BAB I, II, III
-
Upload
kurniawan-tri-wibowo -
Category
Documents
-
view
149 -
download
2
Transcript of BAB I, II, III
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Negara adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan. Pada konteks Negara
Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang
mengidentifikasikan Negara Indonesia sebagai Negara hukum yang bertujuan
mewujudkan kesejahteraan umum. Setiap kegiatan disamping harus diorientasikan
pada tujuan yang hendak dicapai juga harus berdasarkan pada hukum yang berlaku
sebagai aturan kegiatan kenegaraan, pemerintahan dan kemasyarakatan.
Dalam Negara hukum modern pemerintah memiliki tugas dan wewenang dimana
pemerintah tidak hanya menjaga keamanan dan ketertiban (rust en order) tetapi juga
mengupayakan kesejahteraan umum (bestuurszorg). Tugas dan kewenangan
pemerintah adalah untuk menjaga ketertiban dan keamanan dimana tugas ini
merupakan tugas yang masih dipertahankan. Untuk melaksanakan tugas ini
pemerintah mempunyai wewenang dalam bidang pengaturan (regelen atau besluiten
van algemeen strekking) yang berbentuk ketetapan (beschikking). Sesuai dengan sifat
ketetapan yaitu konkrit, individual dan final maka ketetapan merupakan ujung
tombak instrument hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan. Salah satu wujud
dari ketetapan adalah izin dimana izin merupakan instrument yuridis yang digunakan
pemerintah untuk mengatur masyarakatnya dalam menyelenggarakan pemerintahan.
Tujuan yang hendak dicapai dalam rangka penyerahan urusan pemerintahan
ditunjukkan dengan antara lain menumbuhkembangkan penanganan urusan dalam
berbagai bidang, meningkatkan daya saing daerah dalam proses pertumbuhan melalui
efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
Peranan administrasi Negara dalam mewujudkan pelayanan kepada masyarakat
menumbuhkan kemandirian daerah dan sebagai pengambil kebijakan untuk
menentukan strategi pengelolaan pemerintahan dalam rangka penyelenggaraan
otonomi daerah, memiliki peranan yang sangat strategis. Bagi aparat pemerintahan
daerah (Pemda) yang memiliki tugas dalam pengelolaan pemerintahan daerah.
Substansi otonomi daerah sangat penting karena reformasi dalam sistem
pemerintahan di daerah tentang pembangunan ekonomi dapat dilihat dalam aspek
sistem pengaturan kebijakan, politik dan keuangan yang menjadi tanggung jawab
pemerintah kota dan kabupaten.1
Otonomi daerah berperan penting dalam pembagian wewenang yang dilakukan
oleh Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah yang kemudian didistribusikan lagi
kepada instansi yang mempunyai wewenang untuk itu. Dalam Pasal 1 ayat (5) UU
No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menegaskan tentang
pengertian otonomi daerah yaitu :
1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, Bandung : Nuansa, 2009, hlm 13
Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan.
Didalam otonomi daerah ada peralihan dari sistem sentralisasi ke sistem
desentralisasi yaitu penyerahan urusan pemerintahan pusat kepada pemerintahan
daerah yang bersifat operasional dalam rangka sistem birokrasi pemerintahan. Tujuan
otonomi adalah untuk mencapai efektifitas dan efisiensi dalam pelayanan publik.
Sedangkan tujuan yang dicapai dalam penyerahan urusan ini antara lain menumbuh
kembangkan daerah dalam berbagai bidang, meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dan meningkatkan daya saing daerah dalam proses pertumbuhan.2
Selanjutnya Sarundajang dalam buku karangan Juniarso Ridwan dan Achmad
Sodik yang berjudul Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik
mengartikan otonomi daerah merupakan :
a. Hak mengurus rumah tangganya sendiri bagi suatu daerah otonom, hak
tersebut bersumber dari wewenang pangkal dan urusan-urusan pemerintahan
(pusat) yang diserahkan kepada daerah.
b. Dalam kebebasan menjalankan hak mengurus dan mengatur rumah tangga
sendiri, daerah tidak dapat menjalankan hak dan wewenang otonominya itu di
luar batas-batas wilayah daerahnya.
2 HAW.Widjaya, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004, hlm 21-22
c. Daerah tidak boleh mencampuri hak mengatur dan mengurus rumah tangaga
daerah lain sesuai dengan wewenang pangkal dan urusan yang diserahkan
kepadanya.
d. Otonomi daerah tidak membawahi otonomi daerah lain.3
Otonomi daerah berbeda dengan kedaulatan karena kedaulatan menyangkut pada
kekuasaan tertinggi dalam suatu negara sedangkan otonomi daerah hanya meliputi
suatu daerah tertentu dalam suatu negara. Sistem pemerintahan otonomi daerah
mempunyai ciri atau batasan sebagai berikut :
a. Pemerintahan daerah yang berdiri sendiri
b. Melaksanakan hak, wewenang dan kewajiban pemerintahan sendiri
c. Melakukan pengaturan, pengurusan dari hak, wewenang dan kewajiban yang
menjadi tanggungjawabnya melalui peraturan yang dibentuk oleh daerah itu
sendiri
d. Peraturan yang menjadi landasan hukum urusan pemerintahan tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada di atasnya
Otonomi Daerah di Indonesia dilaksanakan dalam rangka desentralisasi di bidang
pemerintahan. Desentralisasi itu sendiri setidak-tidaknya mempunyai tiga tujuan.
Pertama, tujuan politik, yakni demokratisasi kehidupan berbangsa dan bernegara pada
tataran infrastruktur dan suprastruktur politik. Kedua, tujuan administrasi, yakni
3 Ibid, hlm 110
efektivitas dan efisiensi proses-proses administrasi pemerintahan sehingga pelayanan
kepada masyarakat menjadi lebih cepat, tepat, transparan serta murah. Ketiga, tujuan
sosial ekonomi, yakni meningkatnya taraf kesejahteraan masyarakat.4
Adanya otonomi daerah mewujudkan suatu daerah otonom dimana daerah
tersebut mempunyai hak untuk mengatur dan menjalankan rumah tangganya sendiri.
Indikator suatu daerah otonom melaksanakan urusannya sendiri adalah ia berhak
menjalankan urusan yang ruang lingkupnya atau dampaknya hanya di daerahnya saja
dan bukan berdampak nasional. Daerah dapat mengatur urusannya kecuali Pertahanan
dan Keamanan, Politik Luar Negeri, Peradilan atau Hukum, Agama dan Moneter
Munculnya Peraturan Presiden No. 27 tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu
Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal yang terilhami dari UU No. 25 tahun 2007
tentang Penanaman Modal merupakan salah satu bentuk urusan yang dapat diurus
oleh daerah yang menyebabkan setiap daerah membuat peraturan tersendiri untuk
mengakomodir Perpres ini kedalam peraturan daerahnya termasuk Banyumas yang
juga merupakan daerah Otonom yang mengakomodir Perpres No. 27 tahun 2009
kedalam Peraturan Bupati No. 10 tahun 2010 tentang Pendelegasian Kewenangan
Perizinan Kepada Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan
Kabupaten Banyumas.
4 Sadu Wasistiono, Esensi UU NO.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Bunga
Rampai), Jatinangor : Alqaprint, 2001, hlm 35
Munculnya Peraturan Bupati ini adalah untuk menjalankan kebijakan pelayanan
terpadu satu pintu yang telah diamanatkan oleh Peraturan Presiden No. 27 tahun 2009
tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal yang diharapkan
dapat menaikkan atau menambah jumlah investor yang ada di Kabupaten Banyumas
jika menggunakan pelayanan terpadu satu pintu khususnya di bidang perizinan. Hal
ini dapat mendatangkan permasalahannya tersendiri yaitu apakah Peraturan Bupati
Nomor 10 Tahun 2010 yang dibuat oleh Pemda Banyumas sudah sesuai dengan
Perpres Nomor 27 Tahun 2010 selaku peraturan yang mengamanatkan dibentuknya
peraturan pelaksanaan Perpres tersebut di setiap daerah otonom dan apakah Perpres
tersebut telah dilaksanakan oleh Pemda Banyumas secara benar atau tidak.
Hal itulah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian terhadap Perpres
Nomor 27 tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di bidang Penanaman
Modal dengan judul :”pendelegasian wewenang perizinan di Kabupaten Banyumas
(studi di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas)”
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas dapat diambil perumusan masalah
yaitu :
Bagaimanakah pendelegasian wewenang perizinan di Kabupaten Banyumas
(Studi di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas) ?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah ingin mengetahui
bagaimana pendelegasian kewenangan perizinan yang diberikan oleh Pemerintahan
Daerah Banyumas kepada Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan
Banyumas sesuai dengan Peraturan Bupati Nomor 10 Tahun 2010.
D. KEGUNAAN PENELITIAN
Secara teoritis :
Diharapkan memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu hukum khususnya di
bidang Hukum Administrasi Negara mengenai pendelegasian kewenangan yang
dilakukan oleh Pemerintahan Daerah.
Secara Praktis :
Diharapkan dapat memberikan informasi dan dapat menambah pengetahuan
masyarakat Indonesia pada umumnya dan mahasiswa pada khususnya mengenai
Pendelegasian Kewenangan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Banyumas
kepada Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Banyumas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Hukum Administrasi Negara
Ilmu Hukum Administrasi Negara adalah suatu sistem dan merupakan salah
satu cabang Ilmu Hukum yang merupakan suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri.
Hukum administrasi negara adalah seperangkat peraturan yang memungkinkan
administrasi negara menjalankan fungsinya yang sekaligus juga melindungi warga
terhadap sikap tindak administrasi Negara dan melindungi administrasi Negara itu
sendiri.5 Hukum Administrasi Negara adalah hukum mengenai operasi dan
pengendalian daripada kekuasaan-kekuasaan administrasi atau pengawasan terhadap
penguasa-penguasa administrasi.6 Sedangkan pengertian Hukum Administrasi Negara
menurut Utrecht dalam bukunya yang berjudul Pengantar Hukum Adminstrasi
Negara Indonesia yang mendefinisikan HAN adalah sebagai menguji hubungan
hukum istimewa yang diadakan akan memungkinkan para pejabat (ambtsdrager)
administrasi Negara melakukan tugas mereka yang khusus. Dalam hukum
administrasi Negara terkandung dua aspek yaitu aturan-aturan hukum yang mengatur
dengan cara bagaimana alat-alat perlengkapan negara melakukan tugasnya dan
aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan antara alat perlengkapan administrasi
Negara dengan warganya.
5 Sjachran Basah, Perlindungan Hukum Terhadap Sikap-Tindak Administrasi Negara, Bandung : Alumni, 1992, hlm 46 S. Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1994, hlm 44
Hukum Administrasi Negara merupakan ilmu yang luas dan terdiri dari
beberapa unsur, antara lain :
a. Hukum Tata Pemerintahan yaitu hukum eksekutif atau hukum tata
pelaksana undang-undang yang menyangkut pengendalian penggunaan
kekuasaan publik (kekuasaan yang berasal dari kekuasaan negara)
b. Hukum Tata Usaha Negara yaitu hukum mengenai surat-menyurat, rahasia
dinas dan jabatan, registrasi, kearsipan dan dokumentasi, legalisasi,
pelaporan dan statistik, tata cara penyusunan dan penyimpanan berita
acara, pencatatan sipil, pencatatan NTR, publikasi, penerangan dan
penerbitan-penerbitan negara. Secara singkat dapat pula disebut Hukum
Birokrasi.
c. Hukum Administrasi dalam arti sempit yakni Hukum Tata Pengurusan
Rumah Tangga Negara baik intern maupun ekstern.
Rumah Tangga Negara adalah keseluruhan daripada hal-hal dan urusan-
urusan yang menjadi tugas, kewajiban dan fungsi negara sebagai suatu
badan organisasi sebagai suatu badan usaha.
Rumah Tangga Intern adalah yang menyangkut urusan intern instansi-
instansi administrasi negara seperti urusan personel dan kesejahteraan
pegawai negeri, urusan keuangan operasional sehari-hari, urusan materiil,
alat perlengkapan dan gedung-gedung serta perumahan, urusan
komunikasi dan transportasi intern dan sebagainya.
Rumah Tangga Ekstern adalah hal-hal dan urusan-urusan yang tadinya
diselenggarakan oleh masyarakat sendiri namun karena berbagai sebab
atau perhitungan dioper oleh negara melalui pembentukan dinas-dinas
(dinas kebersihan, dinas kesehatan, dinas sosial), lembaga-lembaga (balai
benih pertanian, lembaga penyakit mulut dan kuku ternak, lembaga
malaria dan sebagainya), BUMN (Badan Usaha Milik Negara seperti PN,
perum, perjan dan persero), serta BUMD (Badan Usaha Milik Daerah).
d. Hukum Administrasi Pembangunan yaitu mengatur penyelenggaraan
pembanguan.
e. Hukum Administrasi Lingkungan.7
B. Ruang Lingkup Hukum Administrasi Negara
Prajudi Atmosudirjo membagi HAN dalam dua bagian yaitu HAN
otonom dan HAN heteronom. HAN heteronom adalah hukum yang mengatur seluk
beluk organisasi dan fungsi administrasi Negara yang bersumber pada UUD, TAP
MPR dan UU sedangkan HAN otonom adalah hukum operasional yang diciptakan
pemerintah dan administrasi Negara. Sementara penulis HAN lain seperti A. M.
Donner membagi bidang HAN menjadi HAN umum dan khusus dimana HAN umum
berkaitan dengan peraturan-peraturan umum mengenai tindakan hukum dan
hubungan hukum administrasi atau peraturan-peraturan dan prinsip yang berlaku
untuk semua bidang hukum administrasi sedangkan HAN khusus adalah peraturan-
peraturan yang berkaitan dengan bidang-bidang tertentu. Negara-negara yang
7 Ibid
menganut sistem hukum kontinental mengakui bidang hukum administrasi umum dan
khusus dan ada persamaan dan perbedaan antara bidang hukum administrasi umum
dan khusus. Di Indonesia, hukum administrasi Negara khusus telah dihimpun dalam
Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia. Dapat dilihat bahwa
bidang hukum administrasi negara sangat luas sehingga tidak dapat ditentukan secara
jelas ruang lingkupnya. Disamping itu, bagi Negara kesatuan dengan sistem
desentralisasi terdapat juga hukum administasi daerah yaitu peraturan yang berkenaan
dengan administrasi daerah. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa hukum
administrasi Negara ialah hukum yang mencakup beberapa hal yaitu :
a. Perbuatan pemerintah baik pusat dan daerah dalam bidang publik.
b. Kewenangan pemerintah yang didalamnya mengatur mengenai dari mana,
dengan cara apa dan bagaimana pemerintah menggunakan kewenangannya.
Penggunaan kewenangan ini dituangkan dalam bentuk instrument hukum.
c. Akibat-akibat hukum yang lahir dari perbuatan atau penggunaan kewenangan
pemerintahan itu.
d. Penegakan hukum dan penerapan sanksi-sanksi dalam bidang pemerintahan.8
C. Konsepsi Otonomi Daerah
Otonomi daerah merupakan konsekuensi logis yang terjadi karena Negara kita
menganut asas desentralisasi dimana dengan adanya desentralisasi itu sendiri
melahirkan pemerintahan daerah yang bersifat otonom sesuai dengan amanat pasal 18
Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi :
8 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta : UII Press, 2003, hlm 33
(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan
daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan
undang-undang.
(2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan.
(3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui
pemilihan umum.
(4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah
daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
(5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan
Pemerintah Pusat.
(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-
peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
(7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam
undang-undang.
D. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom
Otonomi daerah menurut pasal 1 ayat (5) Undang-undang Nomor 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Hal ini didukung oleh pasal 18 Undang-undang Dasar tahun 1945 yang memberikan
keleluasaan kepada daerah untuk menjalankan otonomi yang luas, nyata dan
bertanggung jawab berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut ketentuan dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan daerah, dalam menyelenggarakan pemerintahan wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi dalam daerah-daerah otonom dan wilayah
administratif. Sebagaimana tercantum dalam interpretasi authentik pasal 1 ayat (6)
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah, Daerah otonom
yang selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Daerah dibentuk dengan memperhatikan syarat-syarat kemampuan ekonomi,
jumlah penduduk, luas daerah, pertahanan dan keamanan nasional dan syarat-syarat
lain yang memungkinkan melaksanakan pembangunan, pembinaan kestabilan politik
dan kesatuan bangsa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan
bertanggung jawab.9
E. Prinsip Otonomi Daerah
Prinsip pemberian otonomi daerah yang dapat dijadikan pedoman dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah tercantum dalam UU No. 32 Tahun 2004 yang
berupa :
1. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek
demokrasi. Keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.
2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada ekonomi luas, nyata, dan
bertanggung jawab.
3. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah
kabupaten dan daerah kota, sedang pada daerah propinsi merupakan otonomi
yang terbatas.
4. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi Negara sehingga
tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar-
daerah.
5. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandiriandaerah
otonom,dan karenanya dalam daerah kabupaten dan kota tidak ada lagi
wilayah administrasi. Demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang dibina
oleh pemerintah atau pihak lain, seperti badan otorita, kawasan pelabuhan,
9 Irawan, Soejito, Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Jakarta : PT Rineka Cipta, 1990, hlm 42
kawasan perumahan,kawasan industry, kawasan perkebunan, kawasan
pertambangan, kawasan kehutanan, kawasan perkotaan baru, kawasan
pariwisata, dan semacamnya belaku ketentuan peraturan daerah otonom.
6. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi
badan legislative daerah, baik fungsi legislative, fungsi pengawasan maupun
fungsi anggaran atas pnyelenggaraan pemerintahan daerah..
7. Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi dalam
kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan
pemerintahan tertentu yangdilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil
pemerintah.
Pelaksanaan asas tugas pembantuan juga dimungkinkan. Tidak hanya dari pemerintah
kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai
dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan
kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggung jawabkan kepada yang
menugaskan.
F. Teori Kewenangan
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, kata kewenangan memiliki arti hak dan
kekuasaan yg dipunyai untuk melakukan sesuatu.10 Istilah kewenangan tidak dapat
disamakan dengan istilah urusan karena kewenangan dapat diartikan sebagai hak dan
atau kewajiban untuk menjalankan satu atau beberapa fungsi manajemen (pengaturan,
10 AA. Waskito, Kamus Praktis Bahasa Indonesia, Jakarta : Wahyu Media, 2009.
perencanaan, pengorganisasian, pengurusan dan pengawasan) atas suatu objek
tertentu yang ditangani oleh pemerintahan.11
Cheema dan Rondinelli dalam buku Decentralization in Developing Countries
: A Review of Recent Experience yang dikutip oleh Aggussalim mengatakan bahwa
kewenangan lebih tepat diartikan dengan authority sedangkan Hans Antlov dalam
bukunya Federation of Intent in Indonesia 1945-1949 menggunakan istilah power.
a. Kategori Pendelegasian Kewenangan
Delegated legislator diartikan sebagai pemberian dan pelimpahan kekuasaan
atau kewenangan dari suatu organ pemerintahan kepada pihak lain untuk mengambil
keputusan atas tanggung jawab sendiri. Kekuasaan dan kewenangan pemerintahan,
baik pada pemerintahan pusat maupun daerah dapat diperoleh melalui atribusi,
delegasi dan mandat. Pembentuk undang-undang menentukan suatu organ
pemerintahan berikut wewenangnya baik kepada organ yang sudah ada maupun yang
baru dibentuk.
Pendelegasian atau pelimpahan kewenangan yang dikenal di Indonesia terdiri
dari tiga bentuk yaitu pelimpahan kewenangan dengan atribusi, pelimpahan
kewenangan dengan delegasi dan pelimpahan kewenangan dengan mandat.
1. Teori Pendelegasian Kewenangan dengan Atribusi
Atribusi atau attributie mengandung arti pembagian. Atribusi
digambarkan sebagai pemberian kewenangan kepada suatu organ lain yang
11 Agussalim, Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum, Bogor : Ghalia Indonesia, 2007, hlm 95
menjalankan kewenangan itu atas nama dan menurut pendapatnya sendiri
tanpa ditunjuk untuk menjalankan kewenangannya itu. Atribusi kewenangan
itu terjadi apabila pendelegasian kekuasaan itu didasarkan pada amanat suatu
konstitusi dan dituangkan dalam suatu peraturan pemerintah tetapi tidak di
dahului oleh suatu pasal untuk diatur lebih lanjut.12
Menurut H.D Van Wijk yang dikutip oleh Aggussalim menyatakan
bahwa kekuasaan atau kewenangan pemerintah bersumber dari originale
legislator yang diartikan sebagai kekuasaan atau kewenangan yang bersumber
daripada pembuat undang-undang asli. Delegated legislator diartikan sebagai
pemberi dan pelimpahan kekuasaan atau kewenangan dari suatu organ
pemerintahan kepada pihak lain untuk mengambil keputusan atas tanggung
jawab sendiri 13
2. Teori Pendelegasian Kewenangan dengan Delegasi
Delegasi mengandung arti penyerahan wewenang dari pejabat yang
lebih tinggi kepada yang lebih rendah. Penyerahan ini tidak bisa dilakukan
tanpa adanya kekuatan hukum seperti undang-undang atau peraturan hukum
lainnya. Dengan adanya delegasi maka ada penyerahan wewenang dari badan
pemerintahan atau pejabat pemerintahan yang satu ke badan atau pejabat yang
lainnya yang lebih rendah kedudukannya.
12 Agussalim, Opcit hlm. 10213 Ibid
Dalam delegasi selalu dituntut adanya dasar hukum pemberian
delegasi karena untuk menarik kembali delegasi yang telah didelegasikan juga
diperlukan peraturan perundang-undangan yang sama seperti pemberian
delegasi itu ada.
Delegasi adalah penyerahan kewenangan oleh organ yang hingga saat
itu ditunjuk untuk menjalankannya kepada satu organ lain yang sejak saat itu
menjalankan kewenangan yang didelegasikan itu atas namanya dan menurut
pendapatnya sendiri. Atribusi digambarkan sebagai pemberian kewenangan
kepada suatu organ lain yang menjalankannya sebagai pemberian kewenangan
kepada suatu organ lain yang menjalankan kewenangan-kewenangan itu atas
nama dan menurut pendapatnya sendiri. Pada delegasi terjadi penyerahan
kewenangan dari pihak yang sendiri memang telah ditunjuk untuk
menjalannkan kewenangan itu sedangkan pada atribusi terjadi pemberian
kewenangan dari pihak sendiri yang tanpa di tunjuk untuk menjalankan
kewenangan itu.
3. Teori Pendelegasian Kewenangan dengan Mandat
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, mandat memiliki arti perintah dan
tugas yang diberikan oleh pihak atasan. Menurut Heinrich yang dikutip dalam
buku Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum menyatakan bahwa
mandat dapat berupa opdracht (suruhan) pada suatu alat perlengkapan (organ)
untuk melaksanakan kompetensinya sendiri maupun tindakan hukum oleh
pemegang suatu wewenang memberikan kuasa penuh (volmacht) kepada
sesuatu subjek lain untuk melaksanakan kompetensi nama si pemberi mandat.
Jadi si penerima mandat bertindak atas nama orang lain.14
Pada mandat, tidak ada penciptaan atau penyerahan wewenang. Ciri
pokok mandat adalah suatu bentuk perwakilan. Mandataris berbuat atas nama
yang diwakili. Hanya saja pada mandat, pemberi mandat tetap berwenang
untuk menangani sendiri wewenangnya bila ia menginginkannya. Pemberi
mandat juga dapat memberi segala petujuk kepada mandataris yang dianggap
perlu. Pemberi mandat bertanggung jawab sepenuhnya atas keputusan yang
diambil berdasarkan mandat sehinga secara yuridis-formal bahwa mandataris
pada dasarnya bukan orang lain dari mandans. Selain kepada pegawai
bawahan, mandat dapat pula diberikan kepada organ atau pegawai bawahan
sesuai ketentuan hukum yang mengaturnya.15
b. Kriteria Pendelegasian Kewenangan
Untuk menghindari terjadinya kegagalan kebijakan mengenai pelimpahan
kewenangan tadi, maka beberapa kriteria dibawah ini perlu dipertimbangkan secara
seksama:
a. Dilihat dari lokus dan kepentingannya, kewenangan tersebut lebih banyak
dioperasionalisasikan di Kecamatan sehingga berhubungan erat dengan
kepentingan strategis Kecamatan yang bersangkutan.
Contoh: penanganan penyakit masyarakat seperti perjudian, PSK, dan lain-
lain
14 Ibid, hlm. 10615 Ibid, hlm. 107
b. Dilihat dari fungsi administratifnya, kewenangan tersebut lebih bersifat
rowing (pelaksanaan) dari pada steering (pengaturan), sehingga kurang tepat
jika terdapat campur tangan dari pemerintah Kabupaten/Kota.
Contoh: pemberian ijin IMB (untuk luas tertentu), administrasi kependudukan,
dan lain-lain.
c. Dilihat dari kebutuhan dasar masyarakat, kewenangan tadi benar-benar
dibutuhkan secara mendesak oleh masyarakat setempat.
Contoh: pelayanan sampah dan kebersihan, sanitasi dan kebutuhan air bersih,
pendidikan dasar khususnya yang berkaitan dengan pemberantasan 3 B (Buta
huruf, Buta aksara, dan Buta pendidikan dasar), dan lain-lain.
d. Dilihat dari efektivitas penyelenggaraan pemerintahan, suatu kewenangan
hampir tidak mungkin dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota karena alasan
keterbatasan sumber daya.
Contoh: perbaikan dan pemeliharaan jalan-jalan dan jembatan perintis,
pelayanan penyuluhan pertanian / KB, dan lain-lain.
e. Dilihat dari penggunaan teknologi, suatu kewenangan tidak membutuhkan
pemakaian teknologi tinggi atau menengah.
Contoh: pembinaan usaha kecil dan rumah tangga (small and micro business),
dan lain-lain.
f. Dilihat dari kapasitas, kecamatan memiliki kemampuan yang memadai untuk
melaksanakan kewenangan tersebut, baik dari aspek SDM, keuangan, maupun
sarana dan prasarana.16
G. Teori Tentang Perizinan
Salah satu bentuk dari kewenangan yang dimiliki oleh Daerah adalah
perizinan yang bertujuan untuk mengendalikan setiap perilaku atau kegiatan yang
dilakukan oleh individu atau golongan. Pengendalian melalui perizinan merupakan 16 http://www.geocities.ws/mas_tri/pelimpahan_kewenangan.pdf
pengendalian yang bersifat preventif yang merupakan usaha yang dilakukan untuk
mencegah terjadinya penyimpangan terhadap norma dan nilai sosial yang berlaku di
masyarakat dan dilakukan sebelum terjadinya penyimpangan dengan maksud untuk
melakukan pencegahan sedini mungkin guna menghindari kemungkinan terjadinya
tindakan penyimpangan.
Izin adalah perangkat hukum administrasi yang digunakan pemerintah untuk
mengendalikan warganya agar berjalan dengan teratur. Menurut Sjachran Basah, izin
adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang menghasilkan
peraturan dalam hal kontreo berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana
ditetapkan oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku.17 Menurut Ateng
Syarifudin, izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan dimana hal yang
dilarang menjadi boleh. Penolakan atas permohonan izin memerlukan perumusan
limitatif.18
F. BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN
KABUPATEN BANYUMAS
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas
adalah Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan yang dimiliki oleh
Kabupaten Banyumas yang bertugas menyusun dan melaksanakan kebijakan teknis
operasional urusan pemerintahan daerah bidang penanaman modal dan pelayanan
perizinan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan serta menyelenggarakan
17 Sjachran Basah, Pencabutan Izin Sebagai Salah Satu Sanksi Hukum Administrasi Negara, Surabaya : FH UNAIR, 1995, hlm 4.
18 Juniarso Ridwan, Opcit hlm 92
penerbitan perizinan dan non perizinan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Badan ini dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang dibantu oleh Sekretariat, Bidang
Promosi dan Kerjasama, Bidang Perizinan, Bidang Pengembangan dan Pengendalian,
UPT dan Kelompok Jabatan Fungsional.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan
metode pendekatan yuridis normatif, yaitu metode pendekatan yang menggunakan
konsep legal positif. Berdasarkan konsep ini, hukum dipandang identik dengan
norma-norma tertulis, yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau pejabat yang
berwenang dan meninjau hukum sebagai suatu sistem normatif yang otonom,
mandiri, tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat nyata 19.
B. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian dalam penelitian ini adalah menggunakan spesifikasi
penelitian deskriptif , yaitu suatu penelitian yang menggambarkan keadaan atau
gejala dari obyek yang diteliti dengan keyakinan-keyakinan tertentu yang didasarkan
atas peraturan perundang-undangan yang ada, dan kemudian mengambil kesimpulan
dari bahan-bahan tentang obyek masalah yang akan diteliti dengan keyakinan-
keyakinan tertentu.
C. Lokasi Penelitian
19 Soemitro, Ronny Hanitijo, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta : Alumni, 1988, hlm 13-14.
Lokasi penelitian ini bertempat di Badan Penanaman Modal dan Perizianan
Banyumas.
D. Sumber Data
Pada penelitian normatif, bahan pustaka merupakan data dasar dimana dalam
penelitian ini penulis mengumpulkan bahan primer, bahan sekunder, dan bahan
hukum tersier yang merupakan data sekunder.20 Selain itu juga ada wawancara
dengan Badan Penanaman Modal dan Pelayan Perizinan untuk mendapatkan
informasi yang akan diteliti. Dalam hal ini data sekunder dibagi menjadi tiga bagian,
yakni:
a. Bahan hukum primer, yakni bahan hukum yang terdiri atas peraturan
perundang-undangan yang diurut berdasarkan hierarki Undang-Undang Dasar
1945, Undang-Undang (UU) atau Peraturan Pengganti Undang-Undang
(Perpu), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan
Daerah (Perda) ;
b. Bahan hukum sekunder, yakni bahan hukum yang terdiri atas buku-buku teks
(textbook) yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh, jurnal-jurnal
hukum, kasus-kasus hukum, yurisprudensi, dan hasil-hasil simposium mutkhir
yang berkaitan denga topik penelitian ;
20 Soerdjono, Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta : PT. Rajagrafindo, 2007, hlm 37.
c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti
kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.21
E. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, bahan sekunder diperoleh dengan melakukan
inventarisasi peraturan–peraturan, ketentuan-ketentuan, dan literatur yang
memberikan pengaturan dan penjelasan mengenai pelaksanaan pendelegasian
kewenangan. Selain itu metode pengumpulan bahan hukum yang digunakan juga
berupa studi kepustakaan, internet browsing, telaah artikel ilmiah, telaah karya ilmiah
sarjana dan studi dokumen, termasuk di dalamnya karya tulis ilmiah maupun jurnal
surat kabar yang memberikan informasi bagi terbentuknya karya tulis ini.
F. Metode Analisis Data
Bahan hukum yang telah diperoleh dan diinventarisir akan dianalisis secara
kualitatif, yaitu analisis yang dilakukan dengan memahami dan merangkai bahan
hukum yang telah dikumpulkan dan disusun secara sistematis yang akhirnya akan
ditarik kesimpulan pada karya tulis ini. Analisis yang digunakan dalam karya tulis ini
menggunakan metode sistematis atau dogmatis dimana adanya peraturan hukum yang
saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya yang berhubungan erat dan tidak
dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya.
21 Soerdjono, Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press 1981, hlm 296.
G. Metode Penyajian Data
Deskriptif analitis diuraikan atau disajikan secara sistematis. Untuk bahan
hukum sekunder akan disajikan sesuai dengan kebutuhan analisis namun tidak
menghilangkan maksud yang terkandung dalam bahan hukum tersebut. Penyajian
bahan ini dapat ditempatkan pada seluruh bab maupun sub bab pada karya tulis ini
sesuai dengan relevansinya pada hal yang sedang dibicarakan.