BAB I-5 ready ok

download BAB I-5 ready ok

of 72

Transcript of BAB I-5 ready ok

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    1/72

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Masalah

    Pembangunan masih dilaksanakan di Indonesia pada segala bidang

    guna mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil,

    makmur dan merata baik materi maupun spiritual. Visi pembangunan

    kesehatan di Indonesia yang dilaksanakan adalah Indonesia Sehat 2010

    dimana penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu

    memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta

    memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Departemen Kesehatan

    RI, 2002:5). Menurut teori yang dikemukakan oleh H.L. Blum yang dikutip

    oleh A.M.Sugeng Budiono, dkk (2003:97) bahwa status kesehatan sangat

    dipengaruhi oleh faktor keturunan, pelayanan kesehatan, perilaku dan

    lingkungan. Hal tersebut berlaku pula pada kesehatan tenaga kerja.

    Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan atau

    kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja atau masyarakat

    pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental

    maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit atau

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    2/72

    2

    gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan

    kerja serta terhadap penyakit umum. Sehat digambarkan sebagai suatu kondisi

    fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau

    gangguan kesehatan melainkan juga menunjukkan kemampuan untuk

    berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya (A.M.Sugeng Budiono,

    dkk, 2003:97).

    Kesehatan kerja dapat tercapai secara optimal jika tiga komponen

    kerja berupa kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja dapat

    berinteraksi secara baik dan serasi.

    Lingkungan kerja yang tidak memenuhi syarat misalnya bising yang

    melebihi ambang batas merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan

    gangguan kesehatan. Kebisingan merupakan suara yang tidak diinginkan.

    Kebisingan selain dapat menimbulkan ketulian sementara (themporary

    threshold shift ) dan ketulian permanen ( permanent threshold shift ) juga

    akan berdampak negatif lain seperti gangguan komunikasi, efek pada

    pekerjaan dan reaksi masyarakat. Terutama apabila tidak dikelola dengan

    baik, mesin-mesin yang digunakan dapat menjadi sumber bising di tempat

    kerja. Kebisingan 85 dB untuk 8 jam perhari jika hanya terpapar satu hari saja

    pengaruhnya tidak signifikan terhadap kesehatan, tetapi jika berlangsung

    setiap hari terus-menerus minggu demi minggu, bulan bahkan tahunan, maka

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    3/72

    3

    suatu saat akan melewati batas dimana paparan kebisingan tersebut akan

    menyebabkan gangguan pendengaran (Dwi Sasongko P, dkk, 2000:20).

    Gangguan pendengaran akibat paparan bising (noise induced hearing

    loss) atau tuli akibat bising, merupakan jenis tuli yang paling sering

    ditemukan pada pekerja industri di Negara berkembang dan Negara maju

    dengan sistem konservasi pendengaran yang belum dilaksanakan dengan

    baik. Kemajuan dalam bidang industri dan transportasi mengakibatkan

    bertambah banyak sumber penyebab kebisingan. Kepustakaan menyebutkan

    di Manchester (Inggris) 25% dari penduduk kota terpapar bising yang

    bersumber dari industri elektrik dan mesin, sementara di daerah pinggiran

    kota paparan bising berasal dari industri tenun tradisional maupun modern,

    sehingga di dapatkan dari penderita tuli penyebabnya berasal dari paparan

    bising lingkungan kerja. Di Amerika lebih dari 5,1 juta pekerja terpapar oleh

    bising dengan intensitas lebih dari 85 dB dan masih banyak lagi sumber bising

    yang berasal dari berbagai macam bidang. Polandia merupakan negara dengan

    profil industri yang hampir sama dengan Indonesia terdapat 5 juta pekerja

    industri dengan 600.000 diantaranya berisiko terpapar bising, dengan

    perkiraan 25 % dari jumlah yang terpajan terjadi gangguan pendengaran

    akibat bising. Dari seluruh penyakit akibat kerja dapat diidentifikasi penderita

    tuli akibat bising lebih dari 36 kasus baru dari 100.000 pekerja setiap tahun.

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    4/72

    4

    Semakin bisingnya lingkungan karena semakin banyaknya kendaraan

    bermotor, tidak terawatnya mesin dan knalpot kendaraan bermotor tersebut,

    serta kerapnya penggunaan klakson, tentu akan menambah faktor resiko

    gangguan pendengaran. Pembangunan gedung-gedung, pengoperasian mesin-

    mesin pabrik tanpa memenuhi persyaratan kesehatan pendengaran, menambah

    paparan kebisingan di dunia kerja. Mesin-mesin rumah tangga yang tidak

    terawat seperti pendingin ruangan, kipas angin, dan peralatan listrik lain juga

    merupakan kebisingan di dalam rumah, bahkan ke lingkungan tetangga. Gaya

    hidup kini seperti penggunaan earphone, headphone, bahkan handphone

    untuk mendengarkan musik, terutama dengan volume yang tinggi, menambah

    banyaknya faktor resiko ketulian.

    Dari hasil pertemuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kawasan

    SEARO di Srilanka pada tahun 2002, ditetapkan bahwa ketulian akibat

    paparan terhadap kebisingan menjadi salah satu prioritas utama masalah

    gangguan yang harus ditanggulangi, tentu saja selain upaya pencegahan dan

    penanganan otitis media supuratif kronis dan presbikusis. Prioritas juga

    ditujukan pada upaya penanganan atau penemuan dan inovasi yang dapat

    membantu para penderita tuli kongenital (tuli saat lahir karena berbagai

    sebab), menurut perkiraan WHO pada tahun 1995 terdapat 120 juta penderita

    gangguan pendengaran di seluruh dunia. Jumlah tersebut mengalami

    peningkatan yang sangat bermakna pada tahun 2001 menjadi 250 juta orang;

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    5/72

    5

    222 juta diantaranya adalah penderita dewasa sedangkan sisanya ( 28 juta )

    adalah anak berusia di bawah 15 tahun. Dari jumlah tersebut kira kira 2/3

    diantaranya berada di negara berkembang. Peningkatan jumlah penderita

    gangguan pendengaran ini kemungkinan disebabkan oleh peningkatan

    insidens, identifikasi yang lebih baik atau akibat meningkatnya usia harapan

    hidup.

    Menindak lanjuti pertemuan di atas, telah dibentuk forum regional

    Asia Tenggara untuk menanggulangi gangguan pendengaran dan ketulian, di

    Bangkok, tanggal 4 Oktober 2005. Organisasi ini dengan 11 anggotanya

    bertujuan menurunkan angka gangguan pendengaran dan ketulian di wilayah

    Asia tenggara, sebesar 50% di tahun 2015 dan 90% ditahun 2030.

    Di Indonesia penelitian tentang gangguan pendengaran akibat bising

    telah banyak dilakukan sejak lama. Survei yang dilakukan oleh Hendarmin

    dalam tahun yang sama padaManufacturing Plant Pertamina dan dua pabrik

    es di Jakarta mendapatkan hasil terdapat gangguan pendengaran pada 50%

    jumlah karyawan disertai peningkatan ambang dengar sementara sebesar 5-10

    dB pada karyawan yang telah bekerja terus-menerus selama 5-10 tahun.

    Sundari pada penelitiannya di pabrik peleburan besi baja di Jakarta,

    mendapatkan 31,55% pekerja menderita tuli akibat bising, dengan intensitas

    bising antara 85 105 dB, dengan masa kerja rata-rata 8-9 tahun.

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    6/72

    6

    Lusianawaty mendapatkan 7 dari 22 pekerja ( 31,8%) di perusahaan kayu

    lapis Jawa Barat mengalami tuli akibat bising, dengan intensitas bising

    lingkungan antara 84,9108,2 dB

    Saat ini, sekitar 4-5 ribu bayi lahir tuli setiap tahunnya. Dari survei

    kesehatan indera di 7 propinsi pada tahun 1994-1996 lalu saja diketahui

    bahwa 0,4% penduduk Indonesia menderita ketulian dan 16,8 % penduduk

    Indonesia menderita gangguan pendengaran. Jadi, diperkirakan setidaknya

    sekitar 4 juta penduduk Indonesia tidak dapat mendengar dengan baik. 3,1%

    dari mereka, menderita gangguan karena infeksi telinga tengah (otitis media

    supuratif kronik/OMSK) yang antara lain juga disebabkan oleh paparan asap

    rokok pada anak-anak. 0,1% tuli karena obat toksik (ototoksitas) dan 2,6% tuli

    karena usia lanjut (presbikusis). 0,3% menderita ketulian karena terpapar

    kebisingan.

    Di NTB, penelitian tentang kebisingan terhadap tuli konduksi masih

    sangat jarang diteliti, penulis menetapkan Gunungsari sebagai tempat

    penelitian karena industri pengolahan kayu banyak terdapat didaerah

    Gunungsari.

    Nilai ambang batas adalah standar faktor tempat kerja yang dapat

    diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan

    dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    7/72

    7

    jam seminggu (KEPMENAKER No.Kep-51 MEN/1999). Nilai ambang batas

    kebisingan di tempat kerja adalah intensitas suara tertinggi yang merupakan

    nilai rata-rata, yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan

    hilangnya daya dengar yang menetap untuk waktu kerja terus menerus tidak

    lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu (A.M. Sugeng Budiono, dkk,

    2003:298). Nilai ambang batas yang diperbolehkan untuk kebisingan ialah 85

    dB, selama waktu pemaparan 8 jam berturut-turut.

    Pengaruh kebisingan terhadap tenaga kerja adalah mengurangi

    kenyamanan dalam bekerja, mengganggu komunikasi, mengurangi

    pendengaran, dapat mengganggu pekerjaan dan menyebabkan timbulnya

    kesalahan karena tingkat kebisingan yang sangat tinggi. Suara yang terlalu

    bising dan berlangsung lama dapat menimbulkan stimulasi di daerah dekat

    area penerimaan pendengaran primer yang akan menyebabkan sensasi suara

    gemuruh dan berdenging, dengan timbulnya sensasi suara ini akan

    menyebabkan gangguan pendengaran yang bersifat sementara hingga

    permanen.

    Dahulu penggunaan alat pengolahan kayu masih menggunakan alat -

    alat sedehana seperti kapak yang tingkat pemaparan kebisingannya yang

    sangat rendah dibandingkan sekarang yang menggunakan alat-alat gergaji

    mesin misalnya dengan frekuensi suara yang tinggi.

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    8/72

    8

    Kerusakan pada indera-indera pendengar yang menyebabkan ketulian.

    Pemulihan terjadi secara cepat sesudah dihentikan kerja di tempat bising

    untuk efek kebisingan sementara. Tetapi paparan bising terus-menerus

    berakibat kehilangan daya dengar yang menetap dan tidak pulih kembali,

    biasanya dimulai pada frekuensi sekitar 4.000 Hz dan kemudian meluas ke

    frekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi yang digunakan untuk

    percakapan. Untuk itu pada pekerja diharapkan menggunakan digunakan alat

    pelindung telinga. Alat pelindung telinga berguna untuk mengurangi

    intensitas suara yang masuk ke dalam telinga.

    Berdasarkan data tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk

    melakukan penelitian tentang hubungan kebisingan terhadap themporary

    threshold shift pada tenaga kerja pengolahan kayu di wilayah Gunungsari.

    1.2 Perumusan Masalah

    Adakah pengaruh kebisingan terhadap themporary threshold shift

    (gangguan auditorial) pada tenaga kerja pengolahan kayu di wilayah

    Gunungsari Kabupaten Lombok Barat tahun 2013 ?

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    9/72

    9

    1.3 Tujuan Penelitian1.3.1

    Tujuan Umum

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh

    kebisingan terhadap themporary threshold shift(gangguan auditorial)

    pada tenaga kerja Pengolahan Kayu di wilayah Gunungsari

    Kabupaten Lombok Barat tahun 2013.

    1.3.2 Tujuan Khusus1.3.2.1 Untuk mengetahui berapa lama tenaga kerja bekerja pada

    industri pengolahan kayu.

    1.3.2.2 Untuk mengetahui lama paparan tenaga kerja dalam sehariterhadap kebisingan di tempat kerja.

    1.3.2.3

    Untuk mengetahui intensitas kebisingan yang didengar

    tenaga kerja setiap hari.

    1.4 Manfaat Penelitian1.4.1 Manfaat Bagi Pendidikan

    Hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan masukan data dan

    informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pustaka guna

    pengembangan ilmu kesehatan dan keselamatan kerja.

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    10/72

    10

    1.4.2 Manfaat Bagi Masyarakat

    Dapat mengurangi tingkat kebisingan yang mengganggu kesehatan

    dan melakukan upaya-upaya pencegahan terhadap resiko gangguan

    pendengaran.

    1.4.3 Manfaat Bagi Peneliti

    Dapat meningkatkan pengetahuan dan sarana pengembangan teori

    yang telah di dapat dalam perkuliahan sehingga diperoleh pengalaman

    langsung khususnya mengenai kesehatan dan keselamatan kerja yang

    ditulis dalam bentuk tulisan ilmiah.

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    11/72

    11

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Gangguan Pendengaran Akibat BisingBising dalam kesehatan kerja diartikan sebagai suara yang dapat

    menurunkan pendengaran baik secara kuantitatif (peningkatan ambang

    pendengaran) maupun secara kualitatif (penyempitan spektrum pendengaran),

    serta dapat pula menimbulkan gangguan selain pada pendengaran, berkaitan

    dengan faktor intensitas, frekuensi, durasi dan pola waktu. Intensitas diartikan

    sebagai banyaknya arus energi yang diterima oleh pendengaran per satuan

    luas, biasanya disebut desibel atau ditulis dB.

    Gangguan pendengaran akibat bising (noise induced hearing loss)

    ialah gangguan pendengaran yang diakibatkan oleh terpajan bising yang

    cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan

    oleh bisingnya lingkungan kerja. Secara klinis pajanan bising pada organ

    pendengaran dapat menimbulkan reaksi adaptasi, peningkatan ambang dengar

    sementara (temporary threshold shift) dan peningkatan ambang dengar

    menetap (permanent threshold shift) (THT, 2010 : 49).

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    12/72

    12

    2.1.1 Suara2.1.1.1

    Definisi Suara

    Beberapa definisi dari suara atau bunyi menurut beberapa ahli

    antara lain :

    a. Menurut teori fisika, bunyi adalah rangsangan yang diterimaoleh saraf pendengaran yang berasal dari suatu sumber bunyi.

    b.

    Suara adalah sensasi yang dihasilkan apabila getaran

    longitudinal molekul-molekul dari lingkungan luar, yaitu fase

    pemadatan dan perenggangan dari molekul-molekul yang

    silih berganti, mengenai membran timpani. Pola dari gerakan

    ini digambarkan sebagai perubahan-perubahan tekanan pada

    membran timpani tiap unit waktu merupakan sederetan

    gelombang dan gerakan ini dalam lingkungan sekitar kita

    umumnya dinamakan gelombang suara (W.F. Ganong,

    2008:185).

    c. Suara atau bunyi adalah variasi tekanan yang merambatmelalui udara dan dapat dideteksi oleh telinga manusia.

    2.1.1.2 Karakteristik SuaraKarakteristik fisik gelombang suara terdiri atas : ( Tambunan S,

    2005)

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    13/72

    13

    a. Frekuensi

    Frekuensi diartikan sebagai jumlah getaran dalam tekanan

    suara yang diterima oleh pendengaran per satuan waktu

    (Hertz per detik). Durasi diartikan sebagai waktu dari suatu

    sumber suara atau bunyi yang diterima oleh pendengaran.

    Sedangkan pola waktu adalah seberapa sering pendengaran

    menerima suara atau bunyi. Sifat dari bunyi ditentukan oleh

    frekuensi dan intesitasnya.

    Frekuensi merupakan jumlah perubahan tekanan dalam

    setiap detiknya atau frekuensi setiap detiknya dalam satuan

    Hertz (Hz). Setiap orang relatif sedikit berbeda, tetapi

    respon pendengaran orang muda terletak pada frekuensi 18-

    2.000 Hz. Kecepatan rambatan suara bervariasi tergantung

    pada medium dan suhu, tetapi untuk kecepatan perambatan

    suara pada medium udara pada suhu 20oC berkisar 344 m/s,

    pada kondisi tersebut maka panjang gelombang suara

    berkisar 13 inch (0,344 m) pada frekuensi 1.000 Hz.

    (Wardhana, W.A., 2001).

    Frekuensi bunyi yang terpenting adalah 250 Hz, 1.000 Hz,

    2.000 Hz, 8.000 Hz. Frekuensi bunyi yang dapat didengar

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    14/72

    14

    oleh telinga manusia adalah 18-20.000 Hz. Bunyi yang

    kurang dari 18 Hz dinamakan bunyi infrasonik dan bunyi

    yang lebih dari 20.000 Hz dinamakan bunyi ultrasonik.

    Frekuensi 4.000 Hz merupakan frekuensi yang paling peka

    ditangkap oleh pendengaran kita, biasanya ketulian

    pemaparan bising atau adanya gangguan pendengaran

    terjadi pada frekuensi ini. ( Wardhana, W.A., 2001).

    b. Amplitudo

    Amplitudo sebuah gelombang suara adalah tingkat gerakan

    molekul-molekul udara dalam gelombang, yang sesuai

    terhadap perubahan dalam tekanan udara yang sesuai

    gelombang. Lebih besar amplitudo gelombang maka lebih

    keras molekul-molekul udara untuk menabrak gendang

    telinga dan lebih keras suara yang terdengar (Tambunan S,

    2005). Amplitudo gelombang suara dapat diekspresikan

    dalam istilah satuan absolut dengan pengukuran jarak

    sebenarnya perubahan letak molekul-molekul udara,

    perubahan tekanan atau energi yang terkandung dalam

    gelombang (Wardhana,W.A., 2001).

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    15/72

    15

    c. Panjang gelombang suara

    Salah satu satuan yang erat dengan frekuensi adalah panjang

    gelombang. Panjang gelombang merupakan jarak antara dua

    gelombang yang dekat dengan perpindahan dan kecepatan

    partikel yang sama dalam satu bidang medan bunyi datar.

    Sehingga dengan mengetahui kecepatan dan frekuensi bunyi

    dapat ditentukan panjang gelombangnya. Panjang

    gelombang suara yang dapat didengar telinga manusia mulai

    dari beberapa sentimeter sampai kurang lebih 20 meter.

    (Wahyu A., 2003).

    2.1.1.3 Sumber Suara

    Di lingkungan kerja, jenis dan jumlah sumber suara sangat

    beragam. Beberapa diantaranya adalah : ( Tambunan S, 2005)

    a. Suara mesin

    Jenis mesin penghasil suara di tempat kerja sangat bervariasi,

    demikian pula karakteristik suara yang dihasilkan.

    Contohnya adalah mesin pembangkit tenaga listrik seperti

    genset, mesin diesel, dan sebagainya. Di tempat kerja, mesin

    pembangkit tenaga listrik umumnya menjadi sumber-sumber

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    16/72

    16

    kebisingan berfrekuensi rendah adalah < 400 Hz. Industri

    pengolahan kayu juga menggunakan mesin-mesin yang bisa

    menimbulkan suara yang cukup besar, misalnya : pada

    penggunaan gergaji bundar, mesin bor, band saw, mesin

    ketam (planner).

    b. Benturan antara alat kerja dan benda kerja

    Proses menggerinda permukaan metal dan umumnya

    pekerjaan penghalusan permukaan benda kerja,

    penyemprotan, pengupasan cat (sand blasting), pengelingan

    (riveting), memalu (hammering), dan pemotongan seperti

    proses penggergajian kayu dan metal cutting, merupakan

    sebagian contoh bentuk benturan antara alat kerja dan benda

    kerja yang menimbulkan kebisingan. Penggunaan gergaji

    bundar (circular blades) dapat menimbulkan tingkat

    kebisingan antara 80 dB120 dB.

    c. Aliran material

    Aliran gas, air atau material-material cair dalam pipa

    distribusi material di tempat kerja, apalagi yang berkaitan

    dengan proses penambahan tekanan (high pressure

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    17/72

    17

    processes) dan pencampuran, sedikit banyak akan

    menimbulkan kebisingan di tempat kerja. Demikian pula

    pada proses-proses transportasi material-material padat

    seperti batu, kerikil yang melalui proses pengolahannya.

    d. Manusia

    Dibandingkan dari sumber suara lainnya, tingkat kebisingan

    suara manusia memang tetap diperhitungkan sebagai sumber

    suara di tempat kerja.

    2.1.2 Telinga2.1.2.1 Anatomi Telinga

    Gambar 2.1. Telinga

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    18/72

    18

    Gambar 2.2. Pembagian telinga

    Tabel 2.1. Pembagian telinga

    Telinga Luar

    Terdiri dari daun telinga dan liang telinga (audiotory canal), dibatasi oleh

    membran timpani. Telinga bagian luar berfungsi sebagai mikrofon yaitu

    menampung gelombang suara dan menyebabkan membran timpani

    bergetar. Semakin tinggi frekuensi getarannya semakin cepat pula

    membran timpani tersebut bergetar begitu juga sebaliknya.

    Telinga Tengah

    Gendang telinga, bergetar saat adanya gelombang udara.

    Gelombang udara disalurkan melalui 3 tulang auditori (malleus, incus,

    stapes). Stapes (meyalurkan transmisi getar ke telinga dalam yang

    berisi cairan). Tuba eustachius (saluran auditori) merupakan sambungan dari telinga

    tengah ke nasofaring.

    Telinga Dalam

    Telinga dalam merupakan rongga di dalam tulang temporal dikenal

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    19/72

    19

    dengan tulang labirin.

    Cairan antara tulang dan membran disebut cairan perlimfe dan yang

    terdapat di dalam membran disebut cairan endolimfe.

    Struktur membran disebut koklea yang berkaitan dengan pendengaran

    dan utrikulus, sakulus, semisirkularis canal berkaitan dengan

    keseimbangan telinga dalam.

    Koklea berbentuk seperti rumah siput yang terdiri dari 3 saluran.

    saluran tengah berisi organ reseptor untuk pendengaran yaitu organ

    corti, reseptor ini dikenal sebagai sel rambut yang berisi

    persambungan dengan saraf kranial VIII.

    2.1.2.2 Fisiologi Pendengaran

    Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang

    diteruskan ke liang telinga dan mengenai membran timpani

    sehingga membran timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ke

    tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain.

    Selanjutnya stapes menggerakkan foramen ovale yang

    juga menggerakkan perilimfe dalam skala vestibuli. Getaran

    diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong

    endolimfe dan membran basalis ke arah bawah dan perilimfe

    dalam skala timpani akan bergerak sehingga foramen rotundum

    terdorong ke arah luar.

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    20/72

    20

    Pada waktu istirahat, ujung sel rambut corti berkelok, dan

    dengan terdorongnya membran basal, ujung sel rambut itu

    menjadi lurus. Rangsangan fisik ini berubah menjadi

    rangsangan listrik akibat adanya perbedaan ion Natrium dan

    Kalium yang diteruskan ke cabang-cabang N. VIII, kemudian

    meneruskan rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran di

    otak melalui saraf pusat yang ada di lobus temporalis.

    2.1.2.3 Tes Fungsi Pendengaran

    Untuk memeriksa pendengaran dilakukan pemeriksaan

    hantaran melalui udara dari melalui tulang dengan memakai

    garputala atau audiometer nada murni.

    Kelainan hantaran melalui udara menyebabkan tuli

    konduksi, berarti terdapat kelainan di telinga luar atau telinga

    tengah dan apabila kelainan terdapat pada telinga dalam

    menyebabkan tuli sensorineural koklea atau retrokoklea.

    Secara fisiologi telinga dapat mendengar nada antara 20

    sampai 18.000 Hz. Untuk pendengaran sehari-hari yang paling

    efektif antara 500-2.000 Hz. oleh karena itu untuk memeriksa

    pendengaran dipakai garputala 512, 1024 dan 2048.

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    21/72

    21

    Penggunaan ketiga garpu tala ini penting untuk pemeriksaan

    secara kualitatif. Bila terdapat satu frekuensi ini terganggu

    penderita akan sadar adanya gangguan pendengaran. Bila tidak

    mungkin menggunakan ketiga garputala itu, maka diambil 512

    Hz karena penggunaan garputala ini tidak terlalu dipengaruhi

    suara bising disekitarnya.

    Audiologi ialah ilmu yang mempelajari tentang fungsi

    pendengaran yang erat berhubungan dengan habilitasi dan

    rehabilitasinnya.

    Rehabilitasi adalah usaha untuk mengembalikan fungsi

    yang pernah dimiliki, sedangkan habilitasi adalah usaha untuk

    memberikan fungsi yang seharusnya dimiliki. Audiologi medik

    dibagi atas :

    a. Audiologi DasarAudiologi dasar ialah pengetahuan mengenai nada murni,

    bising, gangguan pendengaran, serta cara pemeriksaan.

    Pemeriksaan pendengaran dilakukan dengan :

    1. Tes pelanaPemeriksaan ini merupakan tes kualitatif. Terdapat

    berbagai macam tes pelana, seperti :

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    22/72

    22

    o Tes rinneTes untuk membandingkan hantaran melalui udara

    dan hantaran melalui tulang pada telinga yang

    diperiksa.

    o Tes weberTes pendengaran untuk membandingkan hantaran

    tulang telinga kiri dengan telinga kanan.

    o tes schwabachMembandingkan hantaran tulang orang yang

    diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya

    normal.

    o tes bing ( tes oklusi)Cara pemeriksaan : tragus telinga yang diperiksa

    ditekan sampai menutup liang telinga, sehingga

    terdapat tuli konduksi kira-kira 30 dB. Pelana

    digetarkan dan diletakkan pada pertengahan kepala

    (seperti pada tes weber).

    Penilaian : bila terdapat lateralisasi ke telinga yang

    ditutup, berarti telinga tersebut normal. Bila bunyi

    pada telinga yang ditutup tidak bertambah keras,

    berarti telinga tersebut menderita tuli konduksi.

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    23/72

    23

    o tes stingerDigunakan pada pemeriksaan tuli anorganik

    (stimulasi atau pura-pura tuli).

    cara pemeriksaan : menggunakan prinsip masking.

    Misalnya pada penderita yang pura-pura tuli pada

    telinga kiri. Dua buah pelana yang sama digetarkan

    masing-masing diletakkan didepan telinga kiri atau

    kanan, dengan cara tidak terlihat oleh yang akan

    diperiksa. Pelana yang pertama digetarkan dan

    diletakkan didepan telinga kanan (yang normal)

    sehingga jelas terdengar. Kemudian pelana yang

    kedua digetarkan lebih keras didepan telinga kiri

    (yang pura-pura tuli). Apabila kedua telinga normal

    karena efek masking, hanya telinga kiri yang

    mendengar bunyi, jadi telinga kanan tidak akan

    mendengar bunyi. Tetapi bila telinga kiri tuli,

    telinga kanan akan tetap mendengar bunyi.

    2. Tes berbisikPemeriksaan ini bersifat semi-kuantitatif, menentukan

    derajat ketulian secara kasar, hal yang perlu

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    24/72

    24

    diperhatikan ialah ruangan cukup tenang, dengan

    panjang minimal 6 meter.

    a. Audiologi Khusus

    Audiologi khusus diperlukan untuk membedakan tuli

    sensorineural koklea dengan retrokoklea. (THT,2010:16-18).

    Uji garputalla yang sering digunakan untuk membedakan

    antara tuli saraf dan tuli hantaran adalah sebagai berikut :

    Tabel 2.2. Uji Tes Garputalla

    Weber Rinne Schwabach

    Cara Pangkal garputalla

    yang bergetar

    diletakan di vertextengkorak

    Pangkal garputalla diletakkan

    di prosesus mastoideus

    sampai subyek tidak lagimendengarkannya lalu

    garputalla diletakan didekat

    telinga

    Hantaran tulang

    pasein dibandingkan

    dengan subyek yangnormal (pemeriksa)

    Normal Tidak ada lateralisasi Mendengaran hantaran di

    udara setelah hantaran tulang

    Sama dengan

    pemeriksa

    Tuli

    Hantaran

    Lateralisasi ketelinga

    yang sakit

    Tidak mendengar hantaran di

    udara

    Hantaran tulang lebih

    baik daripada normal

    Tuli Saraf Lateralisasi ketelinga

    yang sehat

    Terdengar hantaran udara

    (selama tuli saraf parsial)

    Hantaran tulang lebih

    buruk daripada

    normal

    Sumber : (W.F. Ganong, 2008)

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    25/72

    25

    2.1.3 Kebisingan2.1.3.1

    Definisi Kebisingan

    Kebisingan merupakan masalah kesehatan yang selalu

    timbul, baik pada industri besar seperti pabrik baja, pabrik mobil

    maupun industri rumah tangga seperti penggergajian kayu, pande

    besi, pengrajin kuningan serta aneka logam lainnya.

    Kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki karena

    tidak sesuai dengan konteks ruang dan waktu sehingga dapat

    menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan

    manusia (Dwi P. Sasongko, dkk, 2000:1).

    Definisi lain adalah bunyi yang didengar sebagai

    rangsangan pada sel saraf pendengar dalam telinga oleh

    gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran dari sumber

    bunyi atau suara dan gelombang tersebut merambat melalui

    media udara atau pengantar lainnya, dan manakala bunyi atau

    suara tersebut tidak dikehendaki oleh karena mengganggu atau

    timbul di luar kemampuan orang yang bersangkutan, maka

    bunyi-bunyian demikian dinyatakan sebagai kebisingan. Kualitas

    suatu bunyi ditentukan oleh frekuensi dan intensitasnya

    (Sumamur P.K., 2009:116).

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    26/72

    26

    Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik

    (Hz). Suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah

    gelombang-gelombang sederhana dari beraneka frekuensi.

    Intensitas atau arus energi per satuan luas yang dinyatakan dalam

    desibel (dB) dengan membandingkannya dengan kekuatan dasar

    0,0002 dyne/cm2

    yaitu kekuatan dari bunyi dengan frekuensi

    1.000 Hz yang tepat didengar oleh telinga manusia, dinyatakan

    dengan rumus:

    SPL = 2010

    log p

    po

    Dengan: SPL (sound pressure level) = aras tekanan suara (dB)

    p = tegangan suara yang bersangkutan (Pa)

    po

    = tegangan suara standar ( 0,0002 dyne/cm2

    =

    2x10-5

    Pa ).

    (Sumamur P.K., 2009:117).

    Telinga manusia mampu mendengar frekunsi-frekuensi

    diantara 18-20.000 Hz. Skala intensitas kebisingan dan sumber

    kebisingan yang menyebabkannya. Kebisingan dalam

    perusahaan dengan intensitas 60 dB berarti 106 kali intensitas

    kebisingan standar.

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    27/72

    27

    Tabel 2.3. Skala Intensitas Kebisingan dan Sumbernya

    Intensiras(dB) Sumber KebisinganKerusakan alat

    pendengaran120

    (batas dengat tertinggi)

    Menyebabkan

    tuli

    110

    100

    Halilintar

    Meriam

    Mesin uap

    Sangat hiruk90

    80

    Jalan hiruk pikukPerusahaan sangat gaduhPeluit polisi

    Kuat70

    60

    Kantor bisingJalan pada umumnya

    RadioPerusahaan

    Sedang50

    40

    Rumah gaduh

    Kantor pada umumnyaPercakapan kuat

    Radio perlahan

    Teanang30

    20

    Rumah tenang

    Kantor perorangan

    AuditoriumPercakapam

    Sangat tenang10

    0

    Suara daun

    Berbisik(batas dengar terendah)

    *Sumamur P.K., 2009

    2.1.3.2 Tipe KebisinganJenis kebisingan yang sering dijumpai yaitu :

    a. kebisingan yang kontinyubising dimana fluktuasi dari intensitasnya tidak lebih dari 6

    dB dan tidak putus-putus. Dibagi menjadi 2 yaitu :

    o kebisingan yang kontinyu dengan spektrum frekuensiyang luas (steady state wide band noise) , kurang dari 5

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    28/72

    28

    dB untuk periode 0,5 detik berturut-turut. Misalnya

    suara kipas angin dan mesin tenun.

    o kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi sempit(steady state narrow band noise), bising ini juga relatif

    tetap tetapi hanya memiliki frekuensi tertentu saja (500,

    1.000, 4.000). Misalnya gergaji sirkuler dan katup gas.

    b. kebisingan terputus-putus (intermittent noise)bising yang berlangsung secara tidak terus menerus

    melaikan ada periode relatif tenang. Misalnya lalu lintas,

    kendaraan, kapal terbang, kereta api.

    c. kebisingan impulsif (impact or impulsive noise)bising ini memiliki perubahan intensitas suara melebihi 40

    dB, dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan

    pendengarnya. Misalnya suara tembakan, ledakan mercon,

    meriam.

    d. kebisingan impulsif berulangSama dengan bising impulsif hanya saja terjadi berulang-

    ulang. Misalnya mesin di tempat perusahaan.

    2.1.3.3 Sumber Bising

    Sumber kebisingan dapat diidentifikasi jenis dan

    bentuknya. Kebisingan yang berasal dari berbagai peralatan

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    29/72

    29

    memiliki tingkat kebisingan yang berbeda dari suatu model ke

    model lain (Dwi P. Sasongko, dkk, 2000:12-13).

    Proses pemotongan seperti proses penggergajian kayu

    merupakan sebagian contoh bentuk benturan antara alat kerja

    dan benda kerja yang menimbulkan kebisingan. Penggunaan

    gergaji bundar dapat menimbulkan tingkat kebisingan antara 80-

    120 dB. Kebisingan di bagian moulding perum perhutani berasal

    dari penggunaan mesin dalam proses produksi seperti gergaji

    mesin 115 dB, bor listrik 88 dB, dan mesin-mesin lain (Sihar

    Tigor Benjamin Tambunan, 2005: 4,72).

    2.1.3.4 Nilai Ambang Batas (NAB)

    Nilai ambang batas adalah standar faktor tempat kerja yang

    dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau

    gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu

    tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu

    (KEPMENAKER No.Kep-51 MEN/1999). NAB kebisingan di

    tempat kerja adalah intensitas suara tertinggi yang merupakan

    nilai rata-rata, yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa

    mengakibatkan hilangnya daya dengar yang menetap untuk

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    30/72

    30

    waktu kerja terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40

    jam seminggu (A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003 : 298).

    Berikut adalah pedoman pemaparan terhadap kebisingan

    (NAB Kebisingan) berdasarkan lampiran II Keputusan Menteri

    Tenaga Kerja No. Kep-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang

    Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja .

    Tabel 2.4. Nilai Ambang Batas Kebisingan

    Waktu pemajanan per hari Intensitas kebisingan

    dalam dBA

    24 Jam

    16

    8

    4

    2

    1

    80

    82

    85

    88

    91

    94

    30 Menit

    15

    7,5

    3,75

    1,88

    0,94

    97

    100

    103

    106

    109

    112

    28,12 Detik

    14,06

    7,03

    115

    118

    121

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    31/72

    31

    3,52

    1,76

    0,88

    0,44

    0,22

    0,11

    Tidak Boleh

    124

    127

    130

    133

    136

    139

    140

    2.1.3.5 Pengaruh Kebisingan

    Pengaruh kebisingan pada tenaga kerja adalah adanya gangguan-

    gangguan seperti di bawah ini (Departemen Kesehatan RI, 2003:

    MI-2:37) :

    a. Gangguan Fisiologis

    Gangguan fisiologis adalah gangguan yang mula-mula

    timbul akibat kebisingan. Pembicaraan atau instruksi dalam

    pekerjaan tidak dapat didengar secara jelas, pembicara

    terpaksa berteriak-teriak, selain memerlukan ekstra tenaga

    juga menambah kebisingan (Departemen Kesehatan RI,

    2003: MI-2:37).

    Contoh gangguan fisiologis adalah naiknya tekanan darah,

    nadi menjadi cepat, emosi meningkat, vasokontriksi

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    32/72

    32

    pembuluh darah (kesemutan), otot menjadi tegang atau

    metabolisme tubuh meningkat. Semua hal ini sebenarnya

    merupakan mekanisme daya tahan tubuh manusia terhadap

    keadaan bahaya secara spontan (Benny L. Priatna dan Adhi

    Ari Utomo, 2002:247). Kebisingan juga dapat menyebabkan

    bertambahnya tonus otot yang dikarenakan gerakan mekanis

    dengan frekuensi dibawah 20 Hz menjadi penyebab

    kelelahan. (Sumamur P.K., 2009:145).

    b. Gangguan Psikologis

    Pengaruh kebisingan terhadap tenaga kerja adalah

    mengurangi kenyamanan dalam bekerja, mengganggu

    komunikasi, mengurangi konsentrasi (A.M. Sugeng Budiono,

    dkk, 2003:33), dapat mengganggu pekerjaan dan

    menyebabkan timbulnya kesalahan karena tingkat kebisingan

    yang kecil saja dapat mengganggu konsentrasi (Benny L.

    Priatna dan Adhi Ari Utomo, 2002:250). Kebisingan

    mengganggu perhatian tenaga kerja yang melakukan

    pengamatan dan pengawasan terhadap suatu proses produksi

    atau hasil serta dapat membuat kesalahan-kesalahan akibat

    terganggunya konsentrasi. Kebisingan yang tidak

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    33/72

    33

    terkendalikan dengan baik, juga dapat menimbulkan efek lain

    yang salah satunya berupa meningkatnya kelelahan tenaga

    kerja (Sumamur P.K., 2009: 128).

    Bila gelombang suara datang dari luar akan ditangkap oleh

    daun telinga kemudian gelombang suara ini melewati liang

    telinga, dimana liang telinga ini akan memperkeras suara

    dengan frekuensi sekitar 3.000 Hz dengan cara resonansi.

    Suara ini kemudian diterima oleh gendang telinga, sebagian

    dipantulkan dan sebagian diteruskan ke tulang-tulang

    pendengaran dan akhirnya menggerakkan stapes yang

    mengakibatkan terjadinya gelombang pada perlimfe. Telinga

    tengah merupakan suatu kesatuan sistem penguat bunyi yang

    diteruskan oleh gendang telinga. Gelombang pada perlimfe

    pada skala media selanjutnya terus ke helicotremia skala

    timpani dan menggerakkan fenestra rotundum untuk

    membuang getaran ke telinga tengah akibat gelombang pada

    perlimfe dan endolimfe ini terjadi gelombang pada basalis

    yang mengakibatkan sel rambut pada organ corti mengenai

    membran tektoria sampai membengkak dan terjadi potensial

    listrik diteruskan sebagai rangsangan saraf ke daerah

    penerimaan rangsangan pendengaran primer (auditorius

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    34/72

    34

    primer) yang terletak pada gyrus temporalis superior (W.F.

    Ganong, 2008: 185-190).

    c. Gangguan Patologis Organis

    Pengaruh kebisingan terhadap alat pendengaran yang paling

    menonjol adalah menimbulkan ketulian yang bersifat

    sementara hingga permanen. (Departemen Kesehatan RI,

    2003: MI-2:37).

    Pengaruh utama dari kebisingan kepada kesehatan adalah

    kerusakan pada indera-indera pendengar yang menyebabkan

    ketulian progresif. Pemulihan terjadi secara cepat sesudah

    dihentikan kerja di tempat bising untuk efek kebisingan

    sementara. Tetapi paparan bising terus menerus berakibat

    kehilangan daya dengar yang menetap dan tidak pulih

    kembali, biasanya dimulai pada frekuensi sekitar 4.000 Hz

    dan kemudian menghebat dan meluas ke frekuensi sekitarnya

    dan akhirnya mengenai frekuensi yang digunakan untuk

    percakapan (Sumamur P.K., 2009:121-122).

    Di tempat kerja, tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh

    mesin dapat merusak pendengaran dan dapat pula

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    35/72

    35

    menimbulkan gangguan kesehatan (tingkat kebisingan 80-90

    dB atau lebih dapat membahayakan pendengaran). Seseorang

    yang terpapar kebisingan secara terus menerus dapat

    menyebabkan dirinya menderita ketulian. Ketulian akibat

    kebisingan yang ditimbulkan akibat pemaparan terus

    menerus dibagi menjadi dua yaitu :

    1.

    Temporary Threshold Shift

    Temporary threshold shiftyaitu kehilangan pendengaran

    sementara dan biasanya kerusakan pada telinga bagian

    luar dan telinga bagian tengah.

    Pada keadaan ini terjadi kenaikan nilai ambang

    pendengaran secara sementara setelah adanya pajanan

    terhadap suara dan bersifat reversibel. Faktor-faktor yang

    mempengaruhi terjadinya pergeseran nilai ambang

    pendengaran ini adalah level suara, durasi pajanan,

    frekuensi yang diuji, spektrum suara, dan pola pajanan

    temporal, serta faktor-faktor lain seperti : pajanan bising,

    usia, status kesehatan, obat-obatan (beberapa obat dapat

    bersifat ototoksik sehingga menimbulkan kerusakan

    sementara maupun permanen).

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    36/72

    36

    2. Permanent Threshold ShiftPermanent threshold shiftyaitu kehilangan pendengaran

    secara permanen atau disebut ketulian saraf dan biasanya

    mengenai telinga bagian dalam. (Benny L. Priatna dan

    Adhi Ari Utomo, 2002:250).

    Data yang mendukung adanya pergeseran nilai ambang

    pendengaran permanen didapatkan dari laporan-laporan

    dari pekerja di industri karena tidak mungkin melakukan

    eksperimen pada manusia. Dari data observasi di

    lingkungan industri, faktor-faktor yang mempengaruhi

    respon pendengaran terhadap bising di lingkungan kerja

    adalah tekanan suara di udara, durasi total pajanan,

    spektrum bising, alat transmisi ke telinga, serta

    kerentanan individu terhadap kehilangan pendengaran

    akibat bising.

    d. Pengendalian Kebisingan

    Pengendalian kebisingan di lingkungan kerja dapat dilakukan

    upaya-upaya sebagai berikut (A.M. Sugeng Budiono, dkk,

    2003:299) :

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    37/72

    37

    1. Survei dan Analisis KebisinganKegiatan ini dilakukan untuk mengetahui kondisi

    lingkungan kerja apakah tingkat kebisingan telah

    melampaui NAB, bagaimana pola kebisingan di tempat

    kerja serta mengevaluasi keluhan yang dirasakan oleh

    masyarakat sekitar. Perlu dilakukan analisis intensitas

    dan frekuensi suara, sifat, jenis kebisingan, terus-menerus

    atau berubah-ubah dan sebagainya. Berdasarkan hasil

    survei dan analisis ini, ditentukan apakah program

    perlindungan ini perlu segera dilaksanakan atau tidak di

    perusahaan tersebut.

    2. Teknologi PengendalianDalam hal ini dilakukan upaya menentukan tingkat suara

    yang dikehendaki, menghitung reduksi kebisingan dan

    sekaligus mengupayakan penerapan teknisnya. Teknologi

    pengendalian yang ditujukan pada sumber suara dan

    media perambatnya dilakukan dengan mengubah cara

    kerja, dari yang menimbulkan bising menjadi

    berkurangnya suara yang menimbulkan bising,

    menggunakan penyekat dinding dan langit-langit yang

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    38/72

    38

    kedap suara, mengisolasi mesin-mesin yang menjadi

    sumber kebisingan, substitusi mesin yang bising dengan

    mesin yang kurang bising, menggunakan pondasi mesin

    yang baik agar tidak ada sambungan yang goyang dan

    mengganti bagian-bagian logam dengan karet, modifikasi

    mesin atau proses, merawat mesin dan alat secara teratur

    dan periodik (A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003:34).

    3. Pengendalian Secara AdministratifPengendalian secara administratif dapat dilakukan

    dengan adanya pengadaan ruang kontrol pada bagian

    tertentu dan pengaturan jam kerja, disesuaikan dengan

    NAB yang ada.

    4. Penggunaan Alat Pelindung DiriUntuk menghindari kebisingan digunakan alat pelindung

    telinga. Alat pelindung telinga berguna untuk

    mengurangi intensitas suara yang masuk ke dalam

    telinga. Ada dua jenis alat pelindung telinga, yaitu

    sumbat telinga atau ear plug dan tutup telinga atau ear

    muff(A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003:35).

    o Sumbat telinga (earplug), dapat mengurangi kebisingan8-30 dB. Biasanya digunakan untuk proteksi sampai

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    39/72

    39

    dengan 100 dB. Beberapa tipe dari sumbat telinga

    antara lain : formable type, costum-molded type,

    premolded type.

    o Tutup telinga (earmuff), dapat menurunkan kebisingan25-40 dB. Digunakan untuk Proteksi sampai dengan

    110 dB.

    o Helm (Helmet), mengurangi kebisingan 40-50 dB.Pengendalian kebisingan dapat dilakukan juga dengan

    pengendalian secara medis yaitu dengan cara

    memeriksaan kesehatan secara teratur.

    5.Pemeriksaan AudiometriDilakukan pada saat awal masuk kerja secara periodik,

    secara khusus dan pada akhir masa kerja (A.M. Sugeng

    Budiono, dkk 2003:34), dan pemeriksaan berkala

    audiometri pada pekerja yang terpapar (Benny L. Priatna

    dan Adhi Ari Utomo, 2002:252).

    6.Pelatihan dan PenyuluhanPada pekerja semua orang di perusahaan tentang manfaat,

    cara pemakaian dan perawatan alat pelindung telinga,

    bahaya kebisingan di tempat kerja dan aspek lain yang

    berkaitan (A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003:301).

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    40/72

    40

    2.2.Kerangka Teori

    Lingkungan kerja

    Pengaruh auditorial :

    Tuli akibat bising (Noise

    induced hearing loss)

    kebisingan

    Pengaruh non auditorial :

    Gangguan komunikasi,gelisah,rasa tidak

    nyaman, gangguan tidur, peningkatan

    tekanan darah,dll

    Pekerja

    Peningkatan ambang dengar sementara

    (temporary threshold shift)

    dan

    a. Suara mesin

    b. Benturan antara alat ker

    dan benda kerja

    c. Manusia

    d. Aliran material

    Ket.

    Yg berpengaruh

    Yg diteliti

    peningkatan ambang dengar menetap

    (permanent threshold shift)

    Lama Bekerja

    Lama Paparan/hari

    Intensitas Kebisingan

    Kerusakan sel-sel rambut

    organ corti di telinga dalam

    atau koklea

    Kerusakan pada telinga

    bagian luar dan telinga tengah

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    41/72

    41

    2.3. Kerangka konseptual

    2.4. Hipotesis

    H1 : Ada hubungan kebisingan terhadap themporary threshold shift

    (gangguan auditorial) pada tenaga kerja pengolahan kayu di

    Gunungsari.

    H0 : Tidak ada hubungan kebisingan terhadap themporary threshold shift

    (gangguan auditorial) pada tenaga kerja pengolahan kayu di

    Gunungsari.

    Variabel Bebas

    Kebisingan

    Variabel Terikat

    Themporary Threshold

    Shi t

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    42/72

    42

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1. Jenis Penelitian

    Rancangan penelitian menggunakan analitik observasional dengan

    pendekatan studi cross sectional. Penelitian cross sectional adalah suatu

    penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko

    dan efek, dengan cara pendekatan, observasional atau pengumpulan data

    sekaligus pada suatu saat (point time apporoach).

    3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

    Lokasi penelitian ini dilakukan di wilayah Gunungsari dengan

    mengambil waktu penelitian pada tahun 2013.

    3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional3.3.1. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini meliputi :

    3.3.1.1.Variabel Bebas : kebisingan, yang didapat dari alat yang

    digunakan dalam pengolahan kayu.

    3.3.1.2.Variabel Terikat : themporary threshold shift, akibat terlalu

    lama terkena paparan dari sumber kebisingan tersebut.

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    43/72

    43

    3.3.2. Definisi Operasional

    Kebisingan : Kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki

    karena tidak sesuai dengan konteks ruang dan waktu

    sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap

    kenyamanan dan kesehatan manusia.

    Themporary threshold shift : Adanya gangguan konduksi pada

    telinga bagian luar dan telinga tengah.

    3.4. Subyek Penelitian3.4.1. Populasi

    Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang

    diteliti. Populasi yang digunakan adalah tenaga kerja bagian moulding

    pengolahan kayu di wilayah Gunungsari.

    3.4.2. Sampel

    Sampel adalah bagian dari populasi yang dianggap mewakili

    populasinya.

    a. Kriteria inklusi

    - Semua yang bekerja pada industri pengolahan kayu.

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    44/72

    44

    b.Kriteria eksklusi-

    Yang tidak bekerja pada industri pengolahan kayu

    - Menderitapermanent threshold shift- Otitis media- Penggunaan obat (tuli ototoksik)- Presbikusis

    3.4.3. Sampling

    Sampling adalah suatu cara yang ditempuh dengan

    pengambilan sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan

    obyek penelitian. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini

    adalah total sampling. Total sampling adalah teknik pengambilan

    sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi. Alasan

    mengambil total sampling karena jumlah populasi yang kurang dari

    100 seluruh populasi dijadikan sampel penelitian semuanya.

    Berdasarkan data yang telah diperoleh pada industri

    pengolahan kayu jumlah pekerja yang didapat sebayak 31 orang maka

    peneliti menggunakan teknik total sampling.

    3.5. Instrument Penelitiana. Sound Level Meter

    Digunakan untuk mengukur kebisingan dengan satuan desibel (dB).

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    45/72

    45

    Sound Level MeterAlat ini dapat mengukur kebisingan antara30-130

    dB dan frekuensi 20-20.000 Hz. Alat ini terdiri dari mikrofon, alat

    penunjuk elektronik, amplifier dan terdapat tiga skala pengukuran.

    b. Garputala

    Digunakan untuk menilai ada tidaknya gangguan pendengaran.

    c.

    Kuesioner

    Kuesioner yaitu alat pengumpulan data yang berupa pertanyaan

    pertanyaan tertulis untuk memperoleh informasi tentang kebisingan

    dan themporary threshold shift.

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    46/72

    46

    3.6.Cara Penelitian (Alur Penelitian)

    Industri Pengolahan

    Kayu

    Adanya Sumber Kebisingan

    (Penggunaan Alat Pengolahan Kayu)

    Lama Bekerja

    Lama Paparan/hari

    Intensitas

    Subyek Penelitian

    TTS

    (Themporary Threshold Shift)

    PTS

    (Permanent Threshold Shift)

    Normal

    Gangguan

    Pendengaran

    Analisa Data

    Hasil

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    47/72

    47

    3.7. Analisa Hasil

    Analisa data merupakan bagian penting dari suatu penelitian.

    Dimana tujuan dari analisa ini adalah agar diperoleh suatu kesimpulan

    masalah yang diteliti. Data yang telah terkumpul akan diolah dan

    dianalisa dengan menggunakan program komputer. Adapun langkah-

    langkah pengolahan data meliputi :

    3.7.1. Editing adalah pekerjaan memeriksa validitas data yangmasuk, seperti memeriksa hasil pengukuran kebisingan dan

    themporary threshold shift.

    3.7.2. Codingadalah suatu kegiatan memberi tanda atau kode tertentuterhadap data yang telah diedit dengan tujuan mempermudah

    pembuatan tabel.

    3.7.3. Entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah didapatkedalam program komputer yang ditetapkan (program

    Statistical Product and Service Solution (SPSS) for Windows

    versi 17).

    Analisa dalam penelitian ini menggunakan :

    a. Analisa Univariat

    Analisa ini digunakan untuk mendiskripsikan masing-masing

    variabel, baik variabel bebas dan variabel terikat. Adapun yang

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    48/72

    48

    dianalisa adalah kebisingan yang diukur dengan sound level meter

    dan themporary threshold shift dengan menggunakan garputtalla

    dan kuesioner.

    b. Analisa Bivariat

    Analisa yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara

    variabel bebas (independent) dan variabel terikat (dependent) yaitu

    kebisingan dan themporary threshold shift.

    Karena rancangan penelitian ini adalah cross sectional, hubungan

    antara variabel independentdengan variabel dependentdigunakan

    ditampilkan dalam tabel 2x2 dan juga dilakukan perhitungan rasio

    prevalens (RP), untuk mengetahui estimasi resiko relatif, dengan

    cara membagiprevalens efek pada kelompok dengan faktor resiko,

    denganprevalens efek pada kelompok tanpa faktor resiko. Adapun

    tampilan tabel 2x2 dan perhitungan rasio prevalens sebagai

    berikut:

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    49/72

    49

    Tabel 3.1. Tabel 2x2 Kebisingan dan Themporary Threshold Shift

    Kebisingan

    Themporary Threshold Shift

    TOTALTTS (+) TTS (-)

    Terpapar

    Kebisingan

    A B AB

    Tidak Terpapar

    Kebisingan

    C D CD

    TOTAL AC BD ABCD

    RP = A/(A+B) : C/(C+D)

    Dalam penelitian ini juga digunakan uji statistik Chi-Square

    dengan bantuan komputer untuk mengetahui perbedaan antara

    themporary threshold shiftpada tenaga kerja pengolahan kayu yang

    terpapar kebisingan dan tidak terpapar kebisingan. Taraf signifikasi

    yang digunakan adalah 95 % / taraf kesalahan 0,05 %.

    3.8. Etika Penelitian

    Dalam melakukan penelitian, peneliti memperhatikan masalah etika

    penelitian. Etika penelitian meliputi:

    a. Informed consent(lembar persetujuan)Sebelum dilaksanakan penelitian, peneliti memberikan

    informasi tentang tujuan dan manfaat penelitian. Setelah sifat

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    50/72

    50

    keikutsertaan dalam penelitian. Sampel penelitian yang setuju

    berpartisipasi dalam penelitian dimohon untuk menandatangani lembar

    persetujuan penelitian.

    b.Anonimity (tanpa nama)

    Untuk menjaga kerahasiaan responden dalam penelitian maka

    peneliti tidak mencantumkan nama pada lembar penelitian cukup

    dengan memberi nomor kode pada masing-masing lembar yang hanya

    diketahui oleh peneliti.

    c. Confidentiality (kerahasiaan)

    Peneliti menyimpan data penelitian pada dokumen pribadi

    penelitian dan data-data penelitian dilaporkan dalam bentuk kelompok

    bukan sebagai data-data yang mewakili pribadi sampel penelitian

    (Sastroasmoro, 1995).

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    51/72

    51

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Hasil Penelitian4.1.1 Karakteristik Penelitian

    Dari penelitian yang dilakukan pada industri pengolahan kayu di

    wilayah Gunungsari kabupaten Lombok Barat tahun 2013. Sampel yang

    diambil adalah para pekerja pengolahan kayu yang terpapar kebisingan

    alat pengolahan kayu tersebut yang berjumlah 31 orang dari 6 industri

    pengolahan kayu. Berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi dalam

    penelitian ini, didapatkan 31 orang responden.

    4.1.2 Gambaran Umum Industri Pengolahan kayu

    Peralatan-peralatan yang dipergunakan untuk operasional industri

    mempunyai jenis dan spesifikasi tertentu yang sangat menentukan

    tingkat kebisingan yang dihasilkan, pengukuran kebisingan yang

    dilakukan di lingkungan industri diperlukan untuk mengetahui intensitas

    kebisingan.

    Perusahaan industri pengolahan kayu sebagian besar berlokasi di

    wilayah Gunungsari dan berproduksi lebih dari 5 tahun. Industri tersebut

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    52/72

    52

    sebagian besar memproduksi olahan kayu berupa kayu balok, kursi,

    meja, kusen, daun pintu, berugaq, dll.

    Tenaga kerja semuanya berjenis kelamin laki-laki, bekerja 6-7

    hari/minggu, 3-8 jam/hari dan istirahat selama 2 jam serta tidak ada

    pertukaran kerja, tenaga kerja tidak menggunaan alat perlindungan diri

    dan pemeriksaan kesehatan yang seharusnya dilakukan secara berkala

    tidak pernah dilakukan. Pada pengukuran diperoleh intensitas

    kebisingan pada enam lokasi industri yang berkisar antara 90,3 - 111,9

    dB, dengan sifat bising terus menerus dan impulsif berulang.

    4.2 Analisa Univariat4.2.1 Kebisingan Tempat Kerja

    Pengukuran intensitas kebisingan dilakukan pada saat tenaga kerja

    sedang melakukan pekerjaan. Hasil pengukuran intensitas kebisingan

    pada sumber bising pengolahan kayu sebagaimana terlampir.

    Berdasarkan kebisingan tempat kerjadidapatkan data sebagai berikut :

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    53/72

    53

    Tabel 4.1. Distribusi Intensitas Kebisingan Tempat Kerja

    Industri Alat PengolahanKayu

    IntensitasKebisingan

    Rata-rata ygkebisingan

    Persentase(%)

    A Mesin Serut 95,6 dB

    99 16,38 %Circle

    (pemotongan kayu)

    102,4 dB

    B Pemecah Kayu 97,2 dB

    100,6 16,64 %

    Mesin Serut 94,5 dB

    Somil 100,8 dB

    Lorry 110,4 dB

    C Sklener atau Siku 109,4 dB

    104,4 17,27 %Mesin Serut 96,1 dB

    Somil 107,7 dB

    D Mesin Serut 94,6 dB

    Circle

    (pemotongan kayu)

    101,9 dB

    95,6 15,81 %

    Bor listrik 90,3 dB

    E Mesin Serut 92,8 dB100,3 16,6 %

    Somil 107,8 dB

    F Mesin Serut 93,6 dB

    104,6 17,30 %Somil 108,2 dB

    Band saw 111,9 dB

    Sumber : data primer yang diolah

    National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH)

    dan Indonesia menetapkan nilai ambang batas (NAB) bising di tempat

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    54/72

    54

    kerja sebesar 85 dB. Bila NAB ini dilampaui terus menerus dalam waktu

    lama maka akan menimbulkan noise induced hearing loss (NIHL).

    Gambar 4.1. Diagram Intensitas Kebisingan Pada Industri Pengolahan Kayu

    Gambar 4.2. Diagram Persentase Intensitas Kebisingan

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    55/72

    55

    Berdasarkan tabel 4.1 dan diagram di atas dapat diketahui bahwa

    sebesar 16,38% tenaga kerja di industri A terpapar intensitas kebisingan

    dan sebesar 16,64% tenaga kerja di industri B terpapar intensitas

    kebisingan, sebesar 17,27% tenaga kerja di industri C terpapar intensitas

    kebisingan, sebesar 15,81% tenaga kerja di industri D terpapar intensitas

    kebisingan dan sebesar 16,6% tenaga kerja di industri E terpapar

    intensitas kebisingan serta sebesar 17,30 % tenaga kerja di industri F

    terpapar intensitas kebisingan.

    Dari tabel dan uraian di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar

    tenaga kerja diindustri E terpapar intensitas kebisingan yang sangat

    tinggi setiap harinya.

    Gambar 4.3. Diagram Paparan Kebisingan Per Hari

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    56/72

    56

    Berdasarkan diagram 4.3 di atas dapat diketahui bahwa sebesar

    6,45% tenaga kerja terpapar intensitas kebisingan selama 3 jam/hari,

    sebesar 3,23% tenaga kerja terpapar intensitas kebisingan selama 4

    jam/hari, sebesar 32,26% tenaga kerja terpapar intensitas kebisingan

    selama 5 jam/hari, sebesar 12,9% tenaga kerja terpapar intensitas

    kebisingan selama 7 jam/hari dan sebesar 45,16% tenaga kerja terpapar

    intensitas kebisingan selama 8 jam/hari.

    Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar tenaga

    kerja terpapar intensitas kebisingan selama 8 jam/hari yaitu sebesar

    45,16%.

    Gambar 4.4. Diagram Lama Kerja Responden Di Industri Pengolahan Kayu

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    57/72

    57

    Berdasarkan diagram di atas dapat diketahui bahwa sebesar

    16,13% tenaga kerja yang bekerja di industri pengolahan kayu selama 1-

    5 tahun, sebesar 48,39% tenaga kerja yang bekerja di industri

    pengolahan kayu selama 6-10 tahun, sebesar 22,58% tenaga kerja yang

    bekerja di industri pengolahan kayu selama 11-15 tahun, sebesar 9,68%

    tenaga kerja yang bekerja di industri pengolahan kayu selama 16-20

    tahun dan sebesar 3,23% tenaga kerja yang bekerja di industri

    pengolahan kayu selama 21-25 tahun.

    Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar tenaga

    kerja bekerja di industri pengolahan kayu selama 6-10 tahun yaitu

    sebesar 48,39%.

    4.2.2

    Themporary Threshold Shift

    Berdasarkan kriteria themporary threshold shift responden/ tenaga

    kerja pengolahan kayu didapatkan data sebagai berikut :

    Tabel 4.2. Distribusi Tenaga Kerja Pengolahan Kayu Yang Mengalami

    Tuli Konduksi (themporary threshold shift)

    Tenaga Kerja Persentase (%)

    Normal 7 22,6 %

    TTS 24 77,4 %

    PTS 0 0 %

    Total 31 100 %

    Sumber : Data primer yang diolah

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    58/72

    58

    Gambar 4.5. Diagram Distribusi Tenaga Kerja Pengolahan Kayu Yang

    Mengalami Themporary Threshold Shift.

    Berdasarkan tabel 4.2 dan diagram di atas dapat diketahui bahwa

    sebesar 32,30% tenaga kerja yang tidak mengalami gangguan

    pendengaran, sebesar 67,70% tenaga kerja mengalami tuli konduksi

    (themporary threshold shift) dan sebesar 0% menderita tuli permanen

    (permanent threshold shift).

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    59/72

    59

    4.3 Analisa Bivariat4.3.1

    Distribusi kebisingan tempat kerja terhadap themporary threshold

    shift

    Berdasarkan distribusi kebisingan tempat kerja terhadap themporary

    threshold shiftdidapatkan data sebagai berikut :

    Tabel 4.3. Distribusi responden kebisingan tempat kerja dengan

    themporary threshold shift

    TTS

    Kebisingan

    Normal TTS TOTAL

    Kebisingan ringan 3

    60%

    2

    40%

    5

    100%

    Kebisingan sedang 2

    50%

    2

    50%

    4

    100%

    Kebisingan keras 2

    9,1%

    20

    90,9%

    22

    100%

    TOTAL 7

    22,59%

    24

    77,41%

    31

    100%

    Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa tenaga kerja yang terpapar

    kebisingan ringan yang tidak memiliki gangguan pendengaran

    sebanyak 3 orang (60%) dan themporary threshold shift sebanyak 2

    orang (40%). Tenaga kerja yang terpapar kebisingan sedang yang tidak

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    60/72

    60

    memiliki gangguan pendengaran sebanyak 2 orang (50%) dan

    themporary threshold shift sebanyak 2 orang (50%) dan tenaga kerja

    yang terpapar kebisingan keras yang tidak memiliki gangguan

    pendengaran sebanyak 2 orang (9,1%) dan themporary threshold shift

    sebanyak 20 orang (90,9%).

    Gambar 4.6. Diagram Pengaruh Kebisingan Tempat Kerja Terhadap

    Themporary Threshold Shift

    Dari tabel dan uraian di atas diketahui bahwa tenaga kerja yang

    terpapar kebisingan ringan sebagian besar memiliki pendengaran yang

    baik. Tenaga kerja yang terpapar kebisingan sedang memiliki

    pendengaran yang normal dan terganggu sama banyak. Tenaga kerja

    yang terpapar kebisingan keras sebagian besar memiliki pendengaran

    yang kurang baik.

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    61/72

    61

    Analisa yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara

    variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen) yaitu

    kebisingan dan themporary threshold shift, menggunakan tabel 2x2.

    Tabel 4.4. Tabel Silang Kebisingan dan Themporary Threshold Shift

    Kebisingan

    Themporary Threshold

    Shift TOTAL

    TTS (+) TTS (-)

    Terpapar

    Kebisingan20 2 22

    Tidak Terpapar

    Kebisingan4 5 9

    TOTAL 24 7 31

    RP = A/(A+B) : C/(C+D)

    RP = 20/(20+2) : 4/(4+5)

    = 20/24 : 4/9

    = 2,04

    = 2

    Dari tabel silang dan perhitungan rasio prevalensi di atas

    diperoleh hasil rasio prevalens (RP) sebesar 2 (RP > 1), hal ini

    menunjukkan bahwa variabel independen tersebut merupakan faktor

    resiko yang mempengaruhi varibel dependen yang dalam hal ini

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    62/72

    62

    didapatkan bahwa kebisingan merupakan faktor resiko untuk

    mempengaruhi themporary threshold shift sebesar 2 kali lipat.

    Pengaruh kebisingan terhadap themporary threshold shift hasil

    uji statistik menunjukkan bahwa kebisingan berpengaruh terhadap

    themporary threshold shift. Hal ini ditunjukkan dari uji melalui uji chi-

    square dengan nilai pada data sbb :

    Tabel 4.5. Tabel Uji Chi-square

    Uji Value Signifikansi (P-Value)

    Chi- Square 8.015 0.018

    Sumber: Data primer yang diolah

    Dari data tersebut di atas diperoleh nilai X2

    hitung sebesar 8.015 dengan

    nilai signifikansi (P-Value) sebesar 0.018. Berdasarkan hasil yang

    telah diperoleh, nilai signifikansi (0.018) < (0,05) sehingga H0

    ditolak.

    4.4 Pembahasan Penelitian4.4.1 Kebisingan

    Kebisingan di pengolahan kayu termasuk jenis kebisingan tetap

    (steady noise) dan impulsif yang dihasilkan oleh mesin serut, circle, bor

    listrik, skelener, band saw, somil dll. Intensitas kebisingan bagian

    pengolahan kayu sebesar 90,3-111,9 dB yang seharusnya diperkenankan

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    63/72

    63

    oleh tenaga kerja terkena paparan paling lama 1,88 menit per hari.

    Namun pada kenyataannya tenaga kerja terpapar selama 3-8 jam per hari

    dan diperkuat dengan keengganan tenaga kerja memakai earplug atau

    earmuff, maka akan semakin mudah tenaga kerja terkena gangguan

    akibat kebisingan. Dampak dari kebisingan tentunya akan mengganggu

    pendengaran baik yang bersifat sementara maupun permanen.

    Akibat kebisingan terhadap kesehatan yang lain adalah

    meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung, selain gangguan

    kesehatan kebisingan juga menimbulkan gangguan emosional (Dwi P

    Sasongko, dkk., 2000:21). Terhadap daya kerja, kebisingan dapat

    mengganggu konsentrasi yang menyebabkan terjadi kesalahan ketika

    bekerja sehingga menurunkan prestasi kerja tenaga kerja, selain itu

    kebisingan juga dapat meningkatkan kelelahan (Sumamur P.K.,

    2009:125).

    Tenaga kerja bekerja dalam satu lokasi dimana mesin-mesin

    yang digunakan untuk pengolahan kayu tersebut tidak di sekat antara

    masing-masing mesin sehingga intensitas kebisingan di tempat tenaga

    kerja tidak hanya berasal dari satu mesin saja, melainkan beberapa buah

    mesin yang dihidupkan secara bersama-sama. Selain kebisingan antara

    mesin-mesin yang dihidupkan secara bersamaan, beberapa industri

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    64/72

    64

    pengolahan kayu ini tidak dibatasi oleh tembok pembatas industri

    dengan perumahan warga sehingga warga sekitar tidak terlindung dari

    adanya bahaya dari frekuensi yang ditimbulkan dari mesin-mesin

    tersebut, sehingga dapat mengganggu dari aktifitas maupun dampak

    yang ditimbulkan dari perindustrian tersebut.

    Intensitas kebisingan dari berbagai mesin yang dihidupkan pada

    setiap industri pengolahan kayu adalah melebihi nilai ambang batas

    yang telah ditetapkan yaitu lebih dari 85 dB dan intensitas kebisingan di

    tempat kerja industri pengolahan kayu wilayah Gunungsari yaitu

    intensitas kebisingan tertinggi 111,9 dB dan terendah 90,3 dB.

    Sumber suara kebisingan di industri pengolahan kayu berasal

    dari penggunaan mesin dalam proses produksi dengan intensitas

    kebisingan yang beragam. Intensitas sumber bising terendah 90,3 dB

    dari mesin bor listrik dan intensitas tertinggi 111,9 dB dari mesin band

    saw Dari hasil perhitungan kebisingan di tempat tenaga kerja didapatkan

    intensitas kebisingan bagian moulding sebesar 90,3 111,9 dB.

    Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor

    KEP.51/MEN/1999 Nilai Ambang Batas untuk waktu pemajanan per

    hari 8 jam atau 40 jam seminggu yaitu 85 dB, sehingga intensitas

    kebisingan melebihi ambang batas yang telah ditetapkan.

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    65/72

    65

    Suara di tempat kerja berubah menjadi salah satu bahaya kerja

    (occupational hazard) saat keberadaannya dirasakan mengganggu atau

    tidak diinginkan secara fisik maupun psikis (Sihar Tigor Benjamin

    Tambunan, 2005:6). Selain dapat merusak pendengaran, kebisingan juga

    mengurangi kenyamanan dalam bekerja, mengganggu komunikasi,

    mengurangi konsentrasi (A.M. Sugeng Budiono, dkk, dkk, 2003:33).

    Lingkungan kerja yang melebihi ambang batas dan untuk

    menghindari dampak yang ditimbulkan, sesuai dengan undang-undang

    ketenagakerjaan perusahaan berusaha memberi perlindungan dengan

    pemberian alat pelindung diri seperti earplug, masker dan sarung

    tangan. Namun pada kenyataannya di lapangan dijumpai tenaga kerja

    tidak menggunakannya karena alasan kurang nyaman dan mengganggu

    dalam bekerja.

    Kebisingan yang terjadi dapat dikendalikan agar tingkat

    kebisingan tersebut sampai batas nilai yang diijinkan. Pengendalian

    kebisingan dilakukan pada sumber suara, pada media perantara

    kebisingan dan pengendalian kebisingan pada manusia (Dwi P

    Sasongko, dkk., 2000:54). Pengendalian pada sumber suara dilakukan

    untuk mereduksi tingkat kebisingan dengan memasang selubung akustik

    dari bahan peredam getaran yang bersifat menyerap intensitas

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    66/72

    66

    kebisingan sehingga intensitasnya akan berkurang. Pengendalian pada

    media rambatan dilakukan dengan cara membuat hambatan-hambatan

    untuk memantulkan gelombang suara, penyerapan kebisingan serta

    pembungkusan mesin untuk membatasi penyebaran kebisingan.

    Pengendalian selain dilakukan pada sumber dan media kebisingan, juga

    pada manusia dengan cara penggunaan alat pelindung diri (Sihar Tigor

    Benjamin Tambunan, 2005:95).

    Dari hasil pengamatan yang diperoleh dari lapangan tenaga kerja

    mendapat waktu istirahat dua jam setelah bekerja selama 3-8 jam,

    diharapkan dengan waktu istirahat yang diberikan dapat memberikan

    istirahat terhadap telinga dari intensitas kebisingan yang didengar pada

    saat bekerja agar dapat kembali normal.

    4.4.2 Themporary Threshold ShiftThemporary threshold shift dapat diukur dengan beberapa

    metode salah satunya adalah pengukuran menggunakan garputala.

    Garputala adalah alat yang digunakan sebagai tes untuk mengevaluasi

    fungsi pendengaran individu secara kualitatif dengan menggunakan alat

    berupa seperangkat garputala frekuensi rendah sampai tinggi 128 Hz -

    2048 Hz. Untuk mengetahui tenaga kerja mengalami gangguan

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    67/72

    67

    pendengaran dilakukan pemeriksaan berupa tes pelana dan

    menggunakan garputalla dengan frekuensi 512 Hz .

    Jumlah tenaga kerja di enam industri pengolahan kayu sejumlah

    31 orang, dimana 7 tenaga kerja yang tidak mengalami gangguan

    pendengaran, sebesar 24 tenaga kerja mengalami tuli konduksi

    (themporary threshold shift) dan tidak ada yang menderita tuli

    permanent (permanent threshold shift).

    Faktor-faktor seperti lama paparan kebisingan yang didengar

    tenaga kerja, lama tenaga kerja bekerja pada industri pengolahan kayu,

    penggunaan alat pengolahan kayu secara terus-menerus, tidak adanya

    penggunaan alat perlindungan telinga mempunyai peran besar dalam

    mempengaruhi terjadinya themporary threshold shift.

    4.4.3 Hubungan Antara Kebisingan DenganThemporary Threshold Shift

    Pengaruh kebisingan terhadap themporary threshold shift hasil

    uji statistik menunjukkan bahwa kebisingan berpengaruh terhadap

    themporary threshold shift. Hal ini ditunjukkan dari uji melalui uji chi-

    square.

    Berdasarkan hasil uji chi-square pada tabel 4.5 diperoleh nilai

    signifikansi atauP value sebesar 0,018 yang lebih kecil dari alpha 0,05

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    68/72

    68

    ( = 5%), sehingga H0 ditolak dan diperoleh juga nilai X2

    hitung sebesar

    8.015 dengan nilai signifikansi (Asymp. Sig. (2-sided)) sebesar 0.018.

    Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, terlihat bahwa nilai X2

    hitung

    (8.015) > X2

    tabel (5.991) serta nilai signifikansi (0.018) < (0,05)

    sehingga H0 ditolak.

    Data lama kerja tenaga kerja pengolahan kayu lebih dari 5 tahun

    bahkan ada yang lebih dari 20 tahun maka dapat dimungkinkan bahwa

    tenaga kerja pengolahan kayu telah mengalami penurunan fungsi

    pendengaran sehingga suara yang sangat bising dianggap biasa

    dikarenakan sudah terbiasa dengan penurunan tersebut. Hal ini dapat

    diperkuat oleh ketidakdisiplinan tenaga kerja dalam menggunakan APT

    sehingga mempercepat terjadinya penurunan ambang dengar tersebut

    ditambah lagi seluruh tenaga kerja juga bekerja selama kurang lebih 3-8

    jam per hari dengan waktu istirahat 2 jam. Waktu istirahat digunakan

    tenaga kerja untuk istirahat, makan, minum dan istirahat shalat.

    4.4.4 Keterbatasan Penelitian

    1. Dalam pelaksanaan penelitian terdapat beberapa hambatan.Hambatan adalah pada saat pengukuran kebisingan tidak semua

    mesin dioperasikan sehingga kebisingan diukur hanya pada mesin

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    69/72

    69

    yang dioperasikan. Oleh karena itu kebisingan bagian pengolahan

    kayu pada waktu penelitian belum mewakili keadaan sebenarnya.

    2. Keterbatasan waktu karena penelitian dilakukan pada waktu kerja,pekerja yang sedang bekerja dan pengukuran juga dilakukan setelah

    bekerja menggunakan alat-alat pengolahan kayu tersebut.

    3. Ketelitian dan kejujuran dari tenaga kerja dalam mengisi kuesionersehingga tidak menutup kemungkinan adanya jawaban yang tidak

    mewakili keadaan sebenarnya dan hal ini dapat mempengaruhi dari

    hasil penelitian.

    4. Penelitian yang dilakukan sedikit mengganggu karna dilakukan padawaktu kerja.

    5. Data kesehatan sebelum bekerja dan selama bekerja tidak adasehingga tidak adanya kejelasan riwayat penyakit tenaga kerja

    tersebut.

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    70/72

    70

    BAB V

    PENUTUP

    5.1.Simpulan1. Dari hasil pengukuran kebisingan pada industri pengolahan kayu sebagian

    besar tenaga kerja mengalami gangguan pendengaran sementara (themporary

    threshold shift).

    2. Dari hasil pengukuran kebisingan pada industri pengolahan kayu sebagiantenaga kerja tidak mengalami gangguan pendengaran sementara (themporary

    threshold shift) yaitu sebesar 22,6%.

    3. Dari hasil pengukuran kebisingan pada industri pengolahan kayu sebagianbesar tenaga kerja mengalami gangguan pendengaran sementara (themporary

    threshold shift) yaitu sebesar 77,4%.

    4. Dari hasil pengukuran kebisingan pada industri pengolahan kayu tidakterdapat tenaga kerja yang mengalami gangguan pendengaran menetap

    (permanent threshold shift)

    5. Sebagian besar tenaga kerja di industri terpapar intensitas kebisingan yangsangat tinggi setiap harinya yaitu melebihi NAB (85 dB) dan sebagian besar

    tenaga kerja terpapar intensitas kebisingan selama 8 jam/hari yaitu sebesar

    45,16% serta sebagian besar tenaga kerja di industri pengolahan kayu bekerja

    selama 6-10 tahun yaitu sebesar 48,39%.

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    71/72

    71

    6. Didapatkan nilai X2hitung sebesar 8.015 dengan nilai signifikansi (Asymp. Sig.(2-sided)) sebesar 0.018. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, terlihat

    bahwa nilai X2

    hitung (8.015) > X2

    tabel (5.991) serta nilai signifikansi (0.018) 1),yang dalam hal ini berarti kebisingan merupakan faktor resiko yang

    menyebabkan terjadinya themporary threshold shift.

  • 7/28/2019 BAB I-5 ready ok

    72/72

    5.2.Saran

    1. Bagi perusahaan atau industri hendaknya memberikan pelatihan danpenyuluhan kepada tenaga kerja tentang gangguan kesehatan akibat bising

    agar selama bekerja selalu memakai alat pelindung telinga (earplug, earmuff)

    maupun alat pelindung lainnya.

    2. Diadakan pemeriksaan kesehatan secara berkala pada tenaga kerja khususnyadiadakan pemeriksaan audiometri agar kesehatan tenaga kerja terjamin

    dengan baik.

    3. Diharapkan bagi pihak industri untuk memperbaiki pola kerja misalnyaseperti pergantian shift teratur dan tidak melebihi paparan yang harus

    didengar setiap harinya yaitu sesuai dengan KEPMENAKER No.Kep-51

    MEN/1999 yaitu dalam pekerjaan sehari-hari waktu tidak melebihi 8 jam

    sehari atau 40 jam seminggu sehingga gangguan pendengaran menjadi

    minimal.

    4. Hasil pengukuran tingkat kebisingan pabrik perlu dievaluasi setiap tahununtuk melihat perkembangan dan perubahan yang terjadi dan dapat

    mengendalikan tingkat kebisingan yang sangat tinggi.