hal-hal yang dianggap penting bagi penelitian yang dilakukan.32
5. Teknik Analisis
Seluruh bahan hukum yang telah terkumpul dalam penelitian
selanjutnya diklasifikasikan, dibandingkan antara satu bahan hukum
32 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, op.cit, h.52.
28
dengan bahan hukum yang lainnya. Teknik analisis dalam kajian ini yang
dipergunakan antara lain: deskripsi, evaluasi, argumentasi dan
sistematisasi.
a. Teknik deskripsi adalah teknik dasar analisis yang tidak dapat
dihindari penggunaannya. Deskripsi berarti uraian apa adanya terhadap
suatu kondisi atau posisi dari proposisi hukum atau non hukum.
b. Teknik evaluasi adalah penilaian berupa tepat atau tidak tepat, setuju
atau tidak setuju, benar atau salah, sah atau tidak sah oleh peneliti
terhadap suatu pandangan, proposisi, pernyataan rumusan norma,
keputusan, baik yang tertera dalam bahan primer maupun dalam bahan
hukum sekunder.
c. Teknik argumentasi tidak bisa dilepaskan dari teknik evaluasi karena
penilaian harus didasarkan pada alasan-alasan yang bersifat penalaran
hukum.
d. Teknik sistematisasi adalah berupa upaya mencari kaitan rumusan
suatu konsep hukum atau proposisi hukum antara peraturan
perundang-undangan yang sederajat maupun antara yang tidak
sederajat.33
33 Anonim, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar,
Fakultas Hukum Universitas Udayana, op.cit, h. 76-77.