Bab i Pegadaian Syari'Ah

16
BAB I PENDAHULUAN Kegiatan lembaga keuangan tidak dapat terlepas dari uang. Uang telah lama digunakan dalam kehidupan sehari-hari, dan merupakan kebutuhan utama dalam menggerakan perekonomian. Pada mulanya dalam sistem perdagangan dunia orang melakukannya melalui sistem barter. Sistem barter merupakan sistem pertukaran antara barang dengan barang atau barang dengan jasa dan sebaliknya. Oleh karenanya, untuk mengatasi kendala tersebut dipikirkanlah menggunakna alat tukar yang lebih efisien dan ekekti. Alat tukar tersebut kemudian dikenal dengan uang. Berkaitan dengan uang, disini akan kami jelaskan mengenai pegadaian syari’ah yang mana sudah kami rangkum dan perinci sedemikian rupa didalam makalah ini agar mudah untuk dipahami dan mudah untuk dimengerti. 1

Transcript of Bab i Pegadaian Syari'Ah

Page 1: Bab i Pegadaian Syari'Ah

BAB I

PENDAHULUAN

Kegiatan lembaga keuangan tidak dapat terlepas dari uang. Uang telah

lama digunakan dalam kehidupan sehari-hari, dan merupakan kebutuhan utama

dalam menggerakan perekonomian. Pada mulanya dalam sistem perdagangan

dunia orang melakukannya melalui sistem barter. Sistem barter merupakan sistem

pertukaran antara barang dengan barang atau barang dengan jasa dan sebaliknya.

Oleh karenanya, untuk mengatasi kendala tersebut dipikirkanlah

menggunakna alat tukar yang lebih efisien dan ekekti. Alat tukar tersebut

kemudian dikenal dengan uang. Berkaitan dengan uang, disini akan kami jelaskan

mengenai pegadaian syari’ah yang mana sudah kami rangkum dan perinci

sedemikian rupa didalam makalah ini agar mudah untuk dipahami dan mudah

untuk dimengerti.

1

Page 2: Bab i Pegadaian Syari'Ah

BAB II

PEMBAHASAN

PEGADAIAN SYARI’AH

A. PENGERTIAN PEGADAIAN

Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1150, gadai adalah

suatu hak yang diperoleh seseorang yang mempunyai piutang atas suatu

barang bergerak.1 Sedangkan menurut Andri Soemitra pegadaian adalah suatu

hak yang diperoleh seseorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak,

yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas

namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang itu

untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada

orang yang berpiutang lainnya.2

Perusaahaan umum pegadaian adalah satu-satunya badan usaha di

Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk menjalankan kegiatan

lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran kegiatan

lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke

masyarakat atas dasar hukum gadai seperti dimaksud dalam Kitab Undang-

Undang perdata pasal 1150 diatas.

Gadai dalam fiqih disebut dengan rohn3 yang menurut bahasa adalah nama

barang yang dijadikan sebagai jaminan kepercayaan. Sedangkan menurut

syara’ artinya menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan

secara hak, tetapi dapat diambil kembali sebagai tebusan.4

1 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah: Deskripsi dan Ilustrasi, (Yogyakarta:Ekonisia, 2008), hal. 171.

2 Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, (Jakarta: Kencana, 2010), hal.387.

3 Kata rohnun (gadaian) dari segi bahasa berarti tetap. Ada juga yang mengartikan menahan.

4 Heri Sudarsono, op cit.

2

Page 3: Bab i Pegadaian Syari'Ah

B. SEJARAH BERDIRINYA PEGADAIAN

Pegadaian dikenal pada awalnya di Eropa, yaitu negara Italia, Inggris dan

Belanda. Pengenalan di Indonesia pada awal masuknya Kolonial Belanda

yaitu sekitar akhir abad XIX, oleh sebuah bank yang bernama Van Lening.

Bank tersebut memberi jasa pinjaman dana dengan syarat penyerahan barang

bergerak, sehingga bank ini pada hakikatnya telah memberikan jasa

pegadaian.

Pada masa Pemerintahan RI Dinas Pegadaian yang merupakan kelanjutan

dari Pemerintah Hindia-Belanda status pegadaian diubah menjadi perusahaan

Negara (PN). Kemudian berdasarkan Pemerintahan RI No. 7 tahun 1969

tanggal 11 Maret 1969 tentang perubahan kedudukan PN Pegadaian menjadi

Jawatan Pegadaian jo. Undang-undang No. 9 tahun 1969 tanggal 1 Agustus

1969 dan penjelasan mengenai bentuk-bentuk usaha Negara dalam

perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan

Perseroan (Persero).

Dengan perubahan status dari Perjan menjadi Perum, pegadaian

diharapkan akan lebih mampu lagi mengelola usahanya dengan lebih

profesional, bussiness oriented tanpa meninggalkan ciri khusus misalnya,

yaitu penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai dengan pasar sasaran

adalah masyarakat golongan ekonomi lemah dan dengan cara mudah, cepat

dan hemat, sesuai dengan motonya menyelesaikan masalah tanpa masalah.5

Tugas pokok perum pegadaian adalah menjembatani kebutuhan dana

masyarakat dengan pemberian uang pinjaman berdasarkan hukum gadai.

Kantor perum gadai berkedudukan di Jakarta, dan dibantu dengan kantor-

kantor daerah , kantor perwakilan daerah dan kantor cabang. Jaringan usaha

pegadaian telah meliputi lebih dari 500 cabang yang tersebar diwilayah

Indonesia.6

5 Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004), Edisi Keempat, hal. 502.

6 Ibid, hal. 503.

3

Page 4: Bab i Pegadaian Syari'Ah

Pegadaian syariah hadir di Indonesia dalam bentuk kerja sama bank

syari’ah dengan Perum Pegadaian membentuk unit layanan Gadai syari’ah di

beberapa kota di Indonesia. Disamping itu ada pula bank syari’ah yang

menjalankan pegadaian syari’ah sendiri. Pegadaian syari’ah dalam

menjalankan operasionalnya berpegang kepada prinsip syari’ah.

Pada saat ini, pegadaian syari’ah sudah terbentuk sebagai sebuah lembaga.

Ide pembentukan pegadaian syari’ah selain karena tuntutan idealisme juga

dikarenakan keberhasilan terlembaganya bank dan asuransi syari’ah. Setelah

terbentuknya BMT, BPR dan asuransi syari’ah maka pegadaian syari’ah

mendapat perhatian oleh beberapa praktisi dan akademisi untuk dibentuk

dibawah suatu lembaga sendiri.7

C. LANDASAN HUKUM

1. Al-Qur’an

Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang8 (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Baqarah: 283).

2. Al-Hadist

7 Susilo, Y.S, Triandaru Sigit,dkk, Bank dan Lembaga Keuangan, (Jakarta: Salemba Empat, 2000), hal. 180.

8 Barang tanggungan (borg) itu diadakan bila satu sama lain tidak percaya mempercayai.

4

Page 5: Bab i Pegadaian Syari'Ah

Dari Annas ra. Berkata, Rasulullah saw. Menggadaikan baju besinya

kepada seorang Yahudi di Madinah dan mengambil darinya gandum untuk

keluarga beliau. (HR. Bukhori, Ahmad, Nasa’i dan Ibnu Majjah).

D. RUKUN GADAI SYARI’AH

Dalam menjalankan pegadaian syari’ah, pegadaian harus memenuhi rukun

gadai syari’ah. Rukun gadai tersebut antara lain adalah:

1. Ar-Rahin (yang menggadaikan)

Orang yang telah dewasa, berakal sehat, bisa dipercaya dan memiliki

barang yang akakn digadaikan.

2. Al-Murtabin (yang menerima gadai)

Orang, bank, atau lembaga yang dipercaya oleh rahin untuk

mendapatkan modal dengan jaminan barang (gadai).

3. Al-Marhun/rahn (barang yang digadaikan)

Barang yang digunakan rahin untuk dijadikan jaminan dalam

mendapatkan uang.

4. Al-Marhun bih (utang)

Sejumlah dana yang di berikan murtahin kepada rahin atas dasar

besasrnya tafsiran marbun.

5. Sighat, ijab dan Qabul

Kesepakatan antara rahin dan martabin dalam melakukan transaksi

gadai.9

E. SYARAT GADAI SYARI’AH

1. Rahin dan murthin

Pihak-pihak yang melakukan perjanjian rahn, yakni rahin dan murtahin

harus mengikuti syarat-syarat berikut kemampuan, yaitu berakal sehat.

Kemampuan berarti kelayakan seseorang untuk melakukan transaksi

pemilikan.

2. Sighot

9 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah, Wacana Ulama dan Cendekiawan, (Jakarta: Bank Indonesia dan Tazkia Institute, 1999), hal. 215.

5

Page 6: Bab i Pegadaian Syari'Ah

a. Sighot tidak boleh terikat dengan syarat tertentu dan juga dengan

suatu waktu dimasa depan.

b. Rahn mempunyai sisi pelepasan barang dan pemberian uang seperti

halnya akad jual beli. Maka tidak boleh diikat dengan syarat tertentu

atau dengan suatu waktu dimasa depan.

3. Marhun bih (utang)

a. Harus merupakan hak yang wajib diberikan/diserahkan kepada

pemiliknya.

b. Memungkinkan pemanfaatan. Bila sesuatu menjadi utang tidak bisa

dimanfaatkan, maka tidak sah.

c. Harus dikuantifikasi atau dapat dihitung jumlahnya. Bila tidak dapat

diukur atau tidak dapat dikualifikasi rahn itu tidak sah.

4. Marhun (barang)

Secara umum, barang gadai harus memiliki beberapa syarat,

diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Harus diperjualbelikan

b. Harus berupa harta yang bernilai

c. Marhun (barang) harus bisa dimanfaatkan secara syari’ah

d. Harus di ketahui keadaan fisiknya, maka piutang gtidak sah untuk

digadaikan harus berupa barang yang diterima secara langsung

e. Harus dimiliki oleh rahn (peminjam atau pegadai) setidaknya harus

seizin pemiliknya.10

F. SUMBER PENDANAAN

Perum Pegadaian mempunyai sumber-sumber dana sebagai berikut

diantaranya adalah:

1. Modal sendiri

2. Penyertaan modal pemerintah

3. Pinjaman jangka pendek dari perbankan

4. Pinjaman jangka panjang yang berasal dari Kredit Lunak Bank

Indoensia10 Heri Sudarsono, op cit, hal. 175-176.

6

Page 7: Bab i Pegadaian Syari'Ah

5. Dari masyarakat melalui penerbitan obligasi.11

G. AKAD PERJANJIAN GADAI

Ulama’ Syafi’iyah berpendapat bahwa pegadaian bisa sah apabila

memenuhi tiga syarat dibawah ini:

1. Harus berupa barang, karena utang tidak bisa digadaikan

2. Penetapan kepemilikan pegadaian atas barang yang digadaikan tidak

terhalang, seperti mushaf

3. Barang yagn digadaikan bisa dijual manakala sudah masa pelunasan

utang gadai.12

H. ASPEK PENDIRIAN PEGADAIAN SYARI’AH

Dalam mewujudkan sebuah pegadaian yang ideal dibutuhkan beberapa

aspek pendirian. Adapun aspek-aspek pendirian pegadaiain syari’ah adalah

sebagai berikut:

1. Aspek legalitas

Peraturan pemerintah No. 10 tahun 1990 tentang berdirinya lembaga

gadai yang berubah dari bentuk Perusahaan Jawatan Pegadaian

menjadi Perusahaan Umum Pegadaian pasal 3 ayat (1a) menyebutkan

bahwa Perum Pegadaian adalah badan usaha tanggal yang diberi

wewenang untuk menyalurkan uang pinjaman atas dasar hukum gadai.

2. Aspek Permodalan

Modal untuk menjalankan perusahaan gadai adalah cukup besar,

karena selain diperlukan untuk dipinjamkan kepada nasabah, juga

diperlukan investasi untuk penyimpanan barang.

3. Aspek sumber daya manusia

SDM pegadaian syari’ah harus memahami filosofi gadai dan sistem

operasionalisasi gadai syari’ah.

4. Aspek kelembagaan

11 Andri Soemitra, op cit,hal. 398.12 Heri Sudarsono, log cit, hal. 179.

7

Page 8: Bab i Pegadaian Syari'Ah

Sifat kelembagaan mempengaruhi keefektifan sebuah perusahaan

gadai dapat bertahan.

5. Aspek sistem dan prosedur

Sistem dan prosedur gadai syari’ah harus sesuai dengan prinsip-prinsip

syari’ah, dimana keberadaanya menekankan akan pentingnya gadai

syari’ah.

6. Aspek pengawasan

Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) bertugas untuk mengawasi

operasionalisasi gadai syari’ah supaya sesuai dengan prinsip-prinsip

syari’ah.

I. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN GADAI SYARI’AH DAN GADAI

KONVENSIONAL

Persamaan dan perbedaan gadai syari’ah dengan gadai konvensional dapat

dibuat dalam sebuah tabel berikut:

Persamaan Perbedaan

a. Hak gadai atas pinjaman uang

b. Adanya agunan sebagai jaminan

utang

c. Tidak boleh mengambil manfaat

barang yang digadaikan

d. Biaya barang yang digadaikan

ditanggung oleh para pemberi

gadai

e. Apabila batas waktu pinjaman

uang habis barang yang

digadaikan boleh dijual atau

dilelang

a. Rahn, dalam hukum islam

dilakukan secara suka rela atas

dasar tolong menolong

b. Dalam hukum perdata hak gadai

hanya berlaku pada benda yang

bergera. Sedangkan dalam hukum

islam, rahn berlaku pada seluruh

benda, baik yang bergerak

maupun bukan yang bergerak

c. Dalam rahn tidak ada istilah

bunga

d. Gadai menurut hukum perdata

dilaksanakan melalui suatu

lembaga disebut Perum

Pegadaian. Rahn menurut hukum

8

Page 9: Bab i Pegadaian Syari'Ah

Islam dapat dilaksanakan tanpa

melalui suatu lembaga.

J. BARANG JAMINAN

Jenis barang yang dapat diterima jenis barang jaminan pada prinsipnya

adalah barang bergerak13, antara lain:

1. Barang-barang perhiasan

Barang-barang perhiasan seperti semua perhiasan yang dibuat dari

emas, perhiasan perak, platina, baik yang berhiaskan intan dan mutiara.

2. Barang-barang elektronik

3. Kendaraan

4. Barang-barang rumah tangga

5. Mesin

6. Tekstil

7. Barang-barang lain yang dianggap bernilai seperti surat-surat berharga

baik dalam bentuk saham, obligasi, maupun surat-surat berharga

lainnya.14

K. MEKANISME PRODUK GADAI SYARI’AH

1. Produk Gadai

Untuk mengajukan permohonan permintaan gadai,calon nasabah harus

terlebih dahulu memenuhi syarat ketentuan sebagai berikut:

1. Nasabah datang ke pegadaian kemudian membawa fotokopi KTP atau

identitas lainnya (SIM, Paspor, dan lain-lain)

2. Mengisi formulir permintaan rohn

3. Menyerahkan barang jaminan bergerak seperti:

a. Perhiasan emas, berlian dan mutiara

b. Kendaraan bermotor

13 Sri Susilo dkk, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 183-184.

14 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 266.

9

Page 10: Bab i Pegadaian Syari'Ah

c. Barang-barang elektronik.

2. Produk ARRUM

ARRUM merupakan singkatan dari Ar-Rahn Untuk Usaha Micro

Kecil yang merupakan pembiayaan bagi para pengusaha mikro kecil,

untuk pengembangan usaha dengan berprinsip syari’ah. Adapun produk

ini memiliki beberapa keunggulan diantaranya:

a) Persyaratan yang mudah , proses cepat (+ 3 hari), serta biaya-biaya

yang kompetetif dan relatif murah

b) Jangka waktu pembiayaan yang fleksibel, mulai dari 12 bulan, 18

bulan, 24 bulan hingga 36 bulan

c) Jaminan berupa BPKB kendaraan bermotor (mobil ataupun motor)

sehingga fisik kendaraan tetap berada di tangan nasabah untuk

kebutuhan usaha

d) Nilai pembiayaan dapat mencapai hingga 70%

e) Pelunasan dilaksanakan secara angsuran tiap bulan dengan jumlah

tetap

f) Pelunasan sekaligus dapat dilaksanakan sewaktu-waktu dengan

pemberian diskon ijaroh

g) Didukung oleh staf yang berpengalaman serta ramah dan santun.

10

Page 11: Bab i Pegadaian Syari'Ah

BAB III

KESIMPULAN

Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa

gadai adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang berpiutang atas suatu

barang yang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau

oleh orang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada orang

yang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara

didahulukan daripada orang yang berpiutang lainnya.

Pegadaian syari’ah adalah pegadaian yang dalam menjalankan

operasionalnya berpegang kepada prinsip-prinsip syari’ah. Payung hukum

pegadaian syari’ah dalam hal pemenuhan prinsip-prinsip syari’ah berpegang pada

Fatwa DSN-MUI No. 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002.

11

Page 12: Bab i Pegadaian Syari'Ah

DAFTAR PUSTAKA

Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, (Jakarta: Kencana, 2010).

Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, Edisi Keempat, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004).

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah: Deskripsi dan Ilustrasi, (Yogyakarta: Ekonisia, 2008).

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008).

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah, Wacana Ulama dan Cendekiawan, (Jakarta: Bank Indonesia dan Tazkia Institute, 1999).

Susilo, Y.S, Triandaru Sigit,dkk, Bank dan Lembaga Keuangan, (Jakarta: Salemba Empat, 2000).

Sri Susilo dkk, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006).

12