BAB I MAKALAH HIPOGLIKEMI.docx
-
Upload
widya-muharramah -
Category
Documents
-
view
74 -
download
2
Transcript of BAB I MAKALAH HIPOGLIKEMI.docx
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Hipoglikemia (kadar glukosa darah yang abnormal-rendah) terjadi kalau
kadar glukosa turun di bawah 50 hingga 60 mg/dl (2,7 hingga 3,3 mmol/L).
Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang
berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang
berat. Pada hipoglikemia berat (kadar glukosa darah hingga di bawah 10 mg/dl),
dapat terjadi serangan kejang bahkan dapat terjadi koma (koma hipoglikemik).
Pada sebagian besar kasus koma hipoglikemik yang ditemukan di tempat
pelayanan kesehatan umum (klinik/RS) penyebab utamanya adalah karena terapi
pemberian insulin pada pasien penderita diabetes mellitus. Pada penelitian survei
yang dilakukan oleh Department of Neurology and Neurological Sciences, and
Program in Neurosciences, Stanford University School of Medicine, terdapat
setidaknya 93,2% penyebab masuknya seseorang dengan gejala koma
hipoglikemik adalah mereka yang menderita diabetes mellitus dan telah menjalani
terapi pemberian insulin pada rentang waktu sekitar 1,5 tahunan. Berdasarkan data
tersebut maka penulis menulis makalah kegawatdaruratan hipoglikemia ini dan
menampilkan tinjauan kasus dalam bentuk jurnal tentang hipoglikemia.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka pembahasan makalah ini
difokuskan pada pemahaman tentang:
1. Apakah pengertian hipoglikemia?
2. Apa saja etiologi hipoglikemia?
3. Bagaimana patofisiologi hipoglikemia?
4. Apa saja manifestasi klinis hipoglikemia?
5. Apasaja pemeriksaan diagnostik hipoglikemia?
6. Apa komplikasi hipoglikemia?
7. Bagaimana penatalaksanaan hipoglikemia?
1
8. Bagaimana pengkajian hipoglikemia?
9. Apasaja diagnosa keperawatan yang muncul pada hipoglikemia?
10. Apa intervensi keperawatan pada hipoglikemia?
1.3. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah agar:
1. Mahasiswa mampu memahami pengertian hipoglikemia
2. Mahasiswa mampu memahami etiologi hipoglikemia
3. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi hipoglikemia
4. Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinis hipoglikemia
5. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan diagnostik hipoglikemia
6. Mahasiswa mampu memahami komplikasi hipoglikemia
7. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan hipoglikemia
8. Mahasiswa mampu memahami pengkajian hipoglikemia
9. Mahasiswa mampu memahami diagnosa keperawatan yang muncul pada
hipoglikemia
10. Mahasiswa mampu memahami intervensi keperawatan pada hipoglikemia
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. PENGERTIAN HIPOGLIKEMIA
Hipoglikemia (kadar glukosa darah yang abnormal rendah) terjadi kalau
kadar glukosa darah turun di bawah 50-60 mg/dl (2,7 hingga 3,3 mmol/L).
Hipoglikemia dapat terjadi setiap saat pada siang hari atau malam hari. Kejadian
ini bisa dijumpai sebelum makan, khususnya jika waktu makan tertunda atau bila
pasien lupa makan camilan. Sebagai contoh, hipoglikemia siang hari atau malam
hari terjadi bila insulin reguler yang disuntikkan pada pagi hari mencampai
puncaknya, sementara hipoglikemia pada sore hari timbul bersamaan dengan
puncak kerja NHP atau insulin lente yang diberikan pagi hari. Hipoglikemia pada
tengah malam dapat terjadi akibat pencapaian puncak kerja NHP atau insulin lente
yang disuntikkan pada malam hari, khususnya bila pasien tidak makan camilan
sebelum tidur. (Brunner & Suddarth, 2001)
Kadar glukosa normal pada orang non diabetes
Setelah bangun tidur-puasa 70-99 mg/dL
Setelah makan 70-140 mg/dL
Target glukosa darah pada orang dengan diabetes
Sebelum makan 70-130 mg/dL
1-2 jam setelah makan dimulai Di bawah 180 mg/dLSumber: American Diabetes Association. Standards of Medical Care in Diabetes—2008. Diabetes
Care. 2008;31:S12–S54.
2.2. KLASIFIKASI HIPOGLIKEMIA
Tipe hipoglikemi digolongkan menjadi beberapa jenis yakni:
1) Transisi dini (early transitional) : mengalami kerusakan sistem produksi
pankreas sehingga terjadi hiperinsulin.
3
2) Hipoglikemi klasik sementara (Classic transient hypoglicemic) : tarjadi jika
mengalami malnutrisi sehingga mengalami kekurangan cadangan lemak dan
glikogen.
3) Sekunder (Scondary) : sebagai suatu respon stress sehingga terjadi
peningkatan metabolisme yang memerlukan banyak cadangan glikogen.
4) Berulang (Recurrent) : disebabkan oleh adanya kerusakan enzimatis, atau
metabolisme insulin terganggu.
2.3. ETIOLOGI HIPOGLIKEMIA
Hipoglikemia bisa disebabkan oleh:
1. Pelepasan insulin yang berlebihan oleh pankreas
2. Dosis insulin atau obat lainnya yang terlalu tinggi, yang diberikan kepada
penderita diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya
3. Kelainan pada kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal
4. Kelainan pada penyimpanan karbohidrat atau pembentukan glukosa di hati.
Secara umum, hipogklikemia dapat dikategorikan sebagai yang
berhubungan dengan obat dan yang tidak berhubungan dengan obat. Sebagian
besar kasus hipoglikemia terjadi pada penderita diabetes dan berhubungan dengan
obat. Hipoglikemia yang tidak berhubungan dengan obat lebih jauh dapat dibagi
lagi menjadi:
1. Hipoglikemia karena puasa, dimana hipoglikemia terjadi setelah berpuasa
2. Hipoglikemia reaktif, dimana hipoglikemia terjadi sebagai reaksi terhadap
makan, biasanya karbohidrat.
Hipoglikemia paling sering terjadi disebabkan oleh insulin atau obat lain
(sulfonilurea) yang diberikan kepada penderita diabetes untuk menurunkan kadar
gula darahnya. Jika dosis obat ini lebih tinggi dari makanan yang dimakan maka
obat ini bisa bereaksi menurunkan kadar gula darah terlalu banyak.
Penderita diabetes berat menahun sangat peka terhadap hipoglikemia
berat. Hal ini terjadi karena sel-sel pulau Langerhans pankreasnya tidak
membentuk glukagon secara normal dan kelanjar adrenalnya tidak menghasilkan
4
epinefrin secara normal. Padahal kedua hal tersebut merupakan mekanisme utama
tubuh untuk mengatasi kadar gula darah yang rendah.
Pentamidin yang digunakan untuk mengobati pneumonia akibat AIDS
juga bisa menyebabkan hipoglikemia. Hipoglikemia kadang terjadi pada penderita
kelainan psikis yang secara diam-diam menggunakan insulin atau obat
hipoglikemik untuk dirinya.
Pemakaian alkohol dalam jumlah banyak tanpa makan dalam waktu yang
lama bisa menyebabkan hipoglikemia yang cukup berat sehingga menyebabkan
stupor.
Olah raga berat dalam waktu yang lama pada orang yang sehat jarang
menyebabkan hipoglikemia. Puasa yang lama bisa menyebabkan hipoglikemia,
hanya jika terdapat penyakit lain (terutama penyakit kelenjar hipofisa atau
kelenjar adrenal) atau mengkonsumsi sejumlah besar alkohol. Cadangan
karbohidrat di hati bisa menurun secara perlahan sehingga tubuh tidak dapat
mempertahankan kadar gula darah yang adekuat. Pada orang-orang yang memiliki
kelainan hati, beberapa jam berpuasa bisa menyebabkan hipoglikemia. Bayi dan
anak-anak yang memiliki kelainan sistem enzim hati yang memetabolisir gula bisa
mengalami hipoglikemia diantara jam-jam makannya.
Seseorang yang telah menjalani pembedahan lambung bisa mengalami
hipoglikemia diantara jam-jam makannya (hipoglikemia alimenter, salah satu
jenis hipoglikemia reaktif). Hipoglikemia terjadi karena gula sangat cepat diserap
sehingga merangsang pembentukan insulin yang berlebihan. Kadar insulin yang
tinggi menyebabkan penurunan kadar gula darah yang cepat.
Hipoglikemia alimentari kadang terjadi pada seseorang yang tidak
menjalani pembedahan. Keadaan ini disebut hipoglikemia alimentari idiopatik.
Jenis hipoglikemia reaktif lainnya terjadi pada bayi dan anak-anak karena
memakan makanan yang mengandung gula fruktosa dan galaktosa atau asam
amino leusin. Fruktosa dan galaktosa menghalangi pelepasan glukosa dari hati;
leusin merangsang pembentukan insulin yang berlebihan oleh pankreas.
Akibatnya terjadi kadar gula darah yang rendah beberapa saat setelah memakan
makanan yang mengandung zat-zat tersebut.
5
Hipoglikemia reaktif pada dewasa bisa terjadi setelah mengkonsumsi
alkohol yang dicampur dengan gula (misalnya gin dan tonik). Pembentukan
insulin yang berlebihan juga bisa menyebakan hipoglikemia. Hal ini bisa terjadi
pada tumor sel penghasil insulin di pankreas (insulinoma). Kadang tumor diluar
pankreas yang menghasilkan hormon yang menyerupai insulin bisa menyebabkan
hipoglikemia.
Penyebab lainnya adalah penyakit autoimun, dimana tubuh membentuk
antibodi yang menyerang insulin. Kadar insulin dalam darah naik-turun secara
abnormal karena pankreas menghasilkan sejumlah insulin untuk melawan antibodi
tersebut.
Hal ini bisa terjadi pada penderita atau bukan penderita diabetes.
Hipoglikemia juga bisa terjadi akibat gagal ginjal atau gagal jantung, kanker,
kekurangan gizi, kelainan fungsi hipofisa atau adrenal, syok dan infeksi yang
berat. Penyakit hati yang berat (misalnya hepatitis virus, sirosis atau kanker) juga
bisa menyebabkan hipoglikemia. (National Cardiovascular Center Harapan Kita;
Hipoglikemia atau Hypoglycemic, 2010)
Menurut Sabatine (2004), hipoglikemia dapat terjadi pada penderita
diabetes dan non-diabetes dengan etiologi sebagai berikut.
1. Pada Diabetes
a. Overdose insulin
b. Asupan makanan kurang ( tertunda atau lupa, terlalu sedikit, output yang
berlebihan; muntah diare, deit berlebihan)
c. Aktivitas berlebihan
d. Gagal ginjal
e. Hipotiroid
2. Pada Non-diabetes
a. Peningkatan produksi insulin
b. Paska aktivitas
c. Konsumsi makanan ynag sedikit kalori
d. Konsumsi alkohol
e. Paska melahirkan
f. Post gastrectomy
6
g. Penggunaan obat–obatan dalam jumlah besar (seperti salisilat,
sulfonamide)
2.4. PATOFISIOLOGI HIPOGLIKEMIA
Seperti sebagian besar jaringan lainnya, matabolisme otak terutama
bergantung pada glukosa untuk digunakan sebagai bahan bakar. Saat jumlah
glukosa terbatas, otak dapat memperoleh glukosa dari penyimpanan glikogen di
astrosit, namun itu dipakai dalam beberapa menit saja. Untuk melakukan kerja
yang begitu banyak, otak sangat tergantung pada suplai glukosa secara terus
menerus dari darah ke dalam jaringan interstitial dalam system saraf pusat dan
saraf-saraf di dalam system saraf tersebut.
Oleh karena itu, jika jumlah glukosa yang di suplai oleh darah menurun,
maka akan mempengaruhi juga kerja otak. Pada kebanyakan kasus, penurunan
mental seseorang telah dapat dilihat ketika gula darahnya menurun hingga di
bawah 65 mg/dl (3.6 mM). Saat kadar glukosa darah menurun hingga di bawah 10
mg/dl (0.55 mM), sebagian besar neuron menjadi tidak berfungsi sehingga dapat
menghasilkan koma.
Patogenesis (Arif Masjoer, 2001), pada waktu makan cukup tersedia
sumber energi yang diserap dari usus. Kelebihan energi disimpan sebagai
makromolekul dan dinamakan fase anabotik. 60% dari glukosa yang di serap usus
dengan pengaruh insulin akan di simpan di hati sebagai glikogen, sebagian dari
sisanya akan disimpan di jaringan lemak dan otot sebagai glikogen juga. Sebagian
lagi dari glukosa akan mengalami metabolisme anaerob maupun aerob untuk
energi seluruh jaringan tubuh terutama otak sekitar 70% pemakaian glukosa
berlangsung di otak tidak dapat menggunakan asam lemak bebas sebagai sumber
energi.
Pencernaan dan penyerapan protein akan menimbulkan peningkatan asam
amino di dalam darah yang dengan bantuan insulin akan disimpan di hati dan otak
sebagai protein. Lemak diserap dari usus melalui saluran limfe dalam bentuk
kilomikron yang kemudian akan dihidrolasi oleh lipoprotein lipase menjadi asam
lemak. Asam lemak akan mengalami esterifikasi dengan gliserol membentuk
7
trigliserida, yang akan disimpan di jaringan lemak. Proses tersebut berlangsung
dengan bantuan insulin.
Pada waktu sesudah makan atau sesudah puasa 5-6 jam, kadar glukosa
darah mulai turun keadaan ini menyebabkan sekresi insulin juga menurun,
sedangkan hormon kontraregulator yaitu glukagon, epinefrin, kartisol, dan
hormon pertumbuhan akan meningkat. Terjadilah keadaan kortison sebaliknya
(katabolik) yaitu sintetis glikogen, protein dan trigliserida menurun sedangkan
pemecahan zat-zat tersebut akan meningkat.
Pada keadaan penurunan glukosa darah yang mendadak, glukogen dan
epinefrinlah yang sangat berperan. Kedua hormon tersebut akan memacu
glikogenolisis, glukoneogenisis, dan proteolisis di otot dan lipolisis di jaringan
lemak. Dengan demikian tersedia bahan untuk glukoneogenesis yaitu asam amino
terutama alanin, asam laktat, piruvat, sedangkan hormon, kontraregulator yang
lain berpengaruh sinergistk glukogen dan adrenalin tetapi perannya sangat lambat.
Secara singkat dapat dikatakan dalam keadaan puasa terjadi penurunan insulin dan
kenaikan hormon kontraregulator. Keadaan tersebut akan menyebabkan
penggunaan glukosa hanya di jaringan insulin yang sensitif dan dengan demikian
glukosa yang jumlahnya terbatas hanya disediakan untuk jaringan otak.
Walaupun metabolik rantai pendek asam lemak bebas, yaitu asam
asetoasetat dan asam β hidroksi butiran (benda keton) dapat digunakan oleh otak
untuk memperoleh energi tetapi pembentukan benda-benda keton tersebut
memerlulan waktu beberapa jam pada manusia. Karena itu ketogenesis bukan
merupakan mekanisme protektif terhadap terjadinya hipoglikemia yang
mendadak.
Selama homeostatis glukosa tersebut di atas berjalan, hipoglikemia tidak
akan terjadi. Hipoglikemia terjadi jika hati tidak mampu memproduksi glukosa
karena penurunan bahan pembentukan glukosa, penyakit hati atau
ketidakseimbangan hormonal. (Arif Masjoer, 2001)
8
2.5. MANIFESTASI KLINIS HIPOGLIKEMIA
Brunner & Suddarth (2001) dalam Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah membagi gejala hipoglikemia menjadi dua kategori yaitu gejala adrenergik
dan gejala sistem saraf pusat.
Hipoglikemia Ringan
Ketika kadar glukosa darah menurun, sistem saraf simpatik akan
terangsang. Pelimpahan adrenalin kedalam darah menyebabkan gejala seperti
perspirasi, tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.
Hipoglikemia Sedang
Penurunan kadar glukosa darah menyebabkan sel-sel otak tidak
memperoleh cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda – tanda
gangguan fungsi pada sistem saraf pusat mencangkup ketidak mampuan untuk
berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, patirasa
dibawah bibir serta lidah, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan
emosional, perilaku tidak rasional, penglihatan ganda dan perasaan ingin pingsan.
Kombinasi semua gejala ini ( disamping gejala adrenergik) dan terjadi pada
hipoglimia sedang.
Hipoglikemia Berat
Fungsi sistem saraf pusat mengalami gangguan yang sangat berat sehingga
pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi hipoglikemi yang
dideritanya. Gejalanya dapat mencangkup perilaku yang mengalami disorientasi,
serangan kejang, sulit dibangunkan dalam tidur atau bahkan kehilangan
kesadaran.
Gejala hipoglikemi dapat terjadi mendadak dan tanpa terduga sebelumnya.
Kombinasi semua gejala tersebut dapat bervariasi antara pasien yang satu dengan
yang lainnya. Sampai derajat tertentu, gejala ini dapat berhubungan dengan
tingkat penurunan kadar glukosa darah yang sebenarnya atau dengan kecepatan
penurunan kadar tersebut. Sebagai contoh glukosa dalam kisaran hiperglikemia
(misalnya, sekitar 200 atau lebih) dapat merasakan gejala hipoglikemia
(adrenergik) kalau glukosa darah tiba tiba turun hingga 120 mg/dl (6,6 mmol/L)
9
atau kurang. Sebaliknya pasien yang biasanya memiliki kadar glukosa darah yang
rendah namun masih dalam rentang normal dapat tetap asimtomatik meskipun
kadar glukosa tersebut turun secara perlahan lahan sampai dibawah 50mg/dl (2,7
mmol/L).
Faktor lain yang berperan dalam menimbulkan perubahan gejala
hipoglikemia adalah penurunan respons hormonal (adrenergik) terhadap
hipoglikemia. Keadaan ini terjadi pada sebagian pasien yang telah menderita
diabetes selama bertahun tahun. Penurunan respon adrenergik tersebut dapat
berhubungan dengan salah satu komplikasi kronis diabetes yaitu neuropati
otonom. Dengan penurunan glukosa darah, limpahan adrenalin yang normal tidak
terjadi. Pasien tidak merasakan gejala adrenergik yang lazim seperti perspirasi dan
perasaan lemah. Keadaan hipoglikemi ini mungkin baru terdeteksi setelah timbul
gangguan sistem saraf pusat yang sedang atau berat. Yang mengesankan adalah
bakwa pasien ini melakukan pemantauan mandiri glukosa darahnya secara teratur
dan sebelum khususnya mengemudikan kendaraan atau melakukan pekerjaan
berbahaya lainnya. (Brunner & Suddarth, 2001)
2.6. WOC HIPOGLIKEMIA
(Terlampir)
2.7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK HIPOGLIKEMIA
Menurut Soemadji (2006) dan Cryer (2005), karakteristik diagnostik
hipoglikemia ditentukan berdasarkan pada TRIAS WIPPLE sebagai berikut.
1. Terdapat tanda – tanda hipoglikemia
2. Kadar glukosa darah kurang dari 50 mg%
3. Gejala akan hilang seiring dengan peningkatan kadar glukosa darah (paska
koreksi)
10
Pemeriksaan diagnostik yang mendukung diagnosa hipoglikemia
diantaranya:
1. Prosedur khusus: Untuk hipoglikemia reaktif tes toleransi glukosa
postprandial oral 5 jam menunjukkan glukosa serum <50 mg/dl setelah 5 jam.
2. Pengawasan di tempat tidur: biasanya terjadi peningkatan tekanan darah.
3. Pemeriksaan laboratorium: untuk hipoglikemia glukosa serum <50 mg/dl,
spesimen urin dua kali negatif terhadap glukosa.
4. EKG: biasanya menunjukkan takikardia.
2.7. PENATALAKSANAAN HIPOGLIKEMIA
Menurut Brunner & Suddarth (2001) dalam Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah penanganan harus segera di berikan jika terjadi hipoglikemi.
Rekomendasi biasanya berupa pemberian 10 hingga 15 gram gula yang bekerja
cepat per oral :
1. 2-4 tablet glukosa yang dapat dibeli di rumah obat/apotik
2. 4-6 ons sari buah atau teh yang manis
3. 6-10 butir permen khusus atau permen manis lainnya
4. 2-3 sendok teh sirup atau madu.
(ke dalam sari buah tidak perlu ditambahkan gula meskipun pada label tertulis
bahwa sari buah tersebut “tidak mengandung gula”. Gula buah yang ada dalam
sari buah cukup mengandung karbohidrat yang sederhana yang dapat menaikkan
kadar glukosa darah. Penambahan gula pasir kedalam sari buah dapat
menyebabkan kenaikan tajam kadar glukosa darah, dan pasien bisa mengalami
hiperglikemi selama beberapa jam sesudah penangnan di lakukan).
Apabila gejala bertahan selama lebih dari 10 hingga 15 menit sesudah
terapi pendahuluan, ulangi terapi tersebut. Setelah gejalanya berkurang, berikan
makanan camilan yang mengandung protein dan pati (seperti cracker dengan keju
atau susu) kecuali jika pasien berencana untuk makan atau makan cemilan dalam
waktu 30 hingga 60 menit menurut jadwal makannya.
Pasien-pasien diabetes (khususnya yang mendapatkan insulin) harus selalu
membawa gula sederhana dalam bentuk tertentu. Ada beberapa jenis tablet
11
glukosa dan jeli yang tersedia dipasaran sehingga memudahkan pasien untuk
membawanya. Jika seorang pasien mengalami reaksi hipoglikemia sementara dia
sama sekali tidak membawa makanan darurat seperti dianjurkan diatas, maka
setiap makanan yang tersedia (khususnya yanvg mengandung karbohidrat
sederhana) harus di konsumsi.
Pasien harus di beritahukan agar tidak mengkonsumsi makanan penutup
mulut yang tinggi kalori dan yang tinggi lemak ( seperti kue-kue kering, tarcis,
cakes, donat, es krim) untuk mengatasi hipoglikemi yang dialaminya. Kandungan
lemak yang tinggi dalam makanan ini dapat memperlambat penyerapan glukosa
sehingga reaksi hipoglikemia yang terjaditidak dapat diatasi dengan segera
sebagaimana pada pemberian karbohidrat sederhana. Selanjutnya pasien dapat
makan lebih banyak bila gejalanya tidak segera berkurang. Cara ini akan
menyebabkan glukosa darah meningkat dengan cepat untuk beberapa jam dan
berperan dalam meningkatkan berat badan.
Pasien yang merasa terikat dengan jadwal makan, akan memandang
hipoglikemi sebagai saat yang tepat untuk “menyenangkan” diri dengan makanan
cemilan. Oleh karen itu menyertakan cemilan dalam rencana makan merupakan
tindakan yang bijaksana. Hal ini akan mempermudah pasien untuk membatasi
penanganan hipoglikemia dengan bentuk karbohidrat sederhana (rendah kalori)
seperti jus atau tablet glukosa.
Penanganan Hipoglikemia Berat
Bagi pasien yang tidak sadarkan diri, tidak mampu menelan atau menolak
terapi, preparat glukagon 1 mg dapat disuntikkan secara subkutan atau
intramuskuler. Glukagon adalah hormon yang di produksi oleh sel-sel alfa
pangkreas yang menstimulasi hati untuk melepaskan glukosa (melalui pemecahan
glikogen, yaitu simpanan glukosa). Preparat glukagon dikemas sebagai serbuk
dalam botol suntik (vial) berukuran 1 mg dan harus dicampur dahulu dengan
pelarutnya sebelum disuntukkan. Setelah penyuntikan glukagon pasien kembali
sadar dalam waktu 20 menit. Gula sederhana yang diikuti oleh makanan cemilan
harus diberikan kepada pasien yang sadar dalam waktu 20 menit. Gula sederhana
12
yang diikuti oleh makanan cemilan harus diberikan kepada pasien yang sadar
untuk mencegah timbulnya kembali hipoglikemia, mengingat kerja 1 mg
glukagon yang singkat. Tindakan ini juga menggantikan simpanan glukosa dalam
hati. Sebagian pasien akan mengalami mual setelah penyuntikan glukagon. Pasien
harus di ingatkan untuk memberi tahukan dokter setelah mengalami hipoglikemia
berat.
Glukagon hanya dijual melalui resep dokter dan harus menjadi bagian dari
perlengkapan darurat yang mudah didapat oleh pasien diabetes yang memerlukan
insulin. Anggota keluarga, tetangga atau teman kerja juga harus mendapat
informasi tentang penggunaan glukagon ini. Hal ini terutama berlaku bagi pasien
yang tidak atau kurang mendapatkan peringatan tentang hipoglikemia.
Di rumah sakit atau ruang gawat darurat, pasien yang tidak sadarkan diri
atau tidak dapat menelan dapat ditangani dengan penyuntikan intravena 25 hingga
50 ml dekstrosa 50% dalam air (larutan “D50”). Efek penyuntikan ini biasa dilihat
dalam waktu beberapa menit. Pasien dapat mengeluh sakit kepala dan dapat
merasa nyeri dalam penyunyikan IV. Kepastian terhadap patensi selang infus
yang digunakan untuk menyuntuikan dekstrosa 50% sangat penting; larutan
hipertonis seperti dekstrosa 50% sangat iritatif bagi pembuluh vena. (Brunner &
Suddarth, 2001)
2.7. PENGKAJIAN HIPOGLIKEMIA
Pengkajian bedasarkan prinsip ABCDE:
a) Airway (jalan napas)
Kaji adanya sumbatan jalan napas. Terjadi karena adanya penurunan
kesadaran/koma sebagai akibat dari gangguan transport oksigen ke otak.
Diagnosa keperawatan: Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan
dengan adanya benda asing/lidah jatuh ke belakang.
b) Breathing (pernapasan)
Merasa kekurangan oksigen dan napas tersengal – sengal, sianosis.
Diagnosa keperawatan: Pola napas tidak efektif berhubungan dengan adanya
depresan pusat pernapasan.
13
c) Circulation (sirkulasi)
Kebas, kesemutan dibagian ekstremitas, keringat dingin, hipotermi, nadi
lemah, tekanan darah menurun.
Diagnosa keperawatan: Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan
hipoksia jaringan. Ditandai dengan peningkatan TIK, nekrosis jaringan,
pembengkakan jaringan otak, depresi SSP dan oedema.
c) Disability (kesadaran)
Terjadi penurunan kesadaran, karena kekurangan suplai nutrisi ke otak.
Diagnosa keperawatan: Resiko tinggi injuri berhubungan dengan penurunan
kesadaran.
d) Exposure
Pada exposure kita melakukan pengkajian secara menyeluruh. Karena
hipoglikemi adalah komplikasi dari penyakit DM kemungkinan kita
menemukan adanya luka/infeksi pada bagian tubuh klien / pasien.
Pengkajian Fokus
Data dasar yang perlu dikaji adalah :
a) Keluhan utama
Sering tidak jelas tetapi bisanya simptomatis, dan lebih sering hipoglikemi
merupakan diagnose sekunder yang menyertai keluhan lain sebelumnya
seperti asfiksia, kejang, sepsis.
b) Riwayat
Kaji riwayat penyakit pasien, baik penyakit yang kemungkinan diturunkan
maupun didapat, seperti diabetes melitus, sepsis, enteral feeding, pemakaian
terapi kortikosteroid, konsumsi alkohol, gangguan hati, ginjal, jantung
maupun kelenjar hipofisis, misalnya gagal ginjal atau gagal jantung, kanker,
kelainan fungsi hipofisa atau adrenal, syok dan infeksi yang berat. Penyakit
hati yang berat misalnya hepatitis virus, sirosis atau kanker. Kaji juga adanya
penyakit autoimun.
c) Data fokus
Data Subyektif:
1) Sering masuk rumah sakit dengan keluhan yang tidak jelas
14
2) Banyak keringat dingin
3) Rasa lapar (pada bayi sering menangis)
4) Nyeri kepala
5) Sering menguap
6) Irritabel
Data obyektif:
1) Parestisia pada bibir dan jari, gelisah, gugup, tremor, kejang, kaku,
2) Hight—pitched cry, lemas, apatis, bingung, cyanosis, apnea, nafas cepat
irreguler, keringat dingin, mata berputar-putar, menolak makan dan koma
3) Plasma glukosa < 50 gr/%
2.8. DIAGNOSA KEPERAWATAN HIPOGLIKEMIA
Berdasarkan pengkajian di atas maka didapatkan diagnosa keperawatan
yang dapat muncul pada kasus hipoglikemia yaitu:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan adanya sumbatan
jalan napas/ lidah jatuh ke belakang.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat
pernapasan.
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksia jaringan.
4. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran.
2.9. INTERVENSI KEPERAWATAN HIPOGLIKEMIA
No Dx NOC NIC1 Ketidakefektifan
bersihan jalan napas berhubungan dengan adanya sumbatan jalan napas/ lidah jatuh ke belakang.
Status pernafasan : ventilasi
Status pernafasan : potensi jalan nafas
Control aspirasi
Manajemen jalan nafas Buka jalan nafas
dengan teknik mengangkat dagu atau dengan mendorong rahang sesuai keadaan
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi yang potensial
Masukkan jalan nafas/ nasofaringeal sesuai
15
kebutuhan Auskultasi bunyi nafas,
catat adanya ventilasi yang turun atau yang hilang dan catat adanya bunyi tambahan
Lakukan pengisapan endotrakeal atau nasotrakeal.
2 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan.
Status pernafasan : ventilasi
Status pernafasan : potensi jalan nafas
Control aspirasi
Terapi oksigen Pertahankan jalan
nafas yang paten Monitor aliran oksigen Observasi adanya
tanda – tanda hipoventilasi
Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
Management TTV Monitor TTV Catat adanya fluktuasi
TD Monitor suhu, warna
dan kelembaban kulit3 Gangguan perfusi
jaringan berhubungan dengan hipoksia jaringan.
Manajemen Cairan/Elektrolit Dapatkan specimen
lab untuk memonitor level cairan/ elektrolit
Pasang infuse IV Pertahankan
keakuratan catatan intake dan output
Monitor tanda- tanda vital
Lakukan manajemen hipoglikemia
Manajemen Asam Basa Posisikan untuk
memfasilitasi ventilasi yang adekuat seperti membuka jalan napas dan menaikkan kepala tempat tidur
16
Pantau gejala gagal pernapasan seperti PaO2 yang rendah, peningkatan PaCO2, dan kelemahan otot napas
Pantau pola napas Pantau factor penentu
pengangkutan oksigen jaringan seperti PaO2,
SaO2, kadar Hb dan cardiac outpu
Dorong pasien dan keluarga untuk aktif dalam pengobatan ketidakseimbangan asam basa
4 Resiko tinggi injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran.
Pencegahan Jatuh Identifikasi defisit
kognitif atau fisik pasien yang berpotensi untuk jatuh
Kunci korsi roda, tempat tidur selama pemindahan pasien
Tempatkan benda- benda di sekitar pasien untuk mudah dijangkau
Gunakan pinggiran tempat tidur yang panjang dan tinggi untuk mencegah jatuh dari tempat tidur
Tempatkan tempat tidur mekanis pada posisi terendah
Beri permukaan tempat tidur yang tertutup dari pintu
Ajar keluarga tentang factor resiko yang berkontribusi pada jatuh dan bagaimana mengurangi resiko jatuh
17
BAB III
TINJAUAN KASUS
(Terlampir: Jurnal berjudul “Efek Lama Pemberian Vitamin C Dosis Tinggi terhadap Aktivitas Hipoglikemia Glibenklamida pada Tikus”)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pengaruh lama pemberian Vitamin C dosis tinggi terhadap aktivitas hipoglikemia glibenklamida pada tikus dapat dilihat seperti tabel I dan gambar 1 di bawah ini.
(a)Perbedaan rata-rata signifikan dibandingkan kontrol negatif pada p<0,05
(b)Perbedaan rata-rata signifikan dibandingkan kontrol positif pada p<0,05
18
Data tabel I, II, dan Gambar 1 terlihat pemberian vitamin c dosis 100
mg/Kg BB selama 1, 3 dan 7 hari memperlihatkan bahwa telah terjadi penurunan
kadar glukosa darah dibandingkan dengan kontrol negatif dan kontrol positif.
Kemudian pengaruh pemberian vitamin c 1, 3 dan 7 hari dapat dilihat dengan nilai
AUC yang semakin kecil karena perlakuan vitamin c. Bila dibandingkan nilai auc
dari kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol positif terlihat bahwa
pemebrian vitamin c dosis tinggi selama 1, 3 dan 7 hari itu secara statistika akan
terlihat perbedaan.
Meningkatnya efek hipoglikemik dari glibenklamida setelah perlakuan
vitamin c selama 1, 3, dan 7 hari kemungkinan disebabkan oleh hal hal berikut ini.
19
1. Interaksi bisa terjadi pada fase absorpsi. Pada fase ini vitamin c dapat
meningkatkan kadar glibenklamida di dalam darah. Peningkatan ini akan
menyebabkan aktivitas penurun glukosa darah glibenklamida meningkat
tajam.
2. sifat dari vitamin c sebagai inhibitor enzim bila diberikan dalam jumlah yang
relatif besar. Sifat ini juga karena vitamin c sebagai antioksidan pada dosis
kecil, tetapi akan bersifat sebagai pro-oksidan/inhibitor pada dosis besar
(Darmawan, 2004). Adanya inhibitor ini akan berpengaruh terhadap
metabolisme glibenklamida di hati. Akibatnya kadar glibenklamidameningkat
di dalamdarah, lebih lanjut akanmeningkatkan efek farmakologinya
(Hussar,1990). Seperti diketahui bahwa organ utama tempat pembersihan
obat adalah hepar dan ginjal, walaupun demikian dapat pula terjadi (relatif
kecil) disaluran cerna dan jaringan.
3. vitamin c dapatmeningkatkan kecepatan aliran darah. Hal ini didukung Jialal,
et al., (1990) bahwa vitamin c dapatmencegah ateroslerosis dan iskemik
sehingga dapatmeningkatkan kerja sistem vaskuler. Selain itu vitamin c juga
dapat memperbaiki sistem vaskuler di sistem syaraf sebagai neurotropik yang
dikombinasikan dengan vitamin E, dan B komplek (Jialal, et al., 1990;
Darmawan, 2004).
4. vitamin c merupakan sebagai antioksidan yang dapat mencegah terjadinya
oksidasi lebih lanjut dari glibenklamida, sehingga kadar glibenklamida sedikit
yang dirubah menjadi metabolit yang tidak aktif (Carr & Frei, 1999; Wen et
al, 1997; Harats et al., 1998; Rifici & Khachadurian, 1993; Alessio et al,
1997).
Berdasarkan keempat kemungkinan tersebut dia atas, maka kemungkinan
besar lebih disebabkan karena sifat vitamin c yang berubah sebagai inhibitor pada
dosis tinggi. Hal ini ditunjukan karena vitamin c meningkatkan penetrasi penisilin
pada data eksperimental (Bednova et al., 1989). Juga dapat meningkatkan fluk
haloperidol pada absorpsi kulit (Vaddi et al., 2001). Jadi bisa dikatakan bahwa
pemberian dalam jangka lama mempengaruhi aktivitas hipoglikemia
glibenklamidaa pada tikus.
20
BAB V
PENUTUP
5.1. KESIMPULAN
Hipoglikemia merupakan salah satu kegawatan diabetik yang mengancam,
sebagai akibat dari menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dl. Gejala biasanya
muncul bila kadar glukosa < 40 mg/dL dan mulai memunculkan tanda – tanda
yang sesuai dengan tingkatan hipoglikemia yang dialami penderita. Pada kasus
kegawatdaruratan situasi yang harus diwaspadai adalah apabila pasien datang
dengan atau telah mengalami gejala hipoglikemia yang berat, maka pada saat itu
penderita perlu mendapatkan pertolongan segera, karena apabila tidak dilakukan
pertolongan segara akan berdampak pada terganggunya fungsi otak , karena otak
merupakan organ vital yang sangat tergantung pada ketersediaan glukosa dalam
melakukan aktivitasnya, jika kerja otak terganggu maka akan berdampak pada
seluruh organ dan sistem lainnya dalam tubuh dan ini akan menyebabkan keadaan
yang bisa menimbulkan kecacatan atau kematian.
Dari studi kasus yang ditemukan bahwa ada penelitian yang
membahas tentang “Efek Lama Pemberian Vitamin C Dosis Tinggi terhadap
Aktivitas Hipoglikemia Glibenklamida pada Tikus” didapatkan kesimpulan
bahwa Lama perlakuan pemberian vitamin C dosis tinggi meningkatkan aktivitas
21
hipoglikemia glibenklamida. Hal ini terlihat pada penurunan AUC dan aktivitas
penurunan kadar gula darah yang lebih rendah dibandingkan kontrol posisif yaitu
glibenklamida dosis 5 mg/Kg BB; po. (p<0,05). Semakin lama perlakuan
pemberian vitamin C dosis tinggi tidak meningkatkan aktivitas hipoglikemia
glibenklamida (p>0,05).
5.2. SARAN
Diharapkan kepada pembaca dapat menjadikan makalah ini sebagai salah
satu sumber ilmu yang bermanfaat dalam melakukan penatalaksanaan terhadap
kegawatdaruratan hipoglikemia, walaupun masih penuh dengan keterbatasan dan
kekurangan yang sangat perlu kritik dan saran dari pembaca.
22