BAB I PENDAHULUANrepository.ump.ac.id/9540/2/BAB I.pdf · Inti dari pendidikan adalah proses...

27
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dalam arti sederhana sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai didalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Dewasa di sini dimaksudkan adalah dapat bertanggung jawab terhadap diri sendiri secara biologis, psikologis, pendagogis, dan sosiologis. Selanjutnya, pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau kehidupan yang lebih tinggi dalam arti mental. Kenyataannya, pengertian pendidikan ini selalu mengalami perkembangan, meskipun secara essensial tidak jauh berbeda. Menurut Achmad Patoni, pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar mereka. Pendidikan merupakan salah satu pilar utama dalam menentukan perubahan sosial. Perubahan ke arah kemajuan dan kesejahteraan hidup yang berkualitas (Ahmad, 2014:42). Ritual Budaya Unggah-Ungguh..., Romi Aji Priambodo, FKIP, UMP, 2019

Transcript of BAB I PENDAHULUANrepository.ump.ac.id/9540/2/BAB I.pdf · Inti dari pendidikan adalah proses...

Page 1: BAB I PENDAHULUANrepository.ump.ac.id/9540/2/BAB I.pdf · Inti dari pendidikan adalah proses pembelajaran, dimana dalam pembelajaran tentu tidak terlepas dari proses belajar mengajar.

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan dalam arti sederhana sering diartikan sebagai usaha

manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai didalam

masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan

berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh

orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Dewasa di sini dimaksudkan adalah

dapat bertanggung jawab terhadap diri sendiri secara biologis, psikologis,

pendagogis, dan sosiologis. Selanjutnya, pendidikan diartikan sebagai usaha

yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi

dewasa atau mencapai tingkat hidup atau kehidupan yang lebih tinggi dalam

arti mental.

Kenyataannya, pengertian pendidikan ini selalu mengalami

perkembangan, meskipun secara essensial tidak jauh berbeda. Menurut

Achmad Patoni, pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk

menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan

cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar mereka. Pendidikan

merupakan salah satu pilar utama dalam menentukan perubahan sosial.

Perubahan ke arah kemajuan dan kesejahteraan hidup yang berkualitas

(Ahmad, 2014:42).

Ritual Budaya Unggah-Ungguh..., Romi Aji Priambodo, FKIP, UMP, 2019

Page 2: BAB I PENDAHULUANrepository.ump.ac.id/9540/2/BAB I.pdf · Inti dari pendidikan adalah proses pembelajaran, dimana dalam pembelajaran tentu tidak terlepas dari proses belajar mengajar.

2

Inti dari pendidikan adalah proses pembelajaran, dimana dalam

pembelajaran tentu tidak terlepas dari proses belajar mengajar. Dimana

belajar adalah sebuah proses perubahan didalam kepribadian manusia dan

perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan

kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap,

kebiasaan, pemahaman, ketrampilan, daya pikir, dan kemampuan-

kemampuan yang lain.

Pembelajaran Sejarah adalah suatu bagian dari kegiatan belajar

mengajar dimana peserta didik mempelajari kejadian-kejadian masa lampau

dalam segala aspek. Pembelajaran Sejarah tidak terpaku hanya pada

masalah politik atau pada masalah antropologi. Pembelajaran Sejarah juga

mempelajari kehidupan sosial, norma – norma yang pernah berlaku,

ekonomi bahkan agama sekalipun. Karena pada hakekatnya semua kejadian

tidak akan lepas dari Sejarah.

Dengan mempelajari kejadian yang pernah terjadi atau mengalami

kejadian sendiri, diharapkan seseorang akan mendapatkan kebijaksanaan.

Sehingga apabila dimasa yang lalu seseorang melakukan kesalahan atau

menemukan kesalahan, maka dia tidak akan terjebak untuk kedua kalinya

pada kesalahan yang sama.

Selama ini pendidikan sejarah diidentikan sebagai pembelajaran

yang membosankan di kelas. Baik strategi, metode maupun teknik

pembelajaran lebih banyak bertumpu pada pendekatan berbasis guru yang

monoton, dan meminimalkan partisipasi peserta didik. Guru di posisikan

Ritual Budaya Unggah-Ungguh..., Romi Aji Priambodo, FKIP, UMP, 2019

Page 3: BAB I PENDAHULUANrepository.ump.ac.id/9540/2/BAB I.pdf · Inti dari pendidikan adalah proses pembelajaran, dimana dalam pembelajaran tentu tidak terlepas dari proses belajar mengajar.

3

sebagai satu – satunya dan pokok sumber informasi, peserta didik tertinggal

sebagai objek penderita manakala guru sebagai segala sumber dan pengelola

informasi hanya mengajar dengan metode ceramah dan tanya jawab yang

konvensional. Sehingga pembelajaran sejarah disamping membosankan.

Juga hanya menjadi wahana pengembangan ketrampilan berfikir tingkat

rendah dan tidak memberi peluang kemampuan dalam memecahkan

masalah. Untuk itu para guru sejarah di lapangan ditantang untuk memiliki

motivasi, keinginan, antusiasme dan kreatifitas dalam mengembangkan dan

meningkatkan kompetensi mengajar melalui pengayaan dan penguasaan

berbagai model dan strategi pembelajaran sejarah.

Pengayaan Materi biasanya disamakan dengan remidial, tetapi

sejatinya berbeda. Pengayaan materi merupakan suatu kegiatan

pembelajaran kelompok yang dilakukan dengan memanfatkan sisa waktu

yang ada untuk membantu siswa dan mengembangkan minat yang lebih

serta memupuk rasa senang dalam suatu pembelajaran. Pengayaan materi

juga membantu pemahaman siswa dalam suatu materi dimana mereka akan

diberikan kesempatan untuk menjelaskan atau mengerjakaan tugas yang

diberikan guru. Bisa dalam bentuk soal ataupun permainan.

Sementara itu dalam remidial hal tersebut dilakukan untuk

memperbaiki cara belajar ataupun membantu siswa dalam memahami

materi yang masih belum jelas. Kegiatan remidial ini berbeda dengan

pembelajaran biasa dimana dalam remdial hal yang dibahas itu berdasarkan

kebutuhan suatu individual atau kelompok peserta didik yang masih belum

menguasai materi pembelajaran. Seperti Menurut Maman Rahman

Ritual Budaya Unggah-Ungguh..., Romi Aji Priambodo, FKIP, UMP, 2019

Page 4: BAB I PENDAHULUANrepository.ump.ac.id/9540/2/BAB I.pdf · Inti dari pendidikan adalah proses pembelajaran, dimana dalam pembelajaran tentu tidak terlepas dari proses belajar mengajar.

4

(2008:30) kegiatan pengayaan adalah kegiatan yang diberikan kepada

siswa-siswi kelompok cepat sehingga siswa-siswi tersebut menjadi lebih

kaya pengetahuan dan ketrampilan atau lebih mendalami bahan pelajaran

yang mereka pelajari.

Dalam suatu pembelajaran selalu ada permasalahan yang muncul,

apalagi dalam bentuk penjelasan dari guru dengan kurangnya sumber dan

contoh yang mendukung kegiatan pembelajaran. Seperti dalam materi sub

bahasan akulturasi budaya yang selalu dibahas pada materi Hindu, Budha

dan Islam. Pemberian contoh dari hasil akulturasi tersebut biasanya

menggunakan hal-hal yang berasal dari luar daerah mereka dan hanya

terpaku dengan buku teks. Hal ini yang membuat kebudayaan di sekitar

sekolah yang mungkin dipengaruhi dengan akulturasi tersebut menjadi tidak

di ketahui dan diabaikan. Salah satu kelemahan dari anak muda jaman

sekarang adalah mereka jarang menyukai terhadap budaya mereka sendiri

dan enggan untuk mempelajari sehingga membuat mereka mudah untuk

dipengaruhi dan diprovokasi tampa mengetahui detail yang benar.

Islam masuk ke Indonesia melalui proses damai dan menjadi

agama mayoritas penduduk Indonesia. Seperti halnya di pulau Jawa, hasil

sensus penduduk tahun 2015 mencatat sebanyak 111.903.667 penduduk

pulau Jawa memeluk agama Islam atau dapat dikatakan mayoritas penduduk

pulau Jawa memeluk agama Islam (BPS, 2015). Tidak semua penduduk

pulau Jawa memeluk agama Islam secara murni atau Islam puritan, ada pula

sebagian penduduk Indonesia juga yang memeluk agama Islam sinkretis

atau yang bisa disebut dengan Islam Abangan.

Ritual Budaya Unggah-Ungguh..., Romi Aji Priambodo, FKIP, UMP, 2019

Page 5: BAB I PENDAHULUANrepository.ump.ac.id/9540/2/BAB I.pdf · Inti dari pendidikan adalah proses pembelajaran, dimana dalam pembelajaran tentu tidak terlepas dari proses belajar mengajar.

5

Agama Islam yang berkembang di Jawa, memiliki karakter yang

sangat unik dan mempunyai konsep, ide serta keyakinan yang berbeda

dengan islam puritan pada umumnya. Karakter unik ini dikarenakan

penyebaran agama Islam di Jawa sangat dipengaruhi oleh pola alkulturasi

dan asimilasi ajaran Islam dengan budaya dan tradisi lokal masyakat Jawa

itu sendiri. Pemahaman Islam Jawa lainnya didasarkan pada analogi

munculnya keyakinan Hindu Jawa, yang telah terlebih dahulu ada sebelum

Islam datang.

Sejalan dengan pemahaman perkembangan agama Islam di

Indonesia menghasilkan asimilasi dan akulturasi Islam dengan budaya lokal

Jawa yang tidak terlepas dari prakarsa walisongo sebagai tokoh penyebar

agama Islam di Jawa Walisongo berhasil menyebarkan agama Islam secara

dialogis yaitu dengan mengkombinasikan aspek-aspek budaya spiritual

Jawa dan ajaran Islam kepada masyarakat Jawa. Serapan budaya Hinduisme

dan Budhisme disisi lain juga tetap berpengaruh terhadap sistem keyakinan

dan ekspresi keagamaan pada saat mereka masuk kedalam agama Islam.

Pengaruh ini dikarenakan serapan budaya tersebut telah mengakar kuat pada

kehidupan individu dan masyarakat Jawa.

Perpaduan antara agama Islam, Hindu, Budha, serta kepercayaan

asli yang telah mengakar dikalangan masyarakat Jawa kemudian

menyebabkan terjadinya pergumulan antara Islam dan kepercayaan-

kepercayaan lain yang sudah ada sebelumnya. Kelompok yang menerima

Islam secara total dan berusaha untuk hidup menurut ajaran Islam disebut

dengan kelompok Santri, sedangkan kelompok yang menerima Islam tetapi

Ritual Budaya Unggah-Ungguh..., Romi Aji Priambodo, FKIP, UMP, 2019

Page 6: BAB I PENDAHULUANrepository.ump.ac.id/9540/2/BAB I.pdf · Inti dari pendidikan adalah proses pembelajaran, dimana dalam pembelajaran tentu tidak terlepas dari proses belajar mengajar.

6

belum dapat melupakan ajaran-ajaran lama dan cara hidupnya ditentukan

oleh tradisi Jawa pra-Islam dikenal dengan nama kelompok Kejawen.

Kejawen merupakan campuran (sinkretisme) kebudayaan Jawa

dengan agama pendatang, yaitu Hindu, Buddha, Islam, dan Kristen

(Ridwan, dkk, 2008:48). Diantrara beberapa agama pendatang tersebut

kebudayaan Jawa mengalami sinkretisme yang lebih kuat dengan agama

Islam sehingga menghasilkan sinkretisme Islam Jawa (Kejawen). Islam

Kejawen adalah model keberagamaan yang merupakan perpaduan antara

Islam dengan budaya atau tradisi Jawa, sehingga menampilkan Islam yang

berwatak dan bergaya Jawa.

Komunitas Kejawen yang sangat kompleks, telah melahirkan

berbagai sekte dan tradisi kehidupan di Jawa dan didalamnya terdapat

paguyuban-paguyuban yang selalu membahas alam hidupnya. Paguyuban

tersebut lebih bersifat mistis dan didasarkan konsep rukun. Modal dasar dari

komunitas ini hanyalah tekad dan persamaan niat untuk nguri-uri atau

memelihara tradisi leluhur. Masing-masing paguyuban memiliki “jalan

hidup” yang khas kejawen. Masing-masing wilayah kejawen juga memiliki

“pedoman” khusus yang khas Jawa.

Komunitas masyarakat Islam Kejawen yang berada di Desa

Pekuncen, Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas, dimana hingga

kini masyarakat tersebut tetap memegang dengan teguh kepercayaan Islam

Kejawen yang turun temurun telah dianutnya. Islam Bonokeling di desa

Pekuncen Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas merupakan salah

Ritual Budaya Unggah-Ungguh..., Romi Aji Priambodo, FKIP, UMP, 2019

Page 7: BAB I PENDAHULUANrepository.ump.ac.id/9540/2/BAB I.pdf · Inti dari pendidikan adalah proses pembelajaran, dimana dalam pembelajaran tentu tidak terlepas dari proses belajar mengajar.

7

satu produk alkuturasi Islam dengan budaya local di Jawa tengah, terutama

di daerah Banyumas yang hingga kini eksistensinya masih kuat.

Komunitas Islam kejawen ini bermula dari ajaran yang dibawa oleh

seorang tokoh yang kemudian oleh para pengikut aliran ini disebut dengan

Kyai Bonokeling. Kyai Bonokeling konon berasal dari daerah sekitar

Purwokerto tepatnya di Pasir Luhur. Daerah Pasir Luhur merupakan

merupakan bekas kerajaan Pajajaran. Tidak diketahui secara pasti

kepindahan Kyai Bonokeling ke daerah Pekuncen Jatilawang. Kehadiran

Kyai Bonokeling di Pekuncen disamping membuka lahan pertanian juga

menyebarkan keyakinan agama Islam dengan memadukan dengan berbagai

tata nilai budaya lokal yang kemudian disebut dengan Islam Kejawen.

Di Desa Pekuncen inilah Kyai Bonokeling menetap dengan

membangun keluarga dan memiliki banyak keturunan. Kepada masyarakat

sekitarnya dan keturunannya, Kyai Bonokeling mengajarkan aqidah dan

syariat Islam. Rupanya ajaran yang diberikan oleh Bonokeling belum

sempurna, namun Kyai Bonokeling sudah meninggal dunia dan kemudian

Kyai Bonokeling di Desa Pekuncen tersebut. Belum sempurnanya ajaran ini

dapat dikaji dari tata upacara tradisional yang menggunakan doa Islam

namun masih sepotong-sepotong, setelah Kyai Bonokeling tersebut

meninggal pengikutnya membangun komunitas dengan berbasis pada

ajaran leluhurnya disekitar makam Kyai Bonokeling yang dikenal dengan

Komunitas Islam Bonokeling. Keberadaan komunitas tersebut kini menjadi

komunitas keagamaan terbesar di Desa Pekuncen dan berdampingan dengan

komunitas Islam Muhammadiyah.

Ritual Budaya Unggah-Ungguh..., Romi Aji Priambodo, FKIP, UMP, 2019

Page 8: BAB I PENDAHULUANrepository.ump.ac.id/9540/2/BAB I.pdf · Inti dari pendidikan adalah proses pembelajaran, dimana dalam pembelajaran tentu tidak terlepas dari proses belajar mengajar.

8

Penganut religi Bonokeling sering dideskripsikan sebagai

penganut sistem religi yang khas karena berbeda dengan sistem religi

lainnya yang ada di Jawa. Mereka melaksanakan berbagai ritual keagamaan

baik yang berkaitan dengan tahap daur kehidupan seperti kelahiran,

pernikahan, kematian dan ritual berhubungan dengan hari-hari tertentu

dalam sistem kalender Jawa serta ritual yang berkaitan dengan lingkungan

sosial dan alam seperti ritual bersih desa dan penggarapan lahan pertanian.

Penganut religi Bonokeling tersebar di pesisir pantai selatan Jawa, yakni

wilayah Kabupaten Cilacap dan Banyumas. Pusat penyelenggaraan

rangkaian ritual yang dilakukan komunitas Bonokeling berada di Desa

Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas (Wawancara

dengan Sumitro,18 April 2019).

Religi Bonokeling secara sepintas memiliki tradisi yang mirip

dengan tradisi keagamaan orang Jawa pada umumnya yakni melakukan

ziarah kubur pada bulan Ruwah dan melakukan puasa di bulan Pasa dalam

sistem kalender Jawa. Satu hal yang menggambarkan keunikan komunitas

Bonokeling ini hampir semua ritus keagamaannya berorientasi pada

pemujaan pundhen atau makam Bonokeling. Sistem religi warga komunitas

adat Bonokeling berkaitan dengan penghormatan kepada tokoh Bonokeling,

kawasan suci di areal makam Bonokeling, dan peran kyai kuncen serta

pengurus adat lainnya dalam penyelenggaraan berbagai ritual adat

Bonokeling. Praktik religi Bonokeling berorientasi pada pemujaan tempat

sakral atau punden makam Eyang Bonokeling. Berbagai macam ritual

tersebut merupakan tradisi turun-temurun yang dipercaya berpangkal dari

Ritual Budaya Unggah-Ungguh..., Romi Aji Priambodo, FKIP, UMP, 2019

Page 9: BAB I PENDAHULUANrepository.ump.ac.id/9540/2/BAB I.pdf · Inti dari pendidikan adalah proses pembelajaran, dimana dalam pembelajaran tentu tidak terlepas dari proses belajar mengajar.

9

ajaran Eyang Bonokeling. Upacaraupacara adat tersebut hingga kini masih

tetap lestari dalam kehidupan warga komunitas Bonokeling. Berbagai aspek

kehidupan komunitas Bonokeling tidak terlepas dari sistem kepercayaan

dan tradisi yang dilestarikan dari generasi ke generasi.

Dalam struktur organisasi komunitas Bonokeling, kyai memiliki

peran penting dalam memimpin berbagai praktek religi. Kyai berperan

sebagai perantara yang menghubungkan anak-putu Bonokeling dengan

arwah Eyang Bonokeling. Sedangkan arwah Eyang Bonokeling dipercaya

dapat memberi perlindungan kepada anak-putu Bonokeling dan menjadi

perantara tersambungnya doa atau permohonan anak putu kepada Gusti

Allah.

Komunitas Bonokeling dengan sistem religinya yang khas

menempati satu kawasan permukiman ’adat’ yang memiliki tradisi

keagamaan yang berbeda dengan warga masyarakat disekitarnya yang

mempraktekkan ritual agama yang ’sesuai’ dengan syariat agama Islam.

Komunitas adat dikenal sebagai kelompok sosial yang sangat mencintai dan

menjunjung tinggi tradisi. Ketakutan mereka terhadap bencana alam,

kematian, kelaparan, walat, bendu, kutukan, tabu dan hal-hal lain yang

mengancam kehidupannya telah menumbuhkan berbagai tradisi yang

hingga kini masih tetap hidup --the living traditions. Oleh karena itu,

keberadaan komunitas adat biasanya terikat oleh tradisi yang menghargai

pola-pola hubungan yang selaras dan serasi dengan lingkungan alam dan

sosialnya.

Ritual Budaya Unggah-Ungguh..., Romi Aji Priambodo, FKIP, UMP, 2019

Page 10: BAB I PENDAHULUANrepository.ump.ac.id/9540/2/BAB I.pdf · Inti dari pendidikan adalah proses pembelajaran, dimana dalam pembelajaran tentu tidak terlepas dari proses belajar mengajar.

10

Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti

tentang “Ritual Budaya unggah-unggahan” sebagai pengayaan materi

sejarah sub bahasan akulturasi Hindu- Islam di Sma Negeri Jatilawang”.

Karena sekolah tersebut merupakan sekolah favorit di Jatilawang dimana

di Jatilawang juga ada tempat peninggalan Budaya, sehingga hal itu bisa

digunakan sebagai pembelajaran dan pengenalan Sejarah local di daerah

Jatilawang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana nilai-ilai akulturasi Hindu – Islam dalam ritual budaya

”Unggah-Unggahan”?

2. Bagaimana implementasi ritual budaya ”Unggah-Unggahan” sebagai

pengayaan materi pembelajaran sejarah?

3. Bagaimana upaya untuk mengatasi kendala dalam implementasi materi

budaya lokal sebagai pengayaan materi sejarah?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui nilai-nilai akulturasi Hindu – Islam dalam ritual

budaya ”Unggah-Unggahan”.

2. Untuk mendekripsikan bentuk implementasi ritual budaya ”Unggah –

Unggahan” sebagai pengayaan materi pembelajaran sejarah.

3. Untuk mengatasi kendala dalam implementasi materi budaya lokal

sebagai pengayaan materi sejarah.

Ritual Budaya Unggah-Ungguh..., Romi Aji Priambodo, FKIP, UMP, 2019

Page 11: BAB I PENDAHULUANrepository.ump.ac.id/9540/2/BAB I.pdf · Inti dari pendidikan adalah proses pembelajaran, dimana dalam pembelajaran tentu tidak terlepas dari proses belajar mengajar.

11

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis

a. Menambah refrensi pembelajaran

b. Menambah wawasan dalam bidang keilmuan

2. Manfaat Praktis

a. Siswa.

1). Meningkatkan pengetahuan siswa tentang kebudayan lokal di

Jatilawang.

2). Meningkatkan minat belajar siswa dalam mata pelajaran sejarah.

b. Guru

1) Menambah pengetahuan guru dalam pelaksanaan pengayaan

materi pembelajaran.

2) Guru dapat mengefektifkan proses belajar dengan menggunakan

pengayaan materi untuk memperdalam pemahaman siswa.

c. Masyarakat Umum

1) Meningkatkan pemahaman masyarakat akan tradisi “Unggah-

Unggahan”.

2) Menumbuhkan minat masyarakat untuk mengetahui tradisi lokal

di daerahnya.

E. Penelitian Yang Relevan

Hasil penelitian yang sejenis dengan pokok permasalahan yang

dibahas dalam proposal ini telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti

terdahulu. Berikut ini merupakan penelitian relevan yang menjadi refrensi :

Ritual Budaya Unggah-Ungguh..., Romi Aji Priambodo, FKIP, UMP, 2019

Page 12: BAB I PENDAHULUANrepository.ump.ac.id/9540/2/BAB I.pdf · Inti dari pendidikan adalah proses pembelajaran, dimana dalam pembelajaran tentu tidak terlepas dari proses belajar mengajar.

12

1. Dalam Jurnal berjudul Pelaksanaan Pengajaran Pengayaan Dalam

Pembelajaran Bahasa Indonesia Di Kelas X SMK Negeri 3 Singaraja

yang disusun Oleh N. K. Yuni Tri Antari1 , I. W. Wendra2, N. M. Rai

Wisudarian Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas

Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia

: Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pelaksanaan pengajaran

pengayaan dalam pembelajaran bahasa Indonesia dilihat dari segi (1)

pemahan guru terhadap pelaksanaan pengajaran pengayaan, (2)

pelaksanaan pengajaran pengayaan, dan (3) masalah-masalah yang

dihadapi oleh guru dalam pelaksanaan pengajaran pengayaan dalam

pembelajaran bahasa Indonesia di kelas XI TKJ2 SMK Negeri 3

Singaraja. Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif kualitatif.

Subjek penelitian ini adalah guru kelas XI TKJ2 SMK Negeri 3

Singaraja. Data dikumpulkan dengan metode wawancara dan metode

observasi. Prosedur analisis dengan menggunakan teknik deskriptif

kualitatif sebagai berikut (1) reduksi data, (2) penyajian data, dan (3)

verifikasi data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) pemahaman

guru terhadap pelaksanaan pengajaran pengayaan berada pada kategori

memahami yang tercermin dari jawaban yang diberikan oleh guru dari

hasil wawancara. (2) pelaksanaan pengajaran pengayaan dalam

pembelajaran bahasa Indonesia di kelas XI TKJ2 SMK Negeri 3

Singaraja berjalan dengan baik. (3) masalah-masalah yang dihadapi oleh

guru dalam melaksanakan pengajaran pengayaan dalam pembelajaran

bahasa Indonesia yaitu, (a) karakteristik siswa, (b) pengaturan waktu

Ritual Budaya Unggah-Ungguh..., Romi Aji Priambodo, FKIP, UMP, 2019

Page 13: BAB I PENDAHULUANrepository.ump.ac.id/9540/2/BAB I.pdf · Inti dari pendidikan adalah proses pembelajaran, dimana dalam pembelajaran tentu tidak terlepas dari proses belajar mengajar.

13

pembelajaran, dan (c) ketersediaan sarana dan prasarana dalam

pelaksanaan pengajaran pengayaan.

2. Dalam skripsi berjudul Efektifitas Remidian Dan Pengayaan Dalam

Meningkatkan Hasil Belajar Pai Peserta Didik Kelas X Sma Pgri 1

Kotabumi Kabupaten Lampung Utara Tahun Pelajaran 2016/2017

karya dari Pedral Ludin Program Studi Pendidikan Agama Islam IAIN

Raden Intan Lampung, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

bagaimanakah efektifitas remidial dan pengayaan di sekolah SMA

PGRI ! Kotaa Bumi Lampung Utara.

Dalam penelitian yang telah di lakukan tersebut, aspek yang diteliti

hanya pada proses pembelajaran pengayaan saja. Hal tersebut yang

membedakan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh Penulis.

Penulis tidak hanya meneliti pada aspek Pengayaan Materi saja tetapi

juga mengangkat dalam bidang kebudayaan local di daerah tempat

penelitian dalam mengoptimalkan proses Pembelajaran Pengayaan.

3. Dalam skripsi berjudul Pandangan Masyarakat tentang tradisi ritual

Perlon desa adisara kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas

karya dari Ari Suryani Program Studi Pendidikan Sejarah UM.

Purwokerto. Penelitian ini berisi tentang pandangan masyarakat

terhadap tradisi Perlon yang sudah di wariskan turun-temurun dari

nenek moyang mereka dimana tradisi tersebut sudah menjadi bagian

penting dalam kehidupan bermasyarakat, mereka percaya jika tidak

dilakukan akan membawa bencana. Dari kepercayaan tersebutlah

tradisi perlon masih ada hingga saat ini.

Ritual Budaya Unggah-Ungguh..., Romi Aji Priambodo, FKIP, UMP, 2019

Page 14: BAB I PENDAHULUANrepository.ump.ac.id/9540/2/BAB I.pdf · Inti dari pendidikan adalah proses pembelajaran, dimana dalam pembelajaran tentu tidak terlepas dari proses belajar mengajar.

14

F. LANDASAN TEORI

a) Pengayaan materi.

Menurut Maman Rahman (2008:30) “ kegiatan pengayaan adalah

kegiatan yang diberikan kepada siswa-siswi kelompok cepat sehingga

siswa-siswi tersebut menjadi lebih kaya pengetahuan dan ketrampilan atau

lebih mendalami bahan pelajaran yang mereka pelajari”. Pendapat serupa

pun dikemukakan oleh Arikunto (2002:17) ” pembelajaran pengayaan

merupakan pembelajaran tambahan dengan tujuan untuk memberikan

kesempatan pembelajaran baru bagi peserta didik yang memiliki kelebihan

sedemikain rupa sehingga mereka dapat mengoptimalkan perkembangan

minat, bakat, dan kecakapannya”. Pembelajaran pengayaan berupaya

mengembangkan keterampilan berpikir, kreativitas, keterampilan

memecahkan masalah, eksperimentasi, inovasi, penemuan, keterampilan

seni, keterampilan gerak”.

Benyamin S. Bloom dalam Suparno (2002:217) ”memandang

pembelajaran pengayaan sebagai pengalaman atau kegiatan peserta didik

yang melampaui persyaratan minimal yang ditentukan dengan

memperhatikan aspek pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis

oleh kurikulum dan tidak semua peserta didik dapat melakukannya”.

Pembelajaran pengayaan memberikan pelayanan kepada peserta didik yang

memiliki kecerdasan lebih dengan tantangan belajar yang lebih tinggi untuk

membantu mereka mencapai kapasitas optimal dalam belajarnya. Usaha ini

dilakukan untuk memperbaiki cara yang sudah diambil terdahulu dengan

tujuan agar anak lebih menguasai bahan dan mengisi kelebihan waktu,

Ritual Budaya Unggah-Ungguh..., Romi Aji Priambodo, FKIP, UMP, 2019

Page 15: BAB I PENDAHULUANrepository.ump.ac.id/9540/2/BAB I.pdf · Inti dari pendidikan adalah proses pembelajaran, dimana dalam pembelajaran tentu tidak terlepas dari proses belajar mengajar.

15

disaat teman-teman yang lain melakukan pengulangan materi. Dengan

adanya kegiatan pengayaan setiap siswa mendapatkan perhatian yang cukup

dari guru sesuai dengan kebutuhannya. Dengan demikian perkembanganya

dapat mencapai tingkat yang optimal. Secara garis besar pembelajaran

pengayaan dibagi menjadi dua macam:

a. Kegiatan pengayaan yang berhubungan dengan topik modul

pokok Kegiatan

pengayaan yang dimaksud disini adalah pemberian tugas

pengayaan berupa apa saja (membaca buaku, keliping, diskusi

dan sebagainya) tetapi masalah masih sama dengan topik modul

pokok

b. Kegiatan pengayaan yang tidak berkaitan dengan topik modul

pokok

Pada kegiatan pengayaan ini dimungkinkan bahwa materi pada

suatu modul pokok sangatlah sedikit sehingga sukar bagi guru untuk

menciptakan kegiatan yang sesuai dengan topik tersebut. Sehubungan

dengan keadaan ini maka guru dapat mengambil langkah-langkah berikut:

1) Memberikan kegiatan yang tidak berhubungan dengan modul

tetapi

masih dalam ruang lingkup bidang studi sama.

2) Memberikan kegiatan lain yang tidak berhubungan dengan

modul dan

juga tidak dalam bidang studi yang sama.

Ritual Budaya Unggah-Ungguh..., Romi Aji Priambodo, FKIP, UMP, 2019

Page 16: BAB I PENDAHULUANrepository.ump.ac.id/9540/2/BAB I.pdf · Inti dari pendidikan adalah proses pembelajaran, dimana dalam pembelajaran tentu tidak terlepas dari proses belajar mengajar.

16

Pembelajaran pengayaan merupakan pembelajaran tambahan yang

diberikan kepada sisiwa siswi kelompok cepat belajar dengan tujuan untuk

memberikan kesempatan pembelajaran baru bagi peserta didik yang

memiliki kelebihan sedemikain rupa sehingga mereka dapat

mengoptimalkan perkembangan minat, bakat, dan kecakapannya.

b) Kearifan Lokal

Seperti yang dikatakan oleh Koentjaraningrat, kebudayaan adalah

seluruh sistem gagasan,tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka

kehidupan masyarakat yang dijadikan untuk pedoman bangsa Indonesia

belajar. Sedangkan menurut pendapat Ki Hajar Dewantara, kebudayaan

adalah buah budi manusia, yakni alam dan jaman (kodrat dan

masyarakat) dalam perjuangan mana terbukti kejayaan hidup manusia

untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan

penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada

akhirnya bersifat tertib dan damai. Kebudayaan berganti wujudnya

karena pergantian alam dan jaman. Oleh karena itu boleh dikatakan

bahwa kebudayaan sifatnya dinamis dan berkembang sesuai dengan

perkembangan jaman (Moertjipto, dkk, 1997: 1).

Bangsa Indonesia dewasa ini sedang melaksanakan pembangunan

baik pembangunan fisik maupun rohani. Disisi lain mengembangkan

pula kebudayaan nasional dengan menghadapi pergeseran nilai-nilai.

Namun yang menjadi masalah adalah dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan kemajuan teknologi, nilai-nilai lama yang semula

Ritual Budaya Unggah-Ungguh..., Romi Aji Priambodo, FKIP, UMP, 2019

Page 17: BAB I PENDAHULUANrepository.ump.ac.id/9540/2/BAB I.pdf · Inti dari pendidikan adalah proses pembelajaran, dimana dalam pembelajaran tentu tidak terlepas dari proses belajar mengajar.

17

menjadi acuan suatu kelompok masyarakat akan menjadi goyah akibat

masuknya nilai baru dari luar. Hal ini menyebabkan nilai-nilai lama yang

menjadi pedoman hidup dan pranata sosial milik masyarakat menjadi

pudar (Moertjipto, dkk, 1997: 2).

Nilai dalam hubungan sosial-budaya berkenaan dengan “harga

kepantasan” atau “harga kebaikan”, yang dapat dikatakan “penting” dan

“tidak penting”, ataupun “mendalam” dan “dangkal”, tetapi kualifikasi

tersebut tak dapat diukur secara kuantitatif (Edy Sedyawati, 2007: 254).

Nilai budaya adalah hal-hal yang dianggap baik, benar dan atau

pantas, sebagaimana disepakati di dalam masyarakat. Jadi, nilai budaya

itu dirumuskan dalam kebudayaan dan dilaksanakan di dalam

masyarakat, dan terungkap di dalam pengarahan diri ataupun di dalam

interaksi, langsung maupun tidak langsung, antarwarga masyarakat,

dalam berbagai jenis kegiatannya. Pengarahan diri yang dipandu oleh

nilai-nilai budaya itu mengacu kepada keberterimaan di dalam

masyarakat. Oleh karena itu, nilai-nilai budaya dengan sendirinya

bersifat sosial-budaya (Edy Sedyawati, 2007: 254).

Pakar-pakar Antropologi menggolongkan nilai-nilai budaya itu di

atas 5 (lima) jenis yang berkenaan dengan hubungan manusia dengan 5

(lima) hal, yaitu: Tuhan atau “Yang Adikodrati”, Alam , Sesama manusi,

Kerja, Waktu. Masing-masing dari kelima golongan nilai budaya itu

tentu dapat dijabarkan ke dalam banyak rincian, dan jumlahnya dapat

berbeda-beda diantara berbagai kebudayaan. Meskipun nilai-nilai

Ritual Budaya Unggah-Ungguh..., Romi Aji Priambodo, FKIP, UMP, 2019

Page 18: BAB I PENDAHULUANrepository.ump.ac.id/9540/2/BAB I.pdf · Inti dari pendidikan adalah proses pembelajaran, dimana dalam pembelajaran tentu tidak terlepas dari proses belajar mengajar.

18

tersebut dalam analisis dapat dipilah-pilah, namun dalam kenyataan

penghayatannya di dalam masyarakat mendapat keterjalinan satu sama

lain. Adapun dalam wacana Etika, istilah “nilai” menyatakan sesuatu

yang pada dirinya sendiri terdapat keberartian, atau sesuatu yang

berharga (Sedyawati, 2007: 254-255).

Sedangkan kearifan berasal dari kata arif. Menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia, arif memiliki dua arti, yaitu tahu atau mengetahui. Arti

kedua cerdik, pandai dan bijaksana. Kata arif yang jika ditambah awalan

“ke” dan akhiran “an” menjadi kearifan berarti kebijaksanaan,

kecendekiaan sebagai sesuatu yang dibutuhkan dalam berinteraksi.

Melayani orang, adalah orang yang mempunyai sifat ilmu yaitu netral,

jujur dan tidak mempunyai kepentingan antara, melainkan semata-mata

didasarkan atas nilai-nilai budaya dan kebenaran sesuai ruang

lingkupnya. Kata lokal, yang berarti tempat atau pada suatu tempat atau

pada suatu tempat tumbuh, terdapat, hidup sesuatu yang mungkin

berbeda dengan tempat lain atau terdapat di suatu tempat yang bernilai

yang mungkin berlaku setempat atau mungkin juga berlaku universal

(Fahmal, 2006: 30-31).

Dalam bentangan Indonesia baru dewasa ini, maka yang dimaksud

dengan kebudayaan “lokal” mestinya lebih tepat disebut kebudayaan

“subbangsa” atau “suku-bangsa”. Memang pada umumnya suatu suku

bangsa (golongan etnik) itu mempunyai suatu “tanah asal” tertentu di

Indonesia ini, yang bisa meliputi wilayah yang kecil sampai ke yang

sangat luas, atau yang „bercabang-cabang‟ (Sedyawati, 2006:381).

Ritual Budaya Unggah-Ungguh..., Romi Aji Priambodo, FKIP, UMP, 2019

Page 19: BAB I PENDAHULUANrepository.ump.ac.id/9540/2/BAB I.pdf · Inti dari pendidikan adalah proses pembelajaran, dimana dalam pembelajaran tentu tidak terlepas dari proses belajar mengajar.

19

Kearifan lokal diartikan sebagai “kearifan dalam kebudayaan

tradisional” suku-suku bangsa. Kearifan dalam arti luas tidak hanya

berupa norma-norma dan nilai-nilai budaya, melainkan juga segala unsur

gagasan, termasuk yang berimplikasi pada teknologi, penanganan

kesehatan, dan estetika. Dengan pengertian tersebut maka yang termasuk

sebagai penjabaran “kearifan lokal” adalah berbagai pola tindakan dan

hasil budaya materialnya. Dalam arti yang luas itu maka diartikan,

“kearifan lokal” itu terjabar dalam seluruh warisan budaya, baik yang

tangible maupun yang intangible (Sedyawati, 2006:382).

Wacana seputar local wisdoms atau kearifan lokal, biasanya selalu

disandingkan dengan wacana perubahan, modernisasi, dan relevansinya.

Hal ini bisa dimaklumi sebab wacana diseputar kearifan lokal pada

prinsipnya berangkat dari asumsi yang mendasar bahwa, nilai-nilai asli,

ekspresi-ekspresi kebudayaan asli dalam konteks geografis dan kultural

dituntut untuk mampu mengekspresikan dirinya ditengah-tengah

perubahan. Pada sisi lain ekspresi kearifan lokal tersebut juga dituntut

untuk mampu merespons perubahan-perubahan nilai dan masyarakat.

Kearifan lokal itu tidak ingin hilang dari peredaran nilai sebuah

masyarakat. Kearifan lokal didefinisikan sebagai kebijaksanaan atau

nilainilai luhur yang terkandung dalam kekayaan-kekayaan budaya lokal

seperti tradisi, petatah-petitih dan semboyan hidup (Nasiwan, dkk, 2012:

159).

Menurut Edi Sedyawati (2006: 412) setiap masyarakat tradisional,

yang dalam kasus Indonesia itu berarti setiap suku bangsa, mempunyai

Ritual Budaya Unggah-Ungguh..., Romi Aji Priambodo, FKIP, UMP, 2019

Page 20: BAB I PENDAHULUANrepository.ump.ac.id/9540/2/BAB I.pdf · Inti dari pendidikan adalah proses pembelajaran, dimana dalam pembelajaran tentu tidak terlepas dari proses belajar mengajar.

20

kekhasannya dalam cara-cara pewarisan nilai-nilai budayanya. Pada

masa Jawa Kuno, yaitu ketika bahasa Jawa Kuno digunakan sebagai

bahasa resmi dalam kehidupan bermasyarakat, terdapat berbagai

kegiatan pendidikan yang dapat diketahui dari data artefaktual maupun

tekstual. Kegiatan pendidikan disini adalah dalam arti luas, yakni yang

bersifat formal, nonformal, dan informal.

Yang disebut pendidikan formal pada masa kini adalah yang

ditandai oleh kurikulum yang jelas, serta sistem evaluasi yang jelas juga

baku. Disamping itu untuk setiap program dan jenjang studi diberikan

keterangan tanda tamat belajar, baik berupa ijazah maupun diploma.

Adapun yang dimaksud dengan pendidikan nonformal adalah tidak diikat

oleh keketatan masa studi maupun kurikulum yang standar. Sedangkan

pendidikan informal tidak diikat oleh batas-batas waktu maupun

tingkatan, dan tujuannya adalah untuk secara umum memberikan

informasi ataupun menanamkan watak, moral maupun nilainilai budaya

ataupun keagamaan. Segala peremuan insidental, maupun segala sesuatu

yang disampaikan melalui media massa dapat tergolong kategori ini.

Pada masa Jawa Kuno, saran pendidikan informal ini dapat dicontohkan

oleh ajaran-ajaran yang disampaikan melalui rangkaian relief di candi-

candi, pembacaan karya sastra, pertunjukan teater, maupun pelaksanaan

upacara-upacara yang mengandung makna sosial religius.

Ritual Budaya Unggah-Ungguh..., Romi Aji Priambodo, FKIP, UMP, 2019

Page 21: BAB I PENDAHULUANrepository.ump.ac.id/9540/2/BAB I.pdf · Inti dari pendidikan adalah proses pembelajaran, dimana dalam pembelajaran tentu tidak terlepas dari proses belajar mengajar.

21

G. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian.

Penelitian ini menggunakan jenis pendekatan deskriptif kualitatif.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur

analisis Deskriptif atau cara kualitatif lainya. Penelitian kualitatif

didasarkan pada upaya membangun pandangan mereka yang di teliti

secara rinci, dibentuk dengan kata-kata, gambaran holistik dan rumit

(Moleong, 2007 :6). Metode yang digunakan dalam penelitian ini,

menggunakan metode sejarah (historis) dengan ilmu bantu antropologi

dan folklor. Metode sejarah digunakan untuk melihat sebuah peritiswa

dalam jangkauan ruang dan waktu. Metode sejarah terdiri dari empat

langkah, yaitu (1) heuristik, (2) kritik (verifikasi), (3) interpretasi

(penafsiran), dan (4) historiografi (penulisan Sejarah) (Kuntowijoyo,

1995: 89-105; Notosusanto, 1978: 35-43; dan Priyadi, 2003: 111-125).

Penelitian ini mengamati dan mewawancarai tokoh-tokoh adat

Bonokeling untuk mengetahui lebih dalam tentang desa adat

Bonokeling. Selain mewawancarai ketua adat Bonokeling, wawancara

juga dilakukan terhadap guru dan siswa di sekolah. Salah satu alasan

menggunakan pendekatan kualitatif karena metode ini dapat digunakan

untuk menemukan dan memahami perilaku peserta didik di sekolah.

Sedangkan penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif yaitu

metode studi kasus. Studi kasus penelitian ini yaitu masyarakat adat

bonokeling dan SMA Negeri Jatilawang.

Ritual Budaya Unggah-Ungguh..., Romi Aji Priambodo, FKIP, UMP, 2019

Page 22: BAB I PENDAHULUANrepository.ump.ac.id/9540/2/BAB I.pdf · Inti dari pendidikan adalah proses pembelajaran, dimana dalam pembelajaran tentu tidak terlepas dari proses belajar mengajar.

22

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

a. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, yaitu pada bulan Januari

sampai dengan bulan April tahun 2019, setelah peneliti

mendapatkan izin untuk mengumpulkan data penelitian di lapangan.

b. Lokasi Penelitian.

Penelitian ini dilaksanakan di kelas X IPS SMA Negeri Jatilawang,

Dan di Desa Adat Bonokeling Kecamatan Jatilawang Kabupaten

Banyumas. Pemilihan lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian

bertujuan untuk melanjutkan analisis awal peneliti dalam

pelaksanaan pembelajaran materi sub bab akulturasi Hindu-Islam.

3. Sumber Data

Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subyek

dari mana data dapat diperoleh. Dalam penelitian ini penulis

menggunakan dua sumber data yaitu :

a. Sumber data primer, yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh

peneliti dari sumber pertamanya. Adapun yang menjadi sumber

data primer dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, guru dan

siswa di SMA NEGERI JATILAWANG dan tokoh serta pemuka

aliran kepercayaan Bonokeling

b. Sumber data skunder, yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh

peneliti sebagai penunjang dari sumber pertama. Dapat juga

dikatakan data yang tersusun dalam bentuk dokumen - dokumen.

Ritual Budaya Unggah-Ungguh..., Romi Aji Priambodo, FKIP, UMP, 2019

Page 23: BAB I PENDAHULUANrepository.ump.ac.id/9540/2/BAB I.pdf · Inti dari pendidikan adalah proses pembelajaran, dimana dalam pembelajaran tentu tidak terlepas dari proses belajar mengajar.

23

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung ke

objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang

dilakukan. Apabila objek penelitian bersifat perilaku, tindakan

manusia, dan fenomena alam (kejadian-kejadian yang ada di

alam sekitar), proses kerja, dan penggunaan responded kecil.

Observasi atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara

mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan

terhadap kegiatan yang sedang berlangsung ( Sudaryono,

2016;87).

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan observasi

partisipasi, agar data yang diperoleh lebih lengkap, tajam dan

mengetahui pada tingkatan makna dari setiap perilaku yang

tampak. Stainback (dalam Sugiyono, 2009: 65), menyatakan in

participant observation the researcher observers what people

do, listen to what the say and participates in their activities.

Observasi berpartisipasi ini, peneliti mengamati apa yang

dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan, dan

berpartisipasi dalam aktivitas mereka. Dalam penelitian ini,

peneliti mengamati secara langsung kehidupan masyarakat adat

Bonokeling dan ikut serta dalam beberapa kegiatan kearifan

lokal mereka yaitu tradisi Unggahan.

Ritual Budaya Unggah-Ungguh..., Romi Aji Priambodo, FKIP, UMP, 2019

Page 24: BAB I PENDAHULUANrepository.ump.ac.id/9540/2/BAB I.pdf · Inti dari pendidikan adalah proses pembelajaran, dimana dalam pembelajaran tentu tidak terlepas dari proses belajar mengajar.

24

b. Wawancara

Wawancara adalah suatu cara pengumpulan data yang

digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari

sumbernya. Wawancara ini digunakan bila ingin mengetahui

hal-hal dari informas secara lebih mendalam serta jumlah

informan sedikit. Wawancara merupakan salah satu bentuk

teknik pengumpulan data yang banyak digunakan dalam

penelitian deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif (

Sudaryono, 2016;82).

Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar

informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat

dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara

dapat dilakukan apabila ada penanya dan informan serta ada

bahan pertanyaan, dengan melalui tanya jawab akan terjadi

proses bertukar informasi dan ide, untuk mendapatkan

informasi-informasi yang dibutuhkan dalam penelitan. Dalam

penelitian ini, peneliti menggabungkan observasi berpartisipasi

dengan wawancara (terarah dan tidak terarah), dengan tujuan

mendapatkan informasi yang lebih mendalam, dan dapat

membantu dalam menjawab permasalahan dalam penelitian.

5. Validitas Data.

Menurut Sugiyono (2006:267), Validitas merupakan “derajat

ketetapan antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan daya

Ritual Budaya Unggah-Ungguh..., Romi Aji Priambodo, FKIP, UMP, 2019

Page 25: BAB I PENDAHULUANrepository.ump.ac.id/9540/2/BAB I.pdf · Inti dari pendidikan adalah proses pembelajaran, dimana dalam pembelajaran tentu tidak terlepas dari proses belajar mengajar.

25

yang dapat dilaporkan oleh peneliti”.Menurut Hamidi (2004:82-83),

Menurut Moleong (2012:330) “triangulasi adalah teknik

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain

di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai

pembanding terhadap data itu”. Denzin (dalam Lexy J. Moleong,

2012:330) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik

pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode,

penyidik dan teori.

Dengan teknik triangulasi dengan sumber, peneliti

membandingkan hasil wawancara yang diperoleh dari masing -

masing sumber atau informan penelitian sebagai pembanding

Untuk mengecek kebenaran informasi yang didapatkan. Selain itu

peneliti juga melakukan pengecekan derajat kepercayaan melalui

teknik triangulasi dengan metode, yaitu dengan melakukan

pengecekan hasil penelitian dengan teknik pengumpulan data yang

berbeda yakni wawancara, observasi, dan dokumentasi sehingga

derajat kepercayaan data dapat valid

6. Teknik Analisis Data

Analisis data menurut Bogdan & Biklen (dalam Lexy J.

Moleong, 2012:248) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan

bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah – milahnya

menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari

dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang

Ritual Budaya Unggah-Ungguh..., Romi Aji Priambodo, FKIP, UMP, 2019

Page 26: BAB I PENDAHULUANrepository.ump.ac.id/9540/2/BAB I.pdf · Inti dari pendidikan adalah proses pembelajaran, dimana dalam pembelajaran tentu tidak terlepas dari proses belajar mengajar.

26

dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceriterakan kepada

orang lain.

Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data

yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara,

pengamatan yang sudah dituliskan dalam caatan lapangan,

dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto, dan sebagainya

(Moleong, 2012:247). Adapun teknik analisis data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah teknik analisis data dari Miles dan

Huberman, yaitu:

a. Pengumpulan Data

Dalam penelitan ini pengumpulan data dilakukan dengan

mencari, mencatat, dan mengumpulkan data melalui hasil

wawancara, dokumentasi, dan observasi yang terkait dengan

pelaksanaan Ritual budaya “unggah-unggahan” sebagai

pengayaan materi sejarah sub bahasan akulturasi Hindu – Islam

Di SMA Negeri Jatilawang.

b. Reduksi Data

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak,

untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi

data berarti merangkum, memilih hal- hal yang pokok,

memfokuskan pada hal -hal yang penting, dicari tema dan

polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan

memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah

peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan

Ritual Budaya Unggah-Ungguh..., Romi Aji Priambodo, FKIP, UMP, 2019

Page 27: BAB I PENDAHULUANrepository.ump.ac.id/9540/2/BAB I.pdf · Inti dari pendidikan adalah proses pembelajaran, dimana dalam pembelajaran tentu tidak terlepas dari proses belajar mengajar.

27

mencarinya bila diperlukan (Sugiyono, 2008:247). Dalam

penelitan ini setelah melakukan pengumpulan data, data-data

yang terkait dengan Ritual budaya “unggah-unggahan” sebagai

pengayaan materi sejarah sub bahasan akulturasi Hindu – Islam

Di SMA Negeri Jatilawang direduksi untuk digolongkan

kedalam tiap permasalahan sehingga data dapat ditarik

kesimpulan - kesimpulannya.

c. Kesimpulan dan Verifikasi

Tahap selanjutnya adalah penarikan kesimpulan dan

verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat

sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti - bukti

yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data

berikutnya (Sugiyono, 2008:252). Pada penelitian ini,

kesimpulan awal yang dikemukakan oleh peneliti akan didukung

oleh data – data yang diperoleh peneliti di lapangan. Jawaban

dari hasil penelitian akan memberikan penjelasan dan

kesimpulan atas permasalahan penelitian yang diteliti dalam

penelitian ini.

Ritual Budaya Unggah-Ungguh..., Romi Aji Priambodo, FKIP, UMP, 2019