BAB I OK

85
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumor epitel usus merupakan penyebab utama morbiditas dan mortilitas di seluruh dunia. Kolon, termasuk rektum, merupakan tempat tersering timbulnya neoplasma primer dibandingkan dengan organ lain dalam tubuh. Kanker kolorektum hanya berada di urutan kedua setelah karsinoma bronkogenik sebagai kanker pembunuh. Sekitar 5% orang Amerika akan mengalami kanker kolorektum, dan 40% dari jumlah ini akan meninggal akibat hal tersebut. Adenokarsinoma membentuk sebagian besar kanker kolorektum dan mencerminkan 70% dari semua keganasan yang timbul dalam saluran cerna. 1 Karsinoma kolorektal sering dijumpai pada dekade 6 dan 7, merupakan penyakit yang banyak menyebabkan kematian. Kejadian karsinoma kolorektal pada usia muda tidak banyak dijumpai. Menurut Petrek, lokasi keganasan kolorektal terbanyak pada rektum (22%), rekto sigmoid (8%), sigmoid (20%), kolon desenden (12%), flexura lienalis (8%), kolon tranversum

description

ca colon fitri ratna sari

Transcript of BAB I OK

Page 1: BAB I OK

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tumor epitel usus merupakan penyebab utama morbiditas dan mortilitas di

seluruh dunia. Kolon, termasuk rektum, merupakan tempat tersering timbulnya

neoplasma primer dibandingkan dengan organ lain dalam tubuh. Kanker

kolorektum hanya berada di urutan kedua setelah karsinoma bronkogenik

sebagai kanker pembunuh. Sekitar 5% orang Amerika akan mengalami kanker

kolorektum, dan 40% dari jumlah ini akan meninggal akibat hal tersebut.

Adenokarsinoma membentuk sebagian besar kanker kolorektum dan

mencerminkan 70% dari semua keganasan yang timbul dalam saluran cerna. 1

Karsinoma kolorektal sering dijumpai pada dekade 6 dan 7, merupakan

penyakit yang banyak menyebabkan kematian. Kejadian karsinoma kolorektal

pada usia muda tidak banyak dijumpai. Menurut Petrek, lokasi keganasan

kolorektal terbanyak pada rektum (22%), rekto sigmoid (8%), sigmoid (20%),

kolon desenden (12%), flexura lienalis (8%), kolon tranversum (6%),flexura

hepatika (4%), kolon asenden (6%), cecum (12%),appendix (2%).

Sebagian besar (98%) kanker usus besar adalah adenokarsinoma. Kanker

ini merupakan salah satu tantangan besar bagi profesi kedokteran , karena

kanker ini hampir selalu timbul di polip adenomatosa yang secara umum dapat

disembuhkan dengan reseksi. Dengan perkiraan 134.000 kasus baru per tahun

dan sekitar 55.000 kematian disebabkan kanker di Amerika Serikat.

Gejala klinik karsinoma kolorektal tergantung dari lokasi tumor. Kanker

cecum dan kolon asenden biasanya tidak memberikan gejala obstruksi,

sedangkan kanker rekto sigmoid dapat menyumbat lumen atau berdarah.

Page 2: BAB I OK

2

Angka kematian pada pria dan wanita dengan karsinoma kolon kurang

lebih sama, dengan rasio 1.05:1.00. Berdasarkan surveilans epidemiologi,

angka bertahan hidup 5 tahun (5-year survival rate) di USA adalah 61%,

sedangkan di Eropa 41%, India 42%, serta di Cina dan Negara-negara

berkembang sekitar 32% dan 38%. Beberapa faktor yang dianggap berperan

meningkatkan risiko karsinoma kolon adalah faktor diet, usia, intake energi

berlebihan, kurangnya aktivitas fisik, tingginya kolesterol darah, kebiasaan

merokok, dan obesitas. 2

Page 3: BAB I OK

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Embriologi dan anatomi kolon

Secara embriologik , kolon kanan berasal dari usus tengah, sedangkan

kolon kiri sampai dengan rektum berasal dari usus belakang. Dalam

perkembangan embriologik kadang terjadi gangguan rotasi usus embrional

sehingga kolon kanan dan sekum mempunyai mesenterium yang bebas.

Keadaan ini memudahkan terjadinya putaran atau volvulus sebagian besar usus

yang sama halnya dapat terjadi dengan mesenterium yang panjang pada kolon

sigmoid dengan radiksnya yang sempit 3

Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar

5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter

usus besar lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inchi (sekitar

6,5 cm), tetapi makin dekat anus diameternya makin kecil. Usus besar terdiri

dari caecum, appendix, kolon ascendens, kolon transversum, kolon

descendens, kolon sigmoideum dan rektum serta anus. Pada sekum terdapat

katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum

menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileosekal

mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon

ascendens, transversum, descendens, dan sigmoid. Tempat dimana kolon

membentuk kelokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-

turut dinamakan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai

setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk S. Lekukan bagian

bawah membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum. Rektum

terbentang dari kolon sigmoid sampai dengan anus. Satu inci terakhir dari

rektum terdapat kanalis ani yang dilindungi oleh sfingter ani eksternus dan

internus. Panjang rektum sampai kanalis ani adalah 5,9 inci.3

Page 4: BAB I OK

4

Colon ascendens panjangnya sekitar 13 cm, dimulai dari caecum pada

fossa iliaca dextra sampai flexura coli dextra pada dinding dorsal

abdomen sebelah kanan, terletak di sebelah ventral ren dextra, hanya

bagian ventral ditutup peritoneum visceral. Jadi letak colon ascendens ini

retroperitoneal, kadang kadang dinding dorsalnya langsung melekat pada

dinding dorsal abdomen yang ditempati muskulus quadratus lumborum

dan ren dextra. Arterialisasi colon ascendens dari cabang arteri ileocolic

dan arteri colic dextra yang berasal dari arteri mesentrica superior.

Colon transversum panjangnya sekitar 38 cm, berjalan dari flexura

coli dextra sampai flexura coli sinistra. Bagian kanan mempunyai

hubungan dengan duodenum dan pankreas di sebelah dorsal, sedangkan

bagian kiri lebih bebas. Flexura coli sinistra letaknya lebih tinggi daripada

yang kanan yaitu pada polus cranialis ren sinistra, juga lebih tajam

sudutnya dan kurang mobile. Flexura coli dextra erat hubunganya dengan

facies visceralis hepar (lobus dextra bagian caudal) yang terletak di

sebelah ventralnya. Arterialisasi didapat dari cabang cabang arteri colica

media. Arterialisasi colon transversum didapat dari arteri colica media

yang berasal dari arteri mesenterica superior pada 2/3 proksimal,

sedangkan 1/3 distal dari colon transversum mendapat arterialisasi dari

arteri colica sinistra yang berasal dari arteri mesenterica inferior.

Colon descendens panjangnya sekitar 25 cm, dimulai dari flexura

coli sinistra sampai fossa iliaca sinistra dimana dimulai colon

sigmoideum. Terletak retroperitoneal karena hanya dinding ventral saja

yang diliputi peritoneum, terletak pada muskulus quadratus lumborum dan

erat hubungannya dengan ren sinistra. Arterialisasi didapat dari cabang-

cabang arteri colica sinistra dan cabang arteri sigmoid yang merupakan

cabang dari arteri mesenterica inferior. Colon sigmoideum mempunyai

mesosigmoideum sehingga letaknya intraperitoneal, dan terletak didalam

fossa iliaca sinistra. Radix mesosigmoid mempunyai perlekatan yang variabel

pada fossa iliaca sinistra. Colon sigmoid membentuk lipatan-lipatan yang

Page 5: BAB I OK

5

tergantung isinya didalam lumen, bila terisi penuh dapat memanjang dan

masuk ke dalam cavum pelvis melalui aditus pelvis, bila kosong lebih

pendek dan lipatannya kearah ventral dan ke kanan dan akhirnya ke

dorsal lagi. Colon sigmoid melanjutkan diri kedalam rectum pada dinding

mediodorsal pada aditus pelvis di sebelah depan os sacrum. Arterialisasi

didapat dari cabang- cabang arteri sigmoidae dan arteri haemorrhoidalis

superior cabang arteri mesenterica inferior. Aliran vena yang terpenting

adalah adanya anastomosis antara vena haemorrhoidalis superior dengan

vena haemorrhoidalis medius dan inferior, dari ketiga vena ini yang

bermuara kedalam vena porta melalui vena mesenterica inferior hanya

vena haemorrhoidalis superior, sedangkan yang lain menuju vena iliaca

interna. Jadi terdapat hubungan antara vena parietal (vena iliaca interna)

dan vena visceral (vena porta) yang penting bila terjadi pembendungan

pada aliran vena porta misalnya pada penyakit hepar sehingga mengganggu

aliran darah portal.

Gambar 1. Anatomi Kolon

Page 6: BAB I OK

6

Secara garis besar vaskularisasi usus besar diatur oleh arteri mesenterika

superior dan inferior. Arteri mesenterika superior memvaskularisasi kolon

bagian kanan (mulai dari sekum sampai dua pertiga proksimal kolon

transversum). Arteri mesenterika superior mempunyai tiga cabang utama yaitu

arteri ileokolika, arteri kolika dekstra, dan arteri kolika media. Sedangkan arteri

mesenterika inferior memvaskularisasi kolon bagian kiri (mulai dari sepertiga

distal kolon transversum sampai rektum bagian proksimal). Arteri mesenterika

inferior mempunyai tiga cabang yaitu arteri kolika sinistra, arteri hemorroidalis

superior, dan arteri sigmoidea. Vaskularisasi tambahan daerah rektum diatur

oleh arteria sakralis media dan arteria hemorroidalis inferior dan media. Aliran

balik vena dari kolon dan rektum superior melalui vena mesenterika superior

dan inferior serta vena hemorroidalis superior, yaitu bagian dari sistem portal

yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemorroidalis media dan inferior

mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi sistemik.

Ada anastomosis antara vena hemorroidalis superior, media, dan inferior

sehingga peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran balik ke

dalam vena-vena ini dan mengakibatkan hemorroid. Aliran pembuluh limfe

kolon mengikuti arteria regional ke limfenodi preaorta pada pangkal arteri

mesenterika superior dan inferior. Aliran balik pembuluh limfe melalui sistrna

kili yang bermuara ke dalam sistem vena pada sambungan vena subklavia dan

jugularis sinistra. Hal ini menyebabkan metastase karsinoma gastrointestinal

bisa ada dalam kelenjar limfe leher (kelenjar limfe virchow). Aliran balik

pembuluh limfe rektum mengikuti aliran pembuluh darah hemorroidalis

superior dan pembuluh limfe kanalis ani menyebar ke nodi limfatisi iliaka

interna, sedangkan aliran balik pembuluh limfe anus dan kulit perineum

mengikuti aliran limfe inguinalis superficialis.

Page 7: BAB I OK

7

Gambar 2. Vaskularisasi kolon

Gambar 3. Kelenjar limfe colon.

(1)lnn.iliocolica(2)lnn.colicasinistra(3)lnn.mesentericainferior(4)lnn.superi

or rectum(5)lnnn.retrocecal(6)lnn.prececal(7)lnn.paracolica

Inervasi usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom kecuali sfingter

eksternus yang diatur secara voluntar. Serabut parasimpatis berjalan melalui

saraf vagus ke bagian tengah kolon transversum, dan saraf pelvikus yang

berasal dari daerah sakral mensuplai bagian distal. Serabut simpatis yang

berjalan dari pars torasika dan lumbalis medula spinalis melalui rantai simpatis

ke ganglia simpatis preortika. Disana bersinaps dengan post ganglion yang

mengikuti aliran arteri utama dan berakhir pada pleksus mienterikus (Aurbach)

dan submukosa (meissner). Perangsangan simpatis menyebabkan

penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum,

sedangkan saraf parasimpatis mempunyai efek yang berlawanan. Kendali usus

Page 8: BAB I OK

8

yang paling penting adalah aktivitas refleks lokal yang diperantarai oleh

pleksus nervosus intramural (Meissner dan Aurbach) dan interkoneksinya. Jadi

pasien dengan kerusakan medula spinalis maka fungsi ususnya tetap normal,

sedangkan pasien dengan penyakit hirschsprung akan mempunyai fungsi usus

yang abnormal karena pada penyakit ini terjadi keabsenan pleksus aurbach dan

meissner.3

B. Fisiologi Kolon

Fungsi usus besar ialah menyerap air, vitamin, dan elektrolit, ekskresi

mucus serta menyimpan feses, dan kemudian mendorongnya keluar. Dari 700-

1000 ml cairan usus halus yang diterima oleh kolon, hanya 150-200 ml yang

dikeluarkan sebagai feses setiap harinya. Udara ditelan sewaktu makan,

minum, atau menelan ludah. Oksigen dan karbondioksida di dalamnya di serap

di usus, sedangkan nitrogen bersama dengan gas hasil pencernaan dari peragian

dikeluarkan sebagai flatus. Jumlah gas di dalam usus mencapai 500 ml sehari.

Pada infeksi usus, produksi gas meningkat dan bila mendapat obstruksi usus

gas tertimbun di saluran cerna yang menimbulkan flatulensi.4

C. Histologi Kolon

Dinding kolon terdiri dari empat lapisan yaitu mukosa, submukosa,

muskularis eksterna, dan serosa. Lapisan-lapisan ini berlanjut dengan lapisan

yang terdapat di usus halus. Mukosa kolon terdiri atas epitel selapis silindris

dengan sedikit mikrovili dan banyak sel goblet (epitel ini berlanjut ke dalam

kelenjar intestinal), kelenjar intestinal, serta lamina propria, seperti pada usus

halus lamina propia mengandung banyak jaringan limfoid difus. Lapisan

mukosa usus besar lebih tebal dengan kriptus lieberkuhn terletak lebih dalam

Page 9: BAB I OK

9

serta mempunyai sel goblet lebih banyak daripada usus halus. Lapisan

muskularis mukosa serta submukosa di bawahnya mengandung sel dan serat

jaringan ikat, berbagai pembuluh darah dan saraf. Lapisan serosa ( peritoneum

visceral dan mesenterium) menutupi daerah kolon transversum dan kolon

sigmoid, untuk kolon asendens dan desendens letaknya retroperitoneal dan

lapisan luar permukaan posteriornya adalah adventisia.5

Berbeda dengan usus halus, kolon tidak memiliki vili atau plika sirkularis.

Akibatnya permukaan lumen mukosa kolon tampak licin. Adanya sejumlah

modifikasi pada kolon membedakan kolon dengan bagian lain saluran cerna,

seperti lapisan otot polos muskularis eksterna kolon , yaitu lapisan sirkular

dalam utuh, sedangkan lapisan longitudinal luar otot polos terbagi dalam tiga

untaian besar memanjang yang disebut taenia koli. Sel-sel ganglion

parasimpatis pleksus saraf mienterikus (auerbach) terdapat diantara kedua

lapisan otot muskularis eksterna. Taenia coli bersatu pada sigmoid distal.

Panjang taenia lebih pendek daripada usus sehingga usus tertarik dan berkerut

membentuk kantong-kantong kecil yang disebut haustra. Pada taenia melekat

kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak yang disebut apendices

epiploika.

Fungsi utama usus besar adalah menyerap air dan mineral (elektrolit) dari

sisa makanan (residu) dan membentuk tinja (feses). Sehubungan dengan fungsi

ini, epitel usus besar mengandung sel absorptif silindris (serupa dengan sel

yang terdapat pada epitel usus halus) dan sel goblet penghasil mukus yang

menghasilkan mukus untuk melumasi lumen usus besar agar feses mudah lewat

dan mulai memadat saat itu. Tidak ada enzim pencernaan yang dihasilkan sel-

sel usus besar.5

Page 10: BAB I OK

10

D. Karsinoma Kolon

1. Definisi

Karsinoma kolon/usus besar adalah tumbuhnya sel kanker yang ganas

didalam permukaan usus besar atau rectum.6

Karsinoma kolon adalah pertumbuhan sel yang bersifat ganas yang

tumbuh pada kolon dan menginvasi jaringan sekitarnya.7

2. Epidemiologi

Insidensi karsinoma kolon dan rektum di Indonesia cukup tinggi, demikian

juga angka kematiannya. Insidens pada pria sebanding dengan wanita, Sekitar

75% di temukan di rektosigmoid. Dinegara barat, perbandingan insidens

lelaki : perempuan = 3:1, kurang dari 50% di rektosigmoid, dan merupakan

penyakit orang usia lanjut. 8

Insidensi puncak untuk kanker kolon adalah usia 60 hingga 70 tahun;

kurang dari 20% kasus terjadi pada usia kurang dari 50 tahun, bila kanker

kolon ditemukan pada pasien berusia muda , perlu di curigai adanya colitis

ulserativa atau salah satu dari sindrom poliposis. Lesi prekursornya adalan

adenoma. Laki-laki terkena sekitar 20% lebih sering daripada perempuan. 1

3. Etiologi

Penyebab essensial karsinoma kolon adalah karena proses perubahan

genetik pada sel epitel mukosa kolon. Faktor-faktor epidemiologi seperti usia,

ras, gizi, status ekonomi, kebiasaan merokok, makan makanan panas atau yang

di bakar terlalu sering, dll telah memberikan bukti-bukti risiko terhadap risiko

terjadinya kanker kolon. Tetapi faktor-faktor utama yang kini dipercaya

mengawali munculnya karsinoma kolon diantaranya adalah efek mutagen dari

feses, intake daging yang berlebihan, asam empedu yang tinggi dalam kolon,

gangguan intake vitamin dan mineral. 9

Page 11: BAB I OK

11

Berbagai polip kolon dapat bedergenerasi maligna dan setiap polip kolon

harus di curigai. Radang kronik kolon, seperti colitis ulserosa atau colitis

amuba kronik, juga berisiko tinggi. Faktor genetik kadang berperan walaupun

jarang. Sekitar 70-75% karsinoma kolon dan rektum terletak pada rektum dan

sigmoid. Keadaan ini sesuai dengan lokasi polip colitis ulserosa, dan colitis

amuba kronik.

4. Patofisiologi

Umumnya tumor kolon adalah adenokarsinoma yang berkembang dari

polip adenoma. Kanker kolon terutama (95%) adenokarsinoma (muncul dari

lapisan epitel usus) dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan

menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas ke dalam struktur

sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke dalam

tubuh yang lain (paling sering ke hati). 1

Sekuensi adenoma-karsinoma

Terbentuknya karsinoma dari lesi adenomatosa disebut sebagai sekuensi/

urutan adenoma-karsinoma, dilihat dari :

Populasi yang prevalensi adenomanya tinggi juga memiliki prevalensi

kanker kolorektum yang tinggi, demikian sebaliknya.

Distribusi adenoma didalam kolon dan rektum lebih kurang sepadan

dengan distribusi kanker kolorektum

Insidensi puncak polip adenomatosa mendahului insidensi

puncakkanker kolorektum selama beberapa tahun

Bila ditemukan karsinoma invasif pada stadium dini, sering terdapat

jaringan adenomatosa di sekitarnya

Resiko kanker berkaitan secara langsung dengan jumlah adenoma

sehingga pasien dengan sindrom poliposis familial, hampir pasti

mengidap kanker

Page 12: BAB I OK

12

Program yang secara tekun mengikuti pasien untuk mencari ada-

tidaknya adenoma, dan mengangkat semua adenoma yang

teridentifikasi, mengurangi insidensi kanker kolorektum.

Karsinogenesis kolorektum

Karsinogenesis kolorektum menjelaskan mekanisme umum evolusi kanker

yang dipercaya terdapat dua jalur pembentukan kanker kolon yang secara

patogenesis berbeda; keduanya melibatkan akumulasi bertahap mutasi. Namun

gen yang terlibat dan mekanisme timbulnya mutasi berbeda.;

Jalur pertama disebut jalur APC/ β- katenin, ditandai dengan instabilitas

kromosom yang menyebabkan akumulasi bertahap mutasi di serangkaian

onkogen dan gen penekan tumor. Evolusi molekuler kanker kolon sepanjang

jalur ini melalui serangkaian stadium yaitu pada awalnya terjadi proliferasi

epitel kolon lokal, hal ini diikuti dengan pembentukan adenoma kecil yang

secara progresif membesar menjadi lebih displastik, dan akhirnya berkembang

menjadi kanker invasif. Hal ini disebut sebagai sekuensi adenoma-karsinoma

(penyebab 80% kanker kolorektum), proses genetik yang berperan dijalur ini

adalah :1

Hilangnya gen penekan tumor APC, hal ini diperkirakan merupakan

kejadian paling awal dalam pembentukan adenoma. Mutasi sel

germinativum di gen APC menyebabkan terbentuknya ratusan adenoma

yang berkembang menjadi kanker, kedua salinan gen APC hilang

sebelum adenoma terbentuk. Fungsi protein APC berkaitan erat dengan

β-katenin; APC normal meningkatkan penguraian β-katenin ;dengan

hilangnya fungsi APC, β-katenin yang menumpuk berpindah ke nucleus

dan mengaktifkan transkripsi beberapa gen, seperti MYC dan Siklin D1,

yang mendorong proliferasi sel. Mutasi APC terdapat pada 80% kanker

kolon sporadik

Mutasi K-RAS. Gen K-RAS mengkode suatu molekul transduksi

sinyal yang berpindah-pindah antara keadaan aktif terikat guanosisn

trifosfat dan keadaan inaktif terikat guanosin difosfat. RAS yang telah

Page 13: BAB I OK

13

bermutasi terperangkap dalam keadaan aktif dan mengeluarkan sinyal

mitotik sekaligus mencegah apoptosis. Mutasi K-RAS biasanya terjadi

setelah hilangnya APC. Gen ini mengalami mutasi pasa <10% adenoma

yang ukurannya <1cm, pada 50% adenoma >1cm, dan pada 50%

karsinoma.

Delesi 18q21. Hilangnya gen penekan kanker putatif di 18q21

ditemukan pada 60%-70% kanker kolon. Tiga gen diketahui terletak

dilokasi kromosom ini, yaitu DCC, DPC4/SMAD4, dan SMAD2. Belum

jelas gen mana yang relevan dengan karsinogenesis kolon. DCC

mengkode suatu molekul perekat sel yang disebut netrin-1, yang

berperan dalam fungsi akson. SMAD4 dan SMAD2 mengkode

komponen jalur sinyal transforming growth factor-β (TGF – β), karena

sinyal ini biasanya menghambat siklus sel, hilangnya gen ini

memungkinkan sel tumbuh tak terkendali.

Hilangnya TP53. Hilangnya gen penekan tumor ini ditemukan pada

70% hingga 80% kanker kolon, kehilangan serupa jarang ditemukan

pada adenoma, yang mengisyaratkan bahwa mutasi di TP53 terjadi

belakangan pada karsinogenesis kolorektum. Peran penting TP53 dalam

pengendalian siklus sel, yaitu efek antiproliferasi, dan pengendalian

apoptosis.

Page 14: BAB I OK

14

Gambar 5. Skema perubahan morfologik dan molekular pada sekuensi adenoma-

karsinoma.1

Jalur kedua ditandai dengan lesi genetik di DNA mismatch repair genes

(gen untuk memperbaiki ketidakcocokan DNA) jalur ini berperan dalam 10%-

15% kasus sporadik. Gangguan pada perbaikan ketidakcocokan DNA ini

menyebabkan keadaan hypermutable sekuensi DNA repetitive yang disebut

mikrosatelit, dan terjadi penumpukan mutasi gen yang berperan dalam

pengendalian pertumbuhan sel dan apoptosis, memuncak pada timbulnya

karsinoma kolon. 1

5. Faktor Predisposisi

A. Polip

Kepentingan utama dari polip bahwa telah diketahui potensial untuk

menjadi kanker kolorektal. Evolusi dari kanker itu sendiri merupakan sebuah

proses yang bertahap, dimana proses dimulai dari hiperplasia sel mukosa,

adenoma formation, perkembangan dari displasia menuju transformasi maligna

dan invasif kanker. Aktifasi onkogen, inaktifasi tumor supresi gen, dan

kromosomal deletion memungkinkan perkembangan dari formasi adenoma,

perkembangan dan peningkatan displasia dan invasif karsinoma.1

Secara histologi polip diklasifikasikan sebagai neoplastik dan non

neoplastik. Polip non neoplastik terbentuk akibat pematangan, peradangan,

atau arsitektur mukosa yang abnormal polip ini tidak berpotensi maligna, yang

termasuk polip non neoplastik yaitu polip hiperplastik, mukous retention polip,

hamartomatosa (juvenile polip), polip limfoid, dan polip inflamatorik. Namun

beberapa penelitian menyebutkan polip hiperplastik di sisi kanan kolon

mungkin merupakan prekursor karsinoma kolorektum.

Polip neoplastik atau adenoma berpotensial berdegenerasi maligna;

adenoma sporadik memiliki predisposisi familial, yang menyebabkan

peningkatan risiko empat kali lipat untuk adenoma pada anggota keluarga

Page 15: BAB I OK

15

dekat, dan juga peningkatan empat kali lipat risiko karsinoma kolorektum pada

pasien dengan adenoma. Berdasarkan WHO diklasifikasikan sebagai adenoma

tubular, vilosa adenoma , dan adenoma tubulovilosa. Tujuh puluh persen dari

polip berupa adenomatous, dimana 75%-85% adenoma tubular, 10%-25%

adenoma tubulovilosa dan adenoma vilosa dibawah 5%.

Gambar 6: Polip Neoplastik. (A) tubular adenoma, (B) villous adenoma, (C)

tubulovillous adenoma, (D) karsinoma pada tangkai tubular adenoma, (E)

karsinoma invasif yang muncul dari sebuah villous adenoma. 1

Risiko keganasan untuk suatu polip adenomatosa berkaitan dengan 3

faktor independen : ukuran polip, arsitektur histologik, dan keparahan displasia

epitel.1

Kanker jarang terjadi pada adenoma tubular yang garis tengahnya <1cm

Kemungkinan kanker pada adenoma vilosa sessile yang garis tengahnya

>4cm, tinggi (mendekati 40%)

Displasia berat, apabila ada sering ditemukan pada daerah vilosa

Namun demikian diameter maksimum merupakan utama penentu utama

resiko adanya karsinoma dalam adenoma.

Page 16: BAB I OK

16

Displasia dapat dikategorikan menjadi low atau high grade. 6% dari polip

adenoma berupa high grade displasia dan 5% didalamnya berupa invasif

karsinoma pada saat terdiagnosa. Insiden dari kanker meningkat dari 2,5-4

fold jika polip lebih besar dari 1 cm, dan 5-7 fold pada pasien yang

mempunyai multipel polip. Dari penelitian didapatkan bahwa polip yang >1

cm jika tidak ditangani menunjukkan risiko menjadi kanker sebesar 2,5%

pada 5 tahun, 8% pada 10 tahun dan 24% pada 20 tahun. Waktu yang

dibutuhkan untuk menjadi malignansi tergantung beratnya derajat displasia.

3,5 tahun untuk displasia sedang dan 11,5 tahun untuk displasia ringan.

Gambar 7 : Adenomatous Polip

B. Sindrom Poliposis Familial (FAP)

Sindrom poliposis familial (FAP) merupakan penyakit dominan autosomal

yang jarang ditemukan, namun memiliki kecenderungan mengalami

transformasi maligna ke arah kanker kolorektum. Pada FAP pasien biasanya

memiliki 500 hingga 2500 adenoma kolon yang melapisi permukaan mukosa.

Diagnosis ini memerlukan minimum 100 adenoma. Sebagian besar polip

adalah adenoma tubular, kadang-kadang memperlihatkan gambaran vilosa.

Polip biasanya mulai tampak pada masa dewasa muda atau awal dewasa, dapat

menggiring kepada kemungkinan pembentukan kanker kolorektal pada umur

40 sampai 50 tahun. Risiko kanker mendekati 100% pada usia pertengahan,

kecuali bila dilakukan kolektomi profilaktik. defek genetik yang menyebabkan

Page 17: BAB I OK

17

FAP tereletak di gen APC pada kromosom 5q21. Screening untuk polip harus

dimulai pada saat usia muda. Pasien dengan FAP yang diberi 400 mg

celecoxib, dua kali sehari selama enam bulan mengurangi rata rata jumlah

polip sebesar 28%. Tumor lain yang mungkin muncul pada sindrom FAP

adalah karsinoma papillary thyroid, sarcoma, hepatoblastomas, pancreatic

carcinomas, dan medulloblastomas otak. Varian dari FAP termasuk gardner’s

syndrom dan turcot’s syndrom. Polip peutz-jeghers dan sindrom cowden ,

seperti sindrom poliposis familial lainnya, memperlihatkan peningkatan risiko

keganasan saluran cerna dan diluar saluran cerna.1

Gambar 8: Familial Adenomatous Poliposis

C. Penyakit usus meradang idiopatik (Idiopathic Inflammatory Bowel

Disease)

a) Ulseratif Kolitis

Ulseratif kolitis merupakan faktor risiko untuk kanker kolon sekitar 1%

dari pasien yang memiliki riwayat kronik ulseratif colitis, dikarenakan

penyulit paling serius pada ulseratif kolitis adalah timbulnya karsinoma

kolon. Dua faktor menentukan risiko ini adalah lamanya penyakit dan luasnya

lesi. Diperkirakan pada penyakit yang telah berlangsung 10 tahun dan terbatas

Page 18: BAB I OK

18

di kolon kiri risiko minimal, dan pada 20 tahun risiko sekitar 20%. Pada

pankolitis, risiko karsinoma adalah 10% pada 20 tahun, dan 15%-25% pada

30 tahun. Secara keseluruhan, insidensi tahunan kanker kolon pada pasien

dengan UC yang berlangsung >10 tahun adalah 0,8-1%.

Pendekatan yang direkomendasikan untuk seseorang dengan risiko tinggi

dari kanker kolorektal pada ulseratif kolitis dengan mengunakan kolonoskopi

untuk menentukan kebutuhan akan total proktokolektomi pada pasien dengan

kolitis yang durasinya lebih dari 8 tahun. Strategi yang digunakan

berdasarkan asumsi bahwa lesi displasia bisa dideteksi sebelum terbentuknya

invasif kanker. Sebuah studi prospektif menyimpulkan bahwa kolektomi yang

dilakukan dengan segera sangat esensial untuk semua pasien yang didiagnosa

dengan displasia yang berhubungan dengan massa atau lesi.1

Gambar 9. Ulseratif kolitis

b) Penyakit Crohn’s

Pasien yang menderita penyakit crohn’s mempunyai risiko untuk

menderita kanker kolorektal tetapi masih kurang jika dibandingkan dengan

ulseratif kolitis. Yang terutama penting pada pasien penyakit crohn’s adalah

Page 19: BAB I OK

19

kelainan displastik yang muncul di sel epitel mukosa. Kelainan ini dapat fokal

atau meluas, cenderung bertambah seiring waktu, dan diperkirakan berkaitan

dengan peningkatan 5-6 kali lipat risiko karsinoma, terutama di kolon. Pasien

dengan striktur kolon juga mempunyai insiden yang tinggi dari

adenokarsinoma pada tempat yang terjadi fibrosis. Adenokarsinoma

meningkat pada tempat strikturoplasty menjadikan sebuah biopsy dari

dinding intestinal harus dilakukan pada saat melakukan strikturoplasty. Telah

dilaporkan juga bahwa squamous sel kanker dan adenokarsinoma meningkat

pada fistula kronik pasien dengan crohn’s disease.1

Gambar 10. Penyakit Crohn

D. Faktor Genetik

Riwayat Keluarga, sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada

pasien dengan riwayat kanker kolon pada keluarga terdekat. Seseorang

dengan keluarga terdekat yang mempunyai kanker kolon mempunyai

kemungkinan untuk menderita kanker kolon dua kali lebih tinggi bila

dibandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki riwayat kanker kolon

pada keluarganya. Dua kondisi yang menjadi predisposisi terhadap sindroma

kanker colorectal yang diturunkan adalah fibroadenoma polyposis (FAP) dan

hereditary nonpolyposis colorectal cancer syndrome (HNPCC).1

Page 20: BAB I OK

20

E. Diet

Faktor lingkungan terutama kebiasaan makan, diperkirakan menjadi

penyebab perbedaan geografik penyakit karsinoma kolon ini, faktor makanan

yang paling banyak mendapat perhatian adalah (1) rendahnya kandungan

serat sayuran yang tidak dapat diserap, (2) tingginya kandungan karbohidrat

yang telah dimurnikan , (3) tinggginya kandungan lemak (dari daging), dan

(4) berkurangnya asupan mikronutrien protektif, seperti vitamin A,C, dan E.1

Diperkirakan penurunan kandungan serat menyebabkan berkurangnya

massa tinja, peningkatan retensi tinja dalam usus, dan perubahan flora bakteri

dalam usus. Oleh karena itu, konsentrasi produk sampingan oksidatif

penguraian karbohidrat oleh bakteri yang berpotensi toksik lebih tinggi dalam

tinja (yang jumlahnya sedikit) dan tertahan berkontak lebih lama di mukosa

kolon. Selain itu asupan lemak yang tinggi meningkatkan sintesis kolesterol

dan asam empedu oleh hati , yang pada akhirnya diubah menjadi karsinogen

potensial oleh bakteri usus. Asam empedu berhubungan dengan pencernaan

lemak yang dapat menginduksi hiperproliferasi mukosa usus, yang

merupakan marker risiko neoplasia. Asam empedu dalam kolon menunjukkan

dapat mengaktivasi faktor transkripsi AP-1 yang dapat merubah sel kolon

menjadi sel neoplasia. Kolesistektomi dapat menyebabkan tingginya kadar

asam empedu dalam sekum dan kolon asenden sehingga meningkatkan risiko

karsinoma kolon kanan. Makanan yang dimurnikan juga kurang mengandung

vitamin A, C, dan E yang dapat berfungsi sebagai penyapu radikal oksigen,

namun teori ini belum sepenuhnya terbukti. 1

F. Gaya Hidup

Pria dan wanita yang merokok < 20 tahun mempunyai risiko tiga kali

untuk memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk yang besar.

Sedangkan merokok > 20 tahun berhubungan dengan risiko dua setengah kali

untuk menderita adenoma yang berukuran besar. Diperkirakan 5000-7000

kematian karena kanker kolon di Amerika dihubungkan dengan pemakaian

Page 21: BAB I OK

21

rokok. Pemakaian alkohol juga menunjukkan hubungan dengan

meningkatnya risiko kanker kolon.1

Pada berbagai penelitian telah menunjukkan hubungan antara aktifitas,

obesitas dan asupan energi dengan kanker kolon. Pada percobaan terhadap

hewan, pembatasan asupan energi telah menurunkan perkembangan dari

kanker. Interaksi antara obesitas dan aktifitas fisik menunjukkan penekanan

pada aktifitas prostaglandin intestinal, yang berhubungan dengan risiko

kanker kolorektal. The Nurses Health Study telah menunjukkan hubungan

yang berkebalikan antara aktifitas fisik dengan terjadinya adenoma, yang

dapat diartikan bahwa penurunan aktifitas fisik akan meningkatkan risiko

terjadinya adenoma.1

G. Usia

Usia merupakan faktor paling relevan yang mempengaruhi risiko kanker

kolon pada sebagian besar populasi. Risiko dari kanker kolon meningkat

bersamaan dengan usia, terutama pada pria dan wanita berusia 50 tahun atau

lebih. Insidensi puncak untuk kanker kolon adalah usia 60 hingga 70 tahun;

hal ini akibat kerja materi karsinogenetik pada sel kolon dalam peningkatan

periode. Resiko kira-kira sama bagi pria dan wanita di atas 50 tahun, bila

muncul sebelum 50 tahun, maka biasanya terjadi bersama sejumlah faktor

resiko lain terutama familial. <20% kasus terjadi pada usia <50 tahun. 55%

kanker terdapat pada usia ≥ 65 tahun, angka insiden 19 per 100.000 populasi

yang berumur kurang dari 65 tahun, dan 337 per 100.000 pada orang yang

berusia lebih dari 65 tahun. 10

Tabel 1. Faktor resiko kanker kolorektal berdasarkan WHO

Usia? 50 tahun

Page 22: BAB I OK

22

Adenomatous poliposis sindrom

Familial adenomatous poliposis

Hamartomatous poliposis

Peutz jeghers sindrom

Juvenile sindrom

Herediter nonpoliposis kanker kolorektal

Riwayat kanker kolorektal pada keluarga

Inflammatory bowel disease

Riwayat menderita kanker kolorektal

Riwayat menderita polip kolorektal

6. Morfologi karsinoma kolon

A. Lokasi Kanker

Dua pertiga dari kanker kolorektal muncul pada kolon kiri dan sepertiga

muncul pada kolon kanan. Sekitar 70-75% karsinoma kolon dan rektum

terletak pada rektum dan sigmoid , keadaan ini sesuai dengan lokasi polip

kolitis ulserosa, dan colitis amuba kronik. 8

Tabel 2. Letak keganasan kolorektal.

Letak PresentaseSekum dan kolon asendens 10 %Kolon transversum termasuk fleksura hepar dan lien 10%Kolon desendens 15%rektosigmoid 75%

B. Klasifikasi karsinoma kolon

Secara makroskopis terdapat tiga tipe karsinoma kolon dan rektum. Tipe

polipoid atau vegetatif tumbuh menonjol kedalam lumen usus, berbentuk

bunga kol dan ditemukan terutama di sekum dan kolon asendens. Tipe kedua

yaitu tipe skirus mengakibatkan penyempitan lumen sehingga terjadi stenosis

dan gejala obstruksi , terutama ditemukan di kolon desendens, sigmoid, dan

Page 23: BAB I OK

23

rektum. Pada tahap lanjut, sebagian besar kasinoma kolon mengalami ulserasi

lalu nekrosis bagian sentral dan berkembang menjadi tukak maligna.

Secara mikroskopis kanker kolorektal mempunyai derajat differensiasi

yang berbeda-beda, tidak hanya dari tumor yang satu dengan tumor yang lain

tetapi juga dari area ke area pada tumor yang sama, mereka cenderung

mempunyai morfologi yang heterogen. Secara keseluruhan, didapatkan suatu

pola hubungan antara tipe histopatologis, derajat differensiasi dan stadium dari

kanker kolorektal. Adenokarsinoma (96%) sering ditemukan dengan derajat

differensiasi sedang dan belum bermetastase pada saat terdiagnosa, signet ring

cell carcinoma banyak ditemukan dengan derajat differensiasi buruk dan telah

bermetastase jauh pada saat terdiagnosa, lain pula pada carcinoid tumor dan

sarcoma yang sering dengan derajat differensiasi buruk dan belum

bermetastase pada saat terdiagnosa, sedangkan small cell carcinoma tidak

memiliki derajat differensiasi dan sering sudah bermetastase jauh pada saat

terdiagnosa. Berbagai varian gambaran histopatologi kanker kolorektal

berdasarkan klasifikasi World Health Organization diperlihatkan pada tabel :

Tabel 3. Gambaran Histopatologi Kanker Kolon .

adenocarcinomaMucinous adenocarcinomaSignet-ring adenocarcinomaAdenosquamous carcinomaSquamous cell carcinomaSmall cell carcinomaChorio carcinomaMedullary carcinoma

C. Metastase

Semua tumor kolon menyebar secara langsung ke struktur di dekatnya dan

dengan bermetastasis melalui pembuluh getah bening dan pembuluh darah.

Tempat favorit untuk metastasis, berdasarkan urutan frekuensinya adalah

kelenjar getah bening regional, hati, paru , dan tulang, diikuti oleh tempat lain

termasuk membran serosa rongga peritoneum. 1

Page 24: BAB I OK

24

Metastase ke kelenjar limfa regional ditemukan pada 40-70% kasus pada

saat direseksi. Invasi ke pembuluh darah vena ditemukan pada lebih 60%

kasus. Metastase ke otak sangat jarang, dikarenakan jalur limfatik dan vena

dari rektum menuju vena cava inferior, maka metastase kanker rektum lebih

sering muncul pertama kali di paru-paru. Berbeda dengan kolon dimana jalur

limfatik dan vena menuju vena porta, maka metastase kanker kolon pertama

kali paling sering di hepar.

Karsinoma kolon dan rektum mulai berkembang pada mukosa dan tumbuh

sambil menembus dinding dan meluas secara sirkuler ke arah oral dan aboral.

Didaerah rektum penyebaran ke arah anal jarang melebihi dua sentimeter.

Penyebaran perkontinuitatum menembus jaringan sekitar atau organ

sekitarnya misalnya ureter, buli-buli, uterus, vagina, atau prostat. Penyebaran

limfogen terjadi ke kelenjar parailiaka, mesenterium, dan paraaorta.

Penyebaran peritoneal mengakibatkan peritonitis karsinomatosa dengan atau

tanpa asites. 8

Tabel 4. tingkat penyebaran limfogen .

Lokasi TingkatPinggir kolon N1, N2Pada arteri : N2, N3

a.ileokolikaa.kolika kanana.kolika mediaa.kolika kiria.sigmoidea

Pangkal arteri utama : N3a. mesenterika superiora. mesenterika inferior

7. Gambaran Klinis

Page 25: BAB I OK

25

Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan sejalan

dengan suplai darah yang diterima. Tanda dan gejala dari kanker kolon sangat

bervariasi dan tidak spesifik. Keluhan utama pasien dengan kanker kolon

berhubungan dengan besar dan lokasi dari tumor. Gejala dan tanda dini

karsinoma kolon tidak ada. Umumnya gejala pertama timbul karena penyulit,

yaitu gangguan faal usus, obstruksi, perdarahan, atau akibat penyebaran.8

a) Karsinoma sekum dan kolon kanan

Karsinoma yang berada pada kolon kanan, dimana isi kolon berupa cairan,

cenderung tetap tersamar hingga lanjut sekali. Sedikit kecenderungan

menyebabkan obstruksi karena lumen usus lebih besar, jarang terjadi stenosis

dan feses masih encer. Gambaran klinis tumor sekum dan kolon asendens tidak

khas, gejala klinis sering berupa rasa penuh, nyeri abdomen, dispepsia,

perdarahan dan simptomatik anemia (menyebabkan kelemahan, pusing dan

penurunan berat badan).

Seperti yang telah disebutkan, tumor kolon kanan seringkali silent dan

banyak pasien tampak dengan gejala dan tanda dari anemia defisiensi besi (Fe)

yang berasal dari kehilangan darah secara samar yang lama (occult blood loss).

Jarang, kehilangan darah dalam jumlah banyak, terutama pada pasien yang

mendapat antikoagulan. Feses masuk ke sekum dalam bentuk liquid / cair dan

obstruksi biasanya terjadi relatif lambat. Karena lumen usus menjadi lebih

sempit pasien biasanya mengeluh nyeri kolik yang intermitten, di sentral atau

di fossa iliaca kanan, dimana sering timbul setelah makan, distimulasi oleh

refleks gastrocolic. Nyeri sering diikuti oleh onset diare intermitten,

kemungkinan karena fermentasi feses dan akumulasi toksin bakteri di dalam

lumen usus besar. Obstruksi ileum distal dapat terjadi bila tumor menutup

katup ileocecal, atau jika katup ileocecal menjadi inkompeten karena obstruksi

komplit cecal. Gelombang dari kolik abdomen sentral dapat terjadi, dengan

distensi abdominal sentral progresif dan borborygmus. Peristaltis usus mungkin

Page 26: BAB I OK

26

dapat terlihat, muntah feses, dan dehidrasi merupakan menifestasi lambat yang

dapat muncul. Jarang massa yang dapat dipalpasi sebagai keluhan utama.

Pasien kadang-kadang tampak dengan gejala dan tanda dari apendisitis

akut jika karsinoma menutup orificium apendicular dan menghasilkan

inflamasi akut, atau dari perforasi karsinoma. Diagnosis mungkin tidak jelas

pada saat apendiks diangkat dan harus dilihat dengan barium enema atau

dengan kolonoskopi. Tumor dapat berpenetrasi ke dinding posterior colon,

menimbulkan perforasi dan abses di musculus psoas. Pasien demikian tampak

dengan gejala dan tanda infeksi dengan massa yang nyeri pada fossa iliaca

kanan. Nyeri dapat menjalar ke bawah menuju tungkai atau panggul. Nyeri

juga dapat menjalar ke belakang jika abses mengiritasi otot-otot lumbal.

Terkadang tumor anterior dapat menyebabkan perforasi menimbulkan

peritonitis akut dengan nyeri seluruh abdomen yang berat, bising usus dapat

menghilang, dan dapat ditemukan defans muskular serta nyeri ketok.

Terkadang, karsinoma kolon kanan tampak dengan gejala umum malaise

atau perasaan tidak enak badan, kadang dengan demam yang tidak diketahui

asalnya. Gejala-gejala ini muncul karena abses kecil yang samar atau karena

masalah tumor itu sendiri. Gejala dan tanda metastase sangat bervariasi, tetapi

biasanya disertai dengan nyeri dan pembesaran hati, dimana merupakan tempat

metastasis yang sering. Gejala-gejala ini disebabkan oleh pertumbuhan yang

cepat dari metastasis ke kapsula hati. Metastasis juga dapat tumbuh aliran

darah sendiri, sebagian infark dan mengalami nekrosis. Demam yang

disebabkan nekrosis tumor biasanya berhubungan dengan peningkatan serum

lactic dehydrogenase. 11

b) Karsinoma kolon kiri dan sigmoid

Feses kehilangan air dan menjadi keras ketika sampai dan melewati kolon

kiri untuk disimpan di rektosigmoid sebelum defekasi. Karsinoma kolon kiri

sering bersifat skirotik sehingga lebih banyak menimbulkan stenosis dan

obstruksi, terlebih karena feses sudah menjadi padat. Pasien dengan karsinoma

Page 27: BAB I OK

27

kolon kiri umumnya tampak dengan perubahan kebiasaan pola defekasi, sering

konstipasi, defekasi dengan tenesmi sebagai akibat iritasi dan respon reflex,

serta kadang diselingi diare, biasanya disertai kolik abdomen bawah, mungkin

mengalami distensi, dan keinginan untuk defekasi. Gejala-gejala cenderung

menjadi progresif memberat, dan ini mungkin dapat membedakan antara

karsinoma dengan penyakit divertikular atau iritasi kolon. Irritable bowel

syndrome biasanya pada dewasa muda; Jika pasien usia setengah baya atau

lebih tua dengan gejala perubahan kebiasaan pola defekasi sebaiknya

diasumsikan sebagai kanker kolon sampai terbukti bukan.

Perubahan pola defekasi sering dengan buang air besar disertai darah

segar, dan kadang mukus atau lendir di feses atau permukaannya, khususnya

pada tumor di distal sigmoid. Keluhan lain berupa mengecilnya ukuran feses,

karena lesi kolon kiri yang cenderung melingkar mengakibatkan obstruksi.

Makin ke distal letak tumor, feses makin menipis, atau seperti kotoran

kambing, atau lebih cair disertai darah atau lendir. Tenesmi merupakan gejala

yang biasa di dapat pada karsinoma rektum. Perdarahan akut jarang dialami;

demikian juga nyeri di daerah panggul berupa tanda penyakit lanjut. Bila pada

obstruksi, penderita flatus terasa menjadi lega diperut.

Beberapa pasien datang dengan nyeri atau massa di fossa iliaca kiri, dan

massa sering terpalpasi di abdomen pada pemeriksaan fisik. Palpasi karsinoma

pad fleksura splenikus harus dibedakan dari pembesaran lien / spleen atau

ginjal.

Beberapa pasien, mempunyai gejala asimtomatik hingga mereka datang

dengan distensi abdomen masif karena obstrukis komplit dari usus besar. Pada

keadaan ini sekum menjadi sangat distensi. Kecuali distensi dikenali dan

diterapi dengan cepat, atau kecuali katup ileocecal menjadi inkompeten,

perforasi cecal dapat terjadi dan menyebabkan peritonitis fecal. Terkadang

tumor itu sendiri mengalami perforasi, menyebabkan nyeri mendadak akut

abdominal dan peritonitis. Lebih sering tumor melekat dengan organ

Page 28: BAB I OK

28

didekatnya dan menginvasinya. Kanker sigmoid dapat menginvasi dinding

abdomen lateral dan membentuk abses, atau menginvasi usus kecil dan

menhasilkan fistula ileocolic dengan diare berat atau obstruksi usus kecil.

Kanker di fleksura splenikus atau colon descending dapat menginvasi jejunum,

kadang tampak dengan perdarahan usus berat. Kanker sigmoid umumnya

menginvasi uterus, ovarium, atau vesica urinaria. Kanker colon adalah

penyebab terbanyak kedua fistula colovesical setelah penyakit divertikular, dan

pasien biasanya tampak dengan hematuria dan infeksi saluran kemih berulang,

dan akhirnya dapat kencing disertai udara (pneumaturia) atau feses (fecaluria).

Kanker sigmoid terfiksasi di pelvis dan dapat menimbulkan fistula ke vagina

menghasilkan bau tidak sedap (malodorous), dan discharge.

Nyeri pada kolon kiri lebih nyata daripada kolon kanan. Tempat yang

dirasakan sakit berbeda karena asal embriogenik yang berlainan, yaitu dari

usus tengah dan usus belakang, nyeri dari kolon kiri bermula di bawah

umbilikus, sedangkan dari kolon kanan di epigastrium. 11

c) Gejala Klinis karsinoma kolon menurut waktu (Subakut dan akut)

Gejala subakut karsinoma kolon yang berada di kolon kanan seringkali

tidak menyebabkan perubahan pada pola buang air besar (meskipun besar).

Tumor yang memproduksi mukus dapat menyebabkan diare. Pasien mungkin

memperhatikan perubahan warna feses menjadi gelap, tetapi tumor seringkali

menyebabkan perdarahan samar yang tidak disadari oleh pasien. Kehilangan

darah dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan anemia defisiensi

besi. Karena perdarahan yang disebabkan oleh tumor biasanya bersifat

intermitten, hasil negatif dari tes occult blood tidak dapat menyingkirkan

kemungkinan adanya kanker kolon. Sakit perut bagian bawah biasanya

berhubungan dengan tumor yang berada pada kolon kiri, yang mereda setelah

buang air besar. Pasien ini biasanya menyadari adanya perubahan pada pola

buang air besar serta adanya darah yang berwarna merah keluar bersamaan

dengan buang air besar. Gejala lain yang jarang adalah penurunan berat badan

Page 29: BAB I OK

29

dan demam. Meskipun kemungkinannya kecil tetapi kanker kolon dapat

menjadi tempat utama intususepsi, sehingga jika ditemukan orang dewasa yang

mempunyai gejala obstruksi total atau parsial dengan intususepsi, kolonoskopi

dan double kontras barium enema harus dilakukan untuk menyingkirkan

kemungkinan kanker kolon.

Gejala akut dari pasien biasanya adalah obstruksi atau perforasi, sehingga

jika ditemukan pasien usia lanjut dengan gejala obstruksi, maka kemungkinan

besar penyebabnya adalah kanker. Obstruksi total muncul pada < 10% pasien

dengan kanker kolon, tetapi hal ini adalah sebuah keadaan darurat yang

membutuhkan penegakan diagnosis secara cepat dan penanganan bedah. Pasien

dengan total obstruksi mungkin mengeluh tidak bisa flatus atau buang air

besar, kram perut dan perut yang menegang. Jika obstruksi tersebut tidak

mendapat terapi maka akan terjadi iskemia dan nekrosis kolon, lebih jauh lagi

nekrosis akan menyebabkan peritonitis dan sepsis. Perforasi juga dapat terjadi

pada tumor primer, dan hal ini dapat disalah artikan sebagai akut divertikulosis.

Perforasi juga bisa terjadi pada vesika urinaria atau vagina dan dapat

menunjukkan tanda tanda pneumaturia dan fecaluria. Metastasis ke hepar dapat

menyebabkan pruritus dan jaundice, dan yang sangat disayangkan hal ini

biasanya merupakan gejala pertama kali yang muncul dari kanker kolon.

Tabel 5. Faktor yang menentukan gejala dan tanda 8

Kolon kanan Kolon kiri Rektum

Tipe tumor Vegetatif ulseratif stenotik Infiltratif, ulseratif,

vegetatif

Kaliber viskus besar Kecil/pipih Besar

Isi viskus Setengah cair Setengah padat Padat

Fungsi utama absorpsi penyimpanan defekasi

Page 30: BAB I OK

30

Tabel 6. Gambaran klinis karsinoma kolorektal lanjut 8

Gambaran Klinis Kolon kanan Kolon kiri RektumAspek klinis kolitis Obstruksi ProkitisNyeri Karena penyusupan Karena obstruksi TenesmiDefekasi Diare atau diare

berkalaKonstipasi progresif Tenesmi terus

menerusObstruksi Jarang Hampir selalu Tidak jarangDarah pada feses Samar Samar atau

makroskopikMakroskopik

Feses Normal (atau diare) Perubahan bentuk Perubahan bentukDispepsi Sering Jarang JarangMemburuknya keadaan umum

Hampir selalu Lambat Lambat

anemia Hampir selalu Lambat Lambat

8. Diagnosa Karsinoma Kolon

Diagnosis karsinoma kolon ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, colok dubur, dan rektosigmoidoskopi atau foto kolon dengan

kontras ganda. Prosedur diagnostik paling penting untuk kanker kolon adalah

pengujian darah samar, barium enema, rektosigmoidoskopi,dan kolonoskopi.

Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan setiap tiga tahun untuk usia 40 tahun

keatas. Sebanyak 60% kasus dari kanker kolorektal dapat diidentifikasi dengan

sigmoideskopi dengan biopsi atau apusan sitologi. Kepastian diagnosis

ditentukan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi. Pemeriksaan tambahan

ditujukan pada jalan kemih untuk kemungkinan tekanan ureter kiri, atau infiltrasi

ke kandung kemih, serta hati dan paru untuk metastasis. 8

Tabel 7. Diagnosis pasti karsinoma kolon 8

Cara pemeriksaan persentaseColok dubur 40%Rektosigmoidoskopi 75%Foto kolon dengan barium/kontras ganda 90%kolonoskopi 100%

a) Anamnesa

Pada anamnesa sesuai dengan gejala klinis ,yaitu sesuai dengan lokasi dan

ukuran tumor pada kolon serta ada tidaknya metastase.

Page 31: BAB I OK

31

b) Pemeriksaan Fisik

Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi perut, bila teraba

menunjukkan keadaan sudah lanjut. Massa didalam sigmoid lebih jelas teraba

daripada massa dibagian lain kolon. Pemeriksaan colok dubur merupakan

keharusan dan dapat disusul dengan pemeriksaan rektosigmoidoskopi . foto

kolon dengan barium merupakan kelengkapan dalam menegakkan diagnosis.

Biopsi dilakukan melalui endoskopi. 8

Digital Rectal Examination

Pada pemeriksaan ini dapat dipalpasi dinding lateral, posterior, dan

anterior; serta spina iskiadika, sakrum dan coccygeus dapat diraba dengan

mudah. Metastasis intraperitoneal dapat teraba pada bagian anterior rektum

dimana sesuai dengan posisi anatomis kantong douglas sebagai akibat

infiltrasi sel neoplastik. Meskipun 10 cm merupakan batas eksplorasi jari

yang mungkin dilakukan, namun telah lama diketahui bahwa 50% dari

kanker kolon dapat dijangkau oleh jari, sehingga Rectal examination

merupakan cara yang baik untuk mendiagnosa kanker kolon yang tidak

dapat begitu saja diabaikan.

”rectal toucher” untuk menilai :

Tonus sfingter ani : kuat atau lemah.

Ampula rektum : kolaps, kembung atau terisi feses

Mukosa : kasar,berbenjol benjol, kaku

Tumor : teraba atau tidak, lokasi, lumen yang dapat

ditembus jari, mudah berdarah atau tidak, batas atas dan jaringan

sekitarnya, jarak dari garis anorektal sampai tumor.

Page 32: BAB I OK

32

c) Pemeriksaan Penunjang

Carcinoembrionik Antigen (CEA) Screening

CEA adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel yang

masuk ke dalam peredaran darah, dan digunakan sebagai marker serologi untuk

memonitor status kanker kolon dan untuk mendeteksi rekurensi dini dan

metastase ke hepar. CEA terlalu insensitif dan nonspesifik untuk bisa

digunakan sebagai screening kanker kolorektal. Meningkatnya nilai CEA

serum, bagaimanapun berhubungan dengan beberapa parameter. Tingginya

nilai CEA berhubungan dengan tumor grade 1 dan 2, stadium lanjut dari

penyakit dan kehadiran metastase ke organ dalam. Meskipun konsentrasi CEA

serum merupakan faktor prognostik independen. Nilai CEA serum baru dapat

dikatakan bermakna pada monitoring berkelanjutan setelah pembedahan. 8

Meskipun keterbatasan spesifitas dan sensifitas dari tes CEA, namun tes

ini sering diusulkan untuk mengenali adanya rekurensi dini. Tes CEA sebelum

operasi sangat berguna sebagai faktor prognosa dan apakah tumor primer

berhubungan dengan meningkatnya nilai CEA. Peningkatan nilai CEA

preoperatif berguna untuk identifikasi awal dari metatase karena sel tumor

yang bermetastase sering mengakibatkan naiknya nilai CEA.

Lab darah rutin dan urinalisa

Pemeriksaan lengkap hitung darah putih dan elektrolit, tes fungsi liver,

serta urinalisa sebaiknya dilakukan karena dapat bermanfaat untuk mengetahui

adanya metastase. Tetapi hasil lab yang normal juga tidak dapat menyingkirkan

adanya metastase atau tidak.

Tes Occult Blood

Tes ini akan mendeteksi 20 mg hb/gr feses. Tes imunofluorosensi dari

occult blood mengubah hb menjadi porphirin berfluorosensi, yang akan

mendeteksi 5-10 mg hb/gr feses, Hasil false negatif dari tes ini sangat

tinggi. Terdapat berbagai masalah yang perlu dicermati dalam

Page 33: BAB I OK

33

menggunakan tes occult blood untuk screening, karena semua sumber

perdarahan akan menghasilkan hasil positif. Kanker mungkin hanya akan

berdarah secara intermitten atau tidak berdarah sama sekali, dan akan

menghasilkan tes yang false negatif. Proses pengolahan, manipulasi diet,

aspirin, jumlah tes, interval tes adalah faktor yang akan mempengaruhi

keakuratan dari tes occult blood tersebut. Efek langsung dari tes occult

blood dalam menurunkan mortalitas dari berbagai sebab masih belum

jelas dan spefikasi dari tes ini sebagai screening kanker kolorektal masih

memerlukan evaluasi lebih lanjut.

Pemeriksaan radiologis

- Roentgen thoraks merupakan bagian dari penilaian rutin dan

bermanfaat dalam menentukan stadium dengan mengetahui ada

tidaknya metastase ke paru-paru.

- MRI dan CT scan merupakan bagian dari tehnik imaging yang

digunakan untuk evaluasi, staging dan tindak lanjut pasien dengan

kanker kolon, tetapi tehnik ini bukan merupakan screening tes.

CT scan

CT scan dapat mengevaluasi abdominal cavity dari pasien kanker kolon

pre operatif. CT scan bisa mendeteksi metastase ke hepar, kelenjar adrenal,

ovarium, kelenjar limfa dan organ lainnya di pelvis. CT scan sangat berguna

untuk mendeteksi rekurensi pada pasien dengan nilai CEA yang meningkat

setelah pembedahan kanker kolon. Sensitifitas CT scan mencapai 55%. CT

scan memegang peranan penting pada pasien dengan kanker kolon karena

sulitnya dalam menentukan stage dari lesi sebelum tindakan operasi. Pelvic CT

scan dapat mengidentifikasi invasi tumor ke dinding usus dengan akurasi

mencapai 90 %, dan mendeteksi pembesaran kelanjar getah bening >1 cm pada

75% pasien.19 Penggunaan CT dengan kontras dari abdomen dan pelvis dapat

mengidentifikasi metastase pada hepar dan daerah intraperitoneal. CT-scan

Page 34: BAB I OK

34

juga sangat membantu mendiagnosis adanya rekurensi tumor dan menilai

respon terhadap kemoterapi.

Gambar. 11 CT scan pelvis menunjukkan adanya tumor kolon yang

sudah metastasis pada hepar dan daerah intraperitoneal

MRI

MRI lebih spesifik untuk tumor pada hepar daripada CT scan dan sering

digunakan pada klarifikasi lesi yang tak teridentifikasi dengan menggunakan

CT scan. Karena sensifitasnya yang lebih tinggi daripada CT scan, MRI

dipergunakan untuk mengidentifikasikan metastasis ke hepar.

Gambar 12. MRI dari karsinoma kolon

Page 35: BAB I OK

35

Barium Enema

Double kontras barium enema atau pemeriksaan colon in loop merupakan

sebuah pilihan untuk skrining kanker kolon dan dapat membantu menegakkan

diagnosis kanker kolon. Teknik yang sering digunakan adalah dengan memakai

double kontras barium enema, yang sensitifitasnya mencapai 90% dalam

mendeteksi polip yang berukuran >1 cm. Teknik ini jika digunakan bersama-

sama fleksibel sigmoidoskopi merupakan cara yang hemat biaya sebagai

alternatif pengganti kolonoskopi untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi

kolonoskopi, atau digunakan sebagai pemantauan jangka panjang pada pasien

yang mempunyai riwayat polip atau kanker yang telah di eksisi. Risiko

perforasi dengan menggunakan barium enema sangat rendah, yaitu sebesar

0,02 %. Jika terdapat kemungkinan perforasi, maka sebuah kontras larut air

harus digunakan daripada barium enema. Barium peritonitis merupakan

komplikasi yang sangat serius yang dapat mengakibatkan berbagai infeksi dan

peritoneal fibrosis. Tetapi sayangnya sebuah kontras larut air tidak dapat

menunjukkan detail yang penting untuk menunjukkan lesi kecil pada mukosa

kolon yaitu dapat melewatkan lesi di daerah katup ileocecal atau rectum distal

atau pada pasien dengan divertikulosis berat. Pada penelitian baru-baru ini

pada pemakaian barium enema / colon in loop di Norway dapat menegakkan

diagnosis kanker colon hingga 90.9%, maka dapat disimpulkan bahwa

pemeriksaan ini berharga dalam menegakkan diagnosis. Gambaran karsinoma

colon melalui barium enema diantaranya ditemukan gambaran “apple core

strictur” dan atau deformitas dinding colon.

Page 36: BAB I OK

36

Gambar 13. Colon in loop Karsinoma kolon

Gambaran Karsinoma Kolon dengan Colon in Loop

Karsinoma kolon secara radiologi membei gambaran :

Penonjolan ke dalam lumen (protruded lession)

Bentuk klasik tipe ini adalah polip. Polip dapat bertangkai

(pedunculated) dan tidak bertangkai (sessile). Dinding kolon seringkali

masih baik.

Kerancuan dinding kolon (colonic wall deformity)

Dapat bersifat simetris (napkin ring) atau asimetris (apple core). Lumen

kolon sempit dan irregular. Kerap kali hal ini sulit dibedakan dengan

colitis Crohn

Kekakuan dinding kolon (rigidity colonic wall)

bersifat segmental, terkadang mukosa masih baik. Lumen kolon dapat

tidak menyempit. Bentuk ini sukar dibedakan dengan colitis ulseratif.

Endoskopi

Tes tersebut diindikasikan untuk menilai seluruh mukosa kolon karena 3%

dari pasien mempunyai synchronous kanker dan berkemungkinan untuk

mempunyai polip premaligna.

Page 37: BAB I OK

37

Gambar 14 : metode

pemeriksaan

endoskopi

t

Gambar 15: karsinoma kolon yang dilihat dengan pemeriksaan endoskopi

Proktosigmoidoskopi

Pemeriksaan ini dapat menjangkau 20-25 cm dari linea dentata, tapi akut

angulasi dari rektosigmoid junction akan dapat menghalangi masuknya

instrumen. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi 20¬-25% dari kanker kolon.

Rigid proctosigmoidoskopi aman dan efektif untuk digunakan sebagai evaluasi

Page 38: BAB I OK

38

seseorang dengan risiko rendah dibawah usia 40 tahun jika digunakan bersama

sama dengan occult blood test.

Gambar 16. Karsinoma kolon yang dilihat sigmoidoskopi

Sigmoidoksopi Fleksibel

Sigmoidoskopi fleksibel dapat menjangkau 60 cm kedalam lumen kolon

dan dapat mencapai bagian proksimal dari kolon kiri. 50% dari kanker kolon

dapat terdeteksi dengan menggunakan alat ini. Sigmoidoskopi fleksibel tidak

dianjurkan digunakan untuk indikasi terapeutik polipektomi, kauterisasi dan

semacamnya; kecuali pada keadaan khusus, seperti pada ileorektal

anastomosis. Sigmoidoskopi fleksibel setiap 5 tahun dimulai pada umur 50

tahun merupakan metode yang direkomendasikan untuk screening seseorang

yang asimptomatik yang berada pada tingkatan risiko menengah untuk

menderita kanker kolon. Sebuah polip adenomatous yang ditemukan pada

flexible sigmoidoscopi merupakan indikasi untuk dilakukannya kolonoskopi,

karena meskipun kecil (<10 mm), adenoma yang berada di distal kolon

biasanya berhubungan dengan neoplasma yang letaknya proksimal pada 6-10%

pasien.

Kolonoskopi

Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh

mukosa kolon dan rektum. Sebuah standar kolonoskopi panjangnya dapat

Page 39: BAB I OK

39

mencapai 160 cm. Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat

untuk dapat menunjukkan polip dengan ukuran < 1 cm dan keakuratan dari

pemeriksaan kolonoskopi sebesar 94%, lebih baik daripada barium enema yang

keakuratannya hanya sebesar 67%.2 Sebuah kolonoskopi juga dapat digunakan

untuk biopsi, polipektomi, mengontrol perdarahan dan dilatasi dari striktur.

Kolonoskopi merupakan prosedur yang sangat aman dimana komplikasi utama

(perdarahan, komplikasi anestesi dan perforasi) hanya muncul kurang dari

0,2% pada pasien. Kolonoskopi merupakan cara yang sangat berguna untuk

mendiagnosis dan manajemen dari inflammatory bowel disease, non akut

divertikulitis, sigmoid volvulus, gastrointestinal bleeding, megakolon non

toksik, striktur kolon dan neoplasma. Komplikasi lebih sering terjadi pada

kolonoskopi terapi daripada diagnostik kolonoskopi, perdarahan merupakan

komplikasi utama dari kolonoskopi terapeutik, sedangkan perforasi merupakan

komplikasi utama dari kolonoskopi diagnostik.

Gambar 17. Metode pemeriksaan kolonoskopi

Biopsi

Page 40: BAB I OK

40

Pemeriksaan histopatologi melalui biopsi merupakan diagnosis pasti dari

karsinoma. Dalam kedokteran onkologi, ini merupakan prinsip dasar dalam

menegakkan diagnosis keganasan. Jika terdapat sebuah obstruksi sehingga

tidak memungkinkan dilakukannya biopsi maka sikat sitologi akan sangat

berguna.

d) Staging

Dua klasifikasi yang digunakan berdasarkan tumor primer dan

metastasenya (sistem TNM) serta yang berdasarkan Dukes.

Tabel 8. TNM Staging System for Colon Cancer .

Stage Tumor Primer (T) Metastase KGB (N)Metastase Jauh (M)

Stage 0Tidak ada (T0), atau Karsinoma in situ (Is)

N0 (tidak ada)M0 (tidak

ada)

Stage ITumor menginvasi submukosa (T1) atau muskularis propria (T2).

N0 (tidak ada)M0 (tidak

ada)

Stage II

Tumor menginvasi subserosa atau muskularis atau lemak perikolon nonperitoneum (T3) atau jaringan perirektal atau struktur didekatnya(T4).

N0 (tidak ada)M0 (tidak

ada)

Stage IIIA

T1-4N1 (1 sampai 3 kelenjar perikolon

positif)M0 (tidak

ada)

Stage IIIB

T1-4

N2-3 (N2= 4 atau lebih kelenjar perikolon positif, N3= setiap kelenjar yang positif di sepanjang suatu pembuluh darah bernama)

M0 (tidak ada)

Stage IV

T1-4

N1-3 (N2= 4 atau lebih kelenjar perikolon positif, N3= setiap

kelenjar yang positif di sepanjang suatu pembuluh darah bernama)

M1 (semua metastasis

jauh)

Page 41: BAB I OK

41

Derajat keganasan karsinoma kolon dan rektum berdasarkan gambaran

histologik dibagi menurut klasifikasi Dukes. Klasifikasi Dukes dibagi

berdasarkan dalamnya infiltrasi karsinoma di dinding usus. 8

Tabel 9. Klasifikasi karsinoma kolon dan rektum (Dukes)

Dukes Dalamnya Infiltrasi Prognosis hidup

setelah 5 tahun

A Karsinoma in situ terbatas di dinding usus

(mukosa atau submukosa)

97%

B Karsinoma menembus lapisan

muskularis ,masuk atau menembus serosa

80%

C Metastasis kelenjar limfa :

C1 Metastasis ke beberapa kelenjar limf dekat

tumor primer

65%

C2 Metastasis ke dalam kelenjar limf jauh 35%

D Metastasis jauh <5%

Terdapat hubungan yang erat antara stadium dan angka bertahan hidup 5

tahun (5-year survival rate) pada pasien kanker colorectal. Untuk stadium I atau

Dukes A, 5-year survival rate setelah operasi reseksi mencapai 97%. Untuk

stadium II atau Dukes B, 5-year survival rate sekitar 80% setelah reseksi, dengan

atau tanpa terapi adjuvant (terapi tambahan). Untuk stadium III atau Dukes C, 5-

year survival rate adalah 35% setelah reseksi dan kemoterapi. Untuk stadium IV

atau Dukes D, 5-year survival rate sangat buruk (kira-kira 5%). 8

Page 42: BAB I OK

42

Gambar 18. Infiltrasi karsinoma kolon

Tabel 10. Pengelompokkan stadium karsinoma kolorektal.

STADIUM TUMOR PRIMER

KELENJAR LIMFE REGIONAL

METASTASIS JAUH

DUKES STAGE

0 Tis N0 M0I T1 N0 M0 A

T2II T3 N0 M0 B

T4III Setiap T N1 M0 C

Setiap T N2,N3IV Setiap T Setiap N M1 D

Gambar 19. Infiltrasi kanker kolon klasifikasi dukes stage

Tabel 11. Ringkasan diagnosis karsinoma kolon .

Page 43: BAB I OK

43

Kolon kanan Kolon kiri RektumAnemia dan kelemahan Perubahan pola defekasi Perdarahan rektumDarah samar di feses Darah di feses Darah di fesesPerasaan kurang enak diperut kanan bawah

Gejala dan tanda obstruksi Perubahan pola defekasi

Massa perut kanan bawah Foto rontgen khas Pascadefekasi perasaan tidak puas atau rasa penuh

Foto rontgen perut khas Penemuan koloskopi Penemuan tumor pada colok dubur

Temuan koloskopi Penemuan tumor rektosigmoidoskopi

9. Diagnosa Banding

Berbagai kelainan dirongga perut yang bergejala sama atau mirip dengan

karsinoma kolon adalah karsinoma rektum, ulkus peptik, neoplasma lambung,

kolesistitis, abses hati, neoplasma hati, abses apendiks, massa periapendikuler,

amuboma, divertikulitis, kolitis ulserosa, enteritis regionalis, proktitis

pascaradiasi, dan polip rektum. 8

Tabel 12. Diagnosis Banding8 .

Kolon kanan Kolon tengah Kolon kiri rektumAbses apendiks Tukak peptik kolitis ulserosa PolipMassa apendiks Karsinoma lambung Polip ProktitisAmuboma Abses hati Diverticulitis Fisura anus hemoroidEnteritis regionalis Karsinoma hati endometriosis Karsinoma anus

KolesistitisKelainan pankreasKelainan saluran empedu

10. Penyulit

a) obstruksi

obstruksi kolon kiri sering merupakan tanda pertama karsinoma kolon.

Kolon bisa menjadi sangat besar, terutama sekum dan kolon asendens. Tipe

obstruksi ini disebut tipe dileptik. 8

b) perforasi

perforasi terjadi disekitar tumor karena nekrosis dan dipercepat oleh

obstruksi yang menyebabkan tekanan didalam rongga kolon makin meninggi.

Page 44: BAB I OK

44

Biasanya perforasi mengakibatkan peritonitis umum dengan gejala sepsis.

Kadang terjadi perforasi dengan pembentukan abses sekitar tumor sebagai

reaksi peritoneum. Peritoneum dan jaringan sekitarnya menyelubungi

perforasi tersebut sehingga pencemaran terbatas dan terbentuk abses.

Tumor yang terletak dekat lambung bisa mengakibatkan fistel gastrokolika

dengan gejala mual dan muntah fekal. Tumor yang terletak dekat kandung

kemih dapat mengakibatkan fistel vesikokolika dengan tanda pneumaturia.

Komplikasi lain dari karsinoma kolon adalah gangguan fungsi seksual,

gangguan obstruksi saluran kemih, serta hemoptoe bila sudah metastasis ke

paru. 8

11. Penatalaksanaan

Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif ialah tindak bedah. Tujuan utama

tindak bedah ialah memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif maupun

nonkuratif. Kemoterapi dan radiasi bersifat paliatif dan tidak memberikan

manfaat kuratif. Tindak bedah terdiri atas reseksi luas karsinoma primer dan

kelenjar limf regional. Bila sudah ada metastasis jauh, tumor primer akan

direseksi juga dengan maksud mencegah obstruksi, perdarahan, anemia,

inkontinensia, fistel, dan nyeri. 8

a) Pembedahan

Bedah kuratif dilakukan bila tidak ditemukan gejala penyebaran lokal

maupun jauh. Pada tumor sekum atau kolon asendens dilakukan

hemikolektomi kanan, kemudian anastomosis ujung ke ujung, pada tumor di

fleksura hepatica dilakukan juga hemikolektomi. Pada tumor kolon

transversum dilakukan reseksi kolon transversum, kemudian anastomosis ujung

ke ujung sedangkan pada tumor kolon desendens dilakukan hemikolektomi

kiri. Pada tumor sigmoid dilakukan reseksi sigmoid dan pada tumor rektum

sepertiga proksimal dilakukan reseksi anterior. Pada tumor rektum sepertiga

Page 45: BAB I OK

45

tengah dilakukan reseksi dengan mempertahankan sfingter anus ,sedangkan

pada tumor sepertiga distal dilakukan amputasi rectum reseksi

abdominoperineal dengan cara Quenu-Miles. Pada operasi ini anus turut

dikeluarkan. Pada pembedahan abdominoperineal menurut Quenu-Miles,

rectum,sigmoid dan mesosigmoid dilepaskan,termasuk kelenjar limf

pararektum dan retroperitoneal. 8

Eksisi tumor yang berada pada kolon kanan harus mengikutsertakan

cabang dari arteri media kolika sebagaimana juga seluruh arteri ileokolika

dan arteri kolika kanan. Eksisi tumor pada hepatik flexure atau splenic

flexure harus mengikutsertakan seluruh arteri media kolika.Permanen

kolostomi pada penderita kanker yang berada pada rektal bagian bawah

dan tengah harus dihindari dengan adanya tehnik pembedahan terbaru

secara stapling. Tumor yang menyebabkan obstruksi pada kolon kanan

biasanya ditangani dengan reseksi primer dan anastomosis. Tumor yang

menyebabkan obstruksi pada kolon kiri dapat ditangani dengan

dekompresi. Tumor yang menyebabkan perforasi membutuhkan eksisi dari

tumor primer dan proksimal kolostomi, diikuti dengan reanastomosis dan

closure dari kolostomi.

Gambar 20. Hemikolektomi kanan pada pasien dengan karsinoma pada

sekum atau kolon asendens. Hemikolektomi terdiri dari reseksi bagian kolon

yang didarahi oleh a. Ileokolika, a.kolika kanan, dan a.kolika media termasuk

kelenjar limf parakolik s.d kelenjar limf dipangkal a.mesenterika superior. 12

Page 46: BAB I OK

46

Gambar. kolektomi transversal dilakukan untuk tumor kolon transversum.

A. Colica media di ligasi, kolon asendens dan kolon desendens dianastomosis.

Gambar 22. Right kolektomi extended dilakukan pada kasus di mana

karsinoma terletak di proksimal atau pertengahan kolon transversum. Reseksi

ini memerlukan perubahan ileum terminal, sekum, kolon asendens fleksura

hepatika, dan sebagian dari kolon transversum.12

Page 47: BAB I OK

47

Gambar 23. Hemikolektomi kiri adalah prosedur untuk tumor kolon

desendens. a.colica kiri diligasi, fleksura lienalis dan kolon desendens dibuang,

kolon transversum dan bagian atas kolon sigmoid digabung (dianastomosis).12

Gambar 24. Kolektomi sigmoid menghilangkan tumor kolon sigmoid.

Rektum atas dan kolon desendens digabung (dianastomosis).12

b) Terapi Radiasi

Terapi radiasi merupakan penanganan kanker dengan menggunakan x-

ray berenergi tinggi untuk membunuh sel kanker. Terdapat dua cara

pemberian terapi radiasi, yaitu dengan eksternal radiasi dan internal

radiasi. Pemilihan cara radiasi diberikan tergantung pada tipe dan stadium

dari kanker. Eksternal radiasi (external beam therapy) merupakan

penanganan dimana radiasi tingkat tinggi secara tepat diarahkan pada sel

kanker. Sejak radiasi digunakan untuk membunuh sel kanker, maka

Page 48: BAB I OK

48

dibutuhkan pelindung khusus untuk melindungi jaringan yang sehat

disekitarnya. Internal radiasi (brachytherapy, implant radiation) menggunakan

radiasi yang diberikan ke dalam tubuh sedekat mungkin pada sel kanker.

Substansi yang menghasilkan radiasi disebut radioisotop, bias dimasukkan

dengan cara oral, parenteral atau implant langsung pada tumor. Internal

radiasi memberikan tingkat radiasi yang lebih tinggi dengan waktu yang

relatif singkat bila dibandingkan dengan eksternal radiasi, dan beberapa

penanganan internal radiasi secara sementara menetap didalam tubuh.

Radioterapi bertujuan mengurangi kekambuhan lokal dan meningkatkan

survival untuk KUB-rektal. Ajuvan radiokemoterapi ini merupakan standar

untuk pasien dengan stage II dan III KUB-rektal. Neoajuvan radiokemoterapi

dicadangkan untuk KUB-rektal yang sudah lanjut (uT4). Pasien dengan

penyebaran regional merupakan kandidat untuk mendapat terapi ajuvan.

Rejimen yang sudah dibakukan adalah 5-Fluorouracil (5-FU) kombinasi

dengan agen biomodulasi seperti levamisole dan sekarang leucovorin (LV).

Sejak tahun 1990, untuk KUB yang sudah metastase didapati 5 jenis obat

kemoterapi baru yaitu capecitabine, oxaliplatin, irinotecan, bevacizumab dan

cetuximab, Bevacizumab adalah suatumonoklonal anti-VEGF (Vascular

Endothelial Growth Factor) antibodi, dan cetuximab suatu monoklonal anti-

EGFR (Epidermal Growth Factor Receptor) antibodi. Saat ini,the National

Comprehensive Cancer Network (NCCN) memperkenalkan 2 rejim kemoterapi

baru yaitu oxaliplatin plus 5-FU infuse dan LV (FOLFOX) dan oxaliplatin plus

capecitabine sebagai terapi ajuvan KUB. 13

c) Adjuvant Kemoterapi

Kanker kolon telah banyak resisten pada hampir sebagian besar agen

kemoterapi. Bagaimanapun juga kemoterapi yang diikuti dengan ekstirpasi

dari tumor secara teoritis seharusnya dapat menambah efektifitas dari

agen kemoterapi. Kemoterapi sangat efektif digunakan ketika kehadiran

tumor sangat sedikit dan fraksi dari sel maligna yang berada pada fase

Page 49: BAB I OK

49

pertumbuhan banyak. Obat kemoterapi bisa dipakai sebagai single agen

atau dengan kombinasi, contoh : 5-fluorouracil (5FU), 5FU + levamisole,

5FU + leucovorin. Pemakaian secara kombinasi dari obat kemoterapi

tersebut berhubungan dengan peningkatan survival ketika diberikan post

operatif kepada pasien tanpa penyakit penyerta. Terapi 5FU + levamisole

menurunkan rekurensi dari kanker hingga 39%, menurunkan kematian akibat

kanker hingga 32%.13

Rejimen Intravena

Sejak tahun 1990, digunakan 5-FU intravena plus levamisole selama 1

tahun sebagai kemoterapi adjuvan untuk karsinoma kolorektal stadium C ke

atas. Dilaporkan penurunan 33% angka mortalitasnya. Kemudian 5-FU plus

LV selama 6 bulan untuk standar terapi karsinoma kolorektal stadium III

dengan disease free survival (DFS) dan survival keseluruhannya (Overall

survival, OS) yang lebih tinggi. Pada tahun 2003, peneliti Eropa melaporkan

penelitian 12 siklus (6 bulan) 5-FU infus plus LV dengan atau tanpa oxaliplatin

(LV5FU2 vs FOLFOX4). FOLFOX4 menunjukkan perbaikan signifikan DFS

3 tahun (72,2%) dibanding LV5FU2 (65,3%) tetapi dengan efek samping

netropenia berat, diare, muntah dan neuropati perifer ringan. Pada tahun 2004,

FDA merekomendasikan rejimen FOLFOX4 sebagai terapi ajuvan untuk KUB

stadium III dengan tumor yang sudah direseksi primer.13

Rejimen Oral

Penelitian lain menunjukkan oral kemoterapi sama efektifnya dengan

rejimen intravena untuk kanker kolorektal. Penelitian fase III membandingkan

capecitabine terhadap bolus 5-FU intravena plus LV (Mayo regimen) pada

pasien dengan KUB Duke C (stadium III) yang dinamakan Xeloda, X-ACT

trial.

Saat ini pasien kanker kolorektal yang memerlukan adjuvan kemoterapi

mempunyai dua pilihan rejimen dasar yaitu FOLFOX dan Xeloda – Oxaliplatin

(XELOX). Dengan penambahan bevacizumab dan cetuximab ke dalam rejimen

Page 50: BAB I OK

50

dasar tersebut, ternyata DFS dan OS telah menjadi lebih baik lagi. Hanya biaya

pengobatan menjadi sangat tinggi.13

Adjuvant Kemoterapi untuk Kanker Kolorektal Stadium II

Pemakaian adjuvant kemoterapi untuk penderita kanker kolorektal

stadium II masih kontroversial. Peneliti dari National Surgical Adjuvant

Breast Project (NSABP) menyarankan penggunaan adjuvant terapi karena

dapat menghasilkan keuntungan yang meskipun kecil pada pasien stadium

II kanker kolorektal pada beberapa penelitiannya. Sebaliknya sebuah meta-

analysis yang mengikutkan sekitar 1000 pasien menunjukkan perbedaan

yang tidak bermakna pada 5-years survival rate sebesar 2%, antara yang

diberi perlakuan dan yang tidak untuk semua pasien stage II.13

Adjuvant Kemoterapi untuk Kanker Kolorektal Stadium III

Penggunaan 5-FU + levamisole atau 5-FU + leucovorin telah menurunkan

insiden rekurensi sebesar 41% pada sejumlah prospektif randomized trial.

Terapi selama satu tahun dengan menggunakan 5-FU + levamisole

meningkatkan 5-year survival rate dari 50% menjadi 62% dan

menurunkan kematian sebesar 33%. Pada kebanyakan penelitian telah

menunjukkan bahwa 6 bulan terapi dengan menggunakan 5-FU +

leucovorin telah terbukti efektif dan sebagai konsekuensinya, standar

regimen terapi untuk stage III kanker kolor ektal adalah 5-FU + leucovorin.13

Adjuvant Kemoterapi Kanker Kolorektal Stadium Lanjut

Sekitar 85% pasien yang terdiagnosa kanker kolorektal dapat dilakukan

pembedahan. Pasien dengan kanker yang tidak dapat dilakukan

penanganan kuratif, dapat dilakukan penanganan pembedahan palliatif

untuk mencegah obstruksi, perforasi, dan perdarahan. Bagaimanapun juga

pembedahan dapat tidak dilakukan jika tidak menunjukkan gejala adanya

metastase. Penggunaan stent kolon dan ablasi laser dari tumor

Page 51: BAB I OK

51

intraluminal cukup memadai untuk kebutuhan pembedahan walaupun pada

kasus asymptomatik.

Radiasi terapi dapat digunakan sebagai tindakan primer sebagai

modalitas penanganan untuk tumor yang kecil dan bersifat mobile atau dengan

kombinasi bersama sama kemoterapi setelah reseksi dari tumor. Radiasi

terapi pada dosis palliatif meredakan nyeri, obstruksi, perdarahan dan

tenesmus pada 80% kasus. Penggunaan hepatic arterial infusion dengan 5-

FU terlihat meningkatkan tingkat respon, tetapi penggunaan ini dapat

mengakibatkan berbagai masalah termasuk berpindahnya kateter, sklerosis

biliaris dan gastrik ulserasi. Regimen standar yang sering digunakan

adalah kombinasi 5-FU dengan leucovorin, capecitabine (oral 5-FU

prodrug), floxuridine (FUDR), irinotecan (cpt-11) dan oxaliplatin.13

d) Pengobatan paliatif

Reseksi tumor secara paliatif dilakukan untuk mencegah atau mengatasi

obstruksi atau menghentikan perdarahan supaya kualitas hidup penderita lebih

baik. Jika tumor tidak dapat diangkat, dapat dilakukan bedah pintas atau anus

preternaturalis. Pada metastasis hati yang tidak lebih dari dua atau tiga nodul

dapat dipertimbangkan eksisi metastasis. Pemberian sitostatik melalui

a.hepatika, yaitu perfusi secara selektif, kadang lagi disertai terapi embolisasi,

dapat berhasil penghambatan pertumbuhan sel ganas. Selain menghindari

makanan kaya zat karsinogeniK juga harus mengkonsumsi makanan bersifat

antikarsinogen untuk mengurangi resiko terkena kanker kolon. 8

Penanganan Jangka Panjang

Terdapat beberapa kontroversi tentang frekuensi pemeriksaan follow up

untuk rekurensi tumor pada pasien yang telah ditangani dengan kanker kolon.

Beberapa tenaga kesehatan telah menggunakan pendekatan nihilistic (karena

prognosis sangat jelek jika terdeteksi adanya rekurensi dari kanker). Sekitar

70% rekurensi dari kanker terdeteksi dalam jangka waktu 2 tahun, dan 90%

Page 52: BAB I OK

52

terdeteksi dalam waktu 4 tahun. Pasien yang telah ditangani dari kanker kolon

mempunyai insiden yang tinggi dari metachronous kanker kolon. Deteksi dini

dan penatalaksanaan yang tepat pada pasien ini dapat meningkatkan prognosa.

Evaluasi follow up termasuk pemeriksaan fisik, sigmoidoskopi, kolonoskopi,

tes fungsi hati, CEA, foto polos thorax, barium enema, liver scan, MRI, dan CT

scan. Tingginya nilai CEA preoperatif biasanya akan kembali normal antara 6

minggu setelah pembedahan.

1. Evaluasi klinik

Selama 5 tahun setelah tindakan pembedahan, target utama follow up

adalah untuk mendeteksi tumor primer baru. Beberapa pasien kanker kolorektal

membentuk satu atau beberapa tempat metastasis di hepar, paru-paru, atau

tempat anastomosis dimana tumor primer telah diangkat.

2. Rontgen

Foto rontgen terlihat sama baiknya bila dibandingkan dengan CT scan

dalam mendeteksi rekurensi.

3. Kolonoskopi

Pasien yang mempunyai lesi obstruksi pada kolonnya harus melakukan

kolonoskopi 3 sampai 6 bulan setelah pembedahan, untuk meyakinkan tidak

adanya neoplasma yang tertinggal di kolon. Tujuan dilakukannya endoskopi

adalah untuk mendeteksi adanya metachronous tumor, suture line rekurensi

atau kolorektal adenoma. Jika obstruksi tidak ada maka kolonoskopi dilakukan

pada satu sampai tiga tahun setelah pembedahan, jika negatif maka endoskopi

dilakukan lagi dengan interval 2-3 tahun.

4. CEA

Meningkatnya nilai CEA menandakan diperlukannya pemeriksaaan lebih

jauh untuk mengidentifikasi tempat rekurensi, dan biasanya sangat membantu

Page 53: BAB I OK

53

dalam mengidentifikasi metastasis ke hepar. Jika dicurigai adanya metastasis

ke pelvis, maka MRI lebih membantu diagnosa daripada CT scan.

12. Prognosis

Prognosis tergantung dari ada tidaknya metastasis jauh, yaitu klasifikasi

penyebaran tumor dan tingkat keganasan sel tumor. Untuk tumor yang terbatas

pada dinding usus tanpa penyebaran, angka kelangsungan hidup lima tahun

adalah 80%, yang menembus dinding tanpa penyebaran 75%, dengan

penyebaran kelenjar 32%, dan dengan metastasis jauh 1%, bila disertai

diferensiasi sel tumor buruk, prognosisnya sangat buruk. 8

Tabel 13. Prognosis berdasarkan staging

Stage merupakan faktor prognosis yang paling penting, 5-years survival

rate ditunjukkan pada tabel. Grade histologi secara signifikan mempengaruhi

tingkat survival disamping stadium. Pasien dengan well differentiated

karsinoma (stage 1 dan 2) mempunyai 5-year survival yang lebih baik

dibandingkan dengan poor differentiated karsinoma (grade 3 dan 4). 8

Lokasi kanker terlihat sebagai faktor prognostik yang independen. Pada

stage yang sama pasien dengan tumor yang berada di rektum mempunyai

prognosa yang lebih buruk bila dibandingkan dengan tumor yang berada di

Page 54: BAB I OK

54

kolon. Dan tumor yang berada pada kolon transversal dan kolon descendens

mempunyai prognosa yang lebih buruk bila dibandingkan dengan tumor yang

berada pada kolon ascendens dan kolon rektosigmoid. Pasien yang menderita

obstruksi atau perforasi mempunyai prognosa lebih buruk bila dibandingkan

dengan pasien yang tanpa keadaan ini. Prognosa pasien yang kehilangan allelic

pada kromosom 18q secara signifikan lebih buruk daripada pasien yang tidak

kehilangan allelic pada kromosom 18q. Survival pasien dengan stage II(B)

yang tidak kehilangan allelic pada kromosom 18q sama dengan pasien stage

I(A), tetapi jika terdapat kehilangan allelic pada kromosom 18q maka tingkat

survival sama dengan pasien stage III(C). Pemeriksaan pada kromosom 18q ini

telah terbukti sangat membantu dalam menyeleksi pasien stage II(B) untuk

adjuvant terapi atau pasien stage III(C) dengan prognosa yang lebih baik untuk

menghindarkan efek toksisitas dan pengeluaran biaya adjuvant terapi.

13. Skrining dan Pencegahan

a) Skrining

National Cancer Institute (NCI) dan American cancer society (ACS)

merekomendasikan pasien asimpotmatik dengan usia 50 tahun atau lebih untuk

dilakukan pemeriksaan sigmoidoscopy setiap 3 sampai 5 tahun sekali. Rectal

touché dan pemeriksaan fecal occult blood (FOB) dianjurkan setiap tahun

sekali pada pasien usia 50 tahun atau lebih, Skrining dengan kolonoskopi pada

pasien dengan riwayat keluarga kanker kolorektal pada generasi pertama

sebelumnya tetapi tidak jelas bukti FAP atau HNPPC sebaiknya dimulai pada

usia 40 tahun. Nilai pemeriksaan skrining FOB masih kontroversial. Di USA,

dilaporkan pemeriksaan tahunan FOB berhubungan dengan menurunnya risiko

kematian oleh kanker colorectal hingga 33.4%. 14

b) Endoskopi

Page 55: BAB I OK

55

Sigmoidoskopi atau kolonoskopi dapat mengidentifikasi dan mengangkat

polip dan menurunkan insiden dari pada kanker kolorektal pada pasien yang

menjalani kolonoskopi polipektomi. Bagaimanapun juga belum ada penelitian

prospektif randomized clinical trial yang menunjukan bahwa sigmoidoskopi

efektif untuk mencegah kematian akibat kanker kolorektal, Adanya polip pada

rektosigmoid dihubungkan dengan polip yang berada diluar jangkauan

sigmoidoskopi, sehingga pemeriksaan kolonoskopi harus dilakukan. Serta

uhntuk sigmoidoskop fleksibel sendiri tidak cukup seagai metode mendeteksi

kanker kolon non poliposis herediter dikarenakan lesinya dua pertiga terletak

pada bagian proksimal hingga fleksura lienalis. 14

c) Diet

Peningkatan dari diet serat menurunkan insiden dari kanker pada pasien

yang mempunyai diet tinggi lemak. Diet rendah lemak telah dijabarkan

mempunyai efek proteksi yang lebih baik daripada diet tanpa lemak. The

National Research Council telah merekomendasikan pola diet pada tahun 1982.

Rekomendasi ini diantaranya : (a) menurunkan lemak total dari 40 ke 30% dari

total kalori, (b) meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung serat, (c)

membatasi makanan yang diasinkan, diawetkan dan diasapkan, (d) membatasi

makanan yang mengandung bahan pengawet, (e) mengurangi konsumsi

alkohol. 14

d) Non Steroid Anti Inflammation Drug

Penelitian pada pasien familial poliposis dengan menggunakan NSAID

sulindac dosis 150 mg secara signifikan menurunkan rata-rata jumlah dan

diameter dari polip bila dibandingkan dengan pasien yang diberi plasebo.

Ukuran dan jumlah dari polip bagaimanapun juga tetap meningkat tiga bulan

setelah perlakuan dihentikan. Data lebih jauh menunjukkan bahwa aspirin

mengurangi formasi, ukuran dan jumlah dari polip; dan menurunkan insiden

dari kanker kolorektal, baik pada kanker kolorektal familial maupun non

Page 56: BAB I OK

56

familial. Efek protektif ini terlihat membutuhkan pemakaian aspirin yang

berkelanjutan setidaknya 325 mg perhari selama 1 tahun. 14

e) Hormon Replacement Therapy (HRT)

Penelitian oleh the Nurses Health Study yang melibatkan partisipan

sebanyak 59.002 orang wanita postmenopouse menunjukkan hubungan antara

pemakaian HRT dengan kanker kolorektal dan adenoma. Pemakaian HRT

menunjukkan penurunan risiko untuk menderita kanker kolorektal sebesar

40%, dan efek protektif dari HRT menghilang antara 5 tahun setelah

pemakaian HRT dihentikan. 14

BAB III

KESIMPULAN

Kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga jenis kanker yang paling

sering terjadi di dunia. Di seluruh dunia 9,5 persen pria penderita kanker

terkena kanker kolorektal, sedangkan pada wanita angkanya mencapai 9,3

persen dari total jumlah penderita kanker. Kanker kolorektal merupakan

penyebab kematian nomor 4 dari kematian karena kanker di dunia. WHO

mengestimasikan terjadi 945.000 kasus baru setiap tahun dengan 492.000

kematian. Letak kanker kolorektal paling sering terdapat pada kolon

rektosigmoid. Keluhan pasien karena kanker kolorektal tergantung pada besar

dan lokasi dari tumor. Keluhan dari lesi yang berada pada kolon kanan dapat

berupa perasaan penuh di abdominal, symptomatic anemia dan perdarahan,

sedangkan keluhan yang berasal dari lesi pada kolon kiri dapat berupa

perubahan pada pola defekasi, perdarahan, konstipasi sampai obstruksi.

Page 57: BAB I OK

57

Gambaran histologi merupakan faktor penting dalam hal penanganan dan

prognosis dari kanker. Gambaran histopatologis yang paling sering dijumpai

adalah tipe adenocarcinoma (90-95%), adenocarcinoma mucinous (17%),

signet ring cell carcinoma (2-4%), dan sarcoma (0,1-3%).

Diagnosis tumor kolon dapat ditegakkan dar i anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan penunjang diantaranya Ultrasonografi (USG), CT-

Scan dan MRI, foto polos abdomen Colon in Loop, dan kolonoskopi. Di

klinik sehari-hari metode pemeriksaan yang sering dipakai ialah metode

Colon in loop. Dimana pada tumor kolon akan terlihat gambaran

penonjolan ke dalam lumen, kerancuan dinding kolon, dan kekauan

dinding kolon. Kontras yang dipakai biasanya yaitu barium enema dengan

lama pemeriksaan lima menit. Metode pemeriksaan yang lebih canggih

dapat dipakai untuk melihat adanya metastasis, misalnya dengan CT scan.