Bab i II III IV, Modul i

36
ABSTRAK Sebuah hasil produksi atau benda kerja didapatkan sama dengan yang kita inginkan, apabila sudah dilakukan pengukuran dan hasilnya tidak melebihi daerah toleransi. Pengukuran ini dapat berupa pengukuran panjang, massa, sudut dan lain-lain. Untuk lebih memahami cara-cara pengukuran dan jenis-jenis alat ukur maka dilakukan percobaan ini. Percobaan ini dilakukan dengan cara menggunakan jenis alat ukur, yaitu micrometer, jangka sorong, dial indicator dan bevel protactor. Pada alat micrometer untuk mengukur diameter luar; jangka sorong untuk mengukur diameter luar, diameter dalam, dan kedalaman; bevel protactor untuk mengukur sudut; dial indicator untuk mengukur ketinggian; dan height gauge untuk mengukur diameter luar. Pengukuran ini dilakukan sebanyak 5 kali pengukuran. Setelah melakukan praktikum ini didapatkan hasil berupa diameter luar, diameter dalam, kedalaman, sudut dan ketinggian benda kerja.

Transcript of Bab i II III IV, Modul i

Page 1: Bab i II III IV, Modul i

ABSTRAK

Sebuah hasil produksi atau benda kerja didapatkan sama dengan yang kita

inginkan, apabila sudah dilakukan pengukuran dan hasilnya tidak melebihi daerah

toleransi. Pengukuran ini dapat berupa pengukuran panjang, massa, sudut dan

lain-lain. Untuk lebih memahami cara-cara pengukuran dan jenis-jenis alat ukur

maka dilakukan percobaan ini.

Percobaan ini dilakukan dengan cara menggunakan jenis alat ukur, yaitu

micrometer, jangka sorong, dial indicator dan bevel protactor. Pada alat

micrometer untuk mengukur diameter luar; jangka sorong untuk mengukur

diameter luar, diameter dalam, dan kedalaman; bevel protactor untuk mengukur

sudut; dial indicator untuk mengukur ketinggian; dan height gauge untuk

mengukur diameter luar. Pengukuran ini dilakukan sebanyak 5 kali pengukuran.

Setelah melakukan praktikum ini didapatkan hasil berupa diameter luar,

diameter dalam, kedalaman, sudut dan ketinggian benda kerja.

Page 2: Bab i II III IV, Modul i

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Dalam suatu pengerjaan bahan atau hasil produksi tidak semuanya dapat

dikatakan hasil yang baik dan sesuai dengan harapan. Beberapa diantaranya ada

yang cacat. Kecacatan ini dapat berupa cacat material, geometri, berat, suhu dan

lain-lain.

Untuk mengklasifikasikanhasil hasil produksi yang cacat atau tidak, salah

satunya adalah dengan cara pengukuran. Oleh karena itu pengukuran ini dilakukan

untuk lebih memahami cara-cara pengukuran yang benar serta membaca skala-

skala yang ada pada alat ukur.

I.2 Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam praktikum ini adalah :

1. Apa yang didapatkan pada sifat-sifat alat ukur?

2. Bagaimana cara melakukan pengukuran pada alat ukur?

3. Data apa yang didapatkan pada pengukuran?

I.3 Batasan Masalah

I.3.1 Batasan masalah pada mikrometer:

a. Alat ukur sudah dikalibrasi

b. Kondisi lingkungan konstan atau tidak berubah.

I.3.2 Batasan masalah pada jangka sorong

a. Alat ukur sudah dikalibrasi

b. Kondisi lingkungan konstan atau tidak berubah.

Page 3: Bab i II III IV, Modul i

I.3.3 Batasan masalah pada bevel protactor

a. Alat ukur sudah dikalibrasi

b. Kondisi lingkungan konstan atau tidak berubah.

I.3.4 Batasan masalah pada dial indicator

a. Alat ukur sudah dikalibrasi

b. Kondisi lingkungan konstan atau tidak berubah

c. Permukaan dianggap rata

I.3.5 Batasan masalah pada height gauge

a. Alat ukur sudah dikalibrasi

b. Kondisi lingkungan konstan atau tidak berubah

c. Permukaan dianggap rata.

I.4 Tujuan

Adapun tujuan dilakukan praktikum ini adalah :

1. Mengetahui kecermatan alat ukur yang digunakan

2. Mengetahui cara mengukur berbagai alat ukur

3. Mengetaui kedalaman, diameter luar, diameter dalam, sudut dan

ketinggian benda kerja.

I.5 Manfaat Praktikum

Manfaat dari praktikum ini yaitu diharapkan praktikan mengetahui cara-

cara pengukuran suatu benda uji dengan berbagai macam alat ukur sesuai

penggunaan yang dibutuhkan. Dalam hal ini praktikan diwajibkan untuk

mengukur suatu benda uji mengenai diameter luar, diameter dalam, sudut serta

ketinggian. Praktikan juga diharapkan untuk mengetahui kecermatan tiap alat

ukur, agar sesuai dalam penggunakan dalam pengukuran.

I.6 Sistematika laporan

BAB I : Pendahuluan

I.1 : Latar Belakang

I.2 : Perumusan Masalah

Page 4: Bab i II III IV, Modul i

I.3 : Batasan Masalah

I.4 : Tujuan Percobaan

I.5 : Manfaat

I.6 : Sistematika Laporan

BAB II : Dasar Teori

BAB III : Metodologi Percobaan

III.1 : Peralatan yang digunakan

III.2 : Langkah-langkah Percobaan

BAB IV : Analisa Data dan Pembahasan

IV.1 : Data Acuan

IV.2 : Data Praktikan

IV.3 : Contoh Perhitungan Standar Deviasi dan Rata-rata

IV.4 : Pembahasan

BAB V : Kesimpulan dan Saran

V.1 : Kesimpulan

V.2 : Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 5: Bab i II III IV, Modul i

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Pengukuran

2.1.1 Bevel Protactor

Bevel protactor adalah perkembangan dari protavtor dengan sebuah atau

dua lengan yang bisa berputar. Alat ini digunakan untuk mengukur sudut dengan

busur derajat yang mengukur sudut antara dua garis yang berhubungan dan

dibatasi oleh sudut maksimum 18˚. Bevel protactor ini juga dapat mengukur

benda kerja tanpa harus mengetahui titik potongnya. Bevel protactor ini dapat

mengukur objek dengan sudut maksimal 360˚ karena alat ukur ini dilengkapi

dengan lengan gerak 360˚.

Bevel protactor banyak dipakai pada gambar arsitektur dan mesin sebelum

perangkat lunak CAD umum digunakan. Bentuk lain dari bevel protactor adalah

bevel protactor mekanis yang banyak dipakai dalam proses permesinan.

Gambar 2.1 Bevel Protactor

Page 6: Bab i II III IV, Modul i

2.1.2 Dial Indicator

Dial indicator adalah sebuah perangkat yang bisa digunakan untuk

mengukur increment sangat kecil, hal ini digunakan dalam proses permesinan

untuk mengukur bagian logam dengan presisi. Pada dasarnya, ada tiga jenis

pengukuran incremental yang digunakan oleh dial indicator. Kenaikan terbesar

adalah 0,005 (lima perseribu inchi), terkecil adalah 0,001 (seperseribu inchi), dan

pengukuran paling akurat adalah 0,001 (seperseribu inchi).

Di dalam sebuah dial indicator terdapat komponen, sebuah rak sederhana

dan peralatan sistem sayap rak terhubung ke pinggir gigi pinion dihubungkan ke

lengan.

Pembebanan pegas pluger adalah bagian dari mekanisme yang melawan

arah dan reaksi dari dalam sistem gearing. Mekanisme ini tidak efektif pada batas

perjalanan pluger indicator pada sebuah kualitas tempat semua perjalanan di luar

batas-batas tentang pengukuran yang ditentukan.

Gambar 2.2 Dial Indicator

Page 7: Bab i II III IV, Modul i

2.1.3 Jangka Sorong

Jangka sorong adalah alat ukur yang ketelitiannya dapat mencapai

seperseratus milimeter. Terdiri dari dua bagian, bagian dalam dan bagian

bergerak. Pembacaan hasil pengukuran sangat bergantung pada keahlian dan

ketelitian pengguna maupun alat. Sebagian keluaran terbaru sudah dilengkapi

dengan display digital pada versi analog umumnya. Tingkat ketelitian adalah 0,05

mm untuk jangka sorong di bawah 30 cm dan 0,01 untuk di atas 30 cm.

Gambar 2.3 Jangka Sorong

2.1.4 Mikrometer

Pada pengukuran mikrometer, hasil pengukuran dengan menggunakan

mikrometer biasanya lebih presisi daripada menggunakan jangka sorong.

Mikrometer memiliki ketelitian sampai dengan 0,001 mm. Jangkauan ukur

mikrometer adalah 0-25 mm, 25-50 mm, 50-75 mm, dan seterusnya dengan selang

25 mm. Cara membaca skala mikrometer secara angkat sebagai berikut:

a. Baca angka skala utama (Barrel scale)

b. Baca angka skala

c. Jumlahkan angka yang diperoleh

Page 8: Bab i II III IV, Modul i

Gambar 2.4 Mikrometer Sekrup

2.2 Sifat Alat Ukur

1. Rantai Kalibrasi (Calibration Chain)

Kalibrasi yaitu membandingkan suatu besaran dengan besaran

standar. Dalam kalibrasi, yang diukur adalah objek ukur yang diketahui

harga sebenarnya, adalah harga yang dianggap benar dalam kaitannya

dengan tingkat kebenarannya, diperlukan oleh alat ukur yang dikalibrasi.

2. Kecermatan (Resolution)

Kecermatan alat ukur ditentukan oleh kecermatan skala dengan

cara pembacaannya. Bagi skala yang dibacanya melalui garis indeks atau

jarum penunjuk, kecermatan alat ukur sama dengan kecermatan skala,

yaitu arti jarak antar garsi skala. Bila dibantu dengan pertolongan skala

nonius, kecermatan alat ukur diwakili oleh angka paling kanan (angka

satuan terkecil). Kecermatan dirancang sesuai dengan rancangan bagian

penggerak dan penunjuk alat ukur dengan memperhatikan kepekaan,

keterbatasan, dan kapasitas ukur.

3. Kepekaan (Sensivity)

Kepekaan alat ukur ditentukan terutama oleh bagian pengubah

sesuai dengan prinsip kerja yang diterapkan padanya. Dalam hal ini

kepekaan alat ukur adalah kemampuan alat ukur untuk menerima,

Page 9: Bab i II III IV, Modul i

mengubah, dan meneruskan isyarat sensor (dari sensor menuju bagian

penunjuk, pencatat, atau pengolah data pengukuran).

4. Keterbacaan (Readability)

Karena pengamat akan lebih mudah dan cepat membaca hasil

pengukuran, maka skala keterbacaan penunjuk digital dikatakan lebih

tinggi daripada keterbacaan skala dengan jarum penunjuk, garis indeks,

atau garis indeks dengan jarum. Istilah keterbacaan dalam metrologi secara

khusus lebih dikaitkan kepada jarum penunjuk dengan skala, yang telah

disinggung di depan keterbacaannya, dirancang dengan mempermainkan

pits, kepekaan, dan kecermatan.

5. Histerisis (Hysterisis)

Histerisis adalah perbedaan atau penyimpangan yang timbul

sewaktu dilakukan pengukuran secara verkesinambungan dari dua arah

berlawanan (mulai dari skala nol hingga skala maksimal, kemudian

diulangi dari skala maksimal hingga skala nol). Histerisis muncul karena

adanya gesekan pada bagian pengubah alat ukur.

6. Kepasifan atau Kelambatan Reaksi (Passivity)

Sekilas istilah kepasifan ini terasa memiliki konotasi kebalikan dari

kepekaan, dikaitkan dengan kemampuan menerima, mengubah, dan

mengolah isyarat sensor. Kepasifan dikaitkan dengan waktu yang

digunakan “perjalanan isyarat” mula dari sensor sampai pada penunjuk.

Suatu alat ukur dapat memiliki kepekaan tinggi dengan kepasifan yang

tinggi atau sebaliknya, sebab antara kepekaan dan kepasifan tidak ada

keterkaitan.

7. Pergeseran (Shifting)

Pergeseran terjadi bila jarum penunjuk atau pencatat bergeser dari

posisi yang semestinya. Proses pergeseran biasanya diamati dengan lebih

jelas bila selama isyarat sensor tak diubah, sensor diusahakan pada posisi

presisi jarum penunjuk atau pena pencatat yang bergeser ke satu arah,

sudut pergeseran merupakan suatu penyimpangan, yaitu membesar dengan

berjalannya waktu.

Page 10: Bab i II III IV, Modul i

8. Kestabilan Nol (Zero Stability)

Serupa dengan pergeseran, kestabilan nol dapat diperiksa secara

periodik dengan melakukan pengukuran ulang dengan menggunakan objek

ukur acuan standar atau yang dipilih, sehingga alat ukur menunjukkan

harga acuan (atau nol tertentu) jika harga ini berubah-ubah secara acak,

kabang besar, kadang kecil, positif, negatuf, atau tak ada perubahan pada

setiap kali pergeseran. Berarti kestabilan nol alat ukur (sistem pengukuran)

tidak stabil.

9. Pengambangan atau Ketidakpastian (Floating)

Pengambangan terjadi apabila jarum penunjuk selalu bergerak posisinya

(bergetar) atau angka terakhir (paling kanan penunjuk) berubah-ubah. Hal

ini disebabkan oleh adanya gangguan yang menyebabkan perubahan kecil

yang dirasakan sensor yang kemudian diperbesar oleh bagian pengubah

alat ukur. Semakin peka dan cermat alat ukur, kemungkinan terjadinya

gangguan sewaktu proses pengukuran semakin besar.

2.3 Faktor Kesalahan Pengukuran

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kesalahan pada pengukuran:

1. Faktor Internal

a. Kesalahan paralaks

b. Kesalahan pembulatan pengukuran

c. Kesalahan dalam pemilihan alat ukur

d. Kesalahan pembacaan alat ukur

2. Faktor Eksternal

a. Alat ukur yang tidak dikalibrasi

b. Meja yang digunakan saat pengukuran tidak rata

c. Kondisi lingkungan tidak berubah

Page 11: Bab i II III IV, Modul i

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

III.1 Peralatan yang Digunakan

1. Micrometer

2. Jangka Sorong

3. Dial Indikator

4. Bevel Protactor

III.2 Langkah-langkah Percobaan

III.2.1 Mikrometer

1. Menentukan ketelitian alat ukur yang dipaki

2. Permukaan alat ukur dan mulut ukur harus dibersihkan terlebih dahulu

menggunakan alkohol dan tisu halus.

3. Memeriksa kedudukan titik rol micrometer, bila tidak segaris maka harus

disetel terlebih dahulu

4. Membuka mulut sampai melebihi dimensi benda ukur. Menggunakan

poros ukur untuk membuka mulut ukur dan jangan menggunakan rahang

micrometer

5. Pada waktu mengukur, penekanan poros ukur pada benda ukur jangan

terlalu keras. Menggunakan pembatas momen putar ketika poros ukur

hampir mencapai permukaan benda ukur

6. Melakukan pengukuran dan mencatat pada lembar data

7. Mengulangi pengukuran hingga 5 kali pengambilan data.

III.2.2 Jangka Sorong

Page 12: Bab i II III IV, Modul i

1. Menentukan kecermatan dari jangka sorong yang digunakan

2. Membersihkan jangka sorong dan benda yang akan diukur sebelum

dilakukan pengukuran

3. Memastikan skala nonius dapat bergerak dengan bebas sebelum jangka

sorong digunakan

4. Memastikan angka “0” pada kedua skala bertemu dengan tepat

5. Ketika mengukur, usahakan benda yang diukur sedekat mungkin dengan

skala utama. Pengukuran dengan ujung gigi pengukur menghasilkan

pengukuran yang kurang cermat

6. Menempatkan jangka sorong tegak lurus dengan benda yang diukur

7. Tekanan saat pengukuran tidak boleh terlalu kuat, karena akan

menyebabkan terjadinya pembengkaan pada rahang ukur maupun pada

lidah ukur kedalaman

8. Mengencangkan hasil pengunci agar rahang tidak bergeser, tapi tidak

boleh terlalu kuatkarena akan merusak ulir dan baut pengunci

9. Pembacaan skala nonius diusahakan dilakukan setelah jangka sorong

diangkat keluar dengan hati-hatidari benda ukur

10. Melakukan pengukuran diameter luar, diameter dalam dan kedalaman

11. Mencatat hasil pengukuran pada lembar data

12. Mengulangi langkah 10 dan 11 sebanyak 5 kali untuk masing-masing

pengukuran.

III.2.3 Dial Indicator

1. Mengeset alat pada gambar

Page 13: Bab i II III IV, Modul i

Gambar III.1

2. Melakukan pengukuran ketinggian benda ukur pada duatu titik

3. Mencatat hasil pengukuran pada lembar data

4. Melakukan langkah 1 – 2 sebanyak 5 kali

III.2.4 Bevel Protactor

1. Melakukan pengukuran sudut pada benda seperti pada gambar

Gambar III.2

2. Mencatat hasil pengukuran

3. Mengulangi langkah 1 -2 sebanyak 5 kali

Page 14: Bab i II III IV, Modul i
Page 15: Bab i II III IV, Modul i

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1. Data acuan

Jangka Sorongdiameter luar 58.7 mm

diameter dalam 53.4 mmkedalaman 40.75 mm

Bevel Protactor Sudut 140o5’Dial Indikator Kerataan 667 μmMikrometer diameter luar 5.46 mm

4.2. Data Praktikan

Jangka Sorong Diameter Luar

Jumlah Pengukuran1 2 3 4 5

Lungit Zarista 58,6 58,55 58,5 58,45 58,55Ahmad Indi Y. 58,55 58,3 58,4 58,3 58,4Femmy Adisurya 58,6 58,55 58,45 58,5 58,35Fajar Kurnianto 58,75 58,8 59 58,7 58,75Defieka Andensy 58,7 58,7 58,7 58,7 58,65Heru Bagus W. 58,7 58,6 58,6 58,5 58,55

Jangka Sorong Diameter Dalam

Jumlah Pengukuran1 2 3 4 5

Lungit Zarista 54 53,95 53,9 53,8 54Ahmad Indi Y. 53,45 53,1 53,7 53,2 53,9Femmy Adisurya 53,75 53,5 54,15 54,05 53,6Fajar Kurnianto 54 53,95 53,8 53,6 53,9Defieka Andensy 54 53,9 53,6 53,95 53,55Heru Bagus W. 53,8 53,45 53,5 53,45 53,45

Jangka Sorong Jumlah Pengukuran

Page 16: Bab i II III IV, Modul i

Kedalaman 1 2 3 4 5Lungit Zarista 40,95 40,85 40,8 40,9 40,95Ahmad Indi Y. 40,6 40,25 40,65 40,7 40,4Femmy Adisurya 41,15 41,6 41,15 41,2 41,7Fajar Kurnianto 40,95 40,8 40,9 40,85 40,9Defieka Andensy 40,85 40,95 40,95 40,85 40,85Heru Bagus W. 41 41,1 41 41,2 41,1

MikrometerJumlah Pengukuran

1 2 3 4 5Lungit Zarista 5,41 5,45 5,45 5,46 5,46Ahmad Indi Y. 5,46 5,46 5,45 5,46 5,45Femmy Adisurya 5,43 5,45 5,45 5,42 5,41Fajar Kurnianto 5,45 5,44 5,45 5,46 5,46Defieka Andensy 5,46 5,46 5,45 5,46 5,46Heru Bagus W. 5,46 5,45 5,45 5,45 5,45

Bevel ProtactorJumlah Pengukuran

1 2 3 4 5Lungit Zarista 139,1 139,4 139,2 139,15 139,1Ahmad Indi Y. 139,35 140 140,3 140,2 139,35Femmy Adisurya 139,3 140,45 139,35 140,15 140,25Fajar Kurnianto 140,2 140,15 139,35 139,15 140,3Defieka Andensy 140,25 140,15 140,35 140,45 139,3Heru Bagus W. 140,25 140,15 139,3 140,35 140,45

Dial IndicatorJumlah Pengukuran

1 2 3 4 5Lungit Zarista 667 670 665 666 665Ahmad Indi Y. 664 663 656 666 665Femmy Adisurya 674 672 670 673 670Fajar Kurnianto 668 667 671 665 666Defieka Andensy 667 665 667 666 668Heru Bagus W. 663 665 660 666 664

4.3. Contoh Perhitungan Standar Deviasi dan Mean

Page 17: Bab i II III IV, Modul i

4.4. Pembahasan

4.4.1. Jangka Sorong (diameter luar)

Grafik jangka sorong (diameter luar)

One-Sample T: lungit; indi; femmy; fajar; defie; heru

Test of mu = 58,7 vs not = 58,7

Variable N Mean StDev SE Mean 95% CI T Plungit 5 58,5300 0,0570 0,0255 (58,4592; 58,6008) -6,67 0,003indi 5 58,3900 0,1025 0,0458 (58,2628; 58,5172) -6,76 0,002femmy 5 58,4900 0,0962 0,0430 (58,3706; 58,6094) -4,88 0,008fajar 5 58,8000 0,1173 0,0524 (58,6544; 58,9456) 1,91 0,129defie 5 58,6900 0,0224 0,0100 (58,6622; 58,7178) -1,00 0,374heru 5 58,5900 0,0742 0,0332 (58,4979; 58,6821) -3,32 0,029

Dari grafik pengukuran diameter luar dengan jangka sorong didapatkan grafik seperti di atas dengan data acuan pengukuran sebesar 58,7 mm. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa data praktikan Defie berimpit dan segaris dengan data acuan. Ini membuktikan bahwa pengamatan yang dia lakukan cermat dan teliti. Sedangkan data praktikan Heru (data ke-1) dan Fajar (data ke-4) ada salah satu data yang berimpit dan segaris dengan data acuan sedangkan pada pengambilan data selanjutnya tidak berimpit dan segaris dengan data acuan. Data praktikan Lungit dan Femmy tidak segaris dan berimpit dengan data acuan. Data praktikan yang paling jauh dari data acuan adalah data praktikan indi. Hal ini disebabkan oleh beberapa penyimpangan antara lain penyimpangan yang berasal dari alat ukur. Apabila alat ukur sering dipakai dan belum dikalibrasi ulang ada kemungkinan timbul sifat seperti histerisis, keausan, pergeseran dan kestabilan nol yang jelek. Bisa juga akibat deformasi (perubahan bentuk) apabila ada beban yang beraksi pada benda ukur sehingga ukuran dari benda ukur jadi berubah.

Page 18: Bab i II III IV, Modul i

Dalam percobaan mengukur diameter luar dengan menggunakan jangka sorong terlihat bahwa praktikan Defieka mendapatkan hasil yang paling tepat, hal ini ditunjukkan oleh standar deviasi dari praktikan yang paling mendekati angka nol. Setelah itu yang tepat berikutnya adalah Lungit, lalu disusul oleh Heru, Femmy dan Indi. Sedangkan Fajar merupakan praktikan yang paling tidak tepat dalam percobaan mengukur diameter luar dengan menggunakan jangka sorong karena standar deviasinya paling jauh dari angka nol. Dari data diatas juga terlihat bahwasannya mean yang mendekati nilai 58,7 adalah Defieka. Hal ini menunjukkan Defieka yang paling akurat disusul dengan Fajar, Heru, Lungit, Femmy. Sedangkan Indi merupakan praktikan yang paling tidak akurat dalam percobaan mengukur diameter luar dengan menggunakan jangka sorong karena nilai meannya paling jauh dari 58,7.

Pada data di atas, menggunakan metode one sample-t dengan α = 5% dan data acuan diameter luar sebesar 58,7mm. Dari masing-masing hasil pengukuran praktikan, didapatkan nilai P yang berbeda-beda. Dimana nilai P dapat digunakan untuk mengetahui ketelitian hasil pengukuran dari masing-masing praktikan. Apabila nilai P value lebih besar dari α, maka ho gagal ditolak sehingga data dari praktikan tersebut dinyatakan valid. Sedangkan apabila nilai P kurang dari α, maka ho ditolak sehingga data pengukuran dari praktikan tersebut dinyatakan valid. Pada perhitungan dengan metode one sample-t di atas, hasil pengukuran fajar dan Defieka menunjukkan hasil pengukuran yang valid.

4.4.2. Jangka Sorong (diameter dalam)

Page 19: Bab i II III IV, Modul i

One-Sample T: lungit_1; indi_1; femmy_1; fajar_1; defie_1; heru_1

Test of mu = 53,4 vs not = 53,4

Variable N Mean StDev SE Mean 95% CI T Plungit_1 5 53,9300 0,0837 0,0374 (53,8261; 54,0339) 14,16 0,000indi_1 5 53,470 0,335 0,150 ( 53,054; 53,886) 0,47 0,664femmy_1 5 53,810 0,282 0,126 ( 53,460; 54,160) 3,26 0,031fajar_1 5 53,8500 0,1581 0,0707 (53,6537; 54,0463) 6,36 0,003defie_1 5 53,8000 0,2092 0,0935 (53,5403; 54,0597) 4,28 0,013heru_1 5 53,5300 0,1525 0,0682 (53,3407; 53,7193) 1,91 0,129

● Pembahasan Grafik

Dari grafik pengukuran diameter dalam dengan jangka sorong didapatkan grafik seperti di atas dengan data acuan pengukuran sebesar 53,4 mm. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa data praktikan heru hampir berimpit dan segaris dengan data acuan. Ini membuktikan bahwa pengamatan yang dia lakukan cermat dan teliti. Sedangkan data praktikan indi ada salah satu data yang berimpit dan segaris dengan data acuanyaitu pada pengambilan data pertama sedangkan pada pengambilan data selanjutnya tidak berimpit dan segaris dengan data acuan. Data praktikan lungit defi, fajar dan femmy tidak segaris dan berimpit dengan data acuan. Hal ini disebabkan oleh beberapa penyimpangan antara lain penyimpangan yang berasal dari alat ukur. Apabila alat ukur sering dipakai dan belum dikalibrasi ulang ada kemungkinan timbul sifat seperti histerisis, keausan, pergeseran dan kestabilan nol yang jelek. Bisa juga akibat deformasi (perubahan bentuk) apabila ada beban yang beraksi pada benda ukur sehingga ukuran dari benda ukur jadi berubah.

● Pembahasan Standar Deviasi dan Mean

Page 20: Bab i II III IV, Modul i

Dalam percobaan mengukur diameter dalam dengan menggunakan jangka sorong terlihat bahwa praktikan Lungit mendapatkan hasil yang paling tepat, hal ini ditunjukkan oleh standar deviasi dari praktikan yang paling mendekati angka nol. Setelah itu yang teliti berikutnya adalah Heru, lalu disusul oleh Fajar, Defieka dan Femmy. Sedangkan Indi merupakan praktikan yang paling tidak tepat dalam mengukur diameter dalam dengan menggunakan jangka sorong karena standar deviasinya paling jauh dari angka nol. Dari data diatas juga terlihat bahwasannya mean yang mendekati nilai 53,4 adalah Indi. Hal ini menunjukkan Indi yang paling akurat disusul dengan Heru, Defieka, Femmy, Fajar. Sedangkan Lungit merupakan praktikan yang paling tidak akurat dalam percobaan mengukur diameter dalam dengan menggunakan jangka sorong karena nilai meannya paling jauh dari 53,4.

● Pembahasan One Sample-T

Pada data di atas, menggunakan metode one sample-t dengan α=5% dan data acuan diameter luar sebesar 53,4mm. Dari masing-masing hasil pengukuran praktikan, didapatkan nilai P yang berbeda-beda. Dimana nilai P dapat digunakan untuk mengetahui kevalidan hasil pengukuran dari masing-masing praktikan. Apabila nilai P value lebih besar dari α, maka ho gagal ditolak sehingga data dari praktikan tersebut dinyatakan valid. Sedangkan apabila nilai P kurang dari α, maka ho ditolak sehingga data pengukuran dari praktikan tersebut dinyatakan valid. Pada perhitungan dengan metode one sample-t di atas, hasil pengukuran indi dan heru menunjukkan hasil pengukuran yang valid.

4.4.3. Jangka Sorong (kedalaman)

One-Sample T: lungit_2; indi_2; femmy_2; fajar_2; defie_2; heru_2

Page 21: Bab i II III IV, Modul i

Test of mu = 40,75 vs not = 40,75

Variable N Mean StDev SE Mean 95% CI T Plungit_2 5 40,8900 0,0652 0,0292 (40,8091; 40,9709) 4,80 0,009indi_2 5 40,5200 0,1891 0,0846 (40,2852; 40,7548) -2,72 0,053femmy_2 5 41,360 0,268 0,120 ( 41,027; 41,693) 5,09 0,007fajar_2 5 40,8800 0,0570 0,0255 (40,8092; 40,9508) 5,10 0,007defie_2 5 40,8900 0,0548 0,0245 (40,8220; 40,9580) 5,72 0,005heru_2 5 41,0800 0,0837 0,0374 (40,9761; 41,1839) 8,82 0,001

● Pembahasan Grafik

Dari grafik pengukuran kedalaman dengan jangka sorong didapatkan grafik seperti di atas dengan data acuan pengukuran sebesar 40,75 mm. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa tidak ada data praktikan yang berimpit dan segaris dengan data acuan. Ini membuktikan bahwa pengamatan yang dilakukan kurang cermat dan teliti. Sedangkan data praktikan indi ada beberapa data yang berimpit dan segaris dengan data acuan sedangkan pada pengambilan data selanjutnya tidak berimpit dan segaris dengan data acuan. Data praktikan lungit, defi, dan heru tidak segaris dan berimpit dengan data acuan. Data praktikan yang paling jauh dari data acuan adalah data praktikan femmy. Hal ini disebabkan oleh beberapa penyimpangan antara lain penyimpangan yang berasal dari alat ukur. Apabila alat ukur sering dipakai dan belum dikalibrasi ulang ada kemungkinan timbul sifat seperti histerisis, keausan, pergeseran dan kestabilan nol yang jelek. Bisa juga akibat deformasi (perubahan bentuk) apabila ada beban yang beraksi pada benda ukur sehingga ukuran dari benda ukur jadi berubah.

● Pembahasan Standar Deviasi dan Mean

Dalam percobaan mengukur kedalaman dengan menggunakan jangka sorong terlihat bahwa praktikan Defieka mendapatkan hasil yang paling tepat, hal ini ditunjukkan oleh standar deviasi dari praktikan yang paling mendekati angka nol. Setelah itu yang teliti berikutnya adalah Fajar, lalu disusul oleh Lungit, Heru dan Indi. Sedangkan Femmy merupakan praktikan yang paling tidak tepat dalam percobaan mengukur kedalaman dengan menggunakan jangka sorong karena standar deviasinya paling jauh dari angka nol. Dari data diatas juga terlihat bahwasannya mean yang mendekati nilai 40,7 adalah Indi. Hal ini menunjukkan Indi adalah praktikan yang paling akurat disusul dengan Fajar, Defieka, Lungit, Heru. Sedangkan Femmy merupakan praktikan yang paling tidak akurat dalam percobaan mengukur kedalaman dengan menggunakan jangka sorong karena nilai meannya paling jauh dari 40,7.

Page 22: Bab i II III IV, Modul i

● Pembahasan One Sample-T

Pada data di atas, menggunakan metode one sample-t dengan α=5% dan data acuan diameter luar sebesar 40,75mm. Dari masing-masing hasil pengukuran praktikan, didapatkan nilai P yang berbeda-beda. Dimana nilai P dapat digunakan untuk mengetahui kevalidan hasil pengukuran dari masing-masing praktikan. Apabila nilai P value lebih besar dari α, maka ho gagal ditolak sehingga data dari praktikan tersebut dinyatakan valid. Sedangkan apabila nilai P kurang dari α, maka ho ditolak sehingga data pengukuran dari praktikan tersebut dinyatakan valid. Pada perhitungan dengan metode one sample-t di atas, hasil pengukuran indi menunjukkan hasil pengukuran yang valid.

4.4.4. Mikrometer

One-Sample T: lungit_3; indi_3; femmy_3; fajar_3; defie_3; heru_3

Test of mu = 5,46 vs not = 5,46

Variable N Mean StDev SE Mean 95% CI T Plungit_3 5 5,44600 0,02074 0,00927 (5,42025; 5,47175) -1,51 0,206indi_3 5 5,45600 0,00548 0,00245 (5,44920; 5,46280) -1,63 0,178femmy_3 5 5,43200 0,01789 0,00800 (5,40979; 5,45421) -3,50 0,025fajar_3 5 5,45200 0,00837 0,00374 (5,44161; 5,46239) -2,14 0,099defie_3 5 5,45800 0,00447 0,00200 (5,45245; 5,46355) -1,00 0,374heru_3 5 5,45200 0,00447 0,00200 (5,44645; 5,45755) -4,00 0,016

● Pembahasan Grafik

Dari grafik pengukuran diameter luar dengan mikrometer didapatkan grafik seperti di atas dengan data acuan pengukuran sebesar 5,46 mm. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa data praktikan defi dan indi berimpit dan segaris dengan data acuan. Ini

Page 23: Bab i II III IV, Modul i

membuktikan bahwa pengamatan yang dia lakukan cermat dan teliti. Sedangkan data praktikan heru (data ke-1), lungit (data ke-4 dan ke-5) dan fajar (data ke-4 dan ke-5) ada data yang berimpit dan segaris dengan data acuan sedangkan pada pengambilan data selanjutnya tidak berimpit dan segaris dengan data acuan. Data praktikan yang paling jauh dari data acuan adalah data praktikan femmy. Hal ini disebabkan oleh beberapa penyimpangan antara lain penyimpangan yang berasal dari alat ukur. Apabila alat ukur sering dipakai dan belum dikalibrasi ulang ada kemungkinan timbul sifat seperti histerisis, keausan, pergeseran dan kestabilan nol yang jelek. Bisa juga akibat deformasi (perubahan bentuk) apabila ada beban yang beraksi pada benda ukur sehingga ukuran dari benda ukur jadi berubah.

● Pembahasan Standar Deviasi dan Mean

Dalam percobaan mengukur diameter luar dengan menggunakan mikrometer terlihat bahwa praktikan Defieka dan Heru mendapatkan hasil yang paling tepat, hal ini ditunjukkan oleh standar deviasi dari praktikan yang paling mendekati angka nol. Setelah itu yang teliti berikutnya adalah Indi, lalu disusul oleh Fajar, dan Femmy. Sedangkan Lungit merupakan praktikan yang paling tidak tepat dalam percobaan mengukur diameter luar dengan menggunakan mikrometer karena standar deviasinya paling jauh dari angka nol. Dari data diatas juga terlihat bahwasannya mean yang mendekati nilai 5,46 adalah Indi. Hal ini menunjukkan Indi adalah praktikan yang paling akurat disusul dengan Defieka , Heru, Fajar, Lungit. Sedangkan Femmy merupakan praktikan yang paling tidak akurat dalam percobaan mengukur kedalaman dengan menggunakan jangka sorong karena nilai meannya paling jauh dari 5,46

● Pembahasan One Sample-T

Pada data di atas, menggunakan metode one sample-t dengan α=5% dan data acuan diameter luar sebesar 5,46 mm. Dari masing-masing hasil pengukuran praktikan, didapatkan nilai P yang berbeda-beda. Dimana nilai P dapat digunakan untuk mengetahui kevalidan hasil pengukuran dari masing-masing praktikan. Apabila nilai P value lebih besar dari α, maka ho gagal ditolak sehingga data dari praktikan tersebut dinyatakan valid. Sedangkan apabila nilai P kurang dari α, maka ho ditolak sehingga data pengukuran dari praktikan tersebut dinyatakan valid. Pada perhitungan dengan metode one sample-t di atas, hasil pengukuran lungit,indi,fajar, dan defie menunjukkan hasil pengukuran yang valid.

Page 24: Bab i II III IV, Modul i

4.4.5. Bevel Protactor

One-Sample T: lungit_4; indi_4; femmy_4; fajar_4; defie_4; heru_4

Test of mu = 140,5 vs not = 140,5

Variable N Mean StDev SE Mean 95% CI T Plungit_4 5 139,190 0,124 0,056 (139,035; 139,345) -23,53 0,000indi_4 5 139,840 0,460 0,206 (139,269; 140,411) -3,21 0,033femmy_4 5 139,900 0,536 0,240 (139,234; 140,566) -2,50 0,067fajar_4 5 139,830 0,537 0,240 (139,163; 140,497) -2,79 0,049defie_4 5 140,100 0,461 0,206 (139,528; 140,672) -1,94 0,124heru_4 5 140,100 0,461 0,206 (139,528; 140,672) -1,94 0,124

● Pembahasan Grafik

Dari grafik pengukuran dengan bevel protector didapatkan grafik seperti di atas dengan data acuan pengukuran sebesar 140 derajat 5 menit. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa tidak ada data praktikan yang berimpit dan segaris dengan data acuan. Ini membuktikan bahwa pengamatan yang dilakukan tidak cermat dan teliti. Sedangkan data praktikan indi (data ke-2) ada salah satu data yang berimpit dan segaris dengan data acuan sedangkan pada pengambilan data selanjutnya tidak berimpit dan segaris dengan data acuan. Data praktikan lungit, defi, heru, fajar dan femmy tidak segaris dan berimpit dengan data acuan. Hal ini disebabkan oleh beberapa penyimpangan antara lain penyimpangan yang berasal dari alat ukur. Apabila alat ukur sering dipakai dan belum dikalibrasi ulang ada kemungkinan timbul sifat seperti histerisis, keausan, pergeseran dan kestabilan nol yang jelek. Bisa juga akibat deformasi (perubahan bentuk) apabila ada beban yang beraksi pada benda ukur sehingga ukuran dari benda ukur jadi berubah.

Page 25: Bab i II III IV, Modul i

● Pembahasan Standar Deviasi dan Mean

Dalam percobaan mengukur sudut dengan menggunakan bevel protector terlihat bahwa praktikan Lungit mendapatkan hasil yang paling tepat, hal ini ditunjukkan oleh standar deviasi dari praktikan yang paling mendekati angka nol. Setelah itu yang teliti berikutnya adalah Indi, lalu disusul oleh Defi, Heru dan Femmy. Sedangkan Fajar merupakan praktikan yang paling tidak tepat dalam percobaan mengukur sudut dengan menggunakan bevel protector karena standar deviasinya paling jauh dari angka nol. Dari data diatas juga terlihat bahwasannya mean yang mendekati nilai 140,0833 adalah Heru. Hal ini menunjukkan Heru adalah praktikan yang paling akurat disusul dengan Defieka , Femmy, Indi, Fajar. Sedangkan Lungit merupakan praktikan yang paling tidak akurat dalm percobaan mengukur kedalaman dengan menggunakan bevel protector karena nilai meannya paling jauh dari 140,0833

● Pembahasan One Sample-T

Pada data di atas, menggunakan metode one sample-t dengan α=5% dan data acuan diameter luar sebesar 140,5 mm. Dari masing-masing hasil pengukuran praktikan, didapatkan nilai P yang berbeda-beda. Dimana nilai P dapat digunakan untuk mengetahui kevalidan hasil pengukuran dari masing-masing praktikan. Apabila nilai P value lebih besar dari α, maka ho gagal ditolak sehingga data dari praktikan tersebut dinyatakan valid. Sedangkan apabila nilai P kurang dari α, maka ho ditolak sehingga data pengukuran dari praktikan tersebut dinyatakan valid. Pada perhitungan dengan metode one sample-t di atas, hasil pengukuran femmy,defie, dan heru menunjukkan hasil pengukuran yang valid.

Page 26: Bab i II III IV, Modul i

4.4.6. Dial Indikator

One-Sample T: lungit_5; indi_5; femmy_5; fajar_5; defie_5; heru_5

Test of mu = 667 vs not = 667

Variable N Mean StDev SE Mean 95% CI T Plungit_5 5 666,600 2,074 0,927 (664,025; 669,175) -0,43 0,688indi_5 5 662,80 3,96 1,77 ( 657,88; 667,72) -2,37 0,077femmy_5 5 671,800 1,789 0,800 (669,579; 674,021) 6,00 0,004fajar_5 5 667,40 2,30 1,03 ( 664,54; 670,26) 0,39 0,717defie_5 5 666,600 1,140 0,510 (665,184; 668,016) -0,78 0,477heru_5 5 663,60 2,30 1,03 ( 660,74; 666,46) -3,30 0,030

● Pembahasan Grafik

Dari grafik pengukuran dengan dial indicator didapatkan grafik seperti di atas dengan data acuan pengukuran sebesar 667 µm. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa data praktikan tidak ada yang berimpit dan segaris dengan data acuan. Ini membuktikan bahwa pengamatan yang dilakukan tidak cermat dan teliti. Data praktikan yang paling jauh dari data acuan adalah data praktikan indi. Hal ini disebabkan oleh beberapa penyimpangan antara lain penyimpangan yang berasal dari alat ukur. Apabila alat ukur sering dipakai dan belum dikalibrasi ulang ada kemungkinan timbul sifat seperti histerisis, keausan, pergeseran dan kestabilan nol yang jelek. Bisa juga akibat deformasi (perubahan bentuk) apabila ada beban yang beraksi pada benda ukur sehingga ukuran dari benda ukur jadi berubah.

● Pembahasan Standar Deviasi dan Mean

Dalam percobaan mengukur ketebalan dengan menggunakan dial indicator terlihat bahwa praktikan Defieka mendapatkan hasil yang paling tepat, hal ini ditunjukkan oleh

Page 27: Bab i II III IV, Modul i

standar deviasi dari praktikan yang paling mendekati angka nol. Setelah itu yang teliti berikutnya adalah Femmy, lalu disusul oleh Lungit, Fajar dan Heru. Sedangkan Indi merupakan praktikan yang paling tidak tepat dalam percobaan mengukur ketebalan dengan menggunakan dial indicator karena standar deviasinya paling jauh dari angka nol. Dari data diatas juga terlihat bahwasannya mean yang mendekati nilai 666,467 adalah Lungit. Hal ini menunjukkan Lungit adalah praktikan yang paling akurat disusul dengan Defieka ,Fajar, Heru, Indi. Sedangkan Femmy merupakan praktikan yang paling tidak akurat dalam percobaan mengukur kedalaman dengan menggunakan dial indikator karena nilai meannya paling jauh dari 666,467.

● Pembahasan One Sample-T

Pada data di atas, menggunakan metode one sample-t dengan α=5% dan data acuan diameter luar sebesar 667 µm. Dari masing-masing hasil pengukuran praktikan, didapatkan nilai P yang berbeda-beda. Dimana nilai P dapat digunakan untuk mengetahui kevalidan hasil pengukuran dari masing-masing praktikan. Apabila nilai P value lebih besar dari α, maka ho gagal ditolak sehingga data dari praktikan tersebut dinyatakan valid. Sedangkan apabila nilai P kurang dari α, maka ho ditolak sehingga data pengukuran dari praktikan tersebut dinyatakan valid. Pada perhitungan dengan metode one sample-t di atas, hasil pengukuran lungit,indi,fajar, dan defie menunjukkan hasil pengukuran yang valid.