BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar...

30
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kajian sastra anak atau children‘s literature merupakan salah satu bagian kritik sastra yang masih dimarginalkan karena dipandang sebagai kajian yang mudah karena obyek kajiannya dianggap sederhana berupa bacaan anak dengan kalimat-kalimat sederhana dan banyak disertai ilustrasi gambar, tidak terlalu serius, ringan, mudah, dan tentang hal bersenang-senang (Grenby, 2008). Pertanyaan pertama tentang sastra anak yang masih menjadi perdebatan adalah apa sejatinya sastra anak tersebut, apa yang membedakannya dengan sastra yang lain. Jika ada sastra anak, apakah kemudian dioposisikan dengan sastra dewasa, apakah sastra anak benar-benar ada jika apa yang dibaca anak dan orang dewasa kini semakin tidak bisa dibatasi. Pada kenyataannya buku anak diletakkan di rak tersendiri di berbagai toko buku. Film anak ditandai dengan istilah segala umur dan film untuk orang dewasa ditandai dengan D atau R untuk remaja. Hal tersebut menunjukkan bahwa anak adalah bagian masyarakat yang tidak dengan bebas mengkonsumsi apa yang tidak dibuat untuk mereka. Dalam hal ini anak terlihat khusus dalam arti tidak bebas dengan alasan perlindungan perkembangan psikologinya. Segala hal yang dibuat untuk anak didasarkan pada kepentingan untuk membangun karakter mereka menjadi anak-anak yang baik menurut masyarakat. Dengan demikian maka bisa diasumsikan bahwa sastra anak yang di dalamnya termasuk buku bacaan yang

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63711/potongan/S2-2013... · baru ini di Indonesia banyak buku-buku anak yang ditulis oleh anak-anak sendiri

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kajian sastra anak atau children‘s literature merupakan salah satu bagian

kritik sastra yang masih dimarginalkan karena dipandang sebagai kajian yang

mudah karena obyek kajiannya dianggap sederhana berupa bacaan anak dengan

kalimat-kalimat sederhana dan banyak disertai ilustrasi gambar, tidak terlalu

serius, ringan, mudah, dan tentang hal bersenang-senang (Grenby, 2008).

Pertanyaan pertama tentang sastra anak yang masih menjadi perdebatan adalah

apa sejatinya sastra anak tersebut, apa yang membedakannya dengan sastra yang

lain. Jika ada sastra anak, apakah kemudian dioposisikan dengan sastra dewasa,

apakah sastra anak benar-benar ada jika apa yang dibaca anak dan orang dewasa

kini semakin tidak bisa dibatasi.

Pada kenyataannya buku anak diletakkan di rak tersendiri di berbagai toko

buku. Film anak ditandai dengan istilah segala umur dan film untuk orang dewasa

ditandai dengan D atau R untuk remaja. Hal tersebut menunjukkan bahwa anak

adalah bagian masyarakat yang tidak dengan bebas mengkonsumsi apa yang tidak

dibuat untuk mereka. Dalam hal ini anak terlihat khusus dalam arti tidak bebas

dengan alasan perlindungan perkembangan psikologinya. Segala hal yang dibuat

untuk anak didasarkan pada kepentingan untuk membangun karakter mereka

menjadi anak-anak yang baik menurut masyarakat. Dengan demikian maka bisa

diasumsikan bahwa sastra anak yang di dalamnya termasuk buku bacaan yang

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63711/potongan/S2-2013... · baru ini di Indonesia banyak buku-buku anak yang ditulis oleh anak-anak sendiri

2

sengaja dibuat untuk anak haruslah berisi hal-hal yang baik. Baik menurut

kepentingan masyarakat yang tentunya dikuasai orang-orang dewasa. Baik di sini

biasanya diartikan berisi nasehat-nasehat tentang kehidupan berdasarkan norma-

norma atau agama yang dianut sebuah masyarakat. Karena itu sastra anak baru

akan dicetak setelah melewati banyak sensor dari institusi orang dewasa

diantaranya institusi sosial, pendidikan, dan agama.

Sastra anak merupakan bidang yang terus berkembang, terutama di Eropa

dan Amerika. Bahkan sampai saat ini definisi dan wacana sastra anak ini masih

menjadi bahasan yang terus didiskusikankan tetapi hal ini tidak membuat sastra

anak menjadi mustahil untuk dikaji. Justeru sebaliknya merupakan hal menarik

untuk diteliti. Sejauh ini definisi sastra anak yang bisa disimpulkan dari berbagai

wacana tersebut adalah bahwa sastra anak merupakan sastra yang ditulis oleh

orang dewasa dan ditulis untuk anak. Sastra anak sengaja dibuat untuk dikonsumsi

anak (Shavit, 1986; O‟Sullivan, 2005; Ewers, 2010). Sastra anak adalah bagian

dari sastra secara keseluruhan yang diberi nama sesuai dengan target pembacanya.

Penyebutan istilah sastra anak sendiri berdasarkan readership, bukan genre. Sastra

anak ditulis oleh orang dewasa yang ditujukan untuk anak yang diasumsikan

sebagai pembaca idealnya (Grenby, 2008). Sastra anak tidak hanya dibaca oleh

target pembacanya saja yaitu anak-anak tapi juga dibaca oleh orang dewasa,

seperti juga anak-anak yang membaca buku-buku sastra yang tidak ditujukan

untuk mereka atau sastra untuk orang dewasa. Ada beberapa alasan orang dewasa

membaca sastra anak. Di antaranya adalah sebagai kesenangan sendiri untuk

menikmati kembali fantasi dan lugasnya dunia anak-anak. Alasan lain adalah

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63711/potongan/S2-2013... · baru ini di Indonesia banyak buku-buku anak yang ditulis oleh anak-anak sendiri

3

untuk membacakan atau menyampaikan sastra anak pada anak-anak. Biasanya hal

ini dilakukan para orangtua dan guru. Alasan berikutnya adalah ada sastra anak

yang memang ditujukan untuk dua kelompok pembaca sekaligus yaitu anak-anak

dan orang dewasa. Menurut Shavit (1986) hal inilah yang disebut fenomena teks

ambivalen dalam sastra anak. Contoh bacaan yang ditujukan untuk orang dewasa

tetapi kelihatan seperti sastra anak adalah Alice in Wonderland, Winnie the Pooh,

The Hobbit.

Walaupun dikatakan bahwa sastra anak adalah sastra yang dibuat orang

dewasa untuk anak tetapi tidak hanya orang dewasa yang menuliskannya. Baru-

baru ini di Indonesia banyak buku-buku anak yang ditulis oleh anak-anak sendiri

seperti seri KKPK (Kecil Kecil Punya Karya) di bawah penerbit Dar Mizan dan

mulai diikuti oleh penerbit lain. Dalam hal ini belum bisa diasumsikan bahwa

anak-anak bebas menulis untuk diri mereka sendiri karena penulis anak disini

harus melewati pelatihan yang diadakan oleh penerbit, yang tentunya orang

dewasa, mengikuti aturan-aturan isi tulisan yang telah ditentukan, dan dengan

demikian kembali sastra anak dibuat oleh orang dewasa.

Oposisi orang dewasa sebagai pembuat sastra anak dan anak-anak sebagai

pembaca menjadi penting dalam kajian sastra anak karena disinilah yang

membedakan sastra anak dengan sastra pada umumnya atau sebut saja sastra

dewasa. Orang dewasa di sini merasa lebih tahu dari anak berdasarkan

pengalaman kehidupan sehingga orang dewasa merasa harus menginstruksikan

apa yang seharusnya diperbuat anak melalui sastra anak. Hal ini berbeda dengan

sastra pada umumnya yang isinya bernada menawarkan dan menggambarkan

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63711/potongan/S2-2013... · baru ini di Indonesia banyak buku-buku anak yang ditulis oleh anak-anak sendiri

4

fenomena kehidupan kepada target pembaca dewasa yang sejajar dan karenanya

mempunyai nilai tawar untuk mengikuti atau tidak ide penulis. Di sinilah tampak

bahwa keberadaan sastra anak adalah sebagai agen pembawa pesan moral yang

mengandung nilai sosial yang sedang dipercaya suatu masyarakat pada suatu masa

seperti yang diungkapkan J. Stephens (1992) dalam Shavit (1986). Menurut

Stephens ketidaksejajaran penulis (dewasa) dan pembaca (anak-anak)

menyebabkan melekatnya sastra anak pada praktik-praktik budaya yang ingin

dikukuhkan pada target pembacanya. Sastra anak adalah tempat menuliskan nilai-

nilai pendidikan, budaya, dan sosial yang dominan. Serangkaian orang dewasa

selain penulis mempengaruhi proses penulisan sastra anak, termasuk institusi

pendidikan, guru, orang tua, penerbit yang menentukan buku apa yang dianggap

baik untuk anak. Hal ini berarti sastra anak ditulis dengan muatan nilai-nilai yang

dianut oleh sebuah masyarakat dan anak-anak menganggap apa yang ada di buku

adalah benar (Mitchell, 2003).

Not only does literature reflect society; it also helps shape society

by suggesting that the institutions and people it shows are reflective

of the norm. Children take what is written in books very seriously.

They believe that books show truth – that the words would not be in

print if they weren‘t true (Mitchell, 2003: 172)

Pesan dan nilai-nilai ini ada yang disampaikan secara literal yang bisa

dipahami anak sesuai dengan tingkat perkembangan bahasa, sosial, dan

budayanya (Ewers, 2009) tetapi ada juga pesan yang perlu ditafsir kembali

terutama oleh pembaca dewasa, baik sebaga penikmat sastra anak atau sebagai

orang-orang yang berkepentingan dengan sastra anak misalnya guru, orangtua,

petugas perpustakaan, yang membantu anak memahami makna karya sastra. Nilai-

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63711/potongan/S2-2013... · baru ini di Indonesia banyak buku-buku anak yang ditulis oleh anak-anak sendiri

5

nilai dan pesan dalam sastra anak inilah yang akan menjadi obyek formal dalam

penelitian berikut. Penelitian sastra anak bisa menunjukkan cara pandang

masyarakat terhadap anak- anak dan nilai-nilai apa yang sedang dianut oleh

sebuah masyarakat pada kurun waktu tertentu (Shavit, 1986). Apakah cara

pandang masyarakat terhadap anak sama di negara yang berbeda merupakan

pertanyaan berikutnya dalam penelitian ini. Karena itu penelitian berikut

merupakan kajian perbandingan yang akan mengambil contoh dua cerita anak

populer dari dua negara yaitu Indonesia dan Amerika.

Dua cerita anak yang berasal dari dua negara berbeda tetapi mempunyai

kemiripan cerita adalah Keluarga Cemara karya Arswendo Atmowiloto dan Little

House karya Laura Ingalls Wilder dari Amerika. Membaca buku cerita Keluarga

Cemara karya Arswendo Atmowiloto mengingatkan pada buku cerita anak dari

Amerika yaitu seri Little House karya Laura Ingalls Wilder karena keduanya

bercerita tentang sebuah keluarga yang (tampak) bahagia dengan

kesederhanaannya. Keduanya telah diangkat ke layar kaca dan menjadi serial

televisi yang mendapat sambutan baik oleh penonton terbukti dengan panjangnya

masa tayang keduanya. Sambutan penonton tersebut menunjukkan bahwa tema

cerita disetujui oleh sebagian besar anggota masyarakat yang diasumsikan bahwa

cerita tersebut mengandung nilai yang tidak bertentangan dengan keyakinan

masyarakat.

Keluarga Cemara adalah buku serial cerita anak yang ditulis oleh

Arswendo Atmowiloto dari Indonesia. Judul- judul dalam serial ini adalah

Keluarga Cemara (1981), Keluarga Cemara: Musik Musim Hujan (1999),

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63711/potongan/S2-2013... · baru ini di Indonesia banyak buku-buku anak yang ditulis oleh anak-anak sendiri

6

Keluarga Cemara: Tempat Minum dari Toko (1999), Keluarga Cemara: Kupon

Kemenangan (1999), Keluarga Cemara: Becak Emak (2001), dan Keluarga

Cemara: Bunga Pengantin (2001). Kisah-kisah dalam judul-judul tersebut pernah

dimuat di majalah anak, Ina. Keluarga Cemara diangkat ke layar kaca pada tahun

1996-2005 di stasiun televisi RCTI dan TV 7.

Little House adalah buku serial cerita anak yang ditulis oleh Laura Ingalls

Wilder dari Amerika pada awal abad 20. Seri Little House tercatat sebagai buku

anak klasik di beberapa terbitan buku tentang sastra anak. Buku pertama dalam

seri ini yaitu Little House in the Big Woods diterbitkan pada tahun 1932.

Menyusul bukunya yang kedua yaitu Little House on the Prairie diterbitkan pada

tahun 1935. Buku kedua ini yang banyak dikenal oleh pembaca dan dijadikan

judul film ketika serial ini diangkat ke layar kaca pada tahun 1974-1983.

Berikutnya adalah On the Banks of Plum Creek (1937), By the Shores of Silver

Lake(1939), The Long Winter (1940), Little Town on the Prairie (1941), These

Happy Golden Years (1943), dan The First Four Years (1971). Dua judul dari

buku di atas yaitu Little House on the Prairie dan On the Banks of Plum Creeks

akan dijadikan obyek material dalam kajian ini karena dianggap paling bisa

dibandingkan dengan serial cerita anak di Indonesia yaitu Keluarga Cemara,

terutama dari segi usia tokoh anak-anaknya.

Keluarga Cemara karya Arswendo Atmowiloto dan Little House karya

Laura Ingalls Wilder merupakan cerita anak bertema keluarga. Kedua seri ini

dipilih sebagai obyek kajian karena keduanya mempunyai kesamaan cerita tentang

sebuah keluarga tradisional yang menghadapi tantangan hidupnya masing-masing.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63711/potongan/S2-2013... · baru ini di Indonesia banyak buku-buku anak yang ditulis oleh anak-anak sendiri

7

Keluarga tradisional yang dimaksud adalah sebuah keluarga yang terdiri dari

ayah, ibu, anak-anak yang tinggal dalam satu rumah dimana ayah sebagai kepala

keluarga dan ibu sebagai pengurus rumah tangga (Datesman, 1997). Terjemahan

buku seri Little House sampai saat ini masih dicetak ulang di Indonesia sedangkan

buku Keluarga Cemara justeru sudah tidak beredar lagi. Masyarakat lebih

mengenal Keluarga Cemara sebagai serial televisi daripada buku cerita anak.

1.2. Rumusan Masalah

Dari paparan latar belakang di atas maka masalah pokok dari penelitian ini

adalah membandingkan kedua cerita untuk mencari perbedaan dan persamaan

nilai-nilai sosial yang terkandung di dalamnya yang kemudian ditelusuri apa yang

melatarbelakangi kemunculan nilai-nilai semacam itu. Rumusan masalah dalam

penelitian ini meliputi

1. Perbandingan bangunan nilai sosial dalam kedua cerita dan latar

belakang kemunculan nilai-nilai tersebut

2. Perbedaan nilai sosial kedua cerita dan pengaruhnya pada status sastra

anaknya

1.3. Obyek Penelitian

Obyek formal penelitian ini adalah perbandingan nilai-nilai sosial yang

dianut dan ingin disampaikan masyarakat, pada masa tertentu di dua negara yang

berbeda, melalui sastra anak. Nilai-nilai sosial tersebut akan dibandingkan untuk

melihat persamaan dan perbedaannya serta keadaan sosial yang melatarbelakangi

kemunculan nilai-nilai tersebut. Dengan demikian diharapkan penelitian ini akan

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63711/potongan/S2-2013... · baru ini di Indonesia banyak buku-buku anak yang ditulis oleh anak-anak sendiri

8

menemukan bagaimana cara pandang masyarakat di kedua negara terhadap anak-

anak untuk membuktikan teori dari Zohar Shavit (1986) yang menyatakan bahwa

sastra anak mengungkapkan cara pandang masyarakat terhadap anak.

Obyek material penelitian ini adalah buku cerita anak seri Keluarga

Cemara karya Arswendo Atmowiloto yang terdiri dari enam judul yaitu:

Keluarga Cemara (1981), Keluarga Cemara: Kupon Kemenangan (1999),

Keluarga Cemara: Tempat Minum Plastik dari Toko (1999), Keluarga Cemara:

Musik Musim Hujan (1999), Keluarga Cemara: Becak Emak (2001), Keluarga

Cemara: Bunga Pengantin (2001) dan seri Little House karya Laura Ingalls yang

terdiri dari delapan judul tetapi hanya digunakan dua judul yaitu : Little House on

the Prairie (1935) dan On the Banks of Plum Creek (1937). Semua judul seri

Keluarga Cemara digunakan sebagai data tetapi hanya dua dari seri Little House

yang dipakai sebagai data. Hal ini ditentukan dengan pertimbangan dua judul

Little House tersebut yang pola ceritanya paling dekat dengan Keluarga Cemara

termasuk usia tokoh-tokoh yang ada di dalamnya.

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Teoritis

Tujuan teoritis dari penelitian ini adalah menambah khasanah penelitian

tentang sastra anak, terutama di Indonesia. Penelitian ini akan melihat bagaimana

sastra anak mengungkapkan nilai sosial yang dianut suatu masyarakat pada waktu

dan tempat yang berbeda. Penelitian ini juga akan melihat bagaimana sastra anak

berfungsi sebagai pembawa agenda penanamam nilai yang dikuasai kamu

dominan.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63711/potongan/S2-2013... · baru ini di Indonesia banyak buku-buku anak yang ditulis oleh anak-anak sendiri

9

1.4.2 Tujuan Praktis

Tujuan praktis penelitian ini adalah untuk memberi wacana pada para

orang tua, guru dan siapapun yang berkepentingan dengan perkembangan anak

dan sastra anak bahwa sastra anak membawa pesan nilai-nilai tertentu. Dengan

kajian ini para orang tua diharapkan akan lebih kritis memilih bacaan untuk anak

dan sekaligus siap menjawab pertanyaan anak-anak tentang pesan yang ada dalam

bacaan mereka karena anak-anak semakin kritis mempertanyakan sesuatu yang

tidak sesuai dengan apa yang mereka lihat di dunia nyata. Selain itu tujuan praktis

lainnya adalah untuk mendorong perkembangan sastra anak di Indonesia.

Penelitian ini ingin memberi semangat penulis sastra anak di Indonesia untuk

menghasilkan karya-karya yang sesuai dengan dunia anak yang menghibur

sekaligus menggambarkan kehidupan dengan lebih netral dan meminimalkan bias.

1.5. Tinjauan Pustaka

Sebelum penelitian ini dilakukan ada beberapa penelitian-penelitian

sebelumnya yang mempunyai bidang kajian yang serupa. Yang pertama adalah

sebuah tesis yang ditulis pada tahun 2002 berjudul Studi tentang Keluarga Pionir

Amerika Akhir Abad XIX dalam Little House on the Prairie yang ditulis oleh

Rumiri Rotua Aruan, mahasiswa Program Studi Pengkajian Amerika, UGM. Tesis

ini membahas tentang latar belakang sejarah Amerika pada masa Frontir yang

linier dengan apa yang ada dalam cerita Little House on the Prairie. Tesis ini tidak

membahas Little House on the Prairie sebagai sastra anak. Little House on the

Prairie adalah salah satu judul dalam seri Little House. Dalam tesis ini disinggung

tentang nilai positif tentang sebuah keluarga yang bekerjasama dalam

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63711/potongan/S2-2013... · baru ini di Indonesia banyak buku-buku anak yang ditulis oleh anak-anak sendiri

10

menghadapi tantangan hidupnya tetapi tesis ini belum menyentuh nilai lain yang

tersembunyi di balik cerita yang bisa jadi kontraproduktif dalam perkembangan

anak dan mengubah pandangan tentang keluarga dalam cerita ini.

Little House on the Prairie juga pernah dikaji oleh Hathifah (2011) dari

Kajian Amerika Universitas Gajah Mada dalam tesisnya yang berjudul American

National character as portrayed in Laura Ingalls Wilder‘s Little House on the

prairie and Amy Tan‘s The Hundred Secret Senses. Tesis ini meneliti bagaimana

peran para pioneer dan warga keturunan China Amerika dalam pembentukan

karakter nasional Amerika. Tesis ini tidak membicarakan Little House dalam

konteks sastra anak. Tesis ini menggunakan pendekatan psikologi dengan teori

collective unsconscious dari Carl G Jung.

Penelitian berikutnya adalah tesis tentang sastra anak berjudul Citra dan

Pencitraan Anak dalam Novel Negeri Awan Merah karya Fahri Asiza: Telaah

Fokalisasi Mieke Bal yang ditulis oleh U‟um Qomariyah, mahasiswa Program

Studi Sastra UGM pada tahun 2007. Tesis ini mengkaji bagaimana orang dewasa

memandang anak dalam sebuah sastra anak bergenre fantasi. Kajian ini juga

dianggap belum menguak pesan dan nilai-nilai di balik pesan dalam sastra anak

walaupun sudah mengarah ke arah sana tapi hanya berfokus pada penokohan

anak.

Selanjutnya adalah jurnal berjudul Constructing the Little House: Gender,

Culture, and Laura Ingalls Wilder yang ditulis oleh Ann Romines. Tulisan ini

membahas tentang Little House dilihat dari perspekstif feminisme. Tulisan ini

memperlihatkan bagaimana dominasi patriarki tampak dalam Little House di

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63711/potongan/S2-2013... · baru ini di Indonesia banyak buku-buku anak yang ditulis oleh anak-anak sendiri

11

tengah isu multikulturalisme. Penelitian berikut juga akan mengangkat nilai

patriarki tetapi dalam kapasitasnya yang dibandingkan dengan hal yang serupa

dalam sastra anak di Indonesia.

Jurnal lain berjudul Language of Vision and Growth in the "Little House"

yang ditulis oleh Janet Spaeth membahas tentang bagaimana Laura, tokoh utama

yang merasa secure di dalam keluarganya. Kajian dalam tulisan ini justeru akan

dipertanyakan dalam penelitian berikut. Benarkah Laura merasa nyaman dan

terakomodasi dalam keluarganya. Hal serupa juga akan dipertanyakan terhadap

anak-anak dalam Keluarga Cemara.

Beberapa kajian perbandingan juga menjadi tinjauan dalam penelitian ini.

Di antaranya adalah penelitian Ida Rochani Adi (2008) tentang mitos di balik film

laga Amerika. Dalam kajian ini Adi membandingkan pola film-film laga Amerika

dengan melihat motif tindakan, latar cerita dan situasi, struktur paparan,

stereotype tokoh utama dan tokoh antagonis untuk kemudian dianalisis perubahan

perkembangan pola tersebut. Metode bandingan ini akan dijadikan acuan dalam

penelitian berikut untuk membandingkan unsur cerita dalam sastra anak. Kajian

perbandingan Wening Udasmoro (2012) juga akan menjadi tinjauan dalam

penelitian ini. Udasmoro melakukan penelitian tentang sastra anak dan pendidikan

karakter dengan membandingkan cerita nusantara dan cerita Disney. Kajian ini

ditemukan ketika penelitian berikut sedang dalam proses penulisan. Perbedaan

utama terletak pada obyek kajian. Penelitian ini spesifik mengkaji cerita realistik

dengan tema keluarga dan akan merujuk ke kesimpulan yang berbeda.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63711/potongan/S2-2013... · baru ini di Indonesia banyak buku-buku anak yang ditulis oleh anak-anak sendiri

12

Sastra bandingan merupakan teori sekaligus metode yang telah menjadi

kajian dalam penelitian-penelitian sebelumnya diantaranya tesis yang ditulis oleh

Titik Wahyuningsih tentang kajian perbandingan karya-karya Shakespeare dan

ketoprak. Tesis ini menunjukkan persamaan dalam kedua yang dimiliki oleh

kedua obyek kajian. Tesis bandingan yang kedua yang dijadikan tinjauan dalam

penelitian berikut adalah sebuah tesis yang membandingan puisi perlawanan karya

Chairil Anwar dan Yun Dong-Ju pada masa pendudukan Jepang.

Sejauh ini belum ditemukan penelitian atau tulisan ilmiah tentang buku

cerita Keluarga Cemara. Jadi belum ditemukan pula tulisan yang membandingkan

kedua karya sastra anak ini.

1.6. Landasan Teori

Sastra anak adalah sastra yang ditulis oleh orang dewasa untuk anak

(Shavit, 1986; Knowles, 1996; Ewers, 2000; Nodelman, 1992; O‟Sullivan, 2005;

Sarumpaet, 2003). Sastra anak mempunyai aktivitas pemasaran, penerbitan,

perpustakaan, pengajaran, kritik yang berbeda dengan sastra pada umumnya. Teks

diidentifikasi oleh berbagai pihak sosial yang berwenang yang menentukan apa

yang sesuai untuk anak-anak, termasuk di dalamnya institusi pendidikan, orang-

orang dalam pemasaran sastra seperti penerbit, distributor, dan pembuat buku itu

sendiri yaitu pengarang dan editor. Sebuah buku dengan target pembaca anak

tidak akan dicetak tanpa melewati persetujuan editor. Editor menentukan apakah

sebuah buku layak cetak dengan berpedoman pada nilai-nilai apa yang kira-kira

tidak bertentangan dengan pendidikan yang saat itu sedang dianut dalam sebuah

masyarakat. Editor harus mempertimbangkan agar buku tersebut jangan sampai

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63711/potongan/S2-2013... · baru ini di Indonesia banyak buku-buku anak yang ditulis oleh anak-anak sendiri

13

ditolak guru dan orangtua sebagai penentu buku yang boleh dibaca anak, apalagi

diprotes. Di sini tampak bagaimana peran orang dewasa menentukan teks apa

yang akan dibaca anak-anak. Proses penentuan isi buku untuk anak ini akan

melibatkan transmisi moral, nilai-nilai, dan cita-cita (O‟Sullivan, 2005). Hal ini

membuat sastra anak berada dalam domain praktik sosial yang ada dengan tujuan

memberikan sosialisasi pada pembacanya tentang nilai-nilai tertentu yang dianut

masyarakat pada masa karya itu dibuat. Sastra anak adalah sastra yang

mengandung nilai-nilai pendidikan, budaya, dan sosial (Stephens, 1992 dalam

O‟Sullivan, 2005).

Menurut Peter Hunt (dalam Knowles dan Malmkjaer, 1996) sastra adalah

agen sosialisasi bagi kehidupan anak. “Children‘s literary texts are ‗culturally

formative, and of massive importance educationally, intellectually, and socially.

Perhaps more than any other texts, they reflect society as it wishes to be, as it

wishes to be seen, and as it unconsciously reveals itself to be‘ at least to writers.‖

Sastra anak adalah bacaan yang membangun secara kultur, pendidikan,

intelektual, dan sosial. Anak-anak belajar memahami masyarakat berikut

sistemnya ketika membaca sastra anak. Sastra anak tidak selalu menggambarkan

kenyataan yang ada dalam masyarakat tetapi setidaknya hal yang ingin

diwujudkan oleh masyarakat.

1.6.1. Konsep Sastra Anak Menurut Zohar Shavit

Teori Sastra anak yang dipakai dalam kajian ini adalah teori sastra anak

yang diajukan oleh Zohar Shavit dalam bukunya Poetics of Children Literature

(1986). Teori ini dipilih karena Shavit adalah salah satu penulis teori sastra anak

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63711/potongan/S2-2013... · baru ini di Indonesia banyak buku-buku anak yang ditulis oleh anak-anak sendiri

14

yang cukup berpengaruh serta banyak dikutip oleh kritikus di bidang sastra anak.

Dengan sistematis Shavit menyusun teorinya yang diawali dengan pandangan

tentang anak, masa kanak-kanak (childhood) dan bacaan anak, kemudian

memaparkan bagaimana sastra anak memandang dirinya sebagai sastra yang

menimbulkan kemungkinan status teks ambivalen. Shavit juga memaparkan

sejarah sastra anak yang berimplikasi pada model dan perkembangan sastra anak.

Karena itu penelitian ini juga akan memaparkan sejarah sastra anak di Indonesia

dan Amerika pada bab dua, sebagai sumber kajian obyek material.

Menurut Shavit konsep sastra anak tidak terlepas dari sejarah kemunculan

sastra anak itu sendiri. Sastra anak berkembang setelah sastra (dewasa) atau sastra

pada umumnya sudah mapan. Sebelum abad 18, jarang sekali ada buku yang

khusus ditulis untuk anak. Industri buku anak sendiri mengalami perkembangan

yang bagus pada paruh akhir abad 19. Sejarah sastra anak diawali dengan

perubahan cara pandang masyarakat terhadap anak atau konsep anak (Shavit,

1986). Menurut Towsend (dalam Shavit, 1986) keberadaan buku untuk anak baru

disadari oleh masyarakat ketika mereka tidak lagi menganggap anak sebagai

miniatur orang dewasa melainkan sebagai sosok yang mempunyai minat,

ketertarikan dan kebutuhan yang berbeda dengan orang dewasa. Before there

could be children‘s books, there had to be children—children, that is, who were

accepted as beings with their own particular needs and interests, not only as

miniature men and women. Menurut Shavit (1986: 133-134) tahap perkembangan

sastra anak di seluruh dunia hampir sama walaupun bukan periodenya. Semua

berawal dari pengaruh institusi agama atau pendidikan sehingga sifat didaktiknya

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63711/potongan/S2-2013... · baru ini di Indonesia banyak buku-buku anak yang ditulis oleh anak-anak sendiri

15

sangat kuat. Contohnya awal sastra anak di Amerika sangat dipengaruhi oleh

kaum Puritan yang mengutamakan unsur religiusitas dan ketaatan pada Tuhan, di

Jerman dipengaruhi oleh yahudi yang juga merupakan institusi keagamaan dan di

Indonesia dipengaruhi oleh Balai Pustaka yang mengutamakan unsur mendidik

dalam bacaan anak. Sejarah perkembangan sastra anak ini akan dipaparkan lebih

lanjut di bab dua.

Masyarakat memandang anak dan masa kanak-kanak sebagai masa paling

penting dalam kehidupan manusia dan masa itu pula yang menentukan bagaimana

seseorang tumbuh dengan perilaku tertentu. Pandangan ini menunjukkan

bagaimana masyarakat sangat memperhatikan pentingnya sosok anak dan masa

kanak-kanak termasuk kebutuhan-kebutuhan mereka diantaranya buku anak.

Pandangan tentang anak ini sangat berbeda dengan masyarakat sebelum abad 17

setidaknya menurut catatan Philippe Aries (1962). Pada masa itu anak dianggap

sebagai miniatur orang dewasa dan semua yang dikonsumsi anak sama dengan

orang dewasa termasuk pakaian dan buku bacaan. Cara pandang ini berubah sejak

munculnya revolusi industri terutama di kalangan pendidik dan moralis gereja.

Mereka berpendapat bahwa anak-anak adalah sosok yang innocent, dekat dengan

Tuhan dan harus dilindungi dari keburukan-keburukan dunia dan karenanya

diperlukan sistem pendidikan yang lebih terorganisir dengan baik dan buku

merupakan alat pendidikan yang menyampaikan hal-hal yang harus diketahui

anak-anak dalam koridor nilai-nilai yang dipercaya para pemegang otoritas

pendidikan pada masa itu yaitu pihak gereja.

Hence, the society's new perception of childhood created for the

first time both the need and the demand for children's books. This

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63711/potongan/S2-2013... · baru ini di Indonesia banyak buku-buku anak yang ditulis oleh anak-anak sendiri

16

second notion of the child -- the educational -- eventually provided

the framework for canonized children's literature. That is, from its

inception children's books were written with a certain idea of the

child in mind; when this idea changed, the texts for children

changed as well (Shavit, 1986:7).

Sastra anak pada awal kemunculannya sangat bermuatan edukatif atau

didaktik. Konsep tentang anak berubah dari satu periode ke periode berikutnya

dan begitupun buku anak. Menurut Ewers (2010) karakteristik sastra anak yang

paling bertahan sejak awal kemunculannya adalah sastra anak yang bersifat

didaktik karena masyarakat selalu mempunyai tendensi untuk menanamkan nilai-

nilai yang sedang dipercaya pada generasi penerusnya. Sifat didaktik atau

mengajari ini tidak berubah tetapi yang berubah adalah nilai-nilai yang diajarkan

serta model penyampaiannya (Townsend, 1980). Shavit juga menyampaikan hal

serupa dengan dua pendapat di atas.

In the same way that people assumed a child needed different

dress, toys, and games, it was also assumed that a child reader

differed from the adult, both in his capacity to comprehend, as well

as in his educational needs. Accordingly, it was essential that the

texts produced for him should respond to his needs and capacities.

Of course, the understanding of these needs and capacities was not

fixed, but changed from period to period, consequently changing

the characterof the texts for children as well (Shavit, 1986:7).

Prinsip dasar menulis untuk anak adalah bahwa buku anak harus selalu

dibuat di bawah supervisi orang dewasa demi kebaikan anak-anak. Konsep ini

tidak berubah sejak pertengahan abad 18. Yang berubah adalah gagasan tentang

pendidikan dan anak-anak di setiap periode tetapi bagaimanapun konsep bahwa

buku anak harus sesuai dengan prinsip pendidikan demi perkembangan anak

masih merupakan kekuatan dominan dalam produksi buku anak tersebut. Hal ini

terlihat dari munculnya berbagai versi atas satu cerita yang selalu diproduksi dari

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63711/potongan/S2-2013... · baru ini di Indonesia banyak buku-buku anak yang ditulis oleh anak-anak sendiri

17

masa ke masa dengan perubahan yang disesuaikan dengan prinsip pendidikan

yang sedang dipercayai. Cerita semacam Cinderella, Red Riding Hood, Ande-

Ande Lumut, Bawang Merah-Bawang Putih merupakan beberapa contoh cerita

yang mempunyai banyak versi dan masih tetap ada hingga sekarang. Keberadaan

berbagai versi ini menunjukkan bahwa perbedaan cerita bukannya kebetulan tetapi

ada alasan di balik pembuatannya itu. Perbedaan tersebut biasanya berhubungan

dengan perbedaan konsep tentang anak dan nilai apa yang harus mereka pahami

yang sedang dianut sebuah masyarakat. Sejak abad 18 sastra anak berhubungan

erat dengan institusi pendidikan. Keterikatan ini yang menimbulkan batasan-

batasan dalam menulis sastra anak setidaknya dalam beberapa hal yaitu

bagaimana anak ditampilkan, ditokohkan, dinilai dan bagaimana anak, sebagai

pembaca sastra anak, diasumsikan oleh masyarakat (Shavit, 1986:30).

Hubungan sastra anak yang sangat erat dengan sistem pendidikan yang di

dalamnya termasuk nilai-nilai yang sedang dianut masyarakat ini menimbulkan

batasan-batasan dalam penulisan sastra anak. Penulis sastra anak harus

mempertimbangkan batasan-batasan atau aturan-aturan yang harus dia ikut ketika

menulis untuk anak.

Penulis sastra anak tidak memikirkan bagaimana sebuah buku menarik

untuk anak-anak tetapi bagaimana buku itu bisa diterima masyarakat yang

diwakili oleh orang-orang dewasa sebelum akhirnya buku itu boleh diberikan

pada anak. Ketika sebuah buku anak dievaluasi bahkan tidak mempertimbangkan

pendapat anak-anak sendiri dan lebih fokus dengan apa yang diinginkan orang

dewasa atas anak-anak tersebut. Sastra anak tidak pernah melibatkan anak-anak.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63711/potongan/S2-2013... · baru ini di Indonesia banyak buku-buku anak yang ditulis oleh anak-anak sendiri

18

Sastra anak adalah alat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menanamkan

kepercayaannya pada anak-anak yang dalam hal ini terlihat inferior tanpa punya

kekuatan untuk menilai bacaannya sendiri.

Selain nilai-nilai yang memang harus sesuai dengan kepercayaan

masyarakat, beberapa hal yang harus dipertimbangkan penulis sastra anak

berhubungan dengan pembaca yang diasumsikan adalah kompleksitas teks,

struktur narasi, tingkat gaya bahasa, dan tema yang dibicarakan (Shavit, 1986: 42-

43). Menurut Nina Bawden (dalam Shavit) tentang struktur narasi yang

membedakan dalam menulis sastra anak dan sastra pada umumnya adalah dari

kacamata siapa penulis menuangkan tulisannya. Menurut Gillian Avery (dalam

Shavit) bukunya memang ditujukan untuk anak karena apa yang dia tulis terlalu

sederhana untuk orang dewasa dan emosinya terlalu langsung. Beberapa penulis

sastra anak juga merupakan penulis sastra untuk orang dewasa bahkan dengan

cerita yang sama dengan penyesuaian yang telah dipaparkan di atas. Misalnya

Road Dahl menulis The Champion of the World untuk dewasa dan menulisnya

kembali untuk anak-anak dengan judul Danny, the Champion of the World.

Keduanya selintas terlihat sama dalam segi cerita tentang raja pencuri dan

keduanya memakai narasi dengan sudut pandang orang pertama tetapi ketika

dianalisis lebih lanjut terlihat bahwa yang satu lebih kompleks dari yang lain

dalam hal organisasi teks. Pada versi untuk dewasa materi tidak disusun secara

kronologis tetapi menurut kesadaran narrator dan emosinyapun lebih tidak

langsung. Relasi interlevel dalam teks dewasa mempunyai lebih banyak fungsi

dengan elemen yang lebih sedikit misalnya hubungan antara susunan informasi,

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63711/potongan/S2-2013... · baru ini di Indonesia banyak buku-buku anak yang ditulis oleh anak-anak sendiri

19

fungsi ironi, penokohan dan penilaian atas tema yang diajukan (Shavit, 1986: 44-

45).

Pertama-tama perbedaan versi untuk anak dan untuk dewasa terletak pada

genre. Teks untuk dewasa berbentuk cerita pendek sedangkan yang untuk anak

berbentuk novel. Tokoh dalam versi dewasa adalah ayah dan anak sedangkan

untuk anak mengambil tokoh dua sahabat. Versi dewasa menampilkan sikap yang

ambigu sedangkan versi anak sikapnya lebih jelas. Hal ini merupakan perbedaan

yang utama juga dalam sastra anak dan sastra pada umumnya yaitu bahwa sastra

anak menegaskan nilai-nilai tertentu sedangkan sastra dewasa justeru

mempertanyakannya. Inilah yang disebut different value judgement. Tampaknya

hal ini juga berhubungan dengan teori perkembangan anak yang diajukan oleh

Jean Piaget, seorang ahli di bidang psikologi dan biologi dari Swiss. Menurut

Piaget anak pada tingkat tertentu lebih bisa memahami nilai yang ready-made dan

dalam perkembangannnya dia mulai mempertanyakan nilai tersebut. Akhir cerita

dalam kedua versi juga berbeda. Akhir cerita dalam versi dewasa berupa open

ending sedangkan dalam versi anak-anak berupa happy ending. Perbedaan versi

anak dan versi dewasa juga terletak pada model narator. Narator versi dewasa

mempunyai kesadaran yang terbatas atas jalannya cerita sementara narator versi

anak cenderung merupakan narator yang tahu segalanya (all-knowing narrator).

Narator versi anak tidak hanya mempunyai semua informasi dan kemampuan

untuk menilai dan memahami cerita tetapi juga tahu sikap dunia pada cerita

tersebut. Dia tidak hanya authoritative tapi juga patronizing. Jika dia kawatir

pembacanya tidak mengerti apa yang ingin disampaikan cerita maka narator akan

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63711/potongan/S2-2013... · baru ini di Indonesia banyak buku-buku anak yang ditulis oleh anak-anak sendiri

20

menjelaskannya secara tegas seperti yang ada dalam salah satu judul Keluarga

Cemara: Becak Emak.

„Membandingkan Ara dengan Pipin, siapa sebenarnya yang lebih

bahagia dan berpengharapan? Apakah Ara yang bermimpi

memiliki sepatu baru, atau Pipin yang tak sempat bermimpi karena

segalanya telah ada, telah tersedia? „(Atmowiloto, 2001).

Pertanyaan-pertanyaan retorik tersebut menggiring pembaca anak untuk

menjawab iya, Ara dengan segala kekurangannya lebih bahagia dari Pipin.

Narator menempatkan dirinya sebagai orang yang menilai dengan benar apapun

ceritanya. Nilai yang disampaikan dalam cerita terlihat lebih tegas dan seakan

menolak untuk dipertanyakan. Hal ini sangat berbeda dengan narator versi dewasa

yang tidak mempunyai banyak informasi tentang cerita yang diembannya bahkan

ditampilkan sebagai tokoh yang tidak memahami apa yang sedang terjadi

sehingga beberapa kejadian ditinggalkan begitu saja tanpa penjelasan setidaknya

sampai narator pada suatu saat memahaminya di akhir cerita. Narator versi anak

cenderung authoritative dan identifying sedangkan narrator versi dewasa

cenderung terbatas dan ironis (Shavit, 1986: 59).

Teks Ambivalen

Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa batasan-batasan sastra anak

membuat penulisnya tidak bangga menyandang gelar penulis untuk anak karena

menulis untuk anak berarti menulis untuk memenuhi kepentingan sebuah pihak,

setidaknya pemegang otoritas nilai yang sedang berlaku. Beberapa penulis

mempunyai strategi untuk memecahkan kegelisahan ini yaitu dengan membuat

apa yang disebut teks ambivalen (ambivalent text).

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63711/potongan/S2-2013... · baru ini di Indonesia banyak buku-buku anak yang ditulis oleh anak-anak sendiri

21

Shavit memodifikasi definisi teks ambivalen dari salah satu perintis

semiotik yaitu Yuri Lotman, yang disesuaikan dalam konteks sastra anak.

Menurut Lotman teks ambivalen adalah teks-teks yang mempunyai kapasitas

untuk memberikan informasi lebih dari yang terdeskripsikan. Menurut Shavit

definisi Lotman ini terlalu luas karena mencakup yang pertama yaitu teks yang

menembus waktu dalam arti tetap dibaca dari masa ke masa dengan fungsi dan

penafsiran yg berbeda, misalnya Oedipus Rex. Kedua, teks yang dalam sejarahnya

berubah kedudukannya dalam sistem sastra, misalnya yang dulunya dianggap

sastra untuk dewasa kemudian berubah menjadi sastra anak, misalnya karya-karya

Dicken. Ketiga, teks yang dipahami dengan cara berbeda oleh pembaca yang sama

pada saat yang sama, misalnya The Turn of the Screw karya Henry James.

Menurut Shavit pendapat Lotman tentang teks ambivalen ini terlalu luas

sehingga menurut deskripsi teks ambivalen tersebut hampir semua teks ambivalen

karena dalam perkembangan sejarah sistem sastra bersifat dinamik. Shavit

membatasi teks ambivalennya dalam koridor sastra anak yaitu teks yang secara

bersamaan masuk dalam dua atau lebih sistem dalam sistem sastra, dan karenanya

dibaca oleh lebih dari satu kelompok pembaca misalnya anak-anak dan orang

dewasa, yang mempunyai perbedaan dalam pembacaan. Kedua kelompok

pembaca ini mempunyai harapan yang berbeda, norma yang berbeda, dan

kebiasaan membaca yang berbeda dan karenanya kesadaran pada teks juga

berbeda. Contoh-contoh teks ambivalen dalam konteks ini adalah Alice in

Wonderland, Winnie the Pooh, The Little Prince, The Hobbit.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63711/potongan/S2-2013... · baru ini di Indonesia banyak buku-buku anak yang ditulis oleh anak-anak sendiri

22

Biasanya teks ambivalen mempunyai bentuk yang tidak biasa dalam sastra

anak sekaligus sulit diterima oleh sastra dewasa. Teks ambivalen mengubah

model yang sudah ditolak sastra dewasa tetapi belum diterima oleh sastra anak .

Sekali saja model inovatif ini diterima oleh orang dewasa, akan terbuka jalan

untuk model baru cerita untuk anak-anak. Model ini biasanya kemudian ditiru

karena kesuksesannya dan dianggap sebagai tonggak perubahan dalam sejarah.

Penulis teks ambivalen sukses diterima dua kelompok pembaca sekaligus

karena teksnya sengaja dia tujukan pada kedua kelompok pembaca tersebut dan

berpura-pura sebagai sastra anak. Only by addressing the text both to children and

to adults and by pretending it is for children can the writer make possible the dual

acceptance of the text (Shavit, 1986: 67). Orang dewasa mau menerima teks ini

karena mudah dibaca sebab ditujukan untuk anak. Dan dengan persetujuan orang

dewasa maka teks ini masuk dalam sistem sebagai sastra anak walaupun anak-

anak sendiri sebenarnya tidak memahami sepenuhnya arti teks. Dengan cara

seperti ini penulis sastra anak mempunyai pembaca yang lebih banyak.

Teks ambivalen mampu menarik perhatian dua kelompok pembaca

sekaligus karena menggunakan dua struktur teks sekaligus dimana yang satu

menyerupai model yang sudah ada sehingga bisa diterima anak dengan mudah

tetapi juga sekaligus menambahkan hal baru yang akan menarik bagi orang

dewasa. Hal baru yang menarik bagi orang dewasa ini bisa berupa sesuatu yang

lebih rumit, jarang dipakai, penyimpangan atau adaptasi model yang sudah ada di

sistem lain misalnya memparodikan elemen yang ada, memakai elemen baru atau

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63711/potongan/S2-2013... · baru ini di Indonesia banyak buku-buku anak yang ditulis oleh anak-anak sendiri

23

dari model lain, mengubah motivasi dari elemen yang ada, mengubah susunan dan

fungsi elemen yang sudah ada atau mengubah prinsip segmentasi teks.

What makes possible the appeal of the ambivalent text to two

groups of readers from the structural point of view is the fact that

the text is composed of at least two different coexisting models --

one, more established, and the other, less so. The former is more

conventional and addresses the child reader; the other, addressing

the adult reader, is less established, more sophisticated, and

sometimes based on the distortion and/or adaptation and renewal

of the more established model. This is accomplished in several

ways: by parodying some elements; by introducing new elements

into the model (sometimes from another established model); by

changing the motivation for existing elements; by changing the

functions and hierarchy of elements; or by changing the principles

of the text's segmentation (Shavit, 1986: 68).

Keberadaan dua model dalam satu teks juga dikenal dalam parodi. Satu

model dibuat untuk memparodikan yang lain. Hal ini agak berbeda dengan teks

ambivalen. Teks ambivalen bisa mengandung parodi tapi mampu

mempertahankan model utamanya agar tetap bisa dipahami anak-anak seperti apa

adanya. Hanya pembaca dewasa yang diharapkan melihat kehadiran dua model ini

sekaligus. Hal ini mampu diwujudkan karena model yang konvensional bisa

dipahami tanpa melihat model parodinya. Parodinya hanya bisa dipahami oleh

orang dewasa.

In such a way, unlike other texts that assume a single implied

reader and a single (though flexible) ideal realization of the text,

the ambivalent text has two implied readers: a pseudo addressee

and a real one. The child, the official reader of the text, is not

meant to realize it fully and is much more an excuse for the text

rather than its genuine addressee (Shavit, 1986: 71).

Berbeda dengan teks univalen yang hanya berasumsi pada satu pembaca

dan satu pembacaan ideal, teks ambivalen mempunyai dua pembaca yaitu

pembaca samaran dan pembaca nyata. Anak-anak sebagai target pembaca sastra

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63711/potongan/S2-2013... · baru ini di Indonesia banyak buku-buku anak yang ditulis oleh anak-anak sendiri

24

anak yang resmi tidak dimaksudkan untuk memahami teks secara utuh, karena

hanya sebagai alasan dibanding target pembaca sebenarnya. Jadi sastra anak di

sini hanya dipakai sebagai samaran.

1.6.2. Konsep Nilai Sosial

Di atas sudah dipaparkan bahwa sastra anak merupakan agen sosialisasi

nilai nilai yang sedang dianut sebuah masyarakat pada suatu masa. Menurut

Betrand Russell (dalam Frondizi, 2001), seorang filsuf dari Inggris, nilai tidak

bebas dari perasaan pribadi dan mengungkapkan emosi si pemberi nilai. Nilai

berhubungan dengan keinginan untuk menentukan sesuatu itu baik atau buruk,

benar atau salah, indah atau tidak indah sehingga nilai dianggap bersifat subyektif

atau pling tidak konvensi berbagai kepentingan. Subyektifitas nilai ini lebih jelas

dinyatakan oleh R.B.Perry, seorang pakar aksiologi dari Amerika. Menurut Perry

nilai didasari oleh kepentingan. Hal yang senada juga dinyatakan oleh Schwartz,

seorang peneliti dalam bidang psikologi sosial yang mengatakan bahwa nilai

adalah obyek kepentingan. Nilai adalah segala hal yang dianggap penting dalam

hidup seseorang atau sekelompok orang. Nilai merupakan representasi persyaratan

interaksi sosial yang membutuhkan koordinasi interpersonal tuntutan institusi

sosial untuk mencapai kesejahteraan kelompok dan kelangsungan hidup kelompok

(Alfan, 2013). Jadi menurut Schwartz nilai berasal dari tuntutan manusia sebagai

motif sosial dan tuntutan institusi sosial. Hal tersebut kembali mendudukan nilai

sebagai sesuatu yang diinginkan. Sesuatu yang diinginkan itu bisa berasal dari

minat kolektif ( tipe nilai benevolence, tradition, conformity) atau berdasarkan

prioritas pribadi (power, achievement, hedonism,self-direction). Nilai individu ini

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63711/potongan/S2-2013... · baru ini di Indonesia banyak buku-buku anak yang ditulis oleh anak-anak sendiri

25

biasanya mengacu pada kelompok sosial tertentu atau disosialisasikan oleh

kelompok dominan yang memiliki nilai tertentu. Di sinilah tampak bahwa salah

satu nilai adalah nilai sosial yang dianut oleh sekelompok masyarakat dan nilai

sosial inilah yang disosialisasikan turun temurun dengan perubahan pada beberapa

hal tergantung dengan perubahan sosial dimana nilai tersebut berlaku. Nilai yang

mendarah daging bisa menjadi sebuah keyakinan (belief). Menurut Hofstede

(dalam Lestari, 2011) nilai merupakan kecenderungan umum untuk lebih

menyukai keberadaan tertentu dari tata pergaulan dengan orang lain.

Menurut Koentjaraningrat nilai sosial adalah sistem nilai budaya yang

merupakan konsep konsep mengenai sesuatu yang ada dalam alam pikiran

sebagian besar dari masyarakat yang mereka anggap bernilai, berharga, dan

penting dalam hidup sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang

memberi arah dan orientasi pada kehidupan para warga masyarakat tadi (2009:

153). Nilai sosial merupakan konstruksi masyarakat yang tercipta melalui

interaksi sosial antarwarga masyarakat. Nilai sosial bukan bawaan lahir melainkan

diturunkan melalui sosialisasi antar generasi. Nilai sosial terbentuk melalui proses

belajar (Alfan, 2013:245). Di sinilah salah satu fungsi keluarga sebagai unit

terkecil dalam masyarakat yang merupakan tempat penyampaian nilai salah

satunya melalui pengasuhan anak sebagai agen sosialisasi.

Menurut ensiklopedia The Family in a America, gambaran nilai-nilai yang

terkandung dalam buku-buku bacaan anak mengungkapkan sebuah asumsi bahwa

pembeli buku-buku tersebut, dalam hal ini orangtua atau orang dewasa akan

membeli buku-buku yang memuat nilai-nilai yang mereka percayai dan parktik

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63711/potongan/S2-2013... · baru ini di Indonesia banyak buku-buku anak yang ditulis oleh anak-anak sendiri

26

praktik domestic yang mereka lakukan atau yang mereka harapkan. Buku-buku

tersebut menunjukkan nilai-nilai yang ingin ditanamkan dalam kehidupan anak-

anak terutama melalui peran keluarga (2001: 647).

1.7. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian sastra banding. Menurut

Sapardi Djoko Damono, sastra banding merupakan pendekatan dalam ilmu sastra

yang tidak menghasilkan teori sastra sendiri. Sastra banding bisa juga disebut

sebagai kajian (2009, 1). Sastra banding merupakan penelitian sastra yang bisa

menggunakan teori apapun, dan dalam penelitian ini teori yang digunakan adalah

teori sastra anak, asalkan menggunakan metode bandingan sebagai pendekatan

utamanya. Menurut Remak (dalam Damono, 2009: 1), sastra banding adalah

kajian sastra di luar batas-batas sebuah negara. Jadi sastra banding

membandingkann sastra dari sebuah negara dan sastra dari negara lain. Peneltian

ini akan membandingkan sastra anak Indonesia dan Amerika.

Dari paparan Damono, tampaknya sastra banding yang mensyaratkan

negara yang berbeda akan mengungkap perbedaan kebudayaan yang melatarinya

dan perbedaan sejarah pemikiran masyarakat yang telah menghasilkan bahasa

yang bersangkutan (Damono, 2009: 2). Jika sastra dari dua atau lebih negara ini

menggunakan bahasa yang berbeda maka peneliti wajib menguasai bahasa-bahasa

tersebut karena sebuah sastra harus dikaji langsung dari bahasa asli ketika dia

pertama dituliskan jika kajian tersebut tidak berhubungan dengan kajian

terjemahan (Damono, 2009: 7).

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63711/potongan/S2-2013... · baru ini di Indonesia banyak buku-buku anak yang ditulis oleh anak-anak sendiri

27

Sedangkan menurut Marius-Francois Guyard yang dikutip Clements dalam

Damono menyatakan bahwa sastra banding merupakan pendekatan sejarah

hubungan-hubungan sastra antar bangsa. Sastra banding meneliti pertukaran

gagasan, tema, buku atau perasaan di antara bangsa-bangsa di antara dua atau

beberapa sastra. secara teknis tidak ada metode khusus dalam pendekatan sastra

banding. Metodenya disesuaikan dengan tujuan penelitian. Sedangkan tujuan

penelitian berhubungan dengan teori yang dipakai.

Penelitian berikut menggunakan teori sastra anak karena obyek kajiannya

adalah sastra anak. teori sastra anak yang dipakai adalah teori sastra anak dari

Zohar Shavit yang menyatakan bahwa sastra anak mengandung nilai-nilai yang

ingin diabadikan masyarakat penciptanya. Berkenaan dengan hal tersebut maka

tujuan penelitian ini adalah mengungkap nilai-nilai sosial tersebut. Untuk

mengungkap nilai-nilai tersebut metode yang digunakan adalah membandingkan

penokohan, tema, dan alur cerita kedua sastra anak yang menjadi obyek kajian

dalam peneltiian ini. Dari hasil perbandingan ketika elemen cerita tersebut akan

diadapt nilai- apa yang ada dibalik penciptaan karya sastra anak tersebut

kemudian nilai-nilai itu dibandingkan lagi untuk melihat adanya persamaan dan

perbedaan sosial dan budaya masyarakat dari kedua negara yang di dalamnya

termasuk perkembangan atau perubahan pemikiran masyarakatnya.

Seperti yang diungkapkan Damono sastra banding yang melampaui batas-

batas negara dilakukan untuk memahami kecenderungan-kecenderungan dan

gerakan yang terjadi di berbagai bangsa dan negara (Damono, 2009: 6).

Kecenderungan yang akan dilihat dari penelitian ini adalah kecenderungan

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63711/potongan/S2-2013... · baru ini di Indonesia banyak buku-buku anak yang ditulis oleh anak-anak sendiri

28

masyarakat dalam memandang anak sebagai target pembaca utama dalam sastra

anak.

Sebuah hipotesis tentang perlunya sastra banding diungkapkan oleh Jost

(1974 dalam Damono, 2009: 8) yang menyatakan bahwa sastra bandingan

merupakan humanism baru yang prinsip utamanya adalah keyakinan adanya

keutuhan gejala sastra. Di beberapa masyarakat mungkin saja ada sikap tertentu

yang juga muncul di masyarakat yang lain sehingga menghasilkan gagasan yang

mirip yang terungkap dalam karya sastranya (Damono, 2009: 11). Sastra banding

merupakan humanisme baru yang prinsip utamanya adalah keyakinan adanya

keutuhan gejala sastra (Jost,1974 dalam Damono, 2009). Sastra banding adalah

kajian sastra di luar batas-batas sebuah negara (Remak dalam Damono, 2009).

Salah satu bagian sastra adalah sastra anak yang memungkinkan adanya

perbandingan. Paul Hazard (1932 dalam O‟Sullivan, 2005) menyatakan

pentingnya studi bandingan sastra anak demi perkembangan sastra anak itu

sendiri. Hal ini dipengaruhi pertanyaan apakah perbedaan konsep kehidupan anak-

anak dalam budaya yang berbeda.

Kajian perbandingan sastra anak berikut akan membandingkan nilai-nilai

sosial yang terkandung di dalam kedua cerita. Penelitian ini akan melihat adanya

persamaan dan perbedaan nilai –nilai tersebut dan keadaan sosio-kultural yang

melatarbelakangi kemunculannya dalam sastra anak.

1.7.1. Metode Pengumpulan Data

Kajian perbandingan sastra anak berikut menggunakan metode

pengumpulan data deduktif (grounded) dimana data awal berupa kata, dialog,

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63711/potongan/S2-2013... · baru ini di Indonesia banyak buku-buku anak yang ditulis oleh anak-anak sendiri

29

kalimat, atau paragraf, yang menunjukkan faktor dominan yang terkandung dalam

kedua cerita. Data tersebut dikelompokkan menurut heading tertentu untuk

melihat bagaimana faktor dominan itu mengungkapkan nilai sosial yang

dipesankan dalam cerita.

1.7.2. Metode Analisis Data

Data berupa faktor dominan yang membentuk nilai-nilai sosial dalam

kedua cerita disandingkan, dibandingkan, serta diintrepretasi menjadi nilai sosial

yang diasumsikan dianut oleh masyarakat di kedua negara pada waktu itu.

Berikutnya dilakukan pendekatan sosio-kultural dimana data ektrinsik dari luar

teks ditambahkan. Data ekstrinsik di luar teks merupakan keadaan sosio-kultural

ketika cerita tersebut dibuat. Data ini akan membuktikan bahwa nilai dalam sastra

anak selaras dengan nilai yang sedang dianut sebuah masyarakat pada waktu

tertentu. Nilai-nilai sosial ini kemudian dibandingkan kembali untuk melihat

apakah keduanya bisa bertukar tempat. Hal ini dilakukan untuk melihat pakah

nilai sosial terebut bersifat universal atau kultural. Hal terakhir yang dilakukan

dalam penelitian adalah melihat perkembangan nilai sosial tersebut dari sudut

pandang saat ini untuk melihat apakah nilai-nilai tersebut mengalami perubahan di

negara masing-masing dan bagaimana pengaruhnya dalam perkembangan sastra

anak.

1.8. Sistematika Penyajian

Penelitian ini akan disusun dalam empat bab. Bab I adalah pendahuluan

yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, obyek penelitian yang

meliputi obyek formal dan obyek material, tujuan penelitian secara teoritis dan

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63711/potongan/S2-2013... · baru ini di Indonesia banyak buku-buku anak yang ditulis oleh anak-anak sendiri

30

praktis, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika

penyajian. Bab II berisi perbandingan bangunan nilai sosial yang ada dalam kedua

cerita sebagai obyek material dan hal-hal yang melatarbelakangi munculnya nilai

nilai tersebut. Bab II ini akan menjawab rumusan masalah yang pertama. Bab III

adalah temuan atas perbedaan gambaran nilai yang paling mencolok dalam kedua

cerita. Bab IV merupakan kesimpulan penelitian.