BAB I Ototoksis

19
BAB I PENDAHULUAN Obat-obat ototoksis adalah obat-obat atau bahan kimia yang merusak telinga dalam atau nervus vestibulo-koklea yang mengirimkan informasi keseimbangan dan pendengaran dari telinga dalam ke otak. Ototoksisitas dapat menimbulkan gangguan pendengaran dan atau keseimbangan baik bersifat sementara ataupun permanen. Obat-obat yang dapat menyebabkan ketulian contohnya ialah golongan aminoglikosida, beberapa obat antimalaria atau anti -rematik, tuberkulostatik, anti kanker dan sebagainya. Obat-obat tersebut di atas hendaknya diberikan hati-hati pada penderita dewasa, anak-anak, pada bayi, bahkan juga pada ibu hamil yang dapat mengakibatkan efek teratogenik. Gejala mula-mula ialah timbulnya tinitus atau kadang- kadang disertai dengan gangguan keseimbangan, sehingga bila obat diteruskan pemberiannya akan mengakibatkan ketulian. Sifat ketulian tersebut dapat reversibel atau irreversibel bila pemberian obat dihentikan Pada abad ke 19 Kina, Salisilat dan Oleum chenopodium telah diketahui dapat menimbulkan tinnitus, kurang pendengaran dan gangguan vestibuler (Schwabach 1889, North1880). Pada tahun 1990 Werner melakukan tinjauan pustaka yang terdahulu dan menerangkan efek ototoksik dari berbagai

description

Ototoksis

Transcript of BAB I Ototoksis

Page 1: BAB I Ototoksis

BAB I

PENDAHULUAN

Obat-obat ototoksis adalah obat-obat atau bahan kimia yang merusak telinga

dalam atau nervus vestibulo-koklea yang mengirimkan informasi keseimbangan dan

pendengaran dari telinga dalam ke otak. Ototoksisitas dapat menimbulkan gangguan

pendengaran dan atau keseimbangan baik bersifat sementara ataupun permanen.

Obat-obat yang dapat menyebabkan ketulian contohnya ialah golongan

aminoglikosida, beberapa obat antimalaria atau anti -rematik, tuberkulostatik, anti kanker

dan sebagainya. Obat-obat tersebut di atas hendaknya diberikan hati-hati pada penderita

dewasa, anak-anak, pada bayi, bahkan juga pada ibu hamil yang dapat mengakibatkan

efek teratogenik.

Gejala mula-mula ialah timbulnya tinitus atau kadang-kadang disertai dengan

gangguan keseimbangan, sehingga bila obat diteruskan pemberiannya akan

mengakibatkan ketulian. Sifat ketulian tersebut dapat reversibel atau irreversibel bila

pemberian obat dihentikan

Pada abad ke 19 Kina, Salisilat dan Oleum chenopodium telah diketahui dapat

menimbulkan tinnitus, kurang pendengaran dan gangguan vestibuler (Schwabach 1889,

North1880). Pada tahun 1990 Werner melakukan tinjauan pustaka yang terdahulu dan

menerangkan efek ototoksik dari berbagai macam zat termasuk arsen , etil dan metil

alcohol, nikotin, toksin bakteri dan senyawa-senyawa logam berat. Dengan ditemukannya

antibiotika sterptomisin, kemoterapi pertama yang efektif terhadap kuman tuberkulosis,

menjadi kenyataan juga terjadinya penyebab gangguan pendengaran dan vestibuler

(Hinshaw dan Feldman 1945).

Antibiotika golongan Aminoglikosida lain yang kemudian digunakan di klinik

memperkuat efek ototoksik seperti yang diakibatkan Streptomisin (Lemer dkk.1981).

Kerentanan yang tidak biasa dari telinga dalam terhadap cedera oleh golongan-golongan

obet tertentu kemudian setelah pemberian loop diuretics dapat diperlihatkan, yang

ternyata pengaruhnya terhadap ototoksisitas dengan mekanisme yang berbeda

dibandingkan dengan antibiotika aminoglikosida.

Page 2: BAB I Ototoksis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 MACAM-MACAM OBAT-OBAT OTOTOKSIK

AMINOGLIKOSID

Obat-obat yang termasuk ke dalam golongan aminoglikosid antara lain

Streptomisin, Neomisin, Kanamisin, Gentamisin, Tobramisin, Amikasin dan yang baru

adalah netilmisin dan Sisomisin yang dapat masuk melalui pembuluh darah, inhalasi atau

melalui difusi dari telinga tengah ke telinga dalam. Tuli yang diakibatkan obat-obat ini

bersifat bilateral dan bernada tinggi, sesuai dengan kehilangan sel-sel rambut pada

putaran basal koklea. Dapat juga terjadi tuli unilateral dan dapat disertai gangguan

vestibular. Netilmisin mempunyai efek seperti gentamisin tetapi sifat ototoksisitasnya

jauh lebih kecil, begitu juga dengan Sisomisin.

Mekanisme kerja

Aktivitas tergantung pada kadarnya, pada kadar rendah bersifat bakteriostatik,

dan kadar tinggi bersifat bakterisid terhadap mikroba yang sensitif. Juga aktivitas

potensinya lebih kuat pada suasana alkali daripada suasana asam. Pada keadaan

anaerobik akan menurunkan potensi aktivitas. Golongan ini mengikatkan diri pada

subunit 30S ribosom yang sensitif dari mikroba tersebut. Di samping ,efek terhadap

ribosom tersebut juga menimbulkan berbagai efek sekunder terhadap fungsi sel mikroba,

yaitu terhadap respirasi, adaptasi enzim, keuntungan membran dan keutuhan RNA.

Perbedaan antar sesama aminoglikosida bersifat kuantitatif. Pada Kanamisin,

Amikasin dan Gentamisin, potensi antimikrobanya melebihi Streptomisin.

Spektrum

Pada umumnya menunjukkan banyak persamaan dengan Streptomisin, antara

lain terhadap Brucella. H. ducreyi, Actinobacilles, P. pestis dan Shigella, juga terhadap E.

coli,M. tuberculosis., Nocardia, Proteus.

Page 3: BAB I Ototoksis

Farmakokinetika

Sangat sukar diabsorpsi melalui saluran cerna. Pada pemberian peroral

tujuannya hanya untuk mendapatkan khasiat lokal dalam saluran cerna saja, umpamanya

pada infeksi saluran cerna.

Untuk mendapatkan kadar sistemik yang efektif, aminoglikosida perlu

diberikarl secara perenatal dan biasanya dalam bentuk garam sulfat. Kadar puncak dalam

darah dicapai dalam waktu 1/2 sampai 2 jam. Peningkatan oleh protein plasma darah jelas

terlihat pada Streptomisin yang berjumlah ± 1/3 dari seluruh aminoglikosida dalam darah.

Distribusi cukup meluas ke dalam seluruh cairan tubuh, kecuali ke dalam cairan otak.

Ekskresi

Terutama melalui ginjal dengan filtrasi glomeruler. Aminoglikosida yang

diberikan dalam dosis tunggal, menunjukkan jumlah ekskresi renal yang kurang dari

dosis yang diberikan. Karena ekskresi hampir seluruhnya berlangsung melalui ginjal,

keadaan ini menunjukkan adanya sekuestrasi ke dalam jaringan terutama pada

Gentamisin.

Schentag Jusko, 1977, menunjukkan adanya kumulasi tertinggi dalam jaringan

hati, media ginjal, otot skelet dan kelenjar ± 15%. Adanya hambatan fungsi ginjal akan

menghambat ekskresi aminoglikosida yang berakibat terjadinya kumulasi dan cepat

meningkatnya kadar dalam darah sampai lebih cepat mencapai kadar toksik. Juga pada

bayi yang baru lahir/prematur dan penderita usia lanjut, dengan adanya gangguan

ekskresi, masa paruh akan cepat meningkat.

Efek samping

Dapat dibagi 3 kelompok :

1) alergi

2) reaksi iritasi dan toksik

3) perubahan biologik.

Reaksi alergi

Reaksi alergi yang timbul dengan intensitas beragam mulaidari pruritis,

urtikaria, eritema, ruam morbiliform dan makulopapular. Pada yang berat ialah dermatitis

eksfoliativa. Terhadap komponen darah ialah eosinofilia, trombopenia. Gejala lain ialah

Page 4: BAB I Ototoksis

stomatitis dan demam. Reaksi hipersensitivitas jarang terjadi pada Tobramisin,

Kanamisin, dan Gentamisin.

Reaksi iritasi dan toksik

Timbulnya reaksi iritasi dan rasa nyeri terjadi ditempat suntik. Efek ototoksik;

terutama terhadap saraf N VIII mengenai vestibuler dan akustik.

Streptomisin dan Gentamisin lebih mempengaruhi komponen vestibuler,

sedangkan pada Neomisin, Kanamisin dan Amikasin lebih mempengaruhi komponen

akustik. Ototoksisitas arninoglikosida dapat ditingkatkan oleh pelbagai faktor, antara lain

besarnya dosis, gangguan faal ginjal, usia lanjut. Pada penderita yang pernah mendapat

suatu obat ototoksik dan juga bila diberikan asam etakrinat (diuretika kuat).

Gangguan vestibular gejala dininya ialah sakit kepala yang kemudian diikuti

fase akut dengan gejala pusing, mual, muntah dan gangguan keseimbangan. Pada fase

kronik, gejala nyata waktu berjalan. Pada fase kompensasi, gejala bersifat laten dan

hanya menjadi nyata bila menutup mata. Gejala –gejala ini bersifat reversibel dan

kadang-kadang juga pada beberapa penderita timbul sekuele. Pemulihan sempuma 12

sampai 18 bulan.

Secara patologis, kerusakan terdapat pada nuklei koklearis ventrikuler di batang

otak yang meluas ke ujung serabut saraf di koklea. Dengan dosis 2 gram per hari selama

60 sampai 120 hari, gejala terlihat pada 75% penderita. Dan dengan dosis 1 gram per

hari, gejala terlihat pada 25% penderita. Gentamisin mempunyai angka ototoksisitas 2%,

dan 66% di antaranya berupa gangguan vestibuler, sedangkan untuk Kanamisin sekitar

7%.

Pada gangguan akustik, tidak selalu terjadi pada kedua telinga sekaligus. Pada

mulanya kepekaan terhadap golongan frekuensi tinggi akan berkurang dan ini tidak

disadari oleh penderita. Gejala dini berupa tinitus bernada tinggi. Patologi kerusakan

akustik terutama berupa degenerasi berat sel-sel rambut luar pada telinga dalam. Sel

organ Corti juga mengalami kerusakan. Frekuensi gangguan akustik akibat Streptomisin

4 sampai 15%, bila terapi lebih dari 1 minggu. Gentamisin 34% dari 2% ototoksisitas.

Kanamisin 30%. Neomisin paling mudah menimbulkan tuli saraf.

Penggunaan topikal atau irigasi luka dengan larutan Neomisin 5% pada

penderita dengan ginjal normal, juga dapat menimbulkan tuli saraf. Pada Tobramisin

Page 5: BAB I Ototoksis

terjadinya gangguan vestibuler dan akustik masing -masing sebanyak 0,4%. Amikasin

bila diberikan lebih dari 14 hari juga akan menimbulkan gangguan pendengaran. Selain

efek ototoksik, juga timbul efek nefrotoksik dan neurotoksik.

Perubahan biologik

Adanya pola mikroflora tubuh dan gangguan absorpsi di usus. Adanya interaksi

obat yang perlu diperhatikan ialah, golongan aminoglikosida dengan suatu diuretika kuat

akan menaikkan ototosik dan nefrotoksik

ERITROMISIN

Gejala pemberian eritromisin intravena terhadap telinga adalah kurang

pendengaran subjektif tinitus yang meniup dan kadang-kadang disertai vertigo. Pernah

dilaporkan bahwa terjadi tuli sensorineural nada tinggi bilateral dan tinnitus setelah

pemberian intravena dosis tinggi atau oral. Biasanya gangguan pendengaran dapat pulih

setelah pengobatan dihentikan.

Antibiotika lain seperti vankomisin, Viomisin, Capreomisin, Minosiklin dapat

mengakibatkan ototoksisitas bila diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.

LOOP DIURETICS

Ethycrynic acid (edecrin), furosemid (lasix), torsemide (demadex) dan

bumetamid (bumex) adalah loop diuretik yang dapat menghambat reabsorbsi elektrolit-

elektrolit dan air pada cabang naik dari lengkungan henle. Walaupun diuretik tersebut

hanya memberikan sedikit efek samping tetapi menunjukkan derajat potensi ototoksisitas,

terutama bila diberikan pada pasien dengan insufisiensi ginjal secara intravena. Biasanya

gangguan pendengaran yang terjadi ringan seperti tinitus, dan dapat sembuh bila obat

dihentikan tetapi pada kasus-kasus tertentu dapat menyebabkan tuli permanen.

OBAT-OBAT ANTIINFLAMASI

Salisilat termasuk aspirin dapat mengakibatkan tuli sensorineural berfrekuensi

tinggi dan tinitus. Tetapi bila pengobatan dihentikan pendengaran akan pulih dan tinitus

akan hilang.

Golongan Salisilat

Page 6: BAB I Ototoksis

Pemakaiannya secara sistemik, dan asam salisilat sendiri bersifat iritatif

sehingga digunakan sebagai obat luar.

Farmakodinamika :

Mempunyai efek analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi. Juga adanya efek

urikosurik tergantung dari dosis, efek pada saluran cerna pada pemberian per oral dapat

mengakibatkan gangguan epigastrium, mual dan muntah. Efek pada pernapasan sangat

penting, karena gejala –gejala yang terdapat pada pernapasan dapat mencerminkan betapa

seriusnya gangguan keseimbangan asam basa dalam darah. Efek pada sistem

kardiovaskuler dapat menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah perifer. Efek terhadap

darah dapat mengakibatkan hemolisis ringan. Efek terhadap metabolisme karbohidrat

sangat kompleks, dengan dosis besar meyebabkan hiperglikemia dan glikosuri. Juga

dapat mengaktifkan pusat saraf simpatik dan dapat menyebabkan pelepasan epinefrin dari

medula adrenal sehingga terjadi hiperglikemia.

Farmakokinetika :

Pada pemberian oral diserap cepat. Konsentrasi tertinggi dicapai kira-kira 2 jam

setelah pemberian. Distribusi ke seluruhan jaringan tubuh dan cairan antar sel dan mudah

menembus sawar otak dan sawar uri. 50 - 90% terikat oleh protein plasma terutama

albumin.

Ejek samping:

Sering timbul, dan gejala pada salisilat dinamakan"salisilismus", berupaya nyeri

kepala, pusing, tinitus, pandangan kabur, rasa bingung, badan terasa lemah, mengantuk,

keringat banyak, mual, muntah dan diare. Pada intoksikasi yang lebih berat ialah

gangguan susunan saraf pusat, erupsi kulit, gangguan keseimbangan dan pendengaran

berupa ketulian. Gangguan tersebut bersifat reversibel bila obat dihentikan.

OBAT ANTI MALARIA

Efek ototoksisitas dari kina dan klorokuin berupa gangguan pendengaran dan

tinitus. Tetapi bila pengobatan dihentikan biasanya pendengaran akan pulih dan

tinitusnya hilang. Kina dan klorokuin ini dapat melalui plasenta. Pernah ada laporan

kasus tentang tuli kongenital dan hipoplasia koklea karena pengobtan malaria pada ibu

hamil.

Page 7: BAB I Ototoksis

Quinine :

Merupakan alkaloid penting dari sinkona. Semua alkaloid sinkona dan

derivatnya memiliki sifat farmakologik yang kualitatif sama.

Farmakodinamika;

Khasiat khusus Sinkona tergantung pada kadar kina yang terdapat di dalamnya.

Mempunyai beberapa efek lokal ialah racun protoplasma dan menghambat proses

enzimatik, mengganggu fagositosis dan menghambat pertumbuhan fibroblas dalam

pembiakan. Sebagai antimalaria terhadap Plasmodium vivax dan Plasmodium malariae

berkhasiat gametosid. Efek sentral pada susunan saraf pusat, effek analgetik dan

antipiretika. Efek kardiovaskuler dengan dosis tunggal 5 gram langsung menyebabkan

depresi miokard. Terhadap otot polos, sebagai abortivum terhadap kontaksi uterus dan

dosis tinggi membahayakan fetus. Efek, terhadap darah dapat mengakibat kan hemolisis;

Terhadap saluran cerna mengakibatkan iritasi lambung.

Farmakokinetika

Absorpsi per oral baik, konsentrasi dalam plasma dicapai dalam 1 sampai 4 jam

setelah pemberian oral, sama dengan pemberian intravena. Kurang lebih 70% kina dalam

plasma terikat dengan protein dan hal ini yang menyebabkan rendahnya kadar kina dalam

plasma. Distribusi luas dalam hati, tetapi kurang dalam paru-paru, ginjal dan limpa.

Ekskresi

Terutama dalam win dan sebagian kecil dengan tinja, getah lambung, empedu

dan liur. Ekskresi lengkap dalam waktu 24 jam.

Efek samping

Keracunan kina disebabkan kelebihan dosis atau reaksi kepekaan. Dosis fatal

kina untuk dewasa kurang lebih 8 gram.

Gejala keracunan"sinkonism", bila ringan yang terkena dahulu ialah sistem pendengaran

berupa tinitus dan sistem penglihatan. Mula-mula penderita merasa mual, muntah, kabur

dan telinga berdenging. Pada yang berat dapat terjadi perangsangan susunan saraf ialah

bingung, gelisah dan delirium. Reaksi idiosinkrasi pada penggunaan kina berupa

kemerahan pada kulit, gatal-gatal dan bercak merah, demam, gangguan pada lambung,

sesak napas, ketulian dan gangguan penglihatan. Gejala-gejala ini akan hilang bila obat

dihentikan.

Page 8: BAB I Ototoksis

Klorokuin:

Selain sebagai obat anti malaria, anti radang dan juga sebagai amebesid,

merupakan derivat 4-aminoquinoline. Mekanisme kerja obat ini diduga berhubungan

dengan sintesa asam nukleat dan nukleoprotein. Absorpsi melalui oral baik, dan kurang

lebih 8% dikeluarkan melalui tinja. Efek samping yang mula-mula timbul seperti juga

pada penggunaan Quinine, tetapi pada efek toksik yang kronik dapat mengakibatkan

diare, nausea, pusing, ketulian, porfiria, badan merasa lemah, penglihatan kabur, adanya

lesi pada kornea dan adanya kerusakan pada retina. Ketulian terjadi karena kerusakan

organ Corti baik pada penggunaan Quinine dan Chloroquine, hal ini belum ada penelitian

lebih lanjut. Kerusakan yang terjadi pada retina biasanya irreversibel. Juga pemberian

obat ini pada ibu hamil, dapat mengakibatkan efek teratogenik pada fetus.

OBAT ANTI TUMOR

Obat yang dapat menyebabkan ketulian ialah : Cis-diamine dichloro platinum

(DDP), merupakan suatu derivat yang terdiri dari Platinum dengan aktivitas anti-tumor.

Diterangkan bahwa bagian sel tersebut dihambat oleh elektroda Platinum dan dikatakan

bahwa yang bentuk Cis lebih efektif. Khasiatnya terutama terhadap jenis tumor sarkoma

dan leukemia, dan juga pada tumor testis yang biasanya dikombinasi dengan Vinblastin

dan Bleomisin. Akan terjadi remisi pada ± 74% dari penderita.

Gejala yang ditimbulkan CIS platinum, sebagai ototoksisitas adalah tuli

subjektif, tinitus dan otalgia, tetapi dapat juga disertai dengan gangguan keseimbangan.

Tuli biasanya bilateral dimulai dengan frekuensi antara 6 KHz dan 8 KHz, kemudian

terkena frekuensi yang lebih rendah. Kurang pendengaran biasanya mengakibatkan

menurunnya hasil speech discrimination score. Tinitus biasanya samar-samar. Bila tuli

ringan pada penghentian pengobatan pendengaran akan pulih, tetapi bila tulinya berat

biasanya bersifat menetap. Mengenai hal ini mekanismenya belum jelas.

Pemberian obat tersebut pada wanita hamil akan mengakibatkan efek

teratogenik berupa malformasi janin, dan juga terjadi ketulian.

Page 9: BAB I Ototoksis

OBAT TETES TELINGA LOKAL

Beberapa obat tetes telinga mengandung antibiotika golongan aminoglikosida

seperti: Neomisin dan Polimiksin B. Terjadinya ketulian oleh karena obat tersebut dapat

menembus membran tingkap bundar (round window membran). Walaupun membran

tersebut pada manusia lebih tebal 3X dibandingkan pada baboon (semacam monyet

besar) (> 65 mikron), tetapi dari hasil penelitian masih dapat ditembus obat-obatan

tersebut. Sebetulnya obat tetes telingan yang mengandung antibiotika aminoglikosida

diperuntukkan untuk infeksi telinga luar.

Bahan kimia lain termasuk butil nitrit, merkuri, karbon disulfida, styren, karbon

monoksida, tin, hexan, toluen, lead, tricloroethylen, mangan, dan xylen banyak

dihubungkan dengan gangguan pendengaran dan keseimbangan.

II.2 DIAGNOSIS

Diagnosa ototoksis ditegakkan berdasarkan anamnesa terhadap pasien, gejala

dan hasil pemeriksaan. Tidak ada pemeriksaan spesifik, diagnosa biasanya ditegakkan

dari anamnesis pasien yang menceritakan riwayat penggunaan obat-obat ototoksis

.

II.3 PENATALAKSANAAN

Tuli yang diakibatkan oleh obat-obat ototoksiktidak dapat diobati. Bila pada

waktu pemberian obat-obat ototoksik terjadi gangguan pada telinga dalam (dapat

diketahui secara audiometrik), maka pengobatan dengan obat-obatantersebut harus segera

dihentikan. Berat ringannya ketulian yang terjadi tergantung kepada jenis obat, jumlah

dan lamanya pengobatan. Kerentanan pasien termasuk yang menderita insufisiensi ginjal

dan sifat obat itu sendiri.

Apabila ketulian sudah terjadi dapat dicoba melakukan rehabilitasi antara lain

dengan alat bantu dengar, psikoterapi, auditory training termasuk cara menggunakan sisa

pendengaran dengan alat bantu dengar, belajar komunikasi total dengan belajar membaca

bahasa isyarat. Pada tuli total bilateral mungkin dapat dipertimbangkan pemasangan

implan koklea.

Berhubung tidak ada pengobatan untuk tuli akibat obat ototoksik, maka

pencegahan menjadi sangat penting. Dalam melakukan pencegahan ini termasuk

Page 10: BAB I Ototoksis

mempertimbangkan penggunaan obat-obat ototoksik , menilai kerentanan pasien,

memonitor efek samping secara dini, yaitu dengan memperhatikan gejala-gejala

keracunan telinga dalam yang timbul seperti tinitus, kurang poendengaran dan vertigo.

Pada pasien yang menunjukkan mulai ada gejala-gejala tersebut harus dilakukan

evaluasi audilogik dan menghentikan pengobatan.

II.4 PROGNOSIS

Prognosis sangat tergantung kepada jenis obat jumlah dan lamaya pengobatan,

kerentanan pasien. Pada umumnya prognosis tidak begitu baik bahkan mungkin buruk.

Page 11: BAB I Ototoksis

BAB III

KESIMPULAN

Obat-obat ototoksis adalah obat-obat atau bahan kimia yang merusak telinga

dalam atau nervus vestibulo-koklea yang mengirimkan informasi keseimbangan dan

pendengaran dari telinga dalam ke otak. Ototoksisitas dapat menimbulkan gangguan

pendengaran dan atau keseimbangan baik bersifat sementara ataupun permanen.

Dari tiap-tiap macam antobiotika dapat disimpulkan (1) Gentamisisn masih

merupakan aminoglikosida utama yang digunakan pada pusat-pusat kesehatan. Obat-obat

baru seperti tobramisin, amikasin dan netilmisin telah beredar sebagai usaha untuk

mengatasi resisten pseudomonas.(2) Pseudomonas aeruginosa dalah kuman patogen yang

bisa menginfeksi otitis eksterna maligna. (3) Netilmisin secara aktif bersifat sinergis

dengan antibiotika beta-laktam setara atau lebih kuat dari aminoglikosida yang lain. (4)

Data yang ada menunjukkan bahwa gentamisin, netilmisin dan tobramisin mempunyai

tempat yang sama dalam hal toksisitasnya terhadap ginjal. (5) Pada manusia tidak dapat

terlihat perbedaan ototoksisitas bila gentamisin dibandingkan dengan amikasin atau

netilmisin. (6) Banyak penyelidikan menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

bermakna dalam derajat toksisitas terhadap telinga atau ginjal antara pasien anak yang

diobati dengan aminoglikosida dan kontrol yang tidak mendapatkan pengobatan. (7)

Hanya 3% dosis oral dari suatu amino glikosida yang diabsorbsi di saluran cerna. (8)

Ginjal yang menurun fuingsinya, menurun pula derajat ekskresinya dan dapat

mengakibatkan akumulasi dari suatu aminoglikosida di dalam darah dan jaringan yang

cukup untuk menyebabkan keracunan pada telinga dan ginjal. (9) Efek toksis

aminoglikosida lebih mungkin terjadi pada pasien yang fungsi ginjalnya diragukan. (10)

Kerusakan akut pada sistem pendengaran biasanya didahului oleh tinitus. Kehilangan

pendengaran sebagai akibat penggunaan aminoglikosida mempengaruhi frekuensi-

frekuensi tinggi. Bila terjadi kerusakan frekuensi-frekuensi rendah juga akan terkena.

(11) Efek utama yang dapat dilihat adalah hilangnya sel-sel rambut yang timbulnya dari

putaran basal koklea. (12) Pada penelitian randomized blind studies, tentang

ototoklsisitas gentamisin dan tobramisin terlihat derajat toksisitas antara 10 % sampai

15%. (13) Pengobatan bersama-sama antara aminoglikosida dengan loop inhibiting

Page 12: BAB I Ototoksis

diuretics seperti ethacrynic acid dan furosemide mengakibatkan otottoksisitas

aminoglikosida. (14) Ethacrynic acid menyebabkan kerusakan seluler pada stria

vaskularis , limbus spiralis dan sel-sel rambut koklea dan vestibuler pada binatang

percobaan. (15) Bukti secara anekdot menunjukkan bahwa penggunaan obat-obat

ototoksis topikal dapat merupakan faktor penyebab ototoksisitas dan dapat

mengakibatkan tuli sensorineural yang berat dan atua menetap.