BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian · Identify communities of knowledge, Move to an...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian · Identify communities of knowledge, Move to an...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Knowledge Management (KM) akhir-akhir ini menjadi suatu sistem yang
penting untuk diterapkan di perusahaan-perusahaan, dan bukan sebagai suatu
trend (K. M Wiig, 1993). Selain bertujuan meningkatkan Competitive Advantage
bagi perusahaan, KM juga bertujuan untuk mengelola aset perusahaan yang
bersifat intelektual (T.H Davenport & De Long, 1997). Charles Handy (1985) dari
London Business School memperkirakan modal intelektual suatu perusahaan kini
dapat bernilai 3 atau 4 kali nilai aset berwujudnya. Leif Edvisson (1997)
menemukan bahwa rasio nilai modal intelektual terhadap modal fisik adalah 5:1,
sedangkan rasio nilai modal intelektual terhadap nilai modal keuangan adalah
16:1. Karena itu untuk memenangkan kompetisi perusahaan, perlu berinvestasi ke
dalam modal intelektual dengan bijaksana sehingga dapat mendatangkan added
value.
Implementasi dari KM akan menyebabkan perubahan dalam perusahaan
secara signifikan (T.H. Davenport & L. Prusak, Working Knowledge, 1998).
Sebagai langkah awal dalam memfasilitasi perubahan tersebut, perusahaan
membutuhkan suatu metode penilaian kesiapan/readiness secara detail dan
komprehensif (Daniel T. Holt, 2004). Penilaian readiness bagi pihak perusahaan
bertujuan untuk mengidentifikasi gap yang ada dan dapat dimanfaatkan sebagai
panduan dalam pengambilan keputusan mengenai implementasi knowledge
management. Pertanyaan utama yang harus dijawab oleh pihak perusahaan dalam
implementasi KM adalah sejauh mana tingkat kesiapan perusahaan untuk
mengimplementasikan KM agar initiative program tersebut dapat berjalan dengan
baik (N. Shaw dan F. Tuggle, 2003). Tingkat kesiapan ini dapat dilihat dari
parameter-parameter yang dihasilkan oleh kerangka (framework), alat dan metode
penilaian readiness perusahaan.
2
C.E. Siemieniuch dan M.A. Sinclair (2004) mengembangkan framework for
organisational readiness for knowledge management yang menitikberatkan pada
pentingnya knowledge lifecycle management (KLM) dalam suatu perusahaan.
Knowledge yang dimiliki perusahaan mempunyai batasan waktu tertentu,
sehingga knowledge yang ada harus sesegera mungkin untuk ditemukan, di-
capture, dan digunakan sebelum knowledge itu sendiri akan kadaluarsa atau
bahkan mati. Hal ini memunculkan suatu sense of urgency untuk menemukan,
meng-capture, dan menggunakan knowledge yang sesuai bagi perusahaan. KLM
dan KM itu sendiri memiliki pengertian yang sedikit berbeda. KLM merupakan
suatu gambaran kondisi atau iklim dari KM dalam perusahaan yang memiliki
beberapa prasyarat, yaitu: (1) A learning strategy – learning becomes a habit, (2)
A Flexible structure – reduces bureaucracy and encourages cross functional
cooperation, (3) Blame-free culture – encourages experimentation (4) Shared
vision – establishes overarching goal to help people pull in same direction, (5)
Knowledge creation and transfer – leads to new products/ process and
dissemination (6) Teamworking – helps combine existing and create new
knowledge. Berdasarkan uraian di atas, framework tersebut hanya cocok untuk
menilai kesiapan implementasi KM yang iklim KLM-nya sudah terbentuk.
C.E. Siemieniuch dan M.A. Sinclair (2004) mengembangkan framework
berdasarkan hasil pengalaman dari beberapa studi khususnya bidang supply chain,
dan bukan merupakan suatu penelitian langsung yang berkaitan dengan KM.
Framework tersebut sebaiknya hanya dipandang sebagai sebuah discussion paper,
bukan sebagai acuan dalam pengembangan alat ukur untuk readiness assesment
yang berkaitan dengan implementasi KM.
Daniel T. Holt (2004) mengemukakan bahwa ada lima aspek yang harus
diperhatikan dalam mengukur kesiapan implementasi KM, yaitu: (1) Individual
attributes, (2) Internal context, (3) Knowledge management initiative content, (4)
Process used to diffuse knowledge management, (5) Knowledge Management
Attitudes. Instrumen pengukuran yang berkaitan dengan kelima aspek tersebut
diadopsi dari berbagai penelitian lain, yang umumnya tidak fokus pada
implementasi KM. Instrumen pengukuran yang dikembangkan oleh Daniel T Holt
(2004) juga kurang applicable karena tidak menjelaskan bangaimana penggunaan
3
dan tindak lanjutnya berkaitan dengan implementasi KM, terutama dalam konteks
pemilihan metodologi implementasi KM.
American Production & Quality Center dan Arthur Andersen juga
mengembangkan Knowledge Management Assesment Tool (KMAT) sebagai alat
readiness asessment untuk memenuhi kebutuhan implementasi KM. Tetapi,
instrumen pengukuran readiness dalam KMAT hanya untuk menentukan letak
kekuatan suatu organisasi dalam pelaksanaan KM. Lebih jauh lagi, instrumen
tersebut digunakan untuk mengidentifikasi peluang-peluang pengembangan
organisasi lebih lanjut yang berkaitan dengan KM. Jadi, tujuan utama dari
pengembangan tool ini adalah hanya sebagai bahan evaluasi rutin organisasi
mengenai performansi organisasi dalam kaitannya dengan pelaksanaan program-
program KM. Walaupun demikian, instrumen pengukuran pada tool ini masih
memiliki kelemahan dalam konteks implementasi KM terutama untuk mendukung
pemilihan metodologi implementasi KM.
Berdasarkan uraian di atas, dibutuhkan suatu metode untuk mendapatkan
instrumen readiness dalam implemenatasi KM terutama dalam konteks pemilihan
metodologi implementasi KM.
1.2. Perumusan Penelitian
Latar belakang penelitian di atas mendorong perlunya pengkajian terhadap
masalah sebagai berikut “Bagaimana mengembangkan instrumen pengukuran
readiness asessment yang komprehensif, applicable dan detail, untuk melakukan
persiapan pemilihan metodologi implementasi knowledge management yang
sesuai”.
1.3. Tujuan Penelitian
Mengembangkan instrumen readiness asessment untuk persiapan pemilihan
metodologi implementasi knowledge management yang sesuai.
4
1.4. Manfaat Penelitian
Dengan Melakukan penelitian ini, diharapkan akan muncul manfaat untuk
keilmuan, dan manfaat untuk kebutuhan praktis.
1. Manfaat keilmuan
Penelitian ini dapat memberi kontribusi dalam pengembangan alat ukur
kesiapan implementasi Knowledge Management yang menilai semua aspek
yang terdapat dalam Knowledge management.
2. Manfaat praktis
Untuk keperluan praktis, terutama bagi perusahaan yang menjadi objek
penelitian, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk melihat
kondisi kesiapan perusahaan sejauh mana untuk implementasi Knowedge
Management. Selain itu diharapkan dari penilaian kesiapan ini pihak
perusahaan mendapatkan bahan pertimbangan dalam pemilihan metodologi
implementasi yang sesuai, berdasarkan kondisi kesiapan yang ada.
1.5. Batasan Penelitian
Dalam setiap melakukan penelitian, ada beberapa hal yang tidak bisa di–
cover seluruhnya dalam penelitian, sehingga perlu dibuat pembatasan dan asumsi
penelitian masalah. Adapun batasan-batasan yang berlaku dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut: “Penelitian yang dilakukan tidak mengakomodasi
pemilihan metodologi implementasi KM, tetapi hanya ditujukan sebagai
pendukung dalam persiapan pemilihan metodologi implementasi KM”.
1.6. State of The Arts
State of the arts ini akan membandingkan penelitian ini dengan penelitian-
penelitian yang terdahulu dalam hal Readiness Measurement untuk implementasi
Knowledge Management. Untuk penelitian mengenai readiness measurement
belum banyak peneliti yang menyinggung dan meneliti pada area ini. Sejauh ini
penelitian yang ditemukan berhubungan secara langsung maupun tidak langsung
dengan readiness measurement ada 3 penelitian. Penelitian tersebut adalah :
5
1. A Framework for organizational readiness for Knowledge Management
C.E. Siemienuch, M.A. Sinclair, (2004)
2. The Development of an Instrument to Measure Readiness for Knowledge
Management
Daniel T. Holt, Summer E Bartczak, Steven W. Clark, Martin R. Trent, (2004)
3. Knowledge Management Assesment Tool (KMAT)
American Productivity & Quality Center dan Arthur Andersen
1.6.1. A Framework for Organizational Readiness for Knowledge
Management
Penelitian ini dikembangkan dalam CLEVER Project yang didanai oleh
European Commision, UK Government, dan beberapa perusahaan yang terkait.
Penelitian ini terbagi atas beberapa bagian, pada bagian pertama peneliti
menjelaskan mengenai latar belakang dari CLEVER project itu sendiri. Kemudian
pada bagian kedua dijelaskan mengenai pentingnya Knowledge Lifecycle
Management. Pada bagian ketiga dijelaskan Persiapan yang harus dilakukan
perusahaan dalam rangka KLM.
Ada 14 aspek yang harus diperhatikan dalam organizational readiness for
knowledge management menurut penelitian ini. Ke-14 aspek itu adalah : Build
trust through leadership, Identify and populate knowledge evangelist roles,
Establish ownership polices for knowledge, Identify and implement workable
security policies, Create generic process and procedures, Amend technical
infrastructures and processes to permit easy access, Review reward policies, Use
personal apprasial procedures to evaluate performance on knowledge
management, Establish personal performance measures for knowledge sharing,
Identify communities of knowledge, Move to an activity based costing approach,
Create a stretch targeting process, Amend project review procedures to ensure
discussion of capture of knowledge, Create dynamic knowledge and skill
databases. Untuk lebih jelasnya framework yang dikembangkan oleh peneliti
tersebut dapat dilihat pada gambar 1.1. di bawah ini.
6
Gambar I.1. Framework for organizational readiness for KM
7
1.6.2. The Development of An Instrument To Measure Readiness For
Knowledge Management
Penelitian ini dikembangkan oleh para peneliti dari Air Force Institute
Technology (Daniel T Holt, Summer E Bartezak, Steven W Clark, dan Martin R
Trent). Pada penelitian tersebut para peneliti mengemukakan bahwa penting untuk
mengetahui aspek-aspek yang menjadi enablers dalam suatu organisasi yang
mendukung kesuksesan program knowledge management. Keberadaan enablers
ini berdampak pada kesiapan dalam implementasi knowledge management.
Langkah awal penelitian ini, mengidentifikasi hal-hal yang menjadi
enablers dalam pelaksanaan knowledge management. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Havens & Knapp (1999), yang menjadi enablers itu adalah
Content, Community, Computing. Penelitian yang dilakukan oleh G. Cho, H.
Jerrel, dan W. Landay (2000) yang menjadi enablers adalah people, process, dan
technology.
Setelah itu dilakukan identifikasi instrumen-instrumen yang berkaitan
dengan assesment readiness yang berkaitan dengan organizational change. Pada
penelitian readiness assesment yang berkaitan dengan organizational change hal-
hal yang diperhatikan berkaitan dengan (1) individual, (2) organizational culture
and climate, (3) the spesific change, (4) the process. Berangkat dari hal-hal yang
harus diperhatikan pada readiness assesment untuk organizational change, para
peneliti mencoba membuat pendekatan untuk readiness assesment dalam
knowledge management, dengan memperhatikan hal yang sama. Hal tersebut
dilakukan dengan pertimbangan bahwa untuk readiness assesment pada
knowledge management maupun organizational change belum ditemukan literatur
yang menyediakan pengukuran tersebut. Untuk itu dilakukan pendekatan yang
berdasarkan pada apsek-aspek yang harus diperhatikan pada organizational
change dengan asumsi orgnaizational change dan knowledge management pada
prinsip umumnya tidak berbeda secara signifikan. Untuk itu para peneliti tersebut
mengemukakan bahwa yang harus diukur dan diperhatikan dalam mengukur
kesiapan implementasi knowledge management adalah:
8
(1) Individual attributes
(2) Internal context
(3) Knowledge management initiative content
(4) Process used to diffuse knowledge management
(5) Knowledge Management Attitudes.
Untuk kelima aspek tersebut instrumen pengukurannya diambil dari
penelitian-penelitian lain yang berkaitan dengan kelima tersebut. Kelima aspek
tersebut dikembangkan dari penelitian-penelitian lain, dan merupakan pendekatan
untuk kelima aspek tersebut. Kelima aspek tersebut secara lebih detail dijelaskan
pada gambar 1.2 sampai dengan gambar 1.6.
Gambar I.2. Individual Attributes Measure
9
Gambar I.3. Internal Context Measure
Gambar I.4. KM Initiative Content
10
Gambar I.5. Process Measure
Gambar I.6. Knowledge Management Attitude
11
1.6.3. Knowledge Management Assesment Tool (KMAT)
Knowledge Management Assesment Tool dikembangkan oleh American
Production & Quality Center dan Arthur Andersen. Tool ini dikembangkan untuk
membantu organisasi dalam menentukan letak kekuatan suatu organisasi dalam
knowledge Management. Selain mengidentifikasi kekuatan organisasi dalam
pelaksanaan knowledge management, tool ini juga oleh para pengembangnya
ditujukan untuk mengidentifikasi peluang-peluang pengembangan lebih lanjut
dalam organisasi dalam kaitannya dengan knowledge management. Tool ini
dikembangkan dengan tujuan sebagai bahan evaluasi rutin organisasi mengenai
performansi organisasi dalam kaitannya dengan knowledge management program.
Tools ini terdiri dari 5 bagian pokok yang akan dievaluasi / dinilai.
Bagian-bagian itu adalah :
1. Knowledge Management Process
2. Leadership dalam Knowledge Management
3. Kultur dalam Knowledge Management
4. Teknologi dalam Knowledge Management
5. Pengukuran dalam Knowledge Management
Tool ini dalam konteks praktis/implementasi digunakan oleh pihak
organisasi untuk melakukan readiness measurement. Namun penggunaan tools ini
untuk melakukan readiness measurement kurang tepat, dikarenakan tools ini
dikembangkan bukan untuk melakukan readiness measurement tetapi untuk
penggunaan evaluasi program knowledge management. Kelemahan dari tools ini
adalah dikembangkan bukan untuk melakukan readiness measurement, serta
sifatnya terlalu global, sedangkan untuk readiness measurement dibutuhkan alat
ukur yang sifatnya komprehensif dan mendetail
Vlatka Hlupic, Athanasia Pouloudi, George Rzevski (2002) membagi
knowledge management atas 3 golongan besar, yaitu secara Abstrak, yang dalam
hal ini secara ontologi atau filosofi mengenai Knowledge Management itu sendiri,
secara Soft, yang ditinjau secara organisasi, dan secara hard yang ditinjau secara
pemanfaatan teknologi informasi. Instrumen pengukuran yang dikembangkan
dalam penelitian ini akan memisahkan menurut kategori-kategori tersebut. Untuk
kebutuhan implementasi KM itu sendiri membutuhkan ketiga aspek tersebut.
12
Perbandingan antara instrumen pengukuran yang diajukan Daniel T Holt
(2004) dengan instrumen pengukuran yang dikembangkan oleh APQC dan Arthur
Andersen (KMAT) dijelaskan secara lebih detail melalui tabel I.1 di bawah ini:
Tabel I.1. Perbandingan Instrumen Pengukuran
No Jenis Item Perbandingan Daniel T Holt KMAT
Aspek Yang Diukur 1 Positive and Negative Affect √ × 2 Efficacy √ × 3
Individual Attributes Measures Innovativeness √ ×
4 Perceived Organizational Support √ √ 5
Internal Context Measures Communication Climate √ √
6 Appropriateness √ √ 7 Personal Valence √ × 8
KM Initiative Content
KM Evaluations √ √ 10 Management Support √ √ 11 Participation √ √ 12
Process Measure Quality of Information √ √
13 Pessimism √ × 14
KM Attitude KM Commitment √ √
15 Technology Use × √ Pihak Yang Diukur
16 Managerial × × 17 Karyawan × ×
Aspek Yang Diukur 18 Abstract × × 19 Soft √ √ 20 Hard / Infratstrcture × ×
Perbandingan antara penelitian yang dilakukan oleh C.E. Siemienuch
(2004), Daniel T Holt (2004), APQC & Andersen Consulting dengan penelitian
ini (dengan meninjau aspek-aspek dalam KM yang harus diperhatikan) dijelaskan
dalam tabel I.2. dibawah ini :
13
Tabel I.2. Posisi Penelitian Aspek Pengukuran Hasil Pengukuran
Judul Penelitian Peneliti Tahun Penelitian
Abstract Soft Hard Proses Pemetaan
Pendukung Pemilihan
Metodologi Implentasi
A Framework for organizational readiness for knowledge Management
C.E. SiemienuchM.A. Sinclair
2004 × √ × × ×
The Development of an Instrument to Measure Readiness for Knowledge Management
Daniel T Holt Summer E Bartzack
Martin R Trent
2004 × √ × × ×
Knowledge Management Assesment Tool
Andersen Consulting
? × √ × × ×
Penelitian ini Erikson 2006 √ √ √ √ √
1.7. Sistematika Penulisan
Bab 1 Pendahuluan
Bagian ini terdiri dari : Latar belakang, Perumusan penelitian, Tujuan
penelitian, Manfaat Penelitian, Batasan penelitian dan Asumsi, State of
the arts, Sistematika penelitian.
Bab 2 Studi Literatur
Bagian ini berisikan studi literatur mengenai beberapa teori, penelitian
maupun literatur pendukung yang mengkaji penelitian-penelitian
sebelumnya dan yang masih berkaitan.
Bab 3 Metodologi Penelitian
Bagian ini terdiri dari langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan
penelitian ini.
14
Bab 4 Pengembangan Model Penelitian
Bagian ini terdiri dari 2 bagian besar, yaitu pengembangan model
penelitian dan Perancangan, Validasi instrumen pengukuran. Bagian
pengembangan model penelitian terdiri dari Knowledge Management
Readiness Assessment, Interpretasi hasil readiness assessment, penentuan
domain metode implementasi, proses benchmark, dan penentuan metode
implementasi.
Bagian Perancangan, Validasi instrumen pengukuran terdiri tiga sub-
bagian terpisah, yaitu penentuan sudut pandang Knowledge Management,
Perancangan instrumen pengukuran readiness, dan proses validasi
intstrumen pengukuran.
Bab 5 Validasi Instrumen Pengukuran
Bagian ini terdiri dari tahapan-tahapan bagaimana instrumen pengukuran
yang sudah dikembangkan divalidasi. Tahapan tersebut dilakukan dengan
melakukan pendekatan statistik.
Bab 6 Studi Kasus
Bagian ini menjelaskan proses ujicoba model penelitian, dengan mengikuti
tahapan-tahapan sebagaimana dijelaskan pada Bab IV.
Bab 7 Analisis dan Pembahasan
Bab ini meruapakan proses analisis dari penelitian, yang terdiri dari
analisis aspect abstract, analisis aspect soft, dan analisis aspect hard.
Bab 8 Kesimpulan dan Saran
Bab ini terdiri dari : Kesimpulan penelitian, Kesimpulan umum penelitian,
Saran bagi penelitian selanjutnya.