Sejarah BK dan Lahirnya BK 17 Plus - Konseling Indonesia.Com
BAB I BK
-
Upload
bagoes-solo -
Category
Documents
-
view
12 -
download
0
Transcript of BAB I BK
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Siswa baru di kelas X SMA pada umumnya memiliki berbagai variasi pengalaman
masing-masing sewaktu di SMP dalam memahami serta mengenal peran maupun fungsi BK
(Bimbingan dan Konseling ). Dalam hal ini pemahaman terhadap BK sangat tergantung kepada
bagaimana kinerja guru pembimbingnya serta fungsi dan peran yang dilakukan dalam
membimbing siswa. Namun berdasarkan observasi langsung di kelas, ternyata 98 persen merasa
malu, ragu, bahkan takut untuk berhubungan dengan guru pembimbing. Keadaan ini tentu
menjadi hal yang sangat memilukan sebab motto BK yang ”peduli siswa” tidak bisa diterapkan di
sekolah secara benar.
Beberapa pendapat siswa menunjukkan bahwa guru pembimbing mereka semasa di SMP
lebih berperan sebagai penegak disiplin dengan memberi sanksi terhadap siswa yang melanggar
tata tertib sekolah. Walaupun ada juga beberapa siswa yang menyatakan bahwa guru pembimbing
menjadi tempat konsultasi namun jumlahnya sangat sedikit. Sebagian besar menganggap bahwa
siswa yang dipanggil atau berhubungan dengan guru pembimbing adalah mereka yang telah
berbuat pelanggaran atau siswa yang diberi hukuman.
Kondisi di SMA Wijaya Putra juga tidak berbeda dengan keadaaan tersebut, disebabkan
karena guru pembimbing merangkap sebagai Koordinator dan pelaksana 7K ( Keamanan,
ketertiban, dll) yang sudah berlangsung bertahun-tahun. Hal ini menyebabkan tugas keamanan
yang dilakukan oleh guru pembimbing misalnya memberi hukuman, justru dianggap sebagai
tugas utama mereka. Sebagai dampak dari pemberian tugas 7K kepada guru pembimbing selama
ini, maka 95 persen guru mata pelajaran belum tahu bagaimana sesungguhnya fungsi dan peran
BK di sekolah. Mereka masih menganggap bahwa guru BK bekerja jika ada masalah khususnya
pelanggaran, sehingga menimbulkan kesan bahwa BK adalah pekerjaan ”santai” karena bila
pelanggaran tidak ada maka BK tidak bekerja.
Kondisi yang juga turut menjadi hal yang sulit dihapus adalah BK juga dilibatkan secara
langsung dalam pencatatan sistem kredit poin pelanggaran. Hal ini juga menjadi sesuatu yang
makin menjadikan siswa ”takut” berhubungan dengan BK.
Keadaan ini diperparah oleh bentuk bimbingan atau konseling yang dilakukan guru
pembimbing yang lebih cenderung ”menunggu bola”, misalnya menangani masalah bila telah
mendapat laporan. Untuk mengoreksi kinerja yang belum maksimal dan juga kesalahan persepsi
tentang BK, maka telah ditempuh langkah strategis untuk memisahkan kegiatan BK dengan
kegiatan 7K dan pencatatan poin pelanggaran..
Upaya yang dilakukan oleh Guru pembimbing melalui komunikasi intensif kepada semua
guru dan terutama kepala sekolah untuk menghindari pemberian tugas sebagai 7K akhirnya
berhasil. Dan sejak diberlakukannya kurikulum baru (KTSP) pada Bulan Juli 2007, BK tidak lagi
diberi tugas sebagai 7K serta administrasi poin pelanggaran namun dialihkan kepada kesiswaan.
Kesempatan ini mulai memotivasi mereka untuk menunjukkan eksistensi BK sebagai
”pembimbing” bukan sebagai ”penghukum”. Namun kendala yang timbul adalah bagaimana
menghilangkan citra buruk terhadap BK yang sudah tertanam sejak lama tersebut.
Fakta bahwa masih banyak siswa yang ”takut dipanggil” oleh BK tetap saja terjadi. Di
samping itu kesan guru mata pelajaran yang menganggap bahwa konsultasi dengan BK
menandakan siswa tidak mampu mandiri menyelesaikan masalahnya bahkan dianggap kekanak-
kanakan akan sangat menghambat kegiatan BK. Kenyataan tersebut menjadikan kegiatan
konseling yang dilakukan oleh guru pembimbing dijauhi atau dihindari siswa. Padahal dalam
konsep bimbingan disebutkan bahwa salah satu kriteria keberhasilan BK adalah apabila siswa
secara sukarela dengan inisiatif sendiri menghubungi guru pembimbing untuk mengikuti
konseling. Selain itu pada hakekatnya pelaksanaan konseling adalah layanan utama bahkan
sebagai jantungnya bimbingan dalam pengentasan masalah siswa. Berbagai kendala dalam
pelaksanaan konseling seakan tetap tetap tidak bisa teratasi karena sebagian besar guru
pembimbing memanggil siswa untuk konsultasi hanya pada siswa yang bermasalah baik karena
adanya laporan dari guru lain atau berdasarkan data yang diperoleh langsung oleh BK. Pada
akhirnya kesan bahwa siswa yang dipanggil adalah mereka yang dianggap memiliki masalah dan
ini sebagai sesuatu yang ”buruk” sulit dihapuskan. Oleh karena itu kiranya mendesak untuk
mengubah kesan negatif tentang panggilan guru BK. Panggilan terhadap siswa yang bermasalah
saja atau bagi siswa yang berbuat pelanggaran yang dilakukan selama ini sudah sepatutnya
dihindari. Hal ini disebabkan karena berdampak bagi rendahnya minat konseling siswa.
Langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan minat konseling siswa sekaligus
mengubah pandangan keliru tentang konseling adalah melaksanakan konsultasi rutin bagi setiap
siswa. Dalam hal ini siswa yang memiliki masalah (sedang bermasalah) atau pun mereka yang
tidak atau belum bermasalah semuanya diberi kesempatan untuk berkonsultasi dengan guru
pembimbing.
Salah satu argumentasi yang penting dikemukakan dalam kegiatan ini adalah bahwa orang
dewasa pun butuh konsultasi dengan orang lain dalam menghadapi suatu permasalahan. Sehingga
siswa yang masih remaja dan beranjak dewasa tentu wajar bila konsultasi dengan orang lain yang
lebih dewasa termasuk kepada guru pembimbing.
Di samping itu kegiatan ini akan sedikit demi sedikit menghilangkan kesan negatif dari
terhadap panggilan BK selama ini sebab semua siswa mendapat pelayanan. Kegiatan ini
dilakukan dengan terlebih dahulu membuat jadual konsultasi tetap bagi setiap siswa. Yang perlu
diketahui bahwa konsultasi bukan sebagai tujuan tetapi proses bagi terlaksananya
”konseling” untuk mengentaskan masalah yang dialami setiap siswa.
B. Identifikasi Masalah
Rendahnya minat konseling siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor. Jika dianalisis lebih
mendalam ada dua faktor yang bisa menjadi penyebab yaitu faktor intern dan faktor ekstern.
Faktor intern adalah faktor yang berkenaan dengan guru pembimbing sebagai pelaksana
konseling. Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar guru pembimbing, diantaranya
adalah kebijakan kepala sekolah, pemahaman guru dan juga pengetahuan siswa tentang
konseling.
Kendala yang berasal dari guru pembimbing adalah keterampilan dan juga sikap mereka
tentang perlu tidaknya konseling dilaksanakan. Keterampilan guru pembimbing sudah jelas
menjadi faktor utama kesuksesan konseling di sekolah. Kurangnya keterampilan guru
pembimbing untuk melaksanakan konseling seringkali menjadi hal yang menyebabkan konseling
tidak dilakukan di sekolah, ataupun terlaksana apa adanya. Namun hal lain yang turut menjadi
ganjalan adalah masalah sikap guru pembimbing yang terkait dengan banyak hal seperti motivasi,
minat, perhatian ataupun tanggungjawab mereka terhadap pentingnya konseling dilaksanakan.
Sebab walaupun secara teoritis dan praktis keterampilan sudah mereka miliki tetapi bila sikap
tanggungjawab untuk melaksanakan konseling kurang maka konseling bisa saja tidak terealisasi.
Kendala yang berasal dari kepala sekolah adalah kebijakan yang tidak kondusif atau tidak
konsisten dalam menciptakan manajemen BK yang baik. Salah satu contoh yang dapat
dikemukakan adalah sebagian besar kebijakan sekolah yang masih menempatkan BK sebagai
pihak yang harus menangani disiplin sekaligus menegakkan tata tertib. Namun kadang ada juga
perintah yang menuntut terselenggaranya BK secar profesional sesuai kode etik. Kedua hal di
atas sulit digabungkan karena bertentangan fungsinya, sehingga menyulitkan guru pembimbing
melaksanakan tugas, khususnya dalam konseling.
Masalah pemahaman guru dan juga siswa terhadap tujuan dan fungsi konseling adalah hal
yang paling menghambat. Konseling akan sulit dilaksanakan bila guru dan siswa masih
memandang bahwa panggilan untuk konseling berarti siswa tersebut telah berbuat pelanggaran.
Konsultasi sebagai suatu wawancara antara guru pembimbing dan siswa memang kadang
dilakukan, namun sifatnya insidentil. Padahal jika konsultasi tersebut dapat berjalan dengan baik
maka akan menjadi tahap awal bagi terlaksananya konseling yang mengentaskan masalah siswa.
Oleh karena itu kiranya perlu diteliti lebih jauh apakah konsultasi yang intensif ataupun terjadual
akan dapat dilaksanakan. Dan apakah dengan konsultasi terjadual tersebut akan dapat
berpengaruh pada peningkatan minat siswa untuk konseling adalah hal yang perlu diketahui.
C. Pembatasan Masalah
Masalah yang diteliti adalah bagaimana meningkatkan minat konseling melalui
konsultasi terjadual. Peningkatan minat konseling siswa sebagai variabel Y, sedangkan metode
konsultasi terjadual sebagai variabel X.
Desain penelitian ini digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1.1. Desain Penelitian
Variabel X Variabel Y
Peningkatan minat konseling siswa diukur melalui angket yang berisi tentang
minat siswa untuk mengikuti konsultasi , tempat konsultasi, pemahaman tentang tujuan
konsultasi, kepercayaan kepada guru pembimbing, dan sikap siswa mengikuti konsultasi.
Konsultasi terjadual adalah konsultasi yang dilakukan oleh siswa dengan guru pembimbing
secara tetap dan terjadual untuk waktu tertentu.
D. Rumusan Masalah
1. Bagaimana membuat jadual konsultasi yang baik dan efektif sehingga dapat dilaksanakan sesuai
rencana.
2. Bagaimana gambaran minat konseling siswa.
3. Apakah konsultasi terjadual dapat meningkatkan minat konseling siswa untuk mengentaskan
masalah yang dialaminya.
E. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana membuat jadual konsultasi yang baik dan efektif.
2. Untuk mengetahui bagaimana minat siswa mengikuti konseling.
3. Mengetahui sejauhmana konsultasi terjadual dapat meningkatkan minat konseling siswa.
F. Manfaat Penelitian
Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa konsultasi yang dilaksanakan bukanlah
tujuan yang ingin dicapai tetapi proses menuju pemberian layanan konseling kepada setiap siswa
tanpa kecuali. Sehingga tujuan utama pelaksanaan kegiatan konsultasi ini adalah :
KONSULTASI TERJADUAL
MINAT KONSELING SISWA
1. Menjadikan konsultasi sebagai langkah awal guna menarik minat siswa untuk mengikuti
konseling dalam pengentasan masalah yang dialaminya.
2. Menjadikan konseling sebagai layanan utama kepada siswa. Bagi siswa yang memiliki
masalah berat ataupun ringan semuanya diharapkan terentaskan. Sedangkan yang tidak
memiliki masalah akan diberikan bekal pengetahuan atau keterampilan sebagai bentuk
preventif sehingga mereka dapat tercegah atau mampu terhindar dari masalah yang
mungkin akan dihadapinya.
3. Memberi motivasi kepada guru pembimbing untuk secara aktif serta ”tidak menunggu
bola” dalam memberi pelayanan konseling terhadap siswa.
4. Mengubah pemahaman yang salah terhadap kegiatan konseling ataupun kegiatan
bimbingan secara umum baik oleh guru atau pun siswa yang menganggap berhubungan
dengan BK hanyalah bagi orang yang bermasalah atau melakukan pelanggaran tata tertib
saja.
5. Mengoreksi pandangan keliru dari guru lain bahwa Guru pembimbing hanya wajar bila
memanggil siswa yang tidak mampu mengatasi masalah sendiri atau tidak mandiri dalam
menyelesaikan problem yang dialaminya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pengertian Konsultasi
Menurut Siswohardjono (1990) konsultasi adalah wawancara antara dua orang dewasa
dengan tujuan bahan yang diprolehnya dapat membuat suatu pola pengertian baru atau keputusan
yang lebih mantap terhadap sesuatu.
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa antara konsultasi dan wawancara tidak berbeda.
Namun jika dianalisis lebih jauh maka terdapat perbedaaan antara konsultasi dan wawancara.
Pendapat Sukardi (2000) bahwa wawancara (interviu) dalam Bimbingan dan Konseling adalah
salah satu alat pengumpul data melalui pembicaraan langsung terhadap siswa. Sedangkan
menurut Hallen (2005) wawancara dilakukan dengan cara mengemukakan pertanyaan kepada
klien secara lisan.
Di samping itu menurut Siswohardjono (1990) wawancara dapat digunakan sebagai
teknik menolong siswa yang dapat dibagi dalam empat bentuk yaitu 1) nasehat; 2) Informasi; 3)
Konsultasi; dan 4) Konseling. Dengan demikian nampak bahwa konsultasi adalah salah satu dari
bentuk wawancara, sehingga pengertian wawancara lebih luas dibanding konsultasi.
Dari pendapat di atas dapat diperoleh dua pengertian berbeda tentang konsultasi dan
wawancara. Konsultasi lebih sempit pengertiannya dibanding wawancara karena konsultasi
cenderung hanya dalam bentuk memberi pengertian pada seseorang sedangkan wawancara lebih
luas sebab apapun yang dilakukan dengan tanya jawab antara seseorang dengan orang lainnya
dapat dikategorikan sebagai wawancara.
2. Kendala Pelaksanaan Konseling
Pentingnya konsultasi siswa dengan guru Pembimbing sebernarnya adalah suatu hal
yang perlu mengingat konsultasi tersebut akan menjadi jalan ke arah pelaksanaan konseling yang
sesungguhnya. Menurut Sahani dkk (1999) salah satu kriteria keberhasilan BK di sekolah adalah
jumlah siswa yang berkonsultasi secara sukarela meningkat. Hal ini berarti bahwa semakin
banyak siswa yang sukarela berkonsultasi ke BK dapat dikatakan pula bahwa di sekolah tersebut
menunjukkan adanya keberhasilan BK dalam memberi pelayanan kepada siswa.
Namun berbagai kendala pelaksanaan konseling menjadikan konseling di sekolah sulit
berjalan sesuai dengan yang seharusnya. Hal mendasar yang menjadi kendala di berbagai sekolah
adalah sarana dan prasarana pendukung yang kurang. Sebagai contoh kebanyakan ruang BK di
sekolah ditata seperti ruang guru yang terbuka. Padahal ruang yang terbuka dan tanpa sekat akan
menjadikan siswa kurang nyaman berkonsultasi ataupun konseling dengan gurunya. Selain itu
tidak adanya ruang khusus untuk konseling akan menyebabkan masalah yang akan dikemukakan
siswa tidak secara maksimal dan transparan dikemukakan karena ada perasaan was-was
masalahnya diketahui orang lain.
Kendala lain yang juga menjadi salah satu faktor penghambat adalah latar
belakang pendidikan guru pembimbing atau konselor yang umumnya bukan berasal dari BK.
Kebanyakan guru pembimbing adalah mereka yang dialihtugaskan dari guru mata pelajaran,
walaupun sebagian dari mereka telah mengikuti pelatihan atau penataran tentang bimbingan. Hal
yang tetap menjadi kendala adalah keterampilan mereka tetap masih minim. Kondisi ini
menjadikan pelaksanaan konseling berjalan tidak sesuai dengan ketentuan ataupun kode etik
mengingat pemahaman yang dangkal tentang seluk beluk konseling. Pemahaman yang masih
rendah tersebut menurut Prayitno dan Anti (1999) menyebabkan konseling dianggap sebagai
proses pemberian nasehat.
Selain itu berbagai pemahaman yang tidak tepat tentang konseling di sekolah adalah
seringnya konseling diarahkan secara langsung sebagai suatu kegiatan untuk mengatasi
pelanggaran siswa. Guru pembimbing sering beranggapan bahwa menyadarkan siswa dari
pelanggaran adalah tugas utama mereka. Sehingga konsultasi atau konseling yang mereka
lakukan kadang mengarah pada upaya paksa agar siswa berubah. Pada kenyataannya banyak guru
pembimbing membuat pendekatan yang jauh menyimpang dari teknik konseling, misalnya
membuat perjanjian siswa yang melanggar, memaksa siswa wajib lapor bahkan memberi
hukuman.
Kondisi di atas tentu menjadikan konseling sebagai interogasi, intimidasi bahkan ibarat
sidang pengadilan, padahal kesemuanya itu adalah penyimpangan.
3. Minat Konseling Siswa
Pada hakekatnya konseling di sekolah terselenggara bila siswa secara aktif mau
menemui konselor untuk melaksanakan konseling. Di sekolah konseling dapat diupayakan
keterlaksanaannya dalam tiga bentuk yaitu inisiatif konselor meanggil siswa, inisiatif siswa untuk
mendatangi konselor atau inisiatif pihak atau guru lain sebagai perantara.
Adapun ketentuan untuk memanggil siswa berdasarkan inisiatif konselor ataupun
melalui perantara pihak lain menempuh cara berikut : 1) Panggilan didahului oleh analisis yang
mendalam; 2) Panggilan dengan bahasa yang halus dan tidak ada unsur paksaan; 3) Panggilan
beralasan untuk kepentingan siswa; 4) Panggilan tidak merugikan siswa dari segi kerahasiaan
atau yang merugikan belajar siswa. Sedangkan inisaiatif siswa untuk mendatangi konselor secara
sukarela adalah hal yang ideal untuk terselanggaranya konseling yang baik.
Berdasarkan seri pemandu pelaksanaan BK di sekolah (1995) persentase kegiatan
konseling baik perorangan ataupun kelompok dialokasikan sebanyak 30 persen dalam kegiatan
bimbingan. Kegiatan tersebut tentu dilaksanakan melalui tatap muka secara langsung dengan
konselor. Hal ini berarti bahwa kegiatan konseling merupakan sesuatu yang perlu terlaksana dan
memiliki waktu atau alokasi khusus dalam kegiatan bimbingan dan konseling.
Namun berbagai pihak yang belum paham bagaimana peran guru BK di sekolah
menjadikan konseling sebagai kegiatan yang tidak penting dan disepelekan. Hal ini sesuai
pendapat Winkel (1991) bahwa kekaburan tentang peran konselor di sekolah dapat timbul karena
berbagai pihak mempunyai konsepsi berbeda tentang peranan tersebut.
Di samping itu pendekatan guru pembimbing dalam menangani masalah juga
menyebabkan peran BK dalam pelaksanaan konseling tidak terlihat. Menurut Willis (2004) guru
pembimbing di sekolah kurang dalam segi keterampilan (skill) konseling untuk mengembangkan
potensi siswa dan membantu siswa untuk mengantisipasi permasalahan yang dihadapinya.
Banyak guru pembimbing di sekolah yang masih beranggapan bahwa mereka bekerja bila ada
permasalahan terutama pelanggaran oleh siswa. Mereka tidak menyadari bahwa bahwa guru
pembimbing bekerja sebelum terjadinya masalah, sebab dalam berkerja fungsi BK sebagai
preventif (pencegahan) dimana mereka seharusnya bekerja dari awal dan sedini mungkin
mengantisipasi adanya kemungkinan masalah sebelum masalah itu timbul.
Berbagai kelemahan dari segi pemahaman dan juga belum profesionalnya guru
pembimbing menyebabkan mereka kadang menyimpang dari program dan kegiatan yang
seharusnya mereka lakukan. Penyimpangan peran yang terjadi menurut Karyono (2003) terjadi
karena BK kerap diposisikan sebagai polisi sekolah sehingga guru BK dijauhi siswa. Hal ini
karena Guru BK sering memangil, menghukum, memarahi siswa yang bermasalah atau nakal.
Kondisi ini tentu tidak bisa dipisahkan dari kurang pahamnya guru pembimbing dan juga tidak
adanya upaya mengubah kesalahpahaman atau penyimpangan yang terjadi selama ini.
Yusuf dan Nurihsan (2005) juga mengemukakan bahwa konseling tidak berjalan di
sekolah karena siswa merasa tidak senang kepada guru pembimbing. Menurutnya kondisi ini
disebabkan oleh pemberian tugas dari kepala sekolah yang berseberangan dengan tugas yang
seharusnya dilakukan guru pembimbing.
Dengan demikian rendahnya minat konseling ternyata dipengaruhi banyak faktor.
Upaya guru pembimbing untuk meningkatkan minat konseling sudah perlu segera dilakukan
dengan metode yang tepat di samping tetap berusaha mengurangi faktor-faktor negatif yang bisa
menghambat kepercayaan siswa kepada guru pembimbing.
B. Kerangka Berfikir
Berdasarkan asumsi bahwa minat konseling dapat ditingkatkan melalui konsultasi
terjadual maka berikut ini disajikan kerangka berfikir penelitian tindakan kelas.
Gambar 1.2. Alur Kerangka Berfikir
C. Hipotesis
Diduga Minat konseling siswa akan meningkat melalui konsultasi terjadual yang
disusun berdasarkan urutan minat siswa.
BAB III
RANCANGAN PENELITIAN TINDAKAN
A. Setting Penelitian
Kelas yang menjadi objek pengamatan pada kegiatan tersebut adalah kelas X.1 di SMA
Wijaya Putra yang berjumlah 38 orang. Alasan pilihan terhadap kelas tersebut karena data dan
administrasinya sudah lengkap dibanding kelas lainnya.
Seluruh kegiatan khusus untuk pengamatan pada kelas X.1 mulai dengan masa
perencanaan, kegiatan dan penilaian hasil, dilaksanakan pada 28 Juli 2011 s.d. 24 September
2011. Perencanaan dilakukan sejak 28 Juli 2011, kegiatan konsultasi dilaksanakan sejak 1
Agustus, dan kegiatan penilaian dilaksanakan sejak 24 Agustus. Sedangkan untuk kegiatan
perampungan pelaporan hingga selesai dimulai 12 s.d. 28 September 2011.
Konsultasi dilaksanakan di ruang BK sesuai jadual yang telah disusun berdasarkan
kesempatan guru pembimbing dan juga memperhatikan jam pelajaran di roster dengan
persetujuan guru mata pelajaran. Lama konsultasi terhadap setiap siswa dibatasi waktunya
maksimal 10 menit. Untuk konsultasi yang sudah mengarah pada konseling, waktunya dapat
lebih lama hingga 20 menit dengan tetap seizin guru mata pelajaran.
B. Rencana Tindakan
1. Skenario Tindakan
Jadual konsultasi siswa dibuat berdasarkan nomor urut absen untuk menghindari adanya
prasangka siswa maupun guru selama ini, bahwa yang dipanggil terlebih dahulu adalah yang
selalu berbuat pelanggaran atau tanggapan negatif lainnya. Selain itu jumlah siswa yang
direncanakan setiap harinya minimal empat orang sesuai kemampuan guru pembimbing dan juga
jadual pelajaran.
Teknis pelaksanaan konsultasi terjadual dilakukan dengan komunikasi dengan para guru
serta persetujuan kepala sekolah. Adapun bentuk jadual yang telah dibuat disajikan secara
lengkap pada halaman lampiran.
Jadual yang telah tersusun selanjutnya ditempel di papan bimbingan dan juga papan
informasi sekolah serta dibagikan kepada ketua kelas masing-masing untuk memperlancar dan
memudahkan proses pelaksanaannya setiap hari.
Selain itu sebagai bahan administrasi formal digunakan blangko panggilan konsultasi
yang diberikan kepada guru yang akan mengajar atau langsung kepada siswa yang bersangkutan.
Skenario tindakan yang akan dilakukan adalah membuat perencanaan tindakan yaitu
bagaimana membuat jadual konsultasi. Data tentang siswa yang hadir saat konsultasi
diadministrasikan, diobservasi dan selanjutnya diadakan refleksi. Untuk penilaian tentang minat
konseling, diadakan pre test dan post tes, yang dilakukan pada awal dan akhir kegiatan.
Berikut ini skenario tindakan yang ditampilkan pada gambar berikut.
Gambar 3.1. Skenario Tindakan
Gambar di atas menunjukkan bahwa jumlah tindakan tegantung hasil observasi dan
refleksi dimana bila hasil tindakan pertama, atau kedua belum maksimal maka akan dibuat
kembali rencana tindakan berikutnya.
Alat bantu yang digunakan adalah absen kelas, jadual konsultasi, surat panggilan
konsultasi dan penilaian hasil observasi dan refleksi.
2. Pelaksanaan Tindakan
Untuk melaksanakan tindakan kelas, maka kegiatan yang dilakukan adalah membuat
jadual konsultasi berdasarkan nomor urutan absen dari urutan petama hingga terakhir. Bila
pembuatan jadual tersebut tidak sesuai atau belum terlaksana sesuai apa yang direncanakan
sesuai data siswa, persetujuan guru atau kendala lain, maka model jadual diperbaiki kembali
untuk perencanaan berikutnya.
Materi konsultasi pada pertemuan pertama adalah informasi tentang fungsi BK dan
perlunya konseling. Pada konsultasi kedua diarahkan pada pembahasan masalah yang telah didata
melalui AUM (Angket Ungkap Masalah) atau sosiometri. Tetapi bila siswa meminta untuk
membahas masalah yang sedang dihadapinya saat ini, maka secara otomatis konsultasi tersebut
dianggap sebagai kegiatan konseling.
3. Pengolahan Data
Untuk mengolah data, maka tindakan yang dilakukan diobservasi dan dinilai yang
bentuknya terbagi atas penilaian proses dan penilaian hasil kegiatan yaitu :
a. Penilaian proses dilakukan melalui observasi langsung mengenai evaluasi terhadap jadual yang
telah disusun, jumlah siswa yang ikut konsultasi, kegiatan yang dilakukan serta masalah yang
dibahas.
b. Penilaian hasil dilakukan dengan mengevaluasi seluruh aspek yang telah dilaksanakan dan juga
termasuk melalui angket sebelum kegiatan konsultasi (pre test) untuk menilai sejauhmana minat,
kepercayaan, tempat konsultasi dan sikap terhadap konsultasi. Setelah kegiatan, siswa diberikan
post test dari angket yang sama untuk menilai hasilnya. (Angket terlampir).
4. Analisis Hasil Refleksi
Analisis hasil refleksi dimulai dengan mengobservasi kehadiran siswa menurut jadual
yang telah disusun. Disamping itu kehadiran dan proses konseling juga diamati dan dicatat
kejadian yang terjadi termasuk masalah yang dikonsultasikan.
Untuk mengetahui minat siswa kepercayaan, tempat konsultasi dan sikap terhadap
konsultasi maka data angket dianalisis untuk mendapatkan gambaran dari kegiatan yang
dilakukan.
5. Data dan Cara Pengumpulan Data
Data tentang siswa diperoleh berdasarkan absen siswa. Sedangkan untuk memperoleh
data dan kejadian selama Tindakan Kelas yang dilakukan maka segala catatan kegiatan dan
observasi yang dilakukan dikumpulkan dan diadministrasikan untuk kegiatan pelaporan.
Untuk memperoleh data pre test dan post tes diberikan secara langsung kepada siswa yang
bersangkutan sebelum kegiatan dan sesudah kegiatan dilakukan. Berikut ini bentuk kisi-kisi
instrumen yang dipersiapkan.
Tabel 3.2. Kisi-kisi Angket Penilaian Minat Konseling Siswa
Nomor Item Aspek Penilaian Jenis Item
1 Minat Konsultasi Pernyataan positif
2 Tempat konsultasi Pernyataan positif
3 Pemahaman terhadap BK Pernyataan negatif
4 Kepercayaan pada BK Pernyataan positif
5 Sikap terhadap konsultasi Pernyataan positif
BAB IV
HASIL PENELITIAN TINDAKAN
A. Gambaran Sekilas Tentang Setting
Subjek penelitian tindakan adalah seluruh siswa kelas X.1 tahun pelajaran 2011/2012.
Kondisi awal minat konseling siswa dapat diketahui melalui observasi dan pre test. Pada
saat observasi sebelum tindakan dilakukan sebagian besar siswa merasa ragu-ragu dan takut bila
dipanggil untuk konseling. Selain itu dari hasil pre tes yang dilakukan diperoleh data mengenai
kondisi minat terhadap konseling.
Berdasarkan data angket yang disebarkan, siswa yang berminat konsultasi sebelum
diadakan tindakan sebanyak tujuh orang atau 18,4 persen. Siswa yang menganggap tempat
konsultasi boleh dilaksanakan dimana saja ada 15 orang atau 39,5 persen. Sebanyak tiga orang
atau 7,9 persen siswa memahami BK sebagai sarana untuk berkonsultasi. Siswa yang percaya
terhadap BK untuk berkonsultasi hanya satu orang atau 2,6 persen. Sikap senag terhadap guru
BK juga satu orang atau 2,6 persen.
Konsultasi dilakukan bertahap. Pada pertemuan pertama materi konsultasi diarahkan
pada informasi tentang fungsi BK di sekolah serta apa pengertian konseling. Titik penekanan
pada konsultasi pertama adalah upaya menarik minat siswa untuk konseling dan tidak ragu atau
takut masalah yang diungkapkannya diketahui orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing
meyakinkan siswa bahwa guru pembimbing memiliki kode etik untuk merahasiakan masalah
yang dikemukakan termasuk yang sangat pribadi atau bersifat rahasia dari setiap siswa untuk
dientaskan.
Pada pertemuan kedua materinya terdiri dari dua alternatif tergantung keinginanan siswa.
Alternatif kesatu adalah membahas masalah siswa berdasarkan data yang diperoleh guru
pembimbing lewat Sosiometri atau AUM. Alternatif kedua materi konsultasinya bisa saja
membahas secara langsung keluhan-keluhan atau problem mendesak yang perlu diselesaikan.
B. Hasil Tindakan 1
1. Hasil Pengamatan
a). Jadual yang disusun tidak sesuai dengan nama yang hadir karena beberapa siswa sangat berminat
konsultasi yang meminta mereka didahulukan. Hal ini tidak jadi kendala, namun guru
pembimbing kesulitan dalam mengadministrasikan karena harus mengecek ulang jadual dan
nama yang belum dipanggil. Selain itu pada saat panggilan, beberapa guru meminta panggilan
ditunda sejenak karena materi pelajaran yang sedang atau akan diberikan membutuhkan
kehadiran siswa di kelas.
b). Terdapat beberapa siswa yang konsultasi pada pertemuan pertama memiliki antusias yang tinggi
ditunjukkan oleh adanya beberapa siswa yang secara bersamaan mengikuti konsultasi.
c). Sebagian besar siswa yang mengikuti konsultasi pertama mempertanyakan kerahasiaan masalah
yang akan mereka kemukakan, sehingga hal ini menjadi indikasi bahwa guru pembimbing butuh
strategi khusus untuk meyakinkan siswa tentang azas kerahasiaan sebagai kode etik dalam
melaksanakan konseling.
d). Pada saat konsultasi, ada sebagian siswa datang sekaligus bersamaan baik berduaan atau bertiga.
Dengan kondisi seperti ini kadang nama yang dijadualkan tidak sesuai dengan kehadiran siswa.
Selain itu tempat konsultasi ternyata tidak selamanya dilaksanakan di ruang BK karena beberapa
siswa menginginkan di dalam kelas saja untuk mengefisienkan waktu.
2. Hasil Refleksi
a). Jadual Konsultasi yang dibuat tidak dipatuhi oleh siswa karena masih merasa ragu.
b). Perlu segera dibuat jadual ulang sesuai minat siswa, sehingga tidak lagi berdasarkan nomor urut
absen.
C. Hasil Tindakan 2
1. Hasil Pengamatan
a). Setelah konsultasi pertama banyak dari siswa yang berkeinginan dipanggil untuk konsultasi
kedua, namun keterbatasan waktu dan jadual yang sudah disusun maka hanya tujuh siswa yang
sempat konsultasi. Materi konsultasi pertama sesuai dengan apa yang direncanakan, namun pada
konsultasi kedua sebanyak tujuh siswa secara sukarela langsung ingin mengemukakan
masalahnya sehingga materi konsultasinya adalah pembahasan masalah masing-masing.
b). Pada saat tindakan pertama membuat jadual, ternyata ada perubahan karena beberapa siswa tidak
mematuhi jadual yang telah dibuat. Oleh karena itu pada tindakan kedua segera dibuat jadual
baru sesuai keinginan siswa.
c). Dari rencana konsultasi pertama diselesaikan lebih cepat dari waktu yang direncanakan yaitu
pada 20 Agustus 2011.
d). Adapun masalah yang dikemukakan oleh tujuh siswa pada konsultasi kedua adalah masalah
keluarga, masalah muda-mudi dan keluhan tentang pemerasan oleh siswa lain. Masalah keluarga
yang diungkap adalah tentang konflik dengan orangtua, kondisi keluarga yang broken home serta
kesulitan karena tidak tinggal dengan orangtua. Untuk masalah pemerasan oleh siswa lain, proses
penanganannya adalah melibatkan wali kelas yang dalam layanan BK disebut sebagai layanan
Advokasi . Masalah muda-mudi yang diungkap siswa terkait dengan keingin tahuannya tentang
batas-batas dalam berpacaran.
2. Hasil Refleksi
a). Dari angket yang diberikan kepada 38 siswa di kelas X.1 diperoleh data sbb :
1). Jawaban atas pernyataan tentang minat siswa untuk mengikuti konseling sebanyak 27 orang atau
sebesar 71 persen yang menyatakan berminat. Jumlah ini tentu lebih besar dibanding dengan
yang tidak berminat.
2). Pandangan bahwa tempat konseling boleh dilakukan dimana saja disetujui oleh 22 siswa atau
sebanyak 58 persen.
3). Pemahaman tentang tujuan konseling sangat tinggi karena persentasenya mencapai 82 persen atau
sebanyak 31 orang.
4). Kepercayaan kepada guru pembimbing diyakini oleh 25 orang atau sebesar 66 persen.
5). Siswa yang merasa senang mengikuti konsultasi sebanyak 29 orang atau 76 persen.
Data lengkap tentang penilaian umum siswa tentang konseling yang telah dilaksanakan terlihat
pada tabel berikut :
Tabel 4.1. Penilaian Minat Konseling Siswa
ASPEK JUMLAH PERSEN
Minat Konseling 27 71
Tempat konseling 22 58
Pemahaman terhadap BK 31 82
Kepercayaan pada BK 25 66
Sikap terhadap konseling 29 76
b). Jika dibandingkan antara kondisi sebelum tindakan dan sesudah tindakan, maka akan dapat
terlihat secara jelas perbedaan yang signifikan. Sebelum diadakan tindakan siswa yang berminat
konsultasi 18,4 persen, sedang sesudah konsultasi berjumlah 71 persen. Siswa yang menganggap
tempat konsultasi boleh dilaksanakan dimana saja ada 39,5 persen, dan sesudah konsultasi
sebanyak 58 persen. Sebanyak 7,9 persen siswa memahami BK sebagai sarana untuk
berkonsultasi, dan setelah konsultasi sejumlah 82 persen. Siswa yang percaya terhadap BK untuk
berkonsultasi hanya 2,6 persen, namun sesudah konsultasi meningkat sebesar 66 persen. Sikap
senang terhadap guru BK sebelum tindakan ada 2,6 persen dan sesudah tindakan berjumlah 76
persen.
Perbandingan hasil sebelum tindakan dan sesudah tindakan digambarkan pada tabel
berikut :
Tabel 4.2. Perbandingan Minat Konseling Siswa Sebelum Tindakan dan Sesudah Tindakan
ASPEK
MINAT
SEBELUM TINDAKAN
( % )
SESUDAH TINDAKAN
( % )
Minat Konseling 18,4 71
Tempat konseling 39,5 58
Pemahaman terhadap BK 7,9 82
Kepercayaan pada BK 2,6 66
Sikap terhadap konseling 2,6 76
c. Penilaian Siswa Tentang Konsultasi Berdasarkan Perbedaaan Jenis Kelamin
Dari sejumlah 17 laki-laki dan 21 perempuan diketahui beberapa perbedaaan penilaian
tentang konsultasi berikut ini :
1). Minat untuk mengikuti konsultasi siswa perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki yaitu 86
persen berbanding 53 persen.
2). Pandangan bahwa konsultasi boleh dilakukan dimana saja disetujui oleh perempuan sebanyak 71
persen, dan laki-laki hanya 41 persen.
3). Pemahaman terhadap konsultasi juga lebih banyak oleh perempuan yaitu sebesar 90 persen,
sedangkan laki-laki sebesar 71 persen.
4). Kepercayaan kepada guru pembimbing oleh perempuan jauh lebih besar dibanding laki-laki. Data
menunjukkan bahwa kepercayaan siswa perempuan sebesar 90 persen, laki-laki hanya 35 persen.
5). 81 persen siswa perempuan merasa senang mengikuti konsultasi sedangkan laki-laki sebesar 71
persen. Ini berarti perempuan lebih banyak yang senang berkonsultasi dibanding laki-laki.
Berikut ini data lengkap perbedaan laki-laki dan perempuan dalam menilai kegiatan
konsultasi yang telah dilakukan.
Tabel 4.3. Penilaian Minat Konseling Berdasarkan Jenis Kelamin
ASPEK
JENIS KELAMIN
LAKI-LAKI PEREMPUAN
JUMLAH % JUMLAH %
Minat Konseling 9 53 18 86
Tempat konseling 7 41 15 71
Pemahaman terhadap BK 12 71 19 90
Kepercayaan pada BK 6 35 19 90
Sikap terhadap konseling 12 71 17 81
F. Pembahasan
Pembuatan jadual konsultasi merupakan metode yang tepat untuk menarik minat siswa
dalam kegiatan bimbingan yang lebih formal yaitu konseling. Walaupun pada dasarnya
konsultasi agak mengikat siswa namun secara perlahan justru dipandang sebagai kebutuhan. Hal
ini tentu sangat berkaitan dengan timbulnya pemahaman siswa yang benar terhadap maksud dan
tujuan konsultasi tersebut.
Pandangan guru terhadap kegiatan konsultasi ini tergolong positif mengingat seluruhnya
senang dengan kegiatan BK yang proaktif yang selama ini ibarat menunggu bola. Walaupun
demikian tetap ada kendala sebab saat panggilan dilaksanakan ada beberapa guru yang meminta
panggilan ditunda beberapa saat karena materi pelajaran agak penting dan butuh kehadiran siswa
di dalam kelas.
Kendala yang timbul dalam pembuatan jadual adalah tidak sesuainya siswa yang
dipanggil dengan yang hadir. Kondisi ini perlu diperbaiki agar pengadministrasian jauh lebih
mudah dan efektif . Cara yang mungkin lebih baik adalah memberikan informasi sebelum
kegiatan sekaligus mendata siswa yang berminat terlebih dahulu untuk mengikuti konsultasi
sebelum membuat jadual tetap. Adanya sosialisasi yang dilakukan kepada siswa tentang rencana
konsultasi tentu bertujuan agar mereka tidak salah paham terhadap kegiatan yang akan dilakukan.
Dari tindakan 2 yang dilakukan ternyata konsultasi terjadual berdasarkan urutan minat
siswa lebih efektif . Siswa yang datang untuk konseling sudah dapat diprediksi sehingga jadual
konsultasi berlangsung tanpa hambatan yang berarti.
Antusias siswa untuk mengikuti konsultasi tergolong sangat tinggi karena kegiatan yang
direncanakan lebih cepat dari jadual. Di samping itu tempat konsultasi ternyata tidak menjadi
kendala siswa untuk berkomunikasi dengan guru pembimbing. Sebab berdasarkan fakta di
lapangan banyak juga siswa yang ingin berkonsultasi di ruang kelas saja tetapi dengan syarat
tidak didengar oleh siswa lainnya.
Penilaian secara umum oleh siswa terhadap konsultasi yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan besar dari hasil observasi awal sebelum kegiatan dan penilaian sesudah
konsultasi. Sebagaimana diketahui bahwa observasi awal menunjukkan bahwa siswa masih ragu
bahkan takut berhubungan dengan guru pembimbing bahkan jumlahnya mencapai 98 persen.
Namun setelah konsultasi jumlah yang memandang negatif terhadap BK jauh berkurang dan
sebaliknya rata-rata hampir 60 persen ke atas siswa berminat untuk berhubungan dengan guru
pembimbing.
Dari beberapa aspek minat yang diukur maka aspek pemahaman adalah yang tertinggi
nilainya diantara aspek lain sebab jumlahnya mencapai 82 persen. Ini berarti bahwa sebagian
besar siswa sudah memahami perlunya konsultasi dengan guru pembimbing. Pemahaman yang
baik tersebut sebenarnya modal besar bagi pandangan positif yang lain terhadap BK. Dengan
demikian di masa mendatang kesan bahwa BK selama ini dijauhi oleh siswa berubah menjadi
didekati oleh siswa.
Aspek yang juga perlu mendapat perhatian adalah pandangan siswa dalam hal
kepercayaan kepada guru pembimbing. Dalam hal ini kepercayaan siswa mungkin masih butuh
waktu untuk memperbaikinya mengingat berbagai kondisi negatif yang terjadi selama ini.
Sehingga diperlukan pendekatan dan cara yang tepat kepada siswa untuk dapat lebih terbuka
kepada guru pembimbing. Suatu yang patut dievaluasi adalah kepribadian dari guru pembimbing,
yang mungkin menjadi kendala bagi keterbukaan dan kepercayaan siswa. Karena salah satu fakta
di sekolah bahwa guru pembimbing masih ada yang belum menampakkan sikap yang mampu
menjaga rahasia siswa sehingga sangat berdampak bagi kepercayaan mereka dalam
mengemukakan masalah.
Khusus tentang pandangan siswa mengenai perlu tidaknya konsultasi di ruang khusus
BK perlu dikaji lebih jauh. Sebab alasan bahwa walaupun konsultasi boleh dilakukan dimana
saja, tetapi adanya syarat agar pembicaraan tidak didengar atau diketahui oleh pihak lain tentu
logis. Sehingga kemungkinan perlu dipikirkan untuk membuat semacam lokasi atau tempat santai
dan kondusif di halaman sekolah yang memungkinkan syarat di atas terpenuhi sehingga
konsultasi dapat berjalan efisien, efektif dan menyenangkan.
Data menunjukkan bahwa ada perbedaan pandangan antara siswa laki-laki dan
perempuan terhadap kegiatan konsultasi. Dari aspek yang dinilai dalam angket, umumnya
pandangan perempuan terhadap konsultasi jauh lebih baik dibanding laki-laki. Fakta tersebut
perlu kiranya diteliti lebih jauh agar tujuan pelayanan konseling bagi seluruh siswa secara merata
dapat diwujudkan.
Dari konsultasi langsung terhadap siswa, sebagian besar siswa senang bila guru
pembimbing ramah kepada siswa dan berbeda saat di SMP dimana guru pembimbing lebih
banyak yang bersikap keras dan tegas. Selain itu kebanyakan siswa menanyakan apakah memang
benar BK merahasiakan masalah yang akan mereka kemukakan. Kondisi ini tentu menunjukkan
bahwa meyakinkan siswa agar mereka lebih percaya dan terbuka kepada guru pembimbing butuh
strategi yang tepat. Hal ini tentu disebabkan oleh karena siswa masih trauma dengan kinerja BK
selama ini yang bertindak sebagai keamanan sekolah.
Di samping itu siswa yang sempat mengikuti konsultasi kedua lebih banyak perempuan
dibanding laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan sifat keterbukaaan atau kepercayaaan pihak
perempuan lebih besar dibanding laki-laki.
BAB V
P E N U T U P
A. Kesimpulan
1. Membuat jadual konsultasi adalah salah satu teknik untuk melayani siswa secara proaktif
sehingga semua siswa terlayani dalam bimbingan dan konseling di sekolah.
2. Konsultasi yang telah dilakukan menunjukkan adanya perubahan pandangan siswa yang positif
terhadap BK berdasarkan observasi awal dan setelah diadakannya kegiatan.
3. Konsultasi terjadual akan dapat meningkatkan minat konseling siswa.
4. Siswa perempuan lebih baik pandangannya terhadap konseling dibanding siswa laki-laki.
B. Saran
1. Guru Pembimbing hendaknya menerapkan jadual konsultasi di sekolah masing-masing sebagai
wujud dari ”peduli siswa” yang merupakan motto BK.
2. Guru pembimbing hendaknya lebih aktif dan kreatif melayani siswa satu-persatu baik dalam
bimbingan khususnya dalam konseling, sehingga siswa dapat memanfaatkan layanan BK di
sekolah.
3. Guru pembimbing perlu berupaya agar siswa termotivasi dan secara ikhlas mengikuti konseling.
4. Pihak sekolah hendaknya memberi tugas dan peran yang sesuai dengan fungsi BK sehingga
fokus pengembangan diri yang menjadi bidang tugas BK dapat berjalan secara optimal.
5. Guru mata pelajaran dan seluruh personil sekolah hendaknya mengetahui dan memahami peran
BK di sekolah sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan mutu sekolah dan juga
peningkatan prestasi belajar siswa.
KEPUSTAKAAN
Abdul Gani, Ruslan. 1997. Ciri Khas Anak Jenius. Jakarta. Sarana Cipta Ilmu
Depdiknas, Dirjen Dikdasmen. 2005. Pengembangan Program BK SMA. Jakarta. P3G.
Depdiknas, Dirjen Dikdasmen. 2005. Profesi Bimbingan dan Konseling. Jakarta. P3G.
Prayitno. 1996. Berbagai Upaya Peningkatan Kualitas Guru Pembimbing dan Kontribusinya Terhadap Kualitas Pendidikan. Makalah. Disampaikan di Makassar 21 Mei 2006.
Prayitno dan Erman Anti. 1999. Dasar-Dasar BK. Jakarta. Rineka Cipta.
Prayitno. 1998. Buku III Seri Pemandu Pelaksanaan BK di Sekolah. Jakarta. Dirjen Dikdasmen
Sahani, Muchlas, dkk. 1999. Panduan Manajemen Sekolah. Jakarta. Depdiknas Dirjen Dikdasmen.
Siswoharjono, Aryatmi. 1996. Perspektif Bimbingan dan Konseling di Berbagai Institusi. Semarang . Satya Wacana
Sukardi, Dewa Ketut. 2000. Pengantar Pelaksanaan BK di Sekolah. Jakarta. Rineka Cipta.
Walgito, Bimo. 2004. Bimbingan Organisasi BK di Sekolah. Yogyakarta. Andi.
Yusuf, Syamsu dan Nurihsan, Juantika. 2005. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung . PT. Remaja Rosdakarya.
LAMPIRAN 1 . DATA SISWA YANG TELAH KONSULTASI
W A K T UNO J A M KLS NAMA SISWA KET
Senin, 1 09'00-09'10 X.1 Muhammad Affrizal1 Agustus 2011 2 09'45-09'55 X.1 Ahmad Fathono
3 10'30-10'40 X.1 Wisnu Caraka Adi D4 10'50-11'00 X.1 Aisyah Dwijayanti
Selasa 1 09'00-09'10 X.1 Vony Savrina Wulandari2 Agustus 2011 2 11'35-11'45 X.1 Axshel Herral Dea
3 11'45-11'55 X.1 Suci Sukmawati Rabu 1 09'45-09'55 X.1 Aynurindya Hasyinah I3 Agustus 2011 2 10'00-10'10 X.1 Siti Afina Kamis 1 09'00-09'10 X.1 Bagas Eka Pratama4 Agustus 2011 2 11'35-11'45 X.1 Rosita Magdalena Jum’at 1 10'30-10'40 X.1 Baharudin Novenda5 Agustus 2011 2 10'50-11'00 X.1 Danny Satria R
3 12'20-12'30 X.1 Rezki Heidy Yunita Senin 1 09'00-09'10 X.1 Devica Sari Dwi Arini8Agustus 2011 2 10'30-10'40 X.1 Rezki Arianto
3 10'50-10'60 X.1 Edi Leswanto4 12'20-12'30 X.1 Raditia Dewantara
Selasa 1 09'00-09'10 X.1 Ella Noer Alfiana9 Agustus 2011 2 10'30-10'40 X.1 Noer Chamidah
3 10'50-10'60 X.1 Fazri Basalamah4 10'60-10'70 X.1 Narendra Oktavian
Rabu, 1 09'00-09'10 X.1 Firza Awliyah Hoq N10 Agustus 2011 2 10'30-10'40 X.1 Nanang Prastiyo.
3 11'35-11'45 X.1 Fitria Ningsih4 11'45-11'55 X.1 Muhammad Dicky Virdaus.
Senin 1 09'45-09'55 X.1 Gilang Pradana22 Agustus 2011 2 10'00-10'10 X.1 Muchammad Dani F
3 10’00-30’40 X-1 Axshel Herral Dea Konsultasi ke 2
Selasa 1 10'30-10'40 X.1 Hendrawan listianto23 Agustus 2011 2 10'50-11'00 X.1 Moch. Fahmi Chusaini
3 12'20-12'30 X.1 Ilyasifa Nur Amalia4 12’30-13’00 X-1 Nanang Prasetio Konsultasi ke 2
Rabu, 1 09'00-09'10 X.1 Melani Wulan Sari24 Agustus 2011 2 10'30-10'40 X.1 M. Zainal Abidin
3 10’40-11’15 X-1 Ella Noer Alfiana Konsultasi ke 24 11’15-11’40 X-1 Rezki Heidy Yunita Konsultasi ke 2
LAMPIRAN 2 . ANGKET PENILAIAN
Petunjuk : Isilah beberapa pernyataan di bawah, sesuai dengan apa yanganda alami dan rasakan selama ini. Jawaban yang anda berikan tidak ada hubungannya dengan nilai mata pelajaran tertentu, dan nama anda kami rahasiakan sehingga tidak perlu dituliskan.
Cara Pengisian : Berilah tanda silang ( X ) pada kolom jawaban :
SS = Sangat setuju LS = SetujuR = Ragu-ragu PTS = Tidak setujuSTS = Sangat tidak setuju
NO PERNYATAANJAWABAN
SS S R TS STS
1 Bila memiliki masalah saya akan konsultasi dengan guru pembimbing ( BK )
2 Konsultasi boleh dilakukan dimana saja, yang penting orang lain tidak mendengarnya.
3 Konsultasi ke BK berarti siswa tersebut belum dewasa dan kekanak-kanakan.
4 Saya yakin BK adalah tempat konsultasisemua masalah siswa.
5 Saya merasa senang bila konsultasi denganBK.
LAMPIRAN 3 . JADUAL RENCANA KONSULTASI SISWA KELAS X.1
Senin, 1 09'00-09'10X.1 Muhammad Affrizal
1 Agustus 2011 2 09'45-09'55X.1 Ahmad Fathono
3 10'30-10'40 X. Wisnu Caraka Adi D
1
4 10'50-11'00X.1 Aisyah Dwijayanti
Selasa 1 09'00-09'10X.1 Vony Savrina Wulandari
2 Agustus 2011 2 11'35-11'45X.1 Axshel Herral Dea
3 11'45-11'55X.1 Suci Sukmawati
Rabu 1 09'45-09'55X.1 Aynurindya Hasyinah I
3 Agustus 2011 2 10'00-10'10X.1 Siti Afina
Kamis 1 09'00-09'10X.1 Bagas Eka Pratama
4 Agustus 2011 2 11'35-11'45X.1 Rosita Magdalena
Jum’at 1 10'30-10'40X.1 Baharudin Novenda
5 Agustus 2011 2 10'50-11'00X.1 Danny Satria R
3 12'20-12'30X.1 Rezki Heidy Yunita
Senin 1 09'00-09'10X.1 Devica Sari Dwi Arini
8Agustus 2011 2 10'30-10'40X.1 Rezki Arianto
3 10'50-10'60X.1 Edi Leswanto
4 12'20-12'30X.1 Raditia Dewantara
Selasa 1 09'00-09'10X.1 Ella Noer Alfiana
9 Agustus 2011 2 10'30-10'40X.1 Noer Chamidah
3 10'50-10'60X.1 Fazri Basalamah
4 10'60-10'70X.1 Narendra Oktavian
Rabu, 1 09'00-09'10X.1 Firza Awliyah Hoq N
10 Agustus 2011 2 10'30-10'40X.1 Nanang Prastiyo.
3 11'35-11'45X.1 Fitria Ningsih
4 11'45-11'55X.1 Muhammad Dicky Virdaus.
Senin 1 09'45-09'55X.1 Gilang Pradana
22 Agustus 2011 2 10'00-10'10X.1 Muchammad Dani F
Selasa 1 10'30-10'40X.1 Hendrawan listianto
23 Agustus 2011 2 10'50-11'00X.1 Moch. Fahmi Chusaini
3 12'20-12'30X.1 Ilyasifa Nur Amalia
Rabu, 1 09'00-09'10X.1 Melani Wulan Sari
24 Agustus 2011 2 10'30-10'40 X. M. Zainal Abidin
1
LAMPIRAN 5 . BIODATA PENULIS
1. Nama : Kumiyati, S.Pd2. NIP : -3. Jabatan : Guru 4. Pangkat / Gol.ruang : -5 Tempat dan Tanggal lahir : Pati, 28 – Nopember - 19646. Jenis Kelamin : Perempuan7. Agama : Islam8. Mata Pelajaran yang diajarkan : Bimbingan dan Konseling9. Masa kerja guru : 15 tahun, 1 bulan
: Peningkatkan Minat Konseling Siswa Melalui Konsultasi Terjadual. 11.Pendidikan terakhir : S1 ( Sarjana)
12. Fakultas / Jurusan : Fakultas Ilmu Pendidikan, Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan.
13. Status perkawinan : Kawin14. Sekolah :
a. Nama Sekolah : SMA Wijaya Putrab. Jalan : Jl. Raya Benowo No. 1 – 3 Surabayac. Kelurahan : Babat Jerawat d. Kecamatan : Pakale. Kab/Kota : Surabayaf. Provinsi : Jawa Timurg. Telepon :
Surabaya, 28 September 2011Mengetahui : PenulisKepala Sekolah
Drs. Sugeng Santosa. M.Si Kumiyati, S.Pd
LAMPIRAN 5 . FOTO KEGIATAN PENELITIAN TINDAKAN
Pembelajaran klasikal bimbingan karier
Konsultasi dalam pemilihan jurusan
Konsultasi masalah pemilihan ekstra kulikuler
Konsultasi masalah menghilangkan rasa malas dalam belajar
2. Informasi kepada siswa pembagian jadwal konsultasi.
3. Konsultasi dengan siswa
4. Pemberian angket penilaian kepada siswa