BAB I - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/240110/2007/240110070042_1_5369.pdfrelatif mahal,...
Transcript of BAB I - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/240110/2007/240110070042_1_5369.pdfrelatif mahal,...
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Minyak atsiri yang dihasilkan dari tanaman aromatik merupakan
komoditas ekspor nonmigas yang dibutuhkan di berbagai industri seperti dalam
industri parfum, kosmetika, farmasi, serta industri makanan dan minuman.Dalam
dunia perdagangan, komoditas ini dipandang memiliki peran strategis dalam
menghasilkan produk primer maupun sekunder, baik untuk kebutuhan domestik
maupun ekspor.
Setiap tahun konsumsi minyak atsiri dunia beserta turunannya naik sekitar
8-10%.Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia, sebagai salah satu penghasil
minyak atsiri dunia, tetapi berlaku pula di negara-negara penghasil minyak atsiri
lain seperti India, Thailand, dan Haiti (Redaksi Trubus, 2009).Pemicu kenaikan
konsumsi minyak atsiri ini antara lain karena meningkatnya kebutuhan minyak
atsiri untuk industri parfum, kosmetik, dan kesehatan.Selain itu kecenderungan
konsumen (masyarakat) untuk berpindah dari pola mengkonsumsi bahan-bahan
mengandung senyawa sintetik ke bahan alami turut berpengaruh terhadap
meningkatnya permintaan minyak atsiri.
Saat ini, dikembangkan jenis-jenis minyak atsiri baru dengan harga yang
relatif mahal, seperti minyak yang dihasilkan dari bunga-bungaan.Minyak mawar
yang dihasilkan dari bunga mawar Damascus mencapai Rp. 140.000.000/kg,
sementara minyak dari terna, baik daun, ranting, dan biji dihargai ratusan ribu
rupiah per kilogamnya (Armando, 2009). Selain itu, menurut Duryatmo (2008),
minyak atsiri yang dihasilkan dari jenis bunga, seperti bunga mawar (Rosa
centifolia) dan melati (Jasminum sambac) memiliki harga jual Rp. 20.000.000/kg
dan Rp. 90.000.000/kg.Harga jual ini lebih tinggi dibanding dengan minyak yang
dihasilkan dari daun sirih (Rp. 1.500.000/kg) ataupun minyak yang dihasilkan dari
kayu manis (Rp. 600.000/kg).Daftar harga beberapa minyak tersebut dapat dilihat
pada Lampiran 1.
FTIP001651/014
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
2
Bunga-bungaan yang dapat menghasilkan minyak atsiri yang dikenal
adalah minyak dari bunga melati, mawar, lavender, sedap malam, dan
kenanga.Jenis tanaman ataupun bunga lainnya yang berpotensi untuk
menghasilkan minyak atsiri masih banyak.Diperkirakan, terdapat 160-200 jenis
tanaman aromatik yang berpotensi untuk dibuat minyak atsirinya (Armando,
2009). Selain itu, Koensoemardiyah (2010) menyebutkan bahwa di Indonesia
banyak sekali terdapat jenis tanaman yang mengandung minyak atsiri, tetapi
banyak pula yang belum dimanfaatkan. Salah satu tanaman (bunga) yang
berpotensi menghasilkan minyak atsiri adalah bunga kamboja (Plumeria sp.)
Pengambilan minyak atsiri yang terkandung dalam bunga seperti bunga
kamboja tidak bisa dilakukan dengan cara penyulingan seperti halnya pada
cengkeh, nilam, ataupun akar wangi.Menurut Guenther dkk. (1987) hal
inidisebabkan oleh penyulingan dengan uap air atau air mendidih yang relatif
lama cenderung merusak komponen minyak karena proses hidrolisis, polimerisasi,
dan resinifikasi.Komponen yang bertitik didih tinggi khususnya yang larut dalam
air tidak dapat diangkut oleh uap air sehingga rendemen minyak dan mutu yang
dihasilkan lebih rendah.Selain itu, dengan proses hidrodestilasi umumnya tidak
menghasilkan minyak bunga atau kalaupun terekstrak menghasilkan rendemen
yang sangat rendah, sehingga kurang baik digunakan.Berdasarkan hal tersebut
maka bunga kamboja harus diproses dengan metode lain untuk menghasilkan
minyak atsirinya (minyak kamboja).Salah satu metode yang dapat dilakukan
untuk bunga kamboja adalah metode ekstraksi, baik ekstraksi dengan
menggunakan pelarut menguap (solvent), ekstraksi dengan lemak panas atau lebih
dikenal dengan istilah maserasi, maupun ekstraksi dengan lemak dingin atau
dikenal dengan istilah enfleurasi.
Hamid dkk. (2011) menyatakan bahwa metode enfleurasi paling cocok
untuk diterapkan pada proses ekstraksi minyak yang berasal dari bunga-bungaan,
karena minyak bunga yang dihasilkan memiliki rendemen yang lebih tinggi
(dibanding solvent).Dengan enfleurasi, minyak yang dihasilkan memiliki aroma
yang lebih kuat dan warna yang jernih.Selain itu, kegiatan bunga dalam
memproduksi minyak akan terhenti dan mati jika terkena panas, kontak atau
FTIP001651/015
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
3
terendam dalam pelarut organik.Dengan demikian, pelarut hanya dapat
mengekstraksi minyak yang terdapat dalam sel bunga yang terbentuk pada saat
bunga tersebut kontak dengan pelarut, sedangkan minyak atsiri yang terbentuk
sebelumnya sebagian besar telah menguap.Untuk itu, ekstraksi dengan
menggunakan pelarut menguap menghasilkan rendemen minyak yang rendah.
Hasil penelitian Pitpiangchan dkk. (2009) terhadap rendemen minyak bunga
kamboja yang diperoleh dari beberapa metode ekstraksi, metode enfleurasi
menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dari metode solvent (petroleum eter),
yaitu sebesar 0,396% untuk enfleurasi dan 0,351% untuk solvent. Sementara itu
metode maserasi menghasilkan rendemen sebesar 12,240% tetapi tingginya
rendemen ini dikhawatirkan karena adanya sejumlah resin yang ikut terkestrak
pada saat pemanasan.
Untuk mendapatkan rendemen minyak yang lebih tinggi dan bermutu baik,
proses fisiologi dalam bunga selama proses ekstraksi berlangsung perlu dijaga
agar tetap berlangsung dalam waktu selama mungkin sehingga bunga tetap dapat
memproduksi minyak atsiri.Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengekstraksi
minyak bunga menggunakan bantuan lemak (enfleurasi).
Dalam proses pengolahan minyak atsiri, ada beberapa faktor penting
penentu tingginya rendemen dan mutu minyak.Pannizi dkk. (1993) menyebutkan
kualitas dari minyak atsiri hasil ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain iklim, musim dan kondisi geografis, waktu panen, dan teknik ekstraksi yang
digunakan.Selain itu, Sumarni dkk. (2003) menyatakan bahwa kualitas minyak
atsiri ditentukan oleh karakteristik alamiah dari masing-masing minyak tersebut
dan bahan-bahan asing yang tercampur didalamnya.Sementara itu, Guenther dkk.
(1987) menyebutkan bahwa mutu minyak pada proses enfleurasi terutama
tergantung pada perbandingan antara berat bunga dan berat lemak yang
digunakan.Hal ini menunjukkan bahwa jumlah imbangan bunga terhadap lemak
sangat berpengaruh terutama pada mutu minyak yang dihasilkan.Jumlah
imbangan bunga ini akan berbeda untuk setiap jenis bunga. Seperti untuk bunga
melati, Guentherdkk. (1987) menuturkan, dalam 1 kg lemak sebaiknya
ditambahkan 2-3 kg bunga untuk seluruh periode enfleurasi.Hingga saat ini,
FTIP001651/016
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
4
informasi mengenai jumlah imbangan bunga yang terbaik untuk bunga kamboja
belum tersedia.Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui jumlah
imbangan bunga kamboja agar dapat meningkatkan rendemen dan mutu minyak
atsiri yang dihasilkanya.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi adanya
masalah yaitu belum adanya informasi mengenai jumlah imbangan bunga
terhadap adsorben yang sesuai untuk metode enfleurasi pada bunga kamboja.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jumlah
imbangan bunga kamboja terhadap rendemen dan mutu minyak bunga kamboja
dengan metode enfleurasi.
1.4 Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang
proses ekstraksi minyak bunga kamboja dengan menggunakan metode enfleurasi.
Selain itu diharapkan dari hasil penelitian ini dapat diketahui pengaruh jumlah
imbangan bunga kamboja terhadap adsorbenuntuk menghasilkan rendemen dan
mutu minyak bunga kamboja yang baik, sehingga apabila ada penelitian lanjutan
mengenai metode enfleurasi ini terhadap bunga kamboja, sudah diketahui jumlah
imbangan bunga yang seharusnya digunakan.
1.5 Kerangka Pemikiran
Bunga kamboja merupakan salah satu bunga potensial penghasil minyak
atsiri.Bagian dari bunga yang dipakai untuk proses ekstraksi adalah mahkota
bunga (petal).Pemilihan mahkota bunga dilakukan pada tingkat kemekaran 50-
100%.Menurut Nopalas (1999), tingkat kemekaran bunga di bawah 50%, mahkota
FTIP001651/017
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
5
bunga belum terbuka penuh sehingga pori-pori yang terdapat pada mahkota pada
saat respirasi masih sedikit yang bersentuhan dengan oksigen.Hasil penelitian
Suyanti dkk. (1998) yang diterapkan pada bunga sedap malam, rendemen tertinggi
diperoleh pada bunga dengan tingkat kemekaran 50-75% (0,110%) selanjutnya
tingkat kemekaran 100% menghasilkan rendemen tertinggi kedua yaitu sebesar
0,070%.
Pemanenan bunga dilakukan pada pagi hari, yaitu dari pukul 06.00-
08.00.Hal ini menurut Yulianingsih dan Amiarsih (2007) karena pada pagi hari,
proses fotosintesis (memerlukan lebih banyak energi) pada bunga belum begitu
kuat.Waktu panen berpengaruh terhadap rendemen minyak yang
dihasilkan.Armando (2009) juga menegaskan bahwa pemanenan bahan sebaiknya
tidak dilakukan pada siang hari. Hal ini disebabkan adanya pengaruh panas
matahari yang menyebabkan laju transpirasi berlangsung cepat sehingga minyak
atsiri mudah menguap.
Metode enfleurasi dalam proses penyerapan minyak atsirinya,
menggunakan bantuan lemak untuk mengadsorpsi kandungan minyak atsiri dalam
bunga.Lemak mempunyai daya adsorpsi yang tinggi dan jika dicampur dan
kontak dengan bunga yang berbau wangi, maka lemak akan mengadsorpsi minyak
yang dikeluarkan oleh bunga (Guenther dkk., 1987).Pernyataan ini diperkuat oleh
Agusta (2000) yang menyatakan bahwa minyak atsiri larut dengan baik di dalam
lemak.Prinsip inilah yang diterapkan dalam proses enfleurasi.Proses penyerapan
minyak bunga oleh lemak hanya terjadi pada permukaan lemak (secara
fisik).Lemak merupakan trigliserida (ester dari gliserol dan asam lemak) yang
memiliki ikatan rangkap yang membentuk struktur ruang tiga dimensi, sehingga
gugus-gugus ester pada lemak merupakan jerat.Proses penjeratan terjadi karena
gaya tarik menarik antara ester dari lemak dengan minyak atsiri sehingga lemak
mampu menyerap minyak atsiri yang bersifat volatil (Ketaren, 1985).
Adsorben (lemak) yang digunakan pada proses enfleurasi harus tidak
berbau dan mempunyai konsistensi (kekerasan) tertentu. Jika lemak yang
digunakan terlalu keras, maka kontak antara bunga dan lemak relatif sulit
sehingga akan mengurangi daya adsorpsi dan rendemen minyak bunga yang
FTIP001651/018
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
6
dihasilkan.Sebaliknya jika lemak terlalu lunak, maka bunga yang ditaburkan pada
permukaan lemak akan masuk ke dalam lemak, sehingga bunga yang layu serta
lemak yang melekat pada bunga sulit dipisahkan.Lemak harus bersifat setengah
keras, sehingga bunga yang tertinggal pada bagian permukaannya dapat
dipisahkan dengan mudah.Hasil penelitian dari Suyanti (2002) yang diterapkan
pada proses enfleurasi bunga sedap malam, jenis adsorben ”shortening” mentega
putih (snow white) menghasilkan rendemen tertinggi yaitu 0,720% dan rendemen
terendah dihasilkan oleh adsorben campuran lemak sapi dan minyak bunga
matahari yaitu sebesar 0,520%.Untuk itu, pada penelitian ini dipilih jenis
adsorben mentega putih (snow white).
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap rendemen dan mutu minyak
yang dihasilkan adalah jumlah imbangan bunga yang digunakan dalam setiap kali
enfleurasi.Pernyataan ini diperkuat oleh Guenther dkk. (1987) yang menyatakan
bahwa mutu minyak yang dihasilkan dari proses enfleurasi terutama tergantung
pada perbandingan antara berat bunga dan berat lemak (adsorben) yang
digunakan.Perbandingan ini didasarkan pada jumlah bunga yang kontak dengan
lemak.Jika jumlah bunga terlalu banyak dan tidak bisa mengimbangi jumlah
lemak yang digunakan, maka minyak atsiri tidak dapat diserap dengan sempurna,
karena lemak tidak dapat mengadsorpsi minyak bunga seluruhnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Rakthaworn dkk.(2009) pada proses
enfleurasi Tuberosedengan adsorben palmwax, jumlah bunga yang ditaburkan
pada setiap adsorben (200 mL palmwax) adalah 1000 g, 1500 g, 2000 g, 2500 g,
3000 g, dan 3500 g.Hasil penelitian dari Rakthaworn dkk.(2009) untuk metode
enfleurasi dari bunga Tuberose yang terdiri dari 6 perlakuan perbandingan
banyaknya bunga tersebut, percobaan dengan bobot 2500 gram bunga/200 mL
adsorben menghasilkan rendemen tertinggi yaitu 0,314%, dan rendemen terendah
dihasilkan dari perlakuan 3500 g bunga/200 mL adsorben yaitu sebesar 0,256%.
Sementara itu, penelitian Pitpiangchan dkk. (2009) pada enfleurasi bunga
kamboja, 2000 g bunga kamboja menghasilkan rendemen sebesar 0,396%.
FTIP001651/019
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
7
1.6 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah disusun, maka dapat diambil
hipotesis bahwa jumlah imbangan bunga akan memberikan pengaruh terhadap
rendemen dan mutu dari minyak bunga kamboja.
FTIP001651/020