Bab i Otitis Media Fix (2) (1)

33
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Otitis media merupakan inflamasi atau peradangan pada telinga tengah. Telinga tengah adalah ruang di dalam telinga yang terletak antara membran timpani dengan telinga dalam serta berhubungan dengan nasofaring melalui tuba eustachius (Mahdi, 1994). Otitis media merupakan salah satu penyebab utama gangguan pendengaran dan ketulian, bahkan dapat menimbulkan penyulit yang mengancam jiwa. Namun demikian oleh sebagian masyarakat masih dianggap hal biasa, sehingga tidak segera mencari pertolongan saat menderita otitis media. Saat pendengarannya mulai berkurang, tidak mampu mengikuti pelajaran di sekolah ataukah setelah terjadi komplikasi barulah mereka mencari pertolongan medis (Iselbacher, 2000). Survei epidemiologi di 7 propinsi Indonesia (1994- 1996), menemukan bahwa dari 19.375 responden yang diperiksa ternyata 18,5% mengalami gangguan kesehatan telinga dan pendengaran. Penderita Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan 25% dari penderita yang datang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia dengan prevalensi adalah 3,8 %. Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh kelainan sistim konduksi telinga tengah pada anak penting diketahui sedini mungkin, mengingat dampak yang dapat

Transcript of Bab i Otitis Media Fix (2) (1)

Page 1: Bab i Otitis Media Fix (2) (1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Otitis media merupakan inflamasi atau peradangan pada telinga tengah. Telinga

tengah adalah ruang di dalam telinga yang terletak antara membran timpani dengan

telinga dalam serta berhubungan dengan nasofaring melalui tuba eustachius (Mahdi,

1994).

Otitis media merupakan salah satu penyebab utama gangguan pendengaran dan

ketulian, bahkan dapat menimbulkan penyulit yang mengancam jiwa. Namun demikian

oleh sebagian masyarakat masih dianggap hal biasa, sehingga tidak segera mencari

pertolongan saat menderita otitis media. Saat pendengarannya mulai berkurang, tidak

mampu mengikuti pelajaran di sekolah ataukah setelah terjadi komplikasi barulah

mereka mencari pertolongan medis (Iselbacher, 2000).

Survei epidemiologi di 7 propinsi Indonesia (1994-1996), menemukan bahwa

dari 19.375 responden yang diperiksa ternyata 18,5% mengalami gangguan kesehatan

telinga dan pendengaran. Penderita Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan

25% dari penderita yang datang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia

dengan prevalensi adalah 3,8 %. Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh kelainan

sistim konduksi telinga tengah pada anak penting diketahui sedini mungkin, mengingat

dampak yang dapat timbul dikemudian hari, berupa gangguan bicara dan gangguan

bahasa yang berpengaruh pada tingkat intelegensia anak (Suwento, 2001).

Penyebab otitis media adalah multifaktorial, antara lain : infeksi virus atau

bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh, lingkungan dan faktor sosial

ekonomi. Sebagian besar omsk berawal dari Otitis Media Akut (OMA), yang sering

terjadi pada bayi dan anak bila tidak diobati dengan cepat dan tepat akan berlanjut

menjadi OMSK pada anak dan dewasa (Tambayong, 2000).

Prevalensi otitis media pada murid sekolah dasar, baik dari dalam negeri

maupun dari luar negeri telah banyak dilaporkan, dengan angka yang bervariasi. Di

Indonesia prevalensi berkisar antara 3,40 % - 5,3 %. Pada penduduk dengan tingkat

sosial ekonomi rendah, sekitar 5-6 kali lebih banyak dibanding penduduk dengan tingkat

sosial ekonomi baik. Dari luar negeri berkisar antara 2,85% - 8,7 % yang menunjukkan

Page 2: Bab i Otitis Media Fix (2) (1)

2

bahwa prevalensi otitis media masih cukup tinggi, terutama di negara tertentu (Mahdi,

1994).

Faktor yang berpengaruh terhadap prevalensi otitis media dilaporkan oleh

banyak peneliti, antara lain: kondisi sosial ekonomi, higiene perorangan, jumlah anggota

dalam satu keluarga, kondisi tempat tinggal, malnutrisi, kurangnya sarana kesehatan dan

terlambat dan kurangnya pengobatan stadium dini (Dunna, 1995).

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk membahas tentang otitis media

yang dapat meningkatkan angka mortalitas. Dengan konsentrasi ilmu dari penulis adalah

keperawatan maka makalah ini akan membahas makalah secara khusus yang berjudul

“asuhan keperawatan pada pasien dengan otitis media”.

B. Rumusan masalah

Penulisan makalah ini mempunyai beberapa rumusan masalah, antara lain adalah:

1. Apa definisi atau pengertian dari otitis media?

2. Apa etiologi otitis media?

3. Bagaimana patofisiologi dari otitis media?

4. Apa manifestasi klinik dari otitis media?

5. Bagaimana penatalaksanaan klien dengan otitis media?

6. Pemeriksaan penunjang apa yang dilakukan pada klien dengan otitis media?

7. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien otitis media?

C. Tujuan

Penulisan makalah ini mempunyai beberapa tujuan, antara lain adalah:

1) Memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang definisi, etiologi, patofisiologi,

manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan klien

dengan otitis media

2) Memberikan pengetahuan tentang asuhan keperawatan klien dengan otitis media

D. Manfaat

Manfaat penyusunan makalah ini adalah memperoleh pengetahuan tentang

definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan penunjang

dan penatalaksanaan klien dengan otitis media. Selain itu, pengetahuan tersebut nantinya

dapat diterapkan secara tepat dalam memberikan asuhan keperawatan klien dengan otitis

media dengan tepat.

Page 3: Bab i Otitis Media Fix (2) (1)

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Radang telinga atau otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa

telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Gangguan telinga

yang paling sering adalah infeksi eksterna dan media. Sering terjadi pada anak-anak dan

juga pada orang dewasa (Smeltzer & Bare, 2002).

Gambar 1. Otitis Media

Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang

tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran eustachius.

Saat bakteri melalui saluran eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran

tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan

datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan

membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya

terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar

saluran eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah

terkumpul di belakang gendang telinga (Sudoyo, 2009).

Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu

karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan

organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan

pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun

cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45

desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan

yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang

Page 4: Bab i Otitis Media Fix (2) (1)

4

telinga karena tekanannya (Sudoyo, 2009). Otitis media sering dijumpai pada anak –

anak di bawah usia 15 tahun.

B. Jenis otitis media

Ada 3 ( tiga ) jenis otitis media yang paling umum ditemukan di klinik, yaitu :

1. Otitis media akut

a. Pengertian

Otitis media akut adalah keadaan dimana terdapatnya cairan di dalam telinga

tengah dengan tanda dan gejala infeksi. Otitis media akut adalah peradangan

akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah, yang disebabkan oleh

bakteri atau virus, termasuk streptococcus pneumoniae, haemophilus

influenzae, streptoccocus pyogenes, moraxella cataralis,virus dan anaerob

tertentu (Sjamsuhidajat & Wim De Jong, 1997)

Gambar 2.1 Otitis Media Akut

Otitis media akut bisa terjadi pada semua usia, tetapi paling sering ditemukan

pada anak-anak terutama usia 3 bulan – 3 tahun.

b. Etiologi

Bakteri piogenik streptococcus hemolyticus, staphyis, lococcus aureus,

influenzae, e.coli, sanhemolyticus, p.vulgaris, dan p.aeruginosa.

c. Patofisiologi

Terjadi akibat terganggunya factor pertahanan tubuh yang bertugas

menjaga keseterilan telingah tengah. Factor penyebab utama adalah

Page 5: Bab i Otitis Media Fix (2) (1)

5

sumbatan tuba eustachius sehingga pencegahan invasi kuman terganggu.

Pencetusnya adalah infeksi saluran nafas atas. Penyakit ini mudah terjadi

pada bayi karena tuba eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak

horizontal (Tambayong, 2000).

Gambar 2.3 peradangan pada rongga telinga tengah

d. Manifestasi klinis

Gejala klinis oma tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien.

Stadium oma berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah :

1) Stadium oklusi tuba eustacchius

Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di

dalam telingah tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat. Efusi

tidak dapat dideteksi. Sukar dibedakan dengan otitis media serosa

akibat virus atau alergi.

2) Stadium supurasi

Membran timpani menonjol kearah telingah luar akibat edema yang

hebat pada mukosa telingah tengah dan hancurnya sel epitel

superfisial, serta terbentuknya eksudat purulen dikavum tertimpani.

3) Stadium perforasi

Stadium ini terjadi karena pemberian antibiotik yang terlambat atau

virulensi kuman yang tinggi, dapat terjadi ruptur membran timpani dan

nanah keluar mengalir dari telingah tengah ke telingah luar.

4) Stadium resolusi

Bila membran timpani tetap utuh, maka perlahan-lahan akan normal

kembali. Bila terjadi perforasi, maka sekret maka akan berkurang dan

mengering. Bila daya tahan tubuh baik dan virulensi kuman rendah,

maka resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan. OMA berubah menjadi

Page 6: Bab i Otitis Media Fix (2) (1)

6

otitis media supuratif subakut bila perforasi menetap dengn sekret yang

keluar terus menerus atau hilang timbul lebih dari 3 minggu disebut

otitis media supuratif kronik. Pada anak keluhan utama adalah rasa

nyeri didalam telinga dan suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat

riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada bayi dan anak-anak kecil gejala

khas OMA adalah suhu tubuh yang tinggi (39,5oc), gelisah, sulit

tidur, tiba – tiba menjerit saat tidur, diare, kejang, dan kadang –

kadang memegang telinga yang sakit. Setelah terjadi ruptur membran

tympani, suhu tubuh akan turun, dan anak tertidur (Sudoyo, 2009).

e. Komplikasi

Sebelum adanya antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi mulai

dari abses subperiostal sampai abses otak dan meningitis. Sekarang

semua jenis komplikasi tersebut biasanya didapat pada OMSK (Smelzer

& Bare, 2002).

f. Penatalaksanaan

Hasil penatalaksanaan otitis media bergantung pada efektivitas terapi

(misalnya dosis antibiotika oral yang diresepkan dan durasi terapi),

virulensi bakteri, dan status fisik pasien. Dengan terapi antibiotika

spektrum luas yang tepat dan awal, otitis media dapat hilang tanpa gejala

sisa yang serius. Bila terjadi pengeluaran, biasanya perlu diresepkan

preparat otik antibiotika. Kondisi bisa berkembang menjadi subakut

(misalnya. Berlangsung 3 minggu sampai 3 bulan), dengan pengeluaran

cairan purulen menetap dari telinga. Jarang sekali terjadi kehilangan

pendengaran permanen. Komplikasi sekunder mengenai mastoid dan

komplikasi intrakranial serius, seperti meningitis atau abses otak dapat

terjadi meskipun jarang (Iselbacher, 2000).

2. Otitis Media Supuratif Kronik

a. Pengertian

Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) adalah infeksi kronik telinga

tengah dengan perforasi membran timpani dan keluarnya sekret dari

telinga tengah secara terus menerus atau hilang timbul. Sekret

Page 7: Bab i Otitis Media Fix (2) (1)

7

mungkin encer atau kental, bening, atau nanah. Biasanya disertai

gangguan pendengaran (Suwanto, 2001).

Gambar 2.3. Otitis media supuratif kronik

b. Etiologi

Sebagian besar omsk merupakan kelanjutan oma yang prosesnya sudah

berjalan lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor penyebab adalah terapi

yang terlambat, terapi tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya

tahan tubuh rendah, atau kebersihan buruk. Bila kurang dari 2 bulan

disebut subakut. Sebagian kecil perforasi membran timpani terjadi

akibat trauma telinga tengah. Kuman penyebab biasanya gram positif

aerob, sedangkan pada infeksi yang telah berlangsung lama sering

juga terdapat sering juga terdapat kuman gram negatif dan anaerob

(Iselbacher, 2000).

c. Patofisiologi

OMSK dibagi dalam 2 jenis, yaitu benigna atau tipe mukosa, dan

maligna atau tipe tulang. Berdasarkan sekret yang keluar dari kavum

timpani secara aktif juga dikenal tipe aktif dan tipe tenang. Pada

OMSK benigna peradangan terbatas pada mukosa saja, tidak mengenai

tulang. Perforasi terletak disentral. Jarang menimbulkan komplikasi

berbahaya dan tidak terdapat kolesteatong. OMSK tipe maligna

disertai dengan kolesteatom. Perforasi terletak marginal, subtotal, atau

diatik. Sering menimbulkan komplikasi yang berbahaya atau fatal

(Sudoyo, 2009).

Page 8: Bab i Otitis Media Fix (2) (1)

8

Gambar 2.4 perforasi gendang telinga

d. Manifestasi klinis

Pasien mengeluh otore, vertigo, tinitus, rasa penuh ditelinga, atau

gangguan pendengaran. Mengingat bahaya komplikasi, omsk malligna

harus dideteksi sejak dini. Diagnosis pasti ditegakkan pada penemuan

dikamar operasi. Beberapa tanda klinis sebagai pedoman adalah

perporasi pada marginal, abses atau fistelretroaurikuler, polip atau

jaringan granulasi di liang telinga luar yang berasal dari telingah tengah,

kolesteatom pada telinga tengah, sekret berbentuk nanah dan berbau

khas (Sudoyo, 2009).

e. Komplikasi

Paralisis nervus fasialis, fistula labirin, labirititis, labirintitis supuratif,

petrositis, tromboflebitis sinus lateral, abses subdural, meningitis,

abses otak, dan hidrosefalus otitis. Otitis media kronis mengakibatkan

defisit pendengaran konduktif yang di sebabkan oleh gangguan

kompleks timpano-okular. Namun bila infeksi terjadi pada telinga tengah

juga, kita dapat menemukan semua komplikasi yang telah diuraikan

pada otitis media akut. Infeksi berulang dengan perforasi menetap juga

dikaitkan dengan kehilangan pendengaran sensorineural progresif

(Sudoyo, 2009).

3. Otitis media kronik

Otitis media kronik sendiri adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi

jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh episode berulang otitis media

Page 9: Bab i Otitis Media Fix (2) (1)

9

akut yang tak tertangani. Sering berhubungan dengan perforasi menetap

membrane timpani. Infeksi kronik telinga tengah tak hanya mengakibatkan

kerusakan membrane timpani tetapi juga dapat menghancurkan osikulus dan

hampir selalu melibatkan mastoid. Sebelum penemuan antibiotic, infeksi mastoid

merupakan infeksi yang mengancam jiwa. Sekarang, penggunaan antibiotic yang

bijaksana pada otitis media akut telah menyebabkan mastoiditis koalesens akut

menjadi jarang (Mahdi, 1994).

kebanyakan kasus mastoiditis akut sekarang ditemukan pada pasien yang tidak

mendapatkan perawatan telinga yang memadai dan mengalami infeksi telinga

yang tak ditangani. Mastoiditis kronik lebih sering, dan beberapa dari infeksi

kronik ini, dapat mengakibatkan pembentukan kolesteatoma, yang merupakan

pertumbuhan kulit ke dalam (epitel skuamosa) dari lapisan luar membrane

timpani ke telinga tengah. Kulit dari membrane timpani lateral membentuk

kantong luar, yang akan berisi kulit yang telah rusak dan bahan sebaseus.

Kantong dapat melekat ke struktur telinga tengah dan mastoid. Bila tidak

ditangani, kolesteatoma dapat tumbuh terus dan menyebabkan paralysis nervus

fasialis (n. Cranial vii), kehilangan pendengaran sensorineural dan/ atau gangguan

keseimbangan (akibat erosi telinga dalam) dan abses otak (Sjamsuhidajat & Wim

De Jong, 1997).

C. Penyebab

Pada  umumnya otitis media disebabkan oleh :

1. Streptococcus

2. Stapilococcus

3. Diplococcus pneumonie

4. Hemopilus influens.

5. Gram positif : s. Pyogenes, s. Albus.

6. Gram negatif : proteus spp, psedomonas spp, e. Coli.

7. Kuman anaerob : alergi, diabetes melitus, tbc paru.

(Sudoyo, 2009).

D. Patofisiologi

Umumnya otitis media dari nasofaring yang kemudian mengenai telinga tengah,

kecuali pada kasus yang relatif jarang, yang mendapatkan infeksi bakteri yang

Page 10: Bab i Otitis Media Fix (2) (1)

10

membocorkan membran timpani. Stadium awal komplikasi ini dimulai dengan hiperemi

dan edema pada mukosa tuba eusthacius bagian faring, yang kemudian lumennya

dipersempit oleh hiperplasi limfoid pada submukosa.

gangguan ventilasi telinga tengah ini disertai oleh terkumpulnya cairan eksudat

dan transudat dalam telinga tengah, akibatnya telinga tengah menjadi sangat rentan

terhadap infeksi bakteri yang datang langsung dari nasofaring. Selanjutnya faktor

ketahanan tubuh pejamu dan virulensi bakteri akan menentukan progresivitas penyakit

(Smeltzer & Bare, 2002).

E. Manifestasi Klinis

1. Otitis Media Akut

Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat

ringan dan sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada orang

dewasa. Membrane tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang

yang dapat dilihat, tidak bergerak pada otoskopi pneumatic (pemberian tekanan

positif atau negative pada telinga tengah dengan insulator balon yang dikaitkan ke

otoskop), dapat mengalami perforasi. Otorrhea, bila terjadi rupture membrane

tymphani. Keluhan :

a.Sakit telinga yang berat dan menetap.

b.Terjadi gangguan pendengaran yang bersifat sementara .

c.Pada anak-anak bisa mengalami muntah, diare dan demam sampai 40,5ºc

d.Gendang telinga mengalami peradangan dan menonjol.

e.Demam

f. Anoreksia

g.Limfadenopati servikal anterior

2.  Otitis Media Supuratif Kronik

Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh atau gatal

dalam telinga atau perasaan bendungan, atau bahkan suara letup atau berderik,

yang terjadi ketika tuba eustachii berusaha membuka. Membrane tymphani tampak

kusam (warna kuning redup sampai abu-abu pada otoskopi pneumatik, dan dapat

terlihat gelembung udara dalam telinga tengah. Audiogram biasanya menunjukkan

adanya kehilangan pendengaran konduktif.

Page 11: Bab i Otitis Media Fix (2) (1)

11

3. Otitis Media Kronik

Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan pendengaran dan

terdapat otorrhea intermitten atau persisten yang berbau busuk. Biasanya tidak ada

nyeri kecuali pada kasus mastoiditis akut, dimana daerah post aurikuler menjadi

nyeri tekan dan bahkan merah dan edema. Kolesteatoma, sendiri biasanya tidak

menyebabkan nyeri. Evaluasi otoskopik membrane timpani memperlihatkan

adanya perforasi, dan kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa putih di belakang

membrane timpani atau keluar ke kanalis eksterna melalui lubang perforasi.

Kolesteatoma dapat juga tidak terlihat pada pemeriksaan oleh ahli otoskopi. Hasil

audiometric pada kasus kolesteatoma sering memperlihatkan kehilangan

pendengaran konduktif atau campuran.

(Sjamsuhidajat & Wim De Jong, 1997).

F. Diagnosis

1. Anamnesis

a. Otorea terus menerus / kumat – kumatan lebih dari 6 – 8 minggu

b. Pendengaran menurun (tuli).

2. Pemeriksaan

a. Tipe tubotimpanal (hipertrofi, benigna)

1) Perforasi sentral

2) Mukosa menebal

3) Audiogram: tuli konduktif dengan “air bone gab” sebesar kl 30 db

4) X – foto mastoid : sklerotik.

b. Tipe degeneratif

1) Perforasi sentral besar

2) Granulasi atau polip pada mukosa kavum timpani

3) Audiogram : tuli konduktif/campuran dengan penurunan 50 – 60 db

4) X-foto mastoid : sklerotik.

c. Tipe metaplastik (atikoantral, maligna)

1) Perforasi atik atau marginal

2) Terdapat kolesteatom

Kolesteatoma adalah kista epitalial yang berisi deskuamasi epitel (keratin)

dalam kavum timpani atau mastoid. Dekuamasi daoat berasal dari kanalis

auditirius eksternus atau membran timpani.

Page 12: Bab i Otitis Media Fix (2) (1)

12

3) Desttruksi tulang pada margotimpani

4) Audiogram : tuli konduktif / campuran dengan penurunan 60 db atau

lebih.

5) X- foto mastoid : sklerotik/rongga.

d. Tipe campuran (degeneratif, metaplastik)

1) Perforasi marginal besar atau total

2) Granulasi dan kolesteatom

3) Audiogram : tuli konuktif / campuran dengan penurunan 60 db atau lebih

4) X- foto mastoid : sklerotik / rongga.

3. Pemeriksaan tambahan : pembuatan audiogram dan x- foto mastoid

a. Penyulitan

1) Abses retro airkula

2) Paresis atau paralisis syaraf fasialis

3) Komplikasi intrakranial

a) Meningitis

b) Abses ekstradural

c) Abses otak

b. Terapi

1) Tipe tubetimpanal stadium aktif:

a) Anti biotik : ampisilin / amoksilin, (3-4 x 500 mg oral) atau klidomisin (3

x 150 – 300 mg oral) per hari selama 5 –7 hari

b)   pengobatan sumber infeksi di rongga hidung dan sekitarnya

c)  perawatan lokal dengan perhidoral 3% dan tetes telinga (klora menikol 1-

2%)

d)  pengobatan alergi bila ada latar belakang alergi

e) Pada stadium tenang (kering) di lakukan miringoplastik. Icopim

2) Tipe degeneratif :

a) Atikoantrotomi

b) Timpanoplastik

3) Tipe meta plastik / campuran

a) Mastoidektomi radikal

b) Mastoidektomi radikal dan rekonstruksi.

Page 13: Bab i Otitis Media Fix (2) (1)

13

4) Omk dengan penyulit :

a) Abses retroaurikuler

b) Insisi abses

c) Antibiotik : penisilin prokain 2 x 0,6-1,2 juta iu i.m / hari dan

metronidazol x 250 – 500mg oral / sup / hari.

d) mastoid dektomi radikal urgen

(Othrock, 2000).

Page 14: Bab i Otitis Media Fix (2) (1)

14

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

 A. Pengkajian

1. Riwayat

a. Identitas pasien

b. Riwayat adanya kelainan nyeri

c. Riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang

d. Riwayat alergi.

e. Oma berkurang.

2. Pengkajian fisik

a. Nyeri telinga

b. perasaan penuh dan penurunan pendengaran

c. Suhu meningkat

d. Malaise

e. Nausea vomiting

f. Vertigo

g. Ortore

h. pemeriksaan dengan otoskop tentang stadium.

3. Pengkajian psikososial

a. Nyeri otore berpengaruh pada interaksi

b. Aktifitas terbatas

c. Takut menghadapi tindakan pembedahan.

4. Pemeriksaan laboratorium.

5. Pemeriksaan diagnostik

a. Tes audiometri : ac menurun

b. X ray : terhadap kondisi patologi

misal : cholesteatoma, kekaburan mastoid.

6. Pemeriksaan pendengaran

a. Tes suara bisikan

b. Tes garputala

Page 15: Bab i Otitis Media Fix (2) (1)

ISPA/Peradangan pada Saluran Pernapasan

Bakteri Menuju Otitis Media melalui

Saluran Eustachius

Terjadi Reaksi Inflamasi

Keluarnya Mediator Inflamasi

Nyeri

Sel Darah Putih

meningkat Untuk

Melawan Bakteri

Telinga Mengeluarkan

serumen

Gangguan Body Image

Tumor / Pembengkakan

Sel darah putih semakin banyak &

Menjadi Pus

Proses Pendengaran Terganggu

Pembedahan Gangguan Persepsi

Ansietas

15

(Doengoes, 2000).

B. PATHWAY

Page 16: Bab i Otitis Media Fix (2) (1)

16

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri berhungan dengan proses inflamasi pada jaringan telinga tengah.

2. Perubahan sensori / persepsi auditorius berhungan dengan gangguan penghantaran

bunyi pada organ pendengaran.

3. Gangguan body image berhubungan dengan keluarnya sekret pada telinga.

4. Ancietas berhubungan dengan prosedur pembedahan ; miringoplasty /

mastoidektomi.

Page 17: Bab i Otitis Media Fix (2) (1)

17

D. ASUHAN KEPERAWATAN

No Diagnosa Noc Nic Rasional

1. Nyeri

berhungan

dengan proses

inflamasi pada

jaringan telinga

tengah

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

selama...x24 jam, nyeri

dapat teratasi dengan

kriteria hasil :

a. Nyeri berkurang

b. Tanda-tanda vital

dalam rentang

normal.

c. Tidak ada tanda-

tanda inflamasi

(rubor, kalor,

tumor, dolor dan

fungsiolesi)

1. Kaji data nyeri

secara

komprehensif

(lokasi

karakteristik,

frekuensi,

durasi, dan

kualitas nyeri)

2. Observasi tanda

non verbal

adanya

ketidaknyamana

n (nyeri)

3. Berikan

analgetik sesuai

indikasi

4. Alihkan

perhatian klien

dengan

menggunakan

teknik-teknik

relaksasi :

distraksi,

imajinasi

terbimbing,

touching.

1. Data lokasi,

karakteristik,

frekuensi, durasi,

dan kualitas nyeri

sebagai dasar

penatalaksanaan.

2. Memberikan

informasi tentang

rasa

ketidaknyamanan

(nyeri) misalnya

keringat

berlebihan.

3. Terapi farmakologi

membantu

mengurangi nyeri

4. Teknik non

farmakologi dapat

direkomendasikan

sehingga

membantu dalam

mengurangi nyeri

6.

Page 18: Bab i Otitis Media Fix (2) (1)

18

5. Terapi

penanganan

infalmasi

2. Perubahan

sensori/persepsi

auditorius

berhungan

dengan

gangguan

penghantaran

bunyi pada

organ

pendengaran.

Memperbaiki

komunikasi

1. Mengurangi

kegaduhan pada

lingkungan klien

2. Memandang klien

ketika sedang

berbicara

3. Berbicara jelas dan

tegas pada klien

tanpa perlu

berteriak

4. Memberikan

pencahayaan yang

memadai bila klien

bergantung pada

gerab bibir

5. Menggunakan

tanda–tanda

nonverbal (mis.

Ekspresi wajah,

menunjuk, atau

gerakan tubuh )

dan bentuk

komunikasi

lainnya.

1. Mengurangi

stimulus eksternal

selama tingkat

hiperaktif..

2. memantapkan

hubungan dan

meningkatkan

ekspresi perasaan

3.membantu dalam

pemahaman dalam

komunikasi. Pasien

dapat berespon

buruk terhadap

bunyi bernada

tinggi.

4.memaksimalkan

persepsi visual

5. bahasa non verbal

adalah bagian yang

besar dari

komunikasi oleh

karena itu sangt

penting.

Page 19: Bab i Otitis Media Fix (2) (1)

19

6. Instruksikan

kepada keluarga

atau orang terdekat

klien tentang

bagaimana teknik

komunikasi yang

efektif sehingga

mereka dapat

saling berinteraksi

dengan klienbila

klien

Menginginkan

dapat digunakan

alat bantu

pendengaran.

6. komunikasi yang

efektif membantu

mempebaiki

komunikasi pasien

3. Gangguan body

image

berhubungan

dengan

keluarnya sekret

pada telinga.

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

selama... x 24 jam,

gangguan body image

dapat teratasi dengan

kriteria hasil :

1. Menyatakan

gambaran diri

lebih nyata

1. Kaji tingkat

kecemasan dan

mekanisme

koping klien

terlebih dahulu

beritahukan pada

klien

kemungkinan

terjadinya fasial

palsy akibat

tindak lanjut dari

penyakit tersebut

2. Berikan suport

yang sesuai

1. Kondisi ini dapat

membantu untuk

menyadari keadaan

diri.

2. Hal ini dapat

membantu

meningkatkan

upaya menerima

dirinya.

Page 20: Bab i Otitis Media Fix (2) (1)

20

3. Dorong kien

untuk mandiri

.

3. Kemandirian

membantu

meningkatkan

harga diri.

4. Ancietas

berhungan

dengan prosedur

pembedahan ;

miringoplasty /

mastoidektomi

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

selama...x24 jam,

ancietas dapat teratasi

dengan kriteria hasil :

1. Ansietas menurun

sampai tingkat

yang dapat diatasi

2. Strategi koping

efektif

1. Bantu klien

mengekspresikan

perasaannya.

2. Temani klain yang

tampak cemas

3. Pertahankan

lingkungan yang

aman, batasi

pengunjung

4. Ajarkan teknik

relaksasi untuk

mengurangi nyeri

5. Kolaborasi

pemberian sedatif jika

perlu

1. Perasaan yang

diekspresikan dapat

meminimalkan

kekacauan internal

2. Cemas

mengeluarkan

katekolamin yang

meningkatkan kerja

miokar dan dapat

memanjangkan nyeri,

dengan adanya

perawat dapat

meminimalkan rasa

takut dan

ketidakberdayaan.

3. Stres dapat

meningkatkan kerja

miokard.

4. Teknik relaksasi

dapat membantu

dalam mengurangi

kecemasan

5.Membantu pasien

rileks sampai secara

fisik mampu

Page 21: Bab i Otitis Media Fix (2) (1)

21

membuat strategi

koping yang adekuat

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Radang telinga atau otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa

telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Gangguan telinga

yang paling sering adalah infeksi eksterna dan media. Sering terjadi pada anak-anak dan

juga pada orang dewasa. Ada 3 ( tiga ) jenis otitis media yang paling umum ditemukan di

klinik, yaitu : Otitis media akut, Otitis media supuratif kronik dan Otitis media kronik.

Pada  umumnya otitis media disebabkan oleh : Streptococcus, Stapilococcus,

Diplococcus pneumonie, Hemopilus influens, Gram positif (s. Pyogenes, s. Albus), Gram

negatif (proteus spp, psedomonas spp, e. Coli), kuman anaerob (alergi, diabetes melitus,

tbc paru).

Umumnya otitis media dari nasofaring yang kemudian mengenai telinga tengah,

kecuali pada kasus yang relatif jarang, yang mendapatkan infeksi bakteri yang

membocorkan membran timpani. Stadium awal komplikasi ini dimulai dengan hiperemi

dan edema pada mukosa tuba eusthacius bagian faring, yang kemudian lumennya

dipersempit oleh hiperplasi limfoid pada submukosa.

Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan dari otitis media adalah nyeri

berhubungan dengan proses inflamasi pada jaringan telinga tengah, perubahan sensori /

persepsi auditorius berhungan dengan gangguan penghantaran bunyi pada organ

pendengaran, gangguan body image berhubungan dengan paralysis nervus fasialis,

ancietas berhubungan dengan prosedur pembedahan ; miringoplasty / mastoidektomi.

B. SARAN

Perawat yang menanganai klien dengan otitis media harus membuat prioritas

keperawatan sebagai berikut:

1. Mengatasi nyeri yang timbul karena proses inflamasi pada otitis media.

Page 22: Bab i Otitis Media Fix (2) (1)

22

2. Meminimalkan atau mencegah komplikasi.

3. Mmemberikan support emosi kepada klien dan keluarga.

4. Memberikan informasi tentang proses penyakit, prognosis, dan kebutuhan

pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA

Ballenger JJ. 1985. Chronik Ear Disease In Diseases Of The Nose, Throat, Ear, Head And

Neck 13th Edition. Lea & febinger : Philadelphia.

Carpenito,Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.

Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.

Dunna, d.i. et al. 1995. Medical Surgical Nursing ; A Nursing Process Approach 2nd

Edition : WB sauders.

Helmi, Djaafar ZA. 2002. Penatalaksanaan Baku Otitis Media Supuratif Kronik. Dalam:

Simposium Otitis Media Dan Penatalaksanaan Baku OMSK (Guideline). Surabaya.

Hudak dan Gallo.(2001) Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.

Iselbacher. 2000. Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC

Mahdi. 1994. Prevalensi Otitis Media Pada Murid SD Di Kota Makassar. Program Pasca

Sarjana Unhas : Makassar.

Othrock, C. J. 2000. Perencanaan asuhan keperawatan perioperatif. EGC : Jakarta.

Sjamsuhidajat & Wim De Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta.

Smeltzer and Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Volume 1. Jakarta: EGC.

Sudoyo, S. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1.Edisi 5. Jakarta Pusat: Internal

Publishing.

Suwento, R. 2001. Epidemiologi Penyakit THT Di 7 Propinsi Indonesia Dalam Kumpulan

Abstrak Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT). Bagian tht-kl : Palembang.

Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan.Jakarta : EGC.

Page 23: Bab i Otitis Media Fix (2) (1)

23