BAB I full PAB

50
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan anestesi merupakan suatu tindakan kedokteran yang pada awalnya dibutuhkan untuk memungkinkan suatu tindakan operasi oleh ahli bedah dapat dilakukan. Oleh karenanya tindakan pemberian anestesi termasuk sebagai salah satu tindakan kedokteran yang berisiko tinggi, karena tujuannya adalah pasien dapat bebas dari rasa nyeri dan stres psikis serta pasien dapat pulih kembali pasca-operasi sesuai dengan derajat berat ringannya kerusakan yang dialami pasien. Adanya risiko yang tinggi tersebut menuntut adanya manajemen terhadap risiko tersebut agar pelayanan anestesi dapat berjalan aman, lancer dan sukses. Manajemen mengatasi kegawat daruratan tersebut menyebabkan dalam perkembangannya pelayanan anastesi bisa diberikan di Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Pelayanan Intensif, Instalasi Kamar Operasi Radiologi serta diruangan yang memerlukan sehingga kini disebut sebagai Anestesi dan Reanimasi. B. B. Tujuan Pedoman Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan di Rumah Sakit Prof. Dr. Soekandar dalam melakukan pelayanan anastesiologi. C. Ruang Lingkup Pelayanan Pelayanan anastesi diperlukan untuk : Menghilangkan nyeri pembedahan dan trauma. Menghilangkan nyeri akut lain: 1. Proses persalinan. 2. Proses diagnostik medik tertentu Menghilangkan nyeri kanker Menghilangkan nyeri kronis (iskemia) Menghilangkan rasa cemas pada anak 1

Transcript of BAB I full PAB

Page 1: BAB I full PAB

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan anestesi merupakan suatu tindakan kedokteran yang pada awalnya

dibutuhkan untuk memungkinkan suatu tindakan operasi oleh ahli bedah dapat dilakukan.

Oleh karenanya tindakan pemberian anestesi termasuk sebagai salah satu tindakan

kedokteran yang berisiko tinggi, karena tujuannya adalah pasien dapat bebas dari rasa

nyeri dan stres psikis serta pasien dapat pulih kembali pasca-operasi sesuai dengan

derajat berat ringannya kerusakan yang dialami pasien. Adanya risiko yang tinggi

tersebut menuntut adanya manajemen terhadap risiko tersebut agar pelayanan anestesi

dapat berjalan aman, lancer dan sukses.

Manajemen mengatasi kegawat daruratan tersebut menyebabkan dalam

perkembangannya pelayanan anastesi bisa diberikan di Instalasi Gawat Darurat, Instalasi

Pelayanan Intensif, Instalasi Kamar Operasi Radiologi serta diruangan yang memerlukan

sehingga kini disebut sebagai Anestesi dan Reanimasi.

B. B. Tujuan Pedoman

Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan di Rumah Sakit Prof. Dr. Soekandar

dalam melakukan pelayanan anastesiologi.

C. Ruang Lingkup Pelayanan

Pelayanan anastesi diperlukan untuk :

Menghilangkan nyeri pembedahan dan trauma.

Menghilangkan nyeri akut lain:

1. Proses persalinan.

2. Proses diagnostik medik tertentu

Menghilangkan nyeri kanker

Menghilangkan nyeri kronis (iskemia)

Menghilangkan rasa cemas pada anak

D. Batasan Operasional

Untuk membantu lebih mengarahkan pemahaman tentang isi bahasa buku ini,

perlu kami buatkan batasan istilah penting yang terkait dengan kerangka Pelayanan

Instalasi Kamar Operasi Rumah Sakit.

Batasan operasional berikut ini merupakan bataasan istilah, yang bersumber dari

buku Standart Pelayanan Kedokteran 2004.

1

Page 2: BAB I full PAB

1. Anastesi

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani: an-“tidak, tanpa” dan

aesthtos-“persepsi, kemampuan untuk merasa”), secara umum berarti suatu tindakan

menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya

yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh

Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846. Anestesi atau pembiusan adalah pengurangan

atau penghilangan sensasi nyeri untuk sementara, sehingga operasi atau prosedur lain

yang menyakitkan dapat dilakukan.

Jenis anestesi

a. Anestesi Lokal

Anestesi lokal adalah teknik untuk menghilangkan atau mengurangi sensasi di

bagian tubuh tertentu. Hal ini memungkinkan pasien untuk menjalani prosedur

pembedahan dan gigi tanpa rasa sakit yang mengganggu. Anestesi lokal dilakukan

dengan cara menginfiltrasi pada ujung saraf di lokasi yang akan diincisi.

b. Anestesi Regional

Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara

pada impuls saraf sensorik sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh diblokir untuk

sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya,

tetapi pasien tetap sadar. Anestesi regional dilakukan pada berkas saraf dekat medula

spinalis (plexus block) atau pada medulla spinalis (epidural block dan subarachnoid

block).

c. Anestesi Umum

Anestesi umum atau pembiusan umum adalah kondisi atau prosedur ketika pasien

menerima obat untuk amnesia, analgesia, melumpuhkan otot, dan sedasi. Anestesi umum

memungkinkan pasien untuk mentoleransi prosedur bedah yang dalam kondisi normal

akan menimbulkan sakit yang tak tertahankan, berisiko eksaserbasi fisiologis yang

ekstrim, dan menghasilkan kenangan yang tidak menyenangkan. Anestesi umum dapat

menggunakan agen intravena ( injeksi) atau hirup. Kombinasi dari agen anestesi yang

digunakan untuk anestesi umum membuat pasien tidak merespon rangsangan yang

menyakitkan, tidak dapat mengingat apa yang terjadi (amnesia), tidak dapat

mempertahankan proteksi jalan napas yang memadai dan/atau pernapasan spontan

sebagai akibat dari kelumpuhan otot dan perubahan kardiovaskuler.

2. Sedasi

Sedasi dapat didefinisikan sebagai penggunaan agen-agen farmakologik untuk

menghasilkan depresi tingkat kesadaran secara cukup sehingga menimbulkan rasa

mengantuk dan menghilangkan kecemasan tanpa kehilangan komunikasi verbal. The

American Society of Anesthesiologists menggunakan definisi berikut untuk sedasi :

2

Page 3: BAB I full PAB

Jenis Sedasi

Sedasi minimal 

Adalah suatu keadaan dimana selama terinduksi obat, pasien berespon normal terhadap

perintah verbal. Walaupun fungsi kognitif dan koordinasi terganggu, tetapi fungsi

kardiovaskuler dan ventilasi tidak dipengaruhi.

Sedasi sedang 

(sedasi sadar) adalah suatu keadaan depresi kesadaran setelah terinduksi obat di mana

pasien dapat berespon terhadap perintah verbal secara spontan atau setelah diikuti oleh

rangsangan taktil cahaya. Tidak diperlukan intervensi untuk menjaga jalan napas paten

dan ventilasi spontan masih adekuat. Fungsi kardiovaskuler biasanya dijaga.

Sedasi dalam

Adalah suatu keadaan di mana selama terjadi depresi kesadaran setelah terinduksi obat,

pasien sulit dibangunkan tapi akan berespon terhadap rangsangan berulang atau

rangsangan sakit. Kemampuan untuk mempertahankan fungsi ventilasi dapat terganggu

dan pasien dapat memerlukan bantuan untuk menjaga jalan napas paten. Fungsi

kardiovaskuler biasanya dijaga.

Dapat terjadi progresi dari sedasi minimal menjadi sedasi dalam di mana kontak verbal

dan refleks protektif hilang. Sedasi dalam dapat meningkat hingga sulit dibedakan dengan

anestesi umum, dimana pasien tidak dapat dibangunkan, dan diperlukan tingkat keahlian

yang lebih tinggi untuk penanganan pasien. Kemampuan pasien untuk menjaga jalan

napas paten sendiri merupakan salah satu karakteristik sedasi sedang atau sedasi sadar,

tetapi pada tingkat sedasi ini tidak dapat dipastikan bahwa refleks protektif masih baik.

Beberapa obat anestesi dapat digunakan dalam dosis kecil untuk menghasilkan efek

sedasi. Obat-obat sedative dapat menghasilkan efek anestesi jika diberikan dalam dosis

yang besar.

Terkait penggunaan sedasi

Penggunaan obat sedatif memerlukan keterampilan dan kehati-hatian, penting

karena bisa terjadinya progresi dari sedasi ringan menjadi anestesi umum. Dahulu obat-

obat sedatif digunakan melalui bolus intravena intermiten. Terdapat variasi yang cukup

besar dari respon individual terhadap dosis yang diberikan dan terdapat banyak keadaan

di mana praktisi medis tanpa pelatihan anestetik menggunakan sedatif. Teknologi terbaru

dalam pompa infus dengan kontrol mikroprosesor telah meningkatkan keamanan

penggunaan sedatif. Sistem patient-controlled analgesia telah diprogram untuk patient-

controlled sedation, biasanya untuk mempertahankan sedasi setelah dosis bolus awal

digunakan oleh dokter. Setelah sistem tersebut sepenuhnya terkontrol oleh pasien, dosis

rata-rata obat sedatif menurun sementara jarak pemberian meningkat.

3

Page 4: BAB I full PAB

Pada target-controlled infusion, pompa spuit telah diprogram dengan model

farmakokinetik obat dan didesain untuk mencapai konsentrasi plasma ‘target’ yang

diinginkan secepat mungkin, sesuai dengan berat badan pasien. Usia pasien juga

seharusnya diperhatikan di mana semakin tua usia pasien, semakin tinggi sensitivitas efek

obat-obat sedatif terhadap SSP. Karena terdapat variabilitas efek farmakodinamik obat,

operator dapat mengubah-ubah level target.

Pemakaian sedasi yang aman

Pemakaian sedasi yang aman bertujuan untuk membuat prosedur lebih aman dan

meminimalkan resiko terhadap pasien. Ketika sedasi digunakan di luar lingkungan

operasi, perlu dipastikan tersedianya fasilitas yang adekuat, peralatan, dan orang yang

berkompeten. Beberapa panduan pemakaian telah diperkenalkan untuk mengatasi hal ini.

Panduan terkait penggunaan sedasi untuk endoskopi GI, prosedur di bagian darurat,

prosedur pembedahan gigi, dan sedasi pada anak-anak merupakan beberapa tema yang

diangkat. Kelayakan pasien untuk menjalani prosedur dengan sedasi harus dievaluasi:

misalnya pasien dengan masalah jalan napas tidak boleh menggunakan prosedur ini.

Fasilitas harus tersedia untuk memonitor kondisi fisiologis seperti saturasi oksigen

arterial, dan individu yang melakukan prosedur tidak bertanggungjawab memonitor

kondisi pasien pada saat bersamaan. Seorang personel harus dilatih untuk dapat

mengenali, dan berkompetensi untuk menangani komplikasi kardiorespirasi, dan

peralatan resusitasi harus lengkap dan tersedia secepatnya.

OBAT-OBATAN SEDATIF

Kebanyakan obat-obatan sedatif dikategorikan dalam satu dari tiga kelompok

utama, yaitu: Benzodiazepin, neuroleptik dan agonis a2- adrenoseptor. Obat-obatan ini

lebih sering di klasifikasikan sebagai jenis anestesi intravena, terutama propofol dan

ketamin, juga digunakan sebagai obat sedatif dengan dosis subanestetik; farmakologi obat

ini telah dijelaskan pada bab 3. Anestesi inhalasi juga sering digunakan sebagai sedatif

dalam kadar subanestetik.

- Midazolam ( disiapkan dalam spuit 5cc dengan sediaan 1mg/cc ).

- Propofol ( disiapkan dalam spuit 10cc dengan sediaan 10mg/cc )

- Ketamin (disiapkan dalam spuit 10cc dengan sediaan 10mg/cc )

Golongan Narkotika

- Morfin (disiapkan dalam spuit 10cc dengan sediaan 1mg/cc )

- Pethidine (disiapkan dalam spuit 10cc dengan sediaan 10mg/cc )

4

Page 5: BAB I full PAB

- Fentanyl (disiapkan dalam spuit 10cc dengan sediaan 10mg/cc )

Golongan Inhalasi

- Isoflurane ( vaporizer diberi label berwarna ungu dicek isinya )

- Sevoflurane (vaporizer diberi label warna kuning dicek isinya )

- Halothane (vaporizer diberi label warna merah dicek isinya )

Obat Pelumpuh Otot

- Roculax (disiapkan dalam spuit 5cc dengan sediaan 10mg/cc )

- Atracurium (disiapkan dalam spuit 3cc dengan sediaan 10mg/cc )

Untuk keamanan, obat – obatan tersebut dimasukkan dalam spuit yang berbeda

ukurannya serta diberi label dan tanggal.

Anestesiologis

Anestesiologis adalah dokter spesialis yang melakukan anestesi. Dokter spesialis

anestesiologi selama pembedahan berperan memantau tanda-tanda vital pasien karena sewaktu-

waktu dapat terjadi perubahan yang memerlukan penanganan secepatnya. Rangkaian kegiatan

yang merupakan kegiatan sehari-hari dokter anestesi adalah:

1. Mempertahankan jalan napas

2. Memberi napas bantu.

3. Membantu kompresi jantung bila berhenti.

4. Membantu peredaran darah.

5. Mempertahankan kerja otak pasien.

E. Landasan Hukum

Sebagai acuan dasar pertimbangan dalam penyelengaraan Pelayanan instalasi kamar

operasi suatu bagian dari rumah sakit yaitu suatu Instalasi yang menpunyai staf khusus

dengan peralatan yang khusus pula. Oleh sebab itu penyelenggaraan instalasi kamar

operasi ini sesuai dengan :

1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 920/MenKes/Per/II/1986 tentang

Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Kesehatan.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.

3. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Departemen Kesehatan 2008.

4. Peraturan Menteri Kesehatan 1438/Menkes/Per/IX/2010 tentang Standar Pelayanan

Kedokteran.

5. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

1045/MENKES/PER/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Di Lingkungan

Departemen Kesehatan.

6. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

5

Page 6: BAB I full PAB

7. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

8. Peraturan Pemerintah 32 Tahun 1996, Tentang Tenaga Kesehatan.

9. Keputusan Menkes RI Nomor 148 Tentang Registrasi dan Praktik Perawat.

BAB II

STANDART KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia

Kualifikasi Sumber Daya Manusia Dan Instalasi Kamar Operasi Rumah Sakit Umum

SOEKANDAR Mojosari :

1. Dokter anastesi merupakan lulusan Dokter Spesialis Anastesi

2. Perawat anastesi memiliki pengalaman pelatihan asistan anastesi dan memiliki sertifikat

Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD), Basic Cardiac Life Support

(BCLS).

3. Perawat Ruang Sadar Pulih memiliki sertifikat Penanggulangan Penderita Gawat

Darurat (PPGD), Basic Cardiac Life Support (BCLS).

B. Distribusi Ketenagaan

1. Dokter Anastesi

Instalasi Kamar Operasi Rumah Sakit Soekandar Mojosari Memiliki Dokter Spesialis

Anastesi Purna Waktu.

Kewenangan Dokter Anastesi :

a. Melakukan Edukasi Anastesi

b. Melakukan Tindakan Sedasi

c. Melakukan Tindakan Pembiusan

d. Melakukan Asesmen Anastesi

e. Melakukan Monitoring Anastesi

2. Asisten Anastesi

Instalasi Kamar Operasi Rumah Sakit Soekandar Mojosari memiliki Asisten Perawat

Anastesi 3(tiga) orang

Kewenangan perawat pelakasana asisten anastesi :

a. Melakukan Persiapan Alat Untuk Tindakan Pembiusan

b. Membantu Dokter Anastesi Melakukan Pembiusan

c. Melakukan Pencatatan (Monitoring) Selama Tindakan Pembedahan Dan Post

Pembedahan.

d. Mendampingi Transfer Pasien Dari Meja Operasi Ke Ruang Pulih Sadar.

3. Sumber Daya Manusia dari Luar

Dokter Anastesi

6

Page 7: BAB I full PAB

C. Pengaturan Jaga

Pengaturan jaga atau jadwal dinas adalah pengaturan tugas pelayanan bagi

perawat untuk melaksanakan tugas pelayanan di Instalasi kamar operasi, sehingga

semua kegiatan pelayanan bedah dapat terkoordinir dengan baik. Pengaturan

dinas dibagi 4 shift dalam 24 jam, yaitu :

Dinas pagi jam 07.00 sampai dengan jam 14.00

Dinas sore jam 14.00 sampai dengan jam 21.00

Dinas malam jam 21.00 sampai dengan jam 07.00

On call jam 14.00 sampai dengan jam 07.00 hari berikutnya (jaga)

7

Page 8: BAB I full PAB

BAB III

STANDART FASILITAS

Fasilitas di Instalasi Kamar Operasi

Tabel 3.1 Alat Penunjang Anastesi

No

.

Nama Alat Jumlah Keterangan

1 Mesin anastesi 4 unit

2 buah mesin alat anastesi memiliki lubang buang gas dimesin, sedangkan 3 mesin anastesi sistem pembuangan gas melalui pipa yang dialirkan keluar instalasi kamar operasi.

Penlone Voltane 220-240volt, 50watt Acuma Voltane 220 volt, 50watt Ohmeda Voltane 220-240 volt, 60volt

2 N2O sentral

3 Oksigenn Sentral

4 Ventilator 4 Buah

5 Monitor Pasien 9 Set

5 buah di ruang pulih sadar 4 buah di kamar operasi Berkapasitas 40watt, voltase 180 – 250

volt

6 Meja Mayo 5 Buah Masing-masing kamar operasi 1 buah

7 Oxymetri 11 buah Anak –anak 1 buah Masing-masing monitor memililki

Oxymetri

8 Suction pump 6 buah 2 buah di ruang pulih sadar

4 buah di kamar operasi

9 DC Shock (defibrilator)

10 Syring pump 1 buah

11 Ambubag 6 setPenyimpanan di tiap-tiap kamar operasi

dan troli Emergency

12 Endotrachealtube 20 buahPenyimpanan di tiap-tiap kamar operasi

dan troli Emergency

13 Laryngoscope 5 buahPenyimpanan di tiap-tiap kamar operasi

dan troli Emergency

14 Oropharingealtube 5 buahPenyimpanan di tiap-tiap kamar operasi

dan troli Emergency

15 Magil 1 buah Penyimpanan di tiap-tiap kamar operasi

8

Page 9: BAB I full PAB

16 Stylet 6 buah Penyimpanan di tiap-tiap kamar operasi

17 Blood warmers 1 set Berkapasitas 55watt, voltase 230 volt

18 Primary Inflasive 1 set

19 Stetoskop dewasa

Stetoskop anak

4 buah

1 buah

Penyimpanan di tiap-tiap kamar operasi

dan Ruang Pulih sadar

20Manometer oksigen

(humidifier)5 buah

Pemakaian di Ruang Pulih Sadar(oksigen

sentral)

21 Troli emergency 1buah

22Laryngoscope berbahan

Fiber scoop1 set

9

Page 10: BAB I full PAB

BAB IV

TATLAKSANA PELAYANAN

Pelayanan anastesi di rumah sakit umum soekandar menjadi wewenang dan tanggung

jawab ahli anastesiologic. Di dalam hal pembiusan sedasi ringan, sedang dan moderatharus

dilakukan oleh ahli anastesiologic, sedangkan untuk pembiusan anastesi lokal boleh dilakukan

oleh tenaga kesehatan yang berwenang dalam hal ini.

1. Dokter gigi

2. Dokter umum (Istalasi Gawat Darurat)

3. Dokter bedah

Dengan syarat tenaga kesehatan harus mengetahui efek samping serta mampu mengatasi efek

sampingnya.

Saat operasi berlangsung untuk monitor kondisi pasien adalah tanggung jawab dokter

bedah bisa dibantu perawat Instalasui kamar operasi, untuk membantu wengasi tanda – tanda

vital dan mencatat pada lembar pasien. Pelayanan anastesi dan sedasi yang dapat dilakukan

dikamar operasi :

a. Anastesi general

b. Anastesi regional SAB

c. Anastesi regional Epidural

d. Anastesi lokal

e. Sedasi moderate

f. Sedasi dalam

Pelayanan anastesi di rumah sakit umum soekandar mojosari dilakukan di seluruh bagian

yang membutuhkan pelayanan anastesi. Pelayana anastesi dapat dilakukan di Ruangan

Radiologi, Ruang VK,atau Ruang bersalin, Instalasi Gawat Darurat, Instalai Pelayanan

Insentif.

A. Pre Anastesi

1. Tujuan

Mengarahkan kondisi spirituan dari pasien agar dapat menjalankan proses anastesi

sebaik - baiknya serta indikasi dasar untuk menentukan jenis anastesi yang diberikan

kepada pasien dan menentukan status fisik pasien

2. Kegunaan

- Pemberian edukasi oleh dokter anastesi kepada pasien

- Evaluasi atau asesmen pra anastesi atau pra bedah dikerjakan dalam periode 24

jam sebelum tindakan anastesi atau pembedahan, dilakukan di ruangn perawatan

pasien. IGD, VK, atau instalasi pelayanan intensif. Untuk kasus – kasus

emergency tindakan pre anastesidapat dilakukan di kamar operasi sebelum

dilakukan tindakan anastesi. Agar terapi atau tindakan mencapai hasil yang

10

Page 11: BAB I full PAB

optimal, hendaknya diberikan waktu yang maximal untuk evaluasi tersebut. Jika

evaluasi tidak dapat dilakukan (misalnya pembedahan darurat) penilaian

dilakukan sebelum memulai anastesi dan pembedahan. Dari evaluasi ini maka

penilaian menjelang operasi, baik pasien, alat dan obat dapat optimal.

- Pemberian Inform Consent pada pasien oleh dokter anastesi.

- Petugas yang berwenang melakukan kegiatan ini adalah dokter anastesi.

- Evaluasi Pre anastesi mencakup

Asesmen atau penilaian sebelum tindakan anastesidilakukan dalam periode 24

jam sebelum operasi pada kasus elektif atau sesaaat sebelum operasidilakukan

pada kasus emergency.

o Identifikasi pasien

o Identifikasi adanya penyulit, dengan melakukan penilaian fungsi vital meliputi

1. B1 jalan nafas dan fungsi pernapasan

Dinilai potensui jalan nafasnya, apakah jalan nafas bebas.

Dilihat adakah sumbatan jalan napas oleh benda asing,

muntahan darah dan lain – lain.

Bila terjadi sumbatan jalan napas segera dibebaskan baik tanpa

alat atau menggunakan alat pembebas jalan nafas. Lakukan

suctions dengan kateter suctions besar bila terjadi sumbatan

cairan misalnya darah atau muntahan. Segera pasang alat

untuk membebaskan jalan nafas menggunakan orofaring

airway bahkan bila perlu Intubasi.

Dilihat adakah tanda-tanda kontraksi dinding dada, nafas

cuping hidung.

Dilihat apakah pergerakan dada kiri dan kanan simetris waktu

inspirasi dan ekspirasi. Bila esimetris manakah yang tertinggal

Dilihat adakah gerakan dada not seperti gergaji.

Didengarkan adakah suara nafas tambahan

o Snowring

o Gargling

o Stridor

o Tdak ada suara nafas

Dirasakan dengan punggung tangan adakah hembusan

nafas dari hidung atau muluit bila pasien tidak sadar

Dilakukakan perkusi untuk menilai adakah suara

hipersonor seperti pada kasus pnemothorax atau suara

redup haematothorax. Bila ditemukan tension

pnemothorax segeralakukan needle thoracosintesis untuk

dekompresi menggunakan abbocath besarukuran 16f di

ICS (Intercostal space) 2MCL (midclavicular line).

11

Page 12: BAB I full PAB

Didengarkan melalui stetoskop apakah suara nafas kanan

dan kiri sama, ataukah terdapat suara yang lebih lemah

pada salah satu sisi.

Diraba adakah prediksi intubasi sulit dengan

menilai......score gerak leher,massa di leher

Adanya kemungkinan intubasi sulit waspada pada kesiapan

alat-alat anastesi seperti laryngoscop, blade panjang Mc coy,

serta LMA.juga teknik Intubasi sulit misalnya teknik Sleep non

apnea.

2. B2 Fungsi kardiovaskuler

Dilihat apakah pasien tampak pucat atau sianosis

Dilihat adakah sumber perdarahan yang terlihat

Dilihat apakah perfusi pada ujung jari, apakah hangat kering

merah(normal).

Dilihat apakah capillary refill time kurang dari 2 detik.

Dipegang nadinya, pada pasien sadar bisa pada nadi radialis

atau brachialis,dihitung frekwensinya, bagaimana iramanya,

apakah kuat angkat. Pada pasien tidak sadar diraba nadi

carotisnya, dirasakan apakah ada denyut nadi.

Bila perlu, periksa tekanan darah pada lengan kiri dan kanan

Didengarkan dengan stetoskop apakah ada bising jantung.

3. B3 Fungsi kesadaran

Menilai kesadaran bisa dengan mengajak pasien berbicara,

bila dia sadar, atau dengan glasgow coma scale bila terdapat

penurunan kesadaran.

GLASGOW COMA SCALE

12

Page 13: BAB I full PAB

Gambar 4.1 Glasgow Coma Scale

4. B4 Fungsi ginjal

Melakukan evaluasi fungsi ginjal dapat dilakukan

menggunakan urine tampung atau kalau perlu menggunakan

kateter. Dinilai produksi urinenya, meliputi warnanya,

produksi tiap 6 jam.

5. B5 Fungsi pencernaan

Dilihat apakah abdomen distandet

Abdomen distanded berasal dari .....illeus obstruktif waspada

akan terjadinya.........bila berasal dari cairan waspadai

timbulnya gejolak hemodinamik durante operasi. Bila berasal

dari masa waspadai perdarahan durante operasi.

Diperkusi untuk membedakan adanya udara atau cairan,

dipalpasi untuk mencari adanya..........

6. B6 Tulang panjang

Adakah patah tulang panjang padafemur, panggul, patah tulang

multiple, patah tulang iga yang multiple.

Laboratorium :

Darah lengkap, faal pembekuan darah, urenium creatinin,

SGOT, SGPT, gula darah, elektrolit, bila perlu

pemeriksaan.......

Dievaluasi apabila terdapat nilai yang abnormal segera

diambil tindakan dan evaluasi ulang.

Radiologi

Foto thorax, foto polos abdomen, foto tulang, USG, IVP, CT-

scan, MRI dan lain-lain.

Dan hasil pemeriksaan tersebut disimpulkan bahwa pasien tersebut termasuk dalam

kategori ASA 1/2/3/4/5

ASA 1 : pasien penyakit bedah tanpa disertai penyakit Sistemik

ASA 2 : pasien penyakit bedah disertai penyakit Sistemik ringan samapai sedang

ASA 3 : pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat yang

disebabkan berbagai penyebab tetapi tidak mengancam nyawa.

ASA 4 : pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat yang secara

langsung mengancam kehidupannya

ASA 5 : pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat yang sudah

tidak mungkin tertolong lagi. Dioperasi ataupun tidak dalam waktu 24 jam

pasien akan meninggal.

Bila kasus emergency dicantumkan E dibelakang ASA

Pemilihan anastesi

13

Page 14: BAB I full PAB

Dari pemeriksaan tersebut akhirnya dapat diambil keputusan jenis anastesi apakah

yang aman untuk pasien tersebut.

Apabila tidak terdapat kesulitan lain maka pada umumnya pilihan jenis anastesi

menurut jenis operasinya adalah sebagai berikut

Regio kepala atau leher

1. General anastesi untuk operasi bedah saraf, operasi bedah plastik,

operasi THT, operasi mata, operasi bedah umum, operasi bedah

onkologi,

2. Lokal anastesi untuk operasi kecil

Regio dada dan punggung

1. General anastesi untuk operasi bedah saraf, operasi bedah plastik,

operasi bedah umum, operasi bedah onkologi, operasi bedah TKV

2. Lokal anastesi untuk operasi kecil

Regio extremitas atas

1. Anastesi umum dan anastesi regional

2. Lokal anastesi untuk operasi kecil

Regio abdomen atau di atas pusar

1. General anastesi untuk operasi bedah digestiv, operasi bedah anak,

bedah umum, bedah onkologi,

2. Dapat dikombinasi dengan regional anastesi yaitu epidural blok untuk

manajemen nyeri pada pasca operasi

3. Lokal anastesi untuk operasi kecil

Regio abdomen bawah dan urogenetalia

1. Regional anastesi (sub arachnoid blok, epidural blok) untuk operaasi

bedah urologi, operasi kandungan, operasi bedah umum, operasi bedah

digestive.

2. General anastesi bila ada indikasi lain

3. Lokal anastesi untuk operasi kecil

Regio extremitas bawah

1. Regional anastesi

2. General anastesi bila ada indikasi lain

3. Lokal anastesi untuk operasi kecil

o Pemberian materi edukasi tentang anastesi termasuk di dalamnya :

1. Rencana anastesi yang akan diberikan (termasuk sedasi moderat dan dalam)

2. Resiko anastesi

3. Manfaat dan alternatif yang berhubungan dengan perrencanaan anastesi dan

analgesia pasca operatif

4. Diberikan penjelasan tentang anastesi apakah yang akan dilakukan apabila

dimungkinkan pasien mempunyai pilihan lain.

5. Pada operasi elektif diberikan penjelasan bahwa harus puasa 8 jam untuk

pasien dewasa, dan puasa4-6 jam untuk pasien bayi dan anak

6. Diberikan penjelasan tentang manejemennyeri pasca operasi

14

Page 15: BAB I full PAB

7. Diberikan penjelasan tentang resiko anastesi dan pembedahan serta persiapan

apa saja yang dilakukan oleh tim untuk menghadapi operasi tersebut

8. Diberikan penjelasan tentang periode pasca operasi

9. Diberikan penjelasan tentang perawatan instalasi pelasanan intensif pasca

operasi pada pasien yang memerlukan

B. Pra Induksi

Petugas yang berwenang melakukan asesmen pra induksi dan pra anastesi adalah

dokter anastesiologi. Pra induksi harus dilakukan teripsah dari pra anastesi.

1. Persiapan terhadap pasien

Dilakukan dilakukan penilaian ulang terhadap pasien

o B1

o B2

o B3

o B4

o B5

o B6

o Puasa

o Obat yang digunakan

o Bila ditemukan masalah segera diambil tindakan

o Periksa apakah jalur intravena atau line infus lancar, khusus untuk operasi yang

diperkirakan banyak perdarahan siapkan 2 jalur intravena.

2. Persiapan alat

Sebelum operasi dimulai selalu dicek persiapan alat yang meliputi :

- Sumber oksigen, cek tekanannyaantara 4-5.....

- Alat untuk membebaskan jalan nafas

1. Orofaring airway, nasofaring airway

2. Laringoskop dengan 2 ukuran, dicek lampu menyala terang berwarna putih

3. Endotracheal dengan 3 ukuran dicek tidak ada kebocoran cuff

4. Tang magil

5. Stylet

- Mesin anastesi meliputi

1. Sambungan dengan sumber Oksigen

2. Sambungan dengan sumber listrik bila dilengkapi dengan ventilator

3. Tes kebocoran

4. Cek isi gas inhalasi

5. Cek perubahan warna sodalyme

6. Cek fungsi ventilator

7. Alaty bantuan nafas cadangan, dicek adalah ambubag dan berfungsi

8. Suction dicek apakah berfungsi beserta kateter suction yang sesuai untuk

pasien

15

Page 16: BAB I full PAB

9. Monitor EKG, saturasi, termometer, suhu

10. Alat untuk anastesi regional

11. Defribilator

12. Meja operasi dicek fungsinya untuk berbagai posisi

3. Persiapan obat meliputi

a. Obat induksi.

- Midazolam ( disiapkan dalam spuit 5cc dengan sediaan 1mg/cc ).

- Propofol ( disiapkan dalam spuit 10cc dengan sediaan 10mg/cc )

- Ketamin (disiapkan dalam spuit 10cc dengan sediaan 10mg/cc )

Golongan Narkotika

- Morfin (disiapkan dalam spuit 10cc dengan sediaan 1mg/cc )

- Pethidine (disiapkan dalam spuit 10cc dengan sediaan 10mg/cc )

- Fentanyl (disiapkan dalam spuit 10cc dengan sediaan 10mcg/cc )

Golongan Inhalasi

- Isoflurane ( vaporizer diberi label berwarna ungu dicek isinya )

- Sevoflurane (vaporizer diberi label warna kuning dicek isinya )

- Halotan (vaporizer diberi label warna merah dicek isinya )

Obat Pelumpuh Otot

- Roculax (disiapkan dalam spuit 5cc dengan sediaan 10mg/cc )

- Atracurium (disiapkan dalam spuit 3cc dengan sediaan 10mg/cc )

b. Obat emergency

- Ephineprine

- Bor epnineprine

- Sulfat atropine

- Ephedrin

- Dexamethason

- Dopamine

- Lidokaine

- Furosemide

16

Page 17: BAB I full PAB

- Amiodaron bila diperlukan

c. Cairan infus

- Kristaloid dan koloid

C. Induksi

Pada tahap ini pasien sudah siap dan akan segera dilakukan pembiusan baik umum

ataupun regional

1. Anastesi umum

Cara induksi general anastesi

Sleep apnea

Sleep non apnea pada kasus prediksi intubasi sulit

Aw...pada kasus prediksi intubasi sulit atau pasien dengan kondisi

hemodinamik sangat sulit

Diberikan loading done obat anastesi agar pasien mulai tidur serta dilanjutkan

dengan maintenance untuk memelihara kadar anastesinya. Pada tahap ini gas

inhalasi dapat diberikan lewat masker ataupun intubasi.

Dalam melakukan intubasi dokter dibantu perawat anastesi tahapannya adalah:

1. Siapkan dan pilihlah ukuran serta macamnya sesuai dengan yang dikehendaki

2. Pasang stylet alat panjang dan alat lengkungnya

3. Tes kemudahan stylet dapat keluar masuk pipa.

4. Tes cuff dengan meniupkan udara melalui spuit, lihat sesaat adakah kebocoran

atau tidak.

5. Posisikan pasien pada kondisi normalpada pasien dewasa berikan bantal

setebal 10-12cm padat dibawah kepalanya.

6. Pemberian obat sesuai dokter anastesi (obat induksi intravena)setelah obat

bekerja akan nampak vasikulasi pada otot kerangka tubuh yang kadang-

kadang hebat, bila vasikulasi mulai berkurang berikan oksigen selama kurang

lebih 30 detik.

7. Setelah obat bekerja, buka mulut pasien, dokter akan memasukkan

laryngoskop ke mulut pasien, tariklah bibir untuk gambaran lebih baik.

8. Ambil pipa ETT, arah lengkung ada di depan

9. Pipa ETT sudah pada tempatnya cabut stylet hati-hati, pegang pipa erat- erat

agar tidak bergeser.

10. Hubungkan konektor pipa ETT pada mesin anastesi. Berikan oksigenasisambil

lakukan penilaian apakah ETT sudah tepat kedudukannya, yaitu didalam

trakea tidak didalam endobronkial, lihat apakah dada dapat mengembang

besar dan simetris, dengar suara nafas melalui stetoskop pada dinding dada

17

Page 18: BAB I full PAB

sepanjang garis tengah clavicula sebelah kanan dan kiri. Apakah suaranya

sama kerasnya.

11. Bila terjadi intubasi endotrakeal, tarik ETT pelan-pelan sambil lakukan

penilaian diatas.

12. Bila letak pipa ETT sudah tepat, masukkan orofaring sebagai line black dan

selanjutnya lakukan fiksasi pipa dengan memasang plester melingkar pangkal

pipa dan menempelkan ujung plester pada pipi.

Asesmen monitoring durante operasi

1. Pencatatn atau pendokumentasian obat, tanda tanda vital mulai dari pasien

masuk kamar operasi, dilakukan induksi durante operasi sampai pasien keluar

dari kamar operasi

2. Kebutuhan cairan intravena yang masuk selama durante operasi berapa cairan.

Kristaloid, koloid, darah dan cairan lain dilakukan penjumlahan dan

pencatatan untuk keseimbangan cairan antara lain jumlah cairan yang masuk

dan jumlah cairan yang keluar

3. Teknik anastesi yang digunakan untuk anastesi umum bisa menggunakan open

atau semiopen, closed atau semiclosed, jacksen rees, serta obat inhalasi yang

digunakan.

4. Penilaian ETT dan LMA juga ditulis berdasarkan ukuran, pemasangan melalui

oral dan nasal, penggunaan tampon juga ditulis.

Persiapan alat

1. Membawa tas perlengkapan untuk melakukan tindakan anastesi di luar area kamar

operasi yang berisi orofaring airway, masker, ambubag, laryngoskop, endotracheal

tube, kateter

2. Sedasi

3. Oksigen tabung yang ukurannya sudah diperiksa. Untuk tindakan MRI diperlukan

satu tabung oksigen lagi yang dibyngkus oleh bahan plastik di masukkan dalam

ruang MRI. Digunakan apabila diperlukan bantuan ventilator nafas di dalam ruang

MRI

4. Alat suction yang berfungsi baik

5. Standart infus

6. Syringe pump

7. Spuit berbagai ukuran

Penggunaan Obat

1. Obat induksi disiapkan dalam spuit masing-masing

2. Obat emergency

3. Obat muscle relaksasi

Kedalaman anastesi saat dilakukan sedasi untuk prosedur diagnostik cukup sedasi ringan

sampai sedang, namun pada pasien anak sering diperlukan tingkat sedasi yang lebih.

Pemberian obat dilakukan secara intravena.

18

Page 19: BAB I full PAB

Tabel 4.1 Pembedaan Sedasi Dari anastesi

Sedasi Ringan atau Minimal

Sedasi SedangSedasi Berat atau Dalam

Anastesi Umum

ResponRespon normal terhadap

stimulasi verbalMerespon terhadap stimulasi sentuhan

Merespon setelah diberikan sentuhan

berulang atau

Tidak sadar meskipun dengan

stimulus nyeri

Jalan Nafas Tidak terpengaruh Tidak perlu intervensiMungkin perlu

intervensi

Sering sering memerlukan

intervensi

Verifikasi spontan

Tidak terpengaruhAdekuat Dapat tidak adekuat Sering tidak adekuat

FungsiKardiovaskuler

Tidak terpengaruh Biasanya dapat dipertahankan dengan baik

Biasanya dapat dipertahankan dengan baik

Dapat terganggu

Petugas yang berwenang melakukan tindakan anastesi ini adalah dokter anastesi dengan

dibantu asistan anastesi.

Setelah prosedur diagnostik selesai maka pasien diobservasi di Recovery Room untuk

dilakukan observasi pasca anastesi.

Selama pasien di ruang pulih sadar, pasien di monitoring dan dicatat pada lembaran observasi.

D. Pasca anastesi

Pasien diobservasi di ruang pulih sadar dengan dipasang monitor. Di ruang pulih

sadar dilakukan pengawasan terhadap fungsi vital pasien (B1-B6), adanya perdarahan

yang mungkin masih terjadi, evaluasi derajat nyeri pasca operasi. Adanya mual muntah

pasca operasi juga harus diperhatikan. Adanya kegawatan pada fungsi vital pasien harus

segera dilaporkan dokter anastesi. Setelah kondisi pasien stabil maka diperbolehkan

kembali keruangan atau ke Instalasi Pelayanan Intensif bila diperlukan.

Dokter anastesi akan memberikan instruksi post operasi yang terdiri dari kontrol

tanda vital setiap berapa menit, posisi post operasi, cairan infus atau kebutuhan tranfusi

darah, antibiotik yang diberikan post operasi, obat-obatan analgesik, makan dan minum

pasien post operasi, jumlah urine yang keluar, pengawasan yang harus dilakukan selama

diruangan atau pelayanan intensif.

Pasien yang akan ditransfer ke ruang rawat inap harus dikatakan layak atau tidak

dan disetujui dokter anastesi.

Kriteria pulih sadar dari anastesi setelah pasien di transfer dari ruang pulih

sadar ke ruang rawat inap.

1. Kriteria pulih sadar dari anastesi regional

Tabel 4.2 primage Score

19

Page 20: BAB I full PAB

Tulis Nilai Sesuai Dengan Penilaian

2. Kriteria pulih sadar dari anastesi umum

Tabel 4.2 aldrete Score

No. Kriteria Skala Nilai

1 Aktivasi motorik- Mampu menggerakan ekstremitas

dengan perintah- Mampu menggerakan 2 ekstremitas

dengan perintah- Tidak mampu menggerakan semua

ekstremitas

2

1

0

2 Respirasi - Napas adekuat dan dapat batuk- Napas kurang sdekuat atau

hipoventilasi - Apnea

21

03 Sirkulasi

- TD berbeda ≠ 20% dari semula pre anastesi

- TD berbeda ≠ 20-50% dari semula pre anastesi

- TD berbeda ≠ 50% dari semula pre anastesi

2

1

0

4 Kesadaran- Sadar penuh- Bangun jika dipanggil- Tidak ada respon atau belum sadar

210

5 Warna kulit- Kemerahan- Pucat- Sianosis

210

Skor ≥ dari 8 Boleh Pindah Ruangan

E. Visite (kunjungan) Dokter Anastesi

Visite

Dokter anastesi berkewajiban melakukan visite kepada pasien sebelum pembedahan

dilakukan dan sedudah pembedahan.

Untuk pasien ASA I

Visite 1x24jam atau apabila terjadi penyulit pada periode pasca operasi, maka

visite pasca operasi bisa dipegang oleh dokter anastesi.

20

No

.

Kriteria Skala nilai skoring

1 Gerakan penuh dari tungkai 0

2 Tak mampu ekstensi tungkai 1

3 Tak mampu ekstensi lutut 2

4 Tak mampu fleksi pergelangan kaki 3

Page 21: BAB I full PAB

Untuk pasien ASA I,II,III,IV,V

Visite pasca operasi tidak dibatasi waktunya sampai kondisi pasien stabil atau

membaik.

BAB V

LOGISTIK

A. Prosedur Penyediaan Alat Kesehatan Dan Obat

1. Prosedur penyediaan obat habis pakai bahan medis

Prosedur penyediaan obat habis pakai bahan medis adalah permintaan obat yang

pemakaiannya tidak mendapat ganti dari instalasi farmasi.

Perawat IKO menulis permintaan alat sesuai kebutuhan di lembar permintaan

bahan rangkap duadan buku permintaan IKO

Kepala IKO dan KUPP Instalasi Kamar Operasi menandatangani buku

permintaan dan lembar permintaan barang rangkap dua tersebut.

Buku tersebut diserahkan kepala Instalasi Farmasi untuk mendapatkan realisasi.

Perawat IKO mengecek barang yang diminta, kemudian tanda tangan dibuku

permintaan pada kolom pengambilan dan petugas instalasi farmasi tanda tangan di

kolom penyerahan.

Perawat IKO mencatat semua alat atau obat ke dalam kartu stok IKO.

2. Prosedur permintaan pemakaian obat instalasi kamar operasi

Prosedur permintaan pemakaian Obat Instalasi Kamar Operasi adalah permintaan

inventaris Instalasi Kamar Operasi ke Instalasi Farmasi yang dipakai oleh pasien

Instalasi Kamar Operasi.

Semua alat kesehatan atau obat yang dipakai pasien IKO di tulis di lembaran

pemakaian DPO (Daftar Pemakain Obat), obat sedasi menggunakan resep

rangkap 3jenis, 1 resp rangkap 3 untuk pasien asuransi kesehatan, 1 resep

rangkap 2 untuk pasien rawat inap dan tanggungan atau asuransi, 1 resep tidak

rangkap untuk pasien rawat jalan bukan tanggungan asuransi.

Konsep tersebut sudah ada dalam lembaran DPO.

Resep dan DPO diserahkan pada instalasi farmasi

Perawat IKO menerima obat atau alat kesehatan sesuai dengan pemakaian yang

diserahkan ke instalasi farmasi.

21

Page 22: BAB I full PAB

Perawat IKO mengecek obat atau alat kesehatan yang diterima, jika sudah benar

petugas instalasi farmasi dan perawat IKO menandatangani lembar print-out dari

farmasi

Obat atau alat kesehatan yang baru diterima dimasukkan ketempatnya.

3. Prosedur penyedian bahan habisnpakai non medis

Prosedur penyedian bahan habisnpakai non medis adalah permintaan bahan habis pakai

non medis ke instalasi logistik

Prosedur

Perawat IKO menulis permintaan di lembar permintaan bahan rangkap 2

Ditandatangani oleh kepala IKO dan KUPP

Lembar permintaan dan buku permintaan IKO dibawa kebagian logistik

B. Permintaan ATK (alat tulis kantor)

Prosedur permintaan ATK

Prosedur penyediaan alat kantor adalah permintaan alat kator (buku, pulpen dan lain-lain)

Perawat IKO menulis permintaan di lembar permintaan bahan rangkap 2dan di

tulis di buku permintaan

Ditandatangani oleh kepala IKO dan KUPP

Lembar permintaan dan buku permintaan IKO dibawa kebagian logistik

C. Perencanaan peralatan atau peremajaan

Adalah suatu kegiatan untuk merencanakan pengajuan peralatan baru sesuai kebutuhan

saat itu atau sebagai pengganti alat yang rusakatau diperkirakan harus diganti karena

alasan keamanannya.

Tujuan dari pengajuan pengadaan dan peremajaan peralatanadalah agar peralatan di

Instalasi kamar operasi dapat digunakan setiap saat tanpa ada gangguan dan dapat

mengikuti perkembangan teknologi kesehatan dan kedokteran sehingga dapat

menunjang kelancaran proses pelayanan di kamar operasi.

Prosedur kegunaan

Dari hasil pengecekan rutin diketahui ada peralatan yang tidak dapat

digunakan lagi atau tidak dapat diperbaiki lagi dikemudian hari. Kemudian

direncanakan dalam anggaran rutin dan pengajuan penggantian baru.

Pembelian peralatan baru sepengetahuan kepala IKO dan kepala Bidang

pelayanan medis dengan mengajukan permintaan penggantian peralatan ke

logistik khusus.

Pengajuan anggaran rutin untuk pengadaan barang kepada tim pengadaan

barang rumah sakit, disertai dengan perkiraan harga.

Setelah anggaran yang diajukan disetujui oleh tim perencanaan, tim

perencanaan berkoordinasi dengan tim pembelian rumah sakit.

Bila sudah terealisasi kepala IKO menerima alat dan menandatangani buku

penerimaan barang serta berita acara penerimaan barang dari tim penerima

barangserta menuliskan pada buku inventaris IKO.

22

Page 23: BAB I full PAB

D. Alat yang memerlukan kalibrasi

Tabel 5.1 alat yang memerlukan kalibrasi

No.

Nama Barang Jumlah Keterangan

1. Mesin anastesi 4 buah2. Ventilator 4 buah3. Monitor EKG 9 buah4. Kauter 4 buah5. Suction 6 buah6. C. Arm 1 set 7. Infant Warmer 1 buah8. DC Syok 1 buah

Setiap tahun Instalasi Kamar Operasi membuat anggaran tahunan, memasukkan alat-alat yang

perlu dikalibrasi. Ada alat yang tiap tahunnya memerlukan kalibrasi, dan ada juga untuk

beberapa tahun baru memerlukan kalibrasi.

Procedure

1. IKO membuat daftar alat yang akan dikalibrasi

2. Mengajukan permohonan untuk kalibrasi alat kepada Direktur Rumah Sakit

3. Direktur akan membuat surat ke BPFK (Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan)

4. BPFK membuat penawaran estimasi biaya

5. BPFK menyurati dan mengirimkan petugas pelaksana.

23

Page 24: BAB I full PAB

BAB VI

KESELAMATAN PASIEN

A. Pengertian

Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan

pasien lebih nyaman. Hal ini termasuk asesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal

yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan

belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan

timbulnya resiko.

Sedangkan insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian atau situasi yang

dapat mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan....(penyakit, cidera, cacat, kematian

dan lain-lain) yang seharusnya tidak terjadi.

B. Tujuan

Tujuan sistem ini adalah mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh

tindakan akibat melaksanakan suatu tindakan atau mengambil tindakan yang tidak

seharusnya diambil. Sedari itu sistem keselamatan pasien mempunyai tujuan agar

budaya keselamatan pasien di rumah sakit. Meningkatnya asibilitas rumah sakit

terhadap pasien dan masyarakat, menurunnya kejadian tidak diharapkan di rumah

sakit dan terlaksananya program-program pencegahan sehinggatidak terjadi

pengulangan kejadian yang tidak diharapkan.

C. Tata Laksana keselamatan Pasien

Dalam melaksanakan keselamatan pasien ada tujuh langkah menuju keselamatan

pasien di Rumah Sakit. Adapun tujuh langkah tersebut adalah :

24

Page 25: BAB I full PAB

1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien. Menciptakan badan

kepemimpinan yang adil dan terbuka.

2. Memimpin dan mendukung karyawan. Membangun komitmen fokus yang

kuat dan jelas, tentang keselamatan pasien.

3. Mengapresiasikan aktivitas pengelolaan resiko.

4. Mengembangkan sistem pelaporan. Memudahkan karyawan agar dengan

mudah dapat melporkan kejadian atas insiden, serta rumah sakit mengatur

pelaporan kepada KKP-RS (Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit).

5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien. Mengembangkan cara-cara

komunikasi yang terbuka dengan pasien.

6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien. Mendorong

karyawan untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana

dan mengapa kejadian itu terjadi.

7. Mencegah cidera melalui implementasi keselamatan pasien. Menggunakan

informasi yang ada tentang kejadian atau masalah untuk melakukan

perubahan pada sistem pelayanan.

Dalam melaksanakan keselamatan pasien standart keselamatan pasien harus diterapkan.

Standarat ntersebut adalah :

1. Hak pasien

2. Mendidik pasien dan keluarga

3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan

evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien.

5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

6. Mendidik karyawan tentang keselamatan pasien

7. Komunikasi yang merupakan kunci bagi karyawan untuk mencapai

keselamatan pasien.

Langkah-langkah penerapan keselamatan pasien di rumah sakit

1. Menetapkan unit kerja yang bertanggung jawab mengelola program

keselamatan pasien rumah sakit.

2. Menyusun program keselamatan pasien rumah sakit jangka pendek 1-2

tahun

3. Mensosialisasikan konsep dan program keselamatan pasien rumah sakit

4. Mengadakan pelatihan keselamatan pasien rumah sakit bagi jajaran

manajemen dan karyawan.

5. Menerapkan sistem pelaporan insiden (peristiwa keselamatan pasien)

25

Page 26: BAB I full PAB

6. Meningkatkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit

seperti tersebut diatas.

7. Meningkatkan standart keselamatan pasien rumah sakit (seperti tersebut

diatas) dan melakukan .................dengan instrumen akreditasi pelayanan

keselamatan pasien rumah sakit.

8. Program khusus keselamatan pasien rumah sakit

9. Mengevaluasi secara periodik pelaksanaan program keselamatan pasien

rumah sakit dan kejadian tidak diharapkan.

Sasaran Keselamatan Pasien Di Instalasi Kamar Operasi Rumah Sakit Soekandar

1. Ketepatan identifikasi pasien

2. Peningkatan komunikasi yang efektif

3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai

4. Keputusan tepat-lokasi, tepat- prosedur, tepat-pasien operasi

5. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan

6. Pengurangan resiko pasien jatuh

26

Page 27: BAB I full PAB

BAB VII

KESELAMATAN KERJA

Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 pasal 164 ayat (1) menyatakan bahwa upaya

keselamatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari

gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Rumah Sakit adalah

tempat kerja yang termasuk dalam kategori seperti disebut diatas, berarti wajib menerapkan

upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Program keselamatan dan kesehatan kerja ini bertujuan

melindungi karyawan dan kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja di dalam dan di luar rumah

sakit.

Dalam undang-undang dasar 1945 pasal 27 ayat 2 disebutkan bahwa “setiap warganegara

berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Dalam hal ini pekerjaan

yang dimaksud adalah pekerjaan yang bersifat manusiawi, yang memungkinkan pekerja berada

dalam kondisi sehat dan selamat, bebeas dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja, sehingga

dapat hidup layak sesuai dengan martabat manusia.

Keselamatan dan kesehatan kerja atau K3 merupakan bagian integral dari perlindungan

terhadap pekerja, dalam hal ini pada pelayanan anastesi, dan perlindungan terhadap Rumah

Sakit. Pegawai adalah bagian integral dari rumah sakit. Jaminan keselamatan dan kesehatan kerja

akan meningkatkan produktivitas pekerja dan produktivitas rumah sakit. Undang-undang Nomor

1 tahun1970 tentang keselamatan kerja dimaksudkan untuk menjamin :

a. Agar pegawai dan setiap orang yang berada di tempat kerja selalu berada dalam keadaan

sehat dan selamat.

b. Agar faktor-faktor produksi dapat dipakai dan digunakan secara efisien.

c. Agar proses produksi dapat berjalan secara lancar tanpa hambatan.

Faktor-faktor yangmenimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat digolongkan pada

tiga kelompok, yaitu :

a. Kondisi dan lingkungan kerja

b. Kesadaran dan kualitas pekerja

27

Page 28: BAB I full PAB

c. Peranan dan kualitas management

Dalam kaitannya dengan kondisi dan lingkungan kerja kesehatan dan penyakit akibat kerja dapat

terjadi bila :

- Peralatan tidak memenuhi standart kualitas atau bila sudah aus.

- Alat-alat produksi tidak disusun secara teratur menurut tahapan proses produksi

- Ruang kerja terlalu sempit, ventilasi udara kurang memadahi, ruanga terlalu panas

atau terlalu dingin.

- Tidak tersedia alat-alat pengamanan

- Kurang memperhatikan persyaratan penanggulangan bahaya kebakaran dan lain-lain.

a. Perlindungan keselamatan kerja dan kesehatan petugas kesehatan

Petugas kesehatan yang merawat pasien menular harus mendapatkan pelatihan

mengenai penularan dan penyebaran penyakit, tindakan pencegahan dan

pengendalian infeksi yang sesuai dengan protokol.

Petugas yang tidak terlibat langsung dengan pasien harus diberikan penjelasan umum

mengenai penyakit tersebut.

Petugas kesehatan yang kontak langsung dengan pasien menular melalui udara harus

menjaga fungsi saluran pernafasan ( tidak merokok, tidak minum dingin ) dengan

baik, dan menjaga kebersihan tangan.

b. Petunjuk pencegahan infeksi untuk petugas kesehatan

Pada pelayanan anastesiologi, untuk mencegah transmisi penyakit menular dalam

urusan pelayanan kesehatan, petugas harus menggunakan APD (Alat Pelindung

Diri), cuci tangan yang sesuai untuk kewaspadaan standart dan kewaspadaan isolasi

(berdasarkan penularan secara kontak droplet atau udara) sesuai dengan penyebaran

penyakit menular lewat darah.

Semua petugas kesehatan harus mendapatkan pelatihan tentang segala penyakit

menular yang sedang dihadapi

Semua petugas kesehatan dengan penyakit seperti flu harus di evaluasi untuk

menemukan agar penyeba. Dan ditentukan apakah perlu dipindah tugaskan dari

kontak langsung dengan pasien, terutama mereka yang bertugas di Instalasi

pelayanan intensif (IPI), ruang rawat anak, ruang bayi.

28

Page 29: BAB I full PAB

BAB VIII

PENGENDALIAN MUTU

Dengan semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan, maka saat ini

masyarakat semakin memperhatikan mutu pelayanan kesehatan yang diterimanya.

Pengendalian mutu harus dilakukan demi kepentingan dan kepuasan dari klien

sebagaimana mestinya. Dan mendapat kepercayaan masyarakat terhadapa pelayanan anastesi di

rumah sakit umum Soekandar Mojosari pada umumnya. Indikator mutu pelayanan anastesiologi

di Rumah Sakit mengacu pada Indikator Mutu Pelayanan RS SOEKANDAR yaitu :

1. Kejadian Kematian Di Kamar Operasi

Ruang lingkup : kejadian kematian di kamar operasi

Dimensi mutu : keselamatan, efektivitas dan kompetensi

Tujuan : tergambarkannya efektivitas pelayanan bedan, anastesi dan

kepribadian terhadapa keselamatan pasien.

Definisi operasional : kematian di meja operasi adalah kematian yang terjadi di

kamar operasi pada saat operasi berlangsung, atau selama

pasien berada di ruang pulih sadar, yang diakibatkan oleh

tindakan anastesi maupun pembedahan.

Kriteria Inklusi : -

Kriteria Eksklusi : -

Numerator : jumlah pasien yang meninggal di kamar operasi selama

kurun waktu satu bulan.

Denominator : jumlah pasien yang dilakukan tindakan pembedahan

selama kurun waktu satu bulan.

Standart : 0,5%

2. Ketidak Lengkapan Laporan Anastesi

Ruang lingkup : Ketidak lengkapan Laporan Anastesi

Dimensi mutu : efektivitas

29

Page 30: BAB I full PAB

Tujuan : tergambarkannya efektivitas pelayanan anastesi dan

kepribadian terhadapa keselamatan pasien.

Definisi operasional : ketidak lengkapan penulisan laporan anastesi setelah

pasien keluar dari kamar operasi

Kriteria Inklusi : semua laporan tindakan anastesi di kamar operasi

Kriteria Eksklusi : -

Numerator : jumlah ketidak lengkapan laporan anastesi dalam bulan

tersebut

Denominator : jumlah pasien anastesi pada bulan tersebut

Standart : 1%

3. Insiden Ketidaktepatan Identifikasi Pasien Rawat Inap

Ruang lingkup : Ketidaktepatan identifikasi pasien yang dirawat Rumah

Sakit

Dimensi mutu : Keselamatan pasien 

Tujuan : Tercapainya Keselamatan Pasien rawat inap 

Definisi operasional : Ketidaktepatan identifikasi pasien adalah kesalahan

penentuan identitas pasien sejak awal pasien masuk

sampai dengan pasien keluar terhadap semua pelayanan

yang diterima oleh pasien.

Kriteria Inklusi : - Ketidaktepatan penulisan identitas (nama, tanggal lahir,

alamat, nomor RM)

- Ketidaktepatan pemilihan gelang identitas

- Ketidaktepatan prosedur konfirmasi identitas pasien

(antara lain konfirmasi dengan pertanyaan terbuka) 

Kriteria Eksklusi : -

Numerator : Jumlah ketidaktepatan identifikasi pasien

Denominator : Jumlah pasien yang menggunakan gelang identitas

Standart : 0%

4. Insiden Ketidaktepatan Identifikasi Pasien Rawat Jalan

Ruang lingkup : Ketidaktepatan identifikasi pasien yang dirawat Rumah

Sakit

Dimensi mutu : Keselamatan pasien 

Tujuan : Tercapainya Keselamatan Pasien rawat jalan

Definisi operasional : Ketidaktepatan identifikasi pasien adalah kesalahan

penentuan identitas pasien sejak awal pasien masuk

30

Page 31: BAB I full PAB

sampai dengan pasien keluar terhadap semua pelayanan

yang diterima oleh pasien.

Kriteria Inklusi : - Ketidaktepatan penulisan identitas (nama, tanggal lahir,

alamat, nomor RM

- Ketidaktepatan pemilihan gelang identitas

- Ketidaktepatan prosedur konfirmasi identitas pasien

(antara lain konfirmasi dengan pertanyaan terbuka) 

Kriteria Eksklusi : -

Numerator : Jumlah ketidaktepatan identifikasi pasien

Denominator : -

Standart : 0%

5. Insiden Kejadian Pasien Jatuh

Ruang lingkup : Terjadinya pasien jatuh di lingkungan rumah sakit 

Dimensi mutu : Keselamatan Pasien

Tujuan : Tercapainya keselamatan pasien melalui pengurangan

risiko jatuh.

Definisi operasional : Pasien jatuh di lingkungan rumah sakit oleh sebab apa pun

Kriteria Inklusi : Tidak melakukan pengkajian Skala Morse Fall Risk pada

pasien dewasa, skala Humpthy Dumpty pada pasien

pediatrik, skala Ontario-Sidney Scoring pada pasien

geriatri yang menjalani Rawat Inap

Kriteria Eksklusi : -

Numerator : Angka kejadian pasien jatuh

Denominator : -

Standart : 0

6. Insiden Kemasan Obat yang Perlu di Waspadai

Ruang lingkup : Kurangnya keamanan pengelolaan obat-obatan yang

bersifat NORUM atau LASA dan elektrolit konsentrat

Dimensi mutu : Keselamatan Pasien

Tujuan : Tercapainya keselamatan pasien melalui peningkatan

keamanan obat

Definisi operasional : Obat yang perlu diwaspadai adalah obat yang sering

menyebabkan KTD atau kejadian sentinel

Kriteria Inklusi : - Penyimpanan obat NORUM atau LASA dan elektrolit

konsentrat tidak sesuai prosedur (penyimpanan

terpisah, elektrolit konsentrat diberi stiker orange, obat

NORUM atau LASA diberi stiker hijau)

31

Page 32: BAB I full PAB

- Pemberian obat NORUM atau LASA dan elektrolit

konsentrat tidak menggunakan prosedur 6 B

- Tidak ada daftar obat NORUM atau LASA dan

elektrolit konsentrat di masing-masing unit.

- Prosedur ejaan tidak digunakan untuk obat yang

bersifat LASA atau NORUM

Kriteria Eksklusi : Obat-obatan yang tidak tergolong elektrolit konsentrat dan

NORUM atau LASA

Numerator : Insiden kejadian kesalahan yang terkait dengan obat yang

perlu diwaspadai (high alert medications)

Denominator : -

Standart : 0

7. Insiden Ketidakpatuhan Cuci Tangan

Ruang lingkup : Ketidakpatuhan cuci tangan oleh petugas kesehatan

Dimensi mutu : Keselamatan Pasien 

Tujuan : Tercapainya Keselamatan Pasien melalui kegiatan

mencuci tangan.

Definisi operasional : Ketidakpatuhan mencuci tangan meliputi ketidakpatuhan

waktu atau 5 momen cuci tangan dan ketidakpatuhan 6

langkah cuci tangan

Kriteria Inklusi : - Tidak melakukan cuci tangan pada 5 momen cuci

tangan

- Tidak melakukan cuci tangan sesuai 6 langkah cuci

tangan

Kriteria Eksklusi : -

Numerator : Insiden kejadian ketidakpatuhan cuci tangan oleh petugas

kesehatan

Denominator : -

Standart : 0

8. Insiden Komunikasi yang Kurang Efektif

Ruang lingkup : Komunikasi lisan /melalui telepon yang kurang efektif

antar pemberi pelayanan tentang pelaporan kembali hasil

pemeriksaan dan kondisi pasien.

Dimensi mutu : Keselamatan pasien

Tujuan : Tercapainya Keselamatan Pasien melalui komunikasi lisan

yang efektif

32

Page 33: BAB I full PAB

Definisi operasional :

Kriteria Inklusi : - Kesalahan Prosedur komunikasi lisan/via

telepon: Write back, Read back dan Repeat Back (reconfirm)

- Pelaporan secara lisan yang tidak menggunakan prosedur

SBAR

- Prosedur  spelling / ejaan tidak digunakan untuk

obat yang

bersifat LASA / NORUM

Kriteria Eksklusi : Komunikasi non lisan / tertulis

Numerator : Jumlah ketidaktepatan komunikasi lisan / via telepon 

Denominator : -

Standart : 0

9. Insiden operasi tanpa spesialis anastesi

Ruang lingkup : Terjadinya Insiden operasi tanpa spesialis anestesi

Dimensi mutu : Keselamatan Pasien

Tujuan : Tercapainya keselamatan pasien dengan tidak terjadinya

insiden operasi tanpa spesialis anestesi.

Definisi Operasional : Terjadinya insiden dilakukan tindakan pembiusan pada

pasien yang dioperasi tanpa dokter spesialis anestesi

Kriteria Inklusi : Tidakan operasi dilakukan pembiusan tanpa dokter

anestesi, hanya oleh asisten atau operator saja

Kriteria Eksklusi : -

Numerator : Insiden kejadian operasi tanpa spesialis anestesi

Denominator : -

Standart : 0

33

Page 34: BAB I full PAB

BAB IX

PENUTUP

Pedoman pelayanan anastesiologi di Rumah Sakit Umur Prof. Dr. SOEKANDAR

MOJOSARI ini hendaknya dijadikan acuan Rumah Sakit dalam pengelolaan penyelenggaraan

dan penyusunan standart prosedure operasional pelayanan anastesiologi di rumah sakit.

Dibutuhkan dukungan dari semua pihak terutama Pimpinan Rumah Sakit agar mutu pelayanan

anastesiologi dan keselamatan pasien dapat senantiasa ditingkatkan dan dipertahankan sesuai

dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang anastesiologi.

34