BAB I PENDAHULUANrepository.uma.ac.id/bitstream/123456789/902/4/128400132... · 2017. 8. 18. · 1...

16
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur sebagai yang kita cita-citakan. Untuk mencapai cita-cita Negara tersebut di atas, maka bidang agraria perlu adanya suatu rencana (Planning) mengenai peruntukan penggunaan dan persediaan bumi, air dan ruang angkasa untuk berbagai kepentingan hidup Rakyat dan Negara. Rencana umum (national planning) yang meliputi seluruh wilayah Indonesia yang kemudian diperinci menjadi rencana-rencana khusus (regional planning) dari tiap-tiap daerah. Dengan adanya rencana itu, maka penggunaan tanah dapat dilakukan secara terpimpin dan teratur sehingga dapat membawa manfaat sebesar-besarnya bagi Negara dan Rakyat. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. Dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa “bumi, air, ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar- besar kemakmuran rakyat”. 1 Dari ketentuan dasar ini, dapat diketahui bahwa 1 Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 UNIVERSITAS MEDAN AREA

Transcript of BAB I PENDAHULUANrepository.uma.ac.id/bitstream/123456789/902/4/128400132... · 2017. 8. 18. · 1...

Page 1: BAB I PENDAHULUANrepository.uma.ac.id/bitstream/123456789/902/4/128400132... · 2017. 8. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang

angkasa, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang amat

penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur sebagai yang kita

cita-citakan. Untuk mencapai cita-cita Negara tersebut di atas, maka bidang

agraria perlu adanya suatu rencana (Planning) mengenai peruntukan penggunaan

dan persediaan bumi, air dan ruang angkasa untuk berbagai kepentingan hidup

Rakyat dan Negara. Rencana umum (national planning) yang meliputi seluruh

wilayah Indonesia yang kemudian diperinci menjadi rencana-rencana khusus

(regional planning) dari tiap-tiap daerah. Dengan adanya rencana itu, maka

penggunaan tanah dapat dilakukan secara terpimpin dan teratur sehingga dapat

membawa manfaat sebesar-besarnya bagi Negara dan Rakyat.

Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang

terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia

Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan

merupakan kekayaan nasional. Dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar

1945 menyatakan bahwa “bumi, air, ruang angkasa serta kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-

besar kemakmuran rakyat”.1 Dari ketentuan dasar ini, dapat diketahui bahwa

1 Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945

UNIVERSITAS MEDAN AREA

Page 2: BAB I PENDAHULUANrepository.uma.ac.id/bitstream/123456789/902/4/128400132... · 2017. 8. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan

2

kemakmuran rakyatlah yang menjadi tujuan utama dalam pemanfaatan fungsi

bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Kebutuhan penggunaan dan pemanfaatan tanah oleh negara dan warga

masyarakat bertambah sesuai pertumbuhan jumlah keluarga atau penduduk secara

umum, efisiensi produk primer, sekunder, dan tersier, transportasi, dan

perencanaan pengembangan sarana dan prasarana umum, serta perubahan

substansi nilai kebutuhan. Dengan demikian, Tujuan dari penguasaan oleh Negara

atas bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah untuk

mewujutkan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia. Negara di sini tidak lagi

sebagai pemilik (eigenaar), tetapi sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa

indonesia, yang pada tingkat tertinggi diberi wewenang; mengatur dan

menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi,

air, dan ruang angkasa; menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum

antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa; menentukan dan

mengatur hubungan-hubungan hukum antar orang dan perbuatan-perbuatan

hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

Tanah adalah hal yang penting dalam kehidupan bangsa Indonesia, karena

sebagai sebuah Negara Agraris (Negara Pertanian), keberadaan tanah adalah suatu

keharusan, dikarenakan sebagian besar rakyat Indonesia hidup dari ekonomi yang

bercorak agraris atau pertanian. Mengingat pentingnya keberadaan tanah, tidak

jarang tanah sering menjadi bahan sengketa, terutama dalam hal hak kepemilikan.

Selain itu dengan semakin tingginya pertumbuhan penduduk, membuat kebutuhan

akan tanah atau lahan meningkat membuat harga tanah juga menjadi tinggi.

UNIVERSITAS MEDAN AREA

Page 3: BAB I PENDAHULUANrepository.uma.ac.id/bitstream/123456789/902/4/128400132... · 2017. 8. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan

3

Salah satu untuk mendapatkan tanah sekarang ini adalah melalui jual beli

yang biasanya dilakukan dengan perjanjian atau yang dikenal dengan perjanjian

jual beli diatur dalam Pasal 1458 KUHPerdata berbunyi:

“Jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak sewaktu mereka telah mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar.”2

Cara memperoleh tanah ini ialah prosedur yang harus ditempuh dengan tujuan

untuk menimbulkan suatu hubungan yang legal antara subyek tertentu dengan tanah

tertentu. Dalam garis besarnya secara khusus, cara memperoleh tanah menurut hukum

tanah nasional adalah sebagai berikut:

1. Permohonan hak atas tanah,

2. Peralihan hak atas tanah,

3. Pelepasan hak,

4. Pencabutan hak.

Dengan dicatatnya pemindahan hak tersebut pada buku tanah dan

diterbitkannya sertifikat tanah, diperoleh surat bukti yang lebih kuat dan lebih luas

daya pembuktiannya. Administrasi pendaftaran tanah yan ada dikantor Pertanahan

Kabupaten/Kotamadya mempunyai sifat terbuka bagi umum. Oleh karena itu,

pemindahan hak tidak hanya diketahui dan mengikat para pihak yang melakukan

perbuatan melawan hukum serta ahli warisnya saja, tetapi pihak ketigapun dapat

dianggap mengetahui, bahwa penerima hak adalah pemegang haknya yang baru.

Pemilikan Tanah diawali dengan menduduki suatu wilayah yang oleh

masyarakat Adat disebut sebagai tanah komunal (milik bersama). Khususnya di

wilayah pedesan di luar Jawa, tanah ini diakui oleh hukum Adat tak tertulis baik

berdasarkan hubungan keturunan maupun wilayah. Seiring dengan perubahan

2 Pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

UNIVERSITAS MEDAN AREA

Page 4: BAB I PENDAHULUANrepository.uma.ac.id/bitstream/123456789/902/4/128400132... · 2017. 8. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan

4

pola sosial ekonomi dalam setiap masyarakat, tanah milik bersama masyarakat

Adat ini secara bertahap dikuasai oleh anggota masyarakat melalui penggarapan

yang bergiliran. Sistem pemilikan individual kemudian mulai dikenal di dalam

sistem pemilikan komunal.

Salah satu jalan yang ditempuh oleh pemilikan tanah yaitu membentuk

suatu sistem yang bergerak dalam penyelesaian sengketa tanah, dalam waktu

tertentu dapat memberikan keringanan bagi setiap orang yang mengalami suatu

masalah terhadap tanah yang timbul akibat wanprestasi.

Pengertian sistem penyelesaian sengketa tanah dapat diselesaikan melalui

2 (dua) cara penyelesaian sengketa terhadap tanah, yaitu:

1. Penyelesaian dengan badan peradilan, diajukan ke pengadilan umum,

secara perdata maupun pidana, jika sengketanya mengenai penyelesaian

pemakaian tanah secara ilegal yang di mungkinkan oleh UU No

51/PRP/1960 Tentang Larangan Pemakaian tanah tanpa seizin yang

berhak atau kuasanya atau melalui peradilan tata usaha negara.

2. Melalui Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa (Alternative

Dispute Resolution).

Arbitrase Alternatif Penyelesaian Sengketa diluar pengadilan yang dapat

dipilih adalah mediasi.3 Sebagai suatu cara penyelesaian sengketa alternatif,

mediasi, mempunyai ciri: waktunya singkat, terstruktur, berorientasi kepada tugas,

dan merupakan cara interpensi yang melibatkan peran serta para pihak secara

aktif.

3 Maria S.W. Sumardjono.dkk. 2008. Mediasi Sengketa Tanah (Potensi Penerapan

Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR) Di Bidang Pertanahan). Jakarta : Kompas, hlm. 7

UNIVERSITAS MEDAN AREA

Page 5: BAB I PENDAHULUANrepository.uma.ac.id/bitstream/123456789/902/4/128400132... · 2017. 8. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan

5

Peralihan hak atas tanah merupakan salah satu peristiwa dan/atau

perbuatan hukum yang mengakibatkan terjadinya pemindahan dan penyerahan

hak atas tanah dari pemilik kepada pihak lainnya. Peralihan tersebut bisa

disengaja oleh karena adanya perbuatan hukum seperti jual beli, sewa-menyewa

dan sebagainya dan juga tidak disengaja karena adanya peristiwa hukum seperti

peralihan karena warisan.

Peralihan hak atas tanah bisa terjadi karena pewarisan tanpa wasiat

maupun karena perbuatan melawan hukum pemindahan hak. Menurut Hukum

Perdata jika pemegang sesuatu hak atas tanah meninggal dunia, hak tersebut

karena hukum beralih kepada ahli warisnya. Ketentuan-ketentuan mengenai

peralihan hak tersebut kepada ahli waris, yaitu siapa yang termasuk ahli waris,

berapa bagian warisan dari masing-masing ahli waris dan bagaimana cara

pembagian warisan, diatur oleh hukum waris almarhum pemegang hak yang

bersangkutan, bukan oleh hukum tanah.4 Hukum tanah memberikan ketentuan

mengenai penguasaan tanah yang berasal dari warisan dan hal-hal mengenai

pemberian surat tanda bukti pemilikannya oleh para ahli waris.

Selain karena pewarisan, peralihan hak atas tanah juga dapat terjadi karena

pemindahan hak. Yang dimaksud dengan pemindahan hak adalah perbuatan

hukum untuk memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain. Cara ini dilakukan

apabila pihak yang memerlukan tanah memenuhi persyaratan sebagai pemegang

hak atas tanah yang tersedia, dan pemegang hak atas tanah tersebut bersedia untuk

memindahkan haknya.5

4 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, (Jakarta : Djambatan, 2005), hlm.329 5 Arie S. Hutagalung, dkk., Asas-Asas Hukum Agraria, Bahan Bacaan Pelengkap Mata

Kuliah Hukum Agraria ( Depok : Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm.69.

UNIVERSITAS MEDAN AREA

Page 6: BAB I PENDAHULUANrepository.uma.ac.id/bitstream/123456789/902/4/128400132... · 2017. 8. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan

6

Berbeda dengan beralihnya hak atas tanah karena pewarisan tanpa wasiat

yang terjadi karena hukum dengan meninggalnya pemegang hak, dalam perbuatan

hukum pemindahan hak, hak atas tanah yang bersangkutan sengaja dialihkan

kepada pihak lain. Tanah-tanah hak yang dapat dipindahkan adalah :

1. Hak Milik,

2. Hak Guna Usaha,

3. Hak Guna Bangunan,

4. Hak Pakai Atas Tanah Negara (Hak Pakai yang primer).

Di dalam Negara Indonesia, sengketa atas tanah merupakan suatu momok

yang tidak asing lagi, karena hampir seluruh kebutuhan hidup masyarakat hanya

bergantung pada tanah, oleh karena itu sengketa atau permasalahan atas tanah

selalu ada. Permasalahan atau sengketa atas tanah yang terjadi sangat bervariasi

mulai sengketa yang berkaitan dengan sertifikat, sengketa kepemilikan atas tanah,

juga sampai pada pendudukan tanah tanpa hak atau melawan hukum oleh salah

satu pihak. Sengketa-sengketa tersebut di atas selalu mewarnai sistem peradilan

dan juga lembaga peradilan di Indonesia.

Sengketa tanah yang terjadi juga tidak terlepas dari perbedaan tafsir

terhadap Hak Publik dan Hak Perorangan yang diatur dalam Undang-Undang

Pokok Agraria. Hak publik antara lain wewenang pemberian sertifikat oleh Badan

Pertanahan Nasional, sedangkan yang menyangkut hak perorangan dalam proses

peralihan haknya.

Dalam Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960 yang merupakan

peraturan Bidang Pertanahan, memang mengandung 2 (dua) dimensi, yaitu :

UNIVERSITAS MEDAN AREA

Page 7: BAB I PENDAHULUANrepository.uma.ac.id/bitstream/123456789/902/4/128400132... · 2017. 8. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan

7

1. Hak Publik yang merupakan kewenangan negara berupa hak

"menguasai" dari negara, hal ini terkait dalam pasal 33 ayat (3) UUD

1945, dan

2. Hak Perorangan berupa hak-hak yang dapat dipunyai/dimiliki seseorang

untuk menjual, menghibahkan, dan lain-lain.6

Dalam hal suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara atas nama

orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan

secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas

tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu

5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat dan kepala kantor yang

bersangkutan, ataupun tidak mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai

penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut. Juga penguasaan tanah

secara adat adalah sah apabila belum ada peraturan khusus mengenai hak milik

atas tanah dan terhadap tanah itu dapat disamakan dengan hak milik sebagaimana

diatur dalam Pasal 20 UUPA.

Bila ada kehendak yang disengaja dan disepakati atas sebidang tanah

milik, maka didalamnya ada pengalihan hak atas tanah tersebut. Bila pengalihan

tersebut dipaksakan oleh kewenangan dan kekuasaan Negara maka disebut

dicabut atau mungkin dinasionalisasikan. Dan ini pun harus dengan memenuhi

persyaratan, sebab terjadi pemutusan hubungan hukum kepemilikan di dalamnya.7

Dalam jual beli ada dua subyek yaitu penjual dan pembeli, yang masing-

masing mempunyai kewajiban dan berbagai hak, maka mereka masing-masing

dalam beberapa hal merupakan pihak yang berwajib dan dalam hal-hal lain

6 Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960 7 Mhd Yamin Lubis, 2008, Hukum Pendaftaran Tanah, (Bandung: Mandar Maju),

hlm.27.

UNIVERSITAS MEDAN AREA

Page 8: BAB I PENDAHULUANrepository.uma.ac.id/bitstream/123456789/902/4/128400132... · 2017. 8. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan

8

merupakan pihak yang berhak. Ini berhubungan dengan sifat timbal balik dari

persetujuan jual beli (Werdering overenkomst).8

Di dalam ketentuan Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24

Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, menyebutkan setiap peralihan hak atas

tanah melalui jual beli, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum

pemindahan dan penyerahan hak lainnya dengan ganti rugi tanah, hanya dapat

didaftarkan jika dapat dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat

Akte Tanah (PPAT). Dalam UUPA juga menentukan bahwa setiap peralihan,

hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut

ketentuan Pasal 19 ayat (1) UUPA yang merupakan pembuktian yang kuat

mengenai hapusya hak milik serta sahnya peralihan dan pembebanan hak

konsumen dari masyarakat.9

Perbuatan tersebut di atas jelas sangatlah merugikan pihak sebagai pemilik

sebenarnya, dan perbuatan tersebut haruslah dipertanggungjawabkan baik secara

perdata yaitu dengan membayar ganti rugi maupun pidana. Oleh karena itu

perbuatan penguasaan tanah tanpa hak tersebut haruslah dipertanggungjawabkan

dengan cara membayar ganti rugi.

Adanya suatu wanprestasi dalam perjanjian mengenai tanah dapat

menimbulkan sengketa tanah sehingga para pihak yang bersengketa harus dapat

menyelesaikannya sehingga diperlukannya suatu sistem yang mana sistem

tersebut dapat menyelesaikan sengketa tersebut maka pemerintah mengundangkan

peraturan terhadap sistem penyelesaian sengketa di luar pengadilan yaitu UU No

30 tahun 1999.10

8 Idris Zainal, Ketentuan Jual Beli Menurut Hukum Perdata (Medan, Fak.Hukum USU) 9 Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah UUPA, isi dan Pelaksanaannya,

(Jakarta: Djambatan, 1982), hlm.117. 10 UU No 30 tahun 1999, sistem penyelesaian sengketa di luar pengadilan.

UNIVERSITAS MEDAN AREA

Page 9: BAB I PENDAHULUANrepository.uma.ac.id/bitstream/123456789/902/4/128400132... · 2017. 8. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan

9

Penyelesaian sengketa melaui ADR secara implisit dimuat dalam Perpres

Nomor 10 Tahun 2006 Tentang Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam Struktur

Organisasi BPN dibentuk satu kedeputian, yakni Deputi Bidang Pengkajian dan

Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan dan BPN telah menerbitkan

Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan melalui

Keputusan Kepala BPN RI No. 34 Tahun 2007 dan dalam menjalankan tugas

tersebut BPN melakukan upaya antara lain melalui mediasi setelah berlakunya

Perpres Nomor 10 Tahun 2006.11

Pada era baru yang dikatakan sebagai zaman reformasi layaknya saat ini

banyak sekali perubahan-perubahan yang terjadi, dalam arti perkembangan di

masyarakat yang semakin lama semakin maju, perubahan-perubahan di atas baik

itu di bidang sosial, ekonomi, budaya, dan politik serta hukum khususnya dalam

bidang investasi. Imbas dari adanya perkembangan dalam bidang hukum

berdampak pula pada makin meningkatnya kesadaran hukum dimasyarakat dalam

berinteraksi antar sesama.

Kesadaran inilah yang melahirkan adanya suatu proses hukum yang

dilakukan oleh masyarakat jika terjadi sengketa dengan menggunakan mediasi

untuk menyelesaikan permasalahan agar dapat mencapai suatu kesepakatan yang

menguntungkan bagi kedua belah pihak dengan melalui jalur perundingan. Dalam

perkembangannya penyelesaian sengketa kemudian digunakan istilah Dispute

Resolution (DR) atau Mekanisme Penyelesaian Sengketa (MPS) pada Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang tata cara penyelesaian sengketa melalui

ADR yakni sebagai lembaga penyelesaian sengketa atau perbedaan pendapat

11 Maria S.W. Sumardjono.dkk, Op.Cit, hlm. 7

UNIVERSITAS MEDAN AREA

Page 10: BAB I PENDAHULUANrepository.uma.ac.id/bitstream/123456789/902/4/128400132... · 2017. 8. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan

10

melalui prosedur yang disepakati para pihak dengan penyelesaian diluar

pengadilan salah satunya dengan cara mediasi.

Hubungan hukum antara negara dengan tanah melahirkan hak mengusai

tanah oleh negara. Hubungan antara masyarakat hukum adat dengan tanah

ulayatnya melahirkan hak ulayat dan hubungan antara perorangan dengan tanah

melahirkan hak-hak perorangan atas tanah dan ketiga hak tersebut menjalin secara

harmonis dan seimbang sehingga sama kedudukan dan kekuatannya dan tidak

saling merugikan.

Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang

yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambii manfaat atas tanah

tersebut. Hak atas tanah berbeda dengan hak penggunaan atas tanah.

Hak atas tanah termasuk salah satu hak-hak perseorangan atas tanah. Hak-

hak perseorangan atas tanah, adalah hak yang memberikan wewenang kepada

pemegang haknya (perseorangan, sekelompok orang secara bersama-sama, badan

hukum) untuk memakai, dalam arti menguasai, menggunakan, dan atau

mengambil manfaat dari bidang tanah tertentu.12

Peralihan hak atas tanah dapat terjadi karena :

1. Pewarisan.

Peralihan hak atas tanah terjadi karena pemegang haknya telah meninggal

dunia, secara hukum hak tersebut beralih kepada ahli warisnya. Mengenai siapa

para ahli warisnya, berapa bagian masing-masing dan cara pembagiannya diatur

oleh hukum perdata, lebih khusus lagi diatur oleh hukum waris almarhum

pemegang hak yang bersangkutan oleh Hukum Tanah. Menurut Boedi Harsono,

12 Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, (Jakarta : Prenada Media,

2006), hlm.82

UNIVERSITAS MEDAN AREA

Page 11: BAB I PENDAHULUANrepository.uma.ac.id/bitstream/123456789/902/4/128400132... · 2017. 8. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan

11

ketentuan-ketentuan Hukum Tanah yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah

sebagai hubungan hukum konkrit :

a. Mengatur hal-hal mengenai penciptaannya menjadisuatu hubungan yang

konkrit, dengan nama atau sebutan yang dimaksudkan dalam pemberian

nama pada hak penguasaan yang bersangkutan.

b. Mengatur hal-hal mengenai pembebanannya dengan hak-hak lain.

c. Mengatur hal-hal mengenai pemindahannya kepada pihak lain.

d. Mengatur hal-hal mengenai pembuktiannya.13

Suatu hubungan hukum konkrit dimaksudkan sebutan “Hak”. Jika telah

dihubungkan dengan tanah tertentu sebagai obyeknya dan orang atau badan

hukum tertentu sebagai subyek atau pemegang haknya. Peralihan hak atas tanah

dalam hal pewarisan terjadi, karena hukum tidak ada perbuatan hukum, halini

berbeda dengan pemindahan hak. Peristiwa-peristiwa hukum seperti

meninggalnya seseorang yang mengakibatkan beralihnya hukum hak atas tanah

yang dipunyainya kepada ahli warisnya.

2. Pemindahan Hak.

Pemindahan hak berarti hak atas tanah yangbesangkutan sengaja dialihkan

kepada pihak lain. Menurut Boedi Harsono, menyebutkan bahwa pemindahan hak

sterjadi karena :

a. Jual-beli

b. Tukar menukar

c. Hibah

13 Boedi Harsono, Hukum Tanah Nasional, Fakultas Hukum Universitas Trisakti Jakarta,

Jakarta, 2001, hlm. 5.

UNIVERSITAS MEDAN AREA

Page 12: BAB I PENDAHULUANrepository.uma.ac.id/bitstream/123456789/902/4/128400132... · 2017. 8. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan

12

d. Pemberian menurut hukum adat.

e. Pemasukan dalam perusahaan

f. Hibah wasiat14

Untuk dapat memindahkan hak atas tanah harus diwujudkan dengan suatu

perbuatan hukum berupa perjanjian dengan akta PPAT.

Dalam Pasal 26 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok Agraria menyatakan :

1. Jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian

menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksud untuk

memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur denganPeraturan

Pemerintah.

2. Setiap jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, dan

perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung

kepada orang asing, kepada suatu badan hukum, kecuali yang ditetapkan

oleh Pemerintah termaksud dalam Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang

Pokok Agraria, adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada

negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya

tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima olah

pemilik tidak dapat dituntut kembali.

3. Pelepasan Hak. Pelepasan hak menurut Pasal 1948 KUHPerdata dapat secara diucapkan

terus terang atau secara diam-diam, bahwa orang itu betul-betul bermaksud untuk

melepaskan haknya.15

14 Boedi Harsono, Op cit, hlm.333.

UNIVERSITAS MEDAN AREA

Page 13: BAB I PENDAHULUANrepository.uma.ac.id/bitstream/123456789/902/4/128400132... · 2017. 8. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan

13

Menurut rumusan Keputusan Menteri Negara Agraria atau Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 21 Tahun 1994 tentang Tata Cara Perolehan Tanah

Bagi Perusahaan Dalam Rangka Penanaman Modal dinyatakan bahwa Pelepasan

hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang

hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan pemberian ganti kerugian

atas dasar musyawarah.

Jika yang memerlukan tanah badan swasta, kesepakatan tersebut dan

perbuatan pelepasan haknya sebaiknya dituangkan dalam bentuk akta Notaris.

Penyerahan atau pelepasan hak atas tanah, sebaiknya diadakan perjanjian

yang berisi kesediaan pemegang hak untuk menyerahkan atau melepaskan hak

atas tanah, dimaksud dengan menerima ganti kerugian. Jika hal ini telah

dilakukan, maka dengan demikian pemegang hak telah bersedia menyerahkan

tanah hak miliknya yang mengakibatkan tanah tersebut jatuh pada negara sebagai

dimaksud Pasal 27 huruf (a) Undang-undang Pokok Agraria.

Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini menarik mengambil judul

tentang “Tinjauan Yuridis Terhadap Wanprestasi Dalam Akta Pemindahan

dan Penyerahan Hak Dengan Ganti Rugi Tanah (Studi Kasus Putusan

No.43/Pdt.G/2011/PN.Mdn)”.

15 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Hak Atas Benda, Penerbit

PT.Internusa, Jakarta, 2013, hlm.112

UNIVERSITAS MEDAN AREA

Page 14: BAB I PENDAHULUANrepository.uma.ac.id/bitstream/123456789/902/4/128400132... · 2017. 8. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan

14

1.2. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah adalah hal yang merupakan tolak ukur munculnya

permasalahan utama. Oleh sebab itu sifat suatu identifikasi masalah pada dasarnya

bersifat umum. Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bentuk pertimbangan hakim terhadap wanprestasi dalam akta pemindahan

dan penyerahan hak dengan ganti rugi tanah.

2. Pertanggungjawaban hukum oleh hakim oleh penggugat dalam akta

pemindahan dan penyerahan hak dengan ganti rugi tanah.

3. Pokok-pokok perkara terjadinya wanprestasi dalam akta pemindahan dan

penyerahan hak dengan ganti rugi tanah.

1.3. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dalam skripsi ini adalah:

1. Pertimbangan hakim terhadap wanprestasi dalam akta pemindahan tanah

dan penyerahan hak dengan ganti rugi tanah.

2. Pembahasan akan dilakukan terhadap pertanggungjawaban hukum

terhadap wanprestasi dalam akta pemindahan tanah dan penyerahan hak

dengan ganti rugi tanah.

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, untuk memudahkan dalam mencapai

tujuan dalam pembahasan skripsi ini, maka harus terlebih dahulu dibuat masalah-

masalah pokok yang sesuai dengan judul yang diajukan, karena inilah yang

menjadi dasar penulis untuk melakukan pembahasan selanjutnya. Yang menjadi

masalah-masalah pokok di dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

UNIVERSITAS MEDAN AREA

Page 15: BAB I PENDAHULUANrepository.uma.ac.id/bitstream/123456789/902/4/128400132... · 2017. 8. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan

15

1. Bagaimana pertimbangan hakim terhadap Wanprestasi Dalam Akta

Pemindahan Dan Penyerahan Hak Dengan Ganti Rugi Tanah terkait

dalam Putusan Nomor 43/Pdt.G/2011/PN.Mdn?

2. Bagaimana pertanggungjawaban hukum terhadap Wanprestasi Dalam

Akta Pemindahan dan Penyerahan Hak Dengan Ganti Rugi Tanah

terkait dalam Putusan Nomor 43/Pdt.G/2011/PN.Mdn?

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian

a. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai

dalam penulisan ini adalah:

1. Untuk mengetahui pertimbangan hakim terhadap wanprestasi dalam akta

pemindahan dan penyerahan hak dengan ganti rugi tanah terkait dalam

Putusan Nomor 43/Pdt.G/2011/PN.Mdn.

2. Untuk mengetahui pertanggungjawaban hukum terhadap hakim dalam

terjadinya wanprestasi dalam akta pemindahan dan penyerahan hak

dengan ganti rugi tanah terkait dalam Putusan Nomor

43/Pdt.G/2011/PN.Mdn.

UNIVERSITAS MEDAN AREA

Page 16: BAB I PENDAHULUANrepository.uma.ac.id/bitstream/123456789/902/4/128400132... · 2017. 8. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan

16

b. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat penelitian secara teoritis

Yaitu memberikan sumbangsih bagi ilmu pengetahuan dalam

perkembangan Hukum Wanprestasi, akta pemindahan dan penyerahan hak

pada umumnya dan khususnya wanprestasi dalam ganti rugi tanah.

2. Manfaat penelitian secara praktis

Diharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan jalan keluar yang

akurat terhadap permasalahan yang diteliti dan disamping itu hasil

penelitian ini dapat mengungkapkan teori-teori baru serta pengembangan

teori-teori yang sudah ada.

UNIVERSITAS MEDAN AREA