Bab i Jamban

13
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Millenium Development Goals (MDGs) telah disepakati oleh pemimpin dunia untuk menjadi tujuan pembangunan ke depan. Salah satu sasaran program Millenium Development Goals (MDGs) adalah memastikan kelestarian lingkungan dan menjadikan slah satu indikatornya adalah terjadinya penurunan hingga setengah dari jumlah penduduk yang tidak mempunyai akses terhadap air minum yang aman dan sanitasi dasar. Masalah kesehatan lingkungan di negara-negara sedang berkembang adalah berkisar antara sanitasi dasar dan perumahan. (Notoatmodjo, 2007) Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait dengan masalah air minum, higiene dan sanitasi masih sangat besar. Hasil studi Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP) tahun 2006, menunjukkan 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka. 1

description

kti odf

Transcript of Bab i Jamban

Page 1: Bab i Jamban

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Millenium Development Goals (MDGs) telah disepakati oleh pemimpin

dunia untuk menjadi tujuan pembangunan ke depan. Salah satu sasaran program

Millenium Development Goals (MDGs) adalah memastikan kelestarian

lingkungan dan menjadikan slah satu indikatornya adalah terjadinya penurunan

hingga setengah dari jumlah penduduk yang tidak mempunyai akses terhadap air

minum yang aman dan sanitasi dasar. Masalah kesehatan lingkungan di negara-

negara sedang berkembang adalah berkisar antara sanitasi dasar dan perumahan.

(Notoatmodjo, 2007)

Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait dengan masalah air minum,

higiene dan sanitasi masih sangat besar. Hasil studi Indonesia Sanitation Sector

Development Program (ISSDP) tahun 2006, menunjukkan 47% masyarakat masih

berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka.

Kondisi tersebut berkontribusi terhadap tingginya angka kejadian diare di

Indonesia. Hal ini terlihat dari angka kejadian diare nasional pada tahun 2006

sebesar 423 per seribu penduduk pad a semua umur dan 16 provinsi mengalami

Kejadian Luar Biasa (KLB) diare dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 2,52.

Kondisi seperti ini dapat dikendalikan melalui intervensi terpadu melalui

pendekatan sanitasi total. Hal ini dibuktikan melalui hasil studi WHO tahun 2007,

yaitu kejadian diare menurun 32% dengan meningkatkan akses masyarakat

terhadap sanitasi dasar, 45% dengan perilaku mencuci tangan pakai sabun, dan

1

Page 2: Bab i Jamban

39% perilaku pengelolaan air minum yang aman di rumah tangga. Sedangkan

dengan mengintegrasikan ketiga perilaku intervensi tersebut, kejadian diare

menurun sebesar 94%.

Pemerintah telah memberikan perhatian di bidang higiene dan sanitasi

dengan menetapkan Open Defecation Free dan peningkatan perilaku hidup bersih

dan sehat pada tahun 2009 dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) Tahun 2004 - 2009. Hal ini sejalan dengan komitmen

pemerintah dalam mencapai target Millennium Development Goals (MDGs)

tahun 2015, yaitu meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar secara

berkesinambungan kepada separuh dari proporsi penduduk yang belum

mendapatkan akses.

Menyadari hal tersebut di atas, pemerintah telah melaksanakan beberapa

kegiatan, antara lain melakukan uji coba implementasi Community Led Total

Sanitation (CLTS) di 6 Kabupaten pada tahun 2005, dilanjutkan dengan

pencanangan gerakan sanitasi total oleh Menteri Kesehatan pada tahun 2006 di

Sumatera Barat serta pencanangan kampanye cuci tangan secara nasional oleh

Menko Kesra bersama Mendiknas dan Meneg Pemberdayaan Perempuan tahun

2007.

Sebagai tindak lanjut, dilakukan replikasi CLTS di berbagai lokasi oleh

berbagai lembaga, baik pemerintah maupun non pemerintah, yang menghasilkan

perubahan perilaku buang air besar di sembarang tempat, sehingga pada tahun

2006 sebanyak 160 desa telah ODF dan tahun 2007 mencapai 500 desa. (Depkes,

2007).

2

Page 3: Bab i Jamban

Kementrian Kesehatan mengembangkan teknik pendekatan perilaku hidup

bersih dan sehat, yaitu dengan pendekatan Community Led Total Sanitation

(CLTS) atau istilah lain adalah Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).

Pendekatan CLTS ini menitikberatkan kepada fasilitasi atas suatu proses untuk

menyemangati serta memberdayakan masyarakat setempat untuk tidak buang air

besar di tempat terbuka serta membangun dan menggunakan jamban atas

kemauan sendiri tanpa subsidi dari luar. Melalui pendekatan CLTS anggota

masyarakat diajak menganalisis masalah sekaligus mencari solusinya sendiri.

Perlunya strategi nasional sanitasi total berbasis masyarakat berangkat dari

pelaksanaan kegiatan dengan pendekatan sektoral dan subsidi perangkat keras

selama ini tidak memberi daya ungkit terjadinya perubahan perilaku hygienis dan

peningkatan akses sanitasi, sehingga diperlukan strategi yang baru dengan

melibatkan lintas sektor sesuai dengan tugas dan pokok dan fungsi masing-masing

dengan leading sektor Departemen Kesehatan karena sanitasi total berbasis

masyarakat ini menekankan kepada 5 (lima) perubahan perilaku hygienis.

Kondisi Kesehatan Indonesia masih didominasi oleh penyakit berbasis

lingkungan khususnya penyakit yang dibawa oleh air (water borne diseases),

seperti DBD, Diare, Cacingan dan Polio. Penyebab utama tingginya penyakit-

penyakit tersebut adalah perilaku hidup yang belum bersih dan sehat, terutama

masih banyak masyarakat yang buang air besar di tempat terbuka (open

defecation), seperti di kebun, sungai, dan sebagainya.

Upaya-upaya peningkatan cakupan jamban yang telah dilakukan bertahun-

tahun melalui berbagai proyek dan pendekatan, tetapi belum memberikan hasil

yang signifikan dengan besarnya biaya yang telah dikeluarkan. Tolok ukur yang

3

Page 4: Bab i Jamban

digunakan dalam pelaksanaan program-program adalah peningkatan jumlah

jamban yang dibangun. Namun demikian, pada kenyataannya belum mampu

menurunkan prevalensi penyakit berbasis lingkungan, karena banyak masyarakat

yang tetap buang air besar di tempat terbuka. Buang Air Besar (BAB) di

sembarangan tempat itu berbahaya. Karena itu akan memudahkan terjadinya

penyebaran penyakit lewat lalat, udara dan air (B.Candra, 2007)

Pendekatan CLTS ini pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di

India dan Bangladesh dengan hasil yang luar biasa. Dengan hasil seperti itu,

kegiatan disebarluaskan ke berbagai pelosok di negara-negara tersebut, bahkan

kini telah diadopsi dan disebarluaskan di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Pendekatan ini ternyata memberikan hasil dalam peningkatan akses sanitasi secara

spektakuler karena berlangsung dalam waktu yang sangat cepat.

Di Indonesia, penduduk pedesaan yang menggunakan air bersih baru

mencapai 67,3%. Dari angka tersebut hanya separuhnya (51,4%) yang memenuhi

syarat bakteriologis. Sedangkan penduduk yang menggunakan jamban sehat (WC)

hanya 54%. Itulah sebabnya penyakit diare sebagai salahsatu penyakit yang

ditularkan melalui air masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dengan

angka kesakitan 374 per 1000 penduduk. Selain itu diare merupakan penyebab

kematian nomor 2 pada Balita dan nomor 3 bagi bayi serta nomor 5 bagi semua

umur. Penggunaan jamban di berbagai daerah di Indonesia masih menggunakan

pembuangan air yang tidak sehat.

Masalah kesehatan lingkungan pemukiman khususnya pada pembuangan

tinja merupakan salah satu dari berbagai masalah kesehatan yang perlu

mendapatkan prioritas. Penyediaan sarana pembuangan tinja masyarakat terutama

4

Page 5: Bab i Jamban

dalam pelaksanaannya tidaklah mudah, karena menyangkut peran serta

masyarakat yang biasanya sangat erat kaitannya dengan prilaku, tingkat ekonomi,

kebudayaan dan pendidikan.

Jamban merupakan sanitasi dasar penting yang harus dimiliki setiap

masyarakat sebenarnya,masyarakat sadar dan mengerti arti pentingnya

mempunyai jamban sendiri di rumah. Alasan utama yangselalu diungkapkan

masyarakat mengapa sampai saat ini belum memiliki jamban keluarga adalah

tidak atau belum mempunyai uang melihat faktor kenyataan tersebut, sebenarnya

tidak adanya jamban di setiap rumah tangga bukansemata faktor ekonomi, Tetapi

lebih kepada adanya kesadaran masyarakat untuk menerapkan pola hidup sehat

(PHBS), jamban pun tidak harus mewah dengan biaya yang mahal.

Cukup yang sederhana saja disesuaikan dengan kemampuan ekonomi

rumag tangga. Buat apa jamban yang mewah sementara perilaku buang air besar

(BAB) masih tetap sembarangan. Ada faktor lain yang menyebabkan masyarakat

untuk membuat atau membangun jamban yaitu ketergantungan pada bantuan

pemerintah dalam hal membangun jamban. Hal ini merupakan bagian dari

kesalahan masa lalu dalam penerapan kebijakan yang justru cenderung

memanjakan masyarakat. Program pembangunan jamban yang dilakukan selama

ini kurang optimal khususnya dalam membangun perubahan masyarakat.

pendekatan yang dilakukan mempunyai karakttreistik yang berorientasi kepada

konstruksi atau bangunan fisik jamban saja,tanpa ada upaya pendidikan perilaku

hidup bersih dan sehat (PHBS) yang memadai selain itu desain jamban yang

dianjurkan seringkali mahal bagi keluarga miskin. Subsidi proyek tidak efektif

5

Page 6: Bab i Jamban

menjangkau kelompok masyarakat miskin. jamban dibangun, tetapi  seringkali

tidak digunakan masyarakat.

Pemerintah indonesia telah melakukan uji coba pendekatan CLTS sejak

bulan mei 2005 di 18 komunitas di 6 kabupaten di 6 propinsi degan karakteristik

yang berbeda, hasil uji coba dinilai cukup mengembirakan karena membawa 159

komunitas terbebas dari open defecation free dan mengubah prilaku bab 28.000

rumah tangga dalam rangka mendorong peningkatan akses sanitasi dan

peningkatan pelaku higine yang berkesinambungan untuk mencapai target MDGS

pada tahun 2015 juga sebagai imlplementasi dari kebijakan dan strategi national

sanitasi yang improved dimana kondisi saat ini masih berada pada angka 54,72%

( profil dinas kesehatan 2008.( Profil dinas kesehatan )

Pembuatan jamban merupakan usaha manusia untuk memelihara

kesehatan dengan membuat lingkungan tempat hidup sehat.Dalam pembuatan

jamban sedapat mungkin harus diusahakan agar jamban tidak menimbulkan bau

yang tidak sedap. Penduduk Indonesia yang menggunakan jamban sehat (WC)

hanya 54 % saja padahal menurut studi menunjukkan bahwa penggunaan jamban

sehat dapat mencegah penyakit diare sebesar 28%. (Depkes RI,2009)

Pekerjaan masyarakat serta pendapatan masyarakat yang masih kurang

ditambah lagi mahalnya harga kloset di pasaran menjadi salah satu faktor

penyebab kurangnya pembuatan sekaligus pemanfaatan jamban. Pemanfaatan

jamban keluarga sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan kebiasaan

masyarakat. Kepemilikan jamban bagi keluarga merupakan salah satu indikator

rumah sehat selain pintu ventilasi, jendela, air bersih, tempat pembuangan

sampah, saluran air limbah, ruang tidur, ruang tamu, dan dapur.

6

Page 7: Bab i Jamban

Kepemilikan sarana sanitasi dasar yang dimiliki oleh keluarga meliputi

persediaan air bersih (PAB), jamban, tempat sampah, dan pengelolaan air limbah

(PAL). Dari 362.510 KK yang ada, tidak semuanya bisa diperiksa karena

keterbatasan sumber daya yang ada. Terkait masalah jamban, salah satu terobosan

dalam program Kesehatan Lingkungan adalah adanya program Sanitasi Total

Berbasis Masyarakat (STBM). Ada 5 pilar untuk mewujudkan STBM salah

satunya adalah tidak buang air besar sembarangan atau lebih dikenal dengan

istilah ODF (Open Defecation Free).

Sampai tahun 2010 telah dilakukan pemicuan di 115 desa atau 236 dusun

dengan jumlah KK 71.285. Dari jumlah KK tersebut pada akhir tahun 2010

diperoleh data bahwa sebanyak 78,6% telah memiliki akses jamban sehat

permanan (JSP), 6,6% memiliki akses jamban sehat semi permanen (JSSP) dan

14,8% masih buang air besar di tempat terbuka atau Open Defecation (tabel 51

Profil Kesehatan 2010). Cakupan dusun ODF tahun 2010 adalah 41,4% dari

jumlah dusun yang dipicu. Capaian tersebut telah melampaui target SPM

Kabupaten Jombang tahun 2010 yang menargetkan dusun ODF 10% dari dusun

yang dipicu. Sedangkan secara keseluruhan cakupan keluarga dengan akses

jamban sehat sebesar 68%, masih belum mencapai target (80%).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah Faktor-

Faktor Apa yang Mempengaruhi Pencapaian Open Defecation Free (ODF) Pada

Desa Di Wilayah Kerja Puskesmas Peterongan?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

7

Page 8: Bab i Jamban

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian open

defecation free (ODF) pada desa di wilayah kerja Puskesmas Peterongan

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik (umur, tingkat pendidikan dan sosial

ekonomi) masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Peterongan

2. Untuk mengetahui pengetahuan masyarakat tentang open defecation

free (ODF) di wilayah kerja Puskesmas Peterongan

3. Untuk mengetahui sikap masyarakat tentang open defecation free

(ODF) di wilayah kerja Puskesmas Peterongan

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang

Memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

pencapaian Open Defecation Free (ODF), sehingga dapat digunakan sebagai

data dalam membantu melakukan promosi kesehatan dalam meningkatkan

perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)

1.4.2 Puskesmas Peterongan

Memberikan informasi untuk meningkatkan pencapaian Open Defecation

Free (ODF) sebagai salah satu program kerja di Puskesmas Peterongan

1.4.3 Peneliti

Memberikan wawasan dan ilmu pengetahuan kepada peneliti, khususnya

dalam bidang sanitasi lingkungan

1.4.4 Peneliti Lain

Sebagai referensi bagi peneliti lain untuk dapat melakukan penelitian lebih

lanjut khususnya tentang sanitasi lingkungan

8