BAB I- III
description
Transcript of BAB I- III
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit sistemik lupus eritmatasus (SLE) tampaknya terjadi akibat terganggunya
regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan auto antibodi yang berlebihan,
limfadenopati terjadi pada 50% dari seluruh pasien SLE pada waktu tertentu selama
perjalanan penyakit tersebut. Sistemik lupus eritematosus (SLE) merupakan salah satu
penyakit autoimun yang disebabkan oleh disregulasi sistim imunitas dan secara garis
besar dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu endokrin-metabolik, lingkungan dan
genetik.Gangguan renal juga terdapat pada sekitar 52% penderita SLE. Pada sebagian
pasien, gangguan awal pada kulit dapat menjadi prekursor untuk terjadinya gangguan
yang bersifat lebih sistemik.
Osteoporosis atau keropos tulang itu sendiri adalah penyakit kronik yang ditandai
dengan pengurangan massa tulang yang disertai kemunduran mikroarsitektur tulang dan
penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang. Di
Amerika Serikat osteoporosis menyerang 20-25 juta penduduk, 1 diantara 2-3 wanita
post-menopause dan lebih dari 50% penduduk di atas umur 75-80 tahun. Masyarakat atau
populasi osteoporosis yang rentan terhadap fraktur adalah populasi lanjut usia yang
terdapat pada kelompok di atas usia 85 tahun, terutama terdapat pada kelompok lansia
tanpa suatu tindakan pencegahan terhadap osteoporosis.
Proses terjadinya osteoporosis sudah di mulai sejak usia 40 tahun dan pada wanita
proses ini akan semakin cepat pada masa menopause. Berdasar data Depkes, jumlah
penderita osteoporosis di Indonesia jauh lebih besar dan merupakan Negara dengan
penderita osteoporosis terbesar ke 2 setelah Negara Cina.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan lupus eritematosus sistemik (SLE) dan osteoporosis ?
2. Bagaimana perjalanan penyakit dari lupus eritematosus sistemik (SLE) dan
osteoporosis ?
3. Bagaimana WOC dari lupus eritematosus sistemik (SLE) dan osteoporosis ?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah mahasiswa dapat memahami mengenai
patofisiologi dan WOC lupus eritematosus sistemik (SLE) dan osteoporosis.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi penulis
Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan, serta dapat
mengaktualisasikannya pada lingkungan sekitar, baik dalam lingkungan keluarga
maupun masyarakat.
1.4.2 Bagi Pembaca
Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai
Patofisiologi dan WOC.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Patofisiologi Lupus Eritematosus Sistemik (SLE)
Lupus eritematosus sistemik (SLE) merupakan penyakit radang multisistem yang
sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau
kronik remisi dan eksaserbasi. Lupus eritematosus sistemik merupakan prototipe dari
penyakit autoimun sistemik dimana autoantibodi dibentuk melawan sel tubuhnya sendiri.
Karakteristik primer peyakit ini berupa kelemahan, nyeri sendi, dan traum berulang pada
pembuluh darah. Lupus eritematosus sistemik melibatkan hampir semua organ, namun
paling sering mengenai kulit, sendi, darah, membran serosa, jantung dan ginjal.
Hingga kini penyebab Lupus eritematosus sistemik belum diketahui dengan jelas.
Namun diperkirakan berkaitan erat dengan beberapa faktor, antara lain autoimun, kelainan
genetik, faktor lingkungan, obat-obatan.
2.2 Patofisiologi Osteoporosis
Osteoporosis adalah suatu keadaan yang ditandai dengan massa (berat) tulang yang
rendah dan kerusakan pada jaringan di dalam tulang. Pada Osteoporosis, terjadi penurunan
kualitas tulang dan kuantitas kepadatan tulang, padahal keduanya sangat menentukan
kekuatan tulang sehingga penderita Osteoporosis mudah mengalami patah tulang atau fraktur.
Patogenesis SLE terdiri dari tiga fase, yaitu fase inisiasi, fase propagasi, dan fase
puncak (flares). Inisiasi lupus dimulai dari kejadian yang menginisiasi kematian sel secara
apoptosis dalam konteks proimun. Kejadian ini disebabkan oleh berbagai agen yang
sebenarnya merupakan pajanan yang cukup sering ditemukan pada manusia, namun dapat
menginisiasi penyakit karena kerentanan yang dimiliki oleh pasien SLE. Fase profagase
ditandai dengan aktivitas autoantibodi dalam menyebabkan cedera jaringan. Autoantibodi
pada lupus dapat menyebabkan cedera jaringan dengan cara (1) pembentukan dan generasi
kompleks imun, (2) berikatan dengan molekul ekstrasel pada organ target dan mengaktivasi
fungsi efektor inflamasi di tempat tersebut, dan (3) secara langsung menginduksi kematian
sel dengan ligasi molekul permukaan atau penetrasi ke sel hidup. Fase puncak merefleksikan
memori imunologis, muncul sebagai respon untuk melawan sistem imun dengan antigen yang
pertama muncul. Apoptosis tidak hanya terjadi selama pembentukan dan homeostatis sel
namun juga pada berbagai penyakit, termasuk SLE. Jadi, berbagai stimulus dapat
memprovokasi puncak penyakit.
Tanda umum
Kelelahan adalah keluhan umum pada 90% penderita SLE. Demam pada SLE dapatmencapai
> 40o C tanpa leukositosis. Demam pada penyakit ini biasanya tidak disertai
denganmenggigil. Penurunan berat badan juga dapat terjadi akibat demam dan menurunnya
nafsumakan. Gejala konstitusional lain yang sering dijumpai pada penyakit SLE, yang timbul
sebelumataupun seiring dengan aktivitas penyakitnya antara lain adalah rambut rontok, mual
muntah danhilangnya nafsu makan, pembesaran kelenjar getah bening, bengkak dan sakit
kepala.
2.3 WOC Lupus Eritematosus Sistemik (SLE)
2.4 Patofisiologi Osteoporosis
Osteoporosis adalah suatu keadaan yang ditandai dengan massa (berat) tulang yang
rendah dan kerusakan pada jaringan di dalam tulang. Pada Osteoporosis, terjadi penurunan
kualitas tulang dan kuantitas kepadatan tulang, padahal keduanya sangat menentukan
kekuatan tulang sehingga penderita Osteoporosis mudah mengalami patah tulang atau fraktur.
Penyebab utama osteoporosis adalah gangguan dalam remodeling tulang sehingga
mengakibatkan kerapuhan tulang.Terjadinya osteoporosis secara seluler disebabkan oleh
karena jumlah dan aktivitas sel osteoklas melebihi dari jumlah dan aktivitas sel osteoblas (sel
pembentukan tulang). Keadaan ini mengakibatkan penurunan massa tulang.22,23
Selama pertumbuhan, rangka tubuh meningkat dalam ukuran dengan pertumbuhan
linier dan dengan aposisi dari jaringan tulang baru pada permukaan luar
korteks.22Remodeling tulang mempunyai dua fungsi utama : (1) untuk memperbaiki
kerusakan mikro di dalam tulang rangka untuk mempertahankan kekuatan tulang rangka, dan
(2) untuk mensuplai kalsium dari tulang rangka untuk mempertahankan kalsium serum.
Remodeling dapat diaktifkan oleh kerusakan mikro pada tulang sebagai hasil dari kelebihan
atau akumulasi stress. Kebutuhan akut kalsium melibatkan resorpsi yang dimediasi-osteoklas
sebagaimana juga transpor kalsium oleh osteosit. Kebutuhan kronik kalsium menyebabkan
hiperparatiroidisme sekunder, peningkatan remodeling tulang, dan kehilangan jaringan tulang
secara keseluruhan.11
Remodeling tulang juga diatur oleh beberapa hormon yang bersirkulasi, termasuk
estrogen, androgen, vitamin D, dan hormon paratiroid (PTH), demikian juga faktor
pertumbuhan yang diproduksi lokal seperti IGF-I dan IGF–II, transforming growth factor
(TGF), parathyroid hormone-related peptide (PTHrP), ILs, prostaglandin, dan anggota
superfamili tumor necrosis factor (TNF). Faktor-faktor ini secara primer memodulasi
kecepatan dimana tempat remodeling baru teraktivasi, suatu proses yang menghasilkan
resorpsi tulang oleh osteoklas, diikuti oleh suatu periode perbaikan selama jaringan tulang
baru disintesis oleh osteoblas. Sitokin bertanggung jawab untuk komunikasi di antara
osteoblas, sel-sel sumsum tulang lain, dan osteoklas telah diidentifikasi sebagai RANK ligan
(reseptor aktivator dari NF-kappa-B; RANKL).RANKL, anggota dari keluarga TNF,
disekresikan oleh oesteoblas dan sel-sel tertentu dari sistem imun.Reseptor osteoklas untuk
protein ini disebut sebagai RANK.Aktivasi RANK oleh RANKL merupakan suatu jalur final
umum dalam perkembangan dan aktivasi osteoklas.Umpan humoral untuk RANKL, juga
disekresikan oleh osteoblas, disebut sebagai osteoprotegerin.Modulasi perekrutan dan
aktivitas osteoklas tampaknya berkaitan dengan interaksi antara tiga faktor ini. Pengaruh
tambahan termasuk gizi (khususnya asupan kalsium) dan tingkat aktivitas fisik.11
Ekspresi RANKL diinduksi di osteoblas, sel-T teraktivasi, fibroblas sinovial, dan sel-
sel stroma sumsum tulang.Ia terikat ke reseptor ikatan-membran RANK untuk memicu
diferensiasi, aktivasi, dan survival osteoklas.Sebaliknya ekspresi osteoproteregin (OPG)
diinduksi oleh faktor-faktor yang menghambat katabolisme tulang dan memicu efek
anabolik.OPG mengikat dan menetralisir RANKL, memicu hambatan osteoklastogenesis dan
menurunkan survival osteoklas yang sebelumnya sudah ada. RANKL, aktivator reseptor
faktor inti NBF; PTH, hormon paratiroid; PGE2, prostaglandin E2; TNF, tumor necrosis
factor; LIF, leukemia inhibitory factor; TP, thrombospondin; PDGF, platelet- derived growth
factor; OPG-L, osteoprotegerin-ligand; IL, interleukin; TGF-, transforming growth factor.11
Pada dewasa muda tulang yang diresorpsi digantikan oleh jumlah yang seimbang
jaringan tulang baru. Massa tulang rangka tetap konstan setelah massa puncak tulang sudah
tercapai pada masa dewasa. Setelah usia 30 - 45 tahun, proses resorpsi dan formasi menjadi
tidak seimbang, dan resorpsi melebih formasi. Ketidakseimbangan ini dapat dimulai pada
usia yang berbeda dan bervariasi pada lokasi tulang rangka yang berbeda; ketidakseimbangan
initerlebih-lebih pada wanita setelah menopause. Kehilangan massa tulang yang berlebih
dapat disebabkan peningkatan aktivitas osteoklas dan atau suatu penurunan aktivitas
osteoblas. Peningkatan rekrutmen lokasi remodeling tulang membuat pengurangan reversibel
pada jaringan tulang tetapi dapat juga menghasilkan kehilangan jaringan tulang dan kekuatan
biomekanik tulang panjang.
2.4 WOC Osteoporosis
BAB III
PENUTUP