BAB I, II, III

40
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Negara adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan. Pada konteks Negara Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang mengidentifikasikan Negara Indonesia sebagai Negara hukum yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan umum. Setiap kegiatan disamping harus diorientasikan pada tujuan yang hendak dicapai juga harus berdasarkan pada hukum yang berlaku sebagai aturan kegiatan kenegaraan, pemerintahan dan kemasyarakatan. Dalam Negara hukum modern pemerintah memiliki tugas dan wewenang dimana pemerintah tidak hanya menjaga keamanan dan ketertiban (rust en order) tetapi juga mengupayakan kesejahteraan umum (bestuurszorg). Tugas dan kewenangan pemerintah adalah untuk menjaga ketertiban dan

Transcript of BAB I, II, III

Page 1: BAB I, II, III

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Negara adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan. Pada konteks Negara

Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang

mengidentifikasikan Negara Indonesia sebagai Negara hukum yang bertujuan

mewujudkan kesejahteraan umum. Setiap kegiatan disamping harus diorientasikan

pada tujuan yang hendak dicapai juga harus berdasarkan pada hukum yang berlaku

sebagai aturan kegiatan kenegaraan, pemerintahan dan kemasyarakatan.

Dalam Negara hukum modern pemerintah memiliki tugas dan wewenang dimana

pemerintah tidak hanya menjaga keamanan dan ketertiban (rust en order) tetapi juga

mengupayakan kesejahteraan umum (bestuurszorg). Tugas dan kewenangan

pemerintah adalah untuk menjaga ketertiban dan keamanan dimana tugas ini

merupakan tugas yang masih dipertahankan. Untuk melaksanakan tugas ini

pemerintah mempunyai wewenang dalam bidang pengaturan (regelen atau besluiten

van algemeen strekking) yang berbentuk ketetapan (beschikking). Sesuai dengan sifat

ketetapan yaitu konkrit, individual dan final maka ketetapan merupakan ujung

tombak instrument hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan. Salah satu wujud

dari ketetapan adalah izin dimana izin merupakan instrument yuridis yang digunakan

pemerintah untuk mengatur masyarakatnya dalam menyelenggarakan pemerintahan.

Page 2: BAB I, II, III

Tujuan yang hendak dicapai dalam rangka penyerahan urusan pemerintahan

ditunjukkan dengan antara lain menumbuhkembangkan penanganan urusan dalam

berbagai bidang, meningkatkan daya saing daerah dalam proses pertumbuhan melalui

efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

Peranan administrasi Negara dalam mewujudkan pelayanan kepada masyarakat

menumbuhkan kemandirian daerah dan sebagai pengambil kebijakan untuk

menentukan strategi pengelolaan pemerintahan dalam rangka penyelenggaraan

otonomi daerah, memiliki peranan yang sangat strategis. Bagi aparat pemerintahan

daerah (Pemda) yang memiliki tugas dalam pengelolaan pemerintahan daerah.

Substansi otonomi daerah sangat penting karena reformasi dalam sistem

pemerintahan di daerah tentang pembangunan ekonomi dapat dilihat dalam aspek

sistem pengaturan kebijakan, politik dan keuangan yang menjadi tanggung jawab

pemerintah kota dan kabupaten.1

Otonomi daerah berperan penting dalam pembagian wewenang yang dilakukan

oleh Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah yang kemudian didistribusikan lagi

kepada instansi yang mempunyai wewenang untuk itu. Dalam Pasal 1 ayat (5) UU

No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menegaskan tentang

pengertian otonomi daerah yaitu :

1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, Bandung : Nuansa, 2009, hlm 13

Page 3: BAB I, II, III

Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan.

Didalam otonomi daerah ada peralihan dari sistem sentralisasi ke sistem

desentralisasi yaitu penyerahan urusan pemerintahan pusat kepada pemerintahan

daerah yang bersifat operasional dalam rangka sistem birokrasi pemerintahan. Tujuan

otonomi adalah untuk mencapai efektifitas dan efisiensi dalam pelayanan publik.

Sedangkan tujuan yang dicapai dalam penyerahan urusan ini antara lain menumbuh

kembangkan daerah dalam berbagai bidang, meningkatkan pelayanan kepada

masyarakat dan meningkatkan daya saing daerah dalam proses pertumbuhan.2

Selanjutnya Sarundajang dalam buku karangan Juniarso Ridwan dan Achmad

Sodik yang berjudul Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik

mengartikan otonomi daerah merupakan :

a. Hak mengurus rumah tangganya sendiri bagi suatu daerah otonom, hak

tersebut bersumber dari wewenang pangkal dan urusan-urusan pemerintahan

(pusat) yang diserahkan kepada daerah.

b. Dalam kebebasan menjalankan hak mengurus dan mengatur rumah tangga

sendiri, daerah tidak dapat menjalankan hak dan wewenang otonominya itu di

luar batas-batas wilayah daerahnya.

2 HAW.Widjaya, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004, hlm 21-22

Page 4: BAB I, II, III

c. Daerah tidak boleh mencampuri hak mengatur dan mengurus rumah tangaga

daerah lain sesuai dengan wewenang pangkal dan urusan yang diserahkan

kepadanya.

d. Otonomi daerah tidak membawahi otonomi daerah lain.3

Otonomi daerah berbeda dengan kedaulatan karena kedaulatan menyangkut pada

kekuasaan tertinggi dalam suatu negara sedangkan otonomi daerah hanya meliputi

suatu daerah tertentu dalam suatu negara. Sistem pemerintahan otonomi daerah

mempunyai ciri atau batasan sebagai berikut :

a. Pemerintahan daerah yang berdiri sendiri

b. Melaksanakan hak, wewenang dan kewajiban pemerintahan sendiri

c. Melakukan pengaturan, pengurusan dari hak, wewenang dan kewajiban yang

menjadi tanggungjawabnya melalui peraturan yang dibentuk oleh daerah itu

sendiri

d. Peraturan yang menjadi landasan hukum urusan pemerintahan tidak boleh

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada di atasnya

Otonomi Daerah di Indonesia dilaksanakan dalam rangka desentralisasi di bidang

pemerintahan. Desentralisasi itu sendiri setidak-tidaknya mempunyai tiga tujuan.

Pertama, tujuan politik, yakni demokratisasi kehidupan berbangsa dan bernegara pada

tataran infrastruktur dan suprastruktur politik. Kedua, tujuan administrasi, yakni

3 Ibid, hlm 110

Page 5: BAB I, II, III

efektivitas dan efisiensi proses-proses administrasi pemerintahan sehingga pelayanan

kepada masyarakat menjadi lebih cepat, tepat, transparan serta murah. Ketiga, tujuan

sosial ekonomi, yakni meningkatnya taraf kesejahteraan masyarakat.4

Adanya otonomi daerah mewujudkan suatu daerah otonom dimana daerah

tersebut mempunyai hak untuk mengatur dan menjalankan rumah tangganya sendiri.

Indikator suatu daerah otonom melaksanakan urusannya sendiri adalah ia berhak

menjalankan urusan yang ruang lingkupnya atau dampaknya hanya di daerahnya saja

dan bukan berdampak nasional. Daerah dapat mengatur urusannya kecuali Pertahanan

dan Keamanan, Politik Luar Negeri, Peradilan atau Hukum, Agama dan Moneter

Munculnya Peraturan Presiden No. 27 tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu

Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal yang terilhami dari UU No. 25 tahun 2007

tentang Penanaman Modal merupakan salah satu bentuk urusan yang dapat diurus

oleh daerah yang menyebabkan setiap daerah membuat peraturan tersendiri untuk

mengakomodir Perpres ini kedalam peraturan daerahnya termasuk Banyumas yang

juga merupakan daerah Otonom yang mengakomodir Perpres No. 27 tahun 2009

kedalam Peraturan Bupati No. 10 tahun 2010 tentang Pendelegasian Kewenangan

Perizinan Kepada Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan

Kabupaten Banyumas.

4 Sadu Wasistiono, Esensi UU NO.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Bunga

Rampai), Jatinangor : Alqaprint, 2001, hlm 35

Page 6: BAB I, II, III

Munculnya Peraturan Bupati ini adalah untuk menjalankan kebijakan pelayanan

terpadu satu pintu yang telah diamanatkan oleh Peraturan Presiden No. 27 tahun 2009

tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal yang diharapkan

dapat menaikkan atau menambah jumlah investor yang ada di Kabupaten Banyumas

jika menggunakan pelayanan terpadu satu pintu khususnya di bidang perizinan. Hal

ini dapat mendatangkan permasalahannya tersendiri yaitu apakah Peraturan Bupati

Nomor 10 Tahun 2010 yang dibuat oleh Pemda Banyumas sudah sesuai dengan

Perpres Nomor 27 Tahun 2010 selaku peraturan yang mengamanatkan dibentuknya

peraturan pelaksanaan Perpres tersebut di setiap daerah otonom dan apakah Perpres

tersebut telah dilaksanakan oleh Pemda Banyumas secara benar atau tidak.

Hal itulah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian terhadap Perpres

Nomor 27 tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di bidang Penanaman

Modal dengan judul :”pendelegasian wewenang perizinan di Kabupaten Banyumas

(studi di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas)”

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas dapat diambil perumusan masalah

yaitu :

Bagaimanakah pendelegasian wewenang perizinan di Kabupaten Banyumas

(Studi di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas) ?

C. TUJUAN PENELITIAN

Page 7: BAB I, II, III

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah ingin mengetahui

bagaimana pendelegasian kewenangan perizinan yang diberikan oleh Pemerintahan

Daerah Banyumas kepada Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan

Banyumas sesuai dengan Peraturan Bupati Nomor 10 Tahun 2010.

D. KEGUNAAN PENELITIAN

Secara teoritis :

Diharapkan memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu hukum khususnya di

bidang Hukum Administrasi Negara mengenai pendelegasian kewenangan yang

dilakukan oleh Pemerintahan Daerah.

Secara Praktis :

Diharapkan dapat memberikan informasi dan dapat menambah pengetahuan

masyarakat Indonesia pada umumnya dan mahasiswa pada khususnya mengenai

Pendelegasian Kewenangan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Banyumas

kepada Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Banyumas.

Page 8: BAB I, II, III

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Hukum Administrasi Negara

Ilmu Hukum Administrasi Negara adalah suatu sistem dan merupakan salah

satu cabang Ilmu Hukum yang merupakan suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri.

Hukum administrasi negara adalah seperangkat peraturan yang memungkinkan

administrasi negara menjalankan fungsinya yang sekaligus juga melindungi warga

terhadap sikap tindak administrasi Negara dan melindungi administrasi Negara itu

sendiri.5 Hukum Administrasi Negara adalah hukum mengenai operasi dan

pengendalian daripada kekuasaan-kekuasaan administrasi atau pengawasan terhadap

penguasa-penguasa administrasi.6 Sedangkan pengertian Hukum Administrasi Negara

menurut Utrecht dalam bukunya yang berjudul Pengantar Hukum Adminstrasi

Negara Indonesia yang mendefinisikan HAN adalah sebagai menguji hubungan

hukum istimewa yang diadakan akan memungkinkan para pejabat (ambtsdrager)

administrasi Negara melakukan tugas mereka yang khusus. Dalam hukum

administrasi Negara terkandung dua aspek yaitu aturan-aturan hukum yang mengatur

dengan cara bagaimana alat-alat perlengkapan negara melakukan tugasnya dan

aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan antara alat perlengkapan administrasi

Negara dengan warganya.

5 Sjachran Basah, Perlindungan Hukum Terhadap Sikap-Tindak Administrasi Negara, Bandung : Alumni, 1992, hlm 46 S. Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1994, hlm 44

Page 9: BAB I, II, III

Hukum Administrasi Negara merupakan ilmu yang luas dan terdiri dari

beberapa unsur, antara lain :

a. Hukum Tata Pemerintahan yaitu hukum eksekutif atau hukum tata

pelaksana undang-undang yang menyangkut pengendalian penggunaan

kekuasaan publik (kekuasaan yang berasal dari kekuasaan negara)

b. Hukum Tata Usaha Negara yaitu hukum mengenai surat-menyurat, rahasia

dinas dan jabatan, registrasi, kearsipan dan dokumentasi, legalisasi,

pelaporan dan statistik, tata cara penyusunan dan penyimpanan berita

acara, pencatatan sipil, pencatatan NTR, publikasi, penerangan dan

penerbitan-penerbitan negara. Secara singkat dapat pula disebut Hukum

Birokrasi.

c. Hukum Administrasi dalam arti sempit yakni Hukum Tata Pengurusan

Rumah Tangga Negara baik intern maupun ekstern.

Rumah Tangga Negara adalah keseluruhan daripada hal-hal dan urusan-

urusan yang menjadi tugas, kewajiban dan fungsi negara sebagai suatu

badan organisasi sebagai suatu badan usaha.

Rumah Tangga Intern adalah yang menyangkut urusan intern instansi-

instansi administrasi negara seperti urusan personel dan kesejahteraan

pegawai negeri, urusan keuangan operasional sehari-hari, urusan materiil,

alat perlengkapan dan gedung-gedung serta perumahan, urusan

komunikasi dan transportasi intern dan sebagainya.

Page 10: BAB I, II, III

Rumah Tangga Ekstern adalah hal-hal dan urusan-urusan yang tadinya

diselenggarakan oleh masyarakat sendiri namun karena berbagai sebab

atau perhitungan dioper oleh negara melalui pembentukan dinas-dinas

(dinas kebersihan, dinas kesehatan, dinas sosial), lembaga-lembaga (balai

benih pertanian, lembaga penyakit mulut dan kuku ternak, lembaga

malaria dan sebagainya), BUMN (Badan Usaha Milik Negara seperti PN,

perum, perjan dan persero), serta BUMD (Badan Usaha Milik Daerah).

d. Hukum Administrasi Pembangunan yaitu mengatur penyelenggaraan

pembanguan.

e. Hukum Administrasi Lingkungan.7

B. Ruang Lingkup Hukum Administrasi Negara

Prajudi Atmosudirjo membagi HAN dalam dua bagian yaitu HAN

otonom dan HAN heteronom. HAN heteronom adalah hukum yang mengatur seluk

beluk organisasi dan fungsi administrasi Negara yang bersumber pada UUD, TAP

MPR dan UU sedangkan HAN otonom adalah hukum operasional yang diciptakan

pemerintah dan administrasi Negara. Sementara penulis HAN lain seperti A. M.

Donner membagi bidang HAN menjadi HAN umum dan khusus dimana HAN umum

berkaitan dengan peraturan-peraturan umum mengenai tindakan hukum dan

hubungan hukum administrasi atau peraturan-peraturan dan prinsip yang berlaku

untuk semua bidang hukum administrasi sedangkan HAN khusus adalah peraturan-

peraturan yang berkaitan dengan bidang-bidang tertentu. Negara-negara yang

7 Ibid

Page 11: BAB I, II, III

menganut sistem hukum kontinental mengakui bidang hukum administrasi umum dan

khusus dan ada persamaan dan perbedaan antara bidang hukum administrasi umum

dan khusus. Di Indonesia, hukum administrasi Negara khusus telah dihimpun dalam

Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia. Dapat dilihat bahwa

bidang hukum administrasi negara sangat luas sehingga tidak dapat ditentukan secara

jelas ruang lingkupnya. Disamping itu, bagi Negara kesatuan dengan sistem

desentralisasi terdapat juga hukum administasi daerah yaitu peraturan yang berkenaan

dengan administrasi daerah. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa hukum

administrasi Negara ialah hukum yang mencakup beberapa hal yaitu :

a. Perbuatan pemerintah baik pusat dan daerah dalam bidang publik.

b. Kewenangan pemerintah yang didalamnya mengatur mengenai dari mana,

dengan cara apa dan bagaimana pemerintah menggunakan kewenangannya.

Penggunaan kewenangan ini dituangkan dalam bentuk instrument hukum.

c. Akibat-akibat hukum yang lahir dari perbuatan atau penggunaan kewenangan

pemerintahan itu.

d. Penegakan hukum dan penerapan sanksi-sanksi dalam bidang pemerintahan.8

C. Konsepsi Otonomi Daerah

Otonomi daerah merupakan konsekuensi logis yang terjadi karena Negara kita

menganut asas desentralisasi dimana dengan adanya desentralisasi itu sendiri

melahirkan pemerintahan daerah yang bersifat otonom sesuai dengan amanat pasal 18

Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi :

8 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta : UII Press, 2003, hlm 33

Page 12: BAB I, II, III

(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan

daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,

kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan

undang-undang.

(2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas

pembantuan.

(3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui

pemilihan umum.

(4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah

daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.

(5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan

pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan

Pemerintah Pusat.

(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-

peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.

(7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam

undang-undang.

Page 13: BAB I, II, III

D. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom

Otonomi daerah menurut pasal 1 ayat (5) Undang-undang Nomor 32 tahun 2004

tentang Pemerintahan daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom

untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan

dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Hal ini didukung oleh pasal 18 Undang-undang Dasar tahun 1945 yang memberikan

keleluasaan kepada daerah untuk menjalankan otonomi yang luas, nyata dan

bertanggung jawab berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut ketentuan dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang

Pemerintahan daerah, dalam menyelenggarakan pemerintahan wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia dibagi dalam daerah-daerah otonom dan wilayah

administratif. Sebagaimana tercantum dalam interpretasi authentik pasal 1 ayat (6)

Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah, Daerah otonom

yang selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai

batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan

mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

Daerah dibentuk dengan memperhatikan syarat-syarat kemampuan ekonomi,

jumlah penduduk, luas daerah, pertahanan dan keamanan nasional dan syarat-syarat

lain yang memungkinkan melaksanakan pembangunan, pembinaan kestabilan politik

Page 14: BAB I, II, III

dan kesatuan bangsa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan

bertanggung jawab.9

E. Prinsip Otonomi Daerah

Prinsip pemberian otonomi daerah yang dapat dijadikan pedoman dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah tercantum dalam UU No. 32 Tahun 2004 yang

berupa :

1. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek

demokrasi. Keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.

2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada ekonomi luas, nyata, dan

bertanggung jawab.

3. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah

kabupaten dan daerah kota, sedang pada daerah propinsi merupakan otonomi

yang terbatas.

4. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi Negara sehingga

tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar-

daerah.

5. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandiriandaerah

otonom,dan karenanya dalam daerah kabupaten dan kota tidak ada lagi

wilayah administrasi. Demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang dibina

oleh pemerintah atau pihak lain, seperti badan otorita, kawasan pelabuhan,

9 Irawan, Soejito, Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Jakarta : PT Rineka Cipta, 1990, hlm 42

Page 15: BAB I, II, III

kawasan perumahan,kawasan industry, kawasan perkebunan, kawasan

pertambangan, kawasan kehutanan, kawasan perkotaan baru, kawasan

pariwisata, dan semacamnya belaku ketentuan peraturan daerah otonom.

6. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi

badan legislative daerah, baik fungsi legislative, fungsi pengawasan maupun

fungsi anggaran atas pnyelenggaraan pemerintahan daerah..

7. Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi dalam

kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan

pemerintahan tertentu yangdilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil

pemerintah.

Pelaksanaan asas tugas pembantuan juga dimungkinkan. Tidak hanya dari pemerintah

kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai

dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan

kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggung jawabkan kepada yang

menugaskan.

F. Teori Kewenangan

Menurut Kamus Bahasa Indonesia, kata kewenangan memiliki arti hak dan

kekuasaan yg dipunyai untuk melakukan sesuatu.10 Istilah kewenangan tidak dapat

disamakan dengan istilah urusan karena kewenangan dapat diartikan sebagai hak dan

atau kewajiban untuk menjalankan satu atau beberapa fungsi manajemen (pengaturan,

10 AA. Waskito, Kamus Praktis Bahasa Indonesia, Jakarta : Wahyu Media, 2009.

Page 16: BAB I, II, III

perencanaan, pengorganisasian, pengurusan dan pengawasan) atas suatu objek

tertentu yang ditangani oleh pemerintahan.11

Cheema dan Rondinelli dalam buku Decentralization in Developing Countries

: A Review of Recent Experience yang dikutip oleh Aggussalim mengatakan bahwa

kewenangan lebih tepat diartikan dengan authority sedangkan Hans Antlov dalam

bukunya Federation of Intent in Indonesia 1945-1949 menggunakan istilah power.

a. Kategori Pendelegasian Kewenangan

Delegated legislator diartikan sebagai pemberian dan pelimpahan kekuasaan

atau kewenangan dari suatu organ pemerintahan kepada pihak lain untuk mengambil

keputusan atas tanggung jawab sendiri. Kekuasaan dan kewenangan pemerintahan,

baik pada pemerintahan pusat maupun daerah dapat diperoleh melalui atribusi,

delegasi dan mandat. Pembentuk undang-undang menentukan suatu organ

pemerintahan berikut wewenangnya baik kepada organ yang sudah ada maupun yang

baru dibentuk.

Pendelegasian atau pelimpahan kewenangan yang dikenal di Indonesia terdiri

dari tiga bentuk yaitu pelimpahan kewenangan dengan atribusi, pelimpahan

kewenangan dengan delegasi dan pelimpahan kewenangan dengan mandat.

1. Teori Pendelegasian Kewenangan dengan Atribusi

Atribusi atau attributie mengandung arti pembagian. Atribusi

digambarkan sebagai pemberian kewenangan kepada suatu organ lain yang

11 Agussalim, Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum, Bogor : Ghalia Indonesia, 2007, hlm 95

Page 17: BAB I, II, III

menjalankan kewenangan itu atas nama dan menurut pendapatnya sendiri

tanpa ditunjuk untuk menjalankan kewenangannya itu. Atribusi kewenangan

itu terjadi apabila pendelegasian kekuasaan itu didasarkan pada amanat suatu

konstitusi dan dituangkan dalam suatu peraturan pemerintah tetapi tidak di

dahului oleh suatu pasal untuk diatur lebih lanjut.12

Menurut H.D Van Wijk yang dikutip oleh Aggussalim menyatakan

bahwa kekuasaan atau kewenangan pemerintah bersumber dari originale

legislator yang diartikan sebagai kekuasaan atau kewenangan yang bersumber

daripada pembuat undang-undang asli. Delegated legislator diartikan sebagai

pemberi dan pelimpahan kekuasaan atau kewenangan dari suatu organ

pemerintahan kepada pihak lain untuk mengambil keputusan atas tanggung

jawab sendiri 13

2. Teori Pendelegasian Kewenangan dengan Delegasi

Delegasi mengandung arti penyerahan wewenang dari pejabat yang

lebih tinggi kepada yang lebih rendah. Penyerahan ini tidak bisa dilakukan

tanpa adanya kekuatan hukum seperti undang-undang atau peraturan hukum

lainnya. Dengan adanya delegasi maka ada penyerahan wewenang dari badan

pemerintahan atau pejabat pemerintahan yang satu ke badan atau pejabat yang

lainnya yang lebih rendah kedudukannya.

12 Agussalim, Opcit hlm. 10213 Ibid

Page 18: BAB I, II, III

Dalam delegasi selalu dituntut adanya dasar hukum pemberian

delegasi karena untuk menarik kembali delegasi yang telah didelegasikan juga

diperlukan peraturan perundang-undangan yang sama seperti pemberian

delegasi itu ada.

Delegasi adalah penyerahan kewenangan oleh organ yang hingga saat

itu ditunjuk untuk menjalankannya kepada satu organ lain yang sejak saat itu

menjalankan kewenangan yang didelegasikan itu atas namanya dan menurut

pendapatnya sendiri. Atribusi digambarkan sebagai pemberian kewenangan

kepada suatu organ lain yang menjalankannya sebagai pemberian kewenangan

kepada suatu organ lain yang menjalankan kewenangan-kewenangan itu atas

nama dan menurut pendapatnya sendiri. Pada delegasi terjadi penyerahan

kewenangan dari pihak yang sendiri memang telah ditunjuk untuk

menjalannkan kewenangan itu sedangkan pada atribusi terjadi pemberian

kewenangan dari pihak sendiri yang tanpa di tunjuk untuk menjalankan

kewenangan itu.

3. Teori Pendelegasian Kewenangan dengan Mandat

Menurut Kamus Bahasa Indonesia, mandat memiliki arti perintah dan

tugas yang diberikan oleh pihak atasan. Menurut Heinrich yang dikutip dalam

buku Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum menyatakan bahwa

mandat dapat berupa opdracht (suruhan) pada suatu alat perlengkapan (organ)

untuk melaksanakan kompetensinya sendiri maupun tindakan hukum oleh

pemegang suatu wewenang memberikan kuasa penuh (volmacht) kepada

Page 19: BAB I, II, III

sesuatu subjek lain untuk melaksanakan kompetensi nama si pemberi mandat.

Jadi si penerima mandat bertindak atas nama orang lain.14

Pada mandat, tidak ada penciptaan atau penyerahan wewenang. Ciri

pokok mandat adalah suatu bentuk perwakilan. Mandataris berbuat atas nama

yang diwakili. Hanya saja pada mandat, pemberi mandat tetap berwenang

untuk menangani sendiri wewenangnya bila ia menginginkannya. Pemberi

mandat juga dapat memberi segala petujuk kepada mandataris yang dianggap

perlu. Pemberi mandat bertanggung jawab sepenuhnya atas keputusan yang

diambil berdasarkan mandat sehinga secara yuridis-formal bahwa mandataris

pada dasarnya bukan orang lain dari mandans. Selain kepada pegawai

bawahan, mandat dapat pula diberikan kepada organ atau pegawai bawahan

sesuai ketentuan hukum yang mengaturnya.15

b. Kriteria Pendelegasian Kewenangan

Untuk menghindari terjadinya kegagalan kebijakan mengenai pelimpahan

kewenangan tadi, maka beberapa kriteria dibawah ini perlu dipertimbangkan secara

seksama:

a. Dilihat dari lokus dan kepentingannya, kewenangan tersebut lebih banyak

dioperasionalisasikan di Kecamatan sehingga berhubungan erat dengan

kepentingan strategis Kecamatan yang bersangkutan.

Contoh: penanganan penyakit masyarakat seperti perjudian, PSK, dan lain-

lain

14 Ibid, hlm. 10615 Ibid, hlm. 107

Page 20: BAB I, II, III

b. Dilihat dari fungsi administratifnya, kewenangan tersebut lebih bersifat

rowing (pelaksanaan) dari pada steering (pengaturan), sehingga kurang tepat

jika terdapat campur tangan dari pemerintah Kabupaten/Kota.

Contoh: pemberian ijin IMB (untuk luas tertentu), administrasi kependudukan,

dan lain-lain.

c. Dilihat dari kebutuhan dasar masyarakat, kewenangan tadi benar-benar

dibutuhkan secara mendesak oleh masyarakat setempat.

Contoh: pelayanan sampah dan kebersihan, sanitasi dan kebutuhan air bersih,

pendidikan dasar khususnya yang berkaitan dengan pemberantasan 3 B (Buta

huruf, Buta aksara, dan Buta pendidikan dasar), dan lain-lain.

d. Dilihat dari efektivitas penyelenggaraan pemerintahan, suatu kewenangan

hampir tidak mungkin dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota karena alasan

keterbatasan sumber daya.

Contoh: perbaikan dan pemeliharaan jalan-jalan dan jembatan perintis,

pelayanan penyuluhan pertanian / KB, dan lain-lain.

e. Dilihat dari penggunaan teknologi, suatu kewenangan tidak membutuhkan

pemakaian teknologi tinggi atau menengah.

Contoh: pembinaan usaha kecil dan rumah tangga (small and micro business),

dan lain-lain.

f. Dilihat dari kapasitas, kecamatan memiliki kemampuan yang memadai untuk

melaksanakan kewenangan tersebut, baik dari aspek SDM, keuangan, maupun

sarana dan prasarana.16

G. Teori Tentang Perizinan

Salah satu bentuk dari kewenangan yang dimiliki oleh Daerah adalah

perizinan yang bertujuan untuk mengendalikan setiap perilaku atau kegiatan yang

dilakukan oleh individu atau golongan. Pengendalian melalui perizinan merupakan 16 http://www.geocities.ws/mas_tri/pelimpahan_kewenangan.pdf

Page 21: BAB I, II, III

pengendalian yang bersifat preventif yang merupakan usaha yang dilakukan untuk

mencegah terjadinya penyimpangan terhadap norma dan nilai sosial yang berlaku di

masyarakat dan dilakukan sebelum terjadinya penyimpangan dengan maksud untuk

melakukan pencegahan sedini mungkin guna menghindari kemungkinan terjadinya

tindakan penyimpangan.

Izin adalah perangkat hukum administrasi yang digunakan pemerintah untuk

mengendalikan warganya agar berjalan dengan teratur. Menurut Sjachran Basah, izin

adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang menghasilkan

peraturan dalam hal kontreo berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana

ditetapkan oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku.17 Menurut Ateng

Syarifudin, izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan dimana hal yang

dilarang menjadi boleh. Penolakan atas permohonan izin memerlukan perumusan

limitatif.18

F. BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN

KABUPATEN BANYUMAS

Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas

adalah Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan yang dimiliki oleh

Kabupaten Banyumas yang bertugas menyusun dan melaksanakan kebijakan teknis

operasional urusan pemerintahan daerah bidang penanaman modal dan pelayanan

perizinan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan serta menyelenggarakan

17 Sjachran Basah, Pencabutan Izin Sebagai Salah Satu Sanksi Hukum Administrasi Negara, Surabaya : FH UNAIR, 1995, hlm 4.

18 Juniarso Ridwan, Opcit hlm 92

Page 22: BAB I, II, III

penerbitan perizinan dan non perizinan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Badan ini dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang dibantu oleh Sekretariat, Bidang

Promosi dan Kerjasama, Bidang Perizinan, Bidang Pengembangan dan Pengendalian,

UPT dan Kelompok Jabatan Fungsional.

BAB III

Page 23: BAB I, II, III

METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan

metode pendekatan yuridis normatif, yaitu metode pendekatan yang menggunakan

konsep legal positif. Berdasarkan konsep ini, hukum dipandang identik dengan

norma-norma tertulis, yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau pejabat yang

berwenang dan meninjau hukum sebagai suatu sistem normatif yang otonom,

mandiri, tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat nyata 19.

B. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian dalam penelitian ini adalah menggunakan spesifikasi

penelitian deskriptif , yaitu suatu penelitian yang menggambarkan keadaan atau

gejala dari obyek yang diteliti dengan keyakinan-keyakinan tertentu yang didasarkan

atas peraturan perundang-undangan yang ada, dan kemudian mengambil kesimpulan

dari bahan-bahan tentang obyek masalah yang akan diteliti dengan keyakinan-

keyakinan tertentu.

C. Lokasi Penelitian

19 Soemitro, Ronny Hanitijo, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta : Alumni, 1988, hlm 13-14.

Page 24: BAB I, II, III

Lokasi penelitian ini bertempat di Badan Penanaman Modal dan Perizianan

Banyumas.

D. Sumber Data

Pada penelitian normatif, bahan pustaka merupakan data dasar dimana dalam

penelitian ini penulis mengumpulkan bahan primer, bahan sekunder, dan bahan

hukum tersier yang merupakan data sekunder.20 Selain itu juga ada wawancara

dengan Badan Penanaman Modal dan Pelayan Perizinan untuk mendapatkan

informasi yang akan diteliti. Dalam hal ini data sekunder dibagi menjadi tiga bagian,

yakni:

a. Bahan hukum primer, yakni bahan hukum yang terdiri atas peraturan

perundang-undangan yang diurut berdasarkan hierarki Undang-Undang Dasar

1945, Undang-Undang (UU) atau Peraturan Pengganti Undang-Undang

(Perpu), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan

Daerah (Perda) ;

b. Bahan hukum sekunder, yakni bahan hukum yang terdiri atas buku-buku teks

(textbook) yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh, jurnal-jurnal

hukum, kasus-kasus hukum, yurisprudensi, dan hasil-hasil simposium mutkhir

yang berkaitan denga topik penelitian ;

20 Soerdjono, Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta : PT. Rajagrafindo, 2007, hlm 37.

Page 25: BAB I, II, III

c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti

kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.21

E. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, bahan sekunder diperoleh dengan melakukan

inventarisasi peraturan–peraturan, ketentuan-ketentuan, dan literatur yang

memberikan pengaturan dan penjelasan mengenai pelaksanaan pendelegasian

kewenangan. Selain itu metode pengumpulan bahan hukum yang digunakan juga

berupa studi kepustakaan, internet browsing, telaah artikel ilmiah, telaah karya ilmiah

sarjana dan studi dokumen, termasuk di dalamnya karya tulis ilmiah maupun jurnal

surat kabar yang memberikan informasi bagi terbentuknya karya tulis ini.

F. Metode Analisis Data

Bahan hukum yang telah diperoleh dan diinventarisir akan dianalisis secara

kualitatif, yaitu analisis yang dilakukan dengan memahami dan merangkai bahan

hukum yang telah dikumpulkan dan disusun secara sistematis yang akhirnya akan

ditarik kesimpulan pada karya tulis ini. Analisis yang digunakan dalam karya tulis ini

menggunakan metode sistematis atau dogmatis dimana adanya peraturan hukum yang

saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya yang berhubungan erat dan tidak

dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya.

21 Soerdjono, Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press 1981, hlm 296.

Page 26: BAB I, II, III

G. Metode Penyajian Data

Deskriptif analitis diuraikan atau disajikan secara sistematis. Untuk bahan

hukum sekunder akan disajikan sesuai dengan kebutuhan analisis namun tidak

menghilangkan maksud yang terkandung dalam bahan hukum tersebut. Penyajian

bahan ini dapat ditempatkan pada seluruh bab maupun sub bab pada karya tulis ini

sesuai dengan relevansinya pada hal yang sedang dibicarakan.