Bab i ok

15
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu kegiatan yang kompleks, berdimensi luas, dan banyak variabel yang mempengaruhinya. Sebagai suatu proses psikologis, pendidikan tak dapat dipisahkan dari belajar mengajar. Dari perspektif mengajar, pelakunya adalah guru/pendidik. Sedangkan dari perspektif belajar, pelakunya adalah peserta didik. Dengan demikian, pendidikan adalah proses interaksi pendidik dan peserta didik yang memiliki tujuan tertentu. Pendidikan sebagai proses pada dasarnya membimbing peserta didik menuju pada tahapan kedewasaan, dengan melalui program pendidikan sekolah ataupun pendidikan luar sekolah, termasuk di dalamnya pendidikan dalam keluarga serta lingkungan (Dinn Wahyudin, Supriyadi, Ishak Abduhak, 2006: 3.1). Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, Bab II Pasal 3 menyatakan bahwa: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan berfungsi untuk mempersiapkan manusia menghadapi masa depan agar hidup lebih sejahtera, baik sebagai individu maupun secara kolektif sebagai warga masyarakat, bangsa maupun antarbangsa. Bagi

Transcript of Bab i ok

Page 1: Bab i ok

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah suatu kegiatan yang kompleks, berdimensi luas, dan

banyak variabel yang mempengaruhinya. Sebagai suatu proses psikologis,

pendidikan tak dapat dipisahkan dari belajar mengajar. Dari perspektif

mengajar, pelakunya adalah guru/pendidik. Sedangkan dari perspektif belajar,

pelakunya adalah peserta didik. Dengan demikian, pendidikan adalah proses

interaksi pendidik dan peserta didik yang memiliki tujuan tertentu.

Pendidikan sebagai proses pada dasarnya membimbing peserta didik menuju

pada tahapan kedewasaan, dengan melalui program pendidikan sekolah

ataupun pendidikan luar sekolah, termasuk di dalamnya pendidikan dalam

keluarga serta lingkungan (Dinn Wahyudin, Supriyadi, Ishak Abduhak, 2006:

3.1).

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003,

Bab II Pasal 3 menyatakan bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdasakan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab.

Pendidikan berfungsi untuk mempersiapkan manusia menghadapi masa

depan agar hidup lebih sejahtera, baik sebagai individu maupun secara

kolektif sebagai warga masyarakat, bangsa maupun antarbangsa. Bagi

Page 2: Bab i ok

2

pemeluk agama, masa depan mencakup kehidupan di dunia dan pandangan

tentang kehidupan hari kemudian yang bahagia. Dengan demikian, berbagai

macam model pendidikan sangat tergantung dari rumusan wujud atau jabaran

manusia yang sejahtera dengan berbagai dimensinya. Fungsi pendidikan

lainnya adalah peradaban, hasil karya manusia yang semula dimaksudkan

untuk mendukung kesejahteraan manusia. Mengingat peradaban sangat

evolusioner dan dinamis, berkembang dan berubah maka fungsi pendidikan

pun terus berubah dalam upaya terus mencapai kemajuan sesuai dengan

peradaban baru yang ingin diraih oleh suatu bangsa. Dalam hal ini,

pendidikan juga dipandang sebagai proses perubahan sosial terencana atau

reformasi damai (Umaedi, Hadiyanto, Siswantari, 2008: 1.3).

P. H. Coombs (dalam Dinn Wahyudin et al, 2006: 3.22-3.23)

mengungkapkan ada dua belas komponen pendidikan yang berkaitan dan

berhubungan satu sama lain. Adapun kedua belas komponen tersebut adalah

tujuan dan prioritas, peserta didik, manajemen, struktur dan jadwal, isi bahan

belajar, pendidik, alat bantu mengajar, fasilitas, teknologi, pengawasan mutu,

penelitian, ongkos pendidikan.

Iskandarwassid dan Dadang Sunendar (2008: 151) mengatakan bahwa

proses pembelajaran tidak akan lepas dari tugas dan peran pengajar dan

pembelajar. Masing-masing memiliki posisinya sesuai dengan tugas dan

perannya. Tugas dan peran ini saling mengisi selama proses pembelajaran,

tidak ada salah satu pihak yang lebih besar perannya, karena keduanya berada

dalam satu arah dan tujuan yang sama.

Page 3: Bab i ok

3

Salah satu faktor yang dominan untuk dipertimbangkan dalam

melakukan proses belajar adalah peserta didik itu sendiri. Peserta didik

merupakan komponen yang menjadi subjek dan sekaligus objek pendidikan.

Sebagai subjek pendidikan maksudnya peserta didik sebagai pihak yang

secara langsung terlibat dalam perencanaan ataupun pelaksanaan pendidikan.

Sedangkan sebagai objek, peserta didik merupakan pihak yang menjadi

sasaran layanan mengapa pendidikan itu dilaksanakan (Dinn Wahyudin et al,

2006: 3.22).

Sri Anitah W, dkk (2009: 2.13) mengatakan bahwa proses belajar

merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam belajar, esensinya adalah

rangkaian aktifitas yang dilakukan oleh siswa dalam upaya mengubah

perilaku yang dilakukan secara sadar melalui interaksi dengan lingkungan.

Proses belajar mengajar di sekolah sangat dipengaruhi oleh desain pelajaran

maupun strategi yang diterapkan oleh guru dalam pembelajaran.

Pendidik merupakan komponen sumber daya insani yang melaksanakan

garapan pendidikan. Fungsinya memberi layanan untuk kelancaran proses

pembelajaran kepada peserta didik. Termasuk kelompok ini adalah tenaga

kependidikan lainnya, seperti pustakawan, petugas laboratorium, dan

sebagainya. Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas peran guru.

Guru harus memiliki kemampuan untuk mengembangkan model-model

pembelajaran yang inovatif (Dinn Wahyudin et al, 2006: 3.23).

Guru memiliki peranan yang sangat berat dan penting karena guru harus

bertanggung jawab atas terbentuknya moral siswa yang telah diamankan para

Page 4: Bab i ok

4

orang tua atau wali untuk menciptakan anak didiknya menjadi terdidik,

terbimbing, dan terlatih jasmani dan rohaninya. Maka guru adalah seorang

figur yang terhormat, dia menjadi ukuran dan pedoman bagi anak didiknya, di

tengah masyarakat sebagai suri tauladan (Martinis Yamin dan Bansu I.

Ansari, 2012: 9).

Seperti yang telah kita pahami bahwa tugas utama guru adalah

mengajar yang berarti membelajarkan siswa untuk mencapai tujuan tertentu

atau kompetensi. Tujuan atau kompetensi tersebut telah dirumuskan dalam

kurikulum yang berfungsi sebagai pedoman pelaksanaan proses

pembelajaran. Dalam proses pembelajaran yang menjadi persoalan ialah

bagaimana memilih dan menggunakan strategi pembelajaran yang dapat

menimbulkan aktivitas belajar yang baik, sehingga tujuan pembelajaran dapat

tercapai.

Menurut Gagne (dalam Sri Anitah W, dkk, 2009: 1.3) bahwa belajar

adalah suatu proses di mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai

akibat pengalaman. Dari pengertian belajar tersebut, terdapat tiga atribut

pokok (ciri utama) belajar, yaitu: proses, perubahan perilaku, dan

pengalaman.

Dari pernyataan ini dapat dikatakan bahwa belajar adalah proses mental

dan emosional atau proses berfikir dan merasakan. Seseorang dikatakan

belajar apabila pikiran dan perasaannya aktif. Aktivitas pikiran dan perasaan

itu sendiri tidak dapat diamati orang lain, akan tetapi terasa oleh yang

bersangkutan. Hasil belajar yang berupa perubahan perilaku atau tingkah

Page 5: Bab i ok

5

laku. Seseorang yang belajar akan berubah atau bertambah perilakunya, baik

yang berupa pengetahuan, keterampilan, atau penguasaan nilai-nilai (sikap).

Perubahan perilaku sebagai hasil belajar ialah perubahan yang dihasilkan dari

pengalaman (interaksi dengan lingkungan), tempat proses mental dan

emosional terjadi. Belajar adalah mengalami, dalam arti belajar terjadi di

dalam interaksi antara individu dengan lingkungan fisik maupun lingkungan

sosial.

Guru sebagai pendidik dituntut untuk pandai merekayasa pembelajaran

sesuai dengan kurikulum yang berlaku, serta dituntut untuk selalu kreatif dan

inovatif dalam melaksanakan pembelajaran, sehingga pengalaman dan tujuan

dapat diterima siswa. Dengan demikian, siswa akan lebih aktif dan merasa

senang dalam pembelajaran. Tugas guru adalah sebagai motivator dan

fasilitator, bukan satu-satunya sumber belajar.

Djam’an Satori, dkk (2007: 1.18-1.19) mengatakan bahwa guru

dianggap sebagai suatu profesi bilamana ia memiliki pernyataan dasar,

keterampilan teknik serta didukung oleh sikap kepribadian yang mantap.

Dengan demikian, guru yang profesional harus memiliki empat kompetensi,

yaitu kompetensi profesional, kompetensi personal (kepribadian), kompetensi

sosial, dan kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya

dengan mengutamakan nilai kemanusiaan daripada nilai material.

Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan guru

mengembangkan model-model pembelajaran yang berorientasi pada

peningkatan intensitas keterlibatan siswa secara efektif di dalam proses

Page 6: Bab i ok

6

pembelajaran. Pengembangan model pembelajaran yang tepat pada dasarnya

bertujuan untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan

siswa dapat belajar secara aktif dan menyenangkan sehingga siswa dapat

meraih hasil belajar dan prestasi yang optimal (Aunurrahman, 2010: 140).

Akhir-akhir ini telah banyak ditemukan oleh para ahli teori-teori

metode pembelajaran yang baik, akan tetapi tidaklah semua teori dan metode

itu cocok dan pas pada semua materi pembelajaran di kelas. Seorang guru

dituntut untuk memiliki kemampuan dalam memilih strategi pembelajaran

yang baik dan efektif. Agar kegiatan belajar dapat berlangsung dengan baik

sehingga kualitas pembelajaran yang diinginkan dapat terwujud.

Kurikulum SD/MI memuat 8 mata pelajaran, muatan lokal, dan

pengembangan diri. Bahasa Indonesia merupakan salah satu dari mata

pelajaran yang ada di kurikulum SD. Berdasarkan struktur kurikulum SD/MI,

Bahasa Indonesia mempunyai alokasi waktu, yaitu di kelas IV-VI lima jam

pelajaran per minggu (Permendiknas, 2006: 83).

Pembelajaran pada dasarnya merupakan sebuah aktivitas yang sistemik,

sistematis, dan terencana. Dikatakan sistemik karena di dalamnya terdapat

seperangkat subsistem yang saling berkaitan dan berinteraksi secara

fungsional untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Dikatakan sistematis karena dalam pelaksanaannya terdapat tatanan dan

tahapan yang bersifat prosedural dan berhubungan secara kronologis-kausatif.

Selanjutnya dikatakan terencana karena dalam pembelajaran terlihat jelas dan

Page 7: Bab i ok

7

tegas adanya dasar, arah/tujuan, dan sasaran yang ingin dicapai (Solchan T.

W, dkk, 2008: 11.5).

Untuk mewujudkan ketiga karakteristik pelajaran bahasa, terdapat

beberapa permasalahan yang harus diantisipasi dan didudukkan secara

proporsional. Permasalahan tersebut berkaitan dengan tujuan pembelajaran,

materi pembelajaran, strategi pembelajaran, evaluasi, pengajar (guru), dan

siswa. Masing-masing subsistem mempunyai peranan penting dalam

pembelajaran khususnya pembelajaran Bahasa Indonesia.

Yusi Rosdiana, dkk (2009: 1.18) menyatakan bahwa fungsi umum

bahasa adalah sebagai alat komunikasi soaial. Bahasa sangat menyatu dalam

kehidupan manusia. Setiap manusia mempunyai anggota masyarakat.

Aktivitasnya sebagai anggota masyarakat sangat tergantung pada penggunaan

bahasa masyarakat setempat. Gagasan, ide, pemikiran, harapan, dan

keinginannya disampaikan dengan bahasa. Setiap masyarakat memiliki

bahasa dan menggunakan alat komunikasi sosial tersebut. Aksi dan reaksi

manusia dalam kelompok masyarakat bergantung pada bahasa yang

digunakan.

Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia terdapat empat aspek yang

saling berkaitan yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.

Kegiatan siswa dalam kelas pun keempat keterampilan berbahasa tidak dapat

dipisah-pisahkan. Pada waktu siswa mendengarkan keterangan guru (ada

kegiatan mendengarkan dari kegiatan berbicara gurunya). Kemudian

mencatat apa-apa yang dianggap penting (kegiatan menulis). Jika siswa itu

Page 8: Bab i ok

8

bertanya tentang apa-apa yang belum dipahaminya (terdapat kegiatan

berbicara), kemudian dijawab oleh guru (ada kegiatan mendengarkan). Jadi

dalam berkomunikasi keempat keterampilan itu saling bergantian

kehadirannya, tidak mungkin hanya hadir satu keterampilan saja (Solchan T.

W, dkk, 2008: 7.5).

Mendengarkan dan berbicara merupakan aspek keterampilan berbahasa

ragam lisan, sedangkan membaca dan menulis merupakan aspek keterampilan

berbahasa ragam tulis. Mendengarkan dan membaca adalah keterampilan

berbahasa yang bersifat reseptif, sedangkan berbicara dan menulis adalah

keterampilan berbahasa yang bersifat produktif (Yeti Mulyati, dkk, 2009:

1.15).

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara kepada guru dan siswa

kelas IV SDN Pacinan Kecamatan Balerejo Kabupaten Madiun, diketahui

bahwa pembelajaran yang dilakukan selama ini masih cenderung guru yang

menjadi pusat pembelajaran (teacher centered). Guru hanya menggunakan

metode ceramah dan tanya jawab, sehingga siswa kurang termotivasi untuk

aktif dalam pembelajaran. Siswa merasa malu/tidak berani dalam bertanya

dan mengungkapkan ide/pendapat. Dengan demikian kemampuan berbicara

siswa belum terasah dengan baik di SD ini.

Kemampuan berbicara dapat dibedakan menjadi dua yaitu, kemampuan

dasar dalam kegiatan berbicara dan kemampuan lanjutan dalam kegiatan

berbicara. Kemampuan dasar dalam kegiatan berbicara meliputi berdialog,

menyampaikan pengumuman, menyampaikan argumentasi, dan bercerita.

Page 9: Bab i ok

9

Sedangkan kemampuan lanjutan dalam kegiatan berbicara meliputi

musyawarah, diskusi, dan pidato.

Solchan T. W, dkk (2008: 4.19) menyatakan bahwa, aspek berbicara

meliputi mengungkapkan gagasan dan perasaan, menyampaikan sambutan,

dialog, pesan, pengalaman, suatu proses, menceritakan diri sendiri, teman,

keluarga, masyarakat, benda, tanaman, binatang, gambar tunggal, gambar

seri, kegiatan sehari-hari, peristiwa, tokoh, kesukaan/ketidaksukaan,

kegemaran, peraturan, tata tertib, petunjuk, dan laporan, serta mengapresiasi

dan berekspresi sastra melalui kegiatan melisankan hasil sastra berupa

dongeng, cerita anak-anak, cerita rakyat, cerita binatang, puisi anak, syair

lagu, pantun, dan drama anak.

Pembelajaran berbicara di kelas tinggi bertujuan untuk memupuk

keberanian siswa, mengungkapkan pengetahuan dan wawasan siswa, melatih

siswa menyanggah/menolak pendapat orang lain, melatih siswa berfikir logis

dan kritis, dan menghargai siswa menghargai pendapat orang lain (Solchan T.

W, dkk, 2008: 11.21).

Penelitian yang mempunyai relasi atau keterkaitan dengan penelitian ini

antara lain seperti penelitian skripsi yang ditulis oleh Hartono tahun 2011

dengan judul “297 Strategi Dan Penggunaan Metode Student Facilitator And

Explaining Pada Pembelajaran Bahasa Dan Sastra Indonesia”. Hasil

penelitian ini menjelaskan bahwa model pembelajaran SFAE dapat

meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Hal ini ditandai dengan

peningkatan hasil belajar dari pra tindakan, siklus I dan siklus II, yaitu dari

Page 10: Bab i ok

10

prosentase keberhasilan kelas yang tuntas pada pra tindakan sebesar 41%

meningkat menjadi 62% pada siklus I dan meningkat menjadi 81% di siklus

II dengan persentase peningkatan dari pra tindakan ke siklus I sebesar 21%

dan dari siklus I ke siklus II sebesar 19%, sehingga prosentase peningkatan

hasil belajar siswa secara klasikal dari pra tindakan ke siklus II sebesar 40%.

Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan model

pembelajaran SFAE dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

Disarankan saat guru menerapkan model SFAE, perlu diperhatikan

kemampuan siswa, sebab model ini menuntut siswa yang dapat membaca,

bertanggung jawab, memiliki kemampuan individu untuk menjadi fasilitator

dan membelajarkan siswa. Guru disarankan juga menggunakan variasi model

pembelajaran sehingga siswa tidak jenuh dan hasil belajar dapat meningkat.

Selain itu, penelitian lain dilakukan oleh Abram Rinekso L.

dan Aris Nasuha dengan judul “Pengaruh Penerapan Metode Pembelajaran

Student Facilitator And Explaining Terhadap Minat Belajar Siswa Pada Mata

Pelajaran Tik Di Sma N 1 Mertoyudan Tahun Ajaran 2011/2012”. Hasil

penelitian menunjukkan minat belajar sebelum dan sesudah diberi

pembelajaran meggunakan metode ceramah dan strategi pembelajaran

Student Facilitator And Explaining yaitu pada kelas kontrol nilai rata-rata

minat belajar sebelum sebesar 58,44, dan sesudahnya sebesar 67,8. Pada kelas

eksperimen nilai rata-rata minat belajar sebelumnya sebesar 59,03, dan

sesudahnya 75,97. Dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata minat belajar

kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Terdapat perbedaan

Page 11: Bab i ok

11

minat belajar yang signifikan antara penerapan strategi pembelajaran Student

Facilitator And Explaining dengan metode ceramah.

Terdapat persamaan dan perbedaan pada penelitian yang dilakukan

Hartono dengan Abram Rinekso L. dan Aris Nasuha. Persamaan pada

penelitian ini adalah sama-sama menggunakan model Student Facilitator And

Explaining. Sedangkan perbedaannya terdapat pada mata pelajaran dan

variabel bebas yang diteliti. Pada penelitian Hartono hanya sebatas

mendeskripsikan model Student Facilitator And Explaining pada mata

pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia sedangkan penelitian yang dilakukan

Abram Rinekso L. dan Aris Nasuha adalah untuk mengetahui pengaruh

model tersebut terhadap minat belajar pada mata pelajaran TIK.

Dari uraian latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melihat

pengaruh model pembelajaran student facilitator and explaining terhadap

kemampuan siswa dalam mengemukakan pendapat dengan mengambil judul

“Pengaruh Model Pembelajaran Student Facilitator And Explaining Terhadap

Kemampuan Siswa Dalam Mengemukakan Pendapat Pada Mata Pelajaran

Bahasa Indonesia Siswa Kelas IV SDN Pacinan Kecamatan Balerejo

Kabupaten Madiun Tahun Pelajaran 2012/2013”.

Page 12: Bab i ok

12

B. Batasan Masalah

Agar penelitian ini dapat terarah, maka penelitian ini dibatasi dengan

fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Pokok bahasan pada penelitian ini adalah pada kelas IV semester II,

Kompetensi Dasar: 6.2 Menyampaikan pesan yang diterima melalui

telepon sesuai dengan isi pesan.

2. Penelitian ini dibatasi pada ranah kognitif.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah tersebut, rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah ada pengaruh model

pembelajaran student facilitator and explaining terhadap kemampuan siswa

dalam mengemukakan pendapat pada mata pelajaran Bahasa Indonesia Siswa

Kelas IV SDN Pacinan Kecamatan Balerejo Kabupaten Madiun Tahun

Pelajaran 2012/2013?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan yang ingin dicapai

dalam penelitian ini adalah: Untuk mengetahui apakah ada pengaruh model

pembelajaran student facilitator and explaining terhadap kemampuan siswa

dalam mengemukakan pendapat pada mata pelajaran Bahasa Indonesia Siswa

Kelas IV SDN Pacinan Kecamatan Balerejo Kabupaten Madiun Tahun

Pelajaran 2012/2013.

Page 13: Bab i ok

13

E. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka hasil penelitian diharapkan

memberi manfaat secara teoritis dan manfaat praktis. Adapun manfaat teoretis

dan manfaat praktis adalah sebagai berikut:

1. Manfaat teoretis

a. Memberikan sumbangan pemikiran di bidang pendidikan pada siswa,

terutama dalam hal keterampilan berbicara khususnya mengemukakan

pendapat.

b. Sebagai bahan atau referensi bagi para peneliti yang ingin

mengembangkan dunia pendidikan.

2. Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis yang diharapkan pada penelitian ini adalah

sebagai berikut :

a. Bagi Siswa

1) Terciptanya pembelajaran yang menyenangkan sehingga menambah

antusias dan minat siswa terhadap pembelajaran.

2) Sebagai bahan informasi tentang pentingnya model pembelajaran

dalam mengembangkan kemampuan berbicara khususnya

mengemukakan pendapat.

b. Bagi guru

1) Sebagai referensi dalam mengajar bahasa Indonesia, penting untuk

memperhatikan anak secara spesifik berdasarkan kemampuan dan

karakteristik belajar anak.

Page 14: Bab i ok

14

2) Dapat meningkatkan kualitas mengajar guru, sehingga dalam

pembelajaran akan lebih efektif dan menyenangkan.

3) Dapat memperbaiki sistem pembelajaran yang semula monoton

(teacher center) menjadi student center.

c. Bagi sekolah

1) Memberikan sumbangan keilmuan yang baik bagi sekolah dalam

perbaikan proses pembelajaran.

2) Meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan sekolah, sehingga

dapat memberdayakan sekolah tersebut kepada masyarakat.

d. Mahasiswa

1) Dapat menambah wawasan, pengetahuan, dan keterampilan tentang

model pembelajaran.

2) Memberikan pengalaman kepada mahasiswa dalam membuka

cakrawala berfikir mereka akan pentingnya model pembelajaran.

F. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi salah persepsi atas judul ini, maka perlu didefinisikan

hal-hal sebagai berikut:

1. Model pembelajaran Student Facilitator and Explaining merupakan

model pembelajaran di mana siswa/peserta didik belajar

mempresentasikan ide atau pendapat pada rekan peserta didik lainnya.

Dalam penelitian ini dimulai dari guru menyampaikan kompetensi yang

ingin dicapai, guru memberikan kesempatan siswa untuk menjelaskan

Page 15: Bab i ok

15

kepada siswa lainnya, selanjutnya guru menyimpulkan ide/pendapat dari

siswa.

2. Kemampuan mengemukakan pendapat adalah salah satu prinsip dari

pendekatan keterampilan proses, yaitu kemampuan mengomunikasikan

hasil. Kemampuan ini merupakan salah satu kemampuan yang harus

dikuasai siswa dalam keterampilan berbicara. Dalam pembelajaran

bahasa Indonesia, misalnya siswa dilatih untuk menyusun laporan hasil

pengamatannya, kemudian mempresentasikannya di depan kelas dalam

sebuah kegiatan diskusi (Puji Santosa, 2008: 2.24). Penilaian pada

keterampilan ini menggunakan tes diskusi, dilakukan dengan cara

disajikan suatu topik dan pembicara diminta untuk mendiskusikannya.

Tes ini dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan pembicara dalam

menyampaikan pendapat, mempertahankan pendapat, serta menanggapi

ide dan pikiran yang disampaikan oleh peserta lain (Kundharu Saddhono

dan St. Y. Slamet, 2012: 59-60).